Prolap Organ Panggul

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Prolaps organ panggul (POP) merupakan masalah kesehatan wanita yang umum
terjadi dan sangat mengganggu, serta penanganannya sering kali memerlukan biaya
yang sangat tinggi.1,2 Meskipun prolaps organ panggul umumnya tidak
menimbulkan kematian, tetapi biasanya dapat memperburuk kualitas hidup pasien
termasuk menimbulkan kelainan pada kandung kemih, sistem saluran cerna serta
gangguan fungsi seksual. Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup dan
meningkatnya populasi usia lanjut maka prevalensi prolaps organ panggul pun
semakin meningkat.
Insidens dan prevalensi prolaps organ panggul yang tepat masih sulit diperkirakan.3
Sejumlah laporan menyatakan sekitar 20% pembedahan ginekologik elektif kasus
mayor merupakan pembedahan untuk prolaps organ panggul, dan meningkat hingga
59% pada wanita usia lanjut.2 Data tahun 1997 menunjukkan bahwa setidaknya
terdapat 350.000 operasi prolaps organ panggul yang dilakukan di Amerika Serikat.4
Pada tahun 2001, suatu penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 51%
pasien wanita yang datang untuk pemeriksaan ginekologik tahunan ternyata
menderita POP.5 Selain itu, sebanyak 11% wanita yang berusia lebih dari 80 tahun
akan mengalami operasi prolaps organ panggul, dan sekitar 30% kasus
membutuhkan pembedahan ulang.
Insidens prolaps organ panggul meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Sekitar separuh populasi wanita berusia 50 tahun mengeluhkan gejala prolaps.
Sepertiga kasus histerektomi terjadi pada wanita usia menopause dan 81%
histeresktomi dengan pendekatan melalui vagina (atau sekitar 16% dari seluruh
histerektomi) dilakukan atas indikasi terjadinya prolaps organ panggul. Insidens
histerektomi untuk prolaps organ panggul adalah sekitar 30 tiap 10.000 tindakan
histerektomi setiap tahunnya, dengan puncak insidens pada usia 65-69 tahun.
Diperkirakan, biaya kesehatan negara untuk masalah ini mencapai lebih dari satu
miliar dollar Amerika Serikat. Biaya tersebut belum meliputi biaya atas hilangnya
produktivitas dan tidak hanya terbatas pada satu kali prosedur pembedahan saja.3,5
Suatu penelitian menunjukkan bahwa risiko rekurensi atau berulangnya prolaps
organ panggul terjadi paling banyak pada wanita yang berusia lebih muda dan yang
sudah mengalami prolaps organ panggul derajat berat sebelumnya.
Prolaps organ panggul lebih sering terjadi setelah persalinan, tetapi umumnya tanpa
disertai gejala atau bersifat asimptomatik. Sejumlah penelitian memperkirakan
bahwa 50% dari wanita yang pernah melahirkan mengalami berbagai derajat prolaps
organ panggul, dan 10-20% di antaranya mempunyai gejala. Hanya 2% wanita
nulipara yang mengalami prolaps dan biasanya lebih sering berupa prolaps uterus
daripada prolaps vagina.

Pencegahan terjadinya prolaps turut berperan dalam pertimbangan risiko dan


manfaat atas perlu tidaknya dilakukannya pembedahan Caesar elektif yang masih
terus menjadi kontroversi.1,3 Oleh karena itu, pengetahuan tentang epidemiologi,
etiologi, dan khususnya patofisiologi prolaps organ panggul diharapkan dapat
membantu para penyedia layanan kesehatan termasuk dokter umum, dokter
spesialis kebidanan dan kandungan serta bidan agar dapat memberikan layanan
yang optimal bagi persalinan ibu.
Artikel ini membahas dengan ringkas data epidemiologi, etiologi dan patofisiologi
prolaps organ panggul terkini. Patofisiologi prolaps organ panggul bersifat
multifaktorial, dan melibatkan berbagai faktor risiko dan etiologi termasuk prinsip-
prinsip biomekanik yang dipakai sebagai suatu metode untuk memahami
patofisiologi prolaps organ panggul.

Prolaps organ panggul (POP) cukup banyak terjadi dan merupakan indikasi operasi
pada lebih dari 200.000 kasus di Amerika. Prediksi perempuan yang mencari
pertolongan karena prolaps organ panggul meningkat 45% pada beberapa tahun
kedepan.

