Prolap Organ Panggul
Prolap Organ Panggul
Prolap Organ Panggul
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Prolaps organ panggul (POP) merupakan masalah kesehatan wanita yang umum
terjadi dan sangat mengganggu, serta penanganannya sering kali memerlukan biaya
yang sangat tinggi.1,2 Meskipun prolaps organ panggul umumnya tidak
menimbulkan kematian, tetapi biasanya dapat memperburuk kualitas hidup pasien
termasuk menimbulkan kelainan pada kandung kemih, sistem saluran cerna serta
gangguan fungsi seksual. Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup dan
meningkatnya populasi usia lanjut maka prevalensi prolaps organ panggul pun
semakin meningkat.
Insidens dan prevalensi prolaps organ panggul yang tepat masih sulit diperkirakan.3
Sejumlah laporan menyatakan sekitar 20% pembedahan ginekologik elektif kasus
mayor merupakan pembedahan untuk prolaps organ panggul, dan meningkat hingga
59% pada wanita usia lanjut.2 Data tahun 1997 menunjukkan bahwa setidaknya
terdapat 350.000 operasi prolaps organ panggul yang dilakukan di Amerika Serikat.4
Pada tahun 2001, suatu penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 51%
pasien wanita yang datang untuk pemeriksaan ginekologik tahunan ternyata
menderita POP.5 Selain itu, sebanyak 11% wanita yang berusia lebih dari 80 tahun
akan mengalami operasi prolaps organ panggul, dan sekitar 30% kasus
membutuhkan pembedahan ulang.
Insidens prolaps organ panggul meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Sekitar separuh populasi wanita berusia 50 tahun mengeluhkan gejala prolaps.
Sepertiga kasus histerektomi terjadi pada wanita usia menopause dan 81%
histeresktomi dengan pendekatan melalui vagina (atau sekitar 16% dari seluruh
histerektomi) dilakukan atas indikasi terjadinya prolaps organ panggul. Insidens
histerektomi untuk prolaps organ panggul adalah sekitar 30 tiap 10.000 tindakan
histerektomi setiap tahunnya, dengan puncak insidens pada usia 65-69 tahun.
Diperkirakan, biaya kesehatan negara untuk masalah ini mencapai lebih dari satu
miliar dollar Amerika Serikat. Biaya tersebut belum meliputi biaya atas hilangnya
produktivitas dan tidak hanya terbatas pada satu kali prosedur pembedahan saja.3,5
Suatu penelitian menunjukkan bahwa risiko rekurensi atau berulangnya prolaps
organ panggul terjadi paling banyak pada wanita yang berusia lebih muda dan yang
sudah mengalami prolaps organ panggul derajat berat sebelumnya.
Prolaps organ panggul lebih sering terjadi setelah persalinan, tetapi umumnya tanpa
disertai gejala atau bersifat asimptomatik. Sejumlah penelitian memperkirakan
bahwa 50% dari wanita yang pernah melahirkan mengalami berbagai derajat prolaps
organ panggul, dan 10-20% di antaranya mempunyai gejala. Hanya 2% wanita
nulipara yang mengalami prolaps dan biasanya lebih sering berupa prolaps uterus
daripada prolaps vagina.
Prolaps organ panggul (POP) cukup banyak terjadi dan merupakan indikasi operasi
pada lebih dari 200.000 kasus di Amerika. Prediksi perempuan yang mencari
pertolongan karena prolaps organ panggul meningkat 45% pada beberapa tahun
kedepan.
Kesulitan saat menelaah referensi untuk prevalensi POP adalah karena POP yang
mempunyai derajat ringan dibelakang introitus vagina hanya ada kurang dari 5%,
dan karena seluruh kelainan penyokong organ panggul dimasukkan ke dalam
subyek yang diteliti (kelainan apeks vagina, dinding anterior, dan dinding posterior
vagina).
Prevalensi rate rawat jalan perempuan yang mengalami POP adalah 30-93%.
Insidensi dan prevalensi POP dan rektokel meningkat sesuai dengan usia dan
paritas, walaupun ada nulipara yang mengalami rektokel yang bermakna tetapi
keadaan ini jarang ditemukan, selain itu juga tergantung pada populasi perempuan
yang diteliti. Insidensi rektokel pada populasi umum berkisar antara 20-80%, dan
jelas terdapat insidensi tinggi perempuan dengan rektokel asimptomatik. Penelitian
Raz dkk menemukan persentase pasien rektokel yang meningkat bermakna sesuai
dengan derajat prolaps organ panggul.
