Anda di halaman 1dari 100

RANCANG BANGUN MESIN PENGERING

KONVEYOR (PNEUMATIK) TIPE HYBRID

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan


Dalam Menyelesaikan Program Strata 1 (S1)
Pada Jurusan Teknik Mesin
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Disusun Oleh :
RUBEN AUSTIN
3331 11 1022

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON BANTEN
2015
ii
iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Ruben Austin


NPM : 3331111022
Judul : Rancang Bangun Mesin Pengering Konveyor (Pneumatik) Tipe Hybrid

Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

MENYATAKAN

Bahwa skripsi ini hasil karya sendiri dan tidak ada duplikat dengan karya orang
lain, kecuali untuk yang telah disebutkan sumbernya.

Cilegon, Juli 2015

RUBEN AUSTIN
NPM. 3331111022
iv

ABSTRAK
Pengeringan padi selama ini dilakukan secara manual dengan cara di
jemur. Masalah utama yang dihadapi petani ialah ketika musim hujan tiba,
sehingga pengeringan tidak lagi dapat dilakukan. Dampaknya petani merugi
karena disebabkan oleh tumbuhnya jamur, warna kekuningan, mudah
berkecambah, rendahnya kualitas, bahkan busuk. Sehingga petani terpaksa
menjual gabah basah dengan harga murah.
Oleh karena itu, perlu adanya alat bantu seperti mesin pengering. Mesin
pengering yang dirancang menggunakan 2 tenaga yaitu tenaga matahari dan atau
biomassa. Adapun perancangan ini dibuat menggunakan metode Pahl & Beitz,
meliputi 4 tahapan yaitu: perencanaan dan klarifikasi tugas, perancangan konsep
desain, perancangan bentuk desain, dan rincian desain.
Dari hasil perancangan dan perhitungan diperoleh desain dan spesifiikasi
mesin pengering serta tungku biomassa. Desain ruang pengering adalah
continuous flow system dengan penggerak konveyor pneumatik berupa blower.
Tipe hybrid ini adalah menggunakan 2 sumber energi pemanasan, yaitu;
menggunakan sinar matahari dan atau biomassa. Mesin pengering ini berkapasitas
500 kg/ siklus dengan penggunaan energi sebesar 454 Watt jauh lebih ekonomis
dibandingkan menggunakan heater. Desain tungku biomassa menggunakan jenis
penukar kalor dengan susunan pipa jenis segaris dengan menggunakan pipa
stainless steel sebanyak 64 buah dengan panjang 0,65m.
v

ABSTRACT
Drying rice has been done manually by means of the drying using
sunlight. The main problem faced by farmers is when the rainy season arrives, so
that drying so that drying can not be performed. Impact, farmers lose money
because it is caused by the growth of fungi, yellowish color, easy germination,
poor quality, even rotten. So that farmers are forced to sell the wet rice at a low
price.
Therefore, the need for tools such as a dryer. The drying machine is
designed using 2 power solar power and or biomass. The design was created
using a method Pahl & Beitz, includes four stages: planning and clarification of
the task, the design concept, embodiment design, and design details.
Design and calculation of results obtained spesifiikasi design and drying
machine and biomass furnace. The design of the drying chamber is continuous
flow system with pneumatic conveyor drive in the form of a blower. This hybrid
type is using two sources of heating energy, namely; using sunlight and or
biomass. This drying machine with a capacity of 500 kg / cycle with energy use by
454 Watt far more economical than using a heater. Biomass furnace designs
using this type of heat exchanger with the order of the type of in - line pipe using
stainless steel pipes as many as 64 pieces with a length of 0,65m.
vi

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan penyertaan-Nya maka tugas akhir ini dapat terselesaikan.
Tugas akhir ini berisi mengenai hasil dari perancangan dimana dalam
penyusunannya merupakan aplikasi dari beberapa matakuliah yang dipelajari di
bangku kuliah. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk
meraih gelar sarjana teknik pada Jurusan Teknik Mesin FT. UNTIRTA.
Tersusunnya tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk
itu ucapan terima kasih disampaikan kepada:
Orang tua dan adik adik yang saya cintai, yang selalu memberikan cinta
kasih dan mendoakan saya.
Bapak Kurnia Nugraha, ST., MT. selaku Dekan FT.UNTIRTA
Bapak Sunardi, ST., M.eng. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin FT.
UNTIRTA
Bapak Ipick Setiawan, ST., M.Eng. selaku Pembimbing Akademik.
Bapak Dhimas Satria, ST., M.Eng. selaku Pembimbing I. Terima kasih
atas pengarahan, ilmu, waktu, solusi, dan kesabaran Bapak.
Bapak Haryadi, ST., MT. selaku Pembimbing II. Terima kasih atas
pengarahan, ilmu, waktu, solusi, dan kesabaran Bapak.
Bapak Moh. Fawaid, S.Pd.T., MT. serta seluruh Dosen dan Staf Teknik
Mesin FT. UNTIRTA yang tidak dapat disebutkan namanya, terima kasih
atas ilmu yang kalian berikan.
Keluarga besar Bong Hien Tjiang atas segala bantuan berupa dukungan,
doa, dan materi.
Keluarga besar Tan Giok Tjoan atas segala bantuan berupa dukungan,
doa, dan materi.
Tim Pengering, Moch. Glenn Nierwan, Arifianto Wibowo, Kurnia Tri
Wijaya, Muh. Ramdhan N atas kerja samanya dalam satu tim.
Keluarga bahari, AAORBTR, keluarga tegal wangi, keluarga palem hills,
serta cikiciw tala atas segala bantuan dan hiburannya. Thanks Bat!
Teman - teman angkatan 2011 yang selalu memberikan motivasi, masukan
dan semangat di setiap langkah yang diambil.
vii

Rekan Asisten Manufaktur, Tommy Yosua dan Yudi Septian.


Teman teman departemen pengembangan dan pendidikan HMM
FT.UNTIRTA 2013 2014.
Abang abang senior yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Machine
is The Best and dont forget Solidarity Forever
Adik adik teknik mesin 12 13 14 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Machine is The Best and dont forget Solidarity Forever

Semoga semua ama kebaikan yang telah diberikan akan dicatat dan dibalas
berlipat ganda oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Menyadari akan kelemahan serta kekurangan sebagai manusia, oleh karena
itu segala saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan. Semoga tugas akhir
ini bermanfaat dan dipergunakan.

Cilegon, Juli 2015

( Ruben Austin )
viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ....i


LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ...ii
LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI .................................................................... ..iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ..iv
ABSTRAK ......................................................................................................... ...v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... .vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. .vii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
Batasan Masalah............................................................................................ 2
Tujuan Perancangan ...................................................................................... 2
Manfaat Perancangan .................................................................................... 3
Metodologi Perancangan ............................................................................... 3
BAB II TEORI DASAR
2.1 Teori Tentang Gabah..................................................................................... 6
2.1.1. Tanaman Padi ................................................................................ 6
2.1.2. Karakteristik Fisik Gabah ............................................................. 6
2.1.3. Gabah ............................................................................................ 8
2.2 Teori Mesin Pengering ................................................................................. 9
2.2.1. Pengertian Pengeringan ................................................................. 9
2.2.2. Metode Pengeringan...................................................................... ..10
2.2.3. Mesin Pengering (Dryers) ............................................................. ..12
2.3 Teori Biomassa.............................................................................................. ..15
2.3.1 Biomassa Sebagai Sumber Energi Alternatif ................................. ..15
2.3.2 Tungku Biomassa ........................................................................... ..17
2.4 Bahan Bakar .................................................................................................. ..18
2.5 Kadar Air....................................................................................................... ..19
2.6 Perpindahan Kalor ......................................................................................... ..20
ix

2.6.1 Perpindahan Kalor Konduksi ......................................................... ..20


2.6.2 Perpindahan Kalor Konveksi ......................................................... ..22
BAB III METODOLOGI PERANCANGAN
3.1 Diagram Alir Proses Perancangan ................................................................ ..24
3.2 Requierment List ........................................................................................... ..27
3.3 House of Quality ........................................................................................... ..28
3.3.1 Skala Prioritas ................................................................................ ..28
3.3.2 Spesifikasi Alat .............................................................................. ..28
3.4 Konsep Desain .............................................................................................. ..29
3.4.1 Fungsi ............................................................................................. ..29
3.4.2 Solusi dan Subfungsi ...................................................................... ..30
3.4.3 Varian dan Pemilihan Varian ......................................................... ..32
3.4.1 Pemilihan Varian Terbaik .............................................................. ..39
BAB IV PERHITUNGAN
4.1 Prinsip Kerja Mesin Konveyor (Pneumatik) Tipe Hybrid ............................ ..42
4.2 Beban Kebasahan .......................................................................................... ..43
4.2.1 Kadar Air Mula Mula Gabah Sebelum Pengeringan dengan Basis
Kering (db) .............................................................................................. ..44
4.2.2 Kadar Air Akhir Gabah Setelah Pengeringan dengan Basis Kering
(db) .......................................................................................................... ..44
4.2.3 Massa Gabah Tanpa Kadar Air ...................................................... ..44
4.2.4 Massa Gabah Setelah Pengeringan ................................................ ..44
4.3 Perhitungan Ruang Pengering ....................................................................... ..45
4.3.1 Perhitungan Volume Gabah ........................................................... ..45
4.3.2 Perhitungan Volume Ruang Pengering .......................................... ..45
4.3.3 Pemilihan Fan Penekan Udara ke Ruang Pengering ...................... ..49
4.3.4 Pemilihan Material Dinding Ruang Pengering .............................. ..51
4.3.5 Perhitungan Rangka Ruang Pengering........................................... ..54
4.4 Perhitungan Penukar Kalor (Heat Exchanger) ............................................. ..56
4.4.1 Metode Number of Transfer Unit (NTU) Efektivitas ................ ..57
4.4.2 Konveksi Pada Permukaan Sebelah Dalam Pipa Penukar Kalor .. ..59
4.4.3 Konveksi Pada Permukaan Sebelah LuarPipa Penukar Kalor ...... ..61
x

4.4.4 Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan Penukar Kalor .......... ..63


4.4.5 Menentukan Panjang Pipa .............................................................. ..64
4.4.6 Beban Kalor Penukar Kalor ........................................................... ..64
4.4.7 Perhitungan Beban Kalor Padi ....................................................... ..65
4.5 Energi Total Terpakai ................................................................................... ..68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... ..69
5.2 Saran .............................................................................................................. ..70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Fisik Butiran Gabah ..............................................................7


Gambar 2.2 Variations of Several Batch Drying Processes ............................... ..13
Gambar 2.3 Two Methods of Driving Recerculators ........................................ ..13
Gambar 2.4 Fixed Drying Processof Cereal Grain in a Full Bin System ....... ..14
Gambar 2.5 Ilustration of Flow Patterns Used in Continuous Flow Dryers ...... ..15
Gambar 2.6 Diagram T x Menunjukkan Gradient Suhu ................................. ..21
Gambar 2.7 Distribusi Temperatur Pada Plat Dinding Dalam Keadaan Tunak ..21
Gambar 2.8 Diameter Hidrolik ........................................................................... ..23
Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan .............................................................. ..26
Gambar 3.2 Fungsi .............................................................................................. ..30
Gambar 3.3 Varian 1 ........................................................................................... ..34
Gambar 3.4 Varian 2 ........................................................................................... ..35
Gambar 3.5 Varian 3 ........................................................................................... ..36
Gambar 3.6 Varian 4 ........................................................................................... ..38
Gambar 4.1 Prinsip Kerja Mesin Pengering Konveyor (Pneumatik) Tipe
Hybrid..42
Gambar 4.2 Perhitungan Ruang Pengering ......................................................... ..46
Gambar 4.3 Perhitungan Hopper......................................................................... ..48
Gambar 4.4 Kapasitas Udara di Dalam Ruang Pengering .................................. ..50
Gambar 4.5 Analisa Tegangan Von Mises Pada Ruang Pengering .................... ..54
Gambar 4.6 Analisa Dicplacement Pada Ruang Pengering ................................ ..55
Gambar 4.7 Susunan Pipa Penukar Kalor ........................................................... ..56
Gambar 4.8 Susunan Pipa In Line ................................................................... ..56
Gambar 4.9 Konveksi Pada Susunan Pipa In - Line .......................................... ..61
xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Sekan................................................................................. ..19