Kesulitan saat menelaah referensi untuk prevalensi POP adalah karena POP yang
mempunyai derajat ringan dibelakang introitus vagina hanya ada kurang dari 5%,
dan karena seluruh kelainan penyokong organ panggul dimasukkan ke dalam
subyek yang diteliti (kelainan apeks vagina, dinding anterior, dan dinding posterior
vagina).
Prevalensi rate rawat jalan perempuan yang mengalami POP adalah 30-93%.
Insidensi dan prevalensi POP dan rektokel meningkat sesuai dengan usia dan
paritas, walaupun ada nulipara yang mengalami rektokel yang bermakna tetapi
keadaan ini jarang ditemukan, selain itu juga tergantung pada populasi perempuan
yang diteliti. Insidensi rektokel pada populasi umum berkisar antara 20-80%, dan
jelas terdapat insidensi tinggi perempuan dengan rektokel asimptomatik. Penelitian
Raz dkk menemukan persentase pasien rektokel yang meningkat bermakna sesuai
dengan derajat prolaps organ panggul.
Prolaps dinding vagina anterior berat sering berhubungan secara bermakna dengan
prolaps dinding posterior vagina. Pada pasien dengan disfungsi defekasi, insidensi
rektokel bervariasi antara 27 61%. Rektokel yang berukuran lebih dari 2 cm lebih
berhubungan dengan gejala yang timbul sehingga lebih jelas secara klinis.
bentuk kelainan lain POP merupakan akibat dari posisi normal perempuan adalah
posisi berdiri. Etiologi rektokel multifaktorial, diduga penyebabnya adalah
peregangan dan robekan septum rektovagina dan jaringan sekitarnya yang
umumnya diakibatkan oleh :
persalinan pervaginam, trauma obstetrik pada vagina dan panggul dapat
menyebabkan kelemahan septum rektovaginal, kerusakan nervus perineal dan
kelemahan seluruh fasia endopelvik serta otot dasar panggul.
peningkatan kronis tekanan intraabdominal, rektokel juga dapat disebabkan oleh
konsekuensi tingginya tekanan intra kanalis rektalis melawan tekanan daerah tumpul
vagina yang bertekanan rendah.
BMI tinggi, kekurangan estrogen, konstipasi kronis, merokok,
kelemahan kongenital pada sistem penyokong organ panggul.
Faktor iatrogenik :
kegagalan perbaikan defek penyokong pada operasi rekonstruksi panggul.
Kegagalan penyambungan kembali fasia endopelvik pada badan perineum saat
persalinan pervaginam akan menyebabkan defek pada tempat tertentu di fasia
tersebut
Tindakan yang mengakibatkan gaya tarik di panggul berubah / perubahan
vaginal axis misalnya prosedur ventral suspension dari uretra, uterus atau vagina
yang akan meningkatkan paparan cavum Douglas terhadap peningkatan tekanan
intraabdominal, fiksasi posterior apeks vagina, dan kegagalan deteksi serta koreksi
enterokel occult, serta pemendekan vagina yang cukup besar.
Hal yang penting untuk diingat adalah rektokel merupakan suatu defek pada jaringan
penyokong vagina bukan merupakan suatu defek dari rektum. Fasia yang paling
penting dalam septum rektovagina diduga adalah fasia Denonvilliers, yang berfusi
kedalam lapisan dalam dinding vagina posterior. Pada saat melahirkan fasia
Denonvilliers itu dapat terlepas di bagian perlekatan kaudal dan lateralnya terhadap
badan perineal.

Anatomi :
Secara anatomis organ panggul dipertahankan berada pada posisinya pada tulang
panggul oleh otot levator ani yang berfusi di bagian posterior (dasar panggul). Otot
levator ani melekat pada tulang panggul di anterior dan posterior, di bagian lateral
otot ini melekat pada arcus tendineus musculi levatoris ani yang terdapat pada otot
obturator interna dibagian sisi panggul. Levator ani akan bersatu di tengah pada
bagian posterior dan bergabung dengan ligamen anokoksigeus membentuk levator
plate. Pemisahan otot levator ani di anterior disebut dengan levator hiatus. Pada
bagian inferior levator hiatus diliputi/dikelilingi diafragma urogenital. Uretra, vagina
dan rektum berjalan melalui levator hiatus dan diafragma urogenital saat keluar dari
panggul. DeLancey mengemukakan bagian ini sebagai penyokong panggul level

Paracolpium menahan vagina dari arah lateral dinding panggul pada level I. Serabut-
serabut ini berjalan secara vertikal dan berada di posterior sakrum. Pada level II
vagina dilekatkan pada arcus tendineus fascia pelvis dan fasia levator ani superior.

Secara histologi, apeks dinding vagina posterior terdiri atas mukosa, lapisan otot
superficial dan dalam serta lapisan adventitia. Lapisan fibromuskular itu disebut
dengan septum rektovagina. Kleeman dkk mengemukakan gambaran histologi
septum rektovagina yang terdiri dari : bagian apeks umumnya merupakan jaringan
lemak dengan bagian tengah lapisan adventitia mengandung jaringan lemak,
jaringan fibrosa, pembuluh darah, saraf, dan jaringan elastik. Bagian distal yang
berfusi dengan badan perineal mengandung jaringan ikat padat.

B. RUMUSAN MASALAH
PENGERTIAN PROLAPSUS ORGA PANGGUL

KLASIFIKASI PROLAPS ORGAN PANGGUL

ETIOLOGI PROLAPS ORGAN PANGGUL

PATOFISIOLOGI PROLAPS ORGAN PANGGUL

PENCEGAHAN &PENANGANAN

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Prolaps organ panggul merupakan turunnya atau herniasi isi organ panggul melalui
saluran vagina akibat kelemahan pada struktur penyokong dasar panggul.3 Berikut
ini akan dibahas tentang klasifikasi POP dan anatomi dasar panggul agar dapat
membantu kita memahami patofisiologi terjadinya prolaps organ panggul.