Prolaps dinding vagina anterior berat sering berhubungan secara bermakna dengan
prolaps dinding posterior vagina. Pada pasien dengan disfungsi defekasi, insidensi
rektokel bervariasi antara 27 61%. Rektokel yang berukuran lebih dari 2 cm lebih
berhubungan dengan gejala yang timbul sehingga lebih jelas secara klinis.
bentuk kelainan lain POP merupakan akibat dari posisi normal perempuan adalah
posisi berdiri. Etiologi rektokel multifaktorial, diduga penyebabnya adalah
peregangan dan robekan septum rektovagina dan jaringan sekitarnya yang
umumnya diakibatkan oleh :
persalinan pervaginam, trauma obstetrik pada vagina dan panggul dapat
menyebabkan kelemahan septum rektovaginal, kerusakan nervus perineal dan
kelemahan seluruh fasia endopelvik serta otot dasar panggul.
peningkatan kronis tekanan intraabdominal, rektokel juga dapat disebabkan oleh
konsekuensi tingginya tekanan intra kanalis rektalis melawan tekanan daerah tumpul
vagina yang bertekanan rendah.
BMI tinggi, kekurangan estrogen, konstipasi kronis, merokok,
kelemahan kongenital pada sistem penyokong organ panggul.
Faktor iatrogenik :
kegagalan perbaikan defek penyokong pada operasi rekonstruksi panggul.
Kegagalan penyambungan kembali fasia endopelvik pada badan perineum saat
persalinan pervaginam akan menyebabkan defek pada tempat tertentu di fasia
tersebut
Tindakan yang mengakibatkan gaya tarik di panggul berubah / perubahan
vaginal axis misalnya prosedur ventral suspension dari uretra, uterus atau vagina
yang akan meningkatkan paparan cavum Douglas terhadap peningkatan tekanan
intraabdominal, fiksasi posterior apeks vagina, dan kegagalan deteksi serta koreksi
enterokel occult, serta pemendekan vagina yang cukup besar.
Hal yang penting untuk diingat adalah rektokel merupakan suatu defek pada jaringan
penyokong vagina bukan merupakan suatu defek dari rektum. Fasia yang paling
penting dalam septum rektovagina diduga adalah fasia Denonvilliers, yang berfusi
kedalam lapisan dalam dinding vagina posterior. Pada saat melahirkan fasia
Denonvilliers itu dapat terlepas di bagian perlekatan kaudal dan lateralnya terhadap
badan perineal.
Anatomi :
Secara anatomis organ panggul dipertahankan berada pada posisinya pada tulang
panggul oleh otot levator ani yang berfusi di bagian posterior (dasar panggul). Otot
levator ani melekat pada tulang panggul di anterior dan posterior, di bagian lateral
otot ini melekat pada arcus tendineus musculi levatoris ani yang terdapat pada otot
obturator interna dibagian sisi panggul. Levator ani akan bersatu di tengah pada
bagian posterior dan bergabung dengan ligamen anokoksigeus membentuk levator
plate. Pemisahan otot levator ani di anterior disebut dengan levator hiatus. Pada
bagian inferior levator hiatus diliputi/dikelilingi diafragma urogenital. Uretra, vagina
dan rektum berjalan melalui levator hiatus dan diafragma urogenital saat keluar dari
panggul. DeLancey mengemukakan bagian ini sebagai penyokong panggul level
Paracolpium menahan vagina dari arah lateral dinding panggul pada level I. Serabut-
serabut ini berjalan secara vertikal dan berada di posterior sakrum. Pada level II
vagina dilekatkan pada arcus tendineus fascia pelvis dan fasia levator ani superior.
Secara histologi, apeks dinding vagina posterior terdiri atas mukosa, lapisan otot
superficial dan dalam serta lapisan adventitia. Lapisan fibromuskular itu disebut
dengan septum rektovagina. Kleeman dkk mengemukakan gambaran histologi
septum rektovagina yang terdiri dari : bagian apeks umumnya merupakan jaringan
lemak dengan bagian tengah lapisan adventitia mengandung jaringan lemak,
jaringan fibrosa, pembuluh darah, saraf, dan jaringan elastik. Bagian distal yang
berfusi dengan badan perineal mengandung jaringan ikat padat.
B. RUMUSAN MASALAH
PENGERTIAN PROLAPSUS ORGA PANGGUL
PENCEGAHAN &PENANGANAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Prolaps organ panggul merupakan turunnya atau herniasi isi organ panggul melalui
saluran vagina akibat kelemahan pada struktur penyokong dasar panggul.3 Berikut
ini akan dibahas tentang klasifikasi POP dan anatomi dasar panggul agar dapat
membantu kita memahami patofisiologi terjadinya prolaps organ panggul.