Tabel 3.1 Requierment List ................................................................................. ..27
Tabel 3.2 Skala Prioritas ..................................................................................... ..28
Tabel 3.3 Spesifikasi Alat ................................................................................... ..29
Tabel 3.4 Solusi dan Sub Fungsi ......................................................................... ..30
Tabel 3.5 Varian dan Pemilihan Varian .............................................................. ..32
Tabel 3.6 Matriks Keputusan .............................................................................. ..40
Tabel 4.1 Data Pengeringan Dari Berbagai Produk Pertanian ............................ ..43
Tabel 4.2 Massa Jenis Padi ................................................................................. ..45
Tabel 4.3 Seleksi Material Dinding Ruang Pengering ........................................ ..52
Tabel 4.4 Korelasi Hubungan Perpindahan Kalor Konveksi dengan Perpindahan
Massa Konveksi .................................................................................................. ..60
Tabel 4.5 Korelasi Nusselt Number untuk Aliran Melintang .............................. ..63
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian petani atau biasa disebut sebagai negara agraris. Dalam hal ini padi
adalah hasil pertanian yang paling utama, karena merupakan makanan pokok
rakyat Indonesia. Semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia maka
semakin bertambah pula kebutuhan makanan pokok. Oleh karena itu, perlu
adanya peningkatan kualitas dan kuantitas padi yang lebih baik.
Masalah utama yang dihadapi petani pada musim hujan adalah proses
pengeringan gabah hasil panen. Kadar air awal yang tinggi dan cuaca yang tidak
mendukung sering merupakan kendala yang sulit diatasi. Petani terpaksa menjual
hasil panen berupa gabah basah atau gabah kering panen. Kualitas gabah dianggap
rendah dan harga menjadi turun (Daulay, 2005).
Selain itu keterlambatan penangan pengeringan pascapanen dapat
menyebabkan kerugian lainnya. Keterlambatan pascapanen berupa pengeringan
padi setelah dipanen tersebut dapat menyebabkan rusaknya padi seperti;
tumbuhnya jamur, warna kuning pada beras, mudah berkecambah, rendahnya
kualitas, bahkan busuk sehingga kehilangan hasil panen tidak terhindarkan
(Wardi, 2013).
Oleh karena itu penulis berusaha merancang alat pengering gabah untuk
pascapanen. Perancangan sebelumnya dilakukan oleh wardi dengan tipe pengering
bak menggunakan energy biomassa. Alat pengering gabah ini dirancang tipe
hybrid dengan pemindah bahan tipe konveyor pneumatik. Maksud dari tipe hybrid
ini adalah menggunakan 2 sumber energi pemanasan pada mesin pengering, yaitu;
menggunakan sinar matahari dan biomassa. Sehingga jika musim kemarau
pengeringan dapat berlangsung lebih efektif dengan menggunakan energi sinar
matahari dan atau biomassa, demikian juga pada musim hujan pengeringan gabah
pascapanen tetap dapat dilakukan dengan menggunakan energi biomassa.
Sedangkan pemindah bahan tipe konveyor pneumatik adalah proses pergerakan

1
2

bahan dengan pengulangan sirkulasi (resirkulasi) dimaksudkan agar pengeringan


terjadi secara merata.
Alat pengering gabah ini menggunakan model continuous flow drying
system. Pada model ini bahan yang dikeringkan dan udara pemanas sama sama
bergerak sehingga dapat mengeringkan dengan merata.
Dengan demikian, adanya alat pengering gabah ini dapat membantu untuk
menangani pengeringan gabah pascapanen. Sehingga kekhawatiran para petani
mengenai cuaca pascapanen tidak menjadi hambatan untuk mengeringkan hasil
panen.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
A. Bagaimana merancang dan membangun mesin pengering konveyor
pneumatik tipe hybrid?
B. Bagaimana merancang dan membangun tungku biomassa?

1.3 Batasan Masalah


Melihat luasnya ruang lingkup bahasan tentang Rancang Bangun Mesin
Pengering Konveyor Pneumatik Tipe Hybrid maka batasan batasan yang
digunakan dalam tugas akhir ini antara lain:
A. Rancang bangun mesin pengering ini digunakan untuk mengeringkan
gabah.
B. Kapasitas mesin pengering ini adalah 500 kg untuk sekali proses
pengeringan 8 10 jam.
C. Perancangan menggunakan metode Pahl & Beitz.
D. Rancang bangun dibatasi pada perancangan ruang pengering dan tungku
biomassa.
E. Tidak membahas mengenai kelistrikan.

1.4 Tujuan Perancangan


Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam perancangan ini yaitu:
3

A. Mendapatkan desain & spesifikasi mesin pengering konveyor pneumatik


tipe hybrid.
B. Mendapatkan desain & spesifikasi tungku biomassa.

1.5 Manfaat Perancangan


Adapun manfaat dari perancangan ini adalah :
A. Dapat menunjang proses pembelajaran mahasiswa dibidang perancangan.
B. Sebagai referensi bagi industri kecil mesin pertanian dalam perencanaan
pembuatan mesin pengering.

1.6 Metodologi Perancangan


Menurut Pahl and Beitz (2007) tugas utama insinyur adalah untuk
menerapkan pengetahuan ilmiah dan teknik mereka untuk mencari solusi dari
masalah teknik, dan kemudian mengoptimalkan solusi mereka dalam
requierments dan constrains yang dipilih berdasarkan oleh material, teknologi,
pertimbangan ekonomi, hukum, lingkungan dan manusia terkait. Masalah yang
insinyur pecahkan untuk menciptakan produk teknik baru harus dapat diklarifikasi
dan didefinisikan. Ini terjadi dalam pekerjaan individu maupun dalam tim dalam
rangka mewujudkan pengembangan produk interdisipliner. Penciptaan desain
produk baru adalah tugas percancangan dan pengembangan insinyur.
Dalam buku ini Pahl and Beitz menjelaskan cara merancang produk.
Adapun tahapan tahapan dalam merancang produk ini meliputi :
A. Perencanaan dan Klarifikasi Tugas (Planning and Task Clarification)
Tahap pertama ini meliputi pengumpulan informasi permasalahan dan
kendala yang dihadapi serta dilanjutkan dengan persyaratan mengenai sifat
dan performa tuntutan produk yang harus dimiliki untuk mendapatkan solusi.
Pada mesin pengering hybrid kali ini perlu adanya disain yang safety,friendly,
optimal dan dana terjangakau yang dibutuhkan masyarakat.
Pada tahapan ini, akan digunakan metode house of quality untuk
menjabarkan berbagai demand dan wish serta berbagai parameter yang akan
dijadikan tolak ukur dalam perancangan konveyor pneumatik. Hasil dari
4

metode ini berupa spesifikasi rancangan yang akan digunakan pada tahapan
berikutnya.

B. Perancangan Konsep Desain (Conceptual Design)


Perancangan konsep produk berguna untuk memberikan beberapa solusi
alternatif konsep produk selanjutnya dievaluasi berdasarkan persyaratan
teknis, ekonomis, dan lain-lain. Tahapan ini dapat diawali dengan mengenal
dan menganalisis spesifikasi produk yang telah ada. Hasil analisis spesifikasi
produk dilanjutkan dengan memetakan struktur fungsi komponen sehingga
dapat disimpulkan beberapa varian solusi pemecahan masalah konsep produk.
Pada tahapan ini akan dibuat berbagi macam konsep atau varian yang akan
dikembangakan sesuai dengan spesifikasi yang didapatkan pada tahap
pertama, setelah itu akan dipilih varian terbaik yang akan dijadikan konsep
dasar dari alat yang akan dibuat.

C. Perancangan Bentuk Desain (Embodiment Design)


Perancangan bentuk memerlukan beberapa pertimbangan untuk
menentukan keputusan atau solusi setiap proses perencanaan. Berdasarkan
kasus masalah yang dihadapi yaitu perencanaan mesin pengering hybrid,
pendekatan konsep yang digunakan adalah safety,friendly, dan optimal.
Pada tahap ini akan dihitung berbagai parameter yang digunakan dalam
perancangan mesin pengering hybrid. Pada tahapan ini, hasil yang akan
didapatkan adala:
1. Bentuk elemen produk
2. Pemilihan jenis dan kekuatan material
3. Perhitungan teknik
4. Pemilihan bentuk dan ukuran

D. Rincian Desain (Detail Design)


Tahap akhir dari proses perancangan Pahl dan Beitz adalah rancangan
detail, dimana keputusan yang paling penting telah ditentukan. Rancangan
dari setiap kompoen harus diverifikasi dan informasi yang berhubungan
5

dengan proses pembuatan harus diselesaikan. Rancangan detail secara umum


berhubungan dengan rancangan dari subsistem dan komponen-komponen
yang membuat rancangan akhir.
Hasil rancangan akan dibuat suatu dokumen produk sehingga dapat
diproduksi dan untuk pengembangan produk yang lebih baik. Dokumen
produk ini meliputi :
1. Gambar teknik
2. Detail gambar mesin
3. Sistem pengoperasian
4. Daftar material
6

BAB II
TEORI DASAR

2.1 Teori Tentang Gabah


2.1.1 Tanaman Padi
Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman biji
bijian yang berasal dari benua Asia. Biji padi disebut gabah, dan gabah yang
sudah tua, akan diolah menjadi beras. Dewasa ini, beras telah menjadi bahan
makanan pokok masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Berikut ini merupakan
klasifikasi dari tanaman padi :
Regnum : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : poaceae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Tanaman padi biasanya ditanam di areal persawahan, namun ada juga
jenis padi yang ditanam di ladang, seperti padi gogo. Tanaman padi siap dipanen
ketika berumur tiga bulan. Yaitu ketika butiran gabahnya seragam berwarna
kuning kecoklatan. Tahapan pascapanen tanaman padi meliputi perontokan,
pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pengemasan.
Salah satu tahapan pascapanen yang penting yaitu proses pengeringan.
Pada tahapan ini, gabah pada tahap ini gabah dijemur untuk dikeringkan dan
diproses lebih lanjut . Untuk mengoptimalkan hasil pasca panen (pengeringan),
maka sangat baik jika diketahui terlebih dahulu karakteristik dari gabah.

2.1.2 Karakteristik Fisik Gabah


Butiran-butiran gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam,
tergantung varietasnya. Secara umum, subspesies padi yang ditanam di dunia,
dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu japonica, javanica, dan indica. Padi jenis
japonica memiliki bentuk butiran gabah pendek membulat. Sedangkan padi

6
7

jenisindica memiliki bentuk butiran bulat memanjang. Di Indonesia, jenis padi


yang banyak ditanam yaitu padi jenis indica. Butiran gabah dapat diuraikan
menjadi bagian-bagian seperti ditunjukan pada Gambar 1. Secara garis besar,
bagian bagian gabah dapat dibedakan menjadi 3 bagian. Bagian paling luar
disebut sekam. Sekam tersusun dari palea, lemma, dan glume. Bagian ke dua
disebut lapisan bekatul. Lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah,
lapisan silang, testa, dan aleuron. Sedangkan lapisan yang paling dalam disebut
endosperm.

Gambar 2.1 Struktur fisik butiran gabah (Gunawan Kiswoyo, 2008)


Dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat,
6-7.5% protein, 3% lemak, dan sedikit vitamin B2. Karbohidrat dan protein
terdapat di dalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian besar
lemak dan vitamin B2 terdapat dalam lapisan bekatul.
Kandungan protein pada endosperm berpengaruh pada rendemen beras
kepala dan derajat keputihan butiran. Kadar protein yang tinggi membuat butiran
menjadi keras sehingga cenderung tidak patah pada saat penyosohan. Di samping
itu, butiran beras juga tahan terhadap gesekan sehingga hanya sedikit bagian
endosperm yang terkikis. Akibatnya, derajat sosoh akan menjadi rendah.
8

Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian
gabah. Kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang
biasanya dinyatakan dalam satuan (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan
tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat
keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau
rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun.
Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti
butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong
gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan
logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan
sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang
telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. Kualitas gabah akan
mampengaruhi kualitas dan kuantitas beras.