B. KLASIFIKASI PROLAPS ORGAN PANGGUL


Prolaps organ panggul mulanya diklasifikasikan berdasarkan derajat kerusakan
anatomi yang dialami pasien, yakni tergantung pada lokasi defek dan perkiraan
organ panggul yang mengalami gangguan. Dalam perkembangannya, sejumlah
sistem penentuan derajat prolaps telah diajukan. Hal ini menunjukkan bahwa
penentuan derajat prolaps yang memiliki keterulangan atau reprodusibilitas yang
baik sulit dilakukan. Sehingga, kita sulit membandingkan berbagai pemeriksaan
pada suatu waktu dengan pemeriksaan yang diakukan di kemudian hari pada wanita
yang sama maupun pada wanita yang berbeda.
1. Berdasarkan kerusakan anatomi
Prolaps organ panggul dapat diklasifikasikan berdasarkan kerusakan struktur
anatomi dan organ yang terlibat (Gb. 1).
Uretrokel
Prolaps dinding vagina anterior bagian bawah, dan hanya meliputi uretra
Sistokel
Prolaps dinding vagina anterior bagian atas meliputi kandung kemih. Umumnya,
juga terkait dengan prolaps uretra, sehingga disebut juga sebagai sistouretrokel
.
Prolaps uterus
Istilah ini dipakai untuk menggambarkan prolaps uterus, serviks dan vagina bagian
atas
Enterokel
Prolaps dinding vagina posterior bagian atas, yang biasanya juga meliputi sebagian
kecil usus halus
Rektokel
dinding vagina posterior bagian bawah berupa penonjolan rektum ke dalam vagina
Gb. 1. Klasifikasi prolaps organ panggul berdasarkan kerusakan anatomi.
Sumber: Allsion Howard dan American Urogynecologic Society.

Namun, istilah-istilah di atas tidak dapat menggambarkan struktur apa yang terlibat
pada sisi lain tonjolan vagina yang terjadi. Sehingga, seringkali menimbulkan asumsi
yang salah, khususnya pada wanita yang telah menjalani pembedahan prolaps
sebelumnya. Oleh karena itu, lebih sering dipakai istilah prolaps dinding vagina
anterior, prolaps dinding vagina posterior dan prolaps apikal.

2. Berdasarkan sistem skoring POPQ


Gejala prolaps seringkali sulit dihubungkan dengan lokasi anatomisnya dan derajat
keparahannya umumnya tidak spesifik.2 Gejala umumnya meliputi terasa adanya
tonjolan atau vagina terasa berat, gejala iritasi kandung kemih berulang, sulit
berkemih, inkontinensia urin atau alvi, kesulitan saat buang air besar serta nyeri
punggung dan nyeri panggul. Semua gejala prolaps tersebut dinilai berdasarkan
derajat keparahannya berdasarkan suatu metode evaluasi standar yang disebut
sistem kuantifikasi prolaps organ panggul atau pelvic organ prolapse quantification
(POP-Q).
The International Continence Society (ICS) mengajukan sistem POP-Q sebagai
sistem skoring prolaps terstandarisasi untuk menilai derajat prolaps dengan lebih
obyektif. Sistem ini mempunyai derajat keterulangan yang baik.

Sistem skoring POP-Q melibatkan pengukuran sejumlah titik di dinding vagina


anterior, posterior, serviks dan badan perineum terhadap suatu titik rujukan yang
tetap, yakni himen atau selaput dara.

Gb. 2. Sistem skoring prolaps POP-Q yang diajukan oleh ICS


Penentuan derajat beratnya prolaps organ panggul berdasarkan sistem POPQ
adalah sebagai berikut:
- Derajat O: Tidak tampak prolaps.
- Derajat 1: Ujung prolaps paling distal berada > 1 cm dari atas himen
- Derajat 2: Ujung prolaps paling distal berada < 1 cm dari himen
- Derajat 3: Ujung prolaps paling distal berada 1 cm di bawah himen, tetapi
panjang tonjolan <2cm dari panjang total vagina
- Derajat 4: Tampak prolaps lengkap

ANATOMI DASAR PANGGUL


Setiap struktur anatomi panggul berperan penting dalam mempertahankan fungsi
normal panggul (Gb 3). Misalnya, tulang panggul merupakan kerangka tempat
melekatnya otot dan jaringan penyambung. Diameter tulang pintu panggul dapat
mempermudah persalinan, tetapi juga dapat meningkatkan risiko terjadinya POP.
Otot dasar panggul dan jaringan penyambung membentuk struktur dasar panggul
yang menyerupai mangkuk (bowl-shape) yang dapat menyangga organ-organ
panggul. Otot dasar panggul terdiri atas kumpulan otot levator ani dan koksigeus.
Otot levator ani terdiri atas otot pubokoksigeus, ileokoksigeus dan otot puborektalis.

Otot rangka dasar panggul terdiri atas serat otot sentak lambat (slow twitch) dan
serat otot sentak cepat (fast twitch). Serat otot lambat menyelenggarakan tonus otot
untuk waktu yang lama, sehingga otot dasar panggul dapat menyokong organ
panggul dengan baik. Sedangkan otot cepat berfungsi saat terjadi peningkatan
tekanan intra-abdomen yang mendadak, misalnya pada batuk atau bersin.

Massa dan kekuatan regangan otot rangka dan otot polos panggul bervariasi antar
setiap wanita, baik dengan POP maupun tanpa POP. Kelemahan otot panggul akan
menyebabkan meningkatnya beban pada ligamen panggul dan jaringan
penyambung.
Membran perineum atau diafragma urogenitalis merupakan lembaran fibrosa
berbentuk segitiga yang membentang di separuh anterior pintu bawah panggul dan
menyokong dasar panggul. Saat terjadi perubahan tekanan intra-abdomen yang
mendadak, maka bagian posterior diafragma akan berfungsi seperti trampolin.