Namun, istilah-istilah di atas tidak dapat menggambarkan struktur apa yang terlibat
pada sisi lain tonjolan vagina yang terjadi. Sehingga, seringkali menimbulkan asumsi
yang salah, khususnya pada wanita yang telah menjalani pembedahan prolaps
sebelumnya. Oleh karena itu, lebih sering dipakai istilah prolaps dinding vagina
anterior, prolaps dinding vagina posterior dan prolaps apikal.
Otot rangka dasar panggul terdiri atas serat otot sentak lambat (slow twitch) dan
serat otot sentak cepat (fast twitch). Serat otot lambat menyelenggarakan tonus otot
untuk waktu yang lama, sehingga otot dasar panggul dapat menyokong organ
panggul dengan baik. Sedangkan otot cepat berfungsi saat terjadi peningkatan
tekanan intra-abdomen yang mendadak, misalnya pada batuk atau bersin.
Massa dan kekuatan regangan otot rangka dan otot polos panggul bervariasi antar
setiap wanita, baik dengan POP maupun tanpa POP. Kelemahan otot panggul akan
menyebabkan meningkatnya beban pada ligamen panggul dan jaringan
penyambung.
Membran perineum atau diafragma urogenitalis merupakan lembaran fibrosa
berbentuk segitiga yang membentang di separuh anterior pintu bawah panggul dan
menyokong dasar panggul. Saat terjadi perubahan tekanan intra-abdomen yang
mendadak, maka bagian posterior diafragma akan berfungsi seperti trampolin.
Otot dasar panggul dan diafragma panggul dipersarafi oleh cabang saraf sakrum
kedua, ketiga dan keempat (S2, S3, S4) dan saraf pudendus. Kerusakan saraf
pudendus baik oleh trauma regangan akut, kronik ataupun gangguan neurologik
akan meningkatkan risiko terjadinya POP.
Struktur tulang belakang juga memainkan peranan penting dalam menyokong organ
panggul. Pada posisi berdiri, vagina biasanya bersandar pada badan perineum yang
utuh, dan hampir terletak paralel dengan dasar panggul. Perubahan postur tubuh
pada osteoporosis dan proses penuaan dapat menyebabkan letak organ panggul
menjadi miring dan turut mencetuskan terjadinya POP.
Secara ringkas, dasar panggul terdiri atas beberapa struktur anatomi yang dapat
membantu stabilisasi organ panggul agar tetap berada pada tempatnya, yang
semuanya bekerja sama mencegah terjadinya prolaps atau turun dan keluarnya
organ panggul melalui vagina.
Pada wanita sehat, otot-otot dasar panggul berperan sebagai tempat atau bantalan
yang memungkinkan organ-organ panggul terletak menggantung di rongga panggul
dengan sedikit tegangan pada jaringan penyambung. Maka, gangguan pada otot
dasar panggul tersebut akan menyebabkan regangan pada ligamen dan fasia organ
panggul. Meskipun demikian, terjadinya prolaps organ panggul tidak hanya
disebabkan oleh otot dasar panggul saja tetapi lebih bersifat multifaktorial.
C. ETIOLOGI PROLAPS ORGAN PANGGUL
The US National Institutes of Health mengkaji data-data dan bukti penelitian yang
berkaitan dengan pengaruh kehamilan dan cara persalinan terhadap fungsi dasar
panggul ibu. Kajian tersebut menunjukkan bahwa meskipun berbagai masalah dasar
panggul ibu seperti inkontinensia urin, inkontinensia alvi dan POP terbukti
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, namun tidak cukup bukti bahwa
pembedahan Caesar elektif dapat mencegah kondisi-kondisi di atas. Bagaimanapun
juga, karena tingginya morbiditas dan tingkat rekurensi pasca pembedahan POP,
sejumlah peneliti berusaha untuk mencari tahu tentang etiologi POP serta faktor-
faktor risiko POP yang masih dapat dimodifikasi agar dapat melakukan langkah-
langkah pencegahan.
