Anda di halaman 1dari 179

TUGAS AKHIR – TM145648

RANCANG BANGUN MESIN PENGADUK


ADONAN DONAT

ADI SANTOSO PRIBADI


NRP. 2111 039 018

RIZAL BAHRUL CHAMIDDIN


NRP. 2111 039 038

Dosen Pembimbing
Ir. Eddy Widiyono, M.Sc

Instruktur Pembimbing
Didik Sofyan, Amd.St.MPsi

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK MESIN


PRODUKSI KERJASAMA ITS-DISNAKERTRANSDUK
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2015

i
FINAL PROJECT – TM145648

PLANNING BUILD FOR DONUT DOUGH MIXING


MACHINE

ADI SANTOSO PRIBADI


NRP. 2111 039 018

RIZAL BAHRUL CHAMIDDIN


NRP. 2111 039 038

Counsellor Lecture
Ir. Eddy Widiyono, M.Sc

Counsellor Instructore
Didik Sofyan, Amd.St.MPsi

PROGRAM STUDY DIPLOMA III MECHANICAL


ENGINEERING DEPARTMENT ITS-
DISNAKERTRANSDUK
Faculty of Industrial Technology
Sepuluh Nopember Institute of Technology
Surabaya 2015

ii
RANCANG BANGUN MESIN PENGADUK
ADONAN DONAT

Nama : Rizal Bachrul Chamidin


NRP 2111 039 038
Nama : Adi Santoso Pribadi
NRP 2111 039 018
Jurusan : D3 Teknik Mesin FTI-ITS
Dosen Pembimbing : Ir. Eddy Widiyono, M.Sc
Instruktur Pembimbing : Didik Sofyan, Amd.St.Mpsi

Abstrak
Kebutuhan donat sebagai salah satu makanan ringan
semakin bertambah, oleh karena itu industry kecil dan
menengah dituntut untuk bias memproduksi donat dalam
jumlah yang banyak. Agar dapat bersaing dengan produsen
donat industry besar maka produsen donat home industry
harus membuat produk yang berkualitas.
Dari rangkaian proses pembuatan donat,pengadukan
adonan tepung sangat menentukan kualitas donat, namun
hingga sampai saat ini proses pengadukan yang dilakukan
masih menggunakan alat manual sehingga membutuhkan
waktu yang lama serta kapasitas adonan yang sedikit. Namun
dengan menggunakan mesin pengaduk adonan mekanik yang
menggunakan media pisau pengaduk produsen dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.
Pada mesin ini produksi donat dapat dimaksimalkan
karena wadah adonan, kecepatan pengadukan dan waktu
pengadukan singkat, sehingga bisa menghasilkan produk yang
mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik serta daya saing
industri kecil semakin meningkat.

Kata Kunci : Pisau pengaduk, adonan tepung, wadah adonan

iv
PLANNING BUILD FOR DONUT DOUGH MIXING
MACHINE

Name : Adi Sentosa Pribadi


NRP 2111 039 018
Name : Rizal Bahrul Chamiddin
NRP 2111 039 038
Department : D3 Teknik Mesin FTI-ITS
Counsellor Lecture : Ir. Eddy Widiyono, M.Sc
Counsellor Instructore : Didik Sofyan, Amd.St.Mpsi

Abstract
Donut needs as one snack was increasing, therefore
the small and medium industries are required to be able to
produce donuts in large numbers. To be able to compete with
the major industry manufacturers donut, they have to make a
quality product.
From a series of donut-making process, stirring flour
dough will determine the quality donuts. But, until now
performed stirring process is still using manual tools that take
a long time and a little capacity for dough. But by using a
kneading machine that uses mechanical stirrer blade media
manufacturers can improve the quality and quantity of
production.
On this machine can be maximized because production
donut dough container is large. Stirring speed and stirring
time is short, so that it can produce a product that has good
quality and good quantity. And then, the competitiveness of
small industries is increasing.

Keywords: Blade mixer, dough flour, dough container

v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
Tugas Akhir yang berjudul “Rancang Bangun Mesin
Pengaduk Adonan Donat” ini dapat disusun dan diselesaikan
dengan lancar.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan
akademis yang wajib diselesaikan oleh setiap mahasiswa
Program Studi Diploma III, untuk mendapatkan gelar Ahli
Madya pada jurusan D-3 Teknik Mesin FTI – ITS.
Banyak pihak yang telah membantu sampai selesainya
Tugas Akhir ini, oleh karena itu pada kesempatan ini
disampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Eddy Widiyono, M.Sc. selaku dosen pembimbing
D-III Teknik Mesin FTI-ITS yang telah banyak membantu
penulisan laporan Tugas Akhir ini, sehingga Tugas Akhir ini
dapat terselesaikan.
2. Ibu Liza Rusdiyana, ST.MT selaku Koordinator Tugas
Akhir D-III Teknik Mesin FTI – ITS.
3. Semua dosen dan karyawan Program Studi D III Teknik
Mesin FTI – ITS.
4. Bapak Didik Sofyan, Amd.St.Mpsi selaku instruktur
pembimbing di UPT-PK Surabaya telah banyak membantu
penulisan laporan Tugas Akhir ini, sehingga Tugas Akhir ini
dapat terselesaikan.
5. Bapak R. Soewandi, SPd selaku Koordinator Mesin Logam
UPT-PK Surabaya.
6. Ibu dan Bapak kami tercinta, saudara kami tersayang yang
telah memberikan dorongan moril, materiil, dan spiritual
kepada penulis.
7. Rekan-rekan seperjuangan D-III Teknik Mesin Produksi
ITS-DISNAKERTRANSDUK, terutama angkatan 2011 yang
telah banyak memberikan dukungan.
vi
8. Dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya
laporan Tugas Akhir ini, kami mengucapkan banyak terima
kasih.
Akhirnya semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat
untuk sekarang dan masa yang akan datang. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat
kekurangan, sehingga saran dan kritik yang membangun
mampu menyempurnakan penulisan laporan dimasa yang akan
datang.

Surabaya, Juni 2015

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................i
Lembar Pengasahan......................................................iii
Abstrak..........................................................................iv
Abstract.........................................................................v
Kata Pengantar..............................................................vi
Daftar Isi......................................................................viii
Daftar Gambar...............................................................xi
Daftar Tabel.................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................2
1.4 Batasan Masalah.....................................................3
1.5 Manfaat...................................................................3
1.6 Sistematika Penulisan.............................................3
BAB II DASAR TEORI
2.1 Adonan.................................................................5
2.1.1 Pengertian Adonan................................................5
2.1.2 Sejarah diciptakannya Roti.................................5
2.2 Pemilihan Material Rangka...................................6
2.3. Rumus Perhitungan Gaya......................................6
2.3.1 Transimi Dengan Roda Gigi (Gearbox)..............6
2.3.2 Macam – Macam Gearbox................................8
2.3.3 Komponen Utama Gearbox................................8
2.3.4 Torsi dan Daya Pisau Pengaduk..........................9
2.3.5 Kebutuhan Daya pada Mesin Tanpa Beban........9
2.3.6 Daya yang di Transmisikan...............................11
2.3.7 Hal – Hal Penting dalam Perencanaan Poros.....11
2.3.8 Poros dengan Beban Bending Murni.................12
2.3.9 Poros dengan Beban Bending dan Torsi............13
2.3.10 Bearing (Bantalan).............................................13
2.3.11 Klasifikasi Bantalan...........................................14

vii
2.3.12 Perencanaan Bearing.........................................15
2.3.13 Beban Ekuivalen pada Bearing..........................16
2.3.14 Prediksi Umur Bearing......................................17
2.3.15 Pasak..................................................................18
2.3.16 Perencanaan Pasak.............................................21
2.3.17 Gaya yang Bekerja pada Pasak..........................23
2.3.18 Perhitungan Berdasarkan Tegangan Gese..........23
2.3.19 Perhitungan Berdasarkan Tegangan Kompresi. .24
2.3.20 Perencanaan Belt dan Pulley.............................25
2.3.21 Diameter Pulley.................................................26
2.3.22 Kecepatan Keliling Pulley.................................26
2.3.23 Diameter Ekivalen.............................................27
2.3.24 Panjang Belt......................................................27
2.3.25 Sudut Kontak....................................................28
2.3.26 Power Rating Per Strand...................................28
2.3.27 Jumlah Sabuk....................................................29
2.3.28 Dimensi Pulley..................................................29
2.3.29 Gaya – Gaya pada Belt dan Pulley....................30
2.3.30 Gaya Pulley Terhadap Poros.............................31
BAB III METODOLOGI
3.1 Diagram Alir Perencanaan.....................................33
3.2 Cara Kerja Mesin Pengaduk Adonan Donat...........36
BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Analisa Gaya.......................................................39
4.2 Kebutuhan Daya Pada Mesin Tanpa Beban........39
4.3 Perhitungan Torsi................................................42
4.4 Perhitungan Gaya................................................42
4.5 Perhitungan Wadah Adonan................................43
4.6 Belt dan Pulley....................................................46
4.6.1 Belt......................................................................46
4.6.2 Daya Perencanaan...............................................46
4.6.3 Momen Torsi.......................................................46
4.6.4 Tipe Belt.............................................................47
4.6.5 Pemilihan atau Perhitungan Diameter.................47
4.6.6 Kecepatan V Belt................................................47
4.6.7 Panjang V Belt....................................................48
4.6.8 Sudut Kontak......................................................48

ix
4.6.9 Gaya Efektifitas Belt..........................................49
4.6.10 Tegangan Maksimum pada Belt.........................50
4.6.11 Jumlah Putaran Per Satuan Panjang....................51
4.6.12 Umur Belt...........................................................51
4.6.13 Gaya Pulley Terhadap Poros..............................51
4.7 Perhitungan Poros...............................................53
4.7.1 Mencari Besarnya Torsi dan Momen Bending....53
4.7.2 Bidang Horizontal dan Vertikal...........................54
4.7.3 Momen Terbesar.................................................74
4.7.4 Diameter Poros....................................................75
4.8 Perhitungan Pasak...............................................76
4.8.1 Prhitungan Pasak berdasar Tegangan Gesek......77
4.8.2 Prhitungan Pasak berdasar Tegangan Kompresi 78
4.9 Bearing atau Bantalan.........................................78
4.9.1 Gaya Radial pada Bantalan A..............................79
4.9.2 Gaya Radial pada Bantalan B..............................80
4.9.3 Menghitung Umur Bantalan................................82
4.10 Mencari Sudut Poros.........................................83
BAB V PENUTUP
5.1 kesimpulan..............................................................86
5.2 Saran.......................................................................86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Susunan Roda Gigi dalam Gearbox.......................7


Gambar 2.2 Tipe Gearbox (a) SEN SDN (b) SZN SVN............8
Gambar 2.3 Bearing..................................................................8
Gambar 2.4 Tipe Bearing Gelinding.........................................9
Gambar 2.5 Macam – Macam Pasak........................................10
Gambar 2.6 Penampang Alur Pasak.........................................11
Gambar 2.7 Dimensi Pasak......................................................11
Gambar 2.8 Kedudukan Pasak Terhadap Poros.......................12
Gambar 2.9 Transmisi Belt dan Pulley....................................12
Gambar 2.10 Sudut Kontak........................................................13
Gambar 2.11 Dimensi Pulley.....................................................13
Gambar 2.12 Diagram Uraian Pada poros Pulley.......................15
Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan Rancang Mesin..........16
Gambar 3.2 Gambar Benda Kerja.............................................17
Gambar 4.1 Gaya yang Bekerja Pada Poros...............................25
Gambar 4.2 Gaya Poros Horizontal...........................................26
Gambar 4.3 Gaya Sebenarnya poros Horizontal......................26
Gambar 4.4 Diagram Geser Poros Horizontal..........................27
Gambar 4.5 Diagram Momen Poros Horizontal.......................29
Gambar 4.6 Gaya Poros Vertikal.............................................32
Gambar 4.7 Diagram Sebenarnya Poros Vertikal......................34
Gambar 4.8 Diagram Geser Poros Vertikal...............................36
Gambar 4.9 Diagram Momen Poros Vertikal............................40
Gambar 4.10 Tegangan Geser pada Pasak................................43
Gambar 4.11 Pasak Terkena Tegangan Kompresi...................46

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diameter pulley yang diijinkan dan dianjurkan (mm)....34

vi
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................i
Lembar Pengasahan......................................................iii
Abstrak..........................................................................iv
Abstract.........................................................................v
Kata Pengantar..............................................................vi
Daftar Isi......................................................................viii
Daftar Gambar...............................................................xi
Daftar Tabel.................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................2
1.4 Batasan Masalah.....................................................3
1.5 Manfaat...................................................................3
1.6 Sistematika Penulisan.............................................3
BAB II DASAR TEORI
2.1 Adonan.................................................................5
2.1.1 Pengertian Adonan................................................5
2.1.2 Sejarah diciptakannya Roti.................................5
2.2 Pemilihan Material Rangka...................................6
2.3. Rumus Perhitungan Gaya......................................6
2.3.1 Transimi Dengan Roda Gigi (Gearbox)..............6
2.3.2 Macam – Macam Gearbox................................8
2.3.3 Komponen Utama Gearbox................................8
2.3.4 Torsi dan Daya Pisau Pengaduk.........................9
2.3.5 Kebutuhan Daya pada Mesin Tanpa Beban........9
2.3.6 Daya yang di Transmisikan...............................11
2.3.7 Hal – Hal Penting dalam Perencanaan Poros.....11
2.3.8 Poros dengan Beban Bending Murni.................12
2.3.9 Poros dengan Beban Bending dan Torsi............13
2.3.10 Bearing (Bantalan).............................................13
2.3.11 Klasifikasi Bantalan...........................................14

vii
2.3.12 Perencanaan Bearing.........................................15
2.3.13 Beban Ekuivalen pada Bearing..........................16
2.3.14 Prediksi Umur Bearing......................................17
2.3.15 Pasak..................................................................18
2.3.16 Perencanaan Pasak.............................................21
2.3.17 Gaya yang Bekerja pada Pasak..........................23
2.3.18 Perhitungan Berdasarkan Tegangan Gese..........23
2.3.19 Perhitungan Berdasarkan Tegangan Kompresi. .24
2.3.20 Perencanaan Belt dan Pulley.............................25
2.3.21 Diameter Pulley.................................................26
2.3.22 Kecepatan Keliling Pulley.................................26
2.3.23 Diameter Ekivalen.............................................27
2.3.24 Panjang Belt......................................................27
2.3.25 Sudut Kontak....................................................28
2.3.26 Power Rating Per Strand...................................28
2.3.27 Jumlah Sabuk....................................................29
2.3.28 Dimensi Pulley..................................................29
2.3.29 Gaya – Gaya pada Belt dan Pulley....................30
2.3.30 Gaya Pulley Terhadap Poros.............................31
BAB III METODOLOGI
3.1 Diagram Alir Perencanaan.....................................33
3.2 Cara Kerja Mesin Pengaduk Adonan Donat...........36
BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Analisa Gaya.......................................................39
4.2 Kebutuhan Daya Pada Mesin Tanpa Beban........39
4.3 Perhitungan Torsi................................................42
4.4 Perhitungan Gaya................................................42
4.5 Perhitungan Wadah Adonan................................43
4.6 Belt dan Pulley....................................................46
4.6.1 Belt......................................................................46
4.6.2 Daya Perencanaan...............................................46
4.6.3 Momen Torsi.......................................................46
4.6.4 Tipe Belt.............................................................47
4.6.5 Pemilihan atau Perhitungan Diameter.................47
4.6.6 Kecepatan V Belt................................................47
4.6.7 Panjang V Belt....................................................48
4.6.8 Sudut Kontak......................................................48

ix
4.6.9 Gaya Efektifitas Belt..........................................49
4.6.10 Tegangan Maksimum pada Belt.........................50
4.6.11 Jumlah Putaran Per Satuan Panjang....................51
4.6.12 Umur Belt...........................................................51
4.6.13 Gaya Pulley Terhadap Poros..............................51
4.7 Perhitungan Poros...............................................53
4.7.1 Mencari Besarnya Torsi dan Momen Bending....53
4.7.2 Bidang Horizontal dan Vertikal...........................54
4.7.3 Momen Terbesar.................................................74
4.7.4 Diameter Poros....................................................75
4.8 Perhitungan Pasak...............................................76
4.8.1 Prhitungan Pasak berdasar Tegangan Gesek......77
4.8.2 Prhitungan Pasak berdasar Tegangan Kompresi 78
4.9 Bearing atau Bantalan.........................................78
4.9.1 Gaya Radial pada Bantalan A..............................79
4.9.2 Gaya Radial pada Bantalan B..............................80
4.9.3 Menghitung Umur Bantalan................................82
4.10 Mencari Sudut Poros.........................................83
BAB V PENUTUP
5.1 kesimpulan..............................................................86
5.2 Saran.......................................................................86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Susunan Roda Gigi dalam Gearbox.......................7


Gambar 2.2 Tipe Gearbox (a) SEN SDN (b) SZN SVN............8
Gambar 2.3 Bearing..................................................................8
Gambar 2.4 Tipe Bearing Gelinding.........................................9
Gambar 2.5 Macam – Macam Pasak........................................10
Gambar 2.6 Penampang Alur Pasak.........................................11
Gambar 2.7 Dimensi Pasak......................................................11
Gambar 2.8 Kedudukan Pasak Terhadap Poros.......................12
Gambar 2.9 Transmisi Belt dan Pulley....................................12
Gambar 2.10 Sudut Kontak........................................................13
Gambar 2.11 Dimensi Pulley.....................................................13
Gambar 2.12 Diagram Uraian Pada poros Pulley.......................15
Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan Rancang Mesin..........16
Gambar 3.2 Gambar Benda Kerja.............................................17
Gambar 4.1 Gaya yang Bekerja Pada Poros...............................25
Gambar 4.2 Gaya Poros Horizontal...........................................26
Gambar 4.3 Gaya Sebenarnya poros Horizontal......................26
Gambar 4.4 Diagram Geser Poros Horizontal..........................27
Gambar 4.5 Diagram Momen Poros Horizontal.......................29
Gambar 4.6 Gaya Poros Vertikal.............................................32
Gambar 4.7 Diagram Sebenarnya Poros Vertikal......................34
Gambar 4.8 Diagram Geser Poros Vertikal...............................36
Gambar 4.9 Diagram Momen Poros Vertikal............................40
Gambar 4.10 Tegangan Geser pada Pasak................................43
Gambar 4.11 Pasak Terkena Tegangan Kompresi...................46

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diameter pulley yang diijinkan dan dianjurkan (mm)....34

vi
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................i
Lembar Pengasahan......................................................iii
Abstrak..........................................................................iv
Abstract.........................................................................v
Kata Pengantar..............................................................vi
Daftar Isi......................................................................viii
Daftar Gambar...............................................................xi
Daftar Tabel.................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................2
1.4 Batasan Masalah.....................................................3
1.5 Manfaat...................................................................3
1.6 Sistematika Penulisan.............................................3
BAB II DASAR TEORI
2.1 Adonan.................................................................5
2.1.1 Pengertian Adonan................................................5
2.1.2 Sejarah diciptakannya Roti.................................5
2.2 Pemilihan Material Rangka...................................6
2.3. Rumus Perhitungan Gaya......................................6
2.3.1 Transimi Dengan Roda Gigi (Gearbox)..............6
2.3.2 Macam – Macam Gearbox................................8
2.3.3 Komponen Utama Gearbox................................8
2.3.4 Torsi dan Daya Pisau Pengaduk.........................9
2.3.5 Kebutuhan Daya pada Mesin Tanpa Beban........9
2.3.6 Daya yang di Transmisikan...............................11
2.3.7 Hal – Hal Penting dalam Perencanaan Poros.....11
2.3.8 Poros dengan Beban Bending Murni.................12
2.3.9 Poros dengan Beban Bending dan Torsi............13
2.3.10 Bearing (Bantalan).............................................13
2.3.11 Klasifikasi Bantalan...........................................14

vii
2.3.12 Perencanaan Bearing.........................................15
2.3.13 Beban Ekuivalen pada Bearing..........................16
2.3.14 Prediksi Umur Bearing......................................17
2.3.15 Pasak..................................................................18
2.3.16 Perencanaan Pasak.............................................21
2.3.17 Gaya yang Bekerja pada Pasak..........................23
2.3.18 Perhitungan Berdasarkan Tegangan Gese..........23
2.3.19 Perhitungan Berdasarkan Tegangan Kompresi. .24
2.3.20 Perencanaan Belt dan Pulley.............................25
2.3.21 Diameter Pulley.................................................26
2.3.22 Kecepatan Keliling Pulley.................................26
2.3.23 Diameter Ekivalen.............................................27
2.3.24 Panjang Belt......................................................27
2.3.25 Sudut Kontak....................................................28
2.3.26 Power Rating Per Strand...................................28
2.3.27 Jumlah Sabuk....................................................29
2.3.28 Dimensi Pulley..................................................29
2.3.29 Gaya – Gaya pada Belt dan Pulley....................30
2.3.30 Gaya Pulley Terhadap Poros.............................31
BAB III METODOLOGI
3.1 Diagram Alir Perencanaan.....................................33
3.2 Cara Kerja Mesin Pengaduk Adonan Donat...........36
BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Analisa Gaya.......................................................39
4.2 Kebutuhan Daya Pada Mesin Tanpa Beban........39
4.3 Perhitungan Torsi................................................42
4.4 Perhitungan Gaya................................................42
4.5 Perhitungan Wadah Adonan................................43
4.6 Belt dan Pulley....................................................46
4.6.1 Belt......................................................................46
4.6.2 Daya Perencanaan...............................................46
4.6.3 Momen Torsi.......................................................46
4.6.4 Tipe Belt.............................................................47
4.6.5 Pemilihan atau Perhitungan Diameter.................47
4.6.6 Kecepatan V Belt................................................47
4.6.7 Panjang V Belt....................................................48
4.6.8 Sudut Kontak......................................................48

ix
4.6.9 Gaya Efektifitas Belt..........................................49
4.6.10 Tegangan Maksimum pada Belt.........................50
4.6.11 Jumlah Putaran Per Satuan Panjang....................51
4.6.12 Umur Belt...........................................................51
4.6.13 Gaya Pulley Terhadap Poros..............................51
4.7 Perhitungan Poros...............................................53
4.7.1 Mencari Besarnya Torsi dan Momen Bending....53
4.7.2 Bidang Horizontal dan Vertikal...........................54
4.7.3 Momen Terbesar.................................................74
4.7.4 Diameter Poros....................................................75
4.8 Perhitungan Pasak...............................................76
4.8.1 Prhitungan Pasak berdasar Tegangan Gesek......77
4.8.2 Prhitungan Pasak berdasar Tegangan Kompresi 78
4.9 Bearing atau Bantalan.........................................78
4.9.1 Gaya Radial pada Bantalan A..............................79
4.9.2 Gaya Radial pada Bantalan B..............................80
4.9.3 Menghitung Umur Bantalan................................82
4.10 Mencari Sudut Poros.........................................83
BAB V PENUTUP
5.1 kesimpulan..............................................................86
5.2 Saran.......................................................................86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Susunan Roda Gigi dalam Gearbox.......................7


Gambar 2.2 Tipe Gearbox (a) SEN SDN (b) SZN SVN............8
Gambar 2.3 Bearing..................................................................8
Gambar 2.4 Tipe Bearing Gelinding.........................................9
Gambar 2.5 Macam – Macam Pasak........................................10
Gambar 2.6 Penampang Alur Pasak.........................................11
Gambar 2.7 Dimensi Pasak......................................................11
Gambar 2.8 Kedudukan Pasak Terhadap Poros.......................12
Gambar 2.9 Transmisi Belt dan Pulley....................................12
Gambar 2.10 Sudut Kontak........................................................13
Gambar 2.11 Dimensi Pulley.....................................................13
Gambar 2.12 Diagram Uraian Pada poros Pulley.......................15
Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan Rancang Mesin..........16
Gambar 3.2 Gambar Benda Kerja.............................................17
Gambar 4.1 Gaya yang Bekerja Pada Poros...............................25
Gambar 4.2 Gaya Poros Horizontal...........................................26
Gambar 4.3 Gaya Sebenarnya poros Horizontal......................26
Gambar 4.4 Diagram Geser Poros Horizontal..........................27
Gambar 4.5 Diagram Momen Poros Horizontal.......................29
Gambar 4.6 Gaya Poros Vertikal.............................................32
Gambar 4.7 Diagram Sebenarnya Poros Vertikal......................34
Gambar 4.8 Diagram Geser Poros Vertikal...............................36
Gambar 4.9 Diagram Momen Poros Vertikal............................40
Gambar 4.10 Tegangan Geser pada Pasak................................43
Gambar 4.11 Pasak Terkena Tegangan Kompresi...................46

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diameter pulley yang diijinkan dan dianjurkan (mm)....34

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari - hari kita mengenal berbagai
makanan. Seperti makanan pokok, makanan cepat saji, dan lain
– lain. Seiring berkembangnya jaman kebutuhan akan makanan
pokok semakin berkurang karena semakin beragam kesibukan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Makanan
pokok di nilai membutuhkan waktu terlalu lama di sela – sela
kesibukan mereka. Mereka membutuhkan pengisi perut instant
agar mereka bias melanjutkan kesibukan mereka. Maka dari itu
dibutuhkan makanan cepat saji atau junk food yang diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan karbohidrat dan nutrisi dalam
tubuh saat kekurangan energy. Dan munculah beragam
makanan cepat saji yang memiliki kadar nutrisi dan karbohidrat
berbeda. Salah satunya roti donat.
Salah satu makanan yang bisa di kategorikan sebagai
jajanan pasar ini mudah di dapat dan terjangkau. Dan juga
merupakan salah satu pilihan terbaik dalam hal mengisi
karbohidrat tubuh di sela - sela kesibukan dan aktifitas kita
yang padat. Dengan harga yang terjangkau dan cukup mudah di
cari, makanan ini juga menjadi favorit jajanan anak-anak kecil
pada masa pertumbuhannya.
Menyadari akan hal tersebut industry – industry besar
maupun kecil yang mengolah dan membuat makanan ini
berlomba – lomba untuk mencapai tingkat produktivitas yang
maksimal untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut dengan
kualitas dan kuantitas terbaik tentunya. Maka diciptakanlah
berbagai mesin pengolah makanan tersebut untuk
produktivitasnya.
Namun kebanyakan mesin – mesin pengolah makanan
tersebut terbilang mahal harganya untuk kelompok industry

1
kecil. Padahal roti donat hasil produksi industry kecil berperan
penting di pasaran skala kecil atau bisa di bilang terjangkau
untuk masyarakat menengah bawah dengan harga terjangkau
tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, akan dirancang dan
diwujudkan sebuah alat pengaduk adonan dari roti donat
tersebut dengan komponen – komponen yang sederhana namun
menghasilkan produk yang tidak kalah kualitasnya dengan
mesin – mesin industry besar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis
merumuskan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini
adalah (RANCANG BANGUN MESIN PENGADUK
ADONAN )
1. Bagaimana merencanakan mesin pengaduk adonan
dengan perputaran pengaduk dua sisi dalam panci
adonan
2. Bagaimana mewujudkan mesin pengaduk adonan
donat yang menghasilkan adonan tersebut rata dan
cepat.
3. Bagaimana mengetahui batasan kapasitas adonan
yang di proses dalam mesin.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang ingin diperoleh penulis dalam
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Merancang mesin dengan proses pengadukan
adonan menggunakan sebuah mesin dengan pisau
pengaduk tidak berpindah (hanya berputar) dan
ditempatkan pada sebuah panci stainless.
2. Mampu menghitung gaya maupun daya yang
dibutuhkan dalam proses pengadukan.

2
3. Mampu memperkirakan kapasitas adonan maksimal
pada panci.

1.4 Batasan Masalah


Agar penelitian ini dapat mencapai tujuan yang
diinginkan, maka batasan masalah yang diberikan adalah
sebagai berikut :
1. Kekuatan rangka mesin (sambungan las)
diasumsikan aman.
2. Analisa meliputi perencanaan gaya pengaduk dan
elemen mesin mesin pengaduk adonan,
perencanaan putaran dan daya yang dibutuhkan.
3. Material yang dipakai pada mesin tidak dilakukan
percobaan (tes bahan) diambil dari literature yang
telah ada.

1.5 Manfaat
Manfaat yang dihasilkan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Dapat merancang serta mewujudkan mesin pengaduk
adonan yang sederhana untuk industry kecil.
2. Mengetahui kebutuhan mesin.
3. Mempercepat produksi donat pada industry kecil.

1.6 Sistematika Penulisan


Penulisan disusun dalam lima bab yaitu pendahuluan,
dasar teori, metodologi penelitian, analisa data dan
pembahasan, serta kesimpulan. Adapun perinciannnya adalah
sebagai berikut :

3
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan dijelaskan tentang latar belakang
penelitian, perumusan masalah, pembatasan masalah serta
tujuan dan manfaat penelitian.

BAB 2 DASAR TEORI


Pada bab dasar teori dijelaskan tentang landasan teori
dan hasil penelitian sebelumnya

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


Pada bab metodologi penelitian dijelaskan tentang
spesifikasi peralatan yang akan dipakai dalam pengujian, cara
pengujian, dan data yang diambil.

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN


Pada bab hasil dan pembahasan akan dijelaskan tentang
perhitungan perencanaan mesin potong botol dan analisis dari
data yang didapat dari hasil penelitian.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


Pada bab lima peneliti menarik kesimpulan dari hasil
perencanaan yang telah di analisa beserta dengan saran untuk
penelitian berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4
BAB II
DASAR
TEORI

Dalam bab ini akan dibahas mengenai informasi tentang


teori-teori dasar, rumusan dan konsep yang melatarbelakangi
perencanaan alat ini, yang nantinya digunakan dalam
perhitungan dan perencanaan yang berdasarkan referensi, yaitu
meliputi perencanaan elemen mesin, kapasitas mesin, dan daya
pengaduk yang digunakan serta pembahasan bahan adonan
yang digunakan.
2.1 Adonan
2.1.1 Pengertian Adonan
Adonan merupakan bentuk dasar atau hasil campuran
berbagai bahan untuk membentuk satu bentuk yaitu donat.
Adonan dalam pembuatan donat memiliki berbagai macam
bahan yang bervariasi tergantung selera dari pembuat donat
tersebut. Namun yang paling umum atau yang paling utama
harus ada dalam adonan adalah tepung untuk bahan utamanya,
telur, air, gula, mentega dan garam. Bahan – bahan tersebut
harus diaduk sehingga menjadi adonan yang kental dan siap
untuk di proses selanjutnya.
.
2.1.2 Sejarah Diciptakannya Roti
Beribu tahun yang lalu, manusia hidup mengembara,
sambil berburu dan mencari yang bisa dimakan. Tadinya bulir
gandum mereka kunyah begitu saja dan tentunya terlalu keras.
Jadi mereka mulai menumbuknya dan di beri air supaya
lembek. Adonan yang tersisa mereka jemur sampai kering
untuk bekal perjaanan. Lalu mereka tahu jika makanan menjadi
lebih enak jika dibakar. Jadi, adonan gandum mereka pipihkan
di permukaan baru yang dipanaskan dengan api.
Sekitar 4.600 tahun yang lalu, di Mesir ada orang lupa
mengeringkan adonan tepung. Adonan itu meragi. Setelah
dibakar, rasanya lebih empuk dan lebih enak. Sejak itu, mereka

5
sengaja meragikan dulu adonan tepung supaya mengembang.
Dan disitulah asal usul terciptanya roti.

2.2 Pemilihan Material Rangka


Untuk memenuhi tujuan perhitungan, maka
diperlukan kriteria material sebagai berikut :
1. Motor Penggerak, menggunakan motor
penggerak dengan daya ½ Hp.
2. Gearbox, menggunakan gearbox dengan ratio 1:10
3. Pulley, menggunakan pulley dengan
perbandingan diameter pulley pada motor lebih
kecil daripada pulley pada gearbox.
4. Belt, menghubungkan pulley pada motor
dengan pulley pada gearbox.
5. Pisau pengaduk, berbahan stainless dengan
dua sisi.
6. As stainless, penghubung gearbox dengan
pisau pengaduk.
7. Bearing, dengan diameter dalam
mengikuti diameter As.
8. Pipa stainless, wadah penahan bearing.
9. Shield, karet menyumbat agar adonan tdk
melewati pipa

2.3 Rumus Perhitungan Gaya


2.3.1 Transimi Dengan Roda Gigi (Gearbox)
Gear box merupakan suatu peralatan yang dipergunakan
dalam menggerakan mesin camshaft pada putaran tertentu.
Gear box berfungsi mengubah torsi dan kecepatan yang
dihasilkan motor penggerak. Gearbox bekerja dengan cara
mengurangi besar putaran atau dengan menambah putaran yang
berasal dari motor. Untuk lebih jelasnya di gambarkan dalam
bagian di bawah ini

6
3
1 2

Keterangan :
1) High speed gear
2) Intermediet gear
3) Low speed gear

Gambar 2.1 Susunan roda gigi dalam gearbox

Roda gigi dapat berbentuk silinder atau kerucut. Transmisi


roda gigi mempunyai keuntungan dibandingkan dengan sabuk
atau rantai karena lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan tepat,
dan daya lebih besar. Kelebihan ini tidak selalu menyebabkan
dipilihnya roda gigi, disamping karena ketelitianya juga karena
dalam pemiliharaanya tidak butuh perlakuan yang rumit.
Perawatan gearbox hanya memputuhkan pelumasan yang
cukup dan pembersihan komponen yang rumit. Dan faktor-
faktor lain yang menyebabkan dipilihnya gearbox. Ciri-cirnya
antara lain :
 Kecepatan putaran beban tergantung perbandingan dari
diameter roda giginya.
 Arah putaranya tergantung susunan roda giginya.
 Dapat melayani satu atau lebih dari satu mesin yang
berkerja.
 Cocok untuk beban dengan kopel mula yang besar.
 Cocok untuk putaran sedang dan rendah.

7
2.3.2 Macam - Macam Gearbox
Gearbox yang digunakan dalam aplikasi di lapangnan ada
bermacam-macam tipe dan desain :

(a) (b)
Gambar 2.2 tipe gearbox (a) SEN SDN. (b) SZN SVN

2.3.3 Komponen Utama Gearbox


Gearbox mempunyai beberapa komponen pendukung yang
menyebabkan gearbox dapat bekerja secara optimal.
Komponen-komponen tersebut antara lain:

1) Rumah gearbox
Rumah-rumah gear terdiri dari dua potongan dan terbuat
dari besi cor yang didesain dengan torsi yang kaku dan
memberikan bentuk juga karakteristik getaran dan
temperatur. Rumah-rumah dilengkapi dengan dimensi
yang mudah diangkat juga penutup untuk inspeksi.

2) Komponen gigi
Unit komponen roda gigi terbuat dari baja sepuhan atau
baja dengan lapisan keras. Dengan kemiringan dan
tingkatan gear yang berhubungan. Level getaran dari unit
gear diminimalisir sekecil mungkin dapat manfaat untuk
menjaga kualitas sistem roda gigi. Roda gigi disatukan
pada poros dengan perantaraan yang pas dan tekanan
paralel.

8
3) Sistem pelumasan
Sistem pelumasan ini berguna untuk menjaga agar
gearbox tidak macet karena kekurangan pelumas.
Pelumas juga berfungsi untuk menjaga agar komponen
dari gearbox tidak aus dan keropos karena oksidasi.

2.3.4 Torsi dan Gaya Pisau Pengaduk


Untuk mengetahui torsi yang dibutuhkan
digunakan rumus berikut :
Persamaan menurut Sularso, 2007
𝑝
T = 9,74 x 105 𝑛 ……………….. (2.1)
Dimana: P = kW
n = Rpm
T = kg.mm

T= ………………….(2.2)
Dimana: T = kg.mm
Fs= kgf
r = jari-jari (mm)

2.3.5 Kebutuhan Daya pada Mesin Tanpa beban


Untuk mencari kebutuhan daya di gunakan rumus
berikut :

Diketahui :
mporos = 1 kg
mpengaduk = 0,4
kg
rporos = 15 mm =

9
0
,
0
1
5
m

r
p
e
n
g
a
d
u
k

1
1
0
m
m

0
,
1
1
m

1
Jadi
:
I1 = 1 mporos . ( rporos )2 …………………….(2.3)
2

..................
I2 = 1 mpengaduk . (rpengaduk)2 (2.4)
2

Itotal = I1 + …………………….(2.5)

𝑎 = 2𝜋𝑛2 …………………….(2.6)
60

N1 =Ix𝑎 …………………….(2.7)

Diketahui :
𝜌 = 350 𝑘𝑔/m3 = 0,68 slug/ft2
𝜇 = 0,6 N.s/m2 = 0,06 pa.s = 12,54 x 10-4
lbf.s/ft2 L = 0,04m / 0,3048 = 0,131 ft
N = 140 rpm = 2,33
rps D = 0,34 m = 1,12
ft W = 0,03 m = 0,09
ft H = 0,11 m = 0,36 ft
N2 = 0,000129.L2,72.𝜇0,14.N2,86.𝜌0,86.D1,1.W0,3.H0,6 …(2.8)
Ntotal = N1 + N2...............................................................(2.9)

1
N =𝑁𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 …………………...(2.10)
𝑛𝑛

2.3.6 Daya yang di Transmisikan


Belt berputar dengan kecepatan keliling v (m/s), sambil
memindahkan beban sebesar Fe (kgf), maka daya yang
ditransmisikan dalam satuan kW sebesar:
Dengan melihat adanya kehilangan daya sebesar LT,
maka efisiensi transmisi sistem belt (tanpa memperhatikan
tahanan udara dan gesekan pada bantalannya) adalah :

η= 𝐹𝑒.𝑣 …………………..(2.11)
𝐹𝑒.𝑣+ 𝐿𝑇

dimana :
η = 0,96 untuk V-belt

2.3.7 Hal-hal Penting dalam Perencanaan Poros


Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal berikut
ini perlu diperhatikan :
(1) Kekuatan poros
Suatu poros dapat mengalami beban puntir atau lentur
atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga ada poros yang
mendapat `beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling
kapal atau turbin, dll. Sebuah poros harus direncanakan
dengan baik hingga cukup kuat untuk menahan beban-beban
yang terjadi.

(2) Kekakuan poros


Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang
cukup besar, tetapi jika lenturan puntirannya terlalu besar
akan mengakibatkan getaran dan suara (contoh pada turbin
dan kotak roda gigi). Karena itu,kekuatan poros terhadap puntir
juga diperhatikan dan sdisesuaikan dengan macam beban mesin

1
yang akan ditopang poros tersebut.

(3). Putaran kritis.


Putaran kritis yaitu ketika putaran mesin dinaikkan dan
terjadi getaran yang cukup besar. Oleh sebab itu poros harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga putaran poros lebih
rendah dari putaran kritis.

(4). Korosi
Bahan–bahan yang dipilih yakni yang bersifat tidak
korosif karena ini akan menyebabkan kekuatan pada poros
melemah karena korosi/karat dan memperpendek umur
komponen.

2.3.8 Poros dengan Beban Bending Murni


Dari bahan yang dipilih dapat ditentukan tegangan
bending yang diijinkan. Momen tahanan bending untuk poros
dengan diameter d, adalah :

𝜋.𝑑 3
Wb= 32
....................................................(2.12)

Dari tegangan bending, momen bending dan momen


tahanan bending dapat ditentukan diameter poros minimum
yang diijinkan.

𝑀𝑏
𝜎� 𝖶𝑏
𝑆𝑦 𝑀 10,2 𝑀
𝑝
(
𝜋
)𝑑3 = 𝑑3
𝑁 3

10,2 1 .....................................................(2.13)
d [𝑀]
(𝑆𝑦𝑝).
3

𝑁
dimana :
𝜎𝑛 = tegangan bending yang diijinkan (kg/mm2)
M = momen bending (kg.mm)
1
Z = momen tahanan bending (mm3)
Syp = tegangan tarik bahan (kg/mm2)
N = angka keamanan
d = diameter poros (mm)

2.3.9 Poros dengan Beban Bending dan Torsi


Poros mendapat beban torsi dan bending karena
meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi ataupun rantai
sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser
dan tegangan karena bending.
Beban yang bekerja pada poros pada umumnya adalah
beban berulang. Jika poros tersebut mempunyai roda gigi,
maka akan terjadi kejutan pada saat awal berputar.
Dengan mengingat macam beban, sifat beban, dan lain-
lain, ASME menganjurkan suatu rumus yang sederhana untuk
menghitung diameter poros dimana sudah dimasukkan
pengaruh kelelahan karena beban berulang. Faktor koreksi
yang digunakan adalah Kt untuk momen torsi yang besarnya 1-
1,5 jika terjadi sedikit kejutan, Km untuk momen bending yang
besarnya 1,5-2 jika terjadi tumbukan ringan.
Rumus yang digunakan untuk mencari diameter poros :
1
d ≥ * 32.𝑛 √(𝑀)2 + (𝑇)2 +3
.............................(2.14)
𝜋.𝑆𝑦𝑝

dimana : d = diameter poros (mm)


M = momen bending
(kg.mm) T = momen torsi
(kg.mm)

2.3.10 Bearing (Bantalan)


Bearing merupakan elemen mesin yang menumpu
poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya
dapat berlangsung secara halus, aman dan panjang umur.
Seperti pada gambar 2.6. Bearing harus cukup kokoh agar
poros serta elemen-elemen mesin dapat bekerja dengan baik.
1
Jika bearing tidak berfungsi dengan baik, maka kemampuan
seluruh sistem akan menurun atau tidak bekerja dengan
semestinya. Jadi, bearing dalam pemesinan dapat
disamakan peranannya dengan pondasi pada gedung.

Gambar. 2.3 Bearing


Sumber: : McGraw-Hill Concise Encyclopedia of Engineering.
© 2002 by The McGraw-Hill Companies, Inc.

2.3.11 Klasifikasi Bearing


Bearing dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Atas dasar gerakan bearing terhadap poros
a. Bearing luncur
Pada bearing ini terjadi gesekan luncur antara
poros dan bearing karena permukaan poros ditumpu
oleh permukaan bearing dengan perantaraan lapisan
pelumas.
b. Bearing gelinding
Pada bearing ini terjadi gesekan gelinding antara
bagian-bagian yang berputar dengan yang diam
melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol
atau jarum, dan rol bulat.
2. Atas dasar arah beban terhadap poros
a. Bearing radial

1
Arah beban yang ditumpu bearing ini adalah
tegak lurus dengan sumbu poros.
b. Bearing axial
Arah beban bearing ini sejajar dengan sumbu
poros.
c. Bearing radial-axial
Bearing ini dapat menumpu beban yang arahnya
sejajar dan tegak lurus sumbu poros.
Oleh karena pembebanan bearing yang tidak ringan
maka bahan bearing harus tahan karat, kuat, mempunyai
koefisien gesek rendah dan mampu bekerja pada temperatur
tinggi. Proses pemilihan bearing dipengaruhi oleh pemakaian,
lokasi dan macam.
Dalam pemilihan bantalan perlu mempertimbangkan
gaya atau beban yang bekerja pada bearing dimana kekuatan
bahan bearing harus lebih besar daripada beban yang mengenai
bearing tersebut. Beban yang diterima oleh bearing biasanya
adalah beban aksial dan radial yang konstan dan bekerja pada
bearing dengan ring dalam berputar dan ring luar tetap (diam).

2.3.12 Perencanaan Bearing


Dalam perencanaan ini akan digunakan jenis bearing
gelinding (rolling bearing) karena bearing ini mampu
menerima beban aksial maupun radial relatif besar. Bearing
gelinding umumnya lebih cocok untuk beban kecil daripada
bearing luncur. Tergantung dari pada bentuk elemen
gelindingnya. Putaran pada bearing ini dibatasi oleh gaya
sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut. Karena
konstruksinya yang sukar dan ketelitiannya yang tinggi, maka
bearing gelinding hanya dibuat di pabrik-pabrik tertentu.
Keunggulan bearing ini adalah gaya geseknya yang
sangat rendah, pelumasnya sangat sederhana, cukup dengan
gemuk (steand pead), bahkan pada jenis yang memakai sil
sendiri tidak perlu memakai pelumas lagi. Pada waktu memilih

1
bearing ciri masing-masing harus dipertimbangkan sesuai
dengan pemakaiannya, lokasi dan macam beban yang dialami.

Gambar 2.4 Tipe Bearing Gelinding


Sumber: Suhariyanto, Elemen Mesin II

2.3.13 Beban Ekivalen pada Bearing


Beban ekivalen adalah beban radial yang konstan yang
bekerja pada bantalan dengan ring dalam yang berputar dan
ring luar yang tetap, dan akan memberikan umur yang sama,
seperti bila bearing bekerja dengan kondisi nyata untuk beban
dan putaran yang sama.
Beban ekivalen pada bearing adalah :
P = V. Fr ………………………….(2-15)
Dimana :
P = Beban ekivalen
(kgf) Fr = Beban Radial
(kgf)
V = Faktor putaran konstanta
1
= 1,0 untuk ring dalam yang berputar
= 1,2 untuk ring luar yang berputar

2.3.14 Prediksi Umur Bearing


Dalam memilih bearing gelinding, umur bearing sangat
perlu diperhatikan. Ada beberapa definisi mengenai umur
bearing, yaitu :
1. Umur (Life)
Didefinisikan sebagai jumlah perputaran yang dapat
dicapai dari bearing sebelum mengalami kerusakan
atau kegagalan yang pertama pada masing-masing
elemennya seperti roll atau bola atau ring.
2. Umur berdasarkan kepercayaan (Rating Life)
Didefinisikan sebagai umur yang dicapai
berdasarkan kepercayaan (reliability) 90% berarti
dianggap 10% kegagalan dari jumlah perputaran.
Umur ini disimbolkan denga L10 dalam jumlah
perputaran atau L10h dengan satuan jam dengan
anggapan putarannya konstan.
3. Basis kemampuan menerima beban (Basic Load
Rating)
Disebut juga dengan basic load rating (beban
dinamik) diartikan sebagai beban yang mampu
diterima dalam keadaan dinamis berputar dengan
jumlah putaran konstan 106 putaran dengan ring luar
tetap dan ring dalam yang berputar.
4. Kemampuan menerima beban statis (Basic Static
Load Rating)
Didefinisikan sebagai jumlah beban radial yang
mempunyai hubungan dengan defleksi total yang
terjadi secara permanen pada elemen-elemen
bearingnya, yang diberikan tekanan, disimbolkan
dengan C0.

1
Umur dari bearing dapat dihitung dengan persamaan
di bawah ini:
= (𝐶)B 106 ……………………………(2-16)
L10 𝑃60.𝑛

Dimana :
L10 = Umur bearing (jam
kerja) P = Beban ekivalen
(kgf)
C = Beban dinamis (kgf)
B = Konstanta tergantung tipe bearing
= 3,0 untuk bearing bola
= 10/3 untuk bearing roll
n = Jumlah putaran (rpm)
2.3.15 Pasak
Seperti halnya baut dan sekrup, pasak digunakan untuk
membuat sambungan yang dapat dilepas yang berfungsi
untuk menjaga hubungan putaran relatif antara poros dengan
elemen mesin yang lain seperti : Roda gigi, Pulley,
Sprocket, Impeller dan lain sebagainya.
Distribusi tegangan secara aktual pada sambungan pasak
tidak dapat diketahui secara lengkap, maka dalam
perhitungan tegangan disarankan menggunakan faktor
keamanan sebagai berikut :

1. Untuk torsi yang tetap dan konstan N = 1,5


2. Untuk beban kejut yang kecil ( rendah ) N = 2,5
3. Untuk beban kejut yang besar terutama bolak – balik N =4,5

Pada pasak yang rata, sisi sampingnya harus pas dengan


alur pasak agar pasak tidak menjadi goyah dan rusak.ukuran
dan standard yang digunakan terdapat dalam lapisan.Untuk
pasak, umumnya dipilih bahan yang mempunyai kekuatan
tarik lebih dari 60 kg/ mm, lebih kuat daripada porosnya.
Kadang sengaja 2 dipilih bahan yang sengaja lemah untuk
pasak, sehingga pasak terlebih dahulu rusak daripada
1
porosnya. Ini disebabkan harga pasak yang murah serta
mudah menggantinya.

Menurut bentuk dasarnya pasak dapat dibedakan menjadi:


1. Pasak datar ( Square key )
2. Pasak Tirus ( Tapered key )
3. Pasak setengah silinder ( Wood ruff key )

Menurut arah gaya yang terjadi pasak digolongkan


menjadi :
1. Pasak memanjang ( Spie )
Pasak yang menerima gaya sepanjang pasak terbagi
secara merata. Pasak ini dibedakan menjadi pasak baji, pasak
kepala, pasak benam dan pasak tembereng.

2. Pasak melintang ( pen )


Pasak yang menerima gaya melintang pada penampang
pen. Pen ini dapat menjadi dua yaitu pen berbentuk pipih dan
pen berbentuk silindris.
Pada perencanaan mesin pemeras kopra ini dipakai
tipe pasak datar segi empat karena dapat meneruskan
momen yang besar dan komersial pasak ini mempunyai
dimensi yaitu lebar (W).
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 25
- 35 % dari diameter poros, dan panjang pasak jangan
terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros (antara
0,75 sampai 1,5 D). Karena lebar dan tinggi pasak sudah
distandardkan.

2
Gambar 2.5 Macam-macam pasak
( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1997.Hal 24)

Gambar 2.6 Penampang alur pasak


( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1997.Hal 10 )

2
Gambar 2.6 Gaya yang terjadi pada pasak
( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1997.)

Keterangan :
h = Tinggi pasak ( mm
) b = Lebar pasak ( mm )
L = Panjang pasak ( mm )
Fs = Gaya geser ( kg/mm2
)
Fc = Gaya Kompresi ( kg/mm2 )

Bila poros berputar dengan torsi sebesar T maka pasak


akan menerima gaya F dan selanjutnya akan menimbulkan
tegangan geser ( σs) dan tegangan kompresi ( σc).

2.3.16 Perencanaan Pasak


Pasak adalah bagian elemen mesin yang berfungsi
untuk menyambung dan juga untuk menjaga hubungan
putaran relatif antara poros dengan peralatan mesin yang lain.

2
Gambar 2.7 Dimensi Pasak
Sumber: Sularso, Dasar perencanaan dan Pemilihan Elemen
Mesin

Distribusi tegangannya dapat terjadi, sehingga dalam


perhitungan tegangan disarankan menggunakan faktor
keamanan sebagai berikut :
a. N = 1 untuk torsi yang tetap atau konstan
b. N = 2,5 untuk beban kejut kecil atau rendah
c. N = 4,5untuk beban kejut yang besar terutama dengan
bolak balik.
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara
25% sampai 30 % dari diameter poros, dan panjang pasak
jangan terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros,
yaitu antara 0,75 s/d 1,5 kali dameternya. Pasak mempunyai
standardisasi yang sesuai dengan desain yang dibutuhkan.

Gambar 2.8 Kedudukan pasak terhadap poros


Sumber: Sularso, Dasar perencanaan dan Pemilihan Elemen
Mesin

2
2.3.17 Gaya yang Bekerja Pada Pasak
Pada perencanaan alat ini, pasak yang digunakan adalah
pasak datar segi empat. Pasak tipe ini umumnya mempunyai
domensi lebar (W) dan tinggi (H) yang besarnya sama dan
kira- kira sama dengan 0,25 diameter poros. Dari tinggi sebesar
H tersebut setengahnya masuk kedalam hub. Bila pasak
berputar dengan torsi sebesar T, maka akan menghasilkan gaya
yang bekerja pada diameter luar poros dan gaya inilah yang
akan bekerja pada pasak.
D
r
2
T
F
r
2T
F D
(kgf) …………………....(2.17)
Dimana :
F = Gaya pada pasak (kgf)
T = Torsi (kgf. mm)
D = Diameter (mm)
r = Jari-jari (mm)

2.3.18 Perhitungan Berdasarkan Tegangan Geser


Perhitungan tegangan geser dihitung
menggunakan rumus berikut:
FA
S
S ……………………(2.18)

S  F
WL ……………………(2.19)
2T
S 
D W  ……………………(2.20)
L

2
Dimana :
τs = Tegangan geser (Pa)
F = Gaya pada pasak (N)
W = Lebar pasak (mm)
L = Panjang pasak (mm)
D = Diameter poros
(mm) Tegangan ijin pada pasak
K s  Syp
| S |
N ………………….(2.21)
Denga alasan keamanan maka nilai tegangan geser
n
pada pasak harus lebih kecil satu sama dengan nilai tegangan
ijin geser pada pasak.
| S | S
Ks  Syp 2T
 D W 
N
L
2T  N
L  Ks  Syp W  D …………………(2.22)
(mm)
Dimana : N adalah nilai keamanan pasak dan nilai Syp pasak
(diketahui dengan melihat tabel properti bahan)

2.3.19 Perhitungan Berdasarkan Tegangan


Kompresi Tegangan kompresi dihitung
menggunakan rumus berikut:
F
 
C
AC F
 
C
0,5 H 
L 4T
C
D  H  L (pa)
……………………(2.23)

2
Dimana :
σc = Tegangan kompresi (Pa)
F = Gaya pada pasak (N)
H = Tinggi pasak (mm)
L = Panjang pasak (mm)
D = Diameter poros (mm)

2.3.20 Perencanaan Belt dan Pulley


Adapun perencanaan transmisi daya yang digunakan
pada mesin pengirat bambu adalah belt yang terpasang pada
dua buah pulley, yaitu pulley penggerak dan pulley yang
digerakkan. Sedangkan belt yang digunakan adalah jenis V-
Belt dengan penampang melintang bentuk trapesium karena
transmisi ini tergolong sederhana serta lebih murah
dibandingkan dengan penggunaan transmisi yang lain.
Jenis V-belt terbuat dari karet dan mempunyai
penampang trapesium. Tenunan atau semacamnya
dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang
besar. V-belt dibelitkan dikeliling alur pully yang berbentuk V-
belt pula.

Gambar 2.9 Transmisi belt dan pulley


( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1997.Hal 168)

Adapun perencanaan transmisi belt dan pulley motor ke


pulley yang digerakkan dimana direncanakan.

2
2.3.21 Diameter Pulley
Diameter pulley yang terlalu kecil akan memperpendek
umur sabuk. Dalam tabel telah diberikan diameter pulley
minimum yang diizinkan dan dianjurkan menurut sabuk yang
bersangkutan.

Diameter pulley yang diijinkan dan dianjurkan (mm)

Untuk menurunkan putaran maka dipakai rumus


perbandingan reduksi i (i > 1).
n1 d
 i  2 ...……………………..……(2.24)
n2 d1
Maka dapat dihitung diameter pulley yang digerakkan :
d2  i . ...……………………….……….(2.25)
Dimana :
i = Perbandingan reduksi
n1 = Putaran pulley penggerak (rpm)
n2 = Putaran pulley yang digerakan (rpm)
d1 = Diameter pulley penggerak (mm)
d2 = Diameter pulley yang digerakkan (mm)
(Sularso, Kiyokatsu, 1978: Dasar Pemilihan dan
Penelitian
Elemen Mesin, Hal 166)

2.3.22 Kecepatan Keliling Pulley


Kecepatan pada belt dapat dihitung
dengan menggunakan rumus :
 .d1 .n1 60.1000
v = ...……………..…….………..(2.26)

2
Dimana :
v = Kecepatan (m/s)
d1 = Diameter pulley penggerak (mm)
n1 = Putaran per menit (rpm)

(Sularso, Kiyokatsu, 1978: Dasar Pemilihan dan


Penelitian Elemen Mesin, Hal 166)

2.3.23 Diameter Ekivalen


Diameter ekivalen ditentukan dengan memperhatikan
faktor diameter kecil (Fb).
de  d1. ..…..…………………….……...(2.27)
Dimana :
de = Diameter ekivalen (mm)
d1 = Diameter pulley penggerak (mm)
Fb = Faktor diameter kecil (mm)

(Machine Design Databook.pdf, Chapter 21.22)

2.3.24Panjang Belt
Panjang belt yang akan digunakan, dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

L = 2 . ɑ +  (d +d )+ (d21  d )2
21 ..……………(2.28)
2 4.a
Dimana :
L = Panjang belt (mm)
a = Jarak antar poros (mm)
d2 = Diameter pulley yang digerakan (mm)
d1 = Diameter pulley penggerak
(mm) (Machine Design Databook.pdf, Chapter
21.34)
a = 1,5 sampai 2 kali pulley besar.
(Sularso, Kiyokatsu, 1978: Dasar Pemilihan dan
Penelitian Elemen Mesin, Hal 166)
2
2.3.25Sudut Kontak
Adalah besarnya sudut kontak antara pulley dan belt.
Untuk mengetahui berapa derajat sudut kontak dan panjang
belt belt yang akan digunakan, dapat dihitung dengan
menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :
α

Gambar 2.10 Sudut Kontak


( Sularso, Kiyokatsu Suga; 70

d2  d1
α = 1800   ..…………….………(2.29)
60 0

Dimana :
α = Sudut kontak ( o )
D2 = Diameter pulley besar ( mm )
D1 = Diameter pulley kecil ( mm )
A = Jarak antar poros ( mm )
( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1994.Hal 173 )

2.3.26 Power Rating Per Strand


Besarnya daya yang dapat ditransmisikan oleh 1 sabuk.

*  0,4519,620,765.v2 
P v  0,09    ...…..….(2.30)
v de 104 
Dimana :
P* = Daya rata-rata per sabuk (kW )

2
v = Kecepatan linier sabuk (m/s)
de = Diameter ekivalen (mm)

(Machine Design Databook.pdf, Chapter 21.22)

2.3.27 Jumlah
Sabuk
P. Fa ..………...……………..…(2.31)
Z 
P*. Fcd. F
Dimana :
Z = Jumlah sabuk
P = Daya (kW)
Fa = Faktor koreksi beban
P *
= Daya rata-rata per sabuk
(kW) Fc = Faktor koreksi panjang
belt Fd = Faktor koreksi sudut kontak

(Machine Design Databook.pdf, Chapter 21.34)

2.3.28 Dimensi Pulley

Gambar 2.11Dimensi pulley


(Suhariyanto.2006.Diktat Elemen Mesin I)

Keterangan :
S = Jarak antara tepi dan tengah alur pulley (mm)
3
b = Lebar alur pulley (mm)
φ = Sudut alur pulley (0)
B = Lebar pulley (mm)
Din = Diameter dalam pulley (mm)
Dout = Diameter luar pulley (mm)
Data-data untuk mencari diameter luar dan dalam
pulley poros motor dan pulley poros yang digerakkan, didapat
dari (lampiran 13) tentang spesifikasi V-Belt Type A.

Diameter luar pulley


Dout = Dm + 2.c ..……………(2.32)
Diameter dalam pulley
Din = Dm – 2.e ..……….……(2.33)
Lebar pulley
B = (Z-1) t + 2 . s ..………..(2.34)
Dimana :
Dout = Diameter luar pulley (mm)
Din = Diameter dalam pulley
(mm) B= Lebar pulley (mm)
Z = Jumlah belt
(Dobrovolsky, 1978: Machine Element, hal.221)

2.3.29 Gaya-Gaya pada Belt dan Pulley


Daya rencana dihitung dengan mengalikan daya yang
akan diteruskan dengan faktor koreksi (lampiran ).
Pd  P. fc ..……………….…………………(2.35)
Dimana :
Pd = Daya rencana (kW)
P = Daya (kW)
fc = faktor koreksi
(Sularso, Kiyokatsu, 1978:, Hal 166)

 Gaya efektif yang bekerja sepanjang lingkaran jarak


bagi alur pulley :

Fe  Pd .102
..……………….………………(2.36)
v

3
 Gaya Tarik

o Fe = F1 – F2 ..….…………………...(2.37)
F1  e .
o ….………….….…………(2.38)
F2
Dimana :
Fe = Gaya efektif (kg)
F1 = Gaya pada sisi tarik (kg)
F2 = Gaya pada sisi kendur
(kg) μ = Koefisien gesek
θ = Sudut kontak (0)

2.3.30 Gaya Pulley Terhadap Poros

Gambar 2.12 Diagram uraian gaya pada poros pulley

Gaya pulley terhadap poros merupakan gaya resultan


dari F1 dan F2. Besarnya gaya pulley yang terjadi pada poros
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
FR =F 2 12 F 2 ....….…………………(2.39)
Dimana :
FR = Gaya resultan (kg)
F1 = Gaya pada sisi tarik (kg)
F2 = Gaya pada sisi kendur (kg)

3
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

3
BAB III
METODOLOG
I

Untuk lebih memperjelas dalam metode penyusunan


Tugas Akhir ini disusun dengan diagram alir seperti
berikut :

3.1 Diagram Alir Perencanaan

Mulai

Studi Literatur Observasi

Konsep

Perencanaan

Pemilihan Komponen

Pembuatan Mesin

Pengujian

TIDAK
Sistem berjalan

3
YA
Evaluasi

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir perencanaan rancang bangun


mesin

Dalam perencanaan membuat mesin pengaduk


adonan donat ini menggunakan metode penelitian,
meliputi :

1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mempelajari buku-
buku pedoman yang berhubungan dengan sistem
pengadukan (spinning), hasil publikasi ilmiah, serta
melalui penelitian yang berhubungan dengan perencanaan
system pengadukan dalam rangka memperoleh dasar teori
dan melengkapi perancangan.

2. Observasi lapangan
Sedangkan observasi atau studi lapangan untuk
pengambilan data dilakukan dengan cara survei langsung
untuk mendapatkan informasi dan data-data mengenai cara
pembuatan produk adonan dan jenis material apa saja yang
digunakan. Serta untuk mengetahui dimana titik
kekurangan pada mesin – mesin pengaduk adonan
sederhana yang sudah ada.

3
3. Konsep
Mesin ini akan digunakan industri pangan yang
kecil karena kapasitas adonan yang dihasilkan kecil,
dengan kondisi tempat yang sempit, mudah untuk
dioperasikan dan menghemat tenaga.

4. Perencanaan
Perencanaan ini dilakukan dengan cara
mengaplikasikan dasar teori yang telah ada dan
menggunakannya dalam perhitungan perancangan,
sehingga dapat diketahui mengenai mekanisme kerja
yang diinginkan agar alat tersebut aman dalam
pengoperasian.

5. Pembuatan Mesin
Pada tahapan ini dilakukan proses permesinan pada
rancang bangun alat yang diperoleh dari perencanaan dan
perhitungan mesin. Dan dari hasil perhitungan dan
perencanaan dapat diketahui spesifikasi dari bahan
maupun dimensi dari komponen yang akan diperlukan
untuk pembuatan alat. Dari komponen yang diperoleh
kemudian dilakukan perakitan untuk membuat alat yang
sesuai dengan desain yang telah dibuat.

6. Pengujian
Setelah rancang bangun alat selesai, dilakukan
pengujian mesin tersebut dan dicatat hasil pengujiannya,
apakah mesin tersebut berjalan baik atau tidak.

7. Evaluasi
Tahap ini dilakukan dengan menarik kesimpulan
yang didapat dari hasil pengujian yang telah dilakukan dan
dilanjutkan dengan pembuatan laporan.

3
3.2 Cara Kerja Mesin Pengaduk Adonan Donat
Cara kerja mesin pengaduk adonan ini sangat
sederhana, pengguna hanya menekan tombol on/off
yang tersedia pada panel dimesin. Berikut adalah
runtutan sistem pemakaian mesin pengaduk adonan
ini :
1) Siapkan semua bahan – bahan yang digunakan
untuk pembuatan adonan.
2) Masukkan semua bahan – bahan tersebut kedalam
wadah mesin diawali dengan tepung.
3) Putar tombol on untuk memutar pisau pengaduk
mesin.
4) Tunggu sampai adonan mulai kental dan merata.
5) Jika sudah selesai putar kembali tombol off untuk
menghentikan putaran pisau.
6) Selesai.

3
D
B C E

A F G
H
Gambar 3.2 Gambar Benda Kerja
Keterangan gambar :
A. Panci Pengadukan
B. Gearbox 1:10
C. Pulley pada gearbox
D. Poros pada Gearbox
E. Pulley pada penggerak
F. Motor ½ PK
G. Panel Tombol

3
Halaman ini sengaja dikosongkan

3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Gaya


Gaya yang dibutuhkan untuk pengadukan adonan
sampai benar – benar kental sebasar 11,7 Kgf dalam
waktu 15 menit dengan kapasitas adonan tiap 1 kg.

4.2 Kebutuhan Daya Pada Mesin Tanpa Beban

Untuk mencari kebutuhan daya di gunakan rumus


berikut :

Diketahui
:
mporos = 1 kg
mpengaduk = 0,4
kg
rporos = 15 mm =
0,015m rpengaduk = 110mm
Jadi :
= 0,11m

1 2
I1 = mporos . ( rporos )
2
= 1 . 1 . (0,015)2
2
= 1,125 x 10-4

1 2
I2 = mpengaduk . (rpengaduk)
2

4
= 1 . 0,4 (0,11)2
2
= 24,2 x 104

4
Itotal = I1 + I2
= 1,125 x 10-4 + 24,2 x 104
= 25,325 x 10-4
2𝜋𝑛2
𝑎 = 60 2
=
2.3,14 . (23,3)
60
=
56,82

N1 =Ix𝑎
= 25,2x10-4 x 56,82
= 0,14 Hp

Diketahui :
𝜌 = 350 𝑘𝑔/m3 = 0,68 slug/ft2

𝜇 = 0,6 N.s/m2 = 0,06 pa.s = 12,54 x 10-4

lbf.s/ft2 L = 0,04m / 0,3048 = 0,131 ft

N = 140 rpm = 2,33

rps D = 0,34 m = 1,12

ft W = 0,03 m = 0,09

ft H = 0,11 m = 0,36 ft

N2 = 0,000129.L2,72.𝜇0,14.N2,86.𝜌0,86.D1,1.W0,3.H0,6

= 0,000129 (0,131)2,72.( 12,54 x 10-4)0,14. (2,33)2,86

4
(0,68)0,86 .(1,12)1,1. (0,09)0,3. (0,36)0,6

= 0,000129. 0,004. 0,39. 11,24. 0,72. 1,13. 0,48.

0,54

= 0,37 Hp

Ntotal = N1 + N2

= 0,14 Hp + 0,37 Hp

= 0,51 Hp

Untuk 𝑛n = 0,95
𝑁𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
N=
𝑛𝑛

0,61
= 0,95

= 0,54 Hp

Dari hasil perhitungan diatas, maka diputuskan

dalam perencanaan mesin pengaduk adonan donat ini

menggunakan motor AC ½ Phase dengan daya 0,5Hp

,0,37kw,dan putaran 1400 rpm.

4
4.3 Perhitungan Torsi
Perhitungan torsi saat motor sudah direduksi
dengan gearbox dan menghasilkan putaran 140.

Dimana: P = 0,37 kW

n = 140 Rpm

𝑝
T = 9,74 x 105 𝑛

0,37
T = 9,74 x 105
1

T = 2574,14 kg.f

4.4 Perhitungan Gaya

Dimana: T = 2574,14 kg.f

r = 110 mm

Fs= ?

T=
T
Fs =
𝑟

4
2574,14 kg.f
=
110 𝑚𝑚

= 23,4 kg.f/mm

4.5 Perhitungan Wadah Adonan

Di rencanakan adonan yang akan di proses adalah


3 kg. Dengan rincian 3 kg tepung dan bahan yang lain
menyesuaikan.

Massa jenis adonan (ρ) :

m = massa adonan dalam 1 liter

ρ =m
𝑣

0,35
=10−3𝑚3

= 350 kg/m3

Volume kapasitas adonan yang dimasukkan

(v) : 3𝑘g
V=
350𝑘g/𝑚 3

= 0,008 m3 = 8 liter

4
Wadah pengadukan harus memiliki volume lebih
dari 8 liter agar bisa memproses dengan baik.Wadah
pengadukan mengikuti bentuk dari pisau pengaduk.

Dan direncanakan sebagai berikut :

Untuk menghitung volume wadah trapezium tersebut, di

potong dulu menjadi 3 bagian. Yaitu 2 prisma dan satu

balok.

V prisma = Luas alas x tinggi

= √𝑠(𝑠 − 𝑎)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐)𝑥150

= √195,15(100,15)(180,15)(49,85)𝑥150

=√17.223.410,8𝑥150

= 4.150,1 x 150

= 622.516,5 mm3 = 0,6 liter

4
Volume Balok =s x s x s

= 150 x 150 x 110

= 2.475.000 mm3

= 2,5 liter

Volume total wadah bagian bawah adalah :

= 2x (V.prisma) + V. Balok

= 2 x (0,6) + 2,5

= 3,7 liter

Volume wadah bagian atas :

V=sxsxs

= 340 x 340 x 190

= 21.964.000 mm3

= 21,9 liter

Total Volume wadah pengaduk adalah:

= 21,9 + 3,7

= 25,6 liter

4
4.6 Belt Dan Pulley

Mesin ini menggunakan belt dan pulley sebagai


transmisi daya. Penggunaan belt ini bertujuan untuk
meningkatkan effisiensi daya.
Data yang diketahui :
P = Daya yang ditransmisikan 0,5 HP
n1 = Putaran pada pulley motor 1400 rpm
n2 = Putaran pada pulley gear box 1400 rpm

4.6.1 Belt

Pada sub bab belt ini akan menghitung daya


perencanaan, momen torsi, tipe belt yang digunakan,
kecepatan belt, panjang belt, tegangan maksimal belt dan
umur belt agar penggunaan belt aman.

4.6.2Daya Perencanaan
Besarnya daya perencanaan belt (Pd) bisa dihitung
dengan rumus berikut :

Pd  fc  P

Dimana :
fc = Faktor koreksi (didapatkan pada lampiran tabel
dengan pertimbangan variasi beban kecil dan jumlah jam
kerja 8-10 jam perhari dengan nilai 1,3)

Jadi
Pd 1,3  0,5 HP  0,65 HP

4.6.3 Momen Torsi


Besarnya momen torsi belt (T) bisa dihitung
4
dengan rumus berikut :
P
T  716.200  d
n1
0,65
T  716.200   332,521kg.cm
1400

4.6.4 Tipe Belt


Tipe belt ditentukan oleh daya perencanaan (Pd)
dan putaran pulley pada mesin (n1) agar belt aman saat
digunakan.

Dimana :
Pd = Daya perncanaan = 0,65 HP = 0,48 KW
n1 = Putaran pulley pada mesin = 1400 rpm

4.6.5 Pemilihan atau perhitungan Diameter

Untuk memilih atau mengitung besarnya diameter


pulley, dapat menggunakan rumus perbandingan putaran
i.

4.6.6 Kecepatan V Belt


Besarnya kecepatan v belt dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
  d.n1
v  60 1000

Dimana :
d1 = diameter pulley pada motor sebesar 76,2 mm
n1 = putaran pulley pada motor sebesar 1400
rpm

4
Jadi :
3,14  76,2 mm 1400 rpm
v 60 1000  5,58 m / s

4.6.7 Panjang V Belt dan Tipe Belt


Besarnya panjang v belt dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :

L2C (d) )2
 (d )
 4C
2

Dimana :
d = diameter pulley pada motor sebesar 101,6 mm
C = Jarak antar poros pulley yang direncanakan
sepanjang 220 mm, karena disesuaikan dengan
posisi motor dan gear box

3,14 76,2mm2
L  2  220 mm  76,2mm 
2 
4  220 mm
Jadi  440 mm  119,63 mm  6,6mm
:
 566,23mm
Dikarenakan hasil perhitungan panjang belt tidak
termasuk dalam standart maka kami menggunakan
panjang belt yang standart yaitu A19 = 21,3 inch =
541,02 mm.

4.6.8 Sudut Kontak


Besarnya sudut kontak belt dengan pulley bisa
dihitung dengan rumus sebagai berikut :

5
α = 180O – d
 60
Jadi : C
76,2mm 
  180 0
.60
 
220 mm
 
 1800  20,780  159,22
a  159,22 : 180X 3,14  2,78 rad

4.6.9 Gaya Efektif Belt


Besarnya gaya efektif belt bisa dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
F1  '
e
F2
Fe  F1  F2

Dimana :
α = sudut kontak = 2,78 rad
μ = koefisien gesek antara belt ban pulley = 0,22
dilihat dari bahan pulley (cast iron) dan bahan V
beltnya (solid woven)
e = 2,71
F1 = Gaya pada belt yang kencang ( kgf)
F2 = Gaya pada belt yang kendur ( kgf )

Jadi :
F1
F 2  e  '

5
F1 0,6
 2,710,222,78  2,71
F2
F1  1,82 F2
T1 2574,14kg.mm
F
e r1  220mm  11,7kgf
Fe  F1  F2
11,7 kg = 1,82 F2 – F2
10,77 kg = 0,82 F2
F2 = 13,1 kgf

F1 = 1,92 F2 = 1,92 x 13,1kgf


= 25,152 kgf

4.6.10 Tegangan Maksimum Pada Belt


Besarnya tegangan maksimum pada belt dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
σmax = σ0 + Fe  .v2 h
+ +
2.A Eb Dmin
10.g

Dimana :
σ0 = Tegangan awal = 12 kg/cm2 untuk V belt
Fe = 11,7 kg
v = kecepatan V belt = 5,58 m/s = 558 cm/s
h = ketebalan V belt tipe A = 8 mm = 0,8
cm A = luas penampang V belt tipe A = 0,8
cm2 g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
γ = berat jenis v belt = 1,3 kg/dm3 = 0.0013 kg/cm2
(bahan solid woven cotton lampiran )
Eb = modulus elastisitas bahan v belt = 800
kg/cm2 (bahan solid woven cotton lampiran)
5
D = diameter pulley

5
Jadi :

 max  12kg / cm 2 11,7 kg 0,0013 Kg / cm 3  558cm /


 2  0,81cm2 
s
2

10  981 cm / s2

 800kg / cm2 0,8 cm


 11,7 cm
 12kg / cm2  7,22kg / cm2  0,73kg / cm2  54,7
 74,65 kg / cm2

4.6.11 Jumlah Putaran Per Satuan Panjang

Banyaknya putaran per satuan panjang bisa


dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
v
u
L

Diamana :
v = kecepatan putaran belt yaitu 7,443 m/s
L = panjang belt yaitu 670 mm atau 0,67 m

Jadi :
7,443 m / s 1
u  0,67 m  11,1 s

4.6.12 Umur Belt

Lamanya umur belt dapat dihitung dengan rumus


sebagai berikut:
5
m
N  
base fat
H=
3600.u.X  max 

Dimana :
Nbase = basis atau dasar dari fatique test = 107
cycles ( dilihat pada lampiran )
σfat = 90 kg/cm2 ( didapatkan pada
lampiran) σmax = tegangan maksimum = 74,65
kg/cm2
m = 8 ( tipe V-Belt dilihat pada
lampiran) u = Jumlah putaran per sekon = 8
X = Jumlah pulley

Jadi :
m
N  
base fat
H  
3600.u.X  max  8
7
 10  90kg / cm2 
 3600.8.2 74,65kg / cm  774,96 jam
2

 

4.6.13 Gaya Pulley terhadap Poros


Besarnya gaya pulley yang terjadi pada poros
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :

FR = F122  F 2

5
 93,98 2 48,95 2
 8.832,24  2.396,1
 105,96kgf

4.7 Perhitungan Poros

Pada perhitungan poros, pertama yang akan dicari


adalah tegangan yang akan diterima atau yang
ditimbulkan oleh semua mekanisme yang terpasang pada
poros. Yaitu melalui perhitungan mekanika teknik
mengenai gaya-gaya yang bekerja dan momen yang
terjadi pada poros. Setelah mendapat perhitungan dari
semua mekanika teknik yang terjadi pada poros kita akan
mencari berapa diameter poros yang harus digunakan
agar nantinya alat dapat bekerja dengan aman.

4.7.1 Mencari Besarnya Momen Torsi dan


Momen Bending

Sebelum mencari berapa besarnya diameter poros


yang seharusnya dipakai terlebih dahulu harus mencari
berapa besarnya momen torsi dan momen bending.
Besarnya momen torsi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus.

T = 9,74.105 𝑝
𝑁𝑝

T = 9,74.105 0,37 𝐾w
140 𝑟𝑝𝑚

T = 2.574,14 kg.mm

5
Selanjutnya setelah menghitung berapa besarnya
momen torsi, akan dihitung besarnya momen bending.

4.7.2 Bidang Horisontal dan vertikal

Gambar 4.1 Gaya yang bekerja pada poros


Gaya yang bekerja untuk setiap titik pada poros
dan jarak antara titik satu dengan titik yang lain
ditentukan dengan mengacu persamaan ∑M = 0 dan ∑F
= 0, maka momen bending dan gaya yang bekerja pada
poros untuk bidang horisontal dan vertikal dapat
diketahui.

5
Setelah menghitung gaya dan momen bending
yang terjadi maka dibuat bidang lintang (gaya) untuk
mengetahui apakah perhitungan diatas sudah benar dan
juga agar mudah membuat diagram bidang momen.
Dengan membuat diagram bidang momen tersebut kita
akan bisa melihat letak momen yang terbesar pada poros.

Tinjauan Bidang Horizontal

Ah Bh

FRSinθ FSP ½Ftr ½Ftr Ft

Gambar 4.2 Gaya poros horizontal


Diketahui dari data-data sebelumnya:

   450
 FR  105,96kgf
 F .Sin 105,96kg.Sin450  74,91kgf
R
 Ft  5,28kgf
 Fr  T 4.174,285 kgf .mm
r  
29mm
143,94kgf
 Ftr  1,92kgf

5 F
 FSP  79,48 kgf

  Fh  0
0  F Sin  1 1
F  Ah   F  Bh  F
F
R sp
tr tr t
2 2
1 1
 74,91 79,48  Ah  (1,92)  (1,92)
2 2
 Bh  5,28
 Ah  Bh
Ah  Bh  161,59kg.........(1)

  Mp  0
1 1
0  F (40)  Ah (75)  F (90) 
(270)
F
sp tr tr
2 2
 Bh(285)  Ft (320)
1
 79,41(40)  Ah (75)  (1,92)(90)
2
1
 (1,92)(270)  Bh (285)  5,28(320)
2
 3.176,4  Ah (75)  86,4  259,2  Bh (285)

5
 1.689,6
Ah (75)  Bh (285)  5.2108,6kg.......(2)

6
Persamaan 1 dan 2, eliminasi :

Ah  Bh 
x285
161,59 75Ah  285Bh 
5.208,6 x1

285Ah  285Bh  46.053,15


75Ah  285Bh  5.208,6
210 Ah  40.844,55
Ah  194,49kg...........(3)

Persamaan 3, distribusikan ke persamaan 1 :

Ah  Bh  161,59
194,49  Bh  161,59
Bh  161,59  194,49
 32,9kg

Ah Bh

I II IIIIV VVI
FS
P
I II III IV V V
FRSinθ Ft ½Ftr ½Ftr

Gambar 4.3 Gaya sebenarnya poros horizontal

6
Momen Bending Horizontal

 Potongan I-I kiri

M1
x

FRSinθ
M 0
 M1  FR Sin (x)
M1  105,94.sin 45 (x)

x  0  M1  74,91(0)
0
x  40  M1  74,91(40)
 2.996,4kg.mm

 Potongan II-II kiri

M2
40 x

FRSinθ Fsp

6
M 0
 M 2  FR Sin (40  x)  Fsp
(x) M 2  74,91(40  x)  79,48(x)

x  0  M 2  74,91(40  0)  79,48(0)
 2.996,4kg.mm
x  35  M 2  74,91(40  35)  79,48(35)
 5.775,75  2.781,8
 2.993,65kg.mm

 Potongan III-III kiri


Ah

M3
40 35 x

FRSinθ Fsp

M 0
 M 3  FR Sin (40  35  x)  Fsp (35  x)
 Ah (x)
M 3  74,91(40  35  x)  79,48 (35  x)
 194,49(x)

6
x  0  M 3  74,91(40  35  0)  79,48(35  0) 194,49(0)
 4.801,7
x  15  M 3  81,7(40  35 15)  37,88(35 15)
181,44(15)
 7.353 1.894  2.721,6
 8.180,6kg.mm

 Potongan VI-VI kanan

M6
x

Ft

M 0
 M 6  Ft (x)
M 6  Ft (x)

x  0  M 6  5,28(0)
0
x  35  M 6  5,28(35)
 184,4kg.mm

6
 Potongan V-V kanan

M5

x 35

Bh Ft

M 0
 M 5  Ft (35  x)  Bh
(x) M 5  Ft (35  x)  Bh (x)

x  0  M 5  5,28(35  0)  (32,9) (0)


 184,8kg.mm
x  15  M 5  5,28(35  15)  (32,9) (15)
 164  493,5
 657,5kg.mm

 Potongan IV-IV kanan

M4
x
15
35

½Ftr Bh Ft

6
M 0
 M 4  Ft (35  15  x)  Bh (32,5  x)
1
 F (x)
tr
2 1
M  F (35  15  x)  Bh (15  x) 
(x)
F
4 t tr
2

x  0  M 4  5,28(35  15  0)  (32,9) (15  0)


1
 1,92(0)
2
 228,54kg.mm
x  180  M 4  5,28 (35  15  180)  (32,9) (15  180)
1
 1,92(180)
2
 1.214,4  6.415,5  175,5
 5.025,6kg.mm

6
Gambar 4.4 Diagram geser poros horizontal

8.180,6

2.994,42.993,65

657,5
184,4

-5.025,6

Gambar 4.5 Diagram momen poros horizontal


6
Tinjauan Bidang Vertikal

FRCosθ ½Ftekan ½Ftekan Fr

WP WSP A v ½WR ½WRBv WRG

Gambar 4.6 Gaya poros vertikal

Diketahui :

   450
 F .Cos  105,96kgf .Cos450  74,91kgf
R
 Fr 143,94kgf
 Ftekan  6,6kgf
 WP  4,3kg
 WRG  1,2kg
 WR  6kg
 WSP  0,25kg

6
  Fv  0
0  FR Cos W p Wsp  Av  Ftekan WR  Bv
 Fr Wrg
Av  Bv  FRCos  WP  WSP  Ftekan  WR  Fr  WRG
 74,91 4,3  0,25  6,6  6 143,94 1,2
Av  Bv  237,2kg........(4)

  Mp  0
1
0  W (40)  Av (75)  (F  W )(90)
SP tekan R
1 2
 (F  W ) (270)  Bv (285)
tekan R
2
 (Fr  WRG )(320)
1
 0,25(40)  Av (75)  (6,6  6)(90)
2
1
 (6,6  6) (270)  Bv (285)
2
 (143,94 1.2)(320)
 10  75Av  567 1701 285Bv
 46.448,8
75Av  285Bv  48.716,8kg........(5)

6
 Persamaan 4 dan 5, eliminasi
Av  Bv  237,2  285
75Av  285Bv  1
48.716,8

285Av  285Bv  67.602


75Av  285Bv  48.716,8
210 Av  18.885,2
Av  89,93kg.......(6)

 Persamaan 4 dan 6, disubtitusi


Av  Bv  237,2
89,93  Bv  237,2
Bv  237,2  89,93
 147,27kg

Tinjauan gaya vertikal

FRCosθ ½Ftekan ½Fteka Bv Fr


II III
I IV V VI

I II III IV V VI
WP WSP Av ½WR ½WR WRG
Gambar 4.7 Diagram sebenarnya poros vertikal

7
Momen bending vertikal
Potongan I-I kiri

FRCosθ

M1
x

WP

M 0
 M1  FRCos (x) WP (x)
M1  (FRCos  WP )(x)

x  0  M1  (74,91  4,3) (0)


0
x  40  M1  (74,91  4,3) (40)
 3.440kg.mm

7
 Potongan II-II kiri
FRCosθ

M2
40 x

WP WSP

M 0
 M 2  (FRCos  WP )(40  x)  (WSP ) (x)
M 2  (FRCos  WP )(40  x)  (WSP )(x)

x  0  M 2  (74,91  4,3)(40  0)  (0,25)(0)


 3.168,4kg.mm
x  35  M 2  (74,91  4,3)(40  35)  (0,25)(35)
 5.940,7  8,75
 5.949,5kg.mm

7
 Potongan III-III kiri
FRCosθ

M3
40 35 x

WP WSP Av

 0
M
 M 3  (FRCos  WP )(75  x) 
(WSP )(35  x)  Av (x)
M 3  (FRCos  WP )(75  x)  (WSP )
(35  x)  Av (x)

7
x  0  M 3  (74,91 4,3)(75  0)  (0,25)(35  0)
 89,93(0)
 5.940,75  8,75  5.932kg.mm
x  15  M 3  (74,91 4,3)(75 15)  (0,25)(35 15)
 89,93(15)
 7.128,9 12,5 1.348,8
 5.767,6kg.mm

 Potongan VI-VI kanan

Fr

M6

WRG

7
M 0
 M 6  (Fr  WRG ) (x)
M 6  (Fr  WRG ) (x)

x  0  M 6  (143,94  1,2) (0)


0
x  35  M 6  (143,94  1,2) (35)
 5.058,9kg.mm

 Potongan V-V kanan

Fr
Bv

M5

x 35

WRG

7
M 0
 M 5  (Fr  WRG ) (35  x)  Bv(x)
M 5  (Fr  WRG ) (35  x)  Bv(x)

x  0  M 5  (143,94  1,2) (35  0)  147,27(0)


 5.058,9kg.mm
x  15  M 5  (143,94  1,2) (35  15)  147,27(15)
 5.118,9  2.209,05
 2.909,85kg.mm

 Potongan IV-IV kanan

½Fteka Bv Fr

M4

x 15 35

½WR WRG

7
M 0
M4   WRG ) (50  x)  Bv(15  x)
(Fr
1 1
 ( Ftekan  WR )(x)
2 2

M4  1
(Fr  ) (50  x)  Bv(15  x)
( Ftekan
WRG  2
1
 W )(x)
R
2

x  0  M 4  (143,94  1,2) (50  0)  (147,27)(15  0)


1 1
( . 6)(0)
. 6,6
2 2

 9.466,05kg.mm
x  180  M 4  (143,94  1,2) (50  180)  147,27(15 
180)
1 1
( . 6)(180)
. 6,6
2 2

 36.371,25  26.506,6  1.134
 64.013,85kg.mm

36,13
29,53
23,53
17,87
(+)

(-)

7
91,75
92

Gambar 4.8 Diagram geser poros vertikal

7
64.013,8

5.767,6 5.058,9
5.949,5
3.440 2.909,85

Gambar 4.9 Diagram momen poros vertikal


4.7.3 Momen Terbesar
Setelah didapat momen terbesar dimasing-masing
bidang kita dapat menghitung besarnya momen bending
menggunakan (persamaan 2.46.)
Diket : Mh = 8.180,6 kg.mm
Mv = 64.013,85
kg.mm

M b  (Mh)2  (Mv)2
 (8.180,6 )2  (64.013,85 )2
 4.164.595.208,36
 64.533,67kg.mm
7
4.7.4 Diameter Poros
Agar alat nantinya dapat bekerja dengan baik
dengan besarnya gaya dan momen yang ada oleh karna
itu diameter poros harus sesuai, diameter poros dapat
dicari dengan menggunakan persamaan. Bahan poros
yang nantinya akan digunakan adalah baja AISI 1030

Diket : Syp baja AISI 1030= 0,7 X  t

= 0,7 X 48 Kg/mm2
= 33,6 Kg/mm2
n = 2,5 Faktor keamanan untuk beban kejut
Mb= 64.533,67kg.mm

T = = 4.174,285 kg.mm

 32n 
d  3 .
 S 
M b2 T 2

 yp 

 32.2,5  (64.553,67)2  ( 4.174 )2


d 3  .
  .33,6
 32.2,5 
d 3  .4.184.598.586,46
  .33,6

8
d  3 (0,76).(64.688,47)
d  3 49.163,23
d  36,63mm

Dari perhitungan didapatkan diameter poros yang


dibutuhkan agar alat dapat bekerja dengan aman
dibutuhkan diameter poros yang lebih besar dari 36,63
mm maka digunakan diameter poros sebesr 40 mm untuk
lebih aman.
4.8 Perhitungan Pasak
Pada perencanaan pasak bahan yang digunakan
menggunakan bahan ST37 dengan diameter poros 40 mm
& 60 mm sehingga didapat data sebagai berikut :
Syp = Tegangan ijin bahan yang digunakan ST 37 yang
memiliki nilai Ultimate tensile streng 37 kgf/mm2 dan
nilai tegangan luluh (σyp) 25,9 kgf/mm2
W = Lebar Pasak nilai 8 mm ( dari tabel E3 )
N = Angka Keamanan = 3 ( dari tabel G )
Ks = Kapasitas Tegangan Geser ( 0,6 )
Kt = Kapasitas Tegangan Kompresi ( 1,2 )
T1= Momen torsi poros pengaduk ( 3,17kg.mm )
D = Diameter luar poros diketahui (60 mm)

L = Panjang pasak (mm)105


H = tinggi Pasak=7 mm

8
4.8.1 Perhitungan Pasak Berdasarkan
Tegangan Geser.
Tegangan geser timbul pada permukaan pasak

Gambar 4.10 Tegangan Geser pada Pasak


Rumus yang digunakan untuk mencari lebar panjang
pasak.

 3  2.T3
Ks
W .L.  N
D

2.T1.N
L  W ..D.K
s .S yp

2.3,17.3
 8.25,4.0,6.25,9

L  0,006 mm

8
Perhitungan Pasak Berdasarkan tegangan
4.8.2
Kompresi

Tegangan kompresi yang timbul pada pasak

Gambar 4.11 Pasak terkena tegangan kompresi

c  Kc .Syp
4.T
H.L.D  N

4.T.N
L
H..D.K s .S yp

4.3,17.3
 7.25,4.1,2.25,9

L ≥ 0,007 mm

Jadi hasil perhitungan pasak yang direncanakan sebesar 1


mm

4.9 Bearing atau Bantalan

Dalam mesin pengaduk adonan donat ini


menggunakan bearing jenis bantalan gelinding (rolling
bearing). Dari perhitungan poros didapatkan data sebagai
berikut :

8
Perhitungan Bearing pada Poros Pengaduk
1. Diameter Poros (Dp) : 40 mm
2. Gaya bantalan di titik A (FAV)= 247,44 kg = 2.427,48
N
(FAH)= 267,54 kg = 2.624,64
N
3. Gaya bantalan di titik B (FBV)= 1.282,31 kg =
12.579,52 N
(FBH) = 719,02 kg = 7.063,58
N

4.9.1 Gaya Radial pada Bantalan A


Gaya radial pada bantalan A dapat dihitung
dengan rumus:
𝐹𝑟𝐴 = √(𝐹𝐴𝑉 )2 + (𝐹𝐴𝐻)2
𝐹𝑟𝐴 = √(247,44)2 + (267,54)2
𝐹𝑟𝐴 = √132.804,11
𝐹𝑟𝐴 = 364,42 𝑘𝑔 = 3.574,96 𝑁

Perhitungan Beban Equivalent Pada Bantalan A:


Untuk mengetahui beban eqivalen dapat diketahui
melalui persamaan :
𝑃 = 𝑉 · X · 𝐹𝑟 + 𝑌 · 𝐹𝑎
Cara memilih harga X dan Y dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
i·𝐹𝑎 1·123,72
𝐶𝑜 = 6.950 = 0,16

Jadi : e = 0,22

8
𝐹𝑎 123,72
= = 0,92
𝑉·𝐹r 1·133,77

Sehingga :

𝐹𝑎
𝑉·𝐹r >𝑒

Maka : X = 0,56 dan Y = 1,99


Nilai Fs ball bearing = 2,5 ( Heavy Shock Load )
V1 = 1 ( ring dalam yang berputar )
V2 = 1,2 ( ring luar yang berputar )
Jadi :

𝑃𝑎 = X · 𝑉1 · 𝐹𝑟 + 𝑌 · 𝐹𝑎

𝑃𝑎 = 𝐹𝑠(X · 𝑉1 · 𝐹𝑟) + 1,99 · 123,72 𝑘𝑔

𝑃𝑎 = 2,5(0,56 · 1 · 133,77𝑘𝑔) + 246,20𝑘𝑔

𝑃𝑎 = 433,48 𝑘𝑔 = 4252,42 𝑁

4.9.2 Gaya Radial pada Bantalan B


Gaya radial pada bantalan B dapat dihitung
dengan rumus :

𝐹𝑟𝐵 = √(𝐹𝐵𝑉)2 + (𝐹𝐵𝐻)2


𝐹𝑟𝐵 = √(1.282,31 )2 + (719,02)2
𝐹𝑟𝐵 = √4.002,66
𝐹𝑟𝐵 = 63,26𝑘𝑔 = 620,64 𝑁

8
Perhitungan Beban Eqivalent Pada Bantalan B :
Untuk mengetahui beban eqivalen dapat diketahui
melalui persamaan :
𝑃 = 𝑉 · X · 𝐹𝑟 + 𝑌 · 𝐹𝑎
Cara memilih harga X dan Y dapat dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
i·𝐹𝑎 1·641,158
𝐶𝑜 = 6.950 = 0,23

Jadi : e = 0,34
𝐹𝑎 641,158
𝑉·𝐹r = 1·359,51 = 1,78

Sehingga :

𝐹𝑎
𝑉·𝐹r >𝑒

Maka : X = 0,56 dan Y = 1,31


Nilai Fs ball bearing = 2,5 ( Heavy Shock Load )
V1 = 1 ( ring dalam yang berputar )
V2 = 1,2 ( ring luar yang berputar )
Jadi :

𝑃𝑏 = X · 𝑉1 · 𝐹𝑟 + 𝑌 · 𝐹𝑎

𝑃𝑏 = 𝐹𝑠(X · 𝑉1 · 𝐹𝑟) + 1,31 · 641,158𝑘𝑔

𝑃𝑏 = 2,5(0,56 · 1 · 359,51𝑘𝑔) + 839,92𝑘𝑔

𝑃𝑏 = 1343,23 𝑘𝑔 = 13177,12 𝑁

8
4.9.3 Menghitung Umur Bantalan
Untuk mengetahui berapa umur bantalan yang
nantinya diganti baru, maka mur bantalan sebaiknya
diganti dengan umur:
106
𝐿 =
𝐶 𝑏
10 ( )
60·𝑛𝑝 𝑃

Dimana :
C = 9.070 kgf (ball bearing) , 3380 kgf (roller
bearing)
b = 3.0 (untuk ball bearing), 3,33 (untuk roller
bearing)
n = 140 rpm (putaran poros)

Jadi :

 Bantalan A
Untuk mengetahui umur Bantalan A :
106 𝑏
𝐿 = 𝐶
10 ( )
60·𝑛𝑝 𝑃𝑎
3
106 9.070
𝐿10 = (
)
433,48
60·140𝑟𝑝𝑚

𝐿10
106
= 8400𝑟𝑝𝑚 (9.155,56)

𝐿10 = 1.089,95 j𝑎𝑚

 Bantalan B
8
Untuk mengetahui umur Bantalan B :

8
106
𝐿 = 𝐶 𝑏
10 ( )
60·𝑛𝑝 𝑃𝑏

9.070 𝑘g 3
𝐿10 = 106
60·140 𝑟𝑝𝑚 ( 1343,23 𝑘g)

𝐿10 = 106 (307,54)


8400𝑟𝑝𝑚

𝐿10 = 36.611,905 j𝑎𝑚

4.10 Mencari Sudut Poros

∑=𝑟+𝛾
4.10.1
∑ = Sudut poros

𝜏 = Sudut pitch gear

𝗒 = Sudut pitch pinion

Sudut pitch dapat dicari dengan rumus:


sin ∑
tan 𝑟 =
Nt
+ cos
∑N

sin 45𝑜
tan 𝑟 =
Nt
+ cos 450
N

8
0,707
tan 𝑟 = 1 + 0,707

0,707
tan 𝑟 = 1,707 𝑟𝑟
÷
𝑟 = 𝑎𝑟𝑐 tan 0,41 = 22,20

𝛾 = ∑ − 𝑟 = 450-22,20=22,80

� 𝜋
= 𝑟2

9
Halaman ini sengaja dikosongkan

9
BAB V
PENUTU
P

5.1 Kesimpulan
Dari perhitungan dan perencanaan pada “Rancang
Bangun Mesin Pengaduk Adonan Donat” , diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Daya yang dibutuhkan sebesar 0,5 HP dengan putaran
mesin 1400 rpm yang di reducer menggunakan gear
box ratio 1:10.
2. Sistem transmisi yang digunakan :.
 Ukuran diameter pulley yang digunakan :
 Diameter pulley pada motor 76,2 mm
 Diameter pulley pada Gear box 76,2 mm
 Belt yang dipakai adalah tipe A dengan panjang
belt 670 mm dan menggunakan 1 buah belt.
 Poros yang digunakan pada pengaduk adalah
bahan AISI 1045, lambang S45C dan baja
karbon kontruksi mesin dengan diameter 30 mm
dan panjang 70 mm.
 Tipe Bearing yang digunakan pada poros
pengaduk adalah tipe Single Row Ball Bearing.
3. Dari hasil percobaan mesin :
 Dibutuhkan waktu 15 menit untuk mengaduk
rata adonan 1 kg.

5.2 Saran

1. Untuk kedepannya agar bisa disempurnakan

9
dengan motor yang lebih besar phase dan rpm
nya

9
supaya adonan yang di proses lebih cepat rata dan
juga lebih banyak.
2. Lebih diperhatikan lagi pada sisi “safety” nya.
Karena untuk mengetahui adonan sudah benar-
benar merata atau belum, masih di ambil sedikit
dengan tangan pada saat pisau pengaduk masih
berputar.

9
DAFTAR PUSTAKA

Deutschman, Aaron D. 1975. Machine Design : Theory and


Practice. New York: Macmillan Publishing Co, Inc.
Dobrovolsky, V. 1978. Machine Elements 2nd Edition.
Moscow : Peace.
George E. Dieter, Jr. 1961. Mechanical Metallurgy, McGraw-
Hill Book Company. New York
Kalpakjian, Schmid, 2009. Manufacturing Engineering And
Technology, Sixth Edition, Addison Wesley.
R. C. Hibbeler, 2001. Engineering Mechanics Statics, second
edition, Prentice Hall.
Robert L. Mott, 2009. Elemen-Elemen Mesin Dalam
Perancangan Mekanis, edisi pertama, University Of
Dayton.
Sato, G. Takeshi, N. Sugiarto H. 2000. Menggambar Mesin
Menurut Standar ISO, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Schey, John A., 2000. Introduction to Manufacturing
Processes. McGraw-Hill. New York
Sularso, Kiyokatsu Suga. 1994. Dasar Perencanaan dan
Pemilihan Elemen Mesin, Cetakan ke 10. PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
William D. Callister, Jr. 2007. Material Science and
Engineering, An Introduction, 7th Edition. John Wiley
& Sons, Inc. USA
BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan dari keluarga sederhana di


Jombang, 09 Februari 1994, merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak
Bambang Tri Kuncoro, S.Pd. dan Dyah
Sulistyowati S.Pd. Yang beralamat di Desa
Mojokrapak, Kecamatan Tembelang, Kabupaten
Jombang. Pendidikan formal pertama adalah
SDN 1 Tambakberas, MTsN Tambakberas
Jombang, dan SMAN 1 Jombang. Kemudian
penulis lulus dan diterima di Jurusan D-3 Teknik
Mesin Produksi Kerjasama ITS-
DISNAKERTRANSDUK Prov. Jawa Timur melalui seleksi ujian
masuk D-3 pada tahun 2011 dan terdaftar dengan Nomor Registrasi
Pokok (NRP) 2111039038.
Di jurusan D-3 Teknik Mesin Produksi Kerjasama ITS-
DISNAKERTRANSDUK ini penulis mengambil spesialisasi di
program studi Manufaktur. Penulis dikenal aktif mengikuti kegiatan
Program Kreativitas Mahasiswa ITS pada tahun 2011 dan 2013.
Penulis sempat merasakan magang di PT. IndoPratama sebagai
Maintenance di Divisi Laser Cutting Machine, Bending Machine,
dan Divisi Engineering. Selain itu, ketertarikan penulis terhadap
dunia manufaktur mendorongnya berperan aktif untuk menerapkan
keterampilannya di dalam maupun di luar kampus, yang
disumbangkan dengan peran aktif di Organisasi Forum Komunikasi
M3NER-ITS 2011-2014 sebagai anggota dan staf inti, serta
mengikuti berbagai kegiatan resmi Nasional yang diadakan oleh ITS
salah satunya yaitu KJI-KBGI 2012.
Tabel Konversi
Tabel konversi
Tabel konversi
Tegangan ijin material
Nilai Faktor Lewis
Faktor Koreksi Belt
Dimensi V-Belt
Standart Baja untuk Poros

Standart Standart Kekuatan


Stadart dan Jepang Amerika Tarik ( Ssyp )
Macam ( kg/mm2 )

Baja karbon S30C AISI 1030 48


kontruksi mesin S35C AISI 1035 52
( JIS G 4501 ) S40C AISI 1040 55
S45C AISI 1045 58
S50C AISI 1050 62
S55C AISI 1055 66

Batang Baja yang S35C-D - 53


difinis dingin S45C-D - 60
S55C-D - 72
Standart Dimensi pada Bearing
Sumber : http://www.jogjabelajar.org
Tabel E1. Pemilihan Pasak
Bahan poros dan pasak
RANCANG BANGUN MESIN PENGADUK
ADONAN DONAT

Rizal Bahrul Chamiddin 1) Adi Sucipto 2), Eddy Widiyono 3)


Program Studi D3 Teknik Mesin Produksi Kerjasama FTI-ITS Surabaya Disnakertransduk Prov. Jawa Timur
Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111

Abstrak

Kebutuhan donat sebagai salah satu makanan ringan semakin bertambah, oleh karena itu industry kecil dan
menengah dituntut untuk bias memproduksi donat dalam jumlah yang banyak. Agar dapat bersaing dengan produsen
donat industry besar maka produsen donat home industry harus membuat produk yang berkualitas.
Dari rangkaian proses pembuatan donat,pengadukan adonan tepung sangat menentukan kualitas donat, namun
hingga sampai saat ini proses pengadukan yang dilakukan masih menggunakan alat manual sehingga membutuhkan
waktu yang lama serta kapasitas adonan yang sedikit. Namun dengan menggunakan mesin pengaduk adonan mekanik
yang menggunakan media pisau pengaduk produsen dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.
Pada mesin ini produksi donat dapat dimaksimalkan karena wadah adonan, kecepatan pengadukan dan waktu
pengadukan singkat, sehingga bisa menghasilkan produk yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang baik serta daya
saing industri kecil semakin meningkat..

PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari - hari kita mengenal sederhana namun menghasilkan produk yang tidak
berbagai makanan. Seperti makanan pokok, makanan kalah kualitasnya dengan mesin – mesin industry besar.
cepat saji, dan lain – lain. Seiring berkembangnya
jaman kebutuhan akan makanan pokok semakin TINJAUAN PUSTAKA
berkurang karena semakin beragam kesibukan manusia 2.1 Tinjauan Pustaka
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Makanan pokok Beberapa rancangan proses pengadukan
di nilai membutuhkan waktu terlalu lama di sela – sela dilakukan antara lain;
kesibukan mereka. Mereka membutuhkan pengisi perut Rizal Bahrul (2015) dalam rancangan yang
instant agar mereka bias melanjutkan kesibukan berjudul “Rancang Bangun Mesin Pengaduk Adonan
mereka. Maka dari itu dibutuhkan makanan cepat saji Donat” pada proses pengadukan daya yang dibutuhkan
atau junk food yang diharapkan mampu memenuhi sebesar 0,5 HP dengan putaran mesin 1400 rpm yang
kebutuhan karbohidrat dan nutrisi dalam tubuh saat di reducer menggunakan gear box ratio 1:10.
kekurangan energy. Dan munculah beragam makanan
cepat saji yang memiliki kadar nutrisi dan karbohidrat
2.2 Rumus Perhitungan Gaya
berbeda. Salah satunya roti donat.
Salah satu makanan yang bisa di kategorikan 2.2.1 Transimi Dengan Roda Gigi (Gearbox)
sebagai jajanan pasar ini mudah di dapat dan Gear box merupakan suatu peralatan yang
terjangkau. Dan juga merupakan salah satu pilihan dipergunakan dalam menggerakan mesin camshaft
terbaik dalam hal mengisi karbohidrat tubuh di sela - pada putaran tertentu. Gear box berfungsi mengubah
sela kesibukan dan aktifitas kita yang padat. Dengan torsi dan kecepatan yang dihasilkan motor penggerak.
harga yang terjangkau dan cukup mudah di cari, Gearbox bekerja dengan cara mengurangi besar
makanan ini juga menjadi favorit jajanan anak-anak putaran atau dengan menambah putaran yang berasal
kecil pada masa pertumbuhannya. dari motor. Untuk lebih jelasnya di gambarkan dalam
Menyadari akan hal tersebut industry – bagian di bawah ini
industry besar maupun kecil yang mengolah dan 3
membuat makanan ini berlomba – lomba untuk 1 2
mencapai tingkat produktivitas yang maksimal untuk
memenuhi kebutuhan pasar tersebut dengan kualitas
dan kuantitas terbaik tentunya. Maka diciptakanlah
berbagai mesin pengolah makanan tersebut untuk
produktivitasnya.
Namun kebanyakan mesin – mesin pengolah
makanan tersebut terbilang mahal harganya untuk
kelompok industry kecil. Padahal roti donat hasil
produksi industry kecil berperan penting di pasaran
skala kecil atau bisa di bilang terjangkau untuk
masyarakat menengah bawah dengan harga terjangkau
tersebut. Keterangan :
Berdasarkan hal tersebut, akan dirancang dan 1) High speed gear
diwujudkan sebuah alat pengaduk adonan dari roti 2) Intermediet gear
donat tersebut dengan komponen – komponen yang 3) Low speed gear
Gambar 2.1 Susunan roda gigi dalam gearbox berhubungan. Level getaran dari unit gear
diminimalisir sekecil mungkin dapat manfaat
Roda gigi dapat berbentuk silinder atau kerucut. untuk menjaga kualitas sistem roda gigi. Roda
Transmisi roda gigi mempunyai keuntungan gigi disatukan pada poros dengan perantaraan
dibandingkan dengan sabuk atau rantai karena lebih yang pas dan tekanan paralel.
ringkas, putaran lebih tinggi dan tepat, dan daya lebih
besar. Kelebihan ini tidak selalu menyebabkan 3) Sistem pelumasan
dipilihnya roda gigi, disamping karena ketelitianya Sistem pelumasan ini berguna untuk menjaga
juga karena dalam pemiliharaanya tidak butuh agar gearbox tidak macet karena kekurangan
perlakuan yang rumit. Perawatan gearbox hanya pelumas. Pelumas juga berfungsi untuk menjaga
memputuhkan pelumasan yang cukup dan pembersihan agar komponen dari gearbox tidak aus dan
komponen yang rumit. Dan faktor-faktor lain yang keropos karena oksidasi.
menyebabkan dipilihnya gearbox. Ciri-cirnya antara
lain :
2.3.4 Torsi dan Gaya Pisau Pengaduk
 Kecepatan putaran beban tergantung Untuk mengetahui torsi yang dibutuhkan
perbandingan dari diameter roda giginya. digunakan rumus berikut :
 Arah putaranya tergantung susunan roda giginya. Persamaan menurut Sularso, 2007
 Dapat melayani satu atau lebih dari satu mesin
yang berkerja. T = 9,74 x 105 𝑝 ………………..
 Cocok untuk beban dengan kopel mula yang 𝑛
besar. (2.1)
Dimana: P = kW
 Cocok untuk putaran sedang dan rendah.
2.2.2 Macam - Macam Gearbox n = Rpm
Gearbox yang digunakan dalam aplikasi di T = kg.mm
lapangnan ada bermacam-macam tipe dan desain :
T=
………………….(2.2)
Dimana: T = kg.mm
Fs= kgf
r = jari-jari (mm)

2.3.5 Kebutuhan Daya pada Mesin Tanpa beban


Untuk mencari kebutuhan daya di gunakan
rumus berikut :

Diketahui :
mporos = 1 kg
mpengaduk = 0,4
kg
(a) (b) rporos = 15 mm = 0,015m
Gambar 2.2 tipe gearbox (a) SEN SDN. (b) SZN SVN rpengaduk= 110mm = 0,11m

2.2.3 Komponen Utama Gearbox


Gearbox mempunyai beberapa komponen Jadi :
pendukung yang menyebabkan gearbox dapat bekerja
secara optimal. Komponen-komponen tersebut antara rporos )
2
I1 =1 mporos.(
lain: 2
…………………….(2.3)
1) Rumah gearbox
Rumah-rumah gear terdiri dari dua potongan
dan terbuat dari besi cor yang didesain dengan I = 1
mpengadu . (rpengaduk)2
2 2
k
torsi yang kaku dan memberikan bentuk juga …………………..(2.4)
karakteristik getaran dan temperatur. Rumah-
rumah dilengkapi dengan dimensi yang mudah
diangkat juga penutup untuk inspeksi. Itotal = I1 + I2..................................(2.5)

2) Komponen gigi
Unit komponen roda gigi terbuat dari baja 2𝜋𝑛2
𝑎 =
sepuhan atau baja dengan lapisan keras. Dengan 60
kemiringan dan tingkatan gear yang …………………….(2.6)
Putaran kritis yaitu ketika putaran mesin
N1 = I x 𝑎 dinaikkan dan terjadi getaran yang cukup besar. Oleh
…………………….(2.7) sebab itu poros harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga putaran poros lebih rendah dari putaran kritis.

(4). Korosi
Bahan–bahan yang dipilih yakni yang bersifat
Diketahui : tidak korosif karena ini akan menyebabkan kekuatan
𝜌 = 350 𝑘𝑔/m3 = 0,68 slug/ft2 pada poros melemah karena korosi/karat dan
𝜇 = 0,6 N.s/m2 = 0,06 pa.s = 12,54 x 10-4 memperpendek umur komponen.
lbf.s/ft2 L = 0,04m / 0,3048 = 0,131 ft
N = 140 rpm = 2,33 2.3.8 Poros dengan Beban Bending Murni
rps D = 0,34 m = 1,12 Dari bahan yang dipilih dapat
ft ditentukan tegangan bending yang diijinkan.
W = 0,03 m = 0,09
ft H = 0,11 m = 0,36
Momen tahanan bending untuk poros dengan
ft diameter d, adalah :
N2 = 0,000129.L2,72.𝜇0,14.N2,86.𝜌0,86.D1,1.W0,3.H0,6
…(2.8) 𝜋.𝑑3
Ntotal = N1 + N2 W b= 32
…………………...(2.9)
𝑁𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
N= 𝑛𝑛
....................................................(2.12)
…………………...(2.10)

2.3.6 Daya yang di Transmisikan Dari tegangan bending, momen bending


Belt berputar dengan kecepatan keliling v dan momen tahanan bending dapat ditentukan
(m/s), sambil memindahkan beban sebesar Fe (kgf), diameter poros minimum yang diijinkan.
maka daya yang ditransmisikan dalam satuan kW
sebesar: 𝑀𝑏
Dengan melihat adanya kehilangan daya 𝜎𝑏 𝖶𝑏
sebesar LT, maka efisiensi transmisi sistem belt (tanpa 𝑆𝑦𝑝 𝑀 10,2 𝑀
memperhatikan tahanan udara dan gesekan pada 𝑁 (
𝜋
)𝑑3
= 𝑑3
bantalannya) adalah : 3
1
10,2
d [𝑀]
(𝑆𝑦𝑝).
3
𝐹𝑒.𝑣 𝑁
η = 𝐹𝑒 .𝑣+ 𝐿𝑇
…………………..(2.11) .....................................................(2.13)
dimana :
dimana : 𝜎𝑛 = tegangan bending yang diijinkan
η = 0,96 untuk V-belt (kg/mm2)
M = momen bending (kg.mm)
2.3.7 Hal-hal Penting dalam Perencanaan Z = momen tahanan bending (mm3)
Poros Syp = tegangan tarik bahan (kg/mm2)
Untuk merencanakan sebuah poros, N = angka keamanan
hal-hal berikut ini perlu diperhatikan : d = diameter poros (mm)
(1) Kekuatan poros
Suatu poros dapat mengalami beban puntir atau 2.3.9 Poros dengan Beban Bending dan Torsi
lentur atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga
ada poros yang mendapat `beban tarik atau tekan Poros mendapat beban torsi dan
seperti poros baling-baling kapal atau turbin, dll. bending karena meneruskan daya melalui
Sebuah poros harus direncanakan dengan baik hingga sabuk, roda gigi ataupun rantai sehingga pada
cukup kuat untuk menahan beban-beban yang terjadi. permukaan poros akan terjadi tegangan geser
dan tegangan karena bending.
(2) Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan Beban yang bekerja pada poros pada
yang cukup besar, tetapi jika lenturan puntirannya umumnya adalah beban berulang. Jika poros
terlalu besar akan mengakibatkan getaran dan suara tersebut mempunyai roda gigi, maka akan
(contoh pada turbin dan kotak roda gigi). Karena terjadi kejutan pada saat awal berputar.
itu,kekuatan poros terhadap puntir juga diperhatikan Dengan mengingat macam beban, sifat
dan sdisesuaikan dengan macam beban mesin yang
akan ditopang poros tersebut.
beban, dan lain-lain, ASME menganjurkan
suatu rumus yang sederhana untuk
(3). Putaran kritis. menghitung diameter poros dimana sudah
dimasukkan pengaruh kelelahan karena beban ditumpu oleh permukaan bearing
berulang. Faktor koreksi yang digunakan dengan perantaraan lapisan
adalah Kt untuk momen torsi yang besarnya pelumas.
1-1,5 jika terjadi sedikit kejutan, Km untuk b. Bearing gelinding
momen bending yang besarnya 1,5-2 jika Pada bearing ini terjadi
terjadi tumbukan ringan. gesekan gelinding antara bagian-
Rumus yang digunakan untuk mencari bagian yang berputar dengan yang
diameter poros : diam melalui elemen gelinding
1
d ≥ 32.𝑛 seperti bola (peluru), rol atau
2 2
√( 𝑀 ) + ( 𝑇 ) + 3
* 𝜋.𝑆𝑦𝑝 jarum, dan rol bulat.
.............................(2.14) 2. Atas dasar arah beban terhadap
poros
dimana : d = diameter poros (mm) a. Bearing radial
M = momen bending (kg.mm)
T = momen torsi (kg.mm)
Arah beban yang ditumpu
bearing ini adalah tegak lurus
2.3.10Bearing (Bantalan) dengan sumbu poros.
Bearing merupakan elemen mesin b. Bearing axial
yang menumpu poros berbeban, sehingga Arah beban bearing ini sejajar
putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat dengan sumbu poros.
berlangsung secara halus, aman dan panjang c. Bearing radial-axial
umur. Seperti pada gambar 2.6. Bearing harus Bearing ini dapat menumpu
cukup kokoh agar poros serta elemen-elemen beban yang arahnya sejajar dan
mesin dapat bekerja dengan baik. Jika bearing tegak lurus sumbu poros.
tidak berfungsi dengan baik, maka Oleh karena pembebanan bearing yang tidak
ringan maka bahan bearing harus tahan karat, kuat,
kemampuan seluruh sistem akan menurun mempunyai koefisien gesek rendah dan mampu bekerja
atau tidak bekerja dengan semestinya. Jadi, pada temperatur tinggi. Proses pemilihan bearing
bearing dalam pemesinan dapat disamakan dipengaruhi oleh pemakaian, lokasi dan macam.
peranannya dengan pondasi pada gedung. Dalam pemilihan bantalan perlu
mempertimbangkan gaya atau beban yang bekerja pada
bearing dimana kekuatan bahan bearing harus lebih
besar daripada beban yang mengenai bearing tersebut.
Beban yang diterima oleh bearing biasanya adalah
beban aksial dan radial yang konstan dan bekerja pada
bearing dengan ring dalam berputar dan ring luar tetap
(diam).

2.3.12 Perencanaan Bearing


Dalam perencanaan ini akan digunakan jenis
bearing gelinding (rolling bearing) karena bearing ini
mampu menerima beban aksial maupun radial relatif
besar. Bearing gelinding umumnya lebih cocok untuk
Gambar. 2.3 Bearing beban kecil daripada bearing luncur. Tergantung dari
Sumber: : McGraw-Hill Concise Encyclopedia of pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada
Engineering. © 2002 by The McGraw-Hill bearing ini dibatasi oleh gaya sentrifugal yang timbul
Companies, Inc. pada elemen gelinding tersebut. Karena konstruksinya
yang sukar dan ketelitiannya yang tinggi, maka bearing
gelinding hanya dibuat di pabrik-pabrik tertentu.
2.3.11 Klasifikasi Bearing
Keunggulan bearing ini adalah gaya geseknya
Bearing dapat diklasifikasikan sebagai
yang sangat rendah, pelumasnya sangat sederhana,
berikut:
cukup dengan gemuk (steand pead), bahkan pada jenis
1. Atas dasar gerakan bearing yang memakai sil sendiri tidak perlu memakai pelumas
terhadap poros lagi. Pada waktu memilih bearing ciri masing-masing
a. Bearing luncur harus dipertimbangkan sesuai dengan pemakaiannya,
Pada bearing ini terjadi lokasi dan macam beban yang dialami.
gesekan luncur antara poros dan
bearing karena permukaan poros
denga L10 dalam jumlah
perputaran atau L10h dengan satuan
jam dengan anggapan putarannya
konstan.
3. Basis kemampuan menerima
beban (Basic Load Rating)
Disebut juga dengan basic load
rating (beban dinamik) diartikan
sebagai beban yang mampu
diterima dalam keadaan dinamis
berputar dengan jumlah putaran
konstan 106 putaran dengan ring
luar tetap dan ring dalam yang
berputar.
4. Kemampuan menerima beban
statis (Basic Static Load Rating)
Didefinisikan sebagai jumlah
Gambar 2.4 Tipe Bearing Gelinding beban radial yang mempunyai
Sumber: Suhariyanto, Elemen Mesin II hubungan dengan defleksi total
yang terjadi secara permanen pada
2.3.13 Beban Ekivalen pada Bearing elemen-elemen bearingnya, yang
Beban ekivalen adalah beban radial yang
konstan yang bekerja pada bantalan dengan ring dalam
diberikan tekanan, disimbolkan
yang berputar dan ring luar yang tetap, dan akan dengan C0.
memberikan umur yang sama, seperti bila bearing Umur dari bearing dapat dihitung dengan
bekerja dengan kondisi nyata untuk beban dan putaran persamaan di bawah ini: 106
yang sama. L = (𝐶)B
Beban ekivalen pada bearing adalah : 10
𝑃 60.𝑛
P = V. Fr ……………………………(2-16)
………………………….(2-15) Dimana :
Dimana : L10
= Umur bearing (jam kerja)
P = Beban ekivalen (kgf) P = Beban ekivalen (kgf)
Fr = Beban Radial (kgf) C = Beban dinamis (kgf)
V = Faktor putaran konstanta B = Konstanta tergantung tipe bearing
= 1,0 untuk ring dalam yang berputar = 3,0 untuk bearing bola
= 1,2 untuk ring luar yang berputar = 10/3 untuk bearing roll
n = Jumlah putaran (rpm)
2.3.14 Prediksi Umur Bearing 2.3 Pasak
Dalam memilih bearing gelinding, umur
bearing sangat perlu diperhatikan. Ada beberapa
Seperti halnya baut dan sekrup, pasak
definisi mengenai umur bearing, yaitu : digunakan untuk membuat sambungan yang
1. Umur (Life) dapat dilepas yang berfungsi untuk menjaga
Didefinisikan sebagai jumlah hubungan putaran relatif antara poros
perputaran yang dapat dicapai dari dengan elemen mesin yang lain seperti :
bearing sebelum mengalami Roda gigi, Pulley, Sprocket, Impeller dan
kerusakan atau kegagalan yang lain sebagainya.
pertama pada masing-masing Distribusi tegangan secara aktual pada
elemennya seperti roll atau bola sambungan pasak tidak dapat diketahui
atau ring. secara lengkap, maka dalam perhitungan
2. Umur berdasarkan kepercayaan tegangan disarankan menggunakan faktor
(Rating Life) keamanan sebagai berikut :
Didefinisikan sebagai umur yang
dicapai berdasarkan kepercayaan 1. Untuk torsi yang tetap dan konstan N = 1,5
(reliability) 90% berarti dianggap 2. Untuk beban kejut yang kecil ( rendah ) N
10% kegagalan dari jumlah = 2,5
perputaran. Umur ini disimbolkan
3. Untuk beban kejut yang besar terutama
bolak – balik N =4,5

Pada pasak yang rata, sisi sampingnya


harus pas dengan alur pasak agar pasak tidak
menjadi goyah dan rusak.ukuran dan standard
yang digunakan terdapat dalam
lapisan.Untuk pasak, umumnya dipilih
bahan yang mempunyai kekuatan tarik
lebih dari 60 kg/ mm, lebih kuat daripada
porosnya. Kadang sengaja 2 dipilih bahan
yang sengaja lemah untuk pasak, sehingga
Gambar 2.5 Macam-macam pasak
pasak terlebih dahulu rusak daripada
( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1997.Hal 24)
porosnya. Ini disebabkan harga pasak yang
murah serta mudah menggantinya.

Menurut bentuk dasarnya pasak dapat


dibedakan menjadi:
1. Pasak datar ( Square key )
2. Pasak Tirus ( Tapered key )
3. Pasak setengah silinder ( Wood ruff key )

Menurut arah gaya yang terjadi pasak


digolongkan menjadi :
1. Pasak memanjang ( Spie )
Pasak yang menerima gaya sepanjang
pasak terbagi secara merata. Pasak ini
dibedakan menjadi pasak baji, pasak kepala,
pasak benam dan pasak tembereng.
Gambar 2.6 Penampang alur pasak
2. Pasak melintang ( pen )
( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1997.Hal 10
Pasak yang menerima gaya melintang )
pada penampang pen. Pen ini dapat menjadi
dua yaitu pen berbentuk pipih dan pen
berbentuk silindris.
Pada perencanaan mesin pemeras
kopra ini dipakai tipe pasak datar segi
empat karena dapat meneruskan momen
yang besar dan komersial pasak ini
mempunyai dimensi yaitu lebar (W).
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak
sebaiknya antara 25 - 35 % dari diameter
poros, dan panjang pasak jangan terlalu
panjang dibandingkan dengan diameter
poros (antara 0,75 sampai 1,5 D). Karena Gambar 2.6 Gaya yang terjadi pada
lebar dan tinggi pasak sudah distandardkan. pasak
( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1997.)

Keterangan :
h = Tinggi pasak ( mm )
b = Lebar pasak ( mm )
L = Panjang pasak ( mm )
Fs = Gaya geser ( kg/mm2 )
Fc = Gaya Kompresi ( kg/mm2 ) dan kira-kira sama dengan 0,25 diameter
poros. Dari tinggi sebesar H tersebut
Bila poros berputar dengan torsi setengahnya masuk kedalam hub. Bila pasak
sebesar T maka pasak akan menerima gaya berputar dengan torsi sebesar T, maka akan
F dan selanjutnya akan menimbulkan menghasilkan gaya yang bekerja pada
tegangan geser ( σs) dan tegangan kompresi ( diameter luar poros dan gaya inilah yang akan
σc). bekerja pada pasak.
D
2.3.16Perencanaan Pasak r
Pasak adalah bagian elemen mesin 2
yang berfungsi untuk menyambung dan juga T
F
untuk menjaga hubungan putaran relatif r
antara poros dengan peralatan mesin yang
F  2T
lain.
D
(kgf)
…………………....(2.17)
Dimana :
F = Gaya pada pasak (kgf)
T = Torsi (kgf. mm)
D = Diameter (mm)
r = Jari-jari (mm)

Gambar 2.7 Dimensi Pasak 2.3.18 Perhitungan Berdasarkan


Sumber: Sularso, Dasar perencanaan dan Tegangan Geser
Pemilihan Elemen Mesin Perhitungan tegangan geser dihitung
menggunakan rumus berikut:
Distribusi tegangannya dapat terjadi, sehingga
dalam perhitungan tegangan disarankan menggunakan  FA
S
faktor keamanan sebagai berikut : S
a. N = 1 untuk torsi yang tetap atau konstan
b. N = 2,5 untuk beban kejut kecil atau rendah ……………………(2.18)
F
c. N = 4,5untuk beban kejut yang besar terutama  
dengan bolak balik. S
WL
Perlu diperhatikan bahwa lebar pasak
sebaiknya antara 25% sampai 30 % dari diameter ……………………(2.19)
poros, dan panjang pasak jangan terlalu panjang 2T
dibandingkan dengan diameter poros, yaitu antara 0,75 S
D W  L
s/d 1,5 kali dameternya. Pasak mempunyai
standardisasi yang sesuai dengan desain yang ……………………(2.20)
dibutuhkan.
Dimana :
τs = Tegangan geser (Pa)
F = Gaya pada pasak (N)
W = Lebar pasak (mm)
L = Panjang pasak (mm)
D = Diameter poros (mm)
Tegangan ijin pada pasak

|  | K s 
Gambar 2.8 Kedudukan pasak terhadap poros Syp
Sumber: Sularso, Dasar perencanaan dan S ………………….(2.21)
N alasan keamanan maka nilai tegangan
Dengan
Pemilihan Elemen Mesin
2.3.17 Gaya yang Bekerja Pada Pasak geser pada pasak harus lebih kecil satu sama dengan
nilai tegangan ijin geser pada pasak.
Pada perencanaan alat ini, pasak yang
digunakan adalah pasak datar segi empat. | S | S
Pasak tipe ini umumnya mempunyai domensi Ks  Syp 2T
lebar (W) dan tinggi (H) yang besarnya sama  D W 
N L
2T  N 2.3.21 Diameter Pulley
L  Ks  Syp W  Diameter pulley yang terlalu kecil akan
D (mm) memperpendek umur sabuk. Dalam tabel telah
…………………(2.22) diberikan diameter pulley minimum yang diizinkan dan
dianjurkan menurut sabuk yang bersangkutan.
Dimana : N adalah nilai keamanan pasak dan nilai Syp
pasak Diameter pulley yang diijinkan dan dianjurkan (mm)
(diketahui dengan melihat tabel properti bahan)

2.3.19 Perhitungan Berdasarkan


Tegangan Kompresi
Tegangan kompresi dihitung Untuk menurunkan putaran maka dipakai
F
menggunakan rumus berikut: rumus perbandingan reduksi i (i > 1).
n1 d2
  i
C
n d
AC 2 1

C  F ...……………………..……(2.24)
Maka dapat dihitung diameter pulley yang digerakkan :
0,5 H 
L
4T
d2  i .
C ...……………………….……….(2.25)
DHL Dimana :
(pa)
i = Perbandingan reduksi
n1 = Putaran pulley penggerak (rpm)
……………………(2.23) n2 = Putaran pulley yang digerakan (rpm)
Dimana : d1 = Diameter pulley penggerak (mm)
d2 = Diameter pulley yang digerakkan (mm)
σc = Tegangan kompresi (Pa) (Sularso, Kiyokatsu, 1978: Dasar Pemilihan dan
F = Gaya pada pasak (N) Penelitian Elemen Mesin, Hal 166)
H = Tinggi pasak (mm)
L = Panjang pasak (mm) 2.3.22 Kecepatan Keliling Pulley
D = Diameter poros (mm) Kecepatan pada belt dapat dihitung dengan
2.3.20 Perencanaan Belt dan Pulley menggunakan rumus :
Adapun perencanaan transmisi daya yang  .d1 .n1
digunakan pada mesin pengirat bambu adalah belt yang v =
terpasang pada dua buah pulley, yaitu pulley penggerak
60.1000
dan pulley yang digerakkan. Sedangkan belt yang ...……………..…….………..(2.26)
digunakan adalah jenis V-Belt dengan penampang
Dimana :
melintang bentuk trapesium karena transmisi ini v = Kecepatan (m/s)
tergolong sederhana serta lebih murah dibandingkan d1 = Diameter pulley penggerak (mm)
dengan penggunaan transmisi yang lain. n1 = Putaran per menit (rpm)
Jenis V-belt terbuat dari karet dan mempunyai
penampang trapesium. Tenunan atau semacamnya (Sularso, Kiyokatsu, 1978: Dasar Pemilihan dan
dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa Penelitian Elemen Mesin, Hal 166)
tarikan yang besar. V-belt dibelitkan dikeliling alur
pully yang berbentuk V-belt pula. 2.3.23 Diameter Ekivalen
Diameter ekivalen ditentukan dengan
memperhatikan faktor diameter kecil (Fb).
de  d1. Fb
..…..…………………….……...(2.27)
Dimana :
de = Diameter ekivalen (mm)
d1 = Diameter pulley penggerak (mm)
Fb = Faktor diameter kecil (mm)

Gambar 2.9 Transmisi belt dan pulley (Machine Design Databook.pdf, Chapter 21.22)
( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1997.Hal
168) 2.3.24 Panjang Belt
Panjang belt yang akan digunakan, dapat
Adapun perencanaan transmisi belt dan pulley dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
motor ke pulley yang digerakkan dimana direncanakan.
 (d 2  d1 )2 Z = Jumlah sabuk
L = 2 . ɑ (d2+d1)+ P = Daya (kW)
+ 2 4.a Fa = Faktor koreksi beban
P* = Daya rata-rata per sabuk (kW)
..……………(2.28) Fc = Faktor koreksi panjang belt
Dimana :
L = Panjang belt (mm) Fd = Faktor koreksi sudut kontak
a = Jarak antar poros (mm)
d2 = Diameter pulley yang digerakan (mm) (Machine Design Databook.pdf, Chapter 21.34)
d1 = Diameter pulley penggerak (mm)
(Machine Design Databook.pdf, Chapter 21.34) 2.3.28 Dimensi Pulley
a = 1,5 sampai 2 kali pulley besar.
(Sularso, Kiyokatsu, 1978: Dasar Pemilihan dan
Penelitian Elemen Mesin, Hal 166)
2.3.25 Sudut Kontak
Adalah besarnya sudut kontak antara pulley dan
belt. Untuk mengetahui berapa derajat sudut kontak
dan panjang belt belt yang akan digunakan, dapat
dihitung dengan menggunakan rumus-rumus sebagai
berikut :
α Gambar 2.11Dimensi pulley
(Suhariyanto.2006.Diktat Elemen Mesin I)

Keterangan :
S = Jarak antara tepi dan tengah alur pulley
(mm
Gambar 2.10 Sudut Kontak ) b = Lebar alur pulley (mm)
( Sul arso, Kiyokatsu Suga; 1997.Hal φ = Sudut alur pulley (0)
B = Lebar pulley (mm)
Din = Diameter dalam pulley (mm)
d2  d1 Dout = Diameter luar pulley (mm)
α = 1800  
Data-data untuk mencari diameter luar dan
600
a
..…………….………(2.29) dalam pulley poros motor dan pulley poros yang
digerakkan, didapat dari (lampiran 13) tentang
Dimana : spesifikasi V-Belt Type A.
α = Sudut kontak ( o )
D2 = Diameter pulley besar ( mm ) Diameter luar pulley Dout = Dm + 2.c
D1 = Diameter pulley kecil ( mm ) ..……………(2.32)
Diameter dalam pulley Din = Dm – 2.e
A = Jarak antar poros ( mm )
( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1994.Hal 173 ) ..……….……(2.33)
Lebar pulley B = (Z-1) t + 2 . s
2.3.26 Power Rating Per Strand ..………..(2.34)
Besarnya daya yang dapat ditransmisikan oleh 1 Dimana :
sabuk. Dout = Diameter luar pulley (mm)
Din = Diameter dalam pulley (mm)
B = Lebar pulley (mm)
P*  v 0,45 0,765.v2  Z = Jumlah
(Dobrovolsky, 1978:belt
Machine Element, hal.221)
 
19,62  
v0,09 10 4 
d e 
...…..….(2.30) 2.3.29 Gaya-Gaya pada Belt dan Pulley
Dimana : Daya rencana dihitung dengan mengalikan
P* = Daya rata-rata per sabuk (kW daya yang akan diteruskan dengan faktor koreksi
) v = Kecepatan linier sabuk (m/s) (lampiran ).
de = Diameter ekivalen (mm) Pd  P. fc
(Machine Design Databook.pdf, Chapter 21.22) ..……………….…………………(2.35)
Dimana :
Pd = Daya rencana (kW)
2.3.27 Jumlah Sabuk P = Daya (kW)
fc = faktor koreksi
P. (Sularso, Kiyokatsu, 1978:, Hal 166)
Z  P*. F .aF
Dimana : c d
..………...……………..…(2.31)
 Ga y:
y
a

e
f
e
k
t
i
f

y
a
n
g

b
e
k
e
r
j
a

s
e
p
a
n
j
a
n
g

l
i
n
g
k
a
r
a
n

j
a
r
a
k

b
a
g
i

a
l
u
r

p
u
l
l
e
Pd .102 Mulai
F  v
e
..……………….………………(2.36)
Studi Literatur
 Gaya Tarik Observasi

o Fe = F1 – F2
..….…………………...(2.37) Konsep

F1
o Perencanaan
F2  e .
….………….….…………(2.38) Pemilihan Komponen
Dimana :
Fe = Gaya efektif (kg)
F1 = Gaya pada sisi tarik (kg) Pembuatan Mesin
F2 = Gaya pada sisi kendur
(kg) μ = Koefisien gesek
θ = Sudut kontak (0) Pengujian

2.3.30 Gaya Pulley Terhadap Poros TIDAK


Sistem
berjalan
YA

Gambar 2.12 Diagram uraian gaya pada poros pulley


Evaluasi
Gaya pulley terhadap poros merupakan gaya
resultan dari F1 dan F2. Besarnya gaya pulley yang
terjadi pada poros dapat dihitung dengan menggunakan Selesai
rumus sebagai berikut :
Gambar 3.1 Diagram alir perencanaan rancang
F
R
= F2F2 bangun mesin
1
....….…………………(2.39)
Dimana : Dalam perencanaan membuat mesin pengaduk
FR = Gaya resultan (kg) adonan donat ini menggunakan metode penelitian,
F1 = Gaya pada sisi tarik (kg) meliputi :
F2 = Gaya pada sisi kendur (kg)
1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mempelajari
buku-buku pedoman yang berhubungan dengan sistem
pengadukan (spinning), hasil publikasi ilmiah, serta
melalui penelitian yang berhubungan dengan
perencanaan system pengadukan dalam rangka
memperoleh dasar teori dan melengkapi perancangan.

2. Observasi lapangan
Sedangkan observasi atau studi lapangan untuk
pengambilan data dilakukan dengan cara survei
langsung untuk mendapatkan informasi dan data-data
mengenai cara pembuatan produk adonan dan jenis
material apa saja yang digunakan. Serta untuk
mengetahui dimana titik kekurangan pada mesin –
METODOLOGI mesin pengaduk adonan sederhana yang sudah ada.

Untuk lebih memperjelas dalam metode


penyusunan Tugas Akhir ini disusun dengan diagram
alir seperti berikut :
3. Konsep
3.1 Diagram Alir Perencanaan Mesin ini akan digunakan industri pangan yang
kecil karena kapasitas adonan yang dihasilkan kecil,
dengan kondisi tempat yang sempit, mudah untuk
dioperasikan dan menghemat tenaga.

4. Perencanaan
Perencanaan ini dilakukan dengan cara
mengaplikasikan dasar teori yang telah ada dan
menggunakannya dalam perhitungan perancangan,
sehingga dapat diketahui mengenai mekanisme kerja
yang diinginkan agar alat tersebut aman dalam
pengoperasian.

5. Pembuatan Mesin
Pada tahapan ini dilakukan proses permesinan
pada rancang bangun alat yang diperoleh dari
perencanaan dan perhitungan mesin. Dan dari hasil
perhitungan dan perencanaan dapat diketahui
spesifikasi dari bahan maupun dimensi dari komponen
yang akan diperlukan untuk pembuatan alat. Dari
komponen yang diperoleh kemudian dilakukan
perakitan untuk membuat alat yang sesuai dengan
desain yang telah dibuat.

6. Pengujian
Setelah rancang bangun alat selesai, dilakukan
pengujian mesin tersebut dan dicatat hasil
pengujiannya, apakah mesin tersebut berjalan baik atau
tidak.

7. Evaluasi
Tahap ini dilakukan dengan menarik
kesimpulan yang didapat dari hasil pengujian yang
telah dilakukan dan dilanjutkan dengan pembuatan
laporan. DC
B E
3.2 Cara Kerja Mesin Pengaduk Adonan Donat
Cara kerja mesin pengaduk adonan ini A
sangat sederhana, pengguna hanya menekan F
tombol on/off yang tersedia pada panel dimesin. G
Berikut adalah runtutan sistem pemakaian mesin
pengaduk adonan ini : Gambar 3.2 Gambar Benda Kerja
1) Siapkan semua bahan – bahan yang Keterangan gambar :
digunakan untuk pembuatan adonan. A. Panci Pengadukan
2) Masukkan semua bahan – bahan B. Gearbox 1:10
tersebut kedalam wadah mesin diawali C. Pulley pada gearbox
dengan tepung. D. Poros pada Gearbox
3) Putar tombol on untuk memutar pisau E. Pulley pada penggerak
pengaduk mesin. F. Motor ½ PK
4) Tunggu sampai adonan mulai kental G. Panel Tombol
dan merata.
5) Jika sudah selesai putar kembali
tombol off untuk menghentikan
putaran pisau. ANALISA DAN PERHITUNGAN
4.1 Analisa Gaya
6) Selesai.
Gaya yang dibutuhkan untuk
pengadukan adonan sampai benar – benar
kental sebasar 11,7 Kgf dalam waktu 15
menit dengan kapasitas adonan tiap 1 kg.
4.2 Kebutuhan Daya Pada Mesin Tanpa N2 =
Beban
0,000129.L2,72.𝜇0,14.N2,86.𝜌0,86.D1,1.W0,3.H0,6
Untuk mencari kebutuhan daya di
gunakan rumus berikut : = 0,000129 (0,131)2,72.( 12,54 x 10-4)0,14.

Diketahui : (2,33)2,86
mporos =1
kg mpengaduk = 0,4 (0,68)0,86 .(1,12)1,1. (0,09)0,3. (0,36)0,6
kg
rporos = 15 mm = 0,015m = 0,000129. 0,004. 0,39. 11,24. 0,72.
rpengaduk = 110mm =
0,11m
Jadi :
1,13. 0,48.
1 2
I1 = mporos . ( rporos )
2 0,54
= 1 . 1 . (0,015)2
2
= 1,125 x 10-4 = 0,37 Hp

I2
1
= mpengaduk . (rpengaduk)
2 Ntotal = N1 + N2
2
= 1 . 0,4 (0,11)2 = 0,14 Hp + 0,37 Hp
2
= 24,2 x 10 4
= 0,51 Hp
Itotal = I1 + I2
= 1,125 x 10-4 + 24,2 x 104 Untuk 𝑛n = 0,95
= 25,325 x 10-4
2𝜋𝑛2 𝑁𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑎 = 60 N= 𝑛𝑛
(23,3)
=
2.3,14 . 2
=
56,82 0,61
60 = 0,95
N1 =Ix𝑎 = 0,54 Hp
= 25,2x10-4 x 56,82
= 0,14 Hp Dari hasil perhitungan diatas, maka

Diketahui : diputuskan dalam perencanaan mesin


𝜌 = 350 𝑘𝑔/m3 = 0,68 slug/ft2
pengaduk adonan donat ini menggunakan
𝜇 = 0,6 N.s/m2 = 0,06 pa.s = 12,54 x 10-
motor AC ½ Phase dengan daya 0,5Hp
4
lbf.s/ft2
,0,37kw,dan putaran 1400 rpm.
L = 0,04m / 0,3048 = 0,131 ft

N = 140 rpm = 2,33

rps D = 0,34 m = 1,12


4.3 Perhitungan Torsi
ft W = 0,03 m = 0,09 Perhitungan torsi saat motor sudah
direduksi dengan gearbox dan menghasilkan
ft H = 0,11 m = 0,36 ft putaran 140.
Dimana: P = 0,37 kW
n = 140 Rpm
𝑝
T = 9,74 x 105 𝑛

T = 9,74 x 105 0,37


140

T = 2574,14 kg.f

Untuk menghitung volume wadah trapezium


4.4 Perhitungan Gaya
tersebut, di potong dulu menjadi 3 bagian.
Dimana: T = 2574,14 kg.f
r = 110 mm Yaitu 2 prisma dan satu balok.
Fs= ? V prisma = Luas alas x tinggi
T=
F = T = √𝑠(𝑠 − 𝑎)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐)𝑥150
s 𝑟
=
2574,14 kg.f
= 110 𝑚𝑚

= 23,4 kg.f/mm √195,15(100,15)(180,15)(49,85)𝑥150


4.5 Perhitungan Wadah Adonan =√17.223.410,8𝑥150
Di rencanakan adonan yang akan di
= 4.150,1 x 150
proses adalah 3 kg. Dengan rincian 3 kg
tepung dan bahan yang lain menyesuaikan. = 622.516,5 mm3 = 0,6

Massa jenis adonan (ρ) : liter Volume Balok =s x s x s


m = massa adonan dalam 1 liter
= 150 x 150 x 110
ρ =m
𝑣
= 2.475.000 mm3

0,35 = 2,5 liter


=10−3𝑚3
= 350 kg/m3
Volume kapasitas adonan yang dimasukkan Volume total wadah bagian bawah adalah :

(v) : = 2x (V.prisma) + V. Balok


3𝑘g
V= 350𝑘g/𝑚 3 = 2 x (0,6) + 2,5
= 0,008 m3 = 8 liter = 3,7 liter
Wadah pengadukan harus memiliki
Volume wadah bagian atas :
volume lebih dari 8 liter agar bisa memproses
dengan baik.Wadah pengadukan mengikuti V=sxsxs
bentuk dari pisau pengaduk. = 340 x 340 x 190
Dan direncanakan sebagai berikut :
= 21.964.000 mm3
= 21,9 liter Tipe belt ditentukan oleh daya
perencanaan (Pd) dan putaran pulley pada
Total Volume wadah pengaduk adalah: mesin (n1) agar belt aman saat digunakan.

= 21,9 + 3,7 Dimana :


Pd = Daya perncanaan = 0,65 HP = 0,48 KW
= 25,6 liter n1 = Putaran pulley pada mesin = 1400 rpm

4.6 Belt Dan Pulley 4.6.5 Pemilihan atau perhitungan


Mesin ini menggunakan belt dan Diameter
pulley sebagai transmisi daya. Penggunaan Untuk memilih atau mengitung
belt ini bertujuan untuk meningkatkan besarnya diameter pulley, dapat menggunakan
effisiensi daya. rumus perbandingan putaran i.
Data yang diketahui :
P = Daya yang ditransmisikan 0,5 HP 4.6.6 Kecepatan V Belt
n1 = Putaran pada pulley motor 1400 rpm Besarnya kecepatan v belt dapat
n2 = Putaran pada pulley gear box 1400 rpm dihitung dengan rumus sebagai berikut :
  d.n1
v  60 1000
4.6.1 Belt
Pada sub bab belt ini akan menghitung Dimana :
daya perencanaan, momen torsi, tipe belt d1 = diameter pulley pada motor sebesar 76,2
yang digunakan, kecepatan belt, panjang belt, mm
tegangan maksimal belt dan umur belt agar n1 = putaran pulley pada motor sebesar 1400
penggunaan belt aman. rpm
4.6.2 Daya Perencanaan
Besarnya daya perencanaan belt (Pd)
bisa dihitung dengan rumus berikut : Jadi :

Pd  3,14  76,2 mm 1400 rpm


fc  P v 60 1000  5,58 m / s

Dimana : 4.6.7 Panjang V Belt dan Tipe Belt


fc = Faktor koreksi (didapatkan pada lampiran Besarnya panjang v belt dapat
tabel dengan pertimbangan variasi beban kecil dihitung dengan rumus sebagai berikut :
dan jumlah jam kerja 8-10 jam perhari dengan
nilai 1,3)
L  2  C  (d ) (d) )
2

  4C
Jadi
Pd 1,3  0,5 HP  0,65 2
HP
Dimana :

4.6.3 Momen Torsi d = diameter pulley pada motor sebesar 101,6


Besarnya momen torsi belt (T) bisa mm
dihitung dengan rumus berikut : C = Jarak antar poros pulley yang
P direncanakan sepanjang 220 mm, karena
T  716.200  d
n1 disesuaikan dengan posisi motor dan gear
0,65 box
T  716.200   332,521kg.cm
1400
Jadi :

4.6.4 Tipe Belt


3,14 Fe  F1  F2
 76,2mm2
L  2  220 mm  76,2mm 
2 4  220 mm 11,7 kg = 1,82 F2 – F2
 440 mm  119,63 mm  6,6mm 10,77 kg = 0,82 F2
 566,23mm F2 = 13,1 kgf
Dikarenakan hasil perhitungan
F1 = 1,92 F2 = 1,92 x 13,1kgf
panjang belt tidak termasuk dalam standart
= 25,152 kgf
maka kami menggunakan panjang belt yang
standart yaitu A19 = 21,3 inch = 541,02 mm.
4.6.10 Tegangan Maksimum Pada Belt
4.6.8 Sudut Kontak
Besarnya tegangan maksimum pada
Besarnya sudut kontak belt dengan pulley bisa
belt dapat dihitung dengan rumus sebagai
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
berikut :
Fe  .v2 h
d σmax = σ0 + + + Eb
α = 180O –  60 2.A 10.g Dmin
C
Jadi : Dimana :
76,2mm 
  1800  .60 σ0 = Tegangan awal = 12 kg/cm2 untuk V belt
220 mm  Fe = 11,7 kg
  v = kecepatan V belt = 5,58 m/s = 558 cm/s
 180  20,78  159,22
0 0
h = ketebalan V belt tipe A = 8 mm = 0,8
a  159,22 : 180X 3,14  2,78 cm A = luas penampang V belt tipe A = 0,8
rad cm2 g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
γ = berat jenis v belt = 1,3 kg/dm3 = 0.0013
4.6.9 Gaya Efektif Belt kg/cm2
Besarnya gaya efektif belt bisa (bahan solid woven cotton lampiran )
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
F1
 e  ' Eb = modulus elastisitas bahan v belt = 800
F2 kg/cm2
(bahan solid woven cotton lampiran)
Fe  F1  F2 D = diameter pulley

Jadi :
Dimana :   2 11,7 kg 0,0013 Kg / cm3  558cm
α = sudut kontak = 2,78 rad 12kg /  
ma
μ = koefisien gesek antara belt ban pulley = x cm 2  0,81cm2 10  981 cm / s2
0,22 0,8 cm
 800kg / cm2
dilihat dari bahan pulley (cast iron) dan 11,7 cm

bahan V beltnya (solid woven)
 12kg / cm2  7,22kg / cm2  0,73kg / cm2  54,7
e = 2,71
F1 = Gaya pada belt yang kencang ( kgf)  74,65 kg / cm2
F2 = Gaya pada belt yang kendur ( kgf )
4.6.11 Jumlah Putaran Per Satuan
Jadi : Panjang
F1  ' Banyaknya putaran per satuan panjang
e
F2 bisa dihitung menggunakan rumus sebagai
F1 0,6 berikut :
 2,710,222,78  2,71 v
F2 u
F1  1,82 F2 L

T 2574,14kg.mm Diamana :
F e r11 220mm  11,7kgf v = kecepatan putaran belt yaitu 7,443 m/s
L = panjang belt yaitu 670 mm atau 0,67 m yang terjadi pada poros. Setelah mendapat
perhitungan dari semua mekanika teknik yang terjadi
pada poros kita akan mencari berapa diameter poros
Jadi : yang harus digunakan agar nantinya alat dapat bekerja
7,443 m / s dengan aman.
u  11,1
0,67 m s1 4.7.1 Mencari Besarnya Momen Torsi dan Momen
Bending
4.6.12 Umur Belt
Lamanya umur belt dapat dihitung Sebelum mencari berapa besarnya diameter
poros yang seharusnya dipakai terlebih dahulu harus
dengan rumus sebagai mberikut:
mencari berapa besarnya momen torsi dan momen
N  
bending. Besarnya momen torsi dapat dihitung
H= base fat dengan menggunakan rumus.

3600.u.X  max 
T = 9,74.105 𝑝
𝑁𝑝
Dimana :
Nbase = basis atau dasar dari fatique test = 107 T = 9,74.105 0,37 𝐾w
140 𝑟𝑝𝑚
cycles
( dilihat pada lampiran ) T = 2.574,14 kg.mm
σfat = 90 kg/cm2 ( didapatkan pada
lampiran) Selanjutnya setelah menghitung
σmax = tegangan maksimum = 74,65 kg/cm2 berapa besarnya momen torsi, akan dihitung
m = 8 ( tipe V-Belt dilihat pada lampiran) besarnya momen bending.
u = Jumlah putaran per sekon = 8
X = Jumlah pulley
4.7.2 Bidang Horisontal dan vertikal

Jadi :
m
N  
base fat
H  
3600.u.X  max  8
7
 10  90kg / cm2 
 3600.8.2 74,65kg / cm  774,96 jam
2

 

4.6.13 Gaya Pulley terhadap Poros


Besarnya gaya pulley yang terjadi
pada poros dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

FR = F122  F 2
 93,98 2 48,95 2
 8.832,24  2.396,1 Gambar 4.1 Gaya yang bekerja pada poros
 105,96kgf Gaya yang bekerja untuk setiap titik
4.5 Perhitungan Poros
pada poros dan jarak antara titik satu dengan
titik yang lain ditentukan dengan mengacu
Pada perhitungan poros, pertama yang akan dicari persamaan ∑M = 0 dan ∑F = 0, maka momen
adalah tegangan yang akan diterima atau yang bending dan gaya yang bekerja pada poros
ditimbulkan oleh semua mekanisme yang terpasang untuk bidang horisontal dan vertikal dapat
pada poros. Yaitu melalui perhitungan mekanika diketahui.
teknik mengenai gaya-gaya yang bekerja dan momen
Setelah menghitung gaya dan momen   Mp  0
bending yang terjadi maka dibuat bidang 1 1
lintang (gaya) untuk mengetahui apakah 0  F (40)  Ah (75)  F (90)  F (270)
perhitungan diatas sudah benar dan juga agar sp
2
tr
2
tr

mudah membuat diagram bidang momen.  Bh(285)  Ft (320)


Dengan membuat diagram bidang momen 1
tersebut kita akan bisa melihat letak momen  79,41(40)  Ah (75)  (1,92)(90)
yang terbesar pada poros. 2
Tinjauan Bidang Horizontal 1
 (1,92)(270)  Bh (285)  5,28(320)
2
Bh  3.176,4  Ah (75)  86,4  259,2  Bh (285)
Ah
 1.689,6
P Ah (75)  Bh (285)  5.2108,6kg.......(2)

FSP Ft
FRSinθ ½Ftr ½Ftr Persamaan 1 dan 2, eliminasi :
Gambar 4.2 Gaya poros horizontal
Diketahui dari data-data
Ah  Bh  x285
sebelumnya:
   450 161,59

 F 75Ah  285Bh  5.208,6 x1


R
 105,96kgf
 F .Sin 105,96kg.Sin450  74,91kgf
R
285Ah  285Bh  46.053,15
 Ft  5,28kgf 75Ah  285Bh  5.208,6

 Fr  T 4.174,285 kgf .mm 210 Ah  40.844,55


r  
29mm
143,94kgf Ah  194,49kg...........(3)

 Ftr  1,92kgf Persamaan 3, distribusikan ke persamaan 1 :

 FS Ah  Bh  161,59
P  79,48 kgf
194,49  Bh F 161,59
Bh  161,59  194,49
  Fh  0  32,9kg
1 1
0  F Sin   Ah   F  Bh  F Ah
F
F
R sp
tr tr t
2 121 Bh I IIIIIIV V
 74,91 79,48  Ah  (1,92)  (1,92) VI
2 2
 Bh  5,28 I II III IV V V
 Ah  Bh FRSinθ Ft ½Ftr
Ah  Bh  161,59kg.........(1)
½Ftr FSP
Gambar 4.3 Gaya sebenarnya poros
horizontal

Momen Bending Horizontal


 Potongan I-I kiri
M1
x

FRSinθ
x  0  M 3  74,91(40  35  0)  79,48(35  0)
194,49
M 0  4.801,7
 M1  FR Sin (x) x  15  M  81,7(40  35 15)  37,88(35 15)
M1  105,94.sin 45 (x) 3 181,
 7.353 1.894  2.721,6
x  0  M1  74,91(0)  8.180,6kg.mm
0  Potongan VI-VI kanan
x  40  M1  74,91(40) M
6
 2.996,4kg.mm
 Potongan II-II kiri x

M 0
 M 6  F
Ft
M2 M 6  Ft (x)
40 x
x  0  M 6  5,28(0)
FRSinθ Fsp 0
M 0 x  35  M 6  5,28(35)
 M 2  FR Sin (40  x)  Fsp (x)  184,4kg.mm
M 2  74,91(40  x)  79,48(x)

x  0  M 2  74,91(40  0)  79,48(0)
 2.996,4kg.mm
x  35  M 2  74,91(40  35) 
 Potongan V-V kanan
79,48(35)
 5.775,75  2.781,8 M5
 2.993,65kg.mm
x 35

 Potongan III-III kiri  M 0


Ah
 M 5  F t (35Bh x) B h Ft
M 5  Ft (35  x)  Bh (x)

x  0  M 5  5,28(35  0)  (32,9)
(0)
 M   184,8kg.mm
 M 3  FR Sin (40  35  x)  Fsp (35  x  15  M 5  5,28(35  15)  (32,9)
x) (15)
 Ah (x)  164  493,5
M 3  74,91(40  35  x)  79,48 (35  x)  657,5kg.mm
 Potongan IV-IV kanan
 194,49(x)
M4
x
15

½F Bh F
35 FRCosθ ½Ftekan ½Ftekan Fr

M 0
 M 4  Ft (35  15  x)  Bh (32,5  x) P

1 WP WSP ½WR ½WR WRG


 2 Ftr (x) Bv
1 Gambar 4.6 Gaya poros vertikal
M  F (35  15  x)  Bh (15  x)  (x) Av
F
4 t tr Diketahui :
2
   450
x  0  M 4  5,28(35  15  0)  (32,9) (15   F .Cos  105,96kgf .Cos450  74,91kgf
R
0)
1
 1,92(0)
2  Fr 143,94kgf
 Ftekan  6,6kgf
 228,54kg.mm
 WP  4,3kg
x  180  M  5,28 (35  15  180)  (32,9) (15  180)
1  WRG  1,2kg
4
 1,92(180) WR  6kg
2 
 1.214,4  6.415,5  175,5  WSP  0,25kg
 5.025,6kg.mm

  Fv  0
0  FR Cos W p Wsp  Av  Ftekan WR  Bv
 Fr Wrg
Av  Bv  FRCos  WP  WSP  Ftekan  WR  Fr  WRG
 74,91 4,3  0,25  6,6  6 143,94 1,2
Av  Bv  237,2kg........(4)

Gambar 4.4 Diagram geser poros horizontal

8.180,6
2.994,42.993,65

657,5
184,4

M3
Gambar 4.5 Diagram
40 momen35 poros horizontal
x
Tinjauan Bidang Vertikal

FRSinθ Fsp
-5.025,6
  Mp  0
1
0  W (40)  Av (75)  (F  W )(90)
SP tekan R I II III V
2 WP Av ½WR
IV ½WR VI W
1 SP
W RG

 (Ftekan  WR ) (270)  Bv (285) Gambar 4.7 Diagram sebenarnya poros


2 vertikal
 (Fr  WRG )(320)
1
 0,25(40)  Av (75)  (6,6  6)
(90) Momen bending vertikal
2 Potongan I-I kiri
1
 (6,6  6) (270)  Bv (285)
2 FRCosθ
 (143,94 1.2)(320)
M1
 10  75Av  567 1701 285Bv
x
 46.448,8
75Av  285Bv  48.716,8kg........(5) W
M  0 P
 M1  FRCos (x) WP (x)
M1  (FRCos  WP )(x)

x  0  M1  (74,91  4,3) (0)


0
x  40  M1  (74,91  4,3) (40)
 3.440kg.mm

 Persamaan 4 dan 5,
eliminasi
Av  Bv  237,2  285
75Av  285Bv  1
48.716,8

285Av  285Bv  67.602


 Potongan II-II kiri
75Av   48.716,8 FRCosθ
285Bv
210 Av  18.885,2
Av  89,93kg.......(6) M2

 Persamaan 4 dan 6, disubtitusi 40 x


Av  Bv  237,2
89,93  Bv  237,2 WP WSP
Bv  237,2  89,93
 147,27kg

Tinjauan gaya vertikal

FRCosθ ½Ftekan
F ½Ftek Bv
a
I II III IVVI V
M 0
 Potongan VI-VI kanan
 M 2  (FRCos  WP )(40  x)  (WSP )
(x) M 2  (FRCos  WP )(40  x)  (WSP )(x)
Fr
M6
x  0  M 2  (74,91  4,3)(40  0)  (0,25) x
(0) WRG
 3.168,4kg.mm
x  35  M 2  (74,91  4,3)(40  35)  (0,25) M 0
(35) M6  WR ) (x)
(Fr
 5.940,7  8,75 G

 5.949,5kg.mm
M 6  (Fr  ) (x)
WRG

x  0  M 6  (143,94  1,2) (0)


0
x  35  M 6  (143,94  1,2) (35)
 5.058,9kg.mm

 Potongan III-III kiri

FRCosθ

M3
 Potongan V-V kanan
40 35 x

WP WSP Av Fr
Bv
 0 M5 35
M x
 M 3  (FRCos  WP )(75  x) 
WRG
(WSP )(35  x)  Av (x)
M 3  (FRCos  WP )(75  x)  (WSP M 0
) (35  x)  Av (x)  M 5  (Fr  WRG ) (35  x)  Bv(x)
M 5  (Fr  WRG ) (35  x)  Bv(x)
x  0  M 3  (74,91 4,3)(75  0)  (0,25)(35  0)
 89,93(0) x  0  M 5  (143,94  1,2) (35  0) 
 5.940,75  8,75  147,27(0)
5.932kg.mm  5.058,9kg.mm
x  15  M 3  (74,91  4,3)(75 15)  (0,25)(35 15x ) 15  M 5  (143,94  1,2) (35  15) 
147,27(15)
 89,93(15)  5.118,9  2.209,05
 7.128,9 12,5 1.348,8  2.909,85kg.mm
 5.767,6kg.mm
Gambar 4.9 Diagram momen poros vertikal
 Potongan IV-IV kanan 4.7.3 Momen Terbesar
Setelah didapat momen terbesar
½Fteka Bv Fr dimasing-masing bidang kita dapat
menghitung besarnya momen bending
M4
x 15 35
menggunakan (persamaan 2.46.)
Diket : Mh = 8.180,6 kg.mm
½WR WRG Mv = 64.013,85 kg.mm
M 0 M b  (Mh)2  (Mv)2
 M 4  (Fr  WRG ) (50  x)  Bv(15   (8.180,6 )2  (64.013,85 )2
x)
1 1
 ( Ftekan  WR )(x)
 4.164.595.208,36
2 2 1
M  (F  W ) (50  x)  Bv(15  x)   64.533,67kg.mm
4 r RG ( Ftekan
2 4.7.4 Diameter Poros
1 Agar alat nantinya dapat bekerja
 R )(x) dengan baik dengan besarnya gaya dan
W momen yang ada oleh karna itu diameter
2 poros
x0M   (143,94  1,2) (50  0) dic ari harus
dengansesuai, diameter poros
menggunakan dapat
persamaan.
4 (147,27) 
(1 5 0 ) poros yang nantinya akan digunakan
B ah an
1 1
 ( . 6,6 . 6) adalah baja AISI 1030
2
(0)
2
 9.466,05kg.mm Diket : Syp baja AISI 1030= 0,7 X  t
x  180  M  (143,94  1,2) (50  180)  147,27(15  = 0,7 X 48
4 180)
Kg/mm 2
1 1
 ( . 6,6 . 6) = 33,6 Kg/mm2
2 (180) n = 2,5 Faktor keamanan untuk beban
2
 36.371,25  26.506,6  kejut
1.134 Mb= 64.533,67kg.mm
 64.013,85kg.mm T = = 4.174,285 kg.mm
36,13  32n 
29,53
23,53
d  3 .
 S  M T
b
2
2

17,87 yp 
(+)

(-)  32.2,5 
d 3  .(64.553,67)2  ( 4.174 )2
  .33,6
91,75
Gambar 4.8 Di9a2gram geser poros vertikal  32.2,5 
d 3  .4.184.598.586,46
  .33,6
64.013,8
5.767,6 5.058,9
5.949,5
3.440 2.909,85
d  3 (0,76).(64.688,47)
d  3 49.163,23
d  36,63mm 4.8.2 Perhitungan Pasak Berdasarkan
Dari perhitungan didapatkan diameter poros tegangan Kompresi
yang dibutuhkan agar alat dapat bekerja Tegangan kompresi yang timbul pada pasak
dengan aman dibutuhkan diameter poros yang
lebih besar dari 36,63 mm maka digunakan
diameter poros sebesr 40 mm untuk lebih
aman.

4.8 Perhitungan Pasak


Pada perencanaan pasak bahan yang
digunakan menggunakan bahan ST37 dengan Gambar 4.11 Pasak terkena tegangan
diameter poros 40 mm & 60 mm sehingga kompresi
didapat data sebagai berikut : 4.T Kc .Syp
Sy = Tegangan ijin bahan yang digunakan  c  H.L.D  N
p
ST 37 yang memiliki nilai Ultimate tensile 4.T.N
streng 37 kgf/mm2 dan nilai tegangan luluh L  H..D.K .S
s yp

(σyp) 25,9 kgf/mm2


W = Lebar Pasak nilai 8 mm ( dari tabel E3 ) 4.3,17.3
 7.25,4.1,2.25,9
N = Angka Keamanan = 3 ( dari tabel G )
Ks = Kapasitas Tegangan Geser ( 0,6 ) L ≥ 0,007 mm
Kt = Kapasitas Tegangan Kompresi ( 1,2 ) Jadi hasil perhitungan pasak yang
T1= Momen torsi poros pengaduk ( direncanakan sebesar 1 mm
3,17kg.mm ) 4.9 Bearing atau Bantalan
D = Diameter luar poros diketahui (60 mm) Dalam mesin pengaduk adonan donat
L = Panjang pasak (mm)105 ini menggunakan bearing jenis bantalan
H = tinggi Pasak=7 mm gelinding (rolling bearing). Dari perhitungan
poros didapatkan data sebagai berikut :
Perhitungan Bearing pada Poros Pengaduk
4.8.1 Perhitungan Pasak Berdasarkan Tegangan 1. Diameter Poros (Dp) : 40 mm
Geser.
2. Gaya bantalan di titik A (FAV)= 247,44 kg
Tegangan geser timbul pada permukaan pasak
= 2.427,48 N
(FAH)= 267,54 kg =
2.624,64 N
3. Gaya bantalan di titik B (FBV)= 1.282,31
kg = 12.579,52 N
(FBH) = 719,02 kg =
7.063,58 N
Gambar 4.10 Tegangan Geser pada Pasak
Rumus yang digunakan untuk mencari lebar 4.9.1 Gaya Radial pada Bantalan A
panjang pasak. Gaya radial pada bantalan A dapat dihitung
dengan rumus:
2.T
3 s K
 3  W .L.D  N 𝐹𝑟𝐴 = √(𝐹𝐴𝑉 )2 + (𝐹𝐴𝐻)2
2.T .N 𝐹𝑟𝐴 = √(247,44)2 + (267,54)2
L 1 𝐹𝑟𝐴 = √132.804,11
W ..D.K s .S 𝐹𝑟𝐴 = 364,42 𝑘𝑔 = 3.574,96 𝑁
yp
Perhitungan Beban Equivalent Pada
2.3,17.3
 8.25,4.0,6.25,9 Bantalan A:
Untuk mengetahui beban eqivalen
L  0,006 mm dapat diketahui melalui persamaan :
𝑃 = 𝑉 · X · 𝐹𝑟 + 𝑌 · 𝐹𝑎 𝑃𝑏 = 2,5(0,56 · 1 · 359,51𝑘𝑔) + 839,92𝑘𝑔
Cara memilih harga X dan Y dapat dilakukan 𝑃𝑏 = 1343,23 𝑘𝑔 = 13177,12 𝑁
dengan langkah-langkah sebagai berikut : 4.9.3 Menghitung Umur Bantalan
i·𝐹𝑎 1·123,72
= = 0,16 Untuk mengetahui berapa umur
𝐶𝑜 6.950 bantalan yang nantinya diganti baru, maka
Jadi : e = 0,22 mur bantalan sebaiknya diganti dengan umur:
= 1·133,77 = 0,92
𝐹𝑎 123,72 106 𝑏
𝑉·𝐹r 𝐿10 = (𝐶 )
60·𝑛
Sehingga : 𝑝 𝑃

𝐹𝑎 Dimana :
𝑉·𝐹r>𝑒 C = 9.070 kgf (ball bearing) , 3380 kgf
Maka : X = 0,56 dan Y = 1,99 (roller bearing)
Nilai Fs ball bearing = 2,5 ( Heavy Shock b = 3.0 (untuk ball bearing), 3,33 (untuk
Load ) roller bearing)
V1 = 1 ( ring dalam yang berputar ) n = 140 rpm (putaran poros)
V2 = 1,2 ( ring luar yang berputar )
Jadi : Jadi :
𝑃𝑎 = X · 𝑉1 · 𝐹𝑟 + 𝑌 · 𝐹𝑎  Bantalan A
𝑃𝑎 = 𝐹𝑠(X · 𝑉1 · 𝐹𝑟) + 1,99 · 123,72 𝑘𝑔 Untuk mengetahui umur Bantalan A :
𝑃𝑎 = 2,5(0,56 · 1 · 133,77𝑘𝑔) + 246,20𝑘𝑔 106 𝐶 𝑏
𝐿 =
𝑃𝑎 = 433,48 𝑘𝑔 = 4252,42 𝑁 10 ( )
60·𝑛𝑝 𝑃𝑎
9.070 3
4.9.2 Gaya Radial pada Bantalan B 106 ( 433,48 )
𝐿1= 60·140𝑟𝑝𝑚
Gaya radial pada bantalan B dapat 𝐿10 = 106 (9.155,56)
dihitung dengan rumus : 8400𝑟𝑝𝑚
𝐿10 = 1.089,95 j𝑎𝑚
𝐹𝑟𝐵 = √(𝐹𝐵𝑉)2 + (𝐹𝐵𝐻)2
 Bantalan B
𝐹𝑟𝐵 = √(1.282,31 )2 + (719,02)2 Untuk mengetahui umur Bantalan B :
𝐹𝑟𝐵
= √4.002,66 𝐿10 106 𝐶 )𝑏
𝐹𝑟𝐵 = 63,26𝑘𝑔 = 620,64 𝑁 = 60·𝑛𝑝 ( 𝑃𝑏 3
106 9.070 𝑘g
𝐿 10 = 60·140 𝑟𝑝𝑚 ( )
1343,23 𝑘g
Perhitungan Beban Eqivalent Pada 𝐿10 = 10
6
(307,54)
Bantalan B : 8400𝑟𝑝𝑚
Untuk mengetahui beban eqivalen 𝐿10 = 36.611,905 j𝑎𝑚
dapat diketahui melalui persamaan :
𝑃 = 𝑉 · X · 𝐹𝑟 + 𝑌 · 𝐹𝑎
Cara memilih harga X dan Y dapat dilakukan 4.9 Mencari Sudut Poros
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
i·𝐹𝑎 1·641,158 ∑=𝑟+𝛾
= = 0,23
𝐶𝑜 6.950 4.9.1
Jadi : e = 0,34
𝐹𝑎 641,158 ∑ = Sudut poros
𝑉·𝐹r= 1·359,51 = 1,78
Sehingga : 𝜏 = Sudut pitch gear
𝐹𝑎
𝑉·𝐹r>𝑒
Maka : X = 0,56 dan Y = 1,31 𝗒 = Sudut pitch pinion
Nilai Fs ball bearing = 2,5 ( Heavy Shock
Load ) Sudut pitch dapat dicari dengan rumus:
V1 = 1 ( ring dalam yang berputar ) sin ∑
V2 = 1,2 ( ring luar yang berputar ) tan 𝑟 =
Jadi : Nt
+ cos ∑
Nt
𝑃𝑏 = X · 𝑉1 · 𝐹𝑟 + 𝑌 · 𝐹𝑎
𝑃𝑏 = 𝐹𝑠(X · 𝑉1 · 𝐹𝑟) + 1,31 · 641,158𝑘𝑔
tan 𝑟 = Nt sin 45
𝑜
DAFTAR PUSTAKA
+ cos 450
Nt
Prayogi, Ais Sebastian & Tanjung, Ilham. Mesin Hot
Embossing Palet plastik. Tugas Akhir D3 mesin ITS,
0,707 Surabaya.
tan 𝑟 = 1 + 0,707
Aaron D, Deutchman. 1975. Machine Design : Theory
0,707 and Practice. New York: Macmilan
tan 𝑟 = 1,707 Publishing Co, Inc.
÷ 𝑟𝑟
Sularso, Kiyokatsu Suga. 1978, : Dasar Perencanaan

𝑟 = 𝑎𝑟𝑐 tan 0,41 = 22,20 dan Pemilihan Elemen Mesin. Cetakan ke


𝛾 = ∑ − 𝑟 = 450-22,20=22,80 sepuluh, PT Pradnya Paramita, Jakarta-2002.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Suhariyanto, : Elemen Mesin 1. Surabaya-2005.
Dari perhitungan dan perencanaan pada
Suhariyanto: Elemen Mesin 2. Surabaya-2012.
“Rancang Bangun Mesin Pengaduk
Adonan Donat” , diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Daya yang dibutuhkan sebesar 0,5 HP dengan
putaran mesin 1400 rpm yang di reducer
menggunakan gear box ratio 1:10.
2. Sistem transmisi yang digunakan :.
 Ukuran diameter pulley yang digunakan :
 Diameter pulley pada motor 76,2 mm
 Diameter pulley pada Gear box 76,2
mm
 Belt yang dipakai adalah tipe A dengan panjang
belt 670 mm dan menggunakan 1 buah belt.
 Poros yang digunakan pada pengaduk
adalah bahan AISI 1045, lambang S45C dan
baja karbon kontruksi mesin dengan
diameter 30 mm dan panjang 70 mm.
 Tipe Bearing yang digunakan pada poros
pengaduk adalah tipe Single Row Ball
Bearing.
3. Dari hasil percobaan mesin :
 Dibutuhkan waktu 15 menit untuk
mengaduk rata adonan 1 kg.

5.2 Saran

1. Untuk kedepannya agar bisa disempurnakan


dengan motor yang lebih besar phase dan
rpm nya supaya adonan yang di proses lebih
cepat rata dan juga lebih banyak.
2. Lebih diperhatikan lagi pada sisi “safety” nya.
Karena untuk mengetahui adonan sudah
benar-benar merata atau belum, masih di
ambil sedikit dengan tangan pada saat pisau
pengaduk masih berputar.
D3 TEKNIK MESIN PRODUKSI
KERJASAMA DISNAKERTRANSDUK-ITS SURABAYA

RANCANG BANGUN MESIN


PENGADUK ADONAN
DONAT
OLEH :
RIZAL BAHRUL CHAMIDDIN
(2111039038)
A D I( 2S 1A 1N 1T O0 S3 O
9 0P 1
R8I B) A D I
Dosen Pembimbing :
Ir. Edi Widiyono, MSc
Abstrak
🞇 Kebutuhan donat sebagai salah satu makanan ringan semakin
bertambah, oleh karena itu industry kecil dan menengah dituntut untuk
bias memproduksi donat dalam jumlah yang banyak. Agar dapat
bersaing dengan produsen donat industry besar maka produsen donat
home industry harus membuat produk yang berkualitas.
🞇 Dari rangkaian proses pembuatan donat,pengadukan adonan tepung
sangat menentukan kualitas donat, namun hingga sampai saat ini proses
pengadukan yang dilakukan masih menggunakan alat manual
sehingga membutuhkan waktu yang lama serta kapasitas adonan yang
sedikit. Namun dengan menggunakan mesin pengaduk adonan
mekanik yang menggunakan media pisau pengaduk produsen dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.
🞇 Pada mesin ini produksi donat dapat dimaksimalkan karena wadah
adonan, kecepatan pengadukan dan waktu pengadukan singkat,
sehingga bisa menghasilkan produk yang mempunyai kualitas dan
kuantitas yang baik serta daya saing industri kecil semakin
meningkat.
K O N T EN

Pendahuluan Metodologi

Mekanisme
Kerja Penutup
Latar Belakang

🞇 Selama ini dalam pengadukan adonan


donat, masih menggunakan proses
manual yaitu menggunakan tangan

Sumber : www.etchmaster.com/information_site/is_equipment.htm
Rumusan Masalah
🞇 Bagaimana mewujudkan mesin pengaduk adonan
donat yang menghasilkan adonan tersebut rata
dan cepat.
🞇 Bagaimana merencanakan mesin pengaduk
adonan dengan perputaran pengaduk dua sisi
dalam panci adonan
🞇 Bagaimana mengetahui batasan kapasitas
adonan yang di proses dalam mesin.
Batasan Masalah
🞇 Kekuatan rangka mesin (sambungan las)
diasumsikan aman.
🞇 Analisa meliputi perencanaan gaya pengaduk dan
elemen mesin mesin pengaduk adonan,
perencanaan putaran dan daya yang dibutuhkan.
🞇 Material yang dipakai pada mesin tidak dilakukan
percobaan (tes bahan) diambil dari literature yang
telah ada.
Tujuan Penelitian
🞇Merancang mesin dengan proses pengadukan
adonan menggunakan sebuah mesin dengan
pisau pengaduk tidak berpindah (hanya
berputar) dan ditempatkan pada sebuah panci
stainless.
🞇Mampu menghitung gaya maupun daya yang
dibutuhkan dalam proses pengadukan agar
adonan merata.
🞇Mampu memperkirakan kapasitas adonan
maksimal pada panci
K O N T EN

Pendahuluan Metodologi

Mekanisme
Penutup
Kerja
Metodologi
Mulai

Studi leteratur Observasi

Data lapangan

Design alat
Tidak
Mesin bekerja
dengan baik
Perencanaan
dan Y

Pembuatan laporan
Gambar teknik
Selesai
Pembuatan mesin
K O N T EN

Pendahuluan Metodologi

Mekanisme
Penutup
Kerja
Mesin Pengaduk Adonan
Diagram Alir

Persiapan Pembersihan
Star Bahan - bahan Panci

“switch” Memasukkan Mesin


diputar ke ON bahan - bahan dinyalakan

Proses Pengambilan
pengadukan adonan Finish
Proses Pengadukan
Adonan
Hasil Percobaan

Sebelum Proses Sesudah Proses


K O N T EN

Pendahuluan Metodologi

Mekanisme
Penutup
Kerja
Kesimpulan
⚫ Kesimpulan
⚫ Dari perhitungan dan perencanaan pada “Rancang Bangun Mesin Pengaduk
Adonan Donat” , diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
⚫ Daya yang dibutuhkan sebesar 0,5 HP dengan putaran mesin 1400 rpm yang di
reducer menggunakan gear box ratio 1:10.
⚫ Sistem transmisi yang digunakan :.
⚫ Ukuran diameter pulley yang digunakan :
⚫ Diameter pulley pada motor 76,2 mm
⚫ Diameter pulley pada Gear box 76,2 mm
⚫ Belt yang dipakai adalah tipe A dengan panjang belt 670 mm dan menggunakan 1
buah belt.
⚫ Poros yang digunakan pada pengaduk adalah bahan AISI 1045, lambang S45C dan
baja karbon kontruksi mesin dengan diameter 30 mm dan panjang 70 mm.
⚫ Tipe Bearing yang digunakan pada poros pengaduk adalah tipe Single Row Ball
Bearing.
⚫ Dari hasil percobaan mesin :
⚫ Dibutuhkan waktu 15 menit untuk mengaduk rata adonan 1 kg.
TERIMA KASIH

Mohon Saran dan


Masukan Untuk
Kesempurnaan Tugas Akhir
ini

Anda mungkin juga menyukai