Jaringan penyambung di dasar panggul yang disebut fasia endopelvis merupakan


sekumpulan serat-serat kolagen dan elastin yang tersusun rapi. Fasia panggul yang
padat disebut ligamen dan sangat berperan penting dalam menyokong struktur
dasar panggul. Serat-serat kolagen menentukan kekuatan fasia endopelvis
sedangkan serat elastin menentukan sifat elastisitasnya. Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa serat kolagen dan elastin jumlahnya berkurang atau mengalami
kelainan pada sebagian besar wanita dengan POP.

Otot dasar panggul dan diafragma panggul dipersarafi oleh cabang saraf sakrum
kedua, ketiga dan keempat (S2, S3, S4) dan saraf pudendus. Kerusakan saraf
pudendus baik oleh trauma regangan akut, kronik ataupun gangguan neurologik
akan meningkatkan risiko terjadinya POP.

Struktur tulang belakang juga memainkan peranan penting dalam menyokong organ
panggul. Pada posisi berdiri, vagina biasanya bersandar pada badan perineum yang
utuh, dan hampir terletak paralel dengan dasar panggul. Perubahan postur tubuh
pada osteoporosis dan proses penuaan dapat menyebabkan letak organ panggul
menjadi miring dan turut mencetuskan terjadinya POP.

Secara ringkas, dasar panggul terdiri atas beberapa struktur anatomi yang dapat
membantu stabilisasi organ panggul agar tetap berada pada tempatnya, yang
semuanya bekerja sama mencegah terjadinya prolaps atau turun dan keluarnya
organ panggul melalui vagina.

Pada wanita sehat, otot-otot dasar panggul berperan sebagai tempat atau bantalan
yang memungkinkan organ-organ panggul terletak menggantung di rongga panggul
dengan sedikit tegangan pada jaringan penyambung. Maka, gangguan pada otot
dasar panggul tersebut akan menyebabkan regangan pada ligamen dan fasia organ
panggul. Meskipun demikian, terjadinya prolaps organ panggul tidak hanya
disebabkan oleh otot dasar panggul saja tetapi lebih bersifat multifaktorial.
C. ETIOLOGI PROLAPS ORGAN PANGGUL
The US National Institutes of Health mengkaji data-data dan bukti penelitian yang
berkaitan dengan pengaruh kehamilan dan cara persalinan terhadap fungsi dasar
panggul ibu. Kajian tersebut menunjukkan bahwa meskipun berbagai masalah dasar
panggul ibu seperti inkontinensia urin, inkontinensia alvi dan POP terbukti
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, namun tidak cukup bukti bahwa
pembedahan Caesar elektif dapat mencegah kondisi-kondisi di atas. Bagaimanapun
juga, karena tingginya morbiditas dan tingkat rekurensi pasca pembedahan POP,
sejumlah peneliti berusaha untuk mencari tahu tentang etiologi POP serta faktor-
faktor risiko POP yang masih dapat dimodifikasi agar dapat melakukan langkah-
langkah pencegahan.

Patel PD, dkk. menggolongkan etiologi POP menjadi faktor intrinsik (kolagen,
genetik, ras, proses penuaan, kondisi pascamenopause) dan faktor ekstrinsik (yaitu
kehamilan dan persalinan, riwayat histerektomi sebelumnya, paritas, terapi sulih
hormon, dan pekerjaan), seperti yang terlihat pada Tabel 1.1.2

Sedangkan Bump dan Norton menggolongkan etiologi POP dan hubungannya


dengan berbagai faktor risiko menjadi faktor predisposisi, faktor inisiasi, promotor
dan dekompensator POP (Gb. 4).
Gb. 4. Etiologi dan faktor risiko prolaps organ panggul oleh Bump dan Norton

Faktor predisposisi meliputi jenis kelamin, ras, tulang panggul, ketebalan jaringan,
kekuatan jaringan, suplai pembuluh darah, persarafan, dan serat kolagen. Promotor
meliputi kondisi-kondisi yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko POP melalui
mekanisme peningkatan tekanan intraabdomen kronik, yakni kehamilan, obesitas,
konstipasi, pekerjaan, rekreasi, penyakit paru dan batuk. Faktor inisiasi meliputi
trauma akut akibat kecelakaan, trauma persalinan, terapi radiasi, dan pembedahan,
khususnya histerektomi. Sedangkan dekompensator meliputi atrofi jaringan dan
kelemahan jaringan yang berhubungan dengan proses penuaan, penyakit, dan obat-
obatan.

Kemudian, faktor predisposisi dan dekompensator digolongkan lagi menjadi faktor


intrinsik yang sulit dimodifikasi; sedangkan faktor inisiasi dan promotor dapat
digolongkan menjadi faktor ekstrinsik yang dapat dimodifikasi yang diharapkan dapat
mencegah terjadinya POP. Ikhtisar etiologi dan faktor risiko POP dapat dilihat pada
gambar 5.

