PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya pembangunan adalah kegiatan memanfaatkan sumber daya
alam untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila pemanfaatan sumber daya alam
dilaksanakan secara besar-besaran, maka akan terjadi perubahan ekosistem yang
mendasar. Agar pembangunan tidak menyebabkan menurunnya kemampuan
lingkungan yang disebabkan karena sumber daya yang terkuras habis dan terjadinya
dampak negatif, maka sejak tahun 1982 telah diciptakan suatu perencanaan dengan
mempertimbangkan lingkungan. Hal ini kemudian digariskan dalam Peraturan
Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL). Peraturan Pemerintah ini kemudian diganti dan disempurnakan oleh
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 dan terakhir Peraturan
Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL).
AMDAL ( Analisis Mengenai Damfak Lingkungan ) sendiri merupakan kajian
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan,
dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Aspek yang dikaji dalam proses
AMDAL yaitu : aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan
kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha
dan/kegiatan. Secara Umum AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Analisis mengenai dampak lingkungan telah banyak dilakukan di Indonesia
dan Negara lain. Pengalaman menunjukkan, Amdal tidak selalu memberikan hasil yang
kita harapkan sebagai alat perencanaan.Bahkan tidak jarang terjadi, Amdal hanyalah
merupakan dokumen formal saja, yaitu sekedar untuk memenuhi ketentuan dalam
undang undang.Setelah laporan Amdal didiskusikan dan disetujui, laporan tersebut
tersebut disimpan dan tidak digunakan lagi.Laporan tersebut tidak mempunyai
pengaruh terhadap perencanaan dan pelaksanaan proyek selanjutnya.Hal ini terjadi
juga di Negara yang telah maju, bahkan di Amerika Serikat yang merupakan negara
pelopor Amdal.
Manfaat amdal yaitu AMDAL bermanfaat untuk menjamin suatu usaha atau
kegiatan pembangunan agar layak secara lingkungan. Dengan AMDAL, suatu rencana
1
usaha dan/atau kegiatan pembangunan diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan
dampak negatif terhadap lingkungan hidup, dan mengembangkan dampak positif,
sehingga sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (sustainable).
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang perlu dipecahkan dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana deskripsi tentang Analisis Manfaat Dampak Lingkungan (AMDAL)?
a. Apa pengertian Analisis Manfaat Dampak Lingkungan (AMDAL)?
b. Apa tujuan dilaksanakannya studi AMDAL?
c. Bagaimana kegunaan dilaksanakannya AMDAL?
d. Bagaimana prosedur pelaksanaan AMDAL?
e. Bagaimana menyusun laporan AMDAL?
f. Berapa jenis AMDAL yang dikenal di Indonesia?
2. Bagaimana gambaran dari Rencana Umum Tata Ruang (RUTR)?
a. Bagaimana konsepsi penyelenggaraan RUTR?
b. Bagaimana penyusunan RUTR wilayah darat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui AMDAL dan analisis dampak kesehatan lingkungan.
2. Untuk mengetahui apa manfaat AMDAL.
3. Untuk mengetahui apa manfaat analisis dampak kesehatan lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
2
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran
yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan
pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah
satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan
hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan
untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha
dan/atau kegiatan.
4. Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan AMDAL berdasarkan PP 51 tahun 1993, didahului
oleh Penapisan (screening) apakah proyek akan memerlukan AMDAL atau tidak.
AMDAL terdiri atas beberapa langkah, yaitu:
1. Identifikasi Dampak Penting (Penapisan) dan Pelingkupan
a. Penapisan
Penapisan bertujuan untuk memilih rencana pembangunan mana
yang harus dilengkapi dengan AMDAL. Dalam pasal 16 UU No.4 tahun
3
1982 hanya rencana proyek yang diprakirakan akan mempunyai dampak
penting saja yang diwajibkan untuk dilengkapi dengan AMDAL.
b. Pelingkupan
Pelingkupan (scoping) ialah penentuan ruang studi ANDAL, yaitu
bagian dari AMDAL yang terdiri dari ientifikasi, prakiraan dan evaluasi
dampak. Untuk dapat melakukan pelingkupan haruslah dilakukan
identifikasi dampak. Pada tahap pertama diusahakan untuk mengidentifikasi
dampak selengkapnya. Dari semua dampak yang teridentifikasi kemudian
ditetukan dampak mana yang penting. Dampak yang penting inilah yang
kemudian dimasukan dalam ruang lingkup studi ANDAL, sedangkan
dampak yang tidak penting tidak dimasukan.