2.1.3 Gabah
Suatu proses gabah menjadi beras memiliki beberapa tahapan, dimulai dari
pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan. Tiap-tiap tahapan ini
sangatlah berbeda penanganannya satu sama lain, pada saat pemanenan biasanya
petani menggunakan arit (sabit) dimana mereka bekerja sama dalam memanen
sawah mereka ataupun mengupahkannya kepada orang, pada saat perontokan,
petani pada saat ini sudah mampu menggunakan mesin dalam melakukannya,
dimana sebelumnya mereka merontokkan gabah dengan cara memukul gabah ke
kayu-kayu yang disusun sedemikian rupa, dengan menggunakan mesin tentunya
perontokan akan semakin mudah dan cepat, untuk melakukan pengeringan gabah
petani biasanya langsung menjemur gabah dipanas matahari, dimana waktu
pengeringan dengan cara seperti itu akan memakan waktu yang relatif lama
biasanya 2 hari, pada tahap penggilingan mereka akan membawa gabah yang
sudah dikeringkan ke kilang padi.
Jumlah kandungan air pada gabah disebut kadar air dan dinyatakan dengan
persen (%). Karena tingginya kandungan air gabah maka perlulah dilakukan
pengeringan, dimana pada umumnya kadar air gabah mencapai 20 % - 26 % ini
bergantung cuaca pada saat pemanenan tentunya
9

Pengeringan gabah adalah suatu perlakuan yang bertujuan menurunkan kadar air
sehingga gabah dapat disimpan lama, daya kecambah dapat dipertahankan, mutu
gabah dapat dijaga agar tetap baik (tidak kuning, tidak berkecambah dan tidak
berjamur), memudahkan proses penggilingan dan untuk meningkatkan rendemen
serta menghasilkan beras gilingan yang baik (Damardjati, 1978) .
Pengeringan merupakan salah satu kegiatan pascapanen yang penting,
dengan tujuan agar kadar air gabah aman dari kemungkinan berkembangbiaknya
serangga dan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri. Pengeringan harus
sesegera mungkin dimulai sejak saat dipanen. Apabila pengeringan tidak dapat
dilangsungkan, maka usahakan agar gabah yang masih basah tidak ditumpuk
tetapi ditebarkan untuk menghindarkan dari kemungkinan terjadinya proses
fermentasi. Pengeringan akan semakin cepat apabila ada pemanasan, perluasan
permukaan gabah padi dan aliran udara.
Adapun tujuan pengeringan disamping untuk menekan biaya transportasi
juga untuk menurunkan kadar air dari 23-27 % menjadi 14 %, agar dapat
disimpan lebih lama serta menghasikan beras yang berkualitas baik. Proses
pengeringan gabah sebaiknya dilakukan secara merata, perlahan-lahan dengan
suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang kurang merata, akan
menyebabkan timbulnya retak-retak pada gabah dan sebaliknya gabah yang terlalu
kering akan mudah pecah saat digiling. Sedangkan dalam kondisi yang masih
terlalu basah disamping sulit untuk digiling juga kurang baik ditinjau dari segi
penyimpanannya karena akan gampang terserang hama gudang, cendawan dan
jamur (Strumillo and Kudra, 1986).

2.2 Teori Mesin Pengering


2.2.1 Pengertian Pengeringan
Pengeringan didefinisikan sebagai operasi pemindahan panas dan secara
simultan dengan perubahan fase untuk memisahkan sejumlah relatif kecil air dan
cairan lainnya dari suatu sistem yang terdiri dari banyak komponen, sehingga
diperoleh bahan padat kering yang masih mengandung sejumlah sisa air yang
dapat diterima
10

Dalam evaporasi, air dipindahkan dalam bentuk uap pada titik didih
sedang dalam pengeringan biasanya dalam bentuk uap dan udara. Pengeringan
biasanya merupakkan langkah terakhir dalam suatu proses pengolahan sebelum
pengemasan, agar menghasilkan bahan lebih cocok untuk penyimpanan. Karena
itu pengeringan adalah pengertian relatif, yang berarti pengurangan kandungan air
dari nilai awal ke suatu nilai akhir yang dapat diterima.
Menurut Winamo dkk, 1980, pengeringan adalah suatu metode atau
tindakan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan
dengan menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas.
Pengeringan selain dimaksudkan untuk mengurangi kadar air suatu bahan
juga dimaksudkan untuk mendapatkan bahan dengan volume yang lebih kecil,
sehingga dapat lebih mudah diangkut dan biaya lebih murah (Setyahartini, 1980).
Menurut Sitinjak dan Purba, 1987, Pengeringan juga bertujuan :
1. Memudahkan penanganan selanjutnya.
2. Memperkecil atau mengurangi biaya pengangkutan.
3. Bahan tahan disimpan lama.
4. Mikrobia tidak dapat tumbuh atau berkembang.
5. Serangan hama terhalang dan untuk mempertahankan nilai gizi.
Penjemuran merupakan cara tertua dalam pemanfaatan energi radiasi surya
untuk tujuan pengeringan. Cara ini mengandung berbagai kelemahan, antara lain :
1. Pencemaran bahan oleh debu yang dibawa oleh hembusan angin.
2. Resiko kehilangan bahan menjadi lebih besar akibat gangguan hewan.
3. Waktu pengeringan lebih panjang.
4. Pembasahan bahan pada waktu hujan (Abdullah, 1980)

2.2.2 Metode Pengeringan


1. Pengeringan Alami
Menurut Widiastuti (1980), Metode pengeringan terbagi atas :
1. Pengeringan di atas lantai.
2. Pengeringan di atas rak.
3. Pengeringan dengan ikatan-ikatan ditumpuk.
4. Pengeringan dengan ikatan-ikatan yang diberdirikan.
11

5. Pengeringan dengan memakai tonggak.


Penjemuran gabah pada lantai jemur (lamporan) adalah cara pengeringan
gabah secara alami yang praktis, murah, sederhana dan umum digunakan oleh
para petani. Energi untuk penguapan diperoleh dari angin dan sinar matahari.
Lamporan harus bersih agar gabah padi yang dikeringkan tidak kotor. Lamporan
haruslah memenuhi syarat antara lain tidak menimbulkan panas yang terlalu
tinggi, mudah dibersihkan dan dikeringkan, tidak basah sewaktu digunakan, dan
tidak berlubang-lubang. Lamporan pada umumnya dibuat dari semen,
permukaannya agak miring dan bergelombang dengan maksud agar air tidak
menggenang, Mudah dikeringkan dan permukaannya menjadi lebih luas. Cara
penjemuran gabah dihamparkan di lamporan setipis mungkin, namun untuk
efisiensi dan mengurangi pengaruh lantai semen yang terlalu panas maka tebal
lapisan dianjurkan sekitar 5-7 cm. Padi harus sering dibolak-balik secara merata
minimal 2 jam sekali. Pengeringan padi dapat dilakukan selama 1-3 hari
tergantung dengan cuaca (mendung atau terik matahari). Penjemuran sebaiknya
dilakukan ditempat yang bebas menerima sinar matahari, bebas banjir dan bebas
dari gangguan unggas dan binatang penggangu lainnya.
Penjemuran sebaiknya dilakukan pada pukul 07.00-16.00 atau tergantung
pada intensitas panas sinar matahari. Apabila penjemuran selesai dan gabah tidak
akan segera dikemas serta disimpan di dalam gudang, sebaiknya tumpukan gabah
ditutup dengan plastik atau seng agar terhindar dari embun maupun hujan.
Pengeringan secara alami mempunyai kelemahan antara lain :
a. Memerlukan banyak tenaga kerja untuk menebarkan, membalik dan
mengumpulkan kembali.
b. Sangat bergantung pada cuaca, sehingga padi tidak dapat dikeringkan
apabila cuaca buruk terlebih-lebih apabila hujan datang pada saat sedang
menjemur.
c. Memerlukan lahan yang luas untuk jumlah gabah padi yang besar dan
lahan yang dijadikan lamporan semen tidak dapat lagi dipergunakan untuk
beberapa keperluan lain.
d. Sulit mengatur suhu dan laju pengeringan di atas semen atau alas logam
(Widjono, dkk).
12

2. Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan mempunyai kelebihan dibanding pengering alami
yaitu waktu penjemuran yang lebih singkat dan gabah yang djemur lebih bersih
dan terlindung dari debu, hujan dan lain-lain. Pengeringan buatan bemacam-
macam, ada yang menggunakan listrik, matahari, bahan bakar sekam dan lain-lain
(Setijahartini, 1980).
2.2.3 Mesin Pengering (Dryers)
Walaupun banyak tipe mesin pengeringan yang ada dipasaran, disini
hanya dibicarakan beberapa yang penting saja. Kelompok pertama adalah mesin
pengering untuk bahan padat atau butiran daan pasta semi padat. Kedua terdiri
dari mesin pengering untuk bahan bahan encer.
Dryers untuk bahan padat dan pasta antara lain tray, continuous, tunnel
dan screen conveyor dimana bahan tidak dapat diaduk sedangkan tower, rotary,
fluid bed dan flash dryer digunakan untuk bahan bahan yang dapat diaduk.
Beberapa tipe dryers menguapkan larutan atau bahan encer sampai menjadi kering
dengan peralatan thermal, misalnya spray dryer, thin film dryers dan drum dryers.
Proses pengeringan biji bijian yang akan disimpan dibagi dalam dua
kategori; yaitu mengeringkan biji bijian di dalam bak/ batches dan
mengeringkan biji sementara biji bergerak kontinu di dalam alat pengeringan.
Semua sistem pengeringan biji bijian memiliki alat untuk menggerakkan udara
dan tempat untuk meletakkan biji. Alat panas dapat dimasukkan dan dapat tidak
dimasukkan sebagai komponen pengering.
A. Batch System
Sistem batch, mempunyai tingkat kerumitan yang berbeda beda
seperti pada Gambar 2. Biji yang telah kering dalam batch, segera
dipindahkan untuk proses selanjutnya yaitu conditoning, penyimpanan
atau pemasaran.
Akan tetapi pada beberapa sistem batch, ruang pengeringan juga
berfungsi sebagai tempat penyimpanan. Alat sirkulasi/ pengaduk biji juga
kadang kadang digunakan pada batch drying seperti terlihat pada
Gambar 3.
13

Gambar 2.2 Variatons of several batch drying processes


(Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)
Dalam hal ini proses pengeringan menjadi continuous flow dan
dikategorikan sebagai counter flow. Proses pengeringan FixedBed,
diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 2.3 Two methods of driving recerculators


(Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)
14

Gambar 2.4 Fixed frying process of cereal grain in a full bin system
(Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)
Udara pengering bergerak dari bagian bawah ke atas bed.
Pertukaran uap air antara biji bijian dan udara berlangsung pada
kedalaman tertentu atau zone of grain. Pada permulaan pengeringan, letak
zone ini berada dibagian bawah bed. Sementara pengeringan terus
berlangsung zone ini bergerak ke atas, dan ketika zone telah melampaui
permukaan biji bijian seluruh bahan telah kering dan berada pada
kesetimbangan udara pengering. Biji di bawah drying zone sudah tentu
mencapai keseimbangan dengan udara yang masuk dengan kadar air Me.
Biji bagian atas zone belum kering dan masih berkadar air seperti semula
Mo. Udara yang mengalir dibagian atas zone menjadi seimbang dengan
kadar air permukaan biji. Sementara udara melewati drying zone, udara
membawa air setelah diuapkan lebih dulu, dan dingin kembali karena
proses penguapan dari Ta menjadi Tg.
Yang paling sulit dalam pengolahan unit udara panas, adalah
menentukan apakah biji bijian telah mencapai rata rata kadar air yang
dikehendaki, karena tidak meratanya distribusi kadar air di dalam bed.
Menaikkan temperatur sebanyak 10o, sering kali menyebabkan biji
dibagian bawah bed menjadi terlalu kering. Metode operasi yang
dikehendaki adalah un tuk memperoleh kadar air rata rata sebelum biji
dilapisan bawah mencapai keadaan seimbang dengan udara kering.
15

B. Countinuous Flow Systems


Continuous flow drying system dikategorikan berdasarkan arah
gerakan biji dan udara di dalam dryer, dan pola gerakkan yang umum
terlihat pada Gambar 5.