D. PATOFISIOLOGI PROLAPS ORGAN PANGGUL


Mekanisme terjadinya prolaps organ panggul merupakan mekanisme yang
kompleks, mulai dari genetika, mekanisme mekanika, hingga perubahan biokimiawi
dalam tubuh. Secara sederhana, patofisologi prolaps organ panggul dapat dipelajari
dari berbagai data penelitian tentang mekanisme yang terjadi pada dasar panggul,
yaitu genetika, peningkatan tekanan intraabdomen (obesitas, penyakit paru kronik,
konstipasi, kehamilan dan persalinan), mekanisme regangan atau prinsip
biomekanika, perubahan struktur kolagen, proses penuaan, perubahan hormonal
dan riwayat pembedahan sebelumnya. Perlu diingat bahwa mekanisme satu sama
lain dapat saling berkaitan erat dan saling mempengaruhi.
1. Genetika
Keterlibatan genetik dalam terjadinya POP telah diteliti dalam penelitian in vivo pada
populasi kembar dan populasi keluarga. Peneltian pada populasi keluarga
menunjukkan bahwa wanita berusia 44 tahun dengan POP derajat 3-4 ternyata
mempunyai insidens POP hingga 5 kali lipat dalam keluarga. Pewarisan genetik ini
bersifat dominan.3 Sedangkan penelitian pada wanita Asia in vivo memperlihatkan
perbedaan kekuatan otot dasar panggul wanita nulipara dibandingkan dengan ras
Kaukasia. Maka, wanita Asia mempunyai ligamen dan fasia panggul yang lebih
tebal, sehingga lebih dapat mencegah terjadinya prolaps.10
2. Peningkatan tekanan intraabdomen
Peningkatan tekanan intraabdomen kronik yang disebabkan oleh regangan berulang
akan semakin memperlemah struktur dasar panggul dan berkaitan dengan
meningkatnya risiko prolaps.Tekanan intraabdomen yang meningkat ini dapat
disebabkan oleh penyakit paru kronik dan/atau batuk, obesitas, konstipasi kronik,
latihan fisik, pekerjaan mengangkat beban berat dan kehamilan. Bila faktor-faktor ini
dapat dimodifikasi, maka hal ini akan bermanfaat dalam tatalaksana prolaps.

a. Penyakit paru kronik


Struktur anatomi dasar panggul dapat rusak akibat tekanan intraabdomen yang terus
meningkat dalam waktu lama. Salah satu mekanismenya disebabkan oleh batuk
akibat penyakit paru kronik. Rinne dkk membuktikan bahwa asma sebagai faktor
risiko sekitar 12%. Empat belas persen wanita dengan POP derajat berat mempunyi
riwayat asma dibandingkan 2,4% kejadian POP pada kelompok kontrol.

b. Obesitas
Obesitas juga dapat mempengaruhi fungsi dasar panggul. The Women Health
Institutes (WHI, N = 27.342) melaporkan bahwa wanita dengan lingkar pinggang
lebih dari 88 cm mempunyai peningkatan risiko terjadinya sistokel dan rektokel (odds
ratio, 1,17; interval kepercayaan 95%: 1,06-1,29).

c. Konstipasi kronik
Suatu penelitian kasus kontrol menunjukkan bahwa konstipasi dan kebiasaan
mengedan saat buang air besar secara signifikan lebih sering terjadi pada wanita
dengan POP (61%) dibandingkan wanita tanpa POP (4%).2 Hubungan antara
konstipasi dan POP tidak hanya terkait dengan peningkatan intraabdomen maupun
rusaknya sokongan jaringan penyambung tetapi juga akibat kerusakan saraf akibat
regangan kronik, dan / atau dapat juga disebabkan oleh kelainan jaringan
penyambung yang mendasari sehingga menyebabkan konstipasi dan berkurangnya
sokongan dasar panggul.

d. Latihan fisik
Tekanan berlebihan pada otot dasar panggul akan menyebabkan defek dan
kelemahan dasar panggul, sehingga akan meningkatkan insidens terjadinya prolaps.
Latihan fisik seperti olah raga angkat berat, senam aerobik high impact dan lari jarak
jauh akan meningkatkan risiko terjadinya prolaps dasar panggul.

e. Pekerjaan
Meskipun hanya ada sedikit data mengenai risiko pekerjaan terhadap POP, tetapi
sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan memang dapat mempengaruhi
fungsi dasar panggul. Sebuah penelitian di Denmark menyimpulkan bahwa
pekerjaan mengangkat beban berat merupakan penyebab potensial terjadinya
prolaps, yang ditunjukkan dengan banyaknya pembedahan prolaps pada populasi
tersebut.12 Chiaffarino dkk. menunjukkan bahwa ibu rumah tangga secara signifikan
mempunyai risiko prolaps yang lebih tinggi daripada wanita karir dengan jabatan
manajer karena mereka lebih banyak melakukan kerja fisik (n = 208; OR: 3,1, IK
95%: 1,6-8,8).13 Woodman dkk. meneliti lebih lanjut tentang berbagai jenis
pekerjaan dan pengaruhnya terhadap risiko terjadinya prolaps. Penelitian tersebut
enunjukkan bahwa odds ratio tertinggi sebesar 7,75 didapatkan pada pekerja buruh
dan pabrik, diikuti dengan ibu rumah tangga, pelayan, pekerja teknis dan para
profesional.14 Sayangnya, penelitian-penelitian tersebut tidak menunjukkan aktivitas
apa yang diteliti atau berapa besar tekanan pada dasar panggul.