Patel PD, dkk. menggolongkan etiologi POP menjadi faktor intrinsik (kolagen,
genetik, ras, proses penuaan, kondisi pascamenopause) dan faktor ekstrinsik (yaitu
kehamilan dan persalinan, riwayat histerektomi sebelumnya, paritas, terapi sulih
hormon, dan pekerjaan), seperti yang terlihat pada Tabel 1.1.2
Faktor predisposisi meliputi jenis kelamin, ras, tulang panggul, ketebalan jaringan,
kekuatan jaringan, suplai pembuluh darah, persarafan, dan serat kolagen. Promotor
meliputi kondisi-kondisi yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko POP melalui
mekanisme peningkatan tekanan intraabdomen kronik, yakni kehamilan, obesitas,
konstipasi, pekerjaan, rekreasi, penyakit paru dan batuk. Faktor inisiasi meliputi
trauma akut akibat kecelakaan, trauma persalinan, terapi radiasi, dan pembedahan,
khususnya histerektomi. Sedangkan dekompensator meliputi atrofi jaringan dan
kelemahan jaringan yang berhubungan dengan proses penuaan, penyakit, dan obat-
obatan.
b. Obesitas
Obesitas juga dapat mempengaruhi fungsi dasar panggul. The Women Health
Institutes (WHI, N = 27.342) melaporkan bahwa wanita dengan lingkar pinggang
lebih dari 88 cm mempunyai peningkatan risiko terjadinya sistokel dan rektokel (odds
ratio, 1,17; interval kepercayaan 95%: 1,06-1,29).
c. Konstipasi kronik
Suatu penelitian kasus kontrol menunjukkan bahwa konstipasi dan kebiasaan
mengedan saat buang air besar secara signifikan lebih sering terjadi pada wanita
dengan POP (61%) dibandingkan wanita tanpa POP (4%).2 Hubungan antara
konstipasi dan POP tidak hanya terkait dengan peningkatan intraabdomen maupun
rusaknya sokongan jaringan penyambung tetapi juga akibat kerusakan saraf akibat
regangan kronik, dan / atau dapat juga disebabkan oleh kelainan jaringan
penyambung yang mendasari sehingga menyebabkan konstipasi dan berkurangnya
sokongan dasar panggul.
d. Latihan fisik
Tekanan berlebihan pada otot dasar panggul akan menyebabkan defek dan
kelemahan dasar panggul, sehingga akan meningkatkan insidens terjadinya prolaps.
Latihan fisik seperti olah raga angkat berat, senam aerobik high impact dan lari jarak
jauh akan meningkatkan risiko terjadinya prolaps dasar panggul.
e. Pekerjaan
Meskipun hanya ada sedikit data mengenai risiko pekerjaan terhadap POP, tetapi
sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan memang dapat mempengaruhi
fungsi dasar panggul. Sebuah penelitian di Denmark menyimpulkan bahwa
pekerjaan mengangkat beban berat merupakan penyebab potensial terjadinya
prolaps, yang ditunjukkan dengan banyaknya pembedahan prolaps pada populasi
tersebut.12 Chiaffarino dkk. menunjukkan bahwa ibu rumah tangga secara signifikan
mempunyai risiko prolaps yang lebih tinggi daripada wanita karir dengan jabatan
manajer karena mereka lebih banyak melakukan kerja fisik (n = 208; OR: 3,1, IK
95%: 1,6-8,8).13 Woodman dkk. meneliti lebih lanjut tentang berbagai jenis
pekerjaan dan pengaruhnya terhadap risiko terjadinya prolaps. Penelitian tersebut
enunjukkan bahwa odds ratio tertinggi sebesar 7,75 didapatkan pada pekerja buruh
dan pabrik, diikuti dengan ibu rumah tangga, pelayan, pekerja teknis dan para
profesional.14 Sayangnya, penelitian-penelitian tersebut tidak menunjukkan aktivitas
apa yang diteliti atau berapa besar tekanan pada dasar panggul.
6. Faktor hormonal
Telah diketahui bahwa terdapat penurunan jumlah jaringan kolagen
pascamenopause. Copas P, dkk. menunjukkan bahwa reseptor estrogen,
progesteron dan androgen terdapat pada fasia levator ani, tetapi reseptor estogen
tidak didapatkan pada serat otot levator ani. Reseptor estrogen ditemukan pada
dinding vagina dan ligamen sakrouterina pada wanita premenopause dan jumlah
reseptor tersebut menurun pada wanita pascamenopause dan reseptor tersebut
berkorelasi positif dengan lamanya menopause.