2. Penyusunan Kerangka Acuan (KA) berdasarkan pelingkupan
Kerangka Acuan (KA) ialah uraian tugas yang harus dilaksanakan
dalam stusdi ANDAL. Kerangka Acuan didasarkan dari pelingkupan sehingga
KA mamuat tugas-tugas yang relevan dengan dampak penting. Dengan KA
yang demikian maka studi ANDAL menjadi terfokus pada dampak penting.
3. ANDAL
a. Prakiraan besarnya dampak yang teridentifikasi dalam Pelingkupan dan
tertera dalam KA.
Besarnya dampak haruslah diprakirakan dengan menggunakan
metode yang sesuai dalam bidang yang bersangkutan. Misalnya prakiraan
besarnya penduduk yang terkena proyek haruslah menggunakan metode
dalam demografi.
b. Evaluasi dampak
Besar dan pentingnya dampak mempunyai konsep yang berbeda.
Nilai besar dampak menunjukan besarnya perubahan yang terjadi karena
kegiatan yang dipelajari. Sedangkan nilai penting dampak menunjukan nilai
yang kita berikan pada dampak tersebut. Umunya nilai penting dampak
bersifat kualitatif. Makin besar dampak maka makin penting pula dampak
tersebut, tetapi dapat juga tidak ada hubungan antara keduanya.
4. Perencanaan dan pemantauan lingkungan
a. Penyusunan rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
Didalam Rencana pengelolaan lingkungan menguraikan prinsip
dan persyaratan tindakan yang harus diambil dalam penanganan dampak.
Selain itu sebagai masukan kepada kepada konsultan rekayasa tentang suatu
rencana proyek/pembangunan.
b. Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
4
Pemantauan diperlukan sebagai sarana untuk memeriksa apakah
persyaratan lingkungan dipatuhi dalam pelaksanaan proyek. Informasi yang
didapat dari pemantauan juga berguna sebagai peringatan dini, baik dalam
arti positif maupun negative, tetang perubahan lingkungan yang mendekati
ayau melampaui nilai ambang batas serta tindakan apa yang perlu diambil.
Juga ubtuk mengetahui apakah prakiraan yang dibuat dalan ANDAL sesuai
dengan dampak yang terjadi. Karena itu pemantauan sering disebut post-
audit dan berguna sebagai masukan untuk memperbaiki ANDAL
dikemudian hari dan untuk memperbaiki kebijaksanaan lingkungan.
Metode pengelolaan dan pemantauan lingkungan juga harus
menggunakan metode yang sesuai dengan bidang yang bersangkutan.
5
Lemahnya implementasi di bidang hukum yang mengatur pelaksanaan dan
pengawasan pelestarian terjadi juga di bidang lingkungan hidup. Sebagai contoh
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Rencana Umum Tata
Ruang (RUTR), dalam implementasinya hanya merupakan kebijakan yang bersifat
reaktif dan sesaat (temporary) atau suatu kebijakan yang secara konsep bagus tetapi
dalam pelaksanaannya tidak terpantau secara berkesinambungan, lemah dalam
manajemen kontrol, cenderung tidak konsisten dan persisten. Hal yang serupa
disampaikan bahwa tingginya kerusakan sumber daya alam hayati di Indonesia
disebabkan salah satunya adalah banyaknya kebijakan sektoral dan bersifat
eksploitatif yang saling tumpang tindih dalam pengelolaan sumber daya alam.