f. Kehamilan dan persalinan


Kerusakan otot dan fasia dasar panggul akibat kehamilan dan persalinan turut
berperan dalam terjadinya prolaps dasar panggul. Pada penelitian epidemiologi yang
dilakukan oleh the Oxford Family Planning Association, ditunjukkan bahwa paritas
merupakan faktor risiko terkuat yang mempengaruhi terjadinya prolaps dengan risiko
relatif yang disesuaikan (adjusted relative risk) sebesar 10,9. Samuelsson dkk. juga
menemukan hubungan yang secara statistik signifikan antara jumlah paritas yang
banyak dan terjadinya prolaps.
Banyak ahli memperkirakan bahwa persalinan Caesar dapat melindungi ibu dari
kejadian POP karena dapat membatasi kerusakan terhadap saraf pudendus dan otot
levator ani. Perkiraan ini diuji oleh Sze dkk yang membandingkan dua cara
persalinan pada populasi 94 wanita nulipara dengan usia rata-rata 22,1 tahun. Yang
menarik, ternyata pada minggu keenam pascasalin, kelompok Caesar mengalami
kasus POP baru sebanyak 3%, sedangkan pada kelompok wanita dengan
persalinan vagina spontan mengalami POP engan derajat lebih berat dengan
perbedaan hingga 9%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa defek prolaps anterior
tampak lebih dominan dibandingkan jenis prolaps lainnya.
Bertentangan dengan penelitian sebelumnya, Lukacz dkk menunjukkan efek proteksi
persalinan Caesar terhadap terjadinya POP dan inkontinensia urin tipe stress.
Tingkat kejadian POP pada persalinan Caesar in partu adalah sebesar 7% (P =
0,043). Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa diperlukan tujuh wanita dengan
persalinan Caesar untuk mencegah satu kejadian disfungsi dasar panggul.
Patofisiologi terjadinya prolaps akibat persalinan diteliti oleh Sultan dkk, yang
menunjukkan bahwa berdasarkan pengukuran masa laten ujung akhir saraf motorik,
ternyata POP paling banyak dipengaruhi oleh persalinan pertama, yang disebabkan
oleh turunnya perineum pada saat persalinan. Selain itu, tidak ada perbedaan cara
persalinan terhadap terjadinya POP.
3. Mekanisme regangan
Peranan mekanisme regangan dalam terjadinya POP akan dibahas lebih lanjut pada
subjudul bahasan: Prinsip-prinsip biomekanika dalam patofisiologi prolaps organ
panggul.

4. Perubahan struktur kolagen


Gangguan pada struktur biokimiawi jaringan penyambung, khususnya matriks
kolagen yang abnormal diperkirakan dapat menyebabkan gangguan pada anatomi
panggul normal, dan pada akhirnya menyebabkan POP.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa subyek dengan kelainan jaringan
penyambung seperti pasien dengan sindroma Ehlers-Danlos ternyata banyak
mengalami POP.3,18 Liapis dkk. menunjukkan bahwa terdapat pengurangan jumlah
serat kolagen tipe III serta frekuensi hernia abdomen yang lebih banyak pada wanita
dengan POP dibandingkan wanita normal. Hal ini menunjukkan pentingnya fungsi
kolagen dalam mencegah terjadinya POP. Sedangkan Chen dkk menyimpulkan
bahwa POP terjadi bukan karena penurunan produksi kolagen tetapi lebih
disebabkan oleh peningkatan degradasi kolagen.
5. Proses penuaan
Diperkirakan, proses penuaan yang lebih cepat berkaitan dengan disfungsi dasar
panggul yang lebih banyak. Hal ini mngkin merupakan akibat sekunder dari berbagai
faktor, termasuk menurunnya kadar estrogen pada masa pascamenopause, serta
proses penuaan fisiologis berbagai struktur anatomi dasar panggul.
Swift dkk menunjukkan peningkatan odds ratio POP dari 1,04 menjadi 1,46 dalam
kurun waktu 10 tahun.19 Sebaliknya, Nygaard dkk menunjukkan bahwa tidak ada
risiko yang terkait dengan proses penuaan dalam kasus POP. Semakin tua usia
mengalami kejadian prolaps yang lebih rendah. Pada penelitian tersebut terdapat
empat kelompok usia, yakni 63 tahun, 64-68, 69-72, dan >72 tahun dengan jumlah
prolaps sebesar 25, 41,2, 20,6, 13,2 untuk masing-masing kelompok usia.20
Meskipun demikian, metode penelitian tersebut masih terbatas karena metode
pemeriksaan POPQ yang merupakan cara terbaik menentukan prolaps organ
panggul, tidak banyak diterapkan. Pada dasarnya, hasil penelitian ini dapat
diabaikan.

6. Faktor hormonal
Telah diketahui bahwa terdapat penurunan jumlah jaringan kolagen
pascamenopause. Copas P, dkk. menunjukkan bahwa reseptor estrogen,
progesteron dan androgen terdapat pada fasia levator ani, tetapi reseptor estogen
tidak didapatkan pada serat otot levator ani. Reseptor estrogen ditemukan pada
dinding vagina dan ligamen sakrouterina pada wanita premenopause dan jumlah
reseptor tersebut menurun pada wanita pascamenopause dan reseptor tersebut
berkorelasi positif dengan lamanya menopause.
Estrogen dapat mempengaruhi metabolisme kolagen, yakni dapat merangsang
degradasi kolagen dengan meningkatkan aktivitas matriks metaloproteinase-2.2 Liu
dkk. menganalisis proliferasi fibroblas yang berasal dari ligamen kardinale pasien
dengan dan tanpa prolaps setelah pemberian 17-estradiol. Fibroblas dari kelompok
prolaps secara signifikan menunjukkan tingkat proliferasi yang lebih rendah daripada
kelompok kontrol pada setiap kadar estradiol yang dipakai. Meskipun demikian,
secara klinis, terapi sulih hormon mungkin tidak bermanfaat dalam tatalaksana
POP.21 Sebaliknya, Lang dkk menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung
antara reseptor estrogen serta lamanya masa menopause dengan POP dan
inkontinensia urin tipe stress, sehingga mungkin terapi estrogen dapat bermanfaat.