Gambar 2.5 Ilustration of flow patterns used in continuous flow dryers


(Sumber: Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian)
Pada dasarnya crossflow dryers aliran udara melintang terhadap
gerakan biji; pada concureflow, udara dan biji bergerak kearah yang sama.
Sedang pada counterflow dryer, biji dan udara bergerak berlawanan arah.
Sistem pengeringan ini memberi kemungkinan baik terhadap
otomatisasi; operasi dimulai dari memuat, mengeringkan, mendinginkan
kemudian membongkar. Semuanya tanpa membutuhkan waktu yang lama
terhadap pengolahan bijian yang telah tersedia pada bin persediaan untuk
keperluan pengeringan sehingga hanya membutuhkan tenaga kerja sebagai
pengawas operasinya dalam jumlah yang kecil (Aden Sudomo Siregar,
2002).
2.3 Teori Biomassa
2.3.1 Biomassa Sebagai Sumber Energi Alternatif
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses
fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan. (Abdullah et all, 1998). Dalam
industri produksi energi, biomassa merujuk pada bahan biologis yang hidup atau
16

yang baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk
produksi industrial. Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang
dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi
tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau
panas. Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar
sebagai bahan bakar. Biomassa tidak mencakup materi organik yang telah
tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti batubara atau minyak
bumi. Contoh biomassa antara lain tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah
pertanian dan limbah hutan, tinja dan kotoran ternak.
Penemuan pemanfaatan biomassa sebagai bahan baku energi secara umum
menarik perhatian dunia dalam beberapa tahun terakhir ini. Tujuan utama dari
usaha-usaha tersebut adalah untuk mencari pengganti sumber daya fosil seperti
minyak bumi, gas alam, dan batubara dengan sumber-sumber yang dapat
diperbaharui (renewable). Biomassa atau limbah biomassa kini dapat dijadikan
sebagai salah satu sumber energi alternatif dengan berbagai pilihan jalur konversi
energi yang diinginkan.
Biomassa terutama dalam bentuk kayu bakar dan limbah pertanian
merupakan sumber energi tertua. Hingga sekarang, biomassa sebagai sumber
energi masih cukup berperan terutama di negara-negara berkembang (tidak
termasuk OPEC) pada tahun 1977 adalah 2.6 BOE per kapita per tahun, atau
sekitar 54% dari konsumsi energi secara keseluruhan (Abdullah et all, 1998).
Selain itu, menurut satu perkiraan teroritis, jumlah biomassa yang dihasilkan
setahun oleh seluruh dunia mencapai 75 milyar ton, atau sekitar 1500 juta barrel
minyak equivalen per hari.
Di Indonesia, biomassa merupakan salah satu sumber daya alam yang
sangat penting. Produk primer yang dihasilkan seperti serat, kayu, minyak, bahan
pangan, dan lain-lain, selain digunakan untuk kebutuhan domestik juga diekspor
untuk mendatangkan devisa bagi negara. Selain digunakan untuk tujuan primer,
biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Umumnya yang
digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah
atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya. Biomassa sebagai
sumber energi biasanya diperoleh dari areal hutan (limbah tebangan, patahan
17

cabang dan ranting), pertanian (limbah pertanian), perkebunan (pohon atau


tanaman yang diremajakan, limbah pasca panen dan limbah pengolahan),
pemukiman (pohon, tanaman kayu, tinja dan sampah), peternakan (kotoran
ternak), dan limbah beberapa jenis industri (Abdullah et all, 1998).

2.3.2 Tungku Biomassa


Tungku merupakan alat yang digunakan untuk mengkonversi energi
potensial biomassa menjadi energi panas. Tungku bagi masyarakat merupakan
salah satu alat yang penting untuk memasak. Jenis tungku beraneka ragam sesuai
dengan kebudayaan daerah setempat dan jenis bahan bakar yang digunakan..
Johannes (1984) dalam Djatmiko (1986) membedakan tungku atau
kompor pembakaran biomassa atas beberapa jenis, yaitu:
1. Tungku biomassa, dimana bahan bakar biomassa langsung dibakar,
misalnya tungku lorena, singer, dan lain-lain.
2. Tungku bioarang, menggunakan bahan bakar arang, misalnya anglo dan
keren.
3. Tungku hibrida, menggunakan bahan bakar biomassa dan arang yang
disusun sedemikian agar asap dapat terbakar sehingga menghasilkan
energi lebih banyak.
Dasar pemikiran dalam mendesain suatu tungku antara lain kebutuhan
penggunaan sumber daya yang ada. Data teknis dan parameter sosial diperlukan
untuk mendesain tungku yang tepat guna. Beberapa data yang dibutuhkan untuk
mendesain suatu tungku menurut project officer Cambodia Fuelwood Saving
Project (CFSP) dalam Glow, 2001 antara lain:
1. Fungsi tungku : dilihat dari keperluan penggunaan, seperti untuk merebus,
menggoreng, mengukus, memanggang, mengasap, mendidihkan dalam
waktu lama, dan lain-lain.
2. Bahan-bahan tungku: material yang digunakan (aluminium, tembaga,
kuningan, plat besi, besi tuang, stainless stell, keramik, tembikar), bentuk
(datar atau dasarnya berbentuk bola), karakteristik penggunaan (pemberian
tekanan atau tekanan normal), tipe penggunaan (merebus, menggoreng,
dan lain-lain), ukuran (diameter, tinggi).
18

3. Kebiasaan memasak: posisi memasak (duduk, berdiri, jongkok, menekuk


kaki), tradisi dan kebisaan-kebiasaan sosial.
4. Tipe bahan bakar dan ukuran: tipe (balok, kayu, limbah pertanian,
batubara, limbah biomassa, kayu keras), ukuran bahan bakar.
5. Konstruksi tungku: bahan-bahan lokal yang tersedia, ukuran tungku, satu
atau lebih lubang dapur .

2.4 Bahan Bakar


Limbah sering diartikan sebagai bahan buangan/bahan sisa dari proses
pengolahan hasil pertanian. Proses penghancuran limbah secara alami
berlangsung lambat, sehingga limbah tidak saja mengganggu lingkungan
sekitarnya tetapi juga mengganggu kesehatan manusia. Pada setiap penggilingan
padi akan selalu kita lihat tumpukan bahkan gunungan sekam yang semakin lama
semakin tinggi. Saat ini pemanfaatan sekam padi tersebut masih sangat sedikit,
sehingga sekam tetap menjadi bahan limbah yang mengganggu lingkungan.
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua
belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses
penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa
atau limbah penggilingan.
Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk
berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau
bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-
30% dari bobot gabah. Penggunaan energi sekam bertujuan untuk menekan biaya
pengeluaran untuk bahan bakar bagi rumah tangga petani. Penggunaan Bahan
Bakar Minyak yang harganya terus meningkat akan berpengaruh terhadap biaya
rumah tangga yang harus dikeluarkan setiap harinya. Dari proses penggilingan
padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak antara 8- 12% dan beras
giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah.
19

Tabel 2.1 Komposisi Sekam

Dengan komposisi kandungan kimia seperti tersebut pada tabel 1, sekam


dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya:
(a) sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural
yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia,
(b) sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika
(SiO2 ) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland,
bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industri bata merah,
(c) sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa
yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil.
Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk densil)1 125 kg/m3, dengan nilai
kalori 1 kg sekam sebesar 3300 k. kalori. Menurut Houston (1972) sekam
memiliki bulk density 0,100 g/ ml, nilai kalori antara 3300 -3600 k. kalori/kg
sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU.

2.5 Kadar Air


Kadar air menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan.
Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut,
yaitu kadar air basis basah dan kadar air basis kering
20

Kadar air basis basah (MCwb) dinyatakan dengan persamaan :

Kadar air basis kering (MCdb) dinyatakan dengan persamaan :

Hubungan antara MCwb dengan MCdb dapat ditentukan dengan persamaan :

2.6 Perpindahan Kalor


Perpindahan kalor adalah perpindahan energi yang terjadi karena adanya
perbedaan suhu diantara benda atau material. Ada tiga macam perpindahan kalor
yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.
2.6.1 Perpindahan Kalor Konduksi
Konduksi terjadi apabila pada suatu benda terdapat gradien suhu
(temperature gradient) yang akan menyebabkan terjadinya perpindahan energi
dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah. Perpindahan
kalor konduksi diakibatkan oleh aktifitas atom dan molekul sehingga konduksi
dapat disebut juga sebagai transfer energi. Pada perpindahan kalor konduksi
bahwa laju perpindahan kalor sebanding dengan gradien suhu normal :

Jika dimasukkan konstanta proporsionalitas (proportionality constant) atau


tetapan kesebandingan, maka :

Dimana :
q = kalor yang dipindahkan (W)
21

k = konduktivitas thermal (W/mK)


A = luasan permukaan (m2)
T/x = gradien suhu (K/m)
Persamaan ini merupakan hukum dasar dari Fourier untuk dinding datar.
Tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika yaitu
bahwa kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah dalam skala suhu,
sebagaimana ditunjukan dalam sistem koordinat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Diagram T x yang menunjukkan gradient suhu


(Sumber: Heat Transfer A Practical Approach, Yunus A. Cengel)
Pada gambar 2.6 dapat dikatakan bahwa gradien suhu merupakan
kemiringan kurva temperatur pada diagram T x.
Apabila perpindahan kalor dan luas permukaan dinding dalam keadaan
tunak adalah konstan maka diperoleh T/x sama dengan konstan, yang
berartibahwa distribusi suhu yang melalui dindiing dalam keadaan stabil. Hal
ini dapat dilihat pada garis lurus pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Distribusi temperatur pada plat dinding dalam keadaan Tunak.
(Sumber: Heat Transfer A Practical Approach, Yunus A. Cengel)
Berdasarkan pada gambar 2.7 apabila T(0) = T1, x = L dan T(L) = T2 dari
integrasi persamaan diatas makan akan diperoleh :
22

Dimana :
q = kalor yang dipindahkan (W)
k = konduktivitas termal (W/m K)
A = luas permukaan (m2)
T1 = temperatur pada permukaan panas (K)
T2 = temperatur pada permukaan dingin (K)
L = ketebalan (m)

2.6.2 Perpindahan Kalor Konveksi


Konveksi adalah perpindahan kalor yang terjadi antara permukaan benda
dengan fluida yang bergerak ketika keduanya berada pada perbedaan
temperatur.
Perpindahan panas konveksi terbagi menjadi dua cara, yaitu perpindahan
kalor konveksi paksa dan perpindahan kalor konveksi alamiah atau bebas.
A. Perpindahan kalor konveksi paksa
Perpindahan kalor konveksi paksa, yaitu bila aliran disebabkan oleh
beberapa cara yang berasal dari luar, misalnya: fan, pompa, atau tiupan
angin.
1. Diameter hidrolik pada konveksi paksa
Diameter hidrolik atau diameter silinder adalah perbandingan antara
luas penampang dengan perimeter.