Dampak dari eksploitasi alam secara besar-besaran sebagai akibat
kekeliruan implementasi kebijakan pembangunan tersebut mulai dirasakan rakyat
Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Berbagai bencana terjadi silih berganti,
mulai dari bencana yang diakibatkan oleh dampak fenomena alam seperti Tsunami
di Aceh, tanah longsor dan banjir di berbagai daerah sampai pada bencana yang
diakibatkan adanya faktor kelalaian manusia dalam usaha mengeksploitasi alam
tersebut seperti kasus Teluk Buyat di Sulawesi, Freeport di Papua sampai dengan
yang sekarang menjadi bencana nasional yaitu kasus semburan lumpur panas
Lapindo di Sidoarjo Jawa Timur.
Kasus luapan lumpur Lapindo adalah salah satu contoh kebijakan
pembangunan yang dalam implementasinya telah terjadi pergeseran orientasi, yaitu
kebijakan pembangunan yang cenderung mengabaikan faktor kelestarian
lingkungan. Atau suatu kebijakan yang tidak memasukkan faktor lingkungan
sebagai hal yang mutlak untuk dipertimbangkan mulai dari tahap perencanaan
sampai dengan tahap pelaksanaannya. Salah satu contohnya adalah tidak
ditepatinya kebijakan lingkungan yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan
sebelum suatu perusahaan mendapatkan ijin untuk melakukan usahanya.
Pertimbangan kebijakan lingkungan tersebut antara lain : jarak rumah penduduk
dengan lokasi eksplorasi, mentaati standar operasional prosedur teknik eksplorasi,
dan keberlanjutan lingkungan untuk masa yang akan datang.
Secara garis besar pelaksanaan, pengawasan pelestarian dan perlindungan
lingkungan hidup dijalankan perangkat hukum antara lain AMDAL yang
merupakan suatu prosedur preventif yang memberikan analisa menyeluruh dan
terinci tentang segala dampak langsung yang mungkin timbul dari proyek yang
direncanakan, cara-cara yang mungkin mengatasinya dan rencana kerja untuk
6
mengelola, mengawasi dan mengevaluasi dampakdampak yang ditimbulkan dan
efektifitas pelaksanaan rencana kerja.
Lapindo Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui perusahaan
kontraktor pengeboran PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan perusahaan
afiliasi Bakrie Group. Kontrak itu diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo
Brantas Inc. senilai US$ 24 juta. Namun dalam hal perijinannya telah terjadi
kesimpangsiuran prosedur dimana ada beberapa tingkatan ijin yang dimiliki oleh
lapindo. Hak konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh pemerintah pusat dalam
hal ini adalah Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin
konsensinya diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin
kegiatan aktifitas dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten
Sidoarjo yang memberikan keleluasaan kepada Lapindo untuk melakukan
aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo
tidak sesuai dengan rencana eksplorasi dan eksploitasi tersebut.
Dampak dari luapan lumpur yang bersumber dari sumur di Desa
Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur sejak
29 Mei 2006 ini telah mengakibatkan timbunan lumpur bercampur gas sebanyak 7
juta meter kubik atau setara dengan jarak 7.000 kilometer, dan jumlah ini akan
terus bertambah bila penanganan terhadap semburan lumpur tidak secara serius
ditangani. Lumpur gas panas Lapindo selain mengakibatkan kerusakan lingkungan,
dengan suhu rata-rata mencapai 60 derajat celcius juga bisa mengakibatkan
rusaknya lingkungan fisik masyarakat yang tinggal disekitar semburan lumpur.
Tulisan lingkungan fisik diatas adalah untuk membedakan lingkungan hidup alami
dan lingkungan hidup buatannya, dimana dalam kasus ini Daud Silalahi
menganggap hal ini sebagai awal krisis lingkungan karena manusia sebagai pelaku
sekaligus menjadi korbannya.
7
4. AMDAL Regional, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau
kegiatan yang diusulkan terkait satu sama lain.
8
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK); merupakan penjabaran
dari dokumen RTRWN dan RTRWP pada level kabupaten/kota. Dokumen ini
berlaku pada masing-masing wilayah administratif kabupaten/kota. Sebagai contoh,
RTRW Kabupaten Aceh Utara hanya berlaku pada wilayah hukum Kabupaten Aceh
Utara. RTRWK selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk dokumen detil ruang
untuk kawasan-kawasan tertentu. Dalam pelaksanaan pembangunan, dokumen
RTRWK merupakan acuan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam menerbitkan
Izin Prinsip dan Izin Lokasi bagi investor/masyarakat pengguna ruang.
4. Rencana Detil Ruang dalam bentuk Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)
serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); merupakan penjabaran
detil dari dokumen RTRWK dan berfungsi sebagai acuan bagi pemerintah
kabupaten/kota dalam menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Konsep hirarkis dalam penyusunan dokumen rencana tata ruang digunakan
dengan tujuan agar fungsi yang ditetapkan antar-dokumen tata ruang tetap sinergis dan
tidak saling bertentangan karena dokumen tata ruang yang berlaku pada lingkup mikro
merupakan penjabaran dan pendetilan dari rencana tata ruang yang berlaku pada
wilayah yang lebih makro. Sebagai contoh, RTRWN menetapkan kawasan
Lhokseumawe dan sekitarnya sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan fungsi
utama untuk pengembangan kegiatan industri. Kebijakan ini selanjutnya diterjemahkan
secara detil melalui pengalokasian fungsi ruang dan pengembangan infrastruktur
pendukung kegiatan industri di dalam dokumen RTRW Provinsi Aceh, RTRW
Kabupaten Aceh Utara, dan RDTR Kawasan Perkotaan Krueng Geukueh.
Rencana Umum Tata Ruang Nasional (RUTR Nasional) dan Rencana Tata
9
sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan
secara efektif dan efisien dalam rangka tetap menjaga kesatuan dan
10
Sementara itu, untuk mengefektifkan penyelenggaraan pertahanan pada
suatu kompartemen strategis, Kodam perlu menyusun rancangan pengembangan
sarana dan prasarana, kemudahan administrasi logistik serta pengerahan kekuatan
sumber daya daerah. Menyadari akan hal ini, maka disarankan perlu adanya suatu
penyusunan RUTR wilayah pertahanan darat yang dipadukan dengan RTRW
Pemda yang lebih terpadu dan optimal baik di tingkat pusat maupun daerah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk
pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Prosedur pelaksanaan AMDAL berdasarkan PP 51 tahun 1993, didahului oleh
Penapisan (screening) apakah proyek akan memerlukan AMDAL atau tidak. AMDAL
terdiri atas beberapa langkah, yaitu:
1. Identifikasi Dampak Penting (Penapisan) dan Pelingkupan
a. Penapisan
b. Pelingkupan
2. Penyusunan Kerangka Acuan (KA) berdasarkan pelingkupan
3. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan Hidup)
4. Evaluasi dampak
Dokumen tata ruang sebagai produk dari kegiatan perencanaan ruang, selain
berfungsi untuk mengefektifkan pemanfaatan ruang dan mencegah terjadinya konflik
antar-fungsi dalam proses pemanfaatan ruang, juga ditujukan untuk melindungi
masyarakat sebagai pengguna ruang dari bahaya-bahaya lingkungan yang mungkin
timbul akibat pengembangan fungsi ruang pada lokasi yang tidak sesuai peruntukan.
Dokumen tata ruang tersebut adalah:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
2. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK)
11
4. Rencana Detil Ruang dalam bentuk Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)
serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
B. Saran
Sebagai penulis, kami berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat
positif umumnya bagi pembaca dan khususnya untuk kami serta besar harapan untuk
kritik dan saran demi perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Hadi Sabar, (2005). Manajemen Kota: Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
12
DAFTAR ISI
B. Tujuan ........................................................................................................................ 2
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 12
B. Saran .......................................................................................................................... 12
13