7. Pembedahan panggul sebelumnya


Riwayat pembedahan yang lalu juga dapat mempengaruhi insidens terjadinya
prolaps. Teknik kolposuspensi, yang memfiksasi forniks lateral vagina ke ligamen
iliopektinea ipsilateral, akan berpotensi menimbulkan defek pada dinding vagina
posterior, yang merupakan faktor predisposisi timbulnya rektokel dan enterokel.23
Sekitar 25% wanita yang telah menjalani kolposuspensi Burch akan membutuhkan
pembedahan lebih lanjut untuk prolaps yang dialami. Prosedur suspensi jarum dan
fiksasi ligamen sakrospinosum juga berhbungan dengan meningkatnya insidens
prolaps berulang.
Pengaruh histerektomi terhadap POP telah lama diteliti. Histerektomi yang dilakukan
atas indikasi apapun meningkatkan risiko prolaps, tetapi risiko rekurensi POP
tertinggi didapatkan pada wanita dengan histerektomi yang dilakukan untuk
mengatasi POP yang telah terjadi sebelumnya.3 Gangguan fasia endopelvis,
ligamen sakrouterina dan kardinale yang menyokong persarafan oleh histerektomi
dapat mengganggu fungsi dasar panggul. Prosedur mempertahankan serviks pada
histerektomi dapat mencegah robekan ligamen sakrouterina dan ligamen kardinale,
sehingga dapat mencegah kemungkinan prolaps di kemudian hari.1 Meskipun
demikian, faktor lainnya seperti proses penuaan dan menurunnya estrogen pasca
menopause juga penting.

PRINSIP-PRINSIP BIOMEKANIKA DALAM PATOFISIOLOGI PROLAPS ORGAN


PANGGUL
Selain berbagai mekanisme kompleks lainnya seperti peningkatan tekanan
intraabdomen kronik dan perubahan metabolisme kolagen, prinsip biomekanika
perlu dipahami guna dapat mengerti mekanisme regangan, yang merupakan
mekanisme utama dalam patofisiologi prolaps organ panggul.
Biomekanika merupakan ilmu tentang gaya, gerak dan sifat mekanik lainnya seperti
elastisitas dan regangan. Prinsip biomekanika diperlukan untuk memahami fungsi
normal, perubahan fungsi ketika lingkungan di dalam dan di luar tubuh berubah,
serta mekanisme tubuh untuk mengembalikan fungsinya semula.
Konsep mekanika tekanan (stress) dan regangan (strain) dipakai untuk mempelajari
sifat elastisitas jaringan. Tekanan merupakan ukuran gaya tekan (force) pada satuan
luas jaringan tertentu. Regangan (strain) merupakan perubahan panjang jaringan
pada semua resultan arah gerak, termasuk pemendekan atau sentakan jaringan
yang terjadi ketika jaringan mendapatkan gaya tekan. Hubungan antara tekanan dan
regangan digambarkan dalam bentuk rasio untuk mengukur kekuatan atau
elastisitas jaringan (Gb. 6)

regangan atau tekanan yang berlebihan akan menyebabkan robekan jaringan


pangul atau deformitas .yang permanen dan meningkatkan risiko prolaps organ
panggul.
Berdasarkan arah gerakan, regangan pada jaringan dapat berupa gaya kompresi,
gaya regang atau puntiran. Respons jaringan terhadap regangan dapat bervariasi
tergantung pada waktu terjadinya regangan atau tekanan, misalnya apakah
regangan tersebut terjadi mendadak, atau perlahan tetapi berulang.
Selain itu, berbagai faktor lainnya seperti isi cairan jaringan, permeabilitas, serta sifat
jaringan itu sendiri juga mempengaruhi hal tersebut; misalnya jaringan kolagen
memberikan respons yang teratur pada tekanan yang konstan, sedangkan jaringan
lain akan memberikan respons yang meningkat tajam atau bahkan menyebabkan
deformitas, bahkan pada tekanan yang konstan. Suhu jaringan juga mempengaruhi
elastisitas jaringan karena suhu mempengaruhi viskositas dan pergerakan cairan
dalam jaringan tubuh. Regangan atau tekanan berlebihan akan dapat melampui
elastisitas jaringan tubuh sehingga menyebabkan robekan jaringan bahkan
deformitas jaringan permanen sehingga jaringan tidak dapat lagi kembali ke
bentuknya yang semula.

Sayangnya, data mengenai penelitian biomekanika terhadap fungsi panggul pada


wanita masih sangat terbatas. Sejumlah penelitian meneliti tekanan panggul yang
merupakan terusan tekanan intraabdomen pada wanita selama latihan fisik dan
aktivitas harian. Penelitian lainnya meneliti tentang regangan mempengaruhi saraf
pudendus selama persalinan. Ditunjukkan bahwa saraf pudendus mempunyai
elastisitas yang sangat besar, karena saraf pudendus mampu meregang lebih
banyak dalam mengatasi gaya regang yang besar, yang biasanya dapat merusak
saraf perifer lainnya (perubahan panjang sebesar 35% dibandingkan 15%).

Patofisiologi mekanisme regangan pada prolaps organ panggul yang rinci masih
belum diketahui. ODell dan Morse menerapkan suatu kerangka konsep teori tentang
mekanisme prinsip-prinsip biomekanik dalam mempengaruhi patofisiologi POP. (Gb.
7). Kerangka konsep tersebut menggambarkan prinsip-prinsip biomekanika yang
berperan (regangan, tekanan, suhu dan lamanya stressor) serta hubungannya
dengan faktor ekstrinsik POP yang dapat dimodifikasi.
IMPLIKASI KLINIS
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik
dalampatofisiologi POP, tetapi bukti-bukti yang jelas masih terus diteliti dan hingga
saat ini kemampuan para ahli dalam mengenali wanita berisiko tinggi masih sangat
terbatas.

Meskipun demikian, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang dapat menjadi
faktor risiko POP, yakni usia ibu, jaringan penyambung yang abnormal, trauma
panggul sebelumnya, riwayat pembedahan dan terapi radiasi. Berdasarkan
pemeriksaan fisik, kita juga dapat mengidentifikasi faktor risiko POP misalnya
adanya atrofi jaringan, berkurangnya tonus otot pada perineum (dikenal juga dengan
defisiensi badan perineum), pemeriksaan neurologik menunjukkan hasil yang
abnormal dan berkurangnya kekuatan kontraksi otot levator ani volunter.

Secara ringkas, pengetahuan mengenai faktor risiko dan patofisiologi POP saat ini
dapat membantu kita untuk mengembangkan penanganan pencegahan POP di
tingkat layanan primer seperti yang terlihat pada tabel 2.
E. PECEGAHAN
cukup melakukan senam kegel sebanyak 10 kali dan dilakukan setiap hari. Selain
mudah, senam ini juga terhitung murah dan bisa dilakukan di mana saja. senam
kegel itu sendiri adalah suatu gerakan senam yang berguna untuk memperkuat otot-
otot dasar panggul terutama otot pubococcugeal, sehingga bisa memperkuat otot-
otot saluran kandung kemih yang bisa mencegah ngompol serta menguatkan otot-
otot vagina.
melakukan gaya hidup sehat dan menghindari terjadinya obesitas dan melatih
otot kandung kemih juga bisa dilakukan oleh para wanita untuk melakukan
pencegahan terhadap sebab-sebab lainnya.
F. PENANGANAN
Untuk menangani keluhan disfungsi dasar panggul prolaps (peranakan turun) bisa
menggunakan cincin vagina yang dapat bertahan selama 4 tahun, cincin ini
biasanya memiliki diameter 60 cm sampai 80 cm atau bisa juga dengan melakukan
operasi.
Sedangkan apabila gangguan sudah sampai pada taraf gangguan yang berat,
penyakit ini bisa diatasi dengan merangsang kerja otot-otot terkait menggunakan
alat atau dengan tindakan operatif.

Tindakan operatif dilakukan kalau gangguan itu sudah sama sekali tidak bisa
ditahan. Selain untuk memperbaiki organ, tindakan operatif dilakukan untuk
mengangkat rahim bagi mereka yang sudah tidak ingin punya anak.

Oleh karena itu, disarankan Junizaf, jika seorang wanita merasa seringkali atau tidak
bisa menahan buang air kecil dan memiliki lubang vagina yang longgar sehingga
tidak memberikan kepuasan pada pasangan, maka sebaiknya jangan abaikan gejala
tersebut dan segera tangani.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Prolaps organ panggul adalah turunnya organ panggul ke dalam vagina (liang
sanggama) yang merupakan suatu masalah kompleks yang tidak hanya disebabkan
lemahnya jaringan penyangga pada vagina, tapi juga pada fungsi saluran kemih ,
kandung kemih dan fungsi buang air besar serta fungsi seksual.

B. SARAN

Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini kita semua dapat mengetahui tentang
prolaps organ panggul, mengenali cirri-cirinya, penyebabnya serta cara
menanganinya.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo,Sarwono (2008). Ilmu Kebidanan, penerbit PT Bina Pustaka, jakarta


Prawirohardjo,Sarwono (2008). Ilmu Kandungan, penerbit PT Bina Pustaka, jakarta
Nasruddin, (2009). Diktat Kuliah Ginekologi.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi
Wanita,Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta EGC.
Manuaba,Fajar (2008). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri Ginekologi
Sosial Untuk Profesi Bidan, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta EGC.
Thompson,Fiona (2008). Panduan Lengkap Kebidanan, Penerbit PALMALL,
Yogyakarta.
Williams (2009). Obstetri Williams, Penerbit Buku Kedokteran, jakarta EGC.
Yulianingsih,Anik Maryunani (2009). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan,
Penerbit Trans Info Media, Jakarta.
Maulana,Mirza (2009). Seluk Beluk Reproduksi Dan Kehamilan, Penerbit Garailmu,
Jogjakarta.
Benson,Ralph c (2008).Buku Saku Obstetri & Ginekologi, Penerbit Buku Kedokteran,
ed.9, Jakarta EGC.

Anda mungkin juga menyukai