Jika benda berbentuk pipa (circular tube) maka persamaan diameter


hidroliknya menjadi :

Jika benda berbentuk noncircular tubes seperti kubus dan persegi


panjang maka persamaan diameter hidroliknya menjadi :
Diameter hidrolik untuk kubus (square)

Diameter hidrolik untuk persegi (rectangular):


23

( )

Gambar 2.8 Diameter Hidrolik, a. Pipa b. Kubus c. Persegi panjang


(Sumber: Heat Transfer A Practical Approach, Yunus A. Cengel)
Bilangan Reynold
Bilangan Reeynold yang terjadi pada konveksi paksa:

Dimana :

( )

( )

( )

( )

( )

Untuk Persamaan laju perpindahan kalor konveksi secara umum dapat dinyatakan
sebagai berikut:
( )
24

BAB III
METODOLOGI PERANCANGAN

3.1 Diagram Alir Proses Perancangan


Menurut Pahl and Beitz (2007) di dalam bukunya Engineering Design: A
Systematic Approach Third Edition, tugas utama insinyur adalah untuk
menerapkan pengetahuan ilmiah dan teknik mereka untuk mencari solusi dari
masalah teknik, dan kemudian mengoptimalkan solusi mereka dalam
requierments dan constrains yang dipilih berdasarkan oleh material, teknologi,
pertimbangan ekonomi, hukum, lingkungan dan manusia terkait. Masalah yang
insinyur pecahkan untuk menciptakan produk teknik baru harus dapat diklarifikasi
dan didefinisikan. Ini terjadi dalam pekerjaan individu maupun dalam tim dalam
rangka mewujudkan pengembangan produk interdisipliner. Penciptaan desain
produk baru adalah tugas percancangan dan pengembangan insinyur.
Dalam buku ini Pahl and Beitz menjelaskan cara merancang produk.
Adapun tahapan tahapan dalam merancang produk ini meliputi :

E. Perencanaan dan Klarifikasi Tugas (Planning and Task Clarification)


Tahap pertama ini meliputi pengumpulan informasi permasalahan dan
kendala yang dihadapi serta dilanjutkan dengan persyaratan mengenai sifat
dan performa tuntutan produk yang harus dimiliki untuk mendapatkan solusi.
Pada tahapan ini, akan digunakan metode house of quality untuk
menjabarkan berbagai demands dan wishes serta berbagai parameter yang
akan dijadikan tolak ukur dalam perancangan mesin pengering gabah. Hasil
dari metode ini berupa spesifikasi rancangan yang akan digunakan pada
tahapan berikutnya.
F. Perancangan Konsep Desain (Conceptual Design)
Perancangan konsep produk berguna untuk memberikan beberapa solusi
alternatif konsep produk selanjutnya dievaluasi berdasarkan persyaratan
teknis, ekonomis, dan lain-lain. Tahapan ini dapat diawali dengan mengenal
dan menganalisis spesifikasi produk yang telah ada. Hasil analisis spesifikasi

24
25

produk dilanjutkan dengan memetakan struktur fungsi komponen sehingga


dapat disimpulkan beberapa varian solusi pemecahan masalah konsep produk.
Pada tahapan ini akan dibuat berbagi macam konsep atau varian yang akan
dikembangakan sesuai dengan spesifikasi yang didapatkan pada tahap
pertama, setelah itu akan dipilih varian terbaik yang akan dijadikan konsep
dasar dari alat yang akan dibuat.
G. Perancangan Bentuk Desain (Embodiment Design)
Perancangan bentuk memerlukan beberapa pertimbangan untuk
menentukan keputusan atau solusi setiap proses perancangan. Berdasarkan
kasus masalah yang dihadapi yaitu perancangan mesin pengering konveyor
(pneumatik) tipe hybrid, pendekatan konsep yang digunakan adalah
safety,friendly, dan optimal.
Pada tahap ini akan didapatkan beberapa hasil yaitu berupa layout awal
produk, perhitungan perhitungan teknik, dan kemudian di evaluasi kembali
guna mencapai bentuk yang terbaik.

H. Rincian Desain (Detail Design)


Tahap akhir dari proses perancangan Pahl dan Beitz adalah rancangan
detail, dimana keputusan yang paling penting telah ditentukan. Rancangan
dari setiap kompoen harus diverifikasi dan informasi yang berhubungan
dengan proses pembuatan harus diselesaikan. Rancangan detail secara umum
berhubungan dengan rancangan dari subsistem dan komponen-komponen
yang membuat rancangan akhir.

Hasil rancangan akan dibuat suatu dokumen produk sehingga dapat


diproduksi dan untuk pengembangan produk yang lebih baik. Dokumen produk
ini meliputi detail gambar teknik, daftar material, dan sistem pengoperasian.
26

Adapun proses perangcangan menurut Pahl and Beitz secara umum dapat
dilihat dari diagram alir berikut.

Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan Mesin Pengering Konveyor (Pneumatik)


Tipe Hybrid.
27

3.2 Requierment List


Tahap ini menjelaskan dan mendefinisikan tugas dengan cara menjabarkan
tugas tersebut kedalam requirement list, berisikan batasan-batasan yang harus
dipenuhi (demands) dan batasan-batasan yang diharapkan dapat dipenuhi
(wishes). Berikut ini dalam Gambar Tabel 3.3 dijabarkan mengenai requirement
list dalam perancangan mesin pengering hybrid dengan metode Pahl and Beitz.

Tabel 3.1 Requierment List


W=
Requiment List Uraian Wishes
D=Demans
Kapasitas Kapasitas sekali proses 500 kg D
Dimensi Optimal dan ekonomis W
Geometri
Optimal dan mampu menahan
Rangka D
beban
Tahan korosi W
Material mesin
Material Penghantar panas yang baik D
pengering hybrid
Material awet dan kuat W
Bersumber dari energi matahari
Energi pemanas D
Energi dan biomassa
Energi Listrik Untuk blower dan fan 900 Watt D
Komponen Menggunakan komponen standar W
Produksi
Biaya Biaya produksi terjangkau D
Awal Proses perakitan mudah dipahami D
Perakitan
Akhir Mudah dilepas/ dibongkar pasang D
Transportasi Penempatan Mudah dipindahkan D
Operasi Biaya operasi Murah D
Mudah dipahami D
Perawatan Proses perawatan Dapat dilakukan oleh mekanik
W
secara umum
Lingkungan Ramah lingkungan Mesin pengering tidak W
28

mencemari lingkungan
Rupa Berestetika W
Safety, Friendly, Mampu menahan beban dan
D
Hasil akhir Optimal aman
Dapat berhenti Dapat mengakhiri proses secara
W
secara otomatis otomatis

3.3 House of Quality


Rumah kualitas atau biasa disebut juga House Of Quality (HOC)
merupakan tahap pertama dalam penerapan metodologi Quality Function
Deployment (QFD). Secara garis besar matrik ini adalah upaya untuk
mengkonversi voice of costumer secara langsung terhadap persyaratan teknik atau
spesifikasi teknis dari produk atau jasa yang dihasilkan.
3.2.1 Skala Prioritas
Skala prioritas menjelaskan mengenai prioritas kebutuhan yang
dibutuhkan konsumen. Skala prioritas ini merupakan requierment list berupa
wishes, dimana dari skala prioritas ini didapatkan nilai prioritas wishes untuk
dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Adapun skala prioritas yang didapatkan adalah :
Tabel 3.2 Skala Prioritas

3.2.2 Spesifikasi Alat


Spesifikasi alat adalah tahapan dimana didapatkan urutan kebutuhan yang
menjadi prioritas pertama sampai terakhir. Adapun spesifikasi alat dapat
dilihat pada Tabel 3.3.
29

Tabel 3.3 Spesifikasi Alat

3.4 Konsep Desain


3.4.1 Fungsi
Pada tahapan ini dijelaskan mengenai fungsi dari mesin pengering
konveyor (pneumatik) tipe hybrid. Uraian fungsi tingkat pertama adalah
uraian fungsi mesin secara umum, yaitu gabah basah dimasukkan kemudian
dikeringkan dan akhirnya dikeluarkan. Sedangkan uraian fungsi tingkat kedua
adalah uraian fungsi mesin secara lebih rinci, yaitu gabah basah dimasukkan
dengan cara dituang kemudian gabah bergerak secara resirkulasi bersamaan
dengan proses pengeringan gabah menggunakan energi pada berasal dari
biomasa dan atau matahari.
30

Gambar 3.2 Fungsi


3.4.2 Solusi dan Subfungsi
Ada beberapa kombinasi solusi dan subfungsi dalam penentuan jenis
komponen yang akan dirangkai dalam perancangan mesin pengering konveyor
(pneumatik) tipe hybrid ini, sehingga keluaran yang dihasilkan benar-benar
sesuai dengan pilihan dari hasil perhitungan yang matang atas beberapa
alternatif pilihan. Table berikut menunjukan beberapa solusi/subfungsi yang
diambil untuk dilakukan pemilihan kombinasi varian terbaik untuk
perancangan
Tabel 3.4 Solusi dan Sub Fungsi

No Solusi A B
Prinsip

Bentuk Ruang
1.
Pengering
31

2. Hopper Masuk

Hopper dari atas Hopper dari


samping

3. Hopper Keluar

Hopper terpusat Hopper miring


ditengah ke samping

4. Penukar Kalor

Pipa baris
Pipa baris vertikal
horizontal

Tungku
5.
Pembakaran

Ruang Segiempat
Ruang Silinder

Saluran Masuk
Udara Pemanas
6.
ke ruang
pengering Ducting Inlet Segi Ducting Inlet
Empat Silinder
32

Saluran Keluar
7. Gas Buang 1 cerobong asap 2 cerobong asap
Pembakaran

Mekanisme
Penggerakkan
8. Udara Masuk
Ruang
Pengering Fan Aksial Fan Sentrifugal

Mekanisme
Udara Keluar
9.
Ruang
Pengering
Fan Aksial Turbin Ventilator

Manual Tidak menggunakan


10.
Handling roda
Menggunakan
roda

3.4.3 Varian dan Pemilihan Varian


Tabel 3.5 Varian dan Pemilihan Varian
No Varian yang terbentuk Uraian
Ruang pengering silinder hopper masuk
1A 2A 3A - 4B 5B dari atas hopper keluar terpusat ditengah
1.
6B 7A 8A 9A 10A penukar kalor pipa baris vertikal tungku
pembakaran silinder saluran masuk udara
33

pemanas silinder saluran buang gas buang


pembakaran 1 cerobong asap penggerak
udara masuk fan aksial penggerak udara
keluar pengering fan aksial manual
handling menggunakan roda
Ruang pengering ruang segi empat hopper
masuk dari atas hopper keluar terpusat
ditengah penukar kalor pipa baris horizontal
tungku pembakaran ruang segiempat
1B 2A 3A 4A 5B saluran masuk udara pemanas segiempat
2.
6A 7A 8A 9A 10A saluran buang gas buang pembakaran 1
cerobong asap penggerak udara masuk fan
aksial penggerak udara keluar pengering
fan aksial manual handling menggunakan
roda
Ruang pengering ruang segi empat hopper
masuk dari atas hopper keluar terpusat
ditengah penukar kalor pipa baris vertikal
tungku pembakaran ruang segiempat
1B 2A 3A 4B 5B saluran masuk udara pemanas silinder
3.
6B 7A 8A 9A 10A saluran buang gas buang pembakaran 1
cerobong asap penggerak udara masuk fan
aksial penggerak udara keluar pengering
fan aksial manual handling menggunakan
roda
Ruang pengering ruang segi empat hopper
masuk dari samping hopper keluar terpusat
miring kesamping penukar kalor pipa baris
1B 2B 3B 4B 5B
4. vertikal tungku pembakaran ruang
6B 7A 8A 9B 10A
segiempat saluran masuk udara pemanas
silinder saluran buang gas buang
pembakaran 1 cerobong asap penggerak
34

udara masuk fan aksial penggerak udara


keluar pengering turbin ventilator manual
handling menggunakan roda

Varian 1

Gambar 3.3 Varian 1


Pada varian 1 ini sistem pengering gabah menggunakan tipe aliran
concurrent flow (aliran udara panas searah dengan arah aliran gabah) dengan
ruang pengering berbentuk silinder. Pemasukkan bahan dari atas dan pengeluaran
dari bawah posisi di tengah.

Tungku biomassa berbentuk silinder dengan penukar kalor berbentuk


silinder tipe pipa baris vertikal. Ducting inlet (saluran masuk) udara panas
berbentuk silinder. Saluran pembuangan gas bakar dengan satu cerobong asap.
Mekanisme udara masuk dan keluar ruang pengering menggunakan kipas aksial.
Manual handling ruang pengering dan tungku biomassa menggunakan roda.
Prinsip kerja varian 1 ini yaitu bila menggunakan energi biomassa dengan
cara biomassa dibakar dan menghasilkan panas, kemudian udara panas dari
35

penukar kalor di hembuskan ke ruang pengering menabrak pipa pipa baris


vertikal dengan menggunakan kipas aksial. Aliran udara panas melewati saluran
masuk pipa ke ruang pengering. Arah aliran udara searah dengan arah masuk
gabah (concurrent flow), udara panas keluar melalui sisi bawah ruang pengering.
Proses pengeringan terjadi dengan terus menerus dimana gabah bergerak secara
resirkulasi.
Sedangkan bila menggunakan energi matahari dengan cara panas dari
energi matahari masuk menembus ruang pengering karena dinding ruang
pengering yang tembus cahaya. Proses pengeringan terjadi karena suhu di dalam
ruang pengering meningkat dan gabah tetap bergerak secara resirkulasi agar
proses pengeringan merata. Jika panas dari matahari kurang maka dapat dibantu
dengan pembakaran biomassa.
Kekurangan dari varian 1 ini ialah proses manufaktur yang sulit karena
berbentuk silinder. Dimana bahan dinding ruang pengering yang tembus cahaya
rawan akan rusak bila ditekuk membentuk silinder. Arah aliran udara panas yang
searah akan menembus tumpukan padi yang tebal dan menyebabkan pengeringan
tidak merata sampai kebawah.
Varian 2

Gambar 3.4 Varian 2


36

Pada varian 2 ini sistem pengering gabah menggunakan tipe aliran cross
flow (aliran udara panas tegak lurus dengan arah aliran gabah) dengan ruang
pengering berbentuk kotak. Pemasukkan bahan dari atas dan pengeluaran dari
bawah posisi di tengah.
Tungku biomassa berbentuk kotak dengan penukar kalor berbentuk
silinder tipe pipa baris horizontal. Ducting inlet (saluran masuk) udara panas
berbentuk persegi. Saluran pembuangan gas bakar dengan satu cerobong asap.
Mekanisme udara masuk dan keluar ruang pengering menggunakan kipas aksial.
Manual handling ruang pengering dan tungku biomassa menggunakan roda.
Prinsip kerja varian 2 ini yaitu bila menggunakan energi biomassa dengan
cara biomassa dibakar dan menghasilkan panas, kemudian udara panas dari
penukar kalor di hembuskan ke ruang pengering melalui dalam pipa pipa baris
horizontal dengan menggunakan kipas aksial. Aliran udara panas melewati
saluran masuk persegi ke ruang pengering. Arah aliran udara tegak lurus dengan
arah masuk gabah (cross flow), udara panas keluar melalui sisi samping atas ruang
pengering. Proses pengeringan terjadi dengan terus menerus dimana gabah
bergerak secara resirkulasi.
Sedangkan bila menggunakan energi matahari dengan cara panas dari
energi matahari masuk menembus ruang pengering karena dinding ruang
pengering yang tembus cahaya. Proses pengeringan terjadi karena suhu di dalam
ruang pengering meningkat dan gabah tetap bergerak secara resirkulasi agar
proses pengeringan merata. Jika panas dari matahari kurang maka dapat dibantu
dengan pembakaran biomassa.
Kekurangan dari varian 2 ini ialah aliran udara panas pada penukar kalor
yang lebih sedikit karena melalui dalam pipa baris horizontal. Arah aliran udara
panas yang tegak lurus akan menembus tumpukan padi yang tebal dan
menyebabkan pengeringan tidak merata sampai sisi samping satunya.

Varian 3
Pada varian 3 ini sistem pengering gabah menggunakan tipe aliran cross
counter flow (aliran udara panas kombinasi yaitu tegak lurus dan berlawanan arah
37

dengan arah aliran gabah) dengan ruang pengering berbentuk kotak. Pemasukkan
bahan dari atas dan pengeluaran dari bawah posisi di tengah.

Gambar 3.5 Varian 3


Tungku biomassa berbentuk kotak dengan penukar kalor berbentuk
silinder tipe pipa baris vertikal. Ducting inlet (saluran masuk) udara panas
berbentuk pipa. Saluran pembuangan gas bakar dengan satu cerobong asap.
Mekanisme udara masuk dan keluar ruang pengering menggunakan kipas aksial.
Manual handling ruang pengering dan tungku biomassa menggunakan roda.
Prinsip kerja varian 3 ini yaitu bila menggunakan energi biomassa dengan
cara biomassa dibakar dan menghasilkan panas, kemudian udara panas dari
penukar kalor di hembuskan ke ruang pengering menabrak pipa pipa baris
vertikal dengan menggunakan kipas aksial. Aliran udara panas melewati saluran
masuk siilinder ke ruang pengering. Arah aliran udara tegak lurus dan berlawanan
dengan arah masuk gabah (cross counter flow), udara panas keluar melalui sisi
atas ruang pengering. Proses pengeringan terjadi dengan terus menerus dimana
gabah bergerak secara resirkulasi.
38

Sedangkan bila menggunakan energi matahari dengan cara panas dari


energi matahari masuk menembus ruang pengering karena dinding ruang
pengering yang tembus cahaya. Proses pengeringan terjadi karena suhu di dalam
ruang pengering meningkat dan gabah tetap bergerak secara resirkulasi agar
proses pengeringan merata. Jika panas dari matahari kurang maka dapat dibantu
dengan pembakaran biomassa.
Kelebihan dari varian ini ialah proses manufaktur yang mudah. Arah
aliran udara panas yang kombinasi tegak lurus dan berlawanan akan menembus
tumpukan padi yang dari kedua sisi sehingga pengeringan menjadi lebih merata.

Varian 4

Gambar 3.6 Varian 4


Pada varian 4 ini sistem pengering gabah menggunakan tipe aliran counter
flow (aliran udara berlawanan dengan arah aliran gabah) dengan ruang pengering
berbentuk kotak. Pemasukkan bahan dari samping dan pengeluaran dari bawah
posisi di samping atau hanya satu sisi yang miring.
39

Tungku biomassa berbentuk kotak dengan penukar kalor berbentuk


silinder tipe pipa baris vertikal. Ducting inlet (saluran masuk) udara panas
berbentuk pipa. Saluran pembuangan gas bakar dengan satu cerobong asap.
Mekanisme udara masuk menggunakan kipas aksial sedangkan udara keluar ruang
pengering menggunakan turbin ventilator yang berada diatas ruang pengering.
Manual handling ruang pengering dan tungku biomassa menggunakan roda.
Prinsip kerja varian 4 ini yaitu bila menggunakan energi biomassa dengan
cara biomassa dibakar dan menghasilkan panas, kemudian udara panas dari
penukar kalor di hembuskan ke ruang pengering menabrak pipa pipa baris
vertikal dengan menggunakan kipas aksial. Aliran udara panas melewati saluran
masuk silinder ke ruang pengering. Arah aliran udara berlawanan dengan arah
masuk gabah (cross flow), udara panas keluar melalui sisi atas ruang pengering.
Proses pengeringan terjadi dengan terus menerus dimana gabah bergerak secara
resirkulasi.
Sedangkan bila menggunakan energi matahari dengan cara panas dari
energi matahari masuk menembus ruang pengering karena dinding ruang
pengering yang tembus cahaya. Proses pengeringan terjadi karena suhu di dalam
ruang pengering meningkat dan gabah tetap bergerak secara resirkulasi agar
proses pengeringan merata. Jika panas dari matahari kurang maka dapat dibantu
dengan pembakaran biomassa.
Kekurangan dari varian 4 ini ialah. Arah aliran udara panas yang
berlawanan arah akan menembus tumpukan padi yang tebal dan menyebabkan
pengeringan tidak merata sampai ke atas. Hopper masuk dari samping
menghalangi dimana dinding menggunakan material tembus cahaya. Pengeluaran
gabah kurang lancar sebab hanya satu sisi yang miring.

3.4.4 Pemilihan Varian Terbaik


Dengan menggunakan metode House Of Quality, maka didapatkan skala
prioritas dari produk yang dibuat. Oleh karena itu dibuatlah matriks keputusan
antara masing masing varian, yaitu :
40

Tabel 3.6 Matriks Keputusan


Varian Varian Varian Varian
Deskripsi
1 2 3 4
Daya yang dibutuhkan 900
S S S
watt
Energi panas yang dihasilkan
S S S
40 - 60 oC
Kapasitas sekali proses
S S S
pengeringan 500 kg
Beban struktur* S S S
Polusi Lingkungan* S S S
Langkah untuk pembuatan* S S S
REFERENSI

Waktu untuk pembuatan* S S S


Langkah untuk perakitan* S S S
Waktu untuk perakitan* S S S
Langkah untuk melepas* S S S
Waktu untuk melepas* S S S
Jumlah komponen* S S S
Perkakas non standar* S S -
Perkakas standar* S S S
Sistem suhu elektronik S S S
Sistem pemasukan dan
+ + -
pengeluaran bahan
%Keandalan** - + -
TOTAL (+) 1 2 0
TOTAL (-) 1 0 3
Total Keseluruhan 0 2 -3

Ket: S = sama (*) lebih kecil lebih baik

(+) = lebih baik (**) lebih besar lebih baik

(-) = kurang baik


41

Dari matriks keputusan, maka didapatkan bahwa varian 3 memiliki


keunggulan dibanding varian lain, oleh karena itu dalam perancangan akan
digunakan varian 3.
42

BAB IV
PERHITUNGAN

4.1 Prinsip Kerja Mesin Konveyor (Pneumatik) Tipe Hybrid


Adapun prinsip kerja dari mesin pengering ini ialah udara panas ditiupkan
dari tungku biomassa dan kemudian masuk ke ruang pengering. Sedangkan gabah
turun ke bawah kemudian bergerak secara sirkulasi oleh tiupan blower. Bila
menggunakkan energi matahari maka biomassa tidak digunakan.

Arah aliran udara panas

Arah aliran gabah

Gambar 4.1 Prinsip Kerja Mesin Pengering Konveyor (Pneumatik) Tipe


Hybrid

42
43

4.2 Beban Kebasahan


Beban kebasahan (BK) merupakan selisih antara massa mula mula gabah
dengan massa akhir gabah. Beban kebasahan juga dapat disebut dengan massa uap
air yang dihilangkan dari gabah.
Kapasitas gabah sebelum pengeringaan = 500 kg (direncanakan)
Kadar air mula mula air sebelum pengeringan (MCwb,1) = 25% (wb),
(Tabel 4.1)
Kadar akhir gabah setelah pengeringan (MCwb,2) = 12% (wb), (Tabel
4.1)
Tabel 4.1 Data Pengeringan Dari Berbagai Produk Pertanian

Sumber: e book Handbook of Industrial Draying, Third Edition edited by :


Arun S Mujumdar
44

4.2.1 Kadar Air Mula Mula Gabah Sebelum Pengeringan dengan Basis
Kering (db)

( )
4.2.2 Kadar Air Akhir Gabah Setelah Pengeringan dengan Basis Kering
(db)

( )

4.2.3 Massa Gabah Tanpa Kadar Air

4.2.4 Massa Gabah Setelah Pengeringan


( )
( )
Jadi massa air yang harus dihilangkan oleh mesin pengering konveyor
(pneumatik) tipe hybrid ini adalah :

Massa air yang harus dihilangkan pada mesin pengering konveyor


(pneumatik) tipe hybrid ini akan dijadikan sebagai beban kebasahan dalam
perhitungan perpindahan massa air dan kalor sensibel yang didapat pada
gabah di dalam ruang pengering.
45

4.3 Perhitungan Ruang Pengering


Dalam perhitungan ruang pengering untuk mencari ketinggian ruang
pengering. Tinggi ruang pengering ditentukan berdasarkan ketebalan gabah pada
ruang pengering.
4.3.1 Perhitungan volume gabah
Volume gabah didapatkan dengan menggunakan massa jenis gabah dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Massa Jenis Padi
MATERIAL DENSITY (kg/m3)
Rice, hulled 753
Rice, rough 577
Rice grits 689
(sumber : http://www.engineeringtoolbox.com/)

Dari Tabel 4.2 didapat massa jenis gabah adalah 753kg/m3. Maka, dari
persamaan massa jenis gabah didapat volume gabah setelah pengeringan
adalah :

4.3.2 Perhitungan Volume Ruang Pengering

Adapun hal yang pertama harus dilakukan adalah menghitung dimensi dari
ruang pengering itu sendiri. Perhitungan ruang pengering ini menggunakan
prinsip Reverse Engineering.
46

30o

tgrk

Gambar 4.2 Perhitungan Ruang Pengering

Data Teknis :
- ( )
- ( )
- m
-
- (direncanakan)
47

A. Perhitungan tinggi hopper (OP)


-
m

-

B. Perhitungan volume hopper (ABCD.EFGH)


-

-
-

C. Perhitungan volume gabah diruang kotak (Vgrk)

D. Perhitungan tinggi gabah diruang kotak (tgrk)


-


48

- Karena tinggi gabah pada ruang kotak adalah 0,568m maka ruangan
kotak direncanakan setinggi 0,8m.

E. Perhitungan luas permukaan ruang kotak pengering


-

- ( )

- ( )
-

F. Perhitungan luas permukaan pada hopper dan ukuran hopper

Gambar 4.3 Perhitungan Hopper

-
49

-
-

- ( )

( )

G. Luas Permukaan Total Ruang Pengering


-

4.3.3 Pemilihan Fan Penekan Udara ke Ruang Pengering

A. Kapasitas Aliran Udara Pengering


Kapasitas (debit aliran) udara pengering ( ) adalah banyak udara
panas yang dibutuhkan untuk mengeringkan padi didalam ruang
pengering. Kapasitas udara pengering dapat diperoleh dari persamaan :


50

Dengan adalah laju aliran udara pengering dan adalah massa


jenis udara pengering. Laju aliran udara pengering diperoleh dengan
persamaan:

Gambar 4.4 Kapasitas Udara di Dalam Ruang Pengering


Sehingga diperoleh persamaan untuk mencari kapasitas udara
pengering:

( ) ( )

Berdasarkan hasil dari kapasitas udara yaitu 259,2 CMH dipilih


kipas aksial untuk menembuskan udara panas yaitu model ESN-D06/1
(APK 15-3) dengan kapasitas udara 270 CMH (Lampiran 4).

B. Laju Aliran Udara Pengering


Dengan didapatkannya kapasitas udara pengering diatas, maka laju
aliran udara pengering adalah:

51

Massa jenis udara pada temperatur udara pengering 430C ( )


dari tabel properties of air at 1 atm pressure (Lampiran 2) diperoleh
sebesar 1,116 kg/m3.

4.3.4 Pemilihan Material Dinding Ruang Pengering

A. Jenis Material
Mesin pengering konveyor (pneumatik) tipe hybrid ini
menggunakan 2 sumber energi pemanas yaitu biomassa dan matahari.
Oleh karena itu material untuk dinding adalah material yang
transparan, diantaranya :
1. Polikarbonat
2. Akrilik
3. Kaca
Selanjutnya dari berbagai jenis material diatas, akan dilakukan
oemilihan material yang sesuai dengan cara menyeleksi berdasarkan
kebutuhan.
B. Evaluasi Kriteria Pemilihan Material Dinding Ruang Pengering
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pemilihan
material dinding ruang pengering, agar material dinding ruang
pengering dapat mendukung kierja mesin pengering baik dari segi
performa maupun biaya.
1. Kuat dan tahan lama : Material dinding harus kuat dan tidak
mudah pecah serta ringan.
2. Produksi : Material dinding dapat diproduksi dengan metode
yang mudah.
3. Assembly : Material dinding dapat diassembly dengan mudah.
52

4. Biaya : Biaya material rendah, maka diharapkan dapat


menekan biaya dalam pembuatannya.
Dengan memperhatikan evaluasi kriteria, material yang terpilih
adalah material yang dapat memenuhi kriteria diatas.

Tabel 4.3 Seleksi Material Dinding Ruang Pengering


53

C. Dasar Pemilihan Material Dinding Ruang Pengering


1. Polikarbonat
Polikarbonat mempunyai transmisivitas 60 88%. Bahan ini
merupaka bahan terkuat diabnding kaca dan akrilik. Tetapi
polikarbonat memiliki kelemahan yaitu harganya yang sangat
mahal.
2. Akrilik
Akrilik mempunyai transmisivitas 83%. Bahan ini cukup kuat dan
tidak mudah pecah. Akrilik jauh lebih murah dibandingkan
polikarbonat.
3. Kaca
Kaca memiliki transmisivitas paling tinggi yaitu 71 92%. Bahan
ini juga tergolong murah. Tetapi kaca mudah pecah, berat, dan
assemblynya lebih susah dibandingkan yang lainnya.

D. Material Terpilih
Dari Tabel 4.3 terpilih material akrilik sebagai material dinding ruang
pengering. Material akrilik terpilih karena memenuhi kriteria yaitu :
1. Kuat dan tahan lama : Material akrilik cukup kuat dan tidak
mudah pecah serta ringan.
2. Produksi : Material akrilik dapat diproduksi dengan metode
yang mudah.
3. Assembly : Material akrilik dapat diassembly dengan mudah.
4. Biaya : Biaya material rendah, maka diharapkan dapat
menekan biaya dalam pembuatannya.
54

4.3.5 Perhitungan Rangka Ruang Pengering


Perhitungan rangka ruang pengering ini menggunakan simulasi
menggunakan software SolidWorks. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui
kekuatan rangka itu sendiri dilihat dari tegangan von misses dan
dicplacementnya.

Gambar 4.5 Analisa Tegangan Von Mises Pada Ruang Pengering


Keterangan :
Hasil yang diperoleh dari simulasi yaitu hopper mendapatkan tegangan aktual von
mises maksimum ialah sebesar 12,155 x 106 N/m2 jauh lebih kecil dibandingkan
dengan yield strength material sebesar 250 x 106 N/m2. Maka bisa dikatakan
aman.
55

Gambar 4.6 Analisa Dicplacement Pada Ruang Pengering

Keterangan :
Hasil yang diperoleh dari simulasi yaitu hopper mendapatkan dicplacement aktual
maksimum ialah sebesar 0,239 mm. Dicplacement maksimum ini sangat kecil dan
dapat dikatakan aman.
56

4.4 Perhitungan Penukar Kalor (Heat Exchanger)


Pada penukar kalor terjadi proses perpindahan kalor dari gas panas ke udara
yang ditekan oleh fan aksial akibat perbedaan temperatur yang cukup tinggi,
dimana gas panas mengalir di dalam pipa dan udara yang ditekan oleh fan aksial
mengalir di luar pipa sehingga tidak terjadi percampuran kedua udara tersebut
(unmixed).

Th,o

Tc,i Tc,o

Th,i

Gambar 4.7 Susunan Pipa Penukar Kalor


Susunan pipa yang digunakan pada penukar kalor adalah jenis segaris (in
line) seperti pada gambar

Gambar 4.8 Susunan Pipa In Lline


57

Data Teknis Perancangan :


Pipa yang digunakan adalah pipa yang terdapat di pasaran yaitu pipa
stainless 201 ukuran 1 inchi dengan tebal 1,5mm
Do (Diameter Luar Pipa) = 0,0254m
Di (Diameter Dalam Pipa) = 0,0239m
Jumlah pipa (n) = 64 buah (direncanakan)
Dalam perencanaan penukar kalor, fluida yang dipanaskan adalah udara
lingkungan yang ditekankan oleh fan aksial dengan data temperatur perencanaan
sebagai berikut:
- Tc,i = (24oC+34oC)/2 = 290C = 302 K (Temperatur Lingkungan)
- Tc,o = 60oC = 333 K
- Th,i = 200oC 300oC (digunakan 200oC = 473 K)
- Kecepatan udara fan pembakaran (Vh) = 1 m/s (direncanakan)
4.4.1 Metode Number of Transfer Unit (NTU) Efektivitas
A. Luas permukaan pipa bagian dalam

( )

B. Laju aliran gas panas didalam pipa



58

Dengan adalah massa jenis gas panas pada temperatur Th,i


200oC, maka pada tabel properties of air at 1 atm pressure (Lampiran

2) diperoleh sebesar .

C. Laju kapasitas panas


Hasil perhitungan laju aliran udara yang dihasilkan oleh fan aksial
sama dengan laju aliran udara dingin yang melintasi dinding luar pipa
penukar kalor.

Maka dapat diperoleh :


Sehingga adalah fluida minimum,

dan adalah fluida maksimum, .


D. Perbandingan terhadap


E. Perpindahan kalor maksimum
( )
( )

F. Perpindahan kalor aktual
( )

( )


59

G. Efektivitas


H. Dari hukum termodinamika pertama bahwa besarnya perpindahan
kalor dari fluida panas sama dengan besarnya perpindahan kalor ke
fluida dingin sehingga persamaannya:

( ) ( )
( )




I. Jumlah satuan perpindahan (Number of Transfer Unit = NTU)


Persamaan NTU yang diambil untuk penukar kalor aliran silang (cross
flow) Cmaks campur Cmin tak campur.
( )
[ ]

( )
[ ]

4.4.2 Konveksi Pada Permukaan Sebelah Dalam Pipa Penukar Kalor


Pada bagian dalam pipa terjadi proses perpindahan panas secara
konveksi yaitu dari gas panas hasil pembakaran ke dinding dalam
permukaan pipa.
A. Temperatur rata rata gas panas

B. Bilangan Reynold
60

Dengan adalah viskositas dinamik pada temperatur rata


rata ( ) 142,97oC, maka pada tabel properties of air at 1 atm
pressure (Lampiran 2) diperoleh sebesar 2,365 x 10-5 kg/m
s dan massa jenis gas panas adalah 0,8437 kg/m3-.

Aliran yang terjadi adalah laminer (Re < 2300), maka bilangan
Nusselt untuk aliran pipa berkembang penuh pada pipaa dengan
permukaan halus serta mengasumsikan temperatur permukaan dalam
pipa dijaga konstan adalah 3,66.

Tabel 4.4 Korelasi hubungan perpindahan kalor konveksi dengan


perpindahan massa konveksi

Dengan adalah konduktivitas termal udara pada


temperatur rata rata (Trh) 142,97oC, maka pada tabel properties of air
61

at 1 atm pressure (Lampiran 2) diperoleh sebesar 0,03410


W/m K.

4.4.3 Konveksi Pada Permukaan Sebelah Luar Pipa Penukar Kalor

Gambar 4.9 Konveksi Pada Susunan Pipa In - Line

Data teknis :

-
- =0,19m
- (direncanakan)
-
-

A. Kecepatan udara pada fan aksial



( )
62

Dengan adalah massa jenis udara dingin pada temperatur


rata rata (Trh) 44,5oC, maka pada tabel properties of air at 1 atm
pressure (Lampiran 2) diperoleh sebesar 1,1108 kg/m3.

B. Kecepatan Maksimal Udara Melintasi Permukaan Luar Pipa In Line


Penukar Kalor

C. Koefisien Konveksi pada Permukaan Luar Pipa Penukar Kalor


- Bilangan Reynold
Untuk bilangan reynold dapat dihitung dengan persamaan:

Dengan adalah viskositas dinamik udara dingin pada


temperatur rata rata (Trh) 44,5oC, maka pada tabel properties of air at
1 atm pressure (Lampiran 2) diperoleh sebesar1,943 x 10-5
kg/m.s.

-
Bilangan nuselt yand terjadi pada aliran susunan pipa sebaris dengan
menggunakan persamaan:

( )
63

( ) ( ) ( )

Tabel 4.5 Korelasi nusselt number untuk aliran melintang

Dalam menghitung konveksi pada permukaan luar pipa


menggunakan persamaan:

4.4.4 Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan Penukar Kalor

Data :
- Rfi = 0,002 m2.K/W (Lampiran 5)
- Rfo = 0,0002 m2.K/W (Lampiran 5)
- Ai = x Di x L x N = x 0,0239 x L x 64 = 4,8029 m2 L
- Ao = x Do x L x N = x 0,0254 x L x 64 = 5,104 m2 L
- Pipa stainless k = 15,1 W/mK
- hi = 5,198 W/m2K
- ho= 884,194 W/m2K

( )
64

( )

[( ) ( ) ( )

( ) ( )]

( )


4.4.5 Menentukan Panjang Pipa

4.4.6 Beban Kalor Penukar Kalor

Beban kalor penukar kalor dihitung berdasarkan banyaknya kalor


pada aliran fluida dingin dari tekanan fan yang kemudian dipanaskan oleh
penukar kalor.
Data Teknis :

-
65

- Tc,i = (24oC+34oC)/2 = 290C = 302 K (Temperatur Lingkungan)


(Lampiran 1)
- Tc,o = 60oC = 333 K

Dari rata rata properti udara pada temperatur , maka panas


jenis udara (Cpc) dari tabel properties of air at 1 atm pressure Lampiran 2)
diperoleh Cpc sebesar 1007J/kg K.
Beban kalor penukar kalor dapat dihitung dengan persamaan
berikut :

( )

4.4.7 Perhitungan Beban Kalor Padi

Dalam menentukan besar beban kalor dari padi, terlebih dahulu


harus ditentukan besar beban kalor sensibel dan kalor laten. Kedua kalor
tersebut adalah kalor yang diperlukan oleh padi dan terjadi pada saat
proses pengeringan berlangsung. Jadi, besarnya kalor (beban kalor) yang
harus diterima oleh alat penukar kalor adalah sama dengan atau lebih dari
kalor yang diserap oleh padi. Untuk menentukan beban kalor padi maka
dapat digunakan rumus berikut:

( )

( )

Defusitas massa ( ) adalah besarnya penyebaran massa uap air


(H2O) dengan massa udara. Defusitas massa udara pengering dihitung
66

berdasarkan temperatur udara pengering 43oC (316K) dan tekanan 1


atmosfer dengan menggunakan persamaan :

( )

( )

Kemudian bilangan Schmidt (Sc) dapat dicari dengan persamaan:

Dimana v ( )

( )

( )
Lalu bilangan Schwood (Sh) dapat dicari dengan persamaan
berikut:

Akhirnya diperoleh:

( )

Diketahui :
- Pv,s@40oc = 7,384 kPa
- Pv,s@60oc = 19,94 kPa
- RH ( ) = 33%

RH ( ) =

= x RH ( ) = 19,94 kPa x 0,33 = 6,5 kPa


67

- Berat molekul air (Mv, H2O) = 18,015 kg/mol


- Konstanta gas universal R = 8314,41 J/kmol.K

- Gas constant for water Pavor (Rv)

Menurut prinsip gas ideal, besarnya massa jenis uap air jenuh ( )
dan massa jenis uap air di udara yang masuk ke ruang pengering ( )
adalah:

Jadi laju aliran massa :


( )

Akhirnya beban kalor padi dapat dicari, yaitu:



( )

Maka diperoleh Q padi jauh lebih kecil dari Q penukar kalor,


Qtransmisi Qpenukar kalor
OK
68

4.5. Energi Total Terpakai

Adapun energi total yang terpakai adalah :


69

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan pada perencanaan mesin pengering konveyor
pneumatik tipe hybrid , maka didapatkan spesifikasi sebagai berikut :
1. Spesifikasi Ruang Pengering :
Desain ruang pengering adalah continuous flow system dengan
penggerak konveyor pneumatik berupa blower.
Dimensi umum = panjang x lebar x tinggi = 1000 mm x 1000 mm
x 2300 mm
Hopper memiliki sudut 30o dengan bahan plat besi st 37 tebal
2mm.
Dinding terbuat dari bahaan akrilik dengan transmisivitas sebesar
83%. Berdimensi tinggi 800 mm dan lebar 1000 mm
Rangka terbuat dari besi siku bahan st 37 dengan ukuran 40 mm x
40 mm x 4 mm
Kapasitas blower 370 Watt

2. Spesifikasi Tungku Biomassa :


Desain tungku biomassa adalah dengan menggunakan penukar
kalor dengan susunan pipa jenis segaris in line.
Dimensi umum = panjang x lebar x tinggi = 800 mm x 500 mm x
1200 mm
Penukar kalor menggunaakan pipa stainless steel 201 dengan
jumlah 64 dimana setiap batang memiliki panjang 650 mm.
Udara panas di dorong oleh kipas dengan kapasitas udara 270
CMH
5.2. Saran
Pada proses Perancangan kali ini, tentu belum sepenuhnya sempurna, hal
ini karena dibatasi oleh kemampuan, biaya dan berbagai peralatan yang kurang

69
70

memadai. Maka dari itu penulis berharap alat yang telah di rancang tersebut dapat
lebih di kembangkan lagi seperti dalam hal :
1. Sudut hopper yang lebih curam dan lubang keluar yang lebih besar.
2. Pemindahan bahan menggunakan konveyor lain seperti screw conveyor
3. Penyempurnaan tungku biomassa dengan variasi variasi jenis bahan bakar .
4. Sistem pemanas dan sirkulasi harus dikaji ulang agar lebih efektif.
5. Kualitas beras hasil pengeringan sebaiknya di teliti lebih lanjut.
6. Udara Blower sebaiknya di ambil dari udara panas keluar dari tungku
Biomassa.
71

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Kamaruddin, 2007, Energi Terbarukan Untuk Mendukung


Pembangunan Pertanian dan Perdesaan. Bogor: IPB Press.
Aden Sudomo S, 2002, Pengaruh suhu dan lama pengeringan gabah yang
disimpan selama 4 bulan terhadap mutu beras. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Cangel,Y. A., 2006, Heat Transfer, Second Edition, Newyork: Mc Graw Hill
Book Company
Cao, Eduardo, 2010,Heat Transfer in Process Engineering, Newyork: Mc
Graw Hill Book Company
Darmawan, H., 2004, Pengantar Perancangan Teknik (Perancangan Produk),
Bandung: ITB . Dikutip dari: Mustaqin, A. 2012. Perancangan Alat/Mesin
Pengerol Pipa. Yogyakarta, UNY.
Daulay, S.B., 2005, Pengeringan Padi (Metode dan Peralatan), Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Kiswoyo, Gunawan, 2008, Optimasi jarak dan kecepatan rol pada penggilingan
padi (rice milling unit) menggunakan jaringan syaraf tiruan dan algoritma
genetika. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Pahl, G. and Beitz, W., Feldhusen, J., and Grote K.H., 2004, Engineering
Design, Third edition.
Rico Rama Hutasoit., 2010, Rancang bangun alat pengering gabah tenaga
matahari, Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sagara Yasuyuki,dkk 1992, Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian,
Bogor: IPB
Utami, Yuanita, 2008, Desain dan uji unjuk kerja tungku briket biomassa. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Wardi, 2013, Prototipe alat pengering padi dengan kapasitas 10 Kg skala
laboratorium menggunakan bahan bakar batok kelapa, Cilegon :FT.
UNTIRTA
72

LAMPIRAN
73

Lampiran 1 : Tabel Perkiraan Cuaca Propinsi Banten

Sumber : http://www.bmkg.go.id
74

Lampiran 2 : Tabel Properties Udara Pada 1 Tekanan Atmosfer

Sumber: e book Heat and Mass Transfer : A Pratical Approach Second


Edition, Yunus A Cangel)
75

Lampiran 3 : Tabel Properties Air dalam Keadaan Saturasi

Sumber: e book Heat and Mass Transfer : A Pratical Approach Second


Edition, Yunus A Cangel)
76

Lampiran 4: Tabel Katalog Fan Axial

Sumber: http://www.cke.co.id/product/detail/exhaust-fan-standard
77

Lampiran 5 : Faktor Pengotoran

Sumber: e book Heat Transfer in Process Engineering, Eduardo Cao, 2009


78

Lampiran 6 : Biaya Pembuatan

No Nama Harga

1 Besi Siku Rp.1.040.000,-

2 Plat besi 2mm Rp.580.000,-

3 Plat besi 1,5mm Rp.720.000,-

4 Shock Drat 3" (4 buah) Rp.240.000,-

5 Sambungan - sambungan PVC Rp.500.000,-

6 Pipa PVC 3" Rp.225.000,-

7 Akrilik Rp.900.000,-

8 Roda Ruang Pengering Rp.380.000,-

9 Kipas Keluar Pengering Rp.100.000,-

10 Blower Rp.1.400.000,-

11 Pipa Stainless Rp.1.020.000,-

12 Asbes Rp.450.000,-

13 Kipas Pendorong Udara Panas Rp.240.000,-

14 Kipas Ruang Pembakaran Rp.150.000,-

15 Roda Tungku Biomassa Rp.200.000,-

16 Manufaktur Rp.2.000.000,-

TOTAL Rp.10.145.000,-
79

Lampiran 7: Prosedur Standar Operasi

Berikut adalah tahapan yang dilakukan dalam pengoperasian mesin pengering tipe
hybrid dengan pemindah bahan konveyor pneumatic:

A. Menggunakan sumber panas energi matahari:

1. Masukan gabah ke dalam ruang pengering melalui hopper bagian atas.


2. Perhatikan suhu pada ruang pengering, suhu optimal pengeringan adalah
43o C.
3. Setelah itu nyalakan blower konveyor pneumatic.
4. Buka katup pada bagian bawah hopper.
5. Biarkan proses pengeringan dan sirkulasi berlangsung.
6. Setelah gabah sudah kering, tutup katup pada bagian bawah hopper dan
kosongkan gabah yang masih tersisa panda bagian saluran pipa konveyor
pneumatik.
7. Buka elbow pada bagian bawah saluran pipa konveyor pneumatik dan
masukan gabah ke tempat penampungan gabah kering.

B. Menggunakan sumber panas biomassa

1. Masukan gabah ke dalam ruang pengering melalui hopper bagian atas.


2. Nyalakan tungku dengan membakar biomassa pada bagian ruang
pembakaran.
3. Perhatikan suhu panda ruang pengering, suhu optimal pengeringan
adalah 43o C.
4. Setelah itu nyalakan blower konveyor pneumatic.
5. Buka katup pada bagian bawah hopper.
6. Biarkan proses pengeringan dan sirkulasi berlangsung.
7. Setelah gabah sudah kering, tutup katup pada bagian bawah hopper dan
kosongkan gabah yang masih tersisa panda bagian saluran pipa konveyor
pneumatik.
8. Buka elbow pada bagian bawah saluran pipa konveyor pneumatik dan
masukan gabah ke tempat penampungan gabah kering.
9. Matikan tungku pembakaran biomassa.
80

Lampiran 8: Kelebihan

Adapun Kelebihan Mesin Pengering ini :

1. Pengeringan Merata
2. Menggunakan dua sumber energy (Hybrid)
3. Muda dioperasikan 1 orang
4. Dapat digunakan dalam cuaca apapun
5. Perawatannya mudah
6. Sukucadang mudah didapatkan
7. System knockdown/ bongkar pasang
8. Biomassa dapat digunakan jenis apapun termasuk sekam padi
9. Biaya operasi murah
81

Lampiran 9: Foto foto


82
83
84
85
86
87
88

Anda mungkin juga menyukai