Estrogen dapat mempengaruhi metabolisme kolagen, yakni dapat merangsang
degradasi kolagen dengan meningkatkan aktivitas matriks metaloproteinase-2.2 Liu
dkk. menganalisis proliferasi fibroblas yang berasal dari ligamen kardinale pasien
dengan dan tanpa prolaps setelah pemberian 17-estradiol. Fibroblas dari kelompok
prolaps secara signifikan menunjukkan tingkat proliferasi yang lebih rendah daripada
kelompok kontrol pada setiap kadar estradiol yang dipakai. Meskipun demikian,
secara klinis, terapi sulih hormon mungkin tidak bermanfaat dalam tatalaksana
POP.21 Sebaliknya, Lang dkk menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung
antara reseptor estrogen serta lamanya masa menopause dengan POP dan
inkontinensia urin tipe stress, sehingga mungkin terapi estrogen dapat bermanfaat.
Patofisiologi mekanisme regangan pada prolaps organ panggul yang rinci masih
belum diketahui. ODell dan Morse menerapkan suatu kerangka konsep teori tentang
mekanisme prinsip-prinsip biomekanik dalam mempengaruhi patofisiologi POP. (Gb.
7). Kerangka konsep tersebut menggambarkan prinsip-prinsip biomekanika yang
berperan (regangan, tekanan, suhu dan lamanya stressor) serta hubungannya
dengan faktor ekstrinsik POP yang dapat dimodifikasi.
IMPLIKASI KLINIS
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik
dalampatofisiologi POP, tetapi bukti-bukti yang jelas masih terus diteliti dan hingga
saat ini kemampuan para ahli dalam mengenali wanita berisiko tinggi masih sangat
terbatas.
Meskipun demikian, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang dapat menjadi
faktor risiko POP, yakni usia ibu, jaringan penyambung yang abnormal, trauma
panggul sebelumnya, riwayat pembedahan dan terapi radiasi. Berdasarkan
pemeriksaan fisik, kita juga dapat mengidentifikasi faktor risiko POP misalnya
adanya atrofi jaringan, berkurangnya tonus otot pada perineum (dikenal juga dengan
defisiensi badan perineum), pemeriksaan neurologik menunjukkan hasil yang
abnormal dan berkurangnya kekuatan kontraksi otot levator ani volunter.
Secara ringkas, pengetahuan mengenai faktor risiko dan patofisiologi POP saat ini
dapat membantu kita untuk mengembangkan penanganan pencegahan POP di
tingkat layanan primer seperti yang terlihat pada tabel 2.
E. PECEGAHAN
cukup melakukan senam kegel sebanyak 10 kali dan dilakukan setiap hari. Selain
mudah, senam ini juga terhitung murah dan bisa dilakukan di mana saja. senam
kegel itu sendiri adalah suatu gerakan senam yang berguna untuk memperkuat otot-
otot dasar panggul terutama otot pubococcugeal, sehingga bisa memperkuat otot-
otot saluran kandung kemih yang bisa mencegah ngompol serta menguatkan otot-
otot vagina.
melakukan gaya hidup sehat dan menghindari terjadinya obesitas dan melatih
otot kandung kemih juga bisa dilakukan oleh para wanita untuk melakukan
pencegahan terhadap sebab-sebab lainnya.
F. PENANGANAN
Untuk menangani keluhan disfungsi dasar panggul prolaps (peranakan turun) bisa
menggunakan cincin vagina yang dapat bertahan selama 4 tahun, cincin ini
biasanya memiliki diameter 60 cm sampai 80 cm atau bisa juga dengan melakukan
operasi.
Sedangkan apabila gangguan sudah sampai pada taraf gangguan yang berat,
penyakit ini bisa diatasi dengan merangsang kerja otot-otot terkait menggunakan
alat atau dengan tindakan operatif.
Tindakan operatif dilakukan kalau gangguan itu sudah sama sekali tidak bisa
ditahan. Selain untuk memperbaiki organ, tindakan operatif dilakukan untuk
mengangkat rahim bagi mereka yang sudah tidak ingin punya anak.
Oleh karena itu, disarankan Junizaf, jika seorang wanita merasa seringkali atau tidak
bisa menahan buang air kecil dan memiliki lubang vagina yang longgar sehingga
tidak memberikan kepuasan pada pasangan, maka sebaiknya jangan abaikan gejala
tersebut dan segera tangani.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Prolaps organ panggul adalah turunnya organ panggul ke dalam vagina (liang
sanggama) yang merupakan suatu masalah kompleks yang tidak hanya disebabkan
lemahnya jaringan penyangga pada vagina, tapi juga pada fungsi saluran kemih ,
kandung kemih dan fungsi buang air besar serta fungsi seksual.
B. SARAN
Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini kita semua dapat mengetahui tentang
prolaps organ panggul, mengenali cirri-cirinya, penyebabnya serta cara
menanganinya.
DAFTAR PUSTAKA