Anda di halaman 1dari 141

TUGAS KOMPREHENSIF

KESELAMATAN KERJA,
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN
PRODUKSI DAN
SISTEM PRODUKSI

Oleh:

WULAN APRIANI
NIM. 2013080175

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2019
KESELAMATAN KERJA,
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN
PRODUKSI DAN
SISTEM PRODUKSI

TUGAS KOMPREHENSIF

Diajukan Sebagai Syarat Dalam Rangka Memperoleh Gelar


Sarjana Teknik Industri

Oleh:

WULAN APRIANI
NIM. 2013080175

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2019

i
LEMBAR PERSETUJUAN

NIM : 2013080175
Nama : WULAN APRIANI
Program Studi : TEKNIK INDUSTRI
Fakultas : TEKNIK
Jenjang Pendidikan : STRATA 1

Tugas Komprehensif ini telah diperiksa dan disetujui.

Tangerang Selatan, 29 Juni 2019

Pembimbing I, Pembimbing II,

Sofian Bastuti, S.T, M.T Tedi Dahniar, S.T, M.T


NIDN. 04.010982.04 NIDN. 04.050183.02

Pembimbing III, Koordinator Perkuliahan Komprehensif,

Muh. Shobur, S.T, M.T Rini Alfatiyah, S.T, M.T, CMA


NIDN. 04.270889.03 NIDN. 04.180381.02

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Industri,

Dr. Ir. H. Dadang Kurnia, M.M


NIDN. 04.080854.02

ii
LEMBAR PENGESAHAN

NIM : 2013080175
Nama : WULAN APRIANI
Program Studi : TEKNIK INDUSTRI
Fakultas : TEKNIK
Jenjang Pendidikan : STRATA 1

Tugas Komprehensif ini telah dipertahankan di hadapan dewan penguji ujian


Sidang di Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri dan dinyatakan
LULUS.

Tangerang Selatan, 29 Juni 2019

Penguji I, Penguji II,

Dr. Ir. H. Dadang Kurnia, M.M Rini Alfatiyah, S.T, M.T,


NIDN. 04.080854.02 CMA NIDN. 04.180381.02

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Industri,

Dr. Ir. H. Dadang Kurnia, M.M


NIDN. 04.080854.02

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan komprehensif yang merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan program studi strata satu (S1) pada program studi Teknik Industri
di Universitas Pamulang Tangerang Selatan. Penulis menyadari tugas akhir ini
masih jauh dari sempurna. Karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari pula bahwa tugas
perkuliahan komprehensif ini takkan terwujud tanpa bantuan, bimbingan, dan
dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. (HC) H. Darsono, selaku ketua Yayasan Sasmita Jaya, yang telah
memberikan kesempatan menempuh pendidikan tinggi dengan biaya terjangkau untuk semua
lapisan masyarakat;
2. Dr. H. Dayat Hidayat, M.M, selaku Rektor Universitas Pamulang, yang telah
memberikan semangat bagi seluruh mahasiswanya untuk lebih berinovasi;
3. Dr. Ir. H. Dadang Kurnia, M.M., selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ketua
Program Studi Teknik Industri, yang telah memberikan masukan dan pengarahannya kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan komprehensif ini dengan baik;
4. Ibu Rini Alfatiyah, S.T, M.T, CMA selaku Koordinator Perkuliahan
Komprehensif pada Program Studi Teknik Industri di Universitas Pamulang, yang telah
mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Perkuliahan
Komprehensif;
5. Bapak Sofian Bastuti, S.T, M.T, selaku pembimbing I Perkuliahan Komprehensif
pada Program Studi Teknik Industri di Universitas Pamulang, yang telah mengarahkan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Perkuliahan Komprehensif;
6. Bapak Tedi Dahniar, S.T, M.T, selaku pembimbing II Perkuliahan Komprehensif
pada Program Studi Teknik Industri di Universitas Pamulang,

iv
v

yang telah mengarahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan


Tugas Perkuliahan Komprehensif;
7. Bapak Muh. Shobur, S.T, M.T, selaku pembimbing III Perkuliahan Komprehensif
pada Program Studi Teknik Industri di Universitas Pamulang, yang telah mengarahkan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Perkuliahan Komprehensif;
8. Saudara dan sahabat-sahabatku, yang telah memberikan dukungan morel untuk
terus menyelesaikan Perkuliahan Komprehensif.

Akhirnya kata penulis hanya bisa berharap tugas komprehensif ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian walaupun masih jauh
dari sempurna, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dikemudian hari dan semoga Allah SWT membalas kebaikan dan
selalu mencurahkan Hidayah serta Taufik-Nya, Amin Ya Robbal alamin.

Tangerang Selatan, 29 Juni 2019


Penulis

WULAN APRIANI
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii
DAFTAR TABEL................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xi

TUGAS I KESELAMATAN KERJA


1.1 Tugas Metode HIRARC...................................................................1
1.2 Tugas Metode FMEA.....................................................................16
1.3 Tugas Metode HAZOPS................................................................ 22
1.4 Tugas Metode FTA........................................................................ 31
1.5 Review Jurnal Keselamatan Kerja..................................................41

TUGAS II PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI


2.1 Tugas EOQ.....................................................................................43
2.2 Tugas POQ.....................................................................................45
2.3 Tugas MRP.....................................................................................49
2.4 Tugas Forecasting..........................................................................62
2.5 Review Jurnal Perencanaan dan Pengendalian Produksi................71

TUGAS III SISTEM PRODUKSI


3.1 Tugas Lean Manufacturing............................................................73
3.2 Tugas Aggregrate Planning........................................................... 78
3.3 Tugas Kapasitas Produksi.............................................................. 81
3.4 Tugas Cycle Time...........................................................................83
3.5 Review Jurnal Sistem Produksi...................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................97
LAMPIRAN..........................................................................................................99

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.1 Alur Kerja Proses Produksi Sari Kedelai.................................... 4
Gambar 1.2 Diagram Pie Perbandingan antara 6 Bagian Produksi Sari
Kedelai 15
Gambar 1.3 Diagram Pie Perbandingan antara Tingkat Risiko...................15
Gambar 1.4 Alur Kerja Proses Pengemasan Sari Kedelai.............................18
Gambar 1.5 Risk Matrix.....................................................................................24
Gambar 1.6 Alur Kerja Pergudangan Produk Jadi.......................................25
Gambar 1.7 Diagram Pie Perbandingan antara 3 Bagian Pergudangan Produk
Jadi 30
Gambar 1.8 Diagram Pie Perbandingan antara Tingkat Risiko...................31
Gambar 1.9 Diagram FTA dari Proses Produksi Sari Kedelai..................... 34
Gambar 1.10 Diagram Fault Tree dengan Pemisahan......................................... 35
Gambar 1.11 Diagram FTA dari Proses Pengemasan Sari Kedelai.....................36
Gambar 1.12 Diagram Fault Tree dengan Pemisahan......................................... 37
Gambar 1.13 Diagram FTA dari Proses Pergudangan Produk Jadi.....................39
Gambar 1.14 Diagram Fault Tree dengan Pemisahan......................................... 40
Gambar 2.1 Hasil Pengolahan EOQ PPIC 1 dengan POM for Windows 3. .45
Gambar 2.2 Grafik Model POQ.......................................................................46
Gambar 2.3 Hasil Pengolahan POQ PPIC 2 dengan POM for Windows 3. .49
Gambar 2.4 Bill of Materiall Pulpen.................................................................50
Gambar 2.5 Hasil Perhitungan MRP Bagian Pulpen.....................................53
Gambar 2.6 Hasil Perhitungan MRP Bagian Body........................................ 54
Gambar 2.7 Hasil Perhitungan MRP Bagian Tabung................................... 56
Gambar 2.8 Hasil Perhitungan MRP Bagian Tutup Atas dan Tutup Bawah 57
Gambar 2.9 Hasil Perhitungan MRP Bagian Mata Pulpen...........................58
Gambar 2.10 Hasil Perhitungan MRP Bagian Tinta............................................ 59
Gambar 2.11 Purchase Order sebagai Dokumen Pemesanan Material...............60
Gambar 2.12 Hasil Pengolahan MRP Tugas PPIC 3 dengan POM for
Windows 61

vii
viii

Halaman
Gambar 2.13 Peta Kontrol Permintaan dari Data Aktual, Model MA (4),
WMA (4), ES (α=0,9).................................................................... 71
Gambar 3.1 Hasil Pengolahan Data Aggregate Planning Air Mineral CV.
XYZ dengan POM for Windows....................................................80
Gambar 3.2 Grafik Aggregate Planning Air Mineral CV. XYZ dengan POM
for Windows....................................................................................80
Gambar 3.3 Peta Aliran Proses Pembuatan Tahu..........................................86
Gambar 3.4 Peta Aliran Proses Pencetakan Tahu Kain dan Perebusan Tahu
87
Gambar 3.5 Peta Aliran Proses Pengemasan Tahu........................................88
Gambar 3.6 Peta Pekerja dan Mesin Grinding............................................... 89
Gambar 3.7 Peta Pekerja dan Mesin Spinner................................................. 90
Gambar 3.8 Peta Pekerja dan Mesin Steam Conveyor................................... 91
Gambar 3.9 Peta Pekerja dan Mesin Coding Carbon.....................................92
Gambar 3.10 Peta Pekerja dan Mesin Vacuum Sealer......................................... 93
Gambar 3.11 Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri..............................................94
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Skala Ukuran Semi Kuantitatif Kemungkinan (Likelihood)..........2
Tabel 1.2 Skala Ukuran Semi Kuantitatif Paparan (Exposure)...................... 2
Tabel 1.3 Skala Ukuran Semi Kuantitatif Konsekuensi (Consequency).........2
Tabel 1.4 Tingkat Risiko Semi Kualitatif.......................................................... 3
Tabel 1.5 Identifikasi Bahaya dengan Metode HIRARC Pada Bagian
Produksi Sari Kedelai di CV. Kim’s Pangan Jaya 5
Tabel 1.6 Hasil Prosentase Penilaian dan Pengendalian Risiko....................14
Tabel 1.7 Skala Severity pada Metode FMEA.................................................16
Tabel 1.8 Skala Occurrence pada Metode FMEA...........................................17
Tabel 1.9 Skala Detection pada Metode FMEA.............................................. 17
Tabel 1.10 Identifikasi Bahaya dengan Metode FMEA Pada Bagian
Pengemasan Sari Kedelai di CV. Kim’s Pangan Jaya 20
Tabel 1.11 Nilai Likelihood Metode HAZOPS.....................................................23
Tabel 1.12 Nilai Consequence Metode HAZOPS.................................................24
Tabel 1.13 Penjelasan Risk Level.......................................................................... 25
Tabel 1.14 Identifikasi Bahaya dengan Metode HAZOPS Pada Bagian
Pergudangan Produk Jadi di CV. Kim’s Pangan Jaya 27
Tabel 1.15 Hasil Prosentase Hazard and Operability Study.................................30
Tabel 1.16 Simbol-simbol Hubungan................................................................... 32
Tabel 1.17 Simbol-simbol Kejadian......................................................................32
Tabel 1.18 Review Jurnal Keselamatan Kerja.......................................................41
Tabel 2.1 Kebutuhan Pemakaian Bahan Pulpen............................................ 51
Tabel 2.2 Level Bahan Bill of Materiall Pulpen...............................................51
Tabel 2.3 Waktu Pengiriman/Penerimaan Material...................................... 60
Tabel 2.4 Data Permintaan Aktual 2019..........................................................67
Tabel 2.5 Hasil Perhitungan Peramalan Berdasarkan Moving Averange (4),
Weight Moving Average (4) dan Eksponential Smoothing (α 0.9) 68
Tabel 2.6 Tracking Signal dari Model MA (4).................................................68
Tabel 2.7 Tracking Signal dari Model WMA (4).............................................69
Tabel 2.8 Tracking Signal dari Model ES (α 0,9)............................................ 70

ix
x

Halaman
Tabel 2.9 Perbandingan Hasil Peramalan Permintaan..................................71
Tabel 2.10 Review Jurnal PPIC.............................................................................71
Tabel 3.1 Hasil Identifikasi Value Added dan Non Value Added pada
Aktivitas Produksi 74
Tabel 3.2 Permintaan Air Mineral CV. XYZ..................................................79
Tabel 3.3 Data Permintaan Botol Selama 11 Periode.....................................81
Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Peramalan Kebutuhan Mesin dan Operator..83
Tabel 3.5 Deskripsi Sistem Kerja..................................................................... 85
Tabel 3.6 Review Jurnal Sistem Produksi........................................................95
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Jurnal Keselamatan Kerja dengan Judul Identifikasi Penerapan
dan Pemahaman Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan
Metode Hazard and Operability Study (HAZOP) pada UMKM
Eka Jaya 99
Lampiran 2 Jurnal Perencanaa dan Pengendalian Produksi dengan Judul
Peramalan Permintaan Inti Sawit (Kernel) di PT. Perkebunan
Nusantara V Sei Pagar 99
Lampiran 3 Jurnal Sistem Produksi dengan Judul Implementasi Konsep Lean
Manufacturing Guna Mengurangi Pemborosan di Lantai Produksi . 99

xi
TUGAS I
KESELAMATAN KERJA

1.1 Tugas Metode HIRARC


HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control) adalah
dokumen yang berisikan tentang identifikasi bahaya, penilaian risiko dan
pengendalian atas risiko tersebut untuk mengurangi terjadinya gangguan
keselamatan dan kesehatan kerja (Ramli, 2010). Tahapan-tahapan HIRARC yaitu:
1. Identifikasi bahaya (Hazard Identification)
Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya
dalam aktivitas organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari
program pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal
bahaya, maka risiko tidak dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan
pengendalian risiko tidak dapat dijalankan (Ramli, 2010). Dengan tahapan
membuat diagram alir proses pekerjaan, menentukan aktivitas pekerjaan,
menentukan uraian pekerjaan, kemudian dapat menemukan potensi bahaya dan
menentukan dampak bahayanya.

2. Penilaian risiko (Risk Assessment)


Setelah semua risiko dapat teridentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui
analisa dan evaluasi risiko. Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan
besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan
besarnya akibat yang ditimbulkan.
Peluang atau kemungkinan tingkat risiko kecelakaan terjadi disebut dengan
skala likelihood yang dapat dilihat pada Tabel 1.1, tingkat paparan atau
frekuensi bahaya terhadap bahaya disebut dengan skala Exposure yang dapat
dilihat pada Tabel 1.2, dan tingkat keparahan atau konsekuensi akibat dari
kecelakaan yang terjadi disebut dengan skala Consequence yang dapat dilihat
pada Tabel 1.3. Sehingga tingkat risiko dapat dilihat pada Tabel 1.4 dengan
rumus penentuan tingkat risiko sebagai berikut:
() () ()

1
2

Tabel 1.1 Skala Ukuran Semi Kuantitatif Kemungkinan (Likelihood)

Tingkat Deskripsi Keterangan

Almost Akibat yang paling mungkin timbul apabila kejadian


10
certain tersebut terjadi

6 Likely Kemungkinan 50 : 50

3 Unusual Mungkin terjadi tetapi jarang

Romately Akibat tersebut bukan akibat langsung, melainkan


1
possible akibat tidak langsung

Mungkin terjadi, tetapi tidak pernah terjadi meskipun


0,5 Conceivable
dengan paparan selama bertahun-tahun

Practically Tidak mungkin terjadi


0,1
impossible

(Sumber: AS/NZS 4360, 2004)

Tabel 1.2 Skala Ukuran Semi Kuantitatif Paparan (Exposure)

Tingkat Deskripsi Keterangan

10 Continuesly Terjadi secara terus menerus/sering

6 Frequently Kira-kira satu kali dalam sehari

3 Occasionally Sekali seminggu sampai sekali sebulan

2 Infrequent Sekali sebulan sampai sekali setahun

1 Rare Pernah terjadi tetapi sangat jarang

0,5 Very rare Tidak pernah terjadi

(Sumber: AS/NZS 4360, 2004)

Tabel 1.3 Skala Ukuran Semi Kuantitatif Konsekuensi (Consequency)

Tingkat Deskripsi Keterangan

Kerusakan sangat parah dengan kerugian diatas $ 1


100 Catastrophic juta, terhentinya aktifitas, kerusakan besar dan
menetap terhadap lingkungan

50 Disaster Kematian, kerusakan setempat dan menetap terhadap


lingkungan, kerugian $ 500.000 - $ 2.000.000

Cacat/penyakit menetap, kerusakan sementara


25 Very serious
terhadap lingkungan, kerugian $ 50.000 - $ 500.000

Cidera/penyakit yang serius tetapi sementara, efek


15 Serious yang merugikan terhadap lingkungan, kerugian $
5.000 - $ 50.000

Membutuhkan penanganan medis, kerugian $ 500 - $


5 Important
5.000, dapat dirasakan tapi tidak merugikan

Luka ringan, memar atau penyakit ringan, kerusakan


1 Noticeable
kecil dengan kerugian produksi sebesar < $ 500

(Sumber: AS/NZS 4360, 2004)


3

Tabel 1.4 Tingkat Risiko Semi Kualitatif

Tingkat Deskripsi Keterangan

Aktifitas dihentikan sampai risiko bisa dikurangi hingga


>350 Very high
mencapai batas yang diperbolehkan atau diterima

180 – 350 Priority 1 Perlu pengendalian sesegera mungkin

70 – 180 Substansial Mengharuskan adanya perbaikan secara teknis

Perlu diawasi dan diperhatikan secara


20 – 70 Priority 3
berkesinambungan

Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi


<20 Acceptable
seminimal mungkin

(Sumber: AS/NZS 4360, 2004)

3. Pengendalian risiko (Risk Control)


Pengendalian risiko merupakan upaya untuk mengatasi potensi-potensi bahaya
yang terdapat dalam lingkungan kerja dengan meminimalisir atau
mengeliminasi risiko kecelakaan kerja sesuai hierarki pengendalian bahaya
potensial dengan cara sebagai berikut:
a. Eliminasi; merupakan penangangan risiko yang akan dilakukan dengan
menghilangkan kemunculan terjadinya risiko. Misalnya menggunakan proses otomatisasi
mesin dalam kegiatan sehari-hari sehingga kontak antara mesin dan karyawan dapa
dikurangi.

b. Substitusi; merupakan penanganan risiko dengan mengganti sebagian atau


seluruh peralatan, material, maupun hal lainnya yang dapat menimbulkan risiko. Misalnya
mengganti mesin yang sudah tua dengan mesin yang lebih baru dan memiliki teknologi yang
lebih canggih.

c. Engineering control; merupakan penanganan risiko dengan cara kontrol


rekayasa mesin. Misalnya menyediakan alat pengaman yang terpasang pada mesin,
pemasangan sensor, mengubah layout mesin, dan sebagainya.

d. Administrative control; merupakan penanganan risiko dengan cara kontrol


administrasi. Misalnya mencatat langkah kerja yang akan dilakukan, mencatat orang masuk
dan keluar dalam entry job, SOP, ijin kerja, pengaturan kerja shift.
e. Alat pelindung diri; merupakan penanganan risiko prioritas terakhir dengan
cara APD atau PPE merupakan suatu yang mutlak yang harus dikenakan
4

untuk melindungi diri dari akibat kecelakaan karena faktor manusia


(kecerobohan sendiri atau orang lain).

Penentuan identifikasi bahaya dengan metode HIRARC (Hazard


Identification Risk Assesment and Risk Control) akan dibahas mengenai proses
produksi sari kedelai di CV. Kim’s Pangan Jaya. Diagram alir proses produksi sari
kedelai dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Persiapan

Pencucian dan Perendaman

Penggilingan

Penyaringan

Pemasakan Sari Kedelai

Buffer Tank Sari Kedelai

(Sumber: CV. Kim’s Pangan Jaya, 2017)


Gambar 1.1 Alur Kerja Proses Produksi Sari Kedelai

Identifikasi bahaya dengan metode HIRARC pada bagian proses produksi


sari kedelai di CV. Kim’s Pangan Jaya dapat dilihat pada Tabel 1.5 yang terdiri
dari:
1. Persiapan
Pada tahap karyawan melakukan proses penimbangan kacang kedelai digudang
kacang kedelai sesuai permintaan produksi, karyawan mengangkat kacang
kedelai dari pallet gudang ke tempat timbangan kacang kedelai yang
mempunyai risiko pundak terkilir dan kaki kejatuhan karung berisi kacang
kedelai, masing-masing risiko memiliki nilai likelihood 3 (unusual). Untuk
nilai concequence adalah 1 (noticeable) karena beban karung kedelai hanya 30-
50 Kg sehingga tidak perlu penanganan medis. Untuk nilai exposure adalah 6
5

Tabel 1.5 Identifikasi Bahaya dengan Metode HIRARC Pada Bagian Produksi Sari Kedelai di
CV. Kim’s Pangan Jaya

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PENILAIAN RESIKO


Me
ngg Tan

Likelihood
Pekerjaan

Exposure
Dampak

Consequence
anti gan
No
Potensi filter Risiko
Jenis

Uraian Kerja grinding Bahaya


Bahaya

1 Cidera
pundak 3 6 1
Cidera
Menimbang Pundak kaki 3 6 1
kacang terkilir
kedelai Kaki Cidera
kejatuhan tangan 6 6 1
karung
PERSIAPAN

Menuang Tangan
kacang terkilir
kedelai ke Cidera
tangki tangan 3 10 1
perendaman Cidera
Membuka Jari tangan tangan 0,5 10 1
kran angin terjepit kran Cidera
Membuka Jari tangan bagian 0,5 6 1
kran air terjepit kran tubuh
Mensetting Tangan
2 dan on/off tersetrum Cidera
panel listrik bagian 1 10 1
perendaman tubuh
Mencuci Terjatuh Cidera
PENCUCIAN DAN PERENDAMAN

kacang tangan 0,5 10 1


kedelai dan
mengambil Tangan
kotoran dan terluka
kacang Cidera
kedelai yang bagian 0,1 10 1
mengambang tubuh
Melakukan Terjatuh
pengadukan Cidera
selama tangan 0,5 10 1
perendaman Cidera
Membuang air Tangan kepala 3 10 1
perendaman terkilir
3 Cidera
dan pencucian Kepala 0,5 10 1
tangan
terbentur
Cidera
PENGGILINGAN

Memasang Jari tangan kepala 1 10 1


selang untuk terjepit
menyedot Kepala Cidera
kacang terbentur bagian 0,1 10 1
kedelai tubuh
On/off panel Tersetrum
mesin listrik Cidera
grinding dan tangan 0,5 10 1
cooking
n APD
Ni berupa sepatu
ble boot
lai
& jaring untuk
Ti P5 Accepta ambil kotoran
r ble
ngk i
at o
Pen r
gen i
dali Penggunaan
an 3 t
1 Accepta APD
Resi 0 y
ko ble (sepatu boot
Resi 3 dan
ko
LxEx tutup kepala)
C
5 Accepta ble
30 Priority 3
18
A5
pta ble AcceptaMembuat
18 c safety
pta c ble talk posisi yang
e 10 Accepta benar untuk
p memasang
t ble selang
5 a
1 AcceptaMembuat
safety

b
l
e
b
l
e

A
c
c
e
p
t
3 a

P
r
i
o
r
i b
3 t l
6 y e

1 A
0 c
c
e
p
t
a

3
ble
talk menerapkan
pemakaian APD

5 Acceptadan cara membaca


ble
6

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PENILAIAN RESIKO

Exposur

Conseque
Likeliho
tangki

nce
Pekerjaan

od
BUFFER

e
masuk ke yang
Dampak
Jenis

No Risiko
tangki panas
Potensi penampun Bahaya
Uraian Kerja gan Terkena
Bahaya percikan
uap

(Sumber: Pengolahan Cidera 0,1 6 1


Sendiri, 2019) bagian
setiap 2 batch
tubuh
sekali
Memidahkan Terjatuh
sisa kacang
kedelai dari
tangki
Iritasi 1 6 1
penampungan
kulit
ke mesin
grinding
4 Pencucian Terkena Sesak 3 6 1
kain saring acuastic napas
dengan soda Cidera 0,5 10 1
tangan
PENYARING

acuastic soda Terhirup


AN

Mengganti Tangan Cidera 0,1 10 1


kain saring terjepit bagian
setiap 2 batch tubuh
sekali Tangki 1 10 15
On/off panel Tersetrum perebusan
mesin spinner listrik meledak

5 Sari kedelai Saluran


didorong masuk sari
masuk ke kedelai
KEDEL
AI

tangki tersumbat
perebusan membuat
vakum suhu dan
Cidera 0,5 10 1
SARI

tekanan
bagian
tangki tubuh
PEMASAK

perebusan
AN

naik terus- Cidera 6 10 1


menerus bagian
tubuh
Perebusan sari Tangki
kedelai perebusan
tersentuh
Cidera 1 10 1
bagian
bagian
tubuh
tubuh
6 Sari kedelai Bagian
yang sudah badan
TAN

dimasak akan terkena


Nilai
Tingkat Pengendalian Resiko
Resiko
LxExC

informasi K3 saat
menangani mesin
0,6 Accepta
ble

6 Accepta Penggunaan APD


ble berupa sarung
tangan & masker
18 Accepta ble
5 AcceptaMembuat safety
ble talk menerapkan
pemakaian APD
dan cara membaca
1 Accepta informasi K3 saat
ble menangani mesin

150 Substansi Memasang katup


al valve dan membuat
safety talk untuk
membersihkan
pipa-pipa mesin
produksi sari
kedelai setelah
proses produksi

5 Accepta Penggunaan APD


ble berupa penutup
kepala produksi

60 PriorityMembuat safety
3 talk menerapkan
pemakaian APD dan cara membaca informasi K3
saat
10 Accepta menangani mesin ble
7

(frequently) karena pekerjaan ini dilakukan dalam 1 kali sehari saat persiapan
produksi oleh karyawan. Berdasarkan penentuan nilai level of risk yaitu 18
(acceptable). Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan dengan membuat
safety talk mengenai cara mengangkat barang yang benar.

Pada tahap karyawan melakukan proses penuangan kacang kedelai ke tangki


perendaman yang mempunysi risiko tangan terkilir karena setelah ditimbang,
karung diangkat dan ditangan menggunakan tangan saat dimasukkan melalui
corong tangki pencucian dan perendaman, memiliki nilai likelihood 6 (likely)
bisa terjadi kemungkinan 50:50 karena satu tangki pencucian dan perendaman
dapat memuat 4-7 karung kacang kedelai. Untuk nilai concequence adalah 1
(noticeable) karena beban karung kedelai hanya 30-50 Kg sehingga tidak perlu
penanganan medis. Untuk nilai exposure adalah 6 (frequently) karena
pekerjaan ini dilakukan dalam 1 kali sehari saat persiapan produksi oleh
karyawan. Berdasarkan penentuan nilai level of risk yaitu 36 (priority 3).
Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan dengan membuat safety talk
mengenai cara mengangkat barang yang benar dan mengawasi cara kerjanya.

Pada tahap karyawan melakukan proses pembukaan kran air dan kran angin
untuk pencucian dan perendaman yang mempunysi risiko jari tangan terjepit,
pada kegiatan membuka kran angin memiliki nilai likelihood 3 (unusual) bisa
terjadi sewaktu-waktu hanya selama proses pencucian saja dan kegiatan
membuka kran air nilai likelihood 0,5 (conceivable) bisa terjadi sewaktu-waktu
tapi belum pernah terjadi. Untuk nilai concequence adalah 1 (noticeable)
karena jika terjadi tidak membuat kulit jari robek sehingga tidak perlu
penanganan medis. Untuk nilai exposure adalah 10 (continuesly) karena
pekerjaan ini dilakukan terus menerus selama proses pencucian dan
perendaman oleh karyawan. Berdasarkan penentuan nilai level of risk pada
persiapan membuka kran angin yaitu 30 (priority 3) dan nilai level of risk pada
persiapan membuka kran air yaitu 5 (acceptable). Beberapa rekomendasi yang
dapat dilakukan dengan membuat safety talk mengenai keamanan saat
membuka kran dan penggunaan APD berupa sarung tangan.
8

Pada tahap karyawan melakukan proses persiapan mensetting dan on/off mesin
panel perendaman untuk atur lama perendaman yang mempunyai risiko tangan
tersetrum listrik, risiko memiliki nilai likelihood 0,5 (conceivable). Untuk nilai
concequence adalah 1 (noticeable) karena daya listrik rendah sehingga tidak
perlu penanganan medis. Untuk nilai exposure adalah 6 (frequently) karena
pekerjaan ini dilakukan dalam 1 kali sehari saat persiapan produksi oleh
karyawan. Berdasarkan penentuan nilai level of risk yaitu 3 (acceptable).
Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan dengan membuat safety talk
mengenai informasi rambu adanya arus listrik.

2. Pencucian dan perendaman


Pada tahap karyawan melakukan proses pencucian kacang kedelai sebelum dan
sesudah direndam dengan menggunakan angin dari kompresor dan mengambil
kotoran yang mengambang, Kegiatan tersebut mempunyai risiko terjatuh dan
tangan terluka, pada risiko terjatuh memiliki nilai likelihood 1 (romately
possible) dan pada risiko tangna terluka memiliki nilai likelihood 0,5
(conceivable). Untuk nilai concequence adalah 1 (noticeable) karena tidak
perlu penanganan medis. Untuk nilai exposure adalah 10 (continuesly) karena
pekerjaan ini dilakukan dilakukan berulang-ulang saat persiapan produksi oleh
karyawan. Berdasarkan penentuan nilai level of risk pada risiko terjatuh yaitu
10 (acceptable) dan pada risiko tangan terluka yaitu 5 (acceptable). Beberapa
rekomendasi yang dapat dilakukan dengan penggunaan APD berupa sepatu
boot dan jaring untuk mengambil kotoran.

Pada tahap ini karyawan melakukan proses perendaman kacang kedelai,


Kegiatan pengadukan kacang kedelai selama perendaman mempunyai risiko
terjatuh, risiko terjatuh memiliki nilai likelihood 0,1 (practically impossible)
karena karyawan saat pengecekan perendaman terdapat pijakan kaki. Untuk
nilai concequence adalah 1 (noticeable) karena tinggi tangki perendaman
hanya 2 meter dan terdapat pijakan kaki untuk karyawan melakukan proses
pengadukan sehingga tidak perlu penanganan medis. Untuk nilai exposure
adalah 10 (continuesly) karena pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang selama
persiapan produksi oleh karyawan. Berdasarkan penentuan nilai level of risk
9

yaitu 1 (acceptable). Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan dengan


pemakaian APD berupa sepatu boot.

Pada tahap ini karyawan melakukan proses perendaman kacang kedelai,


Kegiatan pembuangan air perendaman mempunyai risiko tangan terkilir dan
kepala terbentur, risiko tangan terkilir memiliki nilai likelihood 0,5
(conceivable) karena karyawan saat membuka tutup buangan air tangki
perendaman terdapat pegangan untuk memutar tuas sedangkan pada risiko
kepala terbentur memiliki nilai likelihood 3 (unusual) karena letak tuas untuk
membuka tangki terdapat dibawah badan tangki. Untuk nilai concequence pada
kedua risiko tersebut adalah 1 (noticeable) karena luka yang didapati hanya
luka memar sehingga tidak perlu penanganan medis. Untuk nilai exposure
adalah 10 (continuesly) karena pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang selama
persiapan produksi oleh karyawan. Berdasarkan penentuan nilai level of risk
pada risiko tangan terkilir dan kepala terbentur yaitu 5 (acceptable) dan 30
(priority 3). Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan dengan pemakaian
APD berupa tutup kepala dan rambu peringatan kepala terbentur.

3. Penggilingan
Pada tahap ini karyawan diharuskan mensetting mesin penggilingan terlebih
dahulu kemudian menyalakan panel control mesin penggilingan dan perebusan
sari kedelai. Proses penggilingan akan dimulai saat karyawan menekan tombol
mulai pada panel control, mesin akan menyedot kacang kedelai yang sudah
mengembang untuk dimasukkan ke penggilingan. Pada proses ini, kacang
kedelai digiling dan dipisahkan langsung dengan ampas kasarnya, sehingga
karyawan harus mengganti filter mesin penggilingan setiap 2 batch sekali.

Pada tahap karyawan melakukan proses pemasangan selang untuk menyedot


kacang kedelai mempunyai risiko jari tangan terjepit dan kepala terbentur,
risiko jari tangan terjepit memiliki nilai likelihood 0,5 (conceivable) karena
karyawan saat memasukkan ujung selang terdapat logam stainless ke corong
keluar kacang kedelai sedangkan pada risiko kepala terbentur memiliki nilai
likelihood 1 (romately possible) karena letak corong keluar kacang kedelai
dibawah tengah tangki perendaman dan stainless unjung selang termasuk
10

panjang dapat terjadi jika karyawan terlalu menunduk. Untuk nilai


concequence pada kedua risiko tersebut adalah 1 (noticeable) karena luka yang
didapati hanya luka memar sehingga tidak perlu penanganan medis. Untuk nilai
exposure adalah 10 (continuesly) karena pekerjaan ini dilakukan berulang-
ulang selama persiapan produksi oleh karyawan. Berdasarkan penentuan nilai
level of risk pada risiko tangan terkilir dan kepala terbentur yaitu 5 (acceptable)
dan 10 (acceptable). Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan dengan
membuat safety talk posisi yang benar untuk memasang selang.

Pada tahap ini karyawan melakukan mensetting dan on/off mesin panel
grinding dan cooking untuk mengatur kecepatan giling dan waktu pemasakan.
Kegiatan tersebut mempunysi risiko tangan tersetrum listrik, risiko memiliki
nilai likelihood 0,1 (practically impossible). Untuk nilai concequence adalah 1
(noticeable) karena daya listrik rendah sehingga tidak perlu penanganan medis.
Untuk nilai exposure adalah 10 (continously) karena pekerjaan ini dilakukan
setiap karyawan mengganti filter mesin grinding. Berdasarkan penentuan nilai
level of risk yaitu 1 (acceptable). Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan
dengan membuat safety talk mengenai informasi rambu adanya arus listrik.

Pada tahap ini karyawan melakukan mengganti filter grinding setiap setelah
menggiling 2 tangki sekali yang mempunyai risiko tangan terjepit, risiko
tangan terjepit memiliki nilai likelihood 0,5 (conceivable) karena karyawan
saat pemasangan filter terdapat baut yang dipasang pada tatakan filter. Untuk
nilai concequence adalah 1 (noticeable) karena ukuran baut yang tidak terlalu
besar jika jari terjepit sehingga tidak perlu penanganan medis. Untuk nilai
exposure adalah 10 (continuesly) karena pekerjaan ini dilakukan berulang-
ulang selama persiapan produksi oleh karyawan. Berdasarkan penentuan nilai
level of risk yaitu 5 (acceptable). Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan
dengan pemakaian APD berupa sarung tangan dan rambu matikan mesin ketika
proses pergantian filter.

Pada tahap ini karyawan melakukan proses memindahkan sisa kacang kedelai
dari tangki penampungan ke mesin grinding mempunyai risiko terjatuh, risiko
terjatuh memiliki nilai likelihood 0,1 (practically impossible) karena karyawan
11

saat memasukkan sisa kacang ke corong mesin grinding pijakan kaki. Untuk
nilai concequence adalah 1 (noticeable) karena tinggi corong mesin grinding
hanya 2 meter dan terdapat pijakan kaki untuk karyawan memasukkan sisa
kacang kedelai sehingga tidak perlu penanganan medis. Untuk nilai exposure
adalah 6 (frequently) karena pekerjaan ini dilakukan satu kali selama akhir
produksi. Berdasarkan penentuan nilai level of risk yaitu 0,6 (acceptable).
Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan memberikan safety talk cara
membaca informasi K3 saat menangani mesin.

4. Penyaringan
Pada tahap ini penyaringan sari kedelai dengan ampas halusnya menggunakan
mesin spinner, karyawan wajib mengganti kain saring setiap 2 batch sekali.
Pada proses pencucian kain saring dengan acuastic soda, kegiatan pencucian
kain saring dengan acuastic soda mempunyai risiko iritasi kulit dan sesak
napas ketika terhirup, risiko iritasi kulit memiliki nilai likelihood 1 (practically
impossible) karena karyawan saat pengecekan perendaman terdapat pijakan
kaki sedangkan nilai likelihood pada risiko sesak napas memiliki nilai 3
(unusual) walaupun karyawan menggunakan masker uap dari acuastic soda
masih bisa terhirup karyawan. Untuk nilai concequence pada risiko iritasi kulit
dan sesak napas adalah 1 (noticeable) karena tinggi tangki perendaman hanya
2 meter dan terdapat pijakan kaki untuk karyawan melakukan proses
pengadukan serta karyawan diberikan jatah susu untuk menetralisir racun
sehingga tidak perlu penanganan medis. Untuk nilai exposure dari kedua risiko
tersebut adalah 6 (frequently) karena pekerjaan ini dilakukan satu kali diakhir
produksi oleh karyawan. Berdasarkan penentuan nilai level of risk pada risiko
iritasi kulit yaitu 6 (acceptable) dan pada risiko sesak napas yatu 18
(acceptable). Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan dengan pemakaian
APD berupa sarung tangan dan masker.

Pada tahap ini karyawan melakukan mengganti kain saring mesin spinner setiap
setelah menggiling 2 tangki sekali yang mempunyai risiko tangan terjepit, risiko
tangan terjepit memiliki nilai likelihood 0,5 (conceivable) karena karyawan saat
pemasangan kain saring dapat terjepit tutup mesin spinner. Untuk nilai
concequence adalah 1 (noticeable) karena bentuk tutup tidak kasar
12

sehingga tangan hanya akan memar dan tidak perlu penanganan medis. Untuk
nilai exposure adalah 10 (continuesly) karena pekerjaan ini dilakukan
berulang-ulang setiap mengganti kain saring. Berdasarkan penentuan nilai level
of risk yaitu 5 (acceptable). Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan
dengan pemakaian APD berupa sarung tangan dan rambu matikan mesin ketika
proses pergantian kain saring.

Pada tahap ini karyawan melakukan on/off mesin spinner setiap akan dilakukan
pergantian kain saring. Kegiatan tersebut mempunysi risiko tangan tersetrum
listrik, risiko memiliki nilai likelihood 0,1 (practically impossible). Untuk nilai
concequence adalah 1 (noticeable) karena daya listrik rendah sehingga tidak
perlu penanganan medis. Untuk nilai exposure adalah 10 (continously) karena
pekerjaan ini dilakukan setiap karyawan mengganti kain saring mesin spinner.
Berdasarkan penentuan nilai level of risk yaitu 1 (acceptable). Beberapa
rekomendasi yang dapat dilakukan dengan membuat safety talk mengenai
informasi rambu adanya arus listrik dan safety talk mengenai cara menangani
mesin.

5. Pemasakan sari kedelai


Pada tahap ini sari kedelai yang telah disaring akan tertarik ke tangki
perebusan. Perebusan sari kedelai dilakukan secara vakum sehingga tidak
membutuhkan waktu yang lama. Pada tahap ini, sari kedelai yang sudah
disaring akan didorong masuk ke tangki perebusan vakum. Kegiatan tersebut
mempunysi risiko tangki perebusan meledak, risiko memiliki nilai likelihood 1
(romately possible) tangki perebusan dapat meledak jika suhu perebusan dan
tekanan udara dalam tangki naik terus menerus yang dapat disebabkan dari
tersumbatnya aliran sari kedelai. Untuk nilai concequence adalah 15 (serious)
karena ledakan dari tekanan tangki vakum dapat menghentikan produksi dan
menyebabkan luka sedang dan cidera karyawan yang berada disekitar tangki.
Untuk nilai exposure adalah 10 (continously) karena kegiatan ini terjadi setiap
sari kedelai yang sudah disaring akan dimasak. Berdasarkan penentuan nilai
level of risk yaitu 150 (substansial). Beberapa rekomendasi yang dapat
dilakukan dengan pemasangan katup valve dan membuat safety talk untuk
13

membersihkan pipa-pipa aliran sari kedelai baik sari kedelai yang masih
mentah maupun yang sudah matang.

Pada kegiatan ini sari kedelai direbus dalam tangki perebusan, karyawan selalu
mengecek kondisi pemasakan sari kedelai pada indikator kaca di tangki
perebusan yang mempunyai risiko bagian tubuh adapat melepuh ketika
tersentuh bagian tangki perebusan, risiko tersebut memiliki nilai likelihood 0,5
(conceivable) karena karyawan saat mengontrol sari kedelai dapat mengatur
jarak penglihatan. Untuk nilai concequence adalah 1 (noticeable) karena
bagian tubuh yang tersentuh dapat melepuh dan dapat diobati dengan salep
luka bakar. Untuk nilai exposure adalah 10 (continuesly) karena kegiatan ini
terjadi berulang-ulang setiap sari kedelai direbus. Berdasarkan penentuan nilai
level of risk yaitu 5 (acceptable). Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan
dengan pemakaian APD berupa tutup kepala.

6. Buffer tank sari kedelai


Pada tahap ini sari kedelai yang telah dimasak akan otomatis mengalir ke
buffer tank. Pada buffer tank, sari kedelai dapat digunakan untuk proses
pembuatan tahu potong dan tahu bungkus, pembuatan yuba atau kembang tahu,
serta pembuatan minuman sari kedelai. Setelah sari kedelai sudah direbus akan
masuk secara otomatis jika isi sari kedelai di buffer tank berada dibawah batas
penyimpanan kedalam tangki penampungan atau buffer tank yang mempunyai
risiko bagian tubuh dapat melepuh ketika tersentuh bagian tangki
penampungan dan bagian tubuh dapat terkena percikan uap ketika tutup tangki
penampung dibuka, pada risiko bagian tubuh tersentuh tangki penampungan
memiliki nilai likelihood 6 (likely) karena jarak karyawan saat mengontrol sari
kedelai dengan tangki penampungan hanya 70 cm sedangkan nilai likelihood
pada risiko bsgisn tubuh terkena percikan uap adalah 1 (romately possible)
dapat terjadi jika tutup tangki penampungan dibuka.. Untuk nilai concequence
kedua risiko tersebut adalah 1 (noticeable) karena bagian tubuh yang tersentuh
dapat melepuh dan dapat diobati dengan salep luka bakar. Untuk nilai exposure
adalah 10 (continuesly) karena kegiatan ini terjadi berulang-ulang setiap sari
kedelai masuk ke tangki penampungan. Berdasarkan penentuan nilai level of
risk yaitu 60 (priority 3) dan 10 (acceptable). Beberapa rekomendasi yang
14

dapat dilakukan dengan membuat safety talk menerapkan pemakaian APD dan
cara membaca informasi K3 saat menangani mesin.

Prosentase penilaian dan pengendalian risiko pada bagian produksi sari


kedelai dengan jenis pekerjaan meliputi persiapan, pencucian dan perendaman,
penggilingan kacang kedelai, penyaringan sari kedelai, pemasakan sari kedelai,
dan penyimpanan sementara sari kedelai di buffer tank. Hasil prosentase penilaian
dan pengendalian risiko dapat dilihat pada Tabel 1.6.

Tabel 1.6 Hasil Prosentase Penilaian dan Pengendalian Risiko

Tingkat Risiko
Jenis
No Jumlah
Pekerjaan
Very High Priority 1 Substansial Priority 3 Acceptable

1 Persiapan 0 0 0 2 4 6

2 Pencucian dan 0 0 0 1 4 5
perendaman

3 Penggilingan 0 0 0 0 5 5

4 Penyaringan 0 0 0 0 4 4
sari kedelai

5 Pemasakan sari 0 0 1 0 1 2
kedelai

6 Buffer tank sari 0 0 0 1 1 2


kedelai

Total 0 0 1 4 19 24

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)

Setelah mengetahui jumlah tingkat risiko dari 6 bagian produksi sari


kedelai, maka penulis membuat diagram pie dan prosentase perbandingan dari 6
bagian dengan jumlah potensi bahayanya. Diagram pie dari potensi bahaya pada 6
bagian produksi sari kedelai.
Berdasarkan Gambar 1.2 prosentase perbandingan antara 6 bagian
produksi sari kedelai diperoleh bagian terbanyak dengan potensi bahaya sebanyak
25%, pada posisi kedua dengan 21% pada bagian pencucian dan perendaman serta
penggilingan kacang kedelai, untuk prosentase terakhir pada bagian pemasakan
sari kedelai dan penyimpanan sari kedelai di buffer tank yaitu sebanyak 8%.
15

8%
8% 25%
Persiapan
Pencucian dan perendaman
17%
Penggilingan
21%
Penyaringan sari kedelai
21%
Pemasakan sari kedelai
Buffer tank sari kedelai

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 1.2 Diagram Pie Perbandingan antara 6 Bagian Produksi Sari Kedelai

Setelah mengetahui prosentase perbandingan dari 6 bagian dengan jumlah


potensi bahayanya perlu diketahui pula perbandingan antara tingkat risiko dengan
jumlah semua potensi bahayanya seperti pada Gambar 1.3.

0%
0% 4%
17%
Very High
Priority 1

79% Substansial
Priority 3
Acceptable

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 1.3 Diagram Pie Perbandingan antara Tingkat Risiko

Berdasarkan Gambar 1.3 prosentase perbandingan antara tingkat risiko


dengan jumlah semua potensi bahayanya diperoleh terbanyak pada tingkat risiko
acceptable dengan prosentase 79%, kedua pada tingkat risiko priority 3 dengan
prosentase 17%, dan tingkat risiko substansial dengan prosentase 4%. Jadi potensi
16

bahaya pada tingkat risiko very high dan priority 1 tidak ada pada bagian proses
produksi sari kedelai di CV. Kim’s Pangan Jaya.

1.2 Tugas Metode FMEA


Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah sebuah teknik yang
digunakan untuk mendefinisikan, mengenali, dan mengurangi kegagalan, masalah,
kesalahan dan seterusnya yang diketahui dan/atau potensial dari sebuah sistem,
desain, proses dan/atau servis sebelum mencapai konsumen (Nannikar dalam Sari
dkk, 2018). Tahapan-tahapan dalam proses Failure Mode and Effect Analysis
adalah sebagai berikut (Darmawi dalam Sari dkk, 2018):
1. Mengidentifikasi fungsi pada proses produksi
2. Mengidentifikasi potensi failure mode proses produksi
3. Mengidentifikasi potensi efek dari kegagalan produksi
4. Mengidentifikasi penyebab kegagalan proses produksi
5. Mengidentifikasi mode deteksi proses produksi
6. Menentukan rating terhadap severity, occurance, detection:
a. Severity adalah sebuah penilaian pada tingkat keseriusan suatu efek atau akibat
dari potensi kegagalan pada suatu komponen yang berpengaruh pada suatu hasil kerja mesin
yang dianalisa/diperiksa (Hanif dkk, 2015). Penilaian Severity dapat dilihat pada Tabel 1.7.

Tabel 1.7 Skala Severity pada Metode FMEA

Rating Dampak Kerusakan

Tidak ada persyaratan hukum, cidera kecil (pengaruh buruk yang


1
dapat diabaikan), gangguan kecil, kerugian materi kecil

Cidera ringan, memerlukan perawatan P3K (langsung dapat


2
ditangani di lokasi kejadian), kerugian materi sedang

Cidera sedang, hilangnya hari kerja, memerlukan perawatan medism


3
kerugian materi cukup besar

Cidera berat, cacat mengakibatkan cacat atau hilang fungsi tubuh


4
secara total, kerugian material besar

5 Kematian, kerugian materi yang sangat besar

(Sumber: AS/NZS 4360, 2004)


b. Occurrence adalah sebuah penilaian pada tingkat tertentu yang mengacu
pada beberapa frekuensi terjadinya cacat pada produk. Nilai frekuensi
17

kegagalan menunjukkan keseringan suatu masalah yang terjadu akibat


potential cause (Adianto dkk, 2015). Penilaian Occurrence dapat dilihat
pada Tabel 1.8.

Tabel 1.8 Skala Occurrence pada Metode FMEA

Rating Probabilitas Keterangan

Hanya dapat terjadi pada keadaan


1 Jarang terjadi (rare)
tertentu

Kecil kemungkinan terjadi


2 Mungkin terjadi sewaktu-waktu
(unlikely)

3 Muungkin dapat terjadi Dapat terjadi sewaktu-waktu

Sangat mungkin terjadi pada semua


4 Cenderung terjadi (likely)
keadaan

Hampir pasti akan terjadi


5 Terjadi hampir pada semua keadaan
(almost certain)

(Sumber: AS/NZS 4360, 2004)

c. Detection adalah sebuah penilaian pada potensi penyebab mekanis yang


menimbulkan kerusakan serta tindakan perbaikannya (Iswanto dkk, 2013).
Penilaian Detection dapat dilihat pada Tabel 1.9.

Tabel 1.9 Skala Detection pada Metode FMEA

Rating Keterangan
1 Sangat mudah
2 Mudah
3 Sedang
4 Sulit
5 Sangat sulit
(Sumber: AS/NZS 4360, 2004)

7. Menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) proses produksi, dengan rumus
RPN sebagai berikut:
() () ()

8. Memberikan usulan perbaikan


Usulan perbaikan dilakukan berdasarkan filosofi keselamatan kerja yang terdiri
dari mengeliminasi, substitusi atau mengganti untuk menurunkan tingkat
bahaya, pengendalian secara teknologi, pengendalian secara administrasi,
pemakaian alat pelindung diri (APD).
18

Penentuan identifikasi bahaya dengan metode FMEA (Failure Mode and


Effect Analys) akan dibahas mengenai proses pengemasan sari kedelai. Diagram
alir proses pengemasan sari kedelai dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Persiapan

Pasteurisasi

Hot Filling

Thermal Shock

(Sumber: CV. Kim’s Pangan Jaya, 2017)


Gambar 1.4 Alur Kerja Proses Pengemasan Sari Kedelai

Identifikasi bahaya dengan metode FMEA (Failure Mode and Effect


Analysis) pada bagian proses pengemasan sari kedelai di CV. Kim’s Pangan Jaya
dapat dilihat pada Tabel 1.10 yang terdiri dari:
1. Persiapan
Pada tahap ini karyawan melakukan proses persiapan kemasan untuk di koding
atau pencetakan tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa produk sesuai jumlah
permintaan dari bagian gudang produk jadi. Kegiatan tersebut memiliki risiko
seperti terpapar setrum apabila ada kabel mesin yang terkelupas dan terpapar
panas dari bagian plat karakter koding. Nilai severity pada risiko terpapar
setrum dan panas adalah 3 (sedang) karena akan menyebabkan luka ringan
hingga sedang pada bagian tubuh karyawan. Untuk nilai Occurrence pada
risiko terpapar setrum dan panas memiliki nilai 2 (ringan) karena tegangan
listrik pada mesin rendah dan dapat membuat bagian tubuh yang tersentuh plat
melepuh bisa diobati dengan P3K. Nilai detection adalah 2 (mudah) karena
mudah untuk meteksi adanya kabel terkelupas dan plat sudah panas, mesin
koding akan menyalakan lampu indikator merah. Berdasarkan penentuan nilai
diatas didapatkan nilai risk priority number yaitu 12 dengan rekomendasi
memberikan label peringatan adanya tegangan listrik/arus listrik dan
penggunaan APD berupa sarung tangan.
19

Pada tahap ini karyawan melakukan proses mesetting mesin filling dan
melakukan pemanasan mesin. Kegiatan tersebut memiliki risiko seperti
terpapar setrum dan terjadi kebakaran karena konsleting listrik. Nilai severity
pada risiko terpapar setrum adalah 3 (sedang) karena akan menyebabkan luka
ringan hingga sedang pada bagian tubuh karyawan sedangkan pada kebakaran
5 (kematian) karena dapat menyebabkan kematian karyawan dan kerugian
materi yang besar akibat rusaknya sarana dan prasarana kerja. Untuk nilai
Occurrence pada risiko terpapar setrum memiliki nilai 2 (ringan) karena
tegangan listrik pada mesin rendah sedangkan pada nilai risiko kebakaran
adalah 1 (jarang terjadi) karena kebakaran dapat terjadi jika alat pemantik atau
sumber api diletakkan berdekatan dengan pusat listrik . Nilai detection adalah 2
(mudah) untuk risiko terpapar setrum karena mudah untuk meteksi adanya
kabel terkelupas dan 3 (sedang) untuk risiko kebakaran. Berdasarkan
penentuan nilai diatas didapatkan nilai risk priority number yaitu 12 dengan
risiko tersetrum sedangkan pada risiko kabakaran nilai risk priority number
yaitu 15. Rekomendasi yang dilakukan dengan memberikan label peringatan
adanya tegangan listrik/arus listrik dan menyediakan APAR sekitar ruang
pengemasan sari kedelai.

2. Pasteurisasi
Pada tahap ini karyawan melakukan proses pemanasan kemasan dengan uap
panas sebelum dilakukan pengisian sari kedelai ke kemasan. Pada tahap
tersebut karyawan dapat memiliki risiko terpapar panas, terpapar bising dan
wadah pasteurisasi dapat meledak karena tekanan uap. Pada risiko terpapar
panas memiliki nilai severity yaitu 3 (sedang) karena akan menyebabkan luka
ringan hingga sedang pada bagian tubuh karyawan. Untuk nilai Occurrence
memiliki nilai 4 (likely) karena proses pasteurisasi mengeluarkan uap panas
yang berlebih dari wadahnya. Nilai detection adalah 2 (mudah) karena mudah
untuk meteksi adanya uap panas yang keluar dari wadah pasteurisasi.
Berdasarkan penentuan nilai diatas didapatkan nilai risk priority number yaitu
24 dengan rekomendasi memberikan label peringatan panas, dan penggunaan
penjepit kemasan untuk mengambil kemasan yang telah dipasteurisasi.
20

Tabel 1.10 Identifikasi Bahaya dengan Metode FMEA Pada Bagian Pengemasan Sari Kedelai di CV.
Kim’s Pangan Jaya

Penilaian
RPN
Resiko

Aktifitas Mode Dampak


No Uraian Kerja Rekomendasi

Occurent
Severity

Detection

SxOxD
Kerja Kegagalan Bahaya

1 Persiapan Cetak tanggal Terpapar Cidera bagian 3 2 2 12 Label peringatan


produksi dan setrum tubuh tegangan listrik

tanggal Terpapar Cidera bagian 3 2 2 12 Label peringatan


kadaluarsa panas tubuh panas, sarung
dikemasan tangan

On/off panel Terpapar Cidera bagian 3 2 2 12 Label peringatan


filling setrum tubuh tegangan listrik

Kebakaran Kerugian 5 1 3 15 Pembuatan


karena property, larangan
konsleting kematian membawa
listrik pemantik atau
sumber api ke
area koding

2 Pasteurisasi Pemanasan Terpapar Cidera bagian 3 4 2 24 Label peringatan


kemasan panas tubuh panas, penjepit
dengan uap kemasan

panas Terpapar Gangguan 3 5 1 15 Safety talk, ear


bising kesehatan muff, dan inspeksi
hingga cacat APD
permanen

Meledak Kerugian 5 2 4 40 Safety talk cara


karena property, mengatur tekanan
tekanan uap cidera hingga uap, pengawasan
kematian kerja

3 Hot Filling Mengisi sari Terpapar Cidera bagian 3 5 2 30 Label peringatan


kedelai ke panas tubuh panas, sarung
kemasan tangan

keadaan panas Terpapar Gangguan 3 3 1 18 Safety talk, ear


bising kesehatan muff, dan inspeksi
hingga cacat APD
permanen

4 Thermal Pendinginan Terpapar Gangguan 1 2 2 4 Safety talk, ear


Shock sari kedelai bising kesehatan muff, dan inspeksi
terkemas APD
secara cepat

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


21

Pada risiko bising memiliki nilai severity yaitu 3 (sedang) karena akan
menyebabkan luka ringan hingga sedang pada bagian telinga karyawan. Untuk
nilai Occurrence memiliki nilai 5 (almost certain) karena uap panas yang
keluar dari pipa pemasan akan menghasilkan suara bising akibat pantulan
tekanan uap dalam wadah pasteurisasi. Nilai detection adalah 1 (sangat mudah)
karena mudah untuk meteksi adanya uap panas yang keluar dari wadah
pasteurisasi. Berdasarkan penentuan nilai diatas didapatkan nilai risk priority
number yaitu 15 dengan rekomendasi memberikan melakukan safety talk
mengenai penggunaan ear muff, dan melakukan inspeksi penggunaan APD.

Pada risiko meledak karena tekanan uap memiliki nilai severity yaitu 5
(kematian) karena proses pasteurisasi kemasan jika meledak wadah akan pecah
dan berantakan ke seluruh ruangan filling sari kedelai. Untuk nilai Occurrence
memiliki nilai 2 (unlikely) karena proses pasteurisasi kemasan tidak dilakukan
secara vakum. Nilai detection adalah 4 (sulit) karena tidak terdapat indikator
tekanan uap pada wadah pasteurisasi. Berdasarkan penentuan nilai diatas
didapatkan nilai risk priority number yaitu 40 dengan rekomendasi
memberikan safety talk cara mengatur tekanan uap dan pengawasan selama
bekerja.

3. Hot Filling
Pada tahap ini karyawan mengemas sari kedelai dalam keadaan sari kedelai
masih panas dan kemasan baru keluar dari proses pasteurisasi. Pada risiko
terpapar panas memiliki nilai severity yaitu 3 (sedang) karena akan
menyebabkan luka ringan hingga sedang pada bagian tangan karyawan. Untuk
nilai Occurrence memiliki nilai 5 (almost certain) karena pada saat pengisian
kondisi kemasan panas dari proses pasteurisasi dan sari kedelai dalam keadaan
panas jika karyawan tidak menggunakan sarung tangan maka bagian tangan
akan mudah terkena panas. Nilai detection adalah 2 (mudah) karena kemasan
dan sari kedelai pasti dalam keadaan panas. Berdasarkan penentuan nilai diatas
didapatkan nilai risk priority number yaitu 30 dengan rekomendasi
memberikan label peringatan panas, dan penggunaan APD berupa sarung
tangan.
22

Pada risiko bising memiliki nilai severity yaitu 3 (sedang) karena akan
menyebabkan luka ringan hingga sedang pada bagian telinga karyawan. Untuk
nilai Occurrence memiliki nilai 3 (mungkin dapat terjadi) karena setiap mesin
filling proses pengisian akan menghasilkan suara dari tekanan angin
kompresor. Nilai detection adalah 1 (sangat mudah) karena mudah untuk
meteksi adanya suara yang keluar dari mesin. Berdasarkan penentuan nilai
diatas didapatkan nilai risk priority number yaitu 18 dengan rekomendasi
memberikan melakukan safety talk mengenai penggunaan ear muff, dan
melakukan inspeksi penggunaan APD.

4. Thermal Shock
Pada tahap ini karyawan diharuskan memindahkan sari kedelai yang telah
terkemas untuk direndam dalam air mengalir guna penurunan suhu yang cepat.
Pada risiko bising memiliki nilai severity yaitu 1 (kecil) karena jarak air
mengalir ke karyawan sejauh 4 meter. Untuk nilai Occurrence memiliki nilai 2
(unlikely) terjadi ketika karyawan sedang menyusun produk yang telah diisi
pada wadah pendinginan. Nilai detection adalah 2 (mudah) karena mudah
untuk meteksi adanya suara air yang mengalir. Berdasarkan penentuan nilai
diatas didapatkan nilai risk priority number yaitu 4 dengan rekomendasi
memberikan melakukan safety talk mengenai penggunaan ear muff, dan
melakukan inspeksi penggunaan APD.

Berdasarkan identifikasi bahaya dengan metode FMEA (Failure Mode and


Effect Analysis) pada bagian pengemasan sari kedelai didapatkan 10 mode
kegagalan yang teridentifikasi dari 4 aktifitas kerja pengemasan sari kedelai CV.
Kim’s Pangan Jaya. Nilai risk priority number yang tertinggi terjadi pada bagian
pasteurisasi kemasan dengan nilai risk priority number sebesar 40, jika wadah
pasteurisasi meledak karena tidak terkontrolnya besaran uap yang digunakan.
Rekomendasi yang dilakukan dengan memberikan safety talk cara mengatur
tekanan uap dan pengawasan karyawan selama bekerja.

1.3 Tugas Metode HAZOPS


Hazard and Operability Study (HAZOPS) adalah standar teknik analisa
bahaya yang digunakan dalam persiapan penetapan keamanan dalam sistem baru
23

atau modifikasi untuk suatu keberadaan potensi bahaya atau masalah


operabilitasnya (Putra, Makmuri, dan Zahri, 2017). Adapun tahapan-tahapan
identifikasi bahaya dengan metode HAZOPS menurut Restuputri dan Sari tahun
2015, yaitu:
1. Mengklasifikasi potensi bahaya yang ditemukan (sumber potensi bahaya dan
frekuensi temuan potensi bahaya).
2. Mendeskripsikan penyimpangan yang terjadi selama proses operasi.
3. Mendeskripsikan yang dapat ditimbulkan dari penyimpangan tersebut
(consequence).
4. Menentukan tindakan sementara yang dapat dilakukan.
5. Menilai risiko (risk assessment) yang timbul dengan mendefinisikan kriteria
likelihood (kemungkinan atau peluang) pada Tabel 1.11 dan consequence (keparahan) pada
Tabel 1.12.

Tabel 1.11 Nilai Likelihood Metode HAZOPS

Deskripsi

Level Kriteria

Kualitatif Semi Kualitatif

Dapat dipikirkan tetapi tidak hanya Kurang dari 1 kali


1 Jarang terjadi
saat keadaan ekstrim dalam 10 tahun

Kemungkinan Belum terjadi tetapi bisa muncul Terjadi 1 kali per


2
kecil pada suatu waktu 10 tahun

Seharusnya terjadi dan mungkin 1 kali per 5 tahun


3 Mungkin telah muncul disini atau ditempat sampai 1 kali per
lain tahun

Dapat terjadi dengan mudah, Lebih dari 1 kali


Kemungkinan
4 mungkin muncul dalam keadaan per tahun hingga 1
besar
yang paling banyak terjadi kali per bulan

Sering terjadi, diharapkan muncul Lebih dari 1 kali


5 Hampir pasti dalam keadaan yang paling banyak per bulan
terjadi

(Sumber: Restu Putri dan Sari, 2015)


6. Melakukan perhitungan skor risiko dengan pengkalian likelihood dengan
consequence, kemudian gunakan risk matrix pada Gambar 1.5 untuk mengetahui prioritas
potensi bahaya yang harus diperbaiki.
7. Pengendalian risiko berdasarkan filosofi keselamatan kerja yang terdiri dari
mengeliminasi, substitusi atau mengganti untuk menurunkan tingkat bahaya,
24

pengendalian secara teknologi, pengendalian secara administrasi, pemakaian


alat pelindung diri (APD).

Tabel 1.12 Nilai Consequence Metode HAZOPS

Deskripsi

Level Uraian

Keparahan Cidera Hari Kerja

Tidak Kejadian tidak menimbulkan kerugian Tidak menyebabkan


1
signifikan atau cidera pada manusia kehilangan hari kerja

Menimbulkan cidera ringan, kerugian Masih dapat bekerja


2 Kecil kecil dan tidak menimbulkan dampak pada hari shift yang
serius terhadap kelangsungan bisnis sama

Cidera berat dan dirawat di rumah sakit, Kehilangan hari


3 Sedang tidak menimbulkan cacat tetap, kerugian kerja dibawah 3 hari
finansial sedang

Menimbulkan cidera parah dan cacat Kehilangan hari


tetap dan kerugian finansial besar serta kerja 3 hari atau
4 Berat
menimbulkan dampak serius terhadap lebih
kelangsungan usaha

Mengakibatkan korban meninggal dan Kehilangan hari


5 Bencana kerugian parah bahkan dapat kerja selamanya
menghentikan kegiatan usaha selamanya

(Sumber: Restu Putri dan Sari, 2015)

Rumus penentuan skor risiko sebagai berikut:


1

SKALA

4
3
2
() ()

CONSEQ KETERA
UENCES NGAN:
:
(KEPAR 1 Ekstri
AHAN) . m
:
Risik
2 oTing
1 2 3 4 5 . gi
:
Risik
o
3 Sedan
2 2 . g
5 10 15 0 5 :
Risik
o
4 Renda
12 . h
4 8 12 60
11
3 6 9 2 5
1
2 4 6 8 0
1 2 3 4 5

(Su
mbe
r:
Rest
u
Putr
i
dan
Sari,
201
5)
Ga
mb
ar
1.5
Risk
Mat
rix
25

Tabel 1.13 Penjelasan Risk Level

Kegiatan tidak boleh dilaksanakan atau dilanjutkan sampai risiko telah


Risiko
direduksi. Jika tidak memungkinkan untuk mereduksi risiko dengan
Ekstrim
sumberdaya yang terbatas, maka pekerjaan tidak dapat dilaksanakan

Kegiatan tidak boleh dilaksanakan sampai risiko telah direduksi. Perlu


Risiko dipertimbangkan sumberdaya yang akan dialokasikan untuk mereduksi
Tinggi risiko. Apabila risiko terdapat dalam pelaksanaan pekerjaan yang masih
berlangsung, maka tindakan harus segera dilakukan

Perlu tindakan untuk mengurangi risiko, tetapi biaya pencegahan yang


Risiko diperlukan harus diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran
Sedang pengurangan risiko harus diterapkan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan

Risiko dapat diterima, pengendalian tambahan tidak diperlukan.


Risiko
Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian telah
Rendah
dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar

(Sumber: Yuniar, Caecilia, dan Zen, 2013)

Penentuan identifikasi bahaya dengan metode HAZOPS (Hazard and


Operability Study) akan dibahas mengenai bagian gudang produk jadi. Diagram
alir proses Pergudangan Produk Jadi dapat dilihat pada Gambar 1.6.

Penerimaan

Penyimpanan

Pengeluaran

(Sumber: CV. Kim’s Pangan Jaya, 2017)


Gambar 1.6 Alur Kerja Pergudangan Produk Jadi

Identifikasi bahaya dengan metode HAZOPS (Hazard Operability and


Study) pada bagian pergudangan produk jadi di CV. Kim’s Pangan Jaya dapat
dilihat pada Tabel 1.14, terdiri dari:
1. Penerimaan
Pada tahap ini karyawan melakukan proses penerimaan barang dari bagian
pengemasan tahu, pengemasan sari kedelai, dan pengemasan kembang tahu.
Proses penerimaan barang dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan produk
26

jadi yang diterima memiliki kecacatan atau tidak. Pada saat penerimaan barang
di ruang gudang produk jadi, produk tahu ditambahkan air dalam box kontainer
agar tahu tidak mudah hancur dan ditambahkan es batu agar kerja mesin chiller
tidak berat untuk mendinginkan produk dengan cepat. Kondisi lantai ruang
gudang yang berair atau licin akibat dari tumpahan air dari box kontainer tahu
memiliki risiko terjatuh dengan nilai likelihood adalah 4 (kemungkinan besar)
karena karyawan dapat dengan mudah terjadi jika tidak hati-hati 2-3 bulan
sekali beberapa karyawan gudang ada yang terjatuh karena lantai licin. Dan
nilai consequence adalah 2 (kecil) karena karyawan yang terjatuh hanya
memiliki luka memar kecil dan masih dapat bekerja dihari yang sama,
sehingga nilai skor risiko terjatuh yang bersumber dari kondisi lingkungan
kejra yang licin adalah 8 (risiko sedang). Rekomendasi yang harus dilakukan
yaitu dengan membuat saluran air atau selokan agar air yang tumpah dari box
kontainer dapat langsung mengalir dan tidak menyebabkan lantai berair atau
licin.
Kondisi karyawan yang tidak menggunakan sepatu boot memiliki risiko
terjatuh dengan nilai likelihood adalah 3 (mungkin) karena karyawan dapat
terjatuh jika tidak menggunakan sepatu boot. Dan nilai consequence adalah 2
(kecil) karena karyawan yang terjatuh hanya memiliki luka memar kecil dan
masih dapat bekerja dihari yang sama, sehingga nilai skor risiko terjatuh yang
bersumber dari sikap karyawan yang tidak menggunakan sepatu boot adalah 6
(risiko sedang). Rekomendasi yang harus dilakukan yaitu dengan melakukan
pengawasan karyawan dalam penggunaan APD.

2. Penyimpanan
Pada tahap ini karyawan melakukan proses pemindahan produk jadi telah
terkemas kedalam box kontainer dan disusun pada rak sesuai dengan jenisnya.
Satu box kontainer besar berisi 80 pack tahu dengan berat tahu 500 gram/pack,
satu box kontainer sedang berisi 50 pack tahu dengan berat tahu 500
gram/pack. Sedangkan satu box keranjang berisi 40 pcs sari kedelai pouch
dengan isi bersih sari kedelai 300 ml/pcs dan kembang tahu disimpan dalam
kemasan sekunder berisi 6 pcs kembang tahu dengan isi bersih kembang tahu
500 gram/pcs.
27

Tabel 1.14 Identifikasi Bahaya dengan Metode HAZOPS Pada Bagian Pergudangan Produk Jadi
di CV. Kim’s Pangan Jaya

Consequnc
Likelih
ood

e
Temuan Sumber Skor Risk
No Proses Resiko
Hazard Hazard Risiko Level

1 Penerimaan Lantai berair Terjatuh Kondisi 4 2 8 Sedang


produk jadi dari es batu lingkungan
kerja

Karyawan Terjatuh Sikap 3 2 6 Sedang


tidak karyawan
menggunakan
sepatu boot

2 Penyimpanan Pengangkatan Cidera Kondisi 3 3 9 Tinggi


produk jadi kontainer ke bagian lingkungan
rak secara tubuh kerja
manual

karyawan tidak Cidera Sikap 3 3 9 Tinggi


menggunakan bagian karyawan
safety belt tubuh

Karyawan Tubuh Sikap 2 1 2 Rendah


tidak karyawan karyawan
menggunakan kedinginan
jaket chiller

3 Penyiapan Karyawan Tubuh Sikap 2 1 2 Rendah


produk tidak karyawan karyawan
sesuai order menggunakan kedinginan
konsumen jaket chiller

Pengeluaran Karyawan Cidera Sikap 4 3 12 Tinggi


produk jadi membawa bagian karyawan
ke kendaraan kontainer tubuh
pengiriman berisi tahu
tidak
menggunakan
troli
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
28

Sistem penyimpanan tahu setelah dikemas ditempatkan dalam kemasan


sekunder berupa box kontainer dan sari kedelai setelah dikemas ditempatkan
dalam kemasan sekunder berupa box keranjang menggunakan chiller room
sedangkan kembang tahu setelah dikemas disimpan dalam kemasan sekunder
plastik kedalam freezer. Pada chiller room terdapat rak untuk menyusun box
kontainer dan box keranjang, dimana rak memiliki tiga kolom penyimpanan.

Kondisi rak penyimpanan di chiller room setinggi 1,8 meter membuat


karyawan kesulitan untuk menyimpan produk dalam box kontainer sehingga
karyawan mudah mengalami cidera bagian tubuh karena pengangkatan box
kontainer dan box keranjang yang sudah terisi produk diangkat secara manual.
Pada kondisi lingkungan kerja seperti itu memiliki nilai likelihood adalah 3
(mungkin), karyawan setidaknya 1-2 tahun mengalami sakit punggung dan
pinggang akibat mengangkat barang berat selama bekerja. Dengan nilai
consequence adalah 3 (sedang) karena mengakibatkan karyawan butuh istirahat
tubuhnya. Nilai skor risiko kondisi rak penyimpanan yang tinggi memiliki nilai
9 (risiko tinggi). Rekomendasi yang dilakukan dengan membuat perbaikan
prosedur penyimpanan pada rak kolom ke 2 dan ke 3 hanya diperbolehkan
penyimpanan produk dalam box keranjang sedangkan dibawah rak
diperbolehkan penyimpanan dengan box kontainer besar dan kolom ke-1
diperbolehkan penyimpanna dengan box kontainer sedang, serta karyawan
gudang diwajibkan menggunakan safety belt sebagai tambahan APD.

Kondisi karyawan tidak menggunakan safety belt dapat menyebabkan risiko


cidera bagian tubuh. Pada kondisi karyawan tidak menggunakan safety belt
memiliki nilai likelihood adalah 3 (mungkin), karyawan setidaknya 1-2 tahun
mengalami sakit punggung dan pinggang akibat mengangkat barang berat
selama bekerja. Dengan nilai consequence adalah 3 (sedang) karena
mengakibatkan karyawan butuh istirahat tubuhnya. Nilai skor risiko kondisi
karyawan tidak menggunakan safety belt memiliki nilai 9 (risiko tinggi).
Rekomendasi yang dilakukan dengan membuat safety talk terhadap kegunaan
penggunaan APD dan pengawasan karyawan selama bekerja dalam
penggunaan APD.
29

Kondisi karyawan yang tidak menggunakan jaket chiller akan memiliki risiko
tubuh kedinginan. Pada kondisi tersebut memiliki nilai likelihood adalah 2
(kemungkinan kecil) karena saat proses penyimpanan, karyawan tidak lebih
dari 2 menit berada didalam chiller room. Nilai consequence adalah 1 (tidak
signifikan) karena risiko kedinginan yang dialami karyawan tidak
0
menyebabkan karyawan cidera pada suhu 1-4 C. Sehingga menghasilkan nilai
skor risiko sebesar 2 (risiko rendah). Rekomendasi yang dilakukan dengan
melakukan pengawasan dalam pemakaian jaket chiller.

3. Pengeluaran
Pada tahap ini karyawan menyiapkan produk yang dioder oleh konsumen untuk
dikirim di malam hari, produk yang sudah disiapkan selanjutnya langsung
dipindahkan kedalam mobil pengiriman. Kondisi karyawan yang tidak
menggunakan jaket chiller saat menyiapkan produk yang akan dikirim didalam
chiller room akan memiliki risiko tubuh kedinginan. Pada kondisi tersebut
memiliki nilai likelihood adalah 4 (kemungkinan besar) karena saat proses
persiapan produk, karyawan lebih dari 10 menit berada didalam chiller room.
Nilai consequence adalah 2 (kecil) karena risiko kedinginan yang dialami
0
karyawan masih dapat membuat karyawan tetap bekerja pada suhu 1-4 C.
Sehingga menghasilkan nilai skor risiko sebesar 8 (risiko tinggi). Rekomendasi
yang dilakukan dengan membuat safety talk terhadap kegunaan penggunaan
APD dan melakukan pengawasan dalam pemakaian jaket chiller.

Kondisi karyawan tidak menggunakan troli untuk membawa box kontainer


berisi produk jadi sehingga box kontainer hanya digotong berdua dengan rekan
kerja menuju kendaraan pengiriman dan memiliki risiko cidera bagian tubuh.
Pada kondisi tersebut memiliki nilai likelihood adalah 4 (kemungkinan besar)
karena dapat terjadi dengan mudah ketika troli sedang digunakan bagian lain
terjadi bisa 2-3 bulan sekali. Nilai consequence adalah 3 (sedang) karena risiko
cidera yang dapat dialami karyawan membuat karyawan istirahat karena lelah
otot. Sehingga menghasilkan nilai skor risiko sebesar 12 (risiko tinggi).
Rekomendasi yang dilakukan dengan membuat safety talk terhadap cara kerja
dan menyiapkan troli cadangan ketika ada bagian pekerjaan lain yang
membutuhkan juga.
30

Prosentase HAZOPS pada bagian pergudangan produk jadi di CV. Kim’s


Pangan Jaya dengan jenis pekerjaan meliputi penerimaan produk jadi,
penyimpanan, dan pengeluaran produk jadi untuk dikirim. Hasil prosentase
HAZOPS dapat dilihat pada Tabel 1.15.

Tabel 1.15 Hasil Prosentase Hazard and Operability Study

Tingkat Risiko

No Jenis Pekerjaan Jumlah


Ekstrim Tinggi Sedang Rendah

1 Penerimaan 0 0 2 0 2

2 Penyimpanan 0 2 0 1 3

3 Pengeluaran 0 1 0 1 2

Total 0 3 2 2 7

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)

Setelah mengetahui jumlah tingkat risiko dari 3 bagian pergudangan


produk jadi, maka penulis membuat diagram pie dan prosentase perbandingan dari
3 bagian dengan jumlah potensi bahayanya. Diagram pie dari potensi bahaya pada
3 bagian pergudangan produk jadi dapat dilihat pada Gambar 1.7.

29% 29%
Penerimaan

Penyimpanan
43%
Pengeluaran

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 1.7 Diagram Pie Perbandingan antara 3 Bagian Pergudangan Produk Jadi

Berdasarkan Gambar 1.7 prosentase perbandingan antara 3 bagian


pergudangan produk jadi diperoleh bagian terbanyak dengan potensi bahaya
sebanyak 43% yaitu pada proses penyimpanan, untuk prosentase terakhir pada
bagian penerimaan dan pengeluaran produk jadi yaitu sebanyak 29%.
Setelah mengetahui prosentase perbandingan dari 3 bagian dengan jumlah
potensi bahayanya perlu diketahui pula perbandingan antara tingkat risiko dengan
jumlah semua potensi bahayanya seperti pada Gambar 1.8.
31

0%
29%
43%
Ekstrim
Tinggi
29% Sedang

Rendah

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 1.8 Diagram Pie Perbandingan antara Tingkat Risiko

Berdasarkan Gambar 1.8 prosentase perbandingan antara tingkat risiko


dengan jumlah semua potensi bahayanya diperoleh terbanyak pada tingkat risiko
tinggi dengan prosentase 43%, tingkat risiko sedang dan rendah masing-masing
memiliki prosentase 29%. Jadi potensi bahaya pada tingkat risiko ekstrim tidak
ada pada bagian pergudangan produk jadi di CV. Kim’s Pangan Jaya.

1.4 Tugas Metode FTA


Penentuan identifikasi bahaya dengan metode FTA (Fault Tree Ana;ysis).
Metode FTA sering digunakan untuk menganalisa kegagalan sistem dengan cara
menyusun penyebab kesalahan seperti pohon. FTA (Fault Tree Analysis) adalah
metode analisa, dimana terdapat suatu kerjadian yang tidak diinginkan disebut
undersired event terjadi pada sistem, dan sistem tersebut kemudian dianalisa
dengan kondisi lingkungan dan operasional yang ada terjadinya undersired event
tersebut (Vesely dalam Wulandari, 2011).

Dengan metode FTA ini akan diketahui kegagalan-kegagalan yang


menjadi penyebab terjadinya undersired event, dan probabilitas terjadinya
undersired event. Tahapan-tahapan untuk melakukan analisa dengan FTA (Fault
Tree Analysis), yaitu:
1. Mendefinisikan masalah dan kondisi batas dari suatu sistem yang ditinjau
2. Penggambaran model grafis fault tree
3. Mencari minimal cut set dari analisa fault tree
4. Melakukan analisa kualitatif dari fault tree
5. Melakukan analisa kuantitatif dari fault tree
32

Simbol-simbol dalam Fault Tree Analysis dibedakan antara simbol


hubungan dan simbol kejadian, simbol-simbol Fault Tree Analysis menurut
Blanchard tahun 2004, yaitu:
1. Simbol hubungan
Simbol hubungan digunakan untuk menunjukkan hubungan antar kejadian
dalam sistem. Setiap kejadian dalam sistem dapat secara pribadi atau bersama-
sama menyebabkan kejadian lain muncul. Adapun simbol-simbol hubungan
dalam Fault Tree Analysis dapat dilihat pada Tabel 1.16.

Tabel 1.16 Simbol-simbol Hubungan

No Simbol Keterangan

Logika And; menggambarkan bahwa semua kondisi input


1 harus terjadi jika kondisi output ingin muncul. Jadi output
terjadi secara bersamaan

Logika Or; menggambarkan bahwa satu kondisi input


dapat menyebabkan kondisi output muncul. Jadi output
2
dapat muncul jika salah satu, beberapa dan atau semua
kondisi input terjadi.

Logika Ordered And; menggambarkan bahwqa kondisi


3 output hanya akan terjadi jika semua kondisi input
terpenuhi dengan ketentuan-ketentuan tertentu

Logika Exclusive Or; menggambarkan bahwa kondisi


4 output hanya akan terjadi jika hanya satu kondisi input
terpenuhi

(Sumber: Blanchard, 2004)

2. Simbol kejadian
Simbol kejadian digunakan untuk menunjukkan sifat dari setiap kejadian
dalam sistem. Adapun simbol-simbol kejadian dalam Fault Tree Analysis dapat
dilihat pada Tabel 1.17.

Tabel 1.17 Simbol-simbol Kejadian

No Simbol Keterangan

Ellipse; menunjukkan kejadian pada level paling atas (top


1
level agent) dalam pohon kesalahan.
Rectangel; menunjukkan kejadian pada level menengah
2
(intermediate fault event) dalam pohon kesalahan.
33

No Simbol Keterangan

Circle; menunjukkan kejadian pada level paling bawah


3 (lowest level failure event) atau disebut kejadian paling
dasar (basic event)

Diamond; menunjukkan kejadian yang tak terduga


(undeveloped event). Kejadian-kejadian tak terduga dapat
4
dilihat pada pohon kesalahan dan dianggap sebagai
kejadian paling awal yang menyebabkan kerusakan.

House; menunjukkan kejadian input (input event) dan


5 merupakan kegiatan terkendali (signal). Kejadian ini
dapat menyebabkan kerusakan.

(Sumber: Blanchard, 2004)

Output yang diperoleh setelah melakukan Fault Tree Analysis adalah


peluang munculnya kejadian terpenting dalam sistem dan memperoleh akar
permasalahan penyebabnya. Akar permasalahan tersebut kemudian digunakan
untuk memperoleh prioritas solusi permasalahan yang tepat pada sistem.
Penentuan identifikasi bahaya dengan metode FTA (Fault Tree Analysis)
dilanjutkan dari hasil temuan bahaya yang memiliki risiko tertinggi dari proses
produksi sari kedelai, proses pengemasan dari kedelai dan proses pergudangan
produk jadi di CV.Kim’s Pangan Jaya berdasarkan identifikasi bahaya dengan
metode HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control),
FMEA (Failure Mode and Effect Analysis), dan HAZOPS (Hazard amd
Operability Study). Temuan-temuan bahaya yang memiliki risiko tertinggi terdiri
dari:
1. Proses pembuatan sari kedelai
a. Penentuan critical event/top event
Pada identifikasi bahaya menggunakan metode HIRARC didapatkan top
event yaitu tangki perebusan sari kedelai meledak memiliki tingkat risiko
substansial.

b. Pengkontruksian fault tree analysis


Pengkontruksian fault tree analysis seperti pada Gambar 1.9.
34

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 1.9 Diagram FTA dari Proses Produksi Sari Kedelai

c. Mengidentifikasi minimal cut set


Berdasarkan Gambar 1.9 akan dijelaskan mencari minimal cut set dengan
menggunkana metode aljabar Boolean. Pada Gambar 1.9 simbol gerbang
yang dipakai adalah gerbang OR. Gerbang OR adalah gerbang yang
menyatakan gabungan dari kejadian yang ada dan bersesuaian dengan
operasi penjumlahan dalam aljabar Boolean dengan misalkan pada tiap-tiap
gerbang dan kejaidan sebagai berikut:
T = Top event
P = Primary event (Basic Event) G
= Intermediate event

Jika:
T = Tangki perebusan sari kedelai meledak
P1 = Operator baru
P2 = Kurang kontrol
P3 = Terlalu lamanya jadwal proses pembersihan mesin
P4 = SOP tidak dimengerti operator
G1 = Faktor manusia
35

G2 = Faktor mesin
G3 = Faktor metode
Dengan menempatkan tiap pemisahan pada tempat yang bersesuaian, sesuai
dengan Gambar 1.9 akan didapat fault tree seperti Gambar 1.10.

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 1.10 Diagram Fault Tree dengan Pemisahan

Dari Gambar 1.10 didapat persamaan boolean:


T = G1 + G2 + G3
G1 = P1 + P2
G2 = P3
G3 = P4
Menggunakan pendekatan dari atas ke bawah,
didapat: T = G1 + G2 + G3 (karena G1 = P1 + P2)
= P1 + P2 + G2 + G3 (karena G2 = P3)
= P1 + P2 + P3 + G3 (karena G3 = P4)
= P1 + P2 + P3 + P4
Maka minimal cut set dari Gambar 1.10 adalah {P1}, {P2}, {P3}, {P4}.

d. Penjelasan analisa kualitatif dari fault tree


Hasil analisa dari terhambatnya proses produksi sari kedelai dengan top
event yaitu meledaknya tangki perebusan sari kedelai. Top event terjadi jika
terjadi kejadian seperti:
1) Operator baru yang membaca panduan pengoperasian mesin,
2) Kurangnya kontrol dari supervisor produksi,
3) Terlalu lamanya jadwal proses pembersihan mesin, dan
36

4) SOP pengoperasian mesin kurang dipahami karyawan

Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang mengakibatkan meledaknya


tangki perebusan dari kedelai sehingga bagian produksi sari kedelai dapat
melakukan perbaikan dengan melakukan penyuluhan dan evaluasi kerja
secara berkala serta adanya pengecekan langsung ke lapangan untuk melihat
proses kerja operator, menempel SOP painting agar operator mudah
membaca kertika melakukan pekerjaan, membuat penjadwalan maksimum
penggunaan mesin sebelum masuk proses pembersihan mesin, dan membuat
SOP pengoperasian mesin dengan dua bahasa (bahasa indonesia dan bahasa
sunda).

2. Proses pengemasan sari kedelai


a. Penentuan critical event/top event
Pada identifikasi bahaya menggunakan metode FMEA didapatkan top event
yaitu wadah pasteurisasi meledak.

b. Pengkontruksian fault tree analysis


Pengkontruksian fault tree analysis seperti pada Gambar 1.11.

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 1.11 Diagram FTA dari Proses Pengemasan Sari Kedelai
37

c. Mengidentifikasi minimal cut set


Berdasarkan Gambar 1.11 akan dijelaskan mencari minimal cut set dengan
menggunkana metode aljabar Boolean. Pada Gambar 1.11 simbol gerbang
yang dipakai adalah gerbang OR. Gerbang OR adalah gerbang yang
menyatakan gabungan dari kejadian yang ada dan bersesuaian dengan
operasi penjumlahan dalam aljabar Boolean dengan misalkan pada tiap-tiap
gerbang dan kejaidan sebagai berikut:
T = Top event
P = Primary event (Basic Event) G
= Intermediate event

Jika:
T = Wadah pasteurisasi meledak
P1 = Kurang kontrol
P2 = Tidak ada katup safety valve
P3 = Tidak tersedia timer
G1 = Faktor manusia
G2 = Faktor mesin
Dengan menempatkan tiap pemisahan pada tempat yang bersesuaian, sesuai
dengan Gambar 1.11 akan didapat fault tree seperti Gambar 1.12.

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 1.12 Diagram Fault Tree dengan Pemisahan
38

Dari Gambar 1.12 didapat persamaan boolean:


T = G1 + G2
G1 = P1
G2 = P2 + P3
Menggunakan pendekatan dari atas ke bawah,
didapat: T = G1 + G2 (karena G1 = P1)
= P1 + G2 (karena G2 = P2 + P3)
= P1 + P2 + P3
Maka minimal cut set dari Gambar 1.12 adalah {P1}, {P2}, {P3}.

d. Penjelasan analisa kualitatif dari fault tree


Hasil analisa dari terhambatnya proses pengemasan sari kedelai dengan top
event yaitu meledaknya wadah pasteurisasi. Top event terjadi jika terjadi
kejadian seperti:
1) Kurangnya kontrol dari supervisor produksi,
2) Alat pasteurisasi tidak dilengkapi dengan katup safety valve dan timer.

Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang mengakibatkan meledaknya


wadah pasteurisasi sehingga bagian pengemasan sari kedelai dapat
melakukan perbaikan yang harus dilakukan dengan pengecekan langsung ke
lapangan untuk melihat proses kerja operator, memasang atau melengkapi
wadah pasteurisasi dengan katup safety valve dan timer.

3. Proses pergudangan produk jadi


a. Penentuan critical event/top event
Pada identifikasi bahaya menggunakan metode HAZOPS didapatkan top
event yaitu karyawan membawa barang lebih dari 100 Kg tidak
menggunakan troli sehingga memiliki tingkat risiko tinggi.

e. Pengkontruksian fault tree analysis


Pengkontruksian fault tree analysis seperti padaGambar 1.13.
39

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 1.13 Diagram FTA dari Proses Pergudangan Produk Jadi

f. Mengidentifikasi minimal cut set


Berdasarkan Gambar 1.13 akan dijelaskan mencari minimal cut set dengan
menggunkana metode aljabar Boolean. Pada Gambar 1.13 simbol gerbang
yang dipakai adalah gerbang OR. Gerbang OR adalah gerbang yang
menyatakan gabungan dari kejadian yang ada dan bersesuaian dengan
operasi penjumlahan dalam aljabar Boolean dengan misalkan pada tiap-tiap
gerbang dan kejaidan sebagai berikut:
T = Top event
P = Primary event (Basic Event) G
= Intermediate event

Jika:
T = Membawa barang lebih dari 100 Kg tidak menggunakan troli
P1 = Kesadaran karyawan
P2 = Perawatan alat
P3 = Perbaikan lantai
G1 = Faktor manusia
40

G2 = Faktor alat
G3 = Faktor lingkungan
G4 = Ash pada roda patah
Dengan menempatkan tiap pemisahan pada tempat yang bersesuaian, sesuai
dengan Gambar 1.13 akan didapat fault tree seperti Gambar 1.14.

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 1.14 Diagram Fault Tree dengan Pemisahan

Dari Gambar 1.14 didapat persamaan boolean:


T = G1 + G2 + G3
G1 = P1
G2 = G4 = P2
G3 = P3
Menggunakan pendekatan dari atas ke bawah,
didapat: T = G1 + G2 + G3 (karena G1 = P1)
= P1 + G2 + G3 (karena G2 = G4)
= P1 + G4 + G3 (karena G3 = P3)
= P1 + G4 + P3 (karena G4 = P2)
= P1 + P2 + P3
Maka minimal cut set dari Gambar 1.14 adalah {P1}, {P2}, {P3}.

g. Penjelasan analisa kualitatif dari fault tree


Hasil analisa dari terhambatnya proses pergudangan produk jadi dengan top
event yaitu karyawan tidak menggunakan troli untuk mengangkut produk
jadi lebih dari >100 Kg. Top event terjadi jika terjadi kejadian seperti:
41

1) Kurangnya kesadaran karyawan atas risiko yang dapat dimilikinya,


2) Ash pada roda patah yang disebabkan dari kurangnya perawatan alat,
3) Perbaikan lantai pada lingkungan gudang.

Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang mengakibatkan karyawan


tidak menggunakan troli untuk mengangkut produk jadi lebih dari >100 Kg
sehingga bagian gudang produk jadi dapat melakukan perbaikan dengan
membuat sticker pentingkan keselamatan dan kesehatan kerja pada pintu
gudang, membuat jadwal perawatan alat yang ada di CV. Kim’s Pangan
Jaya, membuat jadwal perbaikan lantai gudang bertahap agar dapat dilalui
troli.

Berdasarkan analisa dengan Fault Tree Analysis pada bagian produksi sari
kedelai, pengemasan sari kedelai, dan pergudangan produk jadi disimpulkan
bahwa faktor manusia memiliki cut set kurangnya kontrol selama bekerja
sehingga dapat menimbulkan risiko meledaknya tangki perebusan sari kedelai,
risiko meledaknya wadah pasteurisasi kemasan sari kedelai dan risiko karyawan
mengangkat beban lebih dari 100 Kg tanpa bantuan troli.

1.5 Review Jurnal Keselamatan Kerja


Tabel 1.18 Review Jurnal Keselamatan Kerja
Judul Identifikasi penerapan dna pemahaman kesehatan dan
keselamatan kerja dengan metode Hazard and
Operability Study (HAZOPS) pada UMKM Eka Jaya
Jurnal JATI UNIK
Volume & Halaman Vol. 2 dan Halaman 20-27
Tahun 2018
Penulis Sri Rahayuningsih
Reviewer Wulan Apriani
Tanggal 9 Mei 2019
Latar Belakang Kurangnya kemajuan teknologi pada area
tulungagung, sehingga terjadi kekurang pahaman
tentang keselamatan dan kesehatan saat bekerja
Subjek Penelitian UMKM Eka Jaya, Tulungagung
42

Tujuan Penelitian Untuk mengetahui risiko-risiko jika tidak menerapkan


dan memahami tentang keselamatan dan kesehatan
kerja saat bekeja di area UMKM Eka Jaya,
Tulungangung-Jawa Timur
Manfaat Penelitian Perusahaan tidak akan mengalami kerugian baik segi
material bahan, waktu, kualitas serta pekerja yang
dapat disebabkan dari tidak menerapkan keselamatan
dan kesehatan kerja
Metode Penelitian Metode Hazard and Operability Study (HAZOPS)
Variabel Mesin pengaduk, bak perendaman, suhu dalam area
kerja outdoor dan indoor
Hasil Penelitian Risiko rendah (tidak memakai APD saat pengadukan
bumbu),
Risiko sedang (pekerja cepat merasa lelah saat suhu
penggorengan tinggi),
Risiko tinggi (terpeleset di bak perendaman, mesin
pengaduk pada v-belt tanpa tutup)
Kekuatan Penelitian Dengan metode HAZOPS risiko yang terjadi dapat
ditentukan prioritas untuk memperbaikinya.
Kelemahan Penelitian Identifikasi HAZOPS tidak menampilkan nilai
likelihood, dan nilai severity
Saran Penelitian Menyediakan ruang terbuka untuk pekerja bagian
penggorengan
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
TUGAS II
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI

2.1 Tugas EOQ


Model Economic Order Quantity (EOQ) adalah salah satu metode dalam
manajemen persediaan yang klasik dan sederhana. Perumusan model EOQ
pertama kali ditemukan oleh FW Harris pada tahun 1915, tetapi metode ini sering
disebut EOQ Wilson karena metode ini dikembangkan oleh seorang peneliti
bernama Wilson pada tahun 1934. Model ini digunakan untuk menghitung
minimalisasi total biaya persediaan berdasarkan persamaan tingkat atau titik
equilibrium kurva biaya simpan dan biaya pesan.
Model EOQ mengasumsikan permintaan secara pasti dengan pemesanan
yang dibuat secara konstan serta tidak adanya kekurangan persediaan. Perhitungan
EOQ dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

√ , dimana penjelasan sebagai berikut:

EOQ (Q) = kuantitas pembelian optimal


S = biaya pemesanan setiap kali pesan
D = kebutuhan bahan baku setahun
H = biaya penyimpanan per-unit

Perhitungan mengenai total biaya bahan baku atau total inventory cost
(TIC) dengan rumus sebagai berikut:
( ) ( ) ( ), dimana penjelasan sebagai

berikut:
*
Q = jumlah barang setiap pemesanan
D = permintaan barang persediaan per tahun
S= biaya pemesanan untuk setiap pemesanan
H= biaya penyimpanan per unit per tahun

43
44

Studi kasus
Sebuah perusahaan memiliki kebutuhan bahan baku sebesar 295.000 unit
per tahun. Biaya pengadaan bahan tersebut adalah sebesar Rp 175.000,- /order.
Untuk biaya/unitnya adalah Rp 35.000 Biaya simpan yang terjadi sebesar Rp.
22.500/tahun. Kerja pertahun adalah 250 hari. Waktu tunggu (lead time) untuk
pengiriman bahan tersebut selama 15 hari.

Pertanyaan:
1. Hitunglah EOQ (Economic Order Quality)?
2. Berapa total biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengadaan bahan tersebut?
3. Berapa kali perusahaan melakukan pemesanan dalam 1 tahun ?

Diketahui:
Permintaan bahan baku (D) = 295.000 unit/tahun
Biaya pengiriman (S) = Rp 175.000 per order
Biaya penyimpanan (H) = Rp 22.500 per tahun
Biaya per unit = Rp 35.000 per unit
Permintaan rata-rata (d) = 295.000 / 250 = 1.180 unit/hari
Lead time = 15 hari

Ditanya:
1. EOQ = …?
2. TC = …?
3. Frekuensi pemesanan per tahun = …?

Jawaban:
1. √

Q
2. ( ) ( )
45
( ) ( )

TC (Q)

3.

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 2.1 Hasil Pengolahan EOQ PPIC 1 dengan POM for Windows 3

Berdasarkan perhitungan manual dan pengolahan dengan POM for


windows 3 pada Gambar 2.1 memiliki hasil yang sama. Jumlah pemesanan yang
ekonomis dengan jumlah 2.143 unit dengan titik pemesanan kembali pada 17.700
unit sehingga frekuensi pemesanan sebanyak 138 kali pemesanan selama setahun
dengan total biaya Rp 103.290.052.000.

2.2 Tugas POQ


Model Production Order Quantity (POQ) digunakan apabila perusahaan
tidak melakukan pemesanan barang, tetapi memproduksi sendiri baik sebagian
atau seluruh komponen barang. Selama proses produksi tersebut maka persediaan
akan terus bertambah. Karena produsen tidak melakukan pemesan maka dalam
model ini tidak ada biaya pemesanan (ordering cost), tetapi yang ada adalah biaya
46

penyiapan yang meliputih seluruh biaya untuk memproduksi barang tersebut (set
up cost). Adapun asumsi-asumsi yang digunakan pada POQ adalah sebagai
berikut:
1. Hanya ada satu jenis barang,
2. Permintaan selama setahun diketahui dan konstan,
3. Persediaan secara terus-menerus mengalir atau dibuat dalam suatu proses waktu
tertentu setelah dipesan,
4. Unit persediaan diproduksi dan dijual secara bersamaan,
5. Tingkat produksi tetap,
6. Tidak ada potongan harga.

(Sumber: Rahman A, 2019)


Gambar 2.2 Grafik Model POQ

Imax = persediaan maksimum


Iaverage = persediaan rata-rata
H = biaya penyimpanan
D = jumlah permintaan tahunan
Q = jumlah persediaan optimum (yang diproduksi atau dipesan)
S= biaya penyiapan atau biaya produksi.
p = tingkat (jumlah) produksi harian
d = tingkat (jumlah) kebutuhan/permintaan harian
t = lama produksi dalam harian

Perhitungan biaya pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut:


1. Biaya penyimpanan per tahun (total holding cost)
()
47

Tingkat persediaan maksimum:

Imax = p.t – d.t ; dimana p.t = Q = total produksi, maka t = Q/p


Sehingga;
Imax = t.p – t.d atau Imax = t (p-d);
Imax = (Q/p). (p-d)
Imax = (Qp/p) – (Qd/p)
Imax = Q (1- d/p)

Dengan persediaan maksimum tersebut maka persediaan rata-rata (I average):


I average = (I max)/2 atau (Q/2).(1-d/p)

Dari perhitungan diatas maka total biaya penyimpanan per tahun:


(Imax)/2.H = Q/2. (1-d/p).H = ½.H.Q.(1-d/p)

2. Total biaya penyiapan (set up cost)


S = frekuensi produksi x biaya per sekali produksi
S = (D/Q).S

3. Total biaya pengendalian persediaan


TC = total biaya penyiapan + total biaya penyimpanan
TC = (D/Q).S + ½.H.Q/(1-d/p)

Pemesanan yang ekonomis diperoleh melalui:


1. Dengan menyamakan total biaya penyiapan sama dengan total biaya
penyimpanan
Total biaya penyiapan = total biaya penyimpanan
(D/Q).S = ½.H.Q.(1-d/p)
2
D.S = ½.H.Q .(1-d/p)
2
Q = (2DS)/{H(1-d/p)}
Q optimal = √{(2DS)/[H.(1-d/p)]}

2. Dengan menyamakan nol terhadap derivasi (turunan) pertama fungsi total cost
terhadap Q atau dTC/dQ = 0, sehingga diperoleh:
Q optimal = √{(2DS)/[H.(1-d/p)]}
48

Studi kasus
KGD adalah sebuah perusahaan manufaktur motor yang sudah dikenal di
Indonesia. Di fasilitas manufaktur terbesar mereka, di Tangerang, perusahaan
tersebut memproduksi sub komponen dengan laju 5.500 unit per hari, dan mereka
menggunakan sub komponen tersebut dengan laju 175.500 unit per tahun (dari
250 hari kerja). Biaya penyimpanan adalah $800 per unit per tahun, dan biaya
pemesanan adalah $158 per pesanan, dengan biaya per unit nya adalah $750.
1. Berapakah kuantitas produksi ekonomisnya?
2. Berapakah perjalanan produksi yang harus dilakukan per tahun?
3. Berapakah tingkat persediannya maksimumnya?
4. Berapakah biaya tahunan untuk pemesanan dan penyimpanan persediaannya?

Diketahui:
Permintaan sub komponen (D) = 175.500 unit/tahun
Biaya pengiriman ( C ) = $158 per order
Biaya penyimpanan ( H ) = $800 per unit/tahun
Produksi sub komponen ( p) = 5.500 unit/hari
Jumlah hari setahun = 250 hari/tahun
Jumlah permintaan rata-rata (d) = 175.500/250 = 702 unit/ hari
Biaya per unit = $750 per unit

Ditanya:
1. POQ (Q*) = …?
2. Frekuensi produksi setahun = …?
3. Persediaan maksimum = …?
4. TC (pemesanan) = …? & TC (penyimpanan) = ...?

Jawaban:
1. √( )

( )
√ √
49

2.

( ) ( )

3.

( )
4.

( ) * + * +

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 2.3 Hasil Pengolahan POQ PPIC 2 dengan POM for Windows 3

Berdasarkan perhitungan manual dan pengolahan dengan POM for


windows 3 pada Gambar 2.3 memiliki hasil yang sama. Jumlah produksi yang
ekonomis dengan jumlah 282 unit dan titik persediaan maksimum pada 246 unit
sehingga frekuensi produksi terjadi 623 kali produksi selama 250 hari per tahun,
dimana produksi sehari dilakukan 2-3 kali dengan total biaya pemesanan Rp
98.329,79 per unit per tahun. Dan biaya penyimpanan Rp 98.402,62.

2.3 Tugas MRP


Perencanaan kebutuhan material (material requirement planning) adalah
metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned
orders. Planned manufacturing order kemudian diajukan untuk analisis lanjutan
berkenaan dengan ketersediaan kapasitas dan keseimbangan menggunakan
perencanaan kebutuhan kapasitas (capacity requirements planning). Suatu sistem
MRP mengidentifikasi item yang harus dipesan, berapa banyak kuantitas item
50

yang harus dipesan, dan bilamana waktu memesan item. Proses MRP
membutuhkan lima sumber informasi utama, yaitu:
1. Master production schedule (MPS) merupakan suatu pernyataan definitif tentang
produk akhir apa yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas yang
dibutuhkan, kapan waktu dibutuhkan.
2. Bill of material (BOM) merupakan daftar dari semua material.
3. Item master merupakan suatu file yang berisikan informasi status tentang
material, parts, subassemble, dan produk-produk yang menunjukkan kuantitas on-hands,
kuantitas yang dialokasikan, waktu tunggu yang direncanakan, ukuran lot, stok pengaman,
kriteria lot sizing, toleransi untuk scrap atau hasil.
4. Pesanan-pesanan (orders) merupakan tentang berapa banyak dari setiap item yang
akan diperoleh sehingga akan meningkatkan stock on hand dimasa mendatang.
5. Kebutuhan-kebutuhan (requirement) merupakan tentang berapa banyak dari
masing-masing item dibutuhkan sehingga akan mengurangi stock on hand dimasa
mendatang.

Sumber-sumber informasi yang dibutuhkan MRP merupakan salah satu


syarat yang harus diketahui oleh manajer operasi sebagai salah satu pendukung
kegiatan produksi yang akan dilaksanakan oleh perusahaan agar kelancaran proses
produksi dapat terjamin dan sesuai dengan pesanan yang diinginkan konsumen.

Studi kasus

Level 0 Pulpen

Level 1 Body Tabung

Tutup Mata
Level 2 Tutup Atas Tinta
Bawah Pulpen

(Sumber: Dahniar T, 2019)


Gambar 2.4 Bill of Materiall Pulpen
51

Sebuah perusahaan penghasil pulpen meminta anda untuk merencanakan


kebutuhan material sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan perusahaan.
Untuk mendukung pencapaian tersebut, anda diminta untuk mengestimasi jumlah
material yang dibutuhkan sesuai dengan rencana produksi, menentukan waktu
pengiriman, mendokumentasikan pemesanan material. Adapun datanya sebagai
berikut: Lot Size=275, Lead Time=2 Week, Beginning On Hand= 225, Safety
Stock=0, Allocations=0, Minimum Quantity = 55, Scrap Factor = 20%.

Tabel 2.1 Kebutuhan Pemakaian Bahan Pulpen

Time Periode Week

Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8

Pulpen 250 250 235

Body 258 250 250 230 225

Tutup atas 230 250 235

Tutup bawah 230 250 235

Tabung 235 258 250 238

Mata pulpen 220 260 230

Tinta 100 150 170

(Sumber: Dahniar T, 2019)

Diketahui:
Lot size = 275 Safety stock=55,
Lead time = 2 week, Allocations = 0,
Beginning on hand = 225, Scrap factor = 20%.

Tabel 2.2 Level Bahan Bill of Materiall Pulpen

Time Periode Week

Bahan Level Code


1 2 3 4 5 6 7 8

Pulpen 0 250 250 235

Body 1 258 250 250 230 225


Tabung 1 235 258 250 238

Tutup atas 2 230 250 235

Tutup bawah 2 230 250 235

Mata pulpen 2 220 260 230

Tinta 2 100 150 170

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


52

Ditanya:
1. Estimasi jumlah material yang dibutuhkan sesuai dengan rencana produksi?
2. Menentukan waktu pengiriman?
3. Mendokumentasikan pemesanan material?

Jawaban:
1. Estimasi jumlah material yang dibutuhkan sesuai dengan rencana produksi
Perhitungan manual untuk mengestimasi jumlah material yang dibutuhkan sesuai dengan
rencana produksi dapat dilihat dibawah ini, dan hasil perhitungan POM for windows 3 dapat
dilihat pada Gambar 2.12.

Perhitungan bagian pulpen:


Project On-Hand = On-Hand diawal + Schedule receipts – Gross
requipments POH1 = 225+275-0 = 500 unit
POH2= 500+0-0 = 500 unit
POH3= 500+0-250= 250
unit POH4= 250+0-0= 250
unit POH5= 250+0-0= 250
unit POH6= 250+0-250 = 0
unit POH7= -0+0-0 = 0 unit
POH8= 0+0-235 = -235 unit

Project Available = On-Hand diawal (Project Available sebelumnya) +


Schedule receipts +Planned order receipts – gross
requirements
PA1 = 225 + 275+ 0 – 0 = 500 unit
PA2 = 500 + 0 + 0 – 0 = 500 unit
PA3 = 500 + 0 + 0 – 250 = 250
unit PA4 = 250 + 0 + 0 – 0 = 250
unit PA5 = 250 + 0 + 0 – 0 = 250
unit PA6 = 250 + 0 + 0 – 250 = 0
unit PA7 = 0 + 0 + 0 – 0 = 0 unit
PA8 = 0 + 0 +275 – 235 = 40 unit
53

Net Requirements = Gross requirements + Allocations + Safety stock –


Schedule receipts – Project available sebelumnya
NR8 = 235 + 0 + 0 – 0 – 40 = 195 unit

Planned order receipt dimasukkan sama seperti jumlah net requirement, jika
terdapat lot sizing maka POR dimodifikasi dengan lot sizing.

Planned order releases = Planned order receipts/ (1 – scrap factor)


POR6 = 275/ (1-0,2) = 343,75 344 unit

MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING


Material : Pulpen Lead Time : 2 Weeks Low Level Code : 0
Lot Size : 275 Safety Stock : 0
Beginning on-Hand : 225 Allocations : 0 Scrap Factor : 0,2 (20%)
Period (Weeks)
1 2 3 4 5 6 7 8
Gross Requirements 250 250 235
Scheduled Receipts 275
Project On Hand 500 500 250 250 250 0 0 -235
Project Available 500 500 250 250 250 0 0 40
Net Requirements 195
Planned Order Receipts 275
Planned Order Releases 344
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 2.5 Hasil Perhitungan MRP Bagian Pulpen
Perhitungan bagian body :
Project On-Hand= On-Hand diawal/sebelumnya + Schedule receipts – Gross
requipments
POH1= 225+275-258 = 242 unit
POH2= 242+0-0 = 242 unit
POH3= 242+0-250= -8 unit
POH4= -8+0-250= -258 unit
POH5= -258+0-0 = -258 unit
POH6= -258+0-230 = -488 unit
POH7= -488+0-0 = -488 unit
POH8= -488+0-225 = -713 unit
54

Project Available = On-Hand diawal (Project Available sebelumnya) +


Schedule receipts + Planned order receipts – gross requirements

PA1 = 225 + 275 + 0 – 258 = 242 unit


PA2 = 242 + 0 + 0 – 0 = 242 unit
PA3 = 242 +0 + 275 – 250 = 267 unit
PA4 = 267 + 0 + 0 – 250 = 17 unit
PA5 = 17 + 0 + 0 – 0 = 17 unit
PA6 = 17 + 0 + 275 – 230 = 292 unit
PA7 = 292 + 0 + 0 – 0 = 292 unit
PA8 = 292+ 0 + 0 – 225 = 67 unit

Net Requirements = Gross requirements + Allocations + Safety stock –


Schedule receipts – Project available sebelumnya
NR3 = 250 + 0 + 0 – 0 – 242 = 8 unit
NR6 = 230 + 0 + 0 – 0 – 17 = 213 unit

Planned order receipt dimasukkan sama seperti jumlah net requirement, jika
terdapat lot sizing maka POR dimodifikasi dengan lot sizing.

Planned order releases = Planned order receipts/ (1 – scrap factor)


POR1 = 275/ (1-0,2) = 343,75 344 unit
POR4 = 275/ (1-0,2) = 343,75 344 unit

MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING


Material : Body Lead Time : 2 Weeks Low Level Code : 1
Lot Size : 275 Safety Stock : 0
Beginning on-Hand : 225 Allocations : 0 Scrap Factor : 0,2 (20%)
Period (Weeks)
1 2 3 4 5 6 7 8
Gross Requirements 258 250 250 230 225
Scheduled Receipts 275
Project On Hand 242 242 -8 -258 -258 -488 -488 -713
Project Available 242 242 267 17 17 292 292 67
Net Requirements 8 213
Planned Order Receipts 275 275
Planned Order Releases 344 344
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 2.6 Hasil Perhitungan MRP Bagian Body
55

Perhitungan bagian tabung :


Project On-Hand = On-Hand diawal/sebelumnya + Schedule receipts – Gross
requipments
POH1= 225+275-235 = 265 unit
POH2= 265+0-0 = 265 unit
POH3= 265+0-258= 7 unit
POH4= 7+0-0= 7 unit
POH5= 7+0-250 = -243 unit
POH6= -243+0-0 = -243 unit
POH7= -243+0-0 = -243 unit
POH8= -243+0-238 = -481 unit

Project Available = On-Hand diawal (Project Available sebelumnya) +


Schedule receipts + Planned order receipts – gross requirements

PA1 = 225 + 275 + 0 – 235 = 265 unit


PA2 = 265 + 0 + 0 – 0 = 265 unit
PA3 = 265 +0 + 0 – 258 = 7 unit
PA4 = 7 + 0 + 0 – 0 = 7 unit
PA5 = 7 + 0 + 275 – 250 = 32 unit
PA6 = 32 + 0 + 0– 0 = 32 unit
PA7 = 32 + 0 + 0 – 0 = 32 unit
PA8 = 32+ 0 + 275 – 238 = 69 unit

Net Requirements = Gross requirements + Allocations + Safety stock –


Schedule receipts – Project available sebelumnya
NR5 = 250 + 0 + 0 – 0 – 7 = 243 unit
NR8 = 238 + 0 + 0 – 0 – 32 = 206 unit

Planned order receipt dimasukkan sama seperti jumlah net requirement, jika
terdapat lot sizing maka POR dimodifikasi dengan lot sizing.

Planned order releases = Planned order receipts/ (1 – scrap factor)


POR3 = 275/ (1-0,2) = 343,75 344 unit
POR6 = 275/ (1-0,2) = 343,75 344 unit
56

MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING


Material : Tabung Lead Time : 2 Weeks Low Level Code : 1
Lot Size : 275 Safety Stock : 0
Beginning on-Hand : 225 Allocations : 0 Scrap Factor : 0,2 (20%)
Period (Weeks)
1 2 3 4 5 6 7 8
Gross Requirements 235 258 250 238
Scheduled Receipts 275
Project On Hand 265 265 7 7 -243 -243 -243 -481
Project Available 265 265 7 7 32 32 32 69
Net Requirements 243 206
Planned Order Receipts 275 275
Planned Order Releases 344 344
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 2.7 Hasil Perhitungan MRP Bagian Tabung

Perhitungan bagian tutup atas dan tutup bawah :


Project On-Hand = On-Hand diawal/sebelumnya + Schedule receipts – Gross
requipments
POH1= 225+275-0 = 500 unit
POH2= 500+0-230 = 270 unit
POH3= 270+0-0= 270 unit
POH4= 270+0-250= 20 unit
POH5= 20+0-0 = 20 unit
POH6= 20+0-235 = -215 unit
POH7= -215+0-0 = -215 unit
POH8= -215+0-0 = -215 unit

Project Available = On-Hand diawal (Project Available sebelumnya) +


Schedule receipts + Planned order receipts – gross requirements

PA1 = 225 + 275 + 0 – 0 = 500 unit


PA2 = 500 + 0 + 0 – 230 = 270 unit
PA3 = 270 +0 + 0 – 0 = 270 unit
PA4 = 270 + 0 + 0 – 250 = 20 unit
PA5 = 20 + 0 + 0 – 0 = 20 unit
PA6 = 20 + 0 + 275– 235 = 60 unit
PA7 = 60 + 0 + 0 – 0 = 60 unit
57

PA8 = 60+ 0 + 0 – 0 = 60 unit

Net Requirements = Gross requirements + Allocations + Safety stock –


Schedule receipts – Project available sebelumnya
NR6 = 235 + 0 + 0 – 0 – 20 = 215 unit

Planned order receipt dimasukkan sama seperti jumlah net requirement, jika
terdapat lot sizing maka POR dimodifikasi dengan lot sizing.

Planned order releases = Planned order receipts/ (1 – scrap factor)


POR4 = 275/ (1-0,2) = 343,75 344 unit

MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING


Material : Tutup Atas, Lead Time : 2 Weeks Low Level Code : 2
Tutup Bawah
Lot Size : 275 Safety Stock : 0
Beginning on-Hand : 225 Allocations : 0 Scrap Factor : 0,2 (20%)
Period (Weeks)
1 2 3 4 5 6 7 8
Gross Requirements 230 250 235
Scheduled Receipts 275
Project On Hand 500 270 270 20 20 -215 -215 -215
Project Available 500 270 270 20 20 60 60 60
Net Requirements 215
Planned Order Receipts 275
Planned Order Releases 344
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 2.8 Hasil Perhitungan MRP Bagian Tutup Atas dan Tutup Bawah

Perhitungan bagian mata pulpen :


Project On-Hand = On-Hand diawal/sebelumnya + Schedule receipts – Gross
requipments
POH1= 225+275-0 = 500 unit
POH2= 500+0-220 = 280 unit
POH3= 280+0-0= 280 unit
POH4= 280+0-260= 20 unit
POH5= 20+0-0 = 20 unit
POH6= 20+0-0 = 20 unit
POH7= 20+0-230 = -210 unit
POH8= -210+0-0 = -210 unit
58

Project Available = On-Hand diawal (Project Available sebelumnya) +


Schedule receipts + Planned order receipts – gross requirements

PA1 = 225 + 275 + 0 – 0 = 500 unit


PA2 = 500 + 0 + 0 – 220 = 280 unit
PA3 = 280 +0 + 0 – 0 = 280 unit
PA4 = 280 + 0 + 0 – 260 = 20 unit
PA5 = 20 + 0 + 0 – 0 = 20 unit
PA6 = 20 + 0 + 0 – 0 = 20 unit
PA7 = 20 + 0 + 275 – 230 = 65 unit
PA8 = 65+ 0 + 0 – 0 = 65 unit

Net Requirements = Gross requirements + Allocations + Safety stock –


Schedule receipts – Project available sebelumnya
NR7 = 230 + 0 + 0 – 0 – 20 = 210 unit

Planned order receipt dimasukkan sama seperti jumlah net requirement, jika
terdapat lot sizing maka POR dimodifikasi dengan lot sizing.

Planned order releases = Planned order receipts/ (1 – scrap factor)


POR5 = 275/ (1-0,2) = 343,75 344 unit

MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING


Material : Mata Pulpen Lead Time : 2 Weeks Low Level Code : 2
Lot Size : 275 Safety Stock : 0
Beginning on-Hand : 225 Allocations : 0 Scrap Factor : 0,2 (20%)
Period (Weeks)
1 2 3 4 5 6 7 8
Gross Requirements 220 260 230
Scheduled Receipts 275
Project On Hand 500 280 280 20 20 20 -210 -210
Project Available 500 280 280 20 20 20 65 65
Net Requirements 210
Planned Order Receipts 275
Planned Order Releases 344
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 2.9 Hasil Perhitungan MRP Bagian Mata Pulpen

Perhitungan bagian mata pulpen :


59

Project On-Hand = On-Hand diawal/sebelumnya + Schedule receipts – Gross


requipments
POH1= 225+275-0 = 500 unit
POH2= 500+0-0 = 500 unit
POH3= 500+0-100= 400 unit
POH4= 400+0-0= 400 unit
POH5= 400+0-0 = 400 unit
POH6= 400+0-150 = 250 unit
POH7= 250+0-0 = 250 unit
POH8= 250+0-170 = 80 unit

Project Available = On-Hand diawal (Project Available sebelumnya) +


Schedule receipts + Planned order receipts – gross requirements

PA1 = 225 + 275 + 0 – 0 = 500 unit


PA2 = 500 + 0 + 0 – 0 = 500 unit
PA3 = 500 +0 + 0 – 100 = 400 unit
PA4 = 400 + 0 + 0 – 0 = 400 unit
PA5 = 400 + 0 + 0 – 0 = 400 unit
PA6 = 400 + 0 + 0 – 150 = 250 unit
PA7 = 250 + 0 + 0 – 0 = 250 unit
PA8 = 250+ 0 + 0 – 170 = 80 unit

MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING


Material : Tinta Lead Time : 2 Weeks Low Level Code : 2
Lot Size : 275 Safety Stock : 0
Beginning on-Hand : 225 Allocations : 0 Scrap Factor : 0,2 (20%)
Period (Weeks)
1 2 3 4 5 6 7 8
Gross Requirements 100 150 170
Scheduled Receipts 275
Project On Hand 500 500 400 400 400 250 250 80
Project Available 500 500 400 400 400 250 250 80
Net Requirements
Planned Order Receipts
Planned Order Releases
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 2.10 Hasil Perhitungan MRP Bagian Tinta
60

2. Jadwal pengiriman
Tabel 2.3 Waktu Pengiriman/Penerimaan Material

Jumlah Kebutuhan Material dikirim Periode ke- (Pcs)

Jenis Bahan
1 2 3 4 5 6 7 8
(Juni) (Juni) (Juni) (Juli) (Juli) (Juli) (Juli) (Juli)

Pulpen 275

Body 275 275

Tabung 275 275

Tutup bawah 275

Tutup atas 275

Mata pulpen 275

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)

Berdasarkan perhitungan manual MRP (Material Requirement Planning)


jadwal waktu pengiriman material dapat dilihat pada Tabel 2.3.

3. Dokumen pemesanan material


Pemesanan material dilakukan dengan membuat dan mengirim dokumen PO
(Purchase Order) yang dapat dilihat pada Gambar 2.11.

PURCHASE ORDER

PO Number PO Date
9.RD.0519 16-05-2019

Vendor : PT. CAHAYA ABADI Ship To : PT. PULPEN SUKSES


Jl. Kalibata No.8, JKT Jl. Ciledug No.60, TNG
Contact : Bapak Tedi Deniar Contact To : Wulan Apriani
Phone : 123456789 Phone To : 987654321
Fax : 13456789 Fax To : 987654321
Email : xxxx@xxx.com E-mail To : yyyy@yyy.com

Item Per-Unit Line Item Total Delivery To


Description Quantity Unit
No. Price Price

1 Body 344 Pcs Rp 215,00 Rp 73.960,00 26 Juni 2019

2 Body 344 Pcs Rp 215,00 Rp 73.960,00 17 Juli 2019


3 Tabung 344 Pcs Rp 87,00 Rp 29.928,00 10 Juli 2019

4 Tabung 344 Pcs Rp 87,00 Rp 29.928,00 30 Juli 2019

5 Pulpen 344 Pcs Rp 980,00 Rp 337.120,00 10 Juli 2019

6 Tutup Atas 344 Pcs Rp 90,00 Rp 30.960,00 17 Juli 2019

7 Tutup Bawah 344 Pcs Rp 85,00 Rp 29.240,00 17 Juli 2019

8 Mata Tinta 344 Pcs Rp 60,00 Rp 20.640,00 26 Juli 2019

PPN 10% Rp 62.573,60

Total Rp 688.309,60

TTD
Wulan Apriani
Purchasing Div.
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 2.11 Purchase Order sebagai Dokumen Pemesanan Material
61

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 2.12 Hasil Pengolahan MRP Tugas PPIC 3 dengan POM for Windows 3
62

Berdasarkan hasil pengolahan data MRP (Material Requirement Planning)


secara manual dan menggunakan aplikasi POM for windows 3 kebutuhan material
pulpen setiap order harus dengan jumlah 344 unit karena terdapat scrap factor
20%. Scrap factor merupakan besar persentase dalam struktur produk yang
digunakan dalam perhitungan MRP untuk mengantisipasi kehilangan material
dalam proses manufacturing. Material pulpen yang dipesan dengan jumlah 344
unit maka akan diterima sebanyak 275 unit dengan jadwal penerimaan material
sesuai dengan dokumen purchase order pada Gambar 2.11.

2.4 Tugas Forecasting


Forecasting atau perkiraan adalah kegiatan yang bertujuan untuk
meramalkan atau memprediksi segala hal yang terkait dengan produksi,
penawaran, permintaan, dan penggunaan teknologi dalam sebuah industri atau
usaha. Perkiraan ini pada akhirnya akan digunakan oleh perusahaan maupun pihak
manajemen operasional untuk membuat perencaan terkait kegiatan usaha dalam
beberapa periode tertentu.

Forecasting terlihat pada saat pengambilan keputusan. Keputusan yang


baik adalah keputusan yang didasarkan atau pertimbangan apa yang akan terjadi
pada waktu keputusan itu dilaksanakan (Ginting, 2007). Menurut Heizer dan
Render (2009:47), perkiraan atau forecasting memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengkaji kebijakan perusahaan yang berlaku saat ini dan di masa lalu, serta
melihat sejauh mana pengaruh di masa datang.
2. Perkiraan diperlukan karena adanya time lag atau delay antara saat suatu
kebijakan perusahaan ditetapkan dengan saat implementasi.
3. Perkiraan merupakan dasar penyusunan bisnis pada suatu perusahaan sehingga
dapat meningkatkan efektivitas suatu rencana bisnis.

Jenis- jenis peramalan atau forecasting yaitu:


1. Perkiraan berdasarkan waktu, perkiraan atau forecasting dapat dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu (Herjanto, 2008:78):
a. Perkiraan jangka panjang, mencakup waktu lebih dari 18 bulan. Misalnya,
perkiraan yang diperlukan dalam kaitannya dengan penanaman modal,
63

perencanaan fasilitas, dan perencanaan untuk kegiatan litbang (penelitaian


dan pengembangan).
b. Perkiraan jangka menengah, mencakup waktu antara 3-18 Bulan. Misalnya,
perkiraan perencanaan penjualan, perencanaan produksi, dan perencanaan tenaga kerja tidak
tetap.
c. Perkiraan jangka pendek, mencakup jangka waktu kurang dari 3 Bulan.
Misalnya, perkiraan yang berhubungan dengan perencanaan pembelian material, penjadwalan
kerja, dan penugasan karyawan.

2. Perkiraan berdasarkan fungsi dan perencanaan operasi masa depan, perkiraan atau
forecasting dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Heizer dan Render, 2009:47):
a. Perkiraan ekonomi (economic forecast), menjelaskan siklus bisnis dengan
memprediksi tingkat inflasi, ketersediaan uang, dana yang dibutuhkan untuk membangun
perumahan dan indikator perencanaan lainnya.
b. Perkiraan teknologi (technological forecast), memperhatikan tingkat kemajuan
teknologi yang dapat meluncurkan produk baru yang menarik, yang membutuhkan pabrik dan
peralatan yang baru.
c. Perkiraan permintaan (demand forecast), proyeksi permintaan untuk produk
atau layanan suatu perusahaan. Perkiraan ini juga disebut perkiraan penjualan yang
mengendalikan produksi, kapasitas, serta sistem penjadwalan dan menjadi input bagi
perencanaan keuangan, pemasaran, serta sumber daya manusia.

3. Perkiraan berdasarkan jenis data yang disusun, perkiraan dibagi menjadi dua
jenis, yaitu (Saputro dan Asri, 2000:148):
a. Perakiraan kualitatif, yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu.
Hasil prediksi yang dibuat sangat tergantung pada orang yang menyusunnya. Biasanya
perkiraan ini didasarkan atas hasil penyelidikan, seperti pendapat salesman, pendapat sales
manajer pendapat para ahli, dan survey konsumen.
b. Perkiraan kuantitatif, yaitu perkiraan yang didasarkan atas data penjualan pada
masa lalu. Hasil perkiraan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang digunakan dalam
perkiraan tersebut. Penggunaan metode yang berbeda akan diperoleh hasil yang berbeda pula.
64

4. Perkiraan berdasarkan Sifat Penyusunannya, perkiraan dibagi menjadi dua jenis,


yaitu (Ginting, 2007):
a. Perkiraan subjektif, yang didasarkan atas perasaan atau intuisi dari orang yang
menyusunnya.
b. Perkiraan objektif, didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu, dengan
menggunakan teknik-teknik dan metode-metode dalam penganalisaan data tersebut.

Sistem peramalan memiliki sembilan langkah yang harus diperhatikan


untuk menjamin efektifitas dan efisiensi. Langkah-langkah dalam manajemen
permintaan yang disebut sebagai konsep dasar sistem peramalan yaitu:
1. Menentukan tujuan dari peramalan
2. Memilih item idependent demand yang akan diramalkan
3. Menentukan horison waktu dari peramalan (jangka pendek, menengah, dan
panjang)
4. Memilih model-model peramalan
5. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan
6. Validasi model peramalan
7. Membuat peramalan
8. Implementasi hasil-hasil peramalan
9. Memantau keadaan hasil peramalan

Penyelesaian peramalan memiliki beberapa metode yang umum seperti


moving average, weight moving average, dan exponential smoothing. Berikut
penjelasan dari metode tersebut:
1. Metode moving average
Metode moving average atau rata-rata bergerak adalah suatu metode peramalan
yang dilakukan dengan mengambil sekelompok nilai pengamatan, mencari,
nilai rata-rata tersebut sebagai ramalan untuk periode yang akan datang
(Subagyo, 2008). Suatu model rata-rata bergerak n-periode, MA, dinyatakan
sebagai berikut: ∑

65

2. Metode weight moving average


Metode weight moving average atau rata-rata bergerak berbobot adalah suatu
metode peramalan sama seperti metode moving average dengan lebih responsif
terhadap perubahan, karena data dari periode yang baru biasanya diberi bobot
lebih besar. Suatu model rata-rata bergerak terbobot, WMA dinyatakan sebagai
berikut: ∑ ∑

3. Metode exponential smoothing


Metode exponential smoothing atau pemulusan eksponensial adalah metode
peramalan yang digunakan untuk pola data yang tidak stabil atau perubahannya
besar dan bergejolak. Metode permalan ini bekerja hampir serupa dengan alat
thermostat. Apabila galat ramalan (forecast error) adalah positif, yang berarti
nilai aktual permintaan lebih tinggi daripada nilai ramalan (A–F>0), maka
model pemulusan eksponensial akan secara otomatis meningkatkan nilai
ramalannya. Sebaliknya, apabila galat ramalan (forecast error) adalah negatif,
yang berarti nilai aktual permintaan lebih rendah daripada nilai ramalan (A–
F<0), maka metode pemulusan eksponensial akan secara otomatis menurunkan
nilai ramalan. Suatu model pemulusan eksponensial, F t dinyatakan sebagai
berikut:
( )

Keterangan:
Ft : nilai ramalan untuk periode waktu ke-t
Ft-1 : nilai ramalan untuk satu periode waktu yang lalu, t-1
At-1 : nilai aktual untuk satu periode waktu yang lalu, t-1
α : konstanta pemulusan (smoothing constant)

Cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model
peramalan berdasarkan pemulusan eksponensial harus menggunakan peta
kontrol tracking signal dan membandingkan apakah nilai-nilai ramalan itu
telah menggambarkan atau sesuai dengan pola historis dari data aktual
permintaan (Gespersz, 2004)
66

Validasi metode peramalan terutama dengan menggunakan metode-


metode diatas tidak dapat lepas dari indikator-indikator dalam pengukuran akurasi
peramalan. Indikator dalam pengukuran akurasi peramalan, antara lain:
1. Mean absolute deviation (MAD)
Akurasi peramalan akan tinggi apabila nilai-nilai MAD, MAPE, dan MSE
semakin kecil. Mean absolute deviation (MAD) merupakan nilai total absolut
dari forecast error dibagi dengan data. Atau yang lebih mudah adalah nilai
kumulatif absolut error dibagi dengan periode. Jika diformulasikan maka
formula untuk menghitung MAD adalah sebagai berikut:
MAD =∑( )

2. Mean squared error (MSE)


Mean squared error biasa disebut galat peramalan. Galat peramalan tidak
dapat dihindari dalam sistem peramalan, namun galat ramalan harus dikelola
dengan benar. Pengelolaan terhadap galat ramalan akan menjadi lebih efektif
apabila peramal mampu mengambil tindakan yang tepat berkaitan dengan
alasan-alasan terjadinya galat ramalan tersebut. MSE (Mean Square Error)
adalah metode yang digunakan untuk mengevaluasi metode peramalan dengan
menghasilkan kesalahan-kesalahan sedang yang kemungkinan lebih baik untuk
kesalahan kecil, tetapi kadang menghasilkan kesalahan besar. Jika
diformulasikan maka formula untuk menghitung MSE adalah sebagai berikut:
MSE untuk MA (4) = ∑( )

3. Mean absolute percentage error (MAPE)


MAPE (Mean Absolute Percentage Error) adalah metode yang digunakan
untuk evaluasi dengan cara mengindikasikan seberapa besar kesalahan dalam
meramal yang dibandingkan dengan nilai nyata dalam bentuk persentase. Jika
diformulasikan maka formula untuk menghitung MAPE adalah sebagai
berikut:
∑| |

MAPE untuk MA (4) =


67

Studi kasus
Lakukan peramalan dari data Tabel 2.4 dengan beberapa metode yang
kalian ketahui minimal 3 metode dan buat perbandingan nya, dari metode –
metode tersebut mana yang terbaik?

Tabel 2.4 Data Permintaan Aktual 2019

Bulan Indeks Waktu (t) Permintaan Aktual


Januari 2019 1 295
Februari 2 258
Maret 3 315
April 4 279
Mei 5 305
Juni 6 330
Juli 7 345
Agustus 8 318
September 9 333
Oktober 10 320
November 11 295
Desember 12 317
(Sumber: Dahniar T, 2019)

Jawaban:
Contoh perhitungan peramalan dari Tabel 2.5:
1. Moving Average

2. Weight Moving Average


( ) ( )( )(

( )

( ) ( )( )(

3. Exponential Smoothing

;α=0
( )

(
68

Tabel 2.5 Hasil Perhitungan Peramalan Berdasarkan Moving Averange (4), Weight Moving
Average (4) dan Eksponential Smoothing (α 0.9)

Permintaan Ramalan Berdasarkan


Indeks Permintaan

Bulan
Waktu (t) Aktual
MA (4) WMA (4) ES (α 0.9)

Jan-19 1 295 309

Feb-19 2 258 296

Mar-19 3 315 262

Apr-19 4 279 310

Mei-19 5 305 287 287 282

Jun-19 6 330 289 295 303

Jul-19 7 345 307 311 327

Agt-19 8 318 315 326 343

Sep-19 9 333 325 327 321

Okt-19 10 320 332 331 332

Nov-19 11 295 329 326 321

Des-19 12 317 317 312 298

Jan-20 13 ??? 316 313 315

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)

Tabel 2.6 Tracking Signal dari Model MA (4)


ri

Fo

Aktua
P

ca

F(
o

re
e

2)
(

st

lA(3)

Error RSFE (5) Absolute Kumulatif MAD Tracking


(2) dari (4) dari (4) kumulatif (1) (5)/(8)

E= A-F = Error (6) = Absolute (8) = Signal


(4)=(3)- kumulatif Absolut Error (7) = (7)/ (9) =

1 287 305 18 18 18 18 18,3 1,0

2 289 330 41 59 41 59 29,5 2,0

3 307 345 38 97 38 97 32,3 3,0

4 315 318 3 100 3 100 25,0 4,0

5 325 333 8 108 8 108 21,6 5,0


6 332 320 -12 96 12 120 20,0 4,9

7 329 295 -34 62 34 154 22,0 2,9

8 317 317 0 62 0 154 19,3 3,3

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


∑( )

MAD untuk MA (4) =


∑( )
MSE untuk MA (4) =
69
∑| |

MAPE untuk MA (4) =


=( )

Tabel 2.7 Tracking Signal dari Model WMA (4)

Error Absolute Kumulatif Tracking


Perioden(1)

ForecastF(2)

AktualA(3)
RSFE (5) = MAD
(2) dari (4) kumulatif (5)/(8)
E= A-F Error (6) Absolute Signal
kumulatif (8) =
(4)=(3)- = Absolut Error (7) = (9) =
dari (4) (7)/(1)

1 287 305 18 18 18 18 17,8 1,0

2 295 330 35 53 35 53 26,7 2,0

3 311 345 34 88 34 88 29,2 3,0

4 326 318 -8 80 8 95 23,9 3,3

5 327 333 6 86 6 101 20,2 4,2

6 331 320 -11 75 11 112 18,6 4,0

7 326 295 -31 44 31 143 20,4 2,1

8 312 317 5 49 5 148 18,5 2,6

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)

∑( )

MAD untuk WMA (4) =


∑(
MSE untuk WMA (4) = )

∑| |

MAPE untuk WMA (4) =


( )
70

Tabel 2.8 Tracking Signal dari Model ES (α 0,9)

AktualA
Error RSFE (5) Absolute Kumulatif Tracking

(3)
ForecastF(2)
Perioden(1)
MAD
(2) dari (4) dari (4) kumulatif (5)/(8)
E= A-F = Error (6) Absolute Signal
(8) =
(4)=(3)- kumulatif = Absolut Error (7) = (9) =
(7)/(1)

1 309 295 -14 -14 14 14 14,0 -1,0

2 296 258 -38 -52 38 52 26,2 -2,0

3 262 315 53 1 53 106 35,2 0,0

4 310 279 -31 -30 31 136 34,1 -0,9

5 282 305 23 -7 23 159 31,8 -0,2

6 303 330 27 20 27 186 31,1 0,7

7 327 345 18 38 18 204 29,2 1,3

8 343 318 -25 13 25 229 28,7 0,4

9 321 333 12 25 12 242 26,9 0,9

10 332 320 -12 14 12 254 25,4 0,5

11 321 295 -26 -13 26 280 25,4 -0,5

12 298 317 19 7 19 299 24,9 0,3

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)

∑( )

MAD untuk ES (0,9) =


∑( )
MSE untuk ES (0,9) =

∑| |

MAPE untuk ES (0,9) =


( )
71

370

350

330 Aktual
F,MA (4)
310
F, WMA (4)
290
F, ES (α 0,9)
270 UCL
LCL
250
CL

Jul-19
Jan-19

Mar-

Nov-
Mei-
Feb-

Sep-

Des-
Apr-

Okt-
Jun-

Agt-
19

19
19

19

19
19
19

19
19
19

Periode

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 2.13 Peta Kontrol Permintaan dari Data Aktual, Model MA (4), WMA (4), ES (α=0,9)

Tabel 2.9 Perbandingan Hasil Peramalan Permintaan

No Deskripsi Model MA (4) Model WMA (4) Model ES (α=0,9)

Nilai ramalan permintaan 316 313 315


1
Januari 2020

2 Nilai MAD 19,3 18,5 24,9

3 Nilai MSE 602,8 489 745,2

4 Nilai MAPE 5,88% 6% 8,17%

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)

Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan


bahwa metode peramalan terbaik berdasarkan data permintaan dengan nilai error
terkecil adalah weight moving average dengan nilai MAD 18,5 dan nilai MSE
sebesar 489.

2.5 Review Jurnal Perencanaan dan Pengendalian Produksi


Tabel 2.10 Review Jurnal PPIC
Judul Peramalan permintaan inti sawit (kernel) di PT.
Perkebunan Nusantara V Sei Pagar
Jurnal Jurnal hasil penelitian dan karya ilmiah dalam bidang
teknik Industri, UIN Sultan Syarif Kasim Riau
Volume & Halaman Vo. 4 No. 1
Tahun 2018
72

Penulis Mhd Fauzan HM dan Nofirza


Reviewer Wulan Apriani
Tanggal 9 Mei 2019
Latar Belakang Produksi inti sawit (kernel) di PT. Perkebunan
Nusantara V Sei Pagar berlebih karena tidak
direncanaka dengan baik
Subjek Penelitian PT. Perkebunan Nusantara V Sei Pagar
Tujuan Penelitian Memastikan ketepatan perencanaan produksi untuk
jumlah optimal produksi kernel
Manfaat Penelitian Dapat mengetahui jumlah optimal produksi kernel

Metode Penelitian Exponential Smoothing


Variabel Permintaan kernel
Hasil Penelitian forecasting dengan metode peramalan exponential
smoothing dengan nilai alpha 0.8 diperoleh hasil yang
tidak berbeda secara signifikan antara data yang di
forecast dan hasil forecast, sehingga dapat disimpulkan
bahwa metode ini dapat (layak) digunakan untuk
perencanaan produksi kedepannya.
Kekuatan Penelitian Hasil perhitungan peramalan permintaan kernel hamper
sama dengan jumlah permintaan
Kelemahan Hanya menggunakan satu metode perhitungan
Penelitian peramalan
Saran Penelitian Metode exponential smoothing dapat digunakan sebagai
cara perhitungsn untuk mengurangi kelebihan produksi
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
TUGAS III
SISTEM PRODUKSI

3.1 Tugas Lean Manufacturing


Lean manufacturing adalah kegiatan produksi yang mempertimbangkan
segala pengeluaran sumber daya yang ada untuk mendapatkan nilai ekonomis
terhadap pelanggan tanpa adanya pemborosan. PT. XYZ melakukan proses
produksi printing, perusahaan menggunakan mesin printing yang berfungsi untuk
memberi logo dan tulisan pada produk. Dalam aliran proses produksinya
perusahaan masih sering mengalami hambatan-hambatan ataupun aktivitas yang
tidak memberikan nilai tambah sehingga dapat mengurangi profit bagi
perusahaan. Masih tingginya persentase terjadinya defect sepanjang tahun 2018
yaitu rata-rata sebesar 12,45 % produk cacat setiap bulannya.

Adanya rework, lead time produksi yang masih panjang, hilangnya waktu
produktif karena terjadinya downtime pada mesin merupakan beberapa
pemborosan/waste yang masih terjadi pada perusahaan. Sehingga untuk
meningkatkan produktivitasnya, perusahaan perlu melakukan perbaikan-perbaikan
dalam proses produksinya secara berkesinambungan. Berdasarkan masalah
perusahaan tersebut, selesaikan masalah perusahaan tersebut!

Jawaban:
Perusahaan printing melakukan pendekatan lean manufaktur untuk
mengurangi pemborosan pada jasa printing yang dihasilkan sehingga dapat
menghasilkan produk yang tepat waktu dan jumlah yang tepat dengan kualitas
yang sesuai dengan permintaan konsumen. Prinsip dasar lean manufaktur yang
dilakukan perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan nilai produk dengan cara mengidentifikasikan aktivitas yang
termasuk value added dan non value added seperti pada Tabel 3.1. Berdasarkan hasil
identifikasi pada aktivitas produksi kemasan di PT. XYZ memiliki 13 aktivitas non value
added lebih besar dari aktivitas value added sebanyak 11 aktivitas, sehingga dibutuhkan
perbaikan proses atau aktivitas kerja dengan mengeliminasi waste yang terjadi.

73
74

Tabel 3.1 Hasil Identifikasi Value Added dan Non Value Added pada Aktivitas Produksi
di PT. XYZ

Value Non Value


No Aktivitas
Added Added

1 Operator mengecek kartu permintaan produksi dari bagian



PPIC

2 Mengangkut bahan baku (tinta dan plastik roll) ke area



produksi

3 Mengangkut silinder dari gudang ke area produksi √

4 Memasang silinder ke mesin produksi √

5 Mengisi tinta ke mesin produksi √

6 Memasang plastik roll ke mesin produksi √

7 Mensetting mesin dan memanaskan mesin produksi √

8 Proses cetak (printing kemasan) √

9 Mencatat pemakaian bahan baku terpakai dan bahan baku



sisa

10 Inspeksi printing oleh QA √

11 Mengangkut plastik roll yang sudah di printing ke gudang



WIP laminasi

12 Mematikan mesin printing √

13 Mengangkut plastik roll dari gudang WIP ke area laminasi



kemasan

14 Mensetting mesin laminasi dan memanaskannya √

15 Proses laminasi plastik roll LDPE dengan Nylon √

16 Inspeksi laminasi oleh QA √

17 Mematikan mesin laminasi √

18 Memindahkan plastik roll yang sudah dilaminasi ke area



kantong
19 Proses potong plastik roll menjadi bentuk kantong √

20 Proses sortir √

21 Inspeksi kemasan oleh QA √

22 Proses packing dengan kardus √

23 Pelabelan kardus √

24 Mengangkut dari staging area ke gudang finish good √

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)

Value added atau aktifitas bernilai tambah adalah aktifitas yang bernilai dan
menghasilkan produk atau output yang sempurna (sesuai target dan tanpa
cacat). Sedangkan non value added atau aktifitas tanpa nilai tambah adalah
aktifitas yang tidak diperlukan dan tidak memberikan keuntungan yang terjadi
pada proses, baik proses produksi, proses pelayanan, dan sebagainya.

Pada Tabel 3.1 terdapat 13 aktivitas non value added pada aktivitas produksi
kemasan di PT. XYZ, agar aktifitas non value added menjadi value added,
75

perusahaan harus merubah atau menghilangkan aktifitas non value added


menjadi value added dengan cara sebagai berikut:
a. Operator mengecek kartu permintaan produksi dari bagian PPIC
Operator mengecek kartu permintaan produksi sebelumnya menggunakan
kartu kanban manual akan diganti dengan monitor digital yang di letakkan
pada ruang produksi.

b. Mengangkut bahan baku (tinta dan plastik roll) ke area produksi Pengangkutan
bahan baku seperti tinta, plastik roll dan silinder dari gudang ke area produksi sebelumnya
menggunakan forklift dapat diganti dengan hoist crane.

c. Mengangkut silinder dari gudang ke area produksi


Pengangkutan bahan baku seperti tinta, plastik roll dan silinder dari gudang
ke area produksi sebelumnya menggunakan forklift dapat diganti dengan
hoist crane.

d. Memasang silinder ke mesin produksi


Pemasangan silinder ke mesin produksi dilakukan dengan menyeimbangkan
pekerjaan (bagi operator yang menganggur saat jam kerja dapat membantu
bagian lain yang sedang membutuhkan).

e. Mengisi tinta ke mesin produksi


Pengisian tinta ke mesin produksi dilakukan dengan menyeimbangkan
pekerjaan (bagi operator yang menganggur saat jam kerja dapat membantu
bagian lain yang sedang membutuhkan).

f. Memasang plastik roll ke mesin produksi


Pemasangan plastik roll ke mesin produksi dilakukan dengan
menyeimbangkan pekerjaan (bagi operator yang menganggur saat jam kerja
dapat membantu bagian lain yang sedang membutuhkan).

g. Inspeksi printing oleh QA


Inspeksi printing oleh QA dilakukan perbaikan dengan cara QA harus
mencari tahu penyebab hasil printing tidak sesuai dan mengkoordinasikan
kepada setiap bagian untuk menghindari penyebab dari reject hasil print.
76

h. Mengangkut plastik roll yang sudah di printing ke gudang WIP laminasi


Pengangkutan plastik roll yang sudah di printing ke gudang WIP laminasi sebelumnya
menggunakan forklift dapat diganti dengan hoist crane.

i. Mengangkut plastik roll dari gudang WIP ke area laminasi kemasan


Pengangkutan plastik roll dari gudang WIP ke area laminasi kemasan sebelumnya
menggunakan forklift dapat diganti dengan hoist crane.

j. Proses sortir kemasan


Proses sortir kemasan yang sesuai standar dilakukan dengan memindahkan
barang ke proses selanjutnya setelah proses selesai, menyingkirkan barang
cacat seperti sisa potongan plastik, hasil print label yang tidak sesuai standar
ke wadah reject.

k. Proses packing dengan kardus


Proses packing dengan kardus dilakukan dengan kemasan yang sesuai
standar diikat sesuai dengan jumlah lembar per ikatnya. Karena proses
perhitungan lembaran yang membutuhkan waktu lama sehingga, kemasan
ditimbang sesuai dengan berat kemasan per ikat sama dengan jumlah
kemasan per ikat. Kemudian kemasan yang terikat dimasukkan ke dalam
dus dan di seal dengan alat seal dus.

l. Pelabelan kardus
Proses pelabelan dilakukan dengan isi informasi pada label no. Purchase
order, nama konsumen/pelanggan, jenis kemasan/label kemasan, nama QA
dan nama penerima digudang jadi/finish good.

2. Menghilangkan pemborosan dengan cara mengeliminasi waste proses produksi


printing kemasan pada perusahaan terdiri dari:
a. Produksi berlebih
Rencana produksi yang dibuat oleh bagian produksi tidak mengacu pada
target produksi yang ditetapkan oleh bagian PPIC, karena operator produksi
mengejar uptime yang tinggi, yaitu rasio antara output produksi dengan
waktu produksi yang tersedia, sehingga banyak produk yang cacat.

Perbaikan yang dapat dilakukan dengan perencanaan produksi bulanan


sesuai permintaan konsumen yang sudah masuk ke bagian PPIC, melakukan
77

penilaian operator dengan pencapaian uptime dan kesesuaian target


produksi.

b. Persediaan berlebih
Pada bagian purchasing selalu melakukan peramalan kebutuhan bahan baku
dan jangan membeli bahan baku sesuai lead time dari vendor, menerapkan
sistem kanban, jangan tergiur dengan diskon dan promo jika bahan baku
yang akan dipesan keinginan pasarnya lemah. pada bagian produksi
melaksanakan briefing sebelum mulai produksi untuk mengingatkan target
produksi harian dan menempelkan target dan realisasi produksi setiap hari
pada papan pengumuman produksi agar hasil produksi yang dihasilkan tidak
berlebih dan tidak ada yang cacat.

c. Menunggu
Melakukan pembongkaran bahan baku dan silinder di gudang bahan baku
dan gudang alat serta proses pengangkutan dari gudang ke area proses kerja
hanya dikerjakan oleh operator yang rajian, karena operator gudang hanya
menjaga gudang dan membuat bukti penerimaan dan pengeluaran barang,
sehingga operator produksi melakukan transportasi bahan baku dan alat
sendiri.

Perbaikan yang dapat dilaksanakan dengan membuat perencanaan kerja


sesuai dengan SOP (Standar Operasi Produk), menyeimbangkan pekerjaan
(bagi operator yang menganggur saat jam kerja dapat membantu bagian lain
yang sedang membutuhkan).

d. Gerakan berlebih
Gerakan berlebih terjadi pada aktivitas pengambilan alat dan sparepart di
ruang alat saat proses mensetting mesin dan mencari hand pallet untuk
membawa bahan baku tinta, lembaran pastik, dan silinder. Perbaikan yang
dapat dilaksanakan dengan menempatkan sparepart yang sering digunakan
untuk mensetting mesin pada satu kotak alat khusus dan diletakkan dekat
operator, buat gerakan lebih aman dan mudah (tidak sering bercanda).

e. Pemindahan yang tidak perlu


78

Memindahkan barang ke proses selanjutnya setelah proses selesai,


menyingkirkan barang cacat seperti sisa potongan plastik, hasil print label
yang tidak sesuai standar ke wadah reject.

f. Produk cacat
Produk cacat dapat terjadi jika mesin mengalami downtime. Operator
memasang silinder kurang presisi, tinta mesin cetak habis, operator salah
setting mesin, warna tinta tidak sesuai. Perbaikan yang dapat dilakukan
dengan melakukan inspeksi bahan baku sebelum dimasukkan ke mesin,
adanya standar setting mesin, dan melakukan preventive maintenance.

g. Pengerjaan yang berlebih


Melakukan evaluasi setiap meeting mingguan, bulanan, maupun tahunan
untuk dilakukan perbaikan pembuatan standar kerja yang lebih efisien dan
efektif.

3. Mendukung karyawan dengan cara sebagai berikut:


a. Mengadakan brainstorming setiap sesi briefing sebelum produksi dan setelah
produksi dengan diskusi aktivitas yang dapat meningkatkan efektifitas kerja.
b. Mengadakan kegiatan diluar aktivitas pekerjaan seperti ajakan makan siang
bersama, wisata outbound antara pemimpin group kerja dengan anggota bagian untuk
menemukan ide-ide, gagasan karyawan guna pengembangan produk jasa.

3.2 Tugas Aggregrate Planning


Aggregate planning adalah suatu aktivitas operasional untuk menentukan
jumlah dan waktu produksi pada waktu dimasa yang akan datang. CV.XYZ
produksi air mineral dalam kemasan sedang 600 ml dalam menentukan
permintaan CV. XYZ melakukan forecasting untuk 11 bulan kedepan dari Tabel
3.2. Dengan asumsi:
1. Biaya untuk penambahan tenaga kerja Rp 80.000,-
2. Biaya untuk pengurangan tenaga kerja Rp 110.000,-
3. Biaya penyimpanan Rp 45.000/unit
4. Biaya sub kontrak Rp 60.000/unit
79

5. Biaya jam kerja normal Rp 90.000


6. Biaya lembur Rp 50.000
7. Biaya shortage Rp 10.000
8. Persediaan awal 250 unit
9. Persediaan akhir yang diinginkan 100 unit
10. Jam kerja normal 8 jam
11. Jam kerja lembur 3 jam

Tabel 3.2 Permintaan Air Mineral CV. XYZ

Periode Demand
1 6000
2 6700
3 5850
4 6250
5 6600
6 6000
7 7900
8 8900
9 6050
10 5500
11 6500
(Sumber: Shobur M, 2019)

Diperlukan perencanaan optimal. Untuk itu dibuat suatu perencanaan


produksi agregat yang dapat menstabilkan tujuan dari perusahaan.

Jawaban:
Berdasarkan hasil pengolahan data aggregate planning seperti Gambar
3.1, CV. XYZ memiliki total permintaan selama 11 periode sebanyak 72.250 pcs
air mineral kemasan sedang 600 ml dengan rata-rata permintaan dapat dihitung
dengan total permintaan dibagi 11 periode (72.250 pcs : 11 periode = 6.568 pcs
permintaan per periode). Rata-rata permintaan dianggap sebagai kapasitas
produksi yang dapat dilakukan oleh CV. XYZ sehingga permintaan air mineral
kemasan sedang 600 ml yang melebihi dari kapasitas produksi harus diproduksi
pada perusahaan lain atau sub kontrak.
80

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 3.1 Hasil Pengolahan Data Aggregate Planning Air Mineral CV. XYZ dengan POM
for Windows

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 3.2 Grafik Aggregate Planning Air Mineral CV. XYZ dengan POM for Windows

Pada Gambar 3.2 permintaan air mineral kemasan sedang 600 ml tertinggi
terjadi pada periode 8 dan permintaan terendah pada periode 10. Permintaan air
mineral kemasan sedang 600 ml yang melebihi dari kapasitas produksi terjadi
pada periode 2 sebesar 132 pcs, periode 5 sebesar 32 pcs, periode 7 sebesar 1.332,
dan periode 8 sebesar 2.332 pcs dengan total biaya sub kontrak yang harus
dikeluarkan sebesar Rp 229.680.000.
Total biaya yang harus dikeluarkan selama 11 periode sebesar Rp
929.880.000 yang terdiri dari biaya jam kerja normal sebesar Rp 7.920.000 dan
biaya lembur sebesar Rp 1.650.000, biaya sub kontrak sebesar 229.680.000, biaya
penyimpanan sebesar Rp 680.510.000 dan biaya pengurangan tenaga kerja sebesar
81

Rp 10.120.000. Dimana permintaan yang masukkan ke sub kontrak 5,3% dari


total permintaan dengan biaya yang harus dikeluarkan 24,7% dari total biaya.

3.3 Tugas Kapasitas Produksi


Kapasitas produksi dapat diartikan sebagai jumlah maksimum ouput yang
dapat diproduksi dalam satuan waktu tertentu. Sebuah perusahaan yang
menalankan bisnisnya dengan memproduksi botol kemasan ingin menentukan
kebutuhan mesin dan operatornya untuk 11 bulan mendatang. Dalam menentukan
permintaan perusahaan ini melakukan forecasting untuk 11 bulan kedepan.

Tabel 3.3 Data Permintaan Botol Selama 11 Periode

Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Demand 6000 6700 5850 6250 6600 6000 7900 8900 6050 5500 6500
(Sumber: Shobur M, 2019)

Sekarang ini ada 5 mesin dan menghasilkan 500 botol setiap bulannya.
Tiap mesin membutuhkan 2 operator, sehingga ada 10 operator yang tersedia saat
ini. Estimasikan kebutuhan mesin dan operator untuk 11 bulan kedepan?

Jawaban:
Cara perhitungan kebutuhan mesin dan operator, serta persentase kapasitas
yang digunakan:
Periode 1:

Kapasitas yang digunakan dari kapasitas 2.500 botol


( )

Mesin yang diperlukan = 2,40 x 5(mesin) =12 mesin


Operator yang dibutuhkan = 12 mesin x 2 operator/mesin = 24 operator

Periode 2:

Kapasitas yang digunakan dari kapasitas 2.500 botol


( )

Mesin yang diperlukan = 2,68 x 5(mesin) =13,4~14 mesin


Operator yang dibutuhkan = 14 mesin x 2 operator/mesin = 28 operator

Periode 3:

Kapasitas yang digunakan dari kapasitas 2.500 botol


( )

Mesin yang diperlukan = 2,34 x 5(mesin) =11,7~12 mesin


Operator yang dibutuhkan = 12 mesin x 2 operator/mesin = 24 operator
82

Periode 4:
Kapasitas yang digunakan
dari kapasitas 2.500 botol
Mesin yang diperlukan ( )

Operator yang dibutuhkan = 2,50 x 5(mesin) =12,5~13 mesin


= 13 mesin x 2 operator/mesin = 26 operator
Periode 5:
Kapasitas yang digunakan
Mesin yang diperlukan dari kapasitas 2.500 botol
Operator yang dibutuhkan ( )

= 2,64 x 5(mesin) =13,2~14 mesin


Periode 6:
= 14 mesin x 2 operator/mesin = 28 operator
Kapasitas yang digunakan
Mesin yang diperlukan
Operator yang dibutuhkan dari kapasitas 2.500 botol
( )

Periode 7:
= 2,40 x 5(mesin) =12 mesin
Kapasitas yang digunakan
= 12 mesin x 2 operator/mesin = 24 operator
Mesin yang diperlukan
Operator yang dibutuhkan
Periode 8: dari kapasitas 2.500 botol
( )

Kapasitas yang digunakan = 3,16 x 5(mesin) =15,8~16 mesin


Mesin yang diperlukan = 16 mesin x 2 operator/mesin = 32 operator
Operator yang dibutuhkan
Periode 9:
dari kapasitas 2.500 botol
Kapasitas yang digunakan ( )

Mesin yang diperlukan = 3,56 x 5(mesin) =17,8~18 mesin


Operator yang dibutuhkan = 18 mesin x 2 operator/mesin = 36 operator
Periode 10:
Kapasitas yang digunakan
dari kapasitas 2.500 botol
Mesin yang diperlukan ( )

Operator yang dibutuhkan = 2,42 x 5(mesin) =12,1~13 mesin


= 13 mesin x 2 operator/mesin = 26 operator
dari kapasitas
2.500 botol
( )

= 2,20 x 5(mesin) =11 mesin


= 11 mesin x 2 operator/mesin =
22 operator
83

Periode 11:

Kapasitas yang digunakan dari kapasitas 2.500 botol


( )

Mesin yang diperlukan = 2,60 x 5(mesin) =13 mesin


Operator yang dibutuhkan = 13 mesin x 2 operator/mesin = 26 operator

Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Peramalan Kebutuhan Mesin dan Operator

Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Demand 6000 6700 5850 6250 6600 6000 7900 8900 6050 5500 6500

Kapasitas
240% 268% 234% 250% 264% 240% 315% 356% 242% 220% 260%
Digunakan

Mesin
12 14 12 13 14 12 16 18 13 11 13
diperlukan

Operator
24 28 24 26 28 24 32 36 26 22 26
dibutuhkan

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 3.4 mulai periode 1 (satu)


sampai periode 11 (sebelas) permintaan kemasan botol lebih dari 100% kapasitas
produksi yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga untuk memenuhi permintaan
kemasan botol, kapasitas perusahaan harus ditingkatkan 300% dari kapasitas yang
ada atau setidaknya memiliki 18 mesin dan 36 operator sedangkan kapasitas yang
ada perusahaan memiliki 5 mesin dan 10 operator. Akan tetapi peningkatan
kapasitas melebihi dua kali lipat kapasitas yang ada akan membuat biaya produksi
besar diawal, sedangkan permintaan kemasan botol setelah periode 11 belum tentu
memiliki permintaan kemasan botol 300% dari kapasitas yang ada.
Penambahan kapasitas yang akan dilakukan oleh perusahaan berupa
penambahan karyawan menjadi 10 orang dengan pembagian kerja menjadi dua
shift. Permintaan kemasan botol yang lebih dari 200% akan diberikan kepada
perusahaan lain (sub kontrak) karena pada periode 1 sampai 6 dan periode 9
sampai 11 permintaan kemasan tidak mencapai 300% sehingga perusahaan hanya
membuat 2 shift kerja.
3.4 Tugas Cycle Time
Cycle time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produksi
satu unit dari proses awal sampai proses akhirSebuah perusahaan memproduksi
sebuah produk dengan menggunakan 5 mesin dan 10 operator, perusahaan
84

tersebut memiliki masalah mengenai produktivitas, proses yang cukup lama


sehingga perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen tepat
pada waktunya. Dari permasalahan yang ada anda diminta untuk menyelesaikan
masalah perusahaan tersebut! Asumsikan proses manufaktur perusahan tsb;
asumsikan waktu proses tiap mesinnya

Jawaban:
Perusahaan memproduksi tahu kain dengan bahan baku utama yaitu
kacang kedelai, air, dan air asam. Proses produksi dilakukan dengan
menggunakan 5 mesin yaitu mesin grinding, spinner, perebusan tahu, coding, dan
vakum pack. Deskripsi kerja dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Proses produksi tahu kain terdiri dari proses pembuatan sari kedelai,
pencetakan tahu, perebusan tahu, dan pengemasan tahu. Pada proses pembuatan
sari kedelai karyawan melakukan persiapan dengan mencuci dan merendam
kacang kedelai kemudian kacang kedelai digiling dengan mesin grinding,
kemudian bubur kedelai diencerkan dan disaring dengan mesin spinner. Setelah
sari kedelai terpisah dengan ampasnya, sari kedelai dimasak dan digumpalkan
dengan air asam. Jika sudah menggumpal, sudah menjadi adonan kemudian
dicetak dan kain cetaknya dibuka setelah itu, tahu direbus dengan mesin perebus
conveyor. Tahu akan mengalami proses penirisan dan pendinginan, setelah itu
tahu dikemas dengan mesin vakum pack yang sebelumnya kemasan sudah dicetak
kode batch dan tanggal kadaluarsa produk dengan mesin coding.

Seluruh proses membutuhkan waktu 424 menit atau setara dengan 7 jam 4
menit dengan jam kerja karyawan selama 8 jam per hari selama 6 hari seminggu.
Dengan hasil produksi 660 pcs tahu atau 330 pack tahu atau 11 Dus tahu. Pada
Gambar 3.10 dapat dilihat bahwa proses pengemasan belum optimal karena
penggunaan mesin vacuum sealer 70% dari waktu yang dibutuhkan untuk
mengemas, sehingga operator yang memasukkan tahu ke kemasan dibuat menjadi
2 (dua) operator dan yan menangani mesin ada 1 (satu) operator, dengan
kebutuhan waktu pengemasan vakum 68 menit. Setelah diperbaiki dari jarak
pengemasan ke mesin vacuum sealer waktu yang dibutuhkan untuk mengemas
produk menjadi 51 menit 9 detik.
85

Tabel 3.5 Deskripsi Sistem Kerja

Alat Alat Waktu


Operasi Pemeriksaan Metode Pemeriksaan
Kerja Bantu Proses

Mencuci-1 Baskom 5’
- - -
kedelai Stainless
Merendam Baskom 30’
- - -
kedelai Stainless
Mencuci-2 Ayakan 3’
- - -
kedelai bambu
Menggiling Mesin Ayakan Visual dan Melihat warna bubur 30’
kedelai giling bambu perabaan kedelai dan meraba
kehalusan bubur kedelai
Pengenceran - Ember - - 5’
Stainless
Penyaringan- Mesin Kain - - 30’
1 spinner saring
0
Pemasakan Steam - Kandungan Mengukur brix dengan 25’
sari kedelai pati (0brix) refraktometer
Koagulasi - Centong Visual Melihat hasil gumpalan 20’
dengan air Stainless
asam
Pencetakan - Kain - - 20’
Cetak
Pengepressan Alat Papan Visual Pengecekan tidak terdapat 30’
Press press-an kain pembungkus tahu
bocor/ renggang
Buka kain - - - - 20’
Pencucian - Ember - - 5’
kunyit stainless
Penggilingan Mesin - - - 6’
kunyit giling
Penyaringan Saringan Centong Visual Melihat warna hasil 10’
kunyit kain stainless penyaringan kunyit dan
belacu kebersihan hasil saringan
Pelarutan - - - - 5’
garam
Perebusan Mesin - - - 23’
tahu perebus
conveyor
Penirisan dan - Wadah - - 120’
pendinginan tahu
matang
Pengecekan - - Fisik dan Mengukur tingkat 15’
Tahu sensori kematangan dan cita rasa
sensori-nya
Pengecekan - - Visual Melihat keseragaman 5’
kemasan warna, kebocoran,
utuh kontaminasi kemasan
Mencetak Mesin Pita - - 2’
batch dan coding karbon
tanggal exp
produk
Pengemasan Mesin - - - 15’
ke dalam Vakum
plastik
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
86

PETA ALIRAN PROSES

RINGKASAN Pekerjaan : Pembuatan Adonan Tahu


Sekarang Usulan Beda
Kegiatan
Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt
7 113’ No. Peta : 02

3 5’ Orang Bahan √

6 9’ Sekarang √ Usulan

2 30’ Dipetakan oleh : Wulan Apriani

Tanggal dipetakan :
8 Mei 2019

Uraian Kegiatan Jarak Jumlah Waktu

Kacang kedelai dicuci dengan air 28- 30 Kg 5’


320C (Cuci 1)

Merendam kacang kedelai dengan air 30 Kg 30’


28-320C
Kacang kedelai dicuci dengan air 28- 30 Kg 3’
320C (Cuci 2)

Memindahkan kacang ke corong 1m 30 Kg 1’


penggilingan
Menghaluskan kacang kedelai dengan 60 Kg 28’
penggilingan

Pengecekan warna dan kehalusan 60 Kg 2’


bubur kedelai
Memindahkan bubur kedelai ke wadah 1m 60 Kg 1’
tahang pengenceran
Menambahkan air panas (90-950C) 300 L 5’
untuk pengenceran bubur kedelai
Memasukkan bubur kedelai encer ke 1m 300 L 2’
mesin spinner
Menyaring bubur kedelai dengan 280 L 30’
spinner

Memindahkan sari kedelai ke katel 1m 280 L 1’


pemasakan sari kedelai
Melakukan Pemasakan Sari Kedelai 280 L 24’
dengan steam
Pengecekan derajat brix sari kedelai 280 L 1’
Memindahkan sari kedelai matang ke 3m 280 L 3’
tahang koagulasi
Mengambil air asam 3m 6L 1’
Melakukan proses koagulasi dengan 280 L 18’
air asam
Pengecekan sari kedelai yang 280 L 2’
terkoagulasi harus tercampur rata
Adonan tahu siap dicetak 280 L -
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 3.3 Peta Aliran Proses Pembuatan Tahu
87

PETA ALIRAN PROSES

RINGKASAN Pekerjaan : Pencetakan Tahu

Sekarang Usulan Beda Kain dan Perebusan

Kegiatan
Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt Tahu

5 82’ No. Peta : 03

2 17’ Orang Bahan √

1 1’ Sekarang √ Usulan

2 120’ Dipetakan oleh : Wulan


Apriani

1 - Tanggal dipetakan :

8 Mei 2019

Wakt
Uraian Kegiatan Jarak Jumlah
u

Kain katun 25 x 25 cm dicuci 660 pcs 5’


dengan air panas

Kain ditiriskan (diperas) 660 pcs 6’

Adonan Tahu siap dicetak 280 L -

Mencetak adonan tahu 660 pcs 20’

Memindahkan adonan tercetak 3m 660 pcs 1’


ke mesin pressan

Pengepressan cetakan adonan 660 pcs 28’


tahu

Pengecekan tidak terdapat kain 660 pcs 2’


pembungkus tahu bocor/
renggang

Perebusan tahu dengan air 660 pcs 23’


garam (mesin perebusan)

Proses penirisan dan 660 pcs 120’


pendinginan di rak tahu

Melakukan pengecekan fisik & 660 pcs 15’


sensori pada tahu sebelum
dikemas

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 3.4 Peta Aliran Proses Pencetakan Tahu Kain dan Perebusan Tahu
88

PETA ALIRAN PROSES

RINGKASAN Pekerjaan : Pengemasan Tahu

Kegiat Sekarang Usulan Beda

an Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt

5 68’ No. Peta : 04

1 1’ Orang Bahan √

1 2’ Sekarang √ Usulan

- - Dipetakan oleh : Wulan Apriani

1 - Tanggal dipetakan :

8 Mei 2019

Uraian Kegiatan Jarak Jumlah Waktu

Pengecekan kemasan 330 pcs 1’


(kebocoran dan warna kemasan
harus seragam)

Mensetting kode produksi dan - 1’


exp date produk pada mesin
coding

Memanaskan mesin coding - 15’

Mencetak batch produksi dan 330 pcs 1’


exp produk pada kemasan yang
akan digunakan

Melakukan pengemasan pada 330 40’


produk yang sudah dapat pack
dikemas

Membentuk kardus kerangka 11 pcs 1’

Pengemasan dengan kardus (30 11 pcs 10’

pack/kardus)
Memindahkan produk terkemas 15 m 11 Dus 2’
ke ruang Chiller

Penyimpanan 11 Dus -

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 3.5 Peta Aliran Proses Pengemasan Tahu
89

PETA PEKERJA DAN MESIN

Pekerjaan : Pembuatan Bubur Kedelai


Nama Mesin : Grinding
Nama Pekerja : Nia

Sekarang √ Usulan Dipetakan oleh : Wulan Apriani

Tanggal : 8 Mei 2019

Orang Mesin

Pekerja Waktu Grinding Waktu

Membilas mesin dengan air 30” Menyalakan mesin 30”


panas

Menuang kacang kedelai 2’ Mematikan mesin 2’


setelah pencucian kedua ke
dalam corong mesin grinding

Melanjutkan menuang kacang 30’ Menggiling kacang 30’


kedelai setelah pencucian kedelai berlangsung
kedua ke dalam corong
grinding dan menyalakan kran
air, serta menampung hasil
gilingan di wadah bubur
kedelai

Membilas mesin dengan air 30” Mesin masih dalam 30”


panas keadaan menyala

Memindahkan bubur kedelai 1’ Mematikan mesin 1’


ke wadah pengenceran

PEKERJA MESIN

WAKTU MENGANGGUR - 3’

WAKTU KERJA 34’ 31’

WAKTU TOTAL 34’ 34’

PERSEN PENGGUNAAN 100% 91%


(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 3.6 Peta Pekerja dan Mesin Grinding
90

PETA PEKERJA DAN MESIN

Pekerjaan : Penyaringan sari kedelai


Nama Mesin : Spinner
Nama Pekerja : Ekusnadi

Sekarang √ Usulan Dipetakan oleh : Wulan Apriani

Tanggal : 8 Mei 2019

Orang Mesin

Pekerja Waktu Spinner Waktu

Memasang lapisan kain 1’ Menunggu 1’


dalam mesin

Menuang bubur kedelai encer 2’ Menunggu 2’


ke mesin spinner

Menunggu 30” Menyaring bubur 30”


kedelai berlangsung

Menampung sari kedelai 29’ Menyaring bubur 29’


kedalam tahang sari kedelai 30” kedelai berlangsung 30”

Memindahkan sari kedelai ke 1’ Mematikan mesin 1’


katel pemasakan sari kedelai

Mengeluarkan kain yang 1’ Mesin menganggur 1’


berisi ampas kedelai ke
wadah ampas

PEKERJA MESIN

WAKTU MENGANGGUR 30” 5’

WAKTU KERJA 34’30” 30’

WAKTU TOTAL 35’ 35’

PERSEN PENGGUNAAN 99% 86%


(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 3.7 Peta Pekerja dan Mesin Spinner
91

PETA PEKERJA DAN MESIN

Pekerjaan : