Anda di halaman 1dari 4

kita sejujurnya dalah bangsa pendengar, bukan rasionologis dengan segala

mekanismenya sebenarnya suka mendengar pujiandan basa basi dari shawdo


eucamispic, namun karena sudah sedemikian terbiasa mendengarnya sehari -
hari, kadang ketulusan pun dicurigai dan di anggap basa basi, jadi tangan pernah
ragu dengan ketulusan dengan ucapan basbisbu( basa basi busuk), danyang
menerima pantasnya menerima ketulusan tan berpikiran basbisbus.

Bukankah kesempurnaan rasa kopi itu dari rasa pahitnya ? dan sebagai mana
sang putih, kopi yang pahit berwarna hitam itu membewa pesan : "bahwa
hitampun bisa menjadi sahabat sejati, teman dalam mengarungi pahitnya
kehidupan." nikmatnya rasa, indahnya keberagaman. selamat menyusuri pahit
dan manisnya kehidupan.

Ketika sikap disiplin, bertanggungjawab dan tangguh dlm mental dilatih dan
ditempa dg aksi kekerasan dan pembunuhan (karakter)....Kekerasan itu pada
hakikatnya bukan unsur budaya, kalau sampai lahir budaya kekerasan, sdh
semestinya mencari dan memusnahkan akarnya... bahkan yg sudah menikah
pun belum tentu berjodoh.

Dari beberapa perbincangan, kita dapatkan beberapa poin. M ORAL , moral itu
tidak cuma sebatas oral; tidak sebatas ucapan atau lisan, tapi satunya kata
dengan perbuatan baik. Anak sebagai orang yang akan kita didik, dan orang tua
sebagai pendidik utama, tidak cukup dengan memberikan ucapan, tapi dia harus
memberikan contoh dan teladan yang baik. Itu poin pertama yang kita dapat.

Orang bijak justru menunduk karena ia sadar: mendaki itu sungguh sulit, bahkan
cara berjalan pun setengah membungkuk dan merunduk untuk menuju puncak.
Tapi turun itu mudah sekali; posisi tak menunduk, namun mudah menggelinding
dan bisa meluncur jatuh dalam sekejap.

Untuk siapa pun, sadari selalu: Jika sedang berjalan menuju puncak, apalagi
telah sampai di puncak, bekali hati dengan kesiapan diri untuk turun dengan
tulus dan ikhlasseperti kata Cak Lontong. Dan jika menuju ke bawah, jangan
pernah bersedih! Justru berbahagialah karena engkau pernah berada di puncak
yang tidak semua orang pernah mengalaminya. Dan sekaligus berbahagialah
karena kamu akan kembali bertemu dengan banyak orang di bawah sana,
daripada terus mengalami sunyi, sepi, dan sendiri di atas sana.

Ingat bahwa salah satu sikap yang paling disukai Ilahi adalah: melihat umat-Nya
tunduk bersujud, merendahkan diri dan memujinya. Dan lihatlah orang bersujud;
bahkan, bokongnya pun lebih tinggi posisinya dari hati, kening, dan otak yang
selalu mereka banggakan selama ini.

Terakhir, ingat lirik yang dinyanyikan oleh L2 Band tadi: Kemenangan adalah
milik orang yang berdoa, kemenangan adalah milik orang yang berjuang. Dan
kekalahan, adalah cara Tuhan menguji kita untuk tetap berdoa dan tak henti
berjuang.

Siapa menabur angin, akan menuai badai.


Dan terakhir, ingat ajaran baik ini:

Rahasiakanlah amalan baikmu, sebagaimana kamu rahasiakan dosa-dosamu.

Kata Ebiet G. Ade, Tengoklah ke dalam sebelum bicara, singkirkan debu yang
masih melekat....

Pilkadas jangan cuma bisa bikin uang rakyat tandas, harapan rakyat makin
kandas, dan amblas. Dan buat Anda calon pemimpin, ingat kearifan budaya
bangsa, Ojo rumongso bisa, nanging bisa rumongso, lang rumangsani (Jangan
merasa bisa, tetapi harus bisa merasa). Dan yang paling utama, harus mengukur
diri: pantas atau tidak pantas.

Dan buat rakyat dalam memilih: Utamakan unsur moralitas, utamakan kualitas
dan kapasitas, bukan popularitas! (Maman Suherman)

tapi saya teringat dengan kalimat Soe Hok Gie, Patriotisme tidak muncul dan
tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang baru dapat mencintai
sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya, bukan slogan semata.

Jadi, seorang pendidik sejati menanamkan apa yang dikatakan Ki Hadjar


Dewantara, Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri
handayani , bukan di bajunya, tetapi ditanamkan ke dalam hati dan jiwanya.

Jadi, kuncinya: Lebih baik ajarkan, contohkan dengan perbuatan untuk


diamalkan, bukan sekadar ditempelkan di seragam sekolahan.

Ingat kata Cak Lontong dan Fitrop [Fitri Tropica], Di sekolah, kita membina
akhlak. Jangan rusak dengan memberi contoh ulah bobrok, yang merusak watak
dan akhlak! (Maman Suherman)

Ingat, kaya bukanlah memiliki harta yang besar, tetapi memiliki sedikit
keinginan.

Dan ketuk orang di pandangan pertama dengan ikhlas, maka kamu akan tekuk
mereka di pandangan berikutnya. Tapi jika kamu ketuk dengan dusta, kamu akan
dikutuk di pertemuan selanjutnya.

(Maman Suherman)

***

Seorang pria berharap pandangan pertamanya menemukan cinta pertama


seorang wanita. Sedangkan pandangan pertama seorang wanita, berharap
dipertemukan dengan cinta terakhir seorang pria. Jarwo Kwat

Rakyat ingin orang yang bermoral, berakhlak, dan orang yang mampu tegakkan
hukum setegak-tegaknya, adil dan tegas, tak pandang bulu.

Juga diingatkan panelis, yang menyelamatkan pemimpin dan kepemimpinan itu


adalah keadilannya, dan yang menjurumuskannya adalah kezalimannya. Dan
yang kerap dilupakan, pemimpin adalah khadimul ummah ; pelayan umat, bukan
sosok yang minta dilayani.

Kuncinya: Jika kamu cuma ingin berjalan cepat namun singkat, maka berjalanlah
sendirian. Tetapi jika kamu ingin berjalan jauh, berjalanlah bergandengan tangan
bersama-sama.

Ingat, KPK: Kolektif Pasti Kuat; Kerja sendiri-sendiri Pasti Keropos.

Kepemimpinan bukan perkara jabatan, tapi soal menjawab persoalan, seraya


aktif menebarkan harapan.

Inspirasi menjadi kunci, agar semua mau berpartisipasi.

Bahu-membahu perbaiki negeri, bersama-sama mengabdi tanpa henti.

Komandan Koboi

Pemimpin jangan cuma reaktif, tapi wajib punya inisiatif.

Mereka yang reaksioner, sulit jadi pemimpin yang visioner.

Keberanian jadi syarat mutlak, untuk membongkar sistem yang rusak.

Peraturan harus ditegakkan, tapi pakem lama haram dilanggengkan.

Terobosan-terobosan yang baru, wajib diambil seorang pembaharu.

Karena kita harus berlari cepat, sebelum semuanya jadi terlambat.

Sudah tidak lagi ada tempat, untuk penguasa bermental raja.

Republik ini butuh komandan, yang siap mendobrak keadaan.

Mengentaskan persoalan dengan nyata, bukan sekadar bumbu retorika.

Menata kota, membangun desa, agar rakyatnya sejahtera.

Membuka pintu komunikasi, siapa pun bisa langsung berkonsultasi.

Inilah kepemimpinan yang tak berjarak, sehingga manunggal dengan rakyat.

Berkarya untuk kebutuhan warga, bukan memperkaya keluarga.

Menghadapi persoalan rakyat kecil, dengan hasil yang riil, lewat kerja-kerja yang
detil.

Rajin blusukan setiap hari, walau nyaris tanpa publikasi.

Mereka menumbuhan harapan, bahwa Indonesia masih punya masa depan.

Anda mungkin juga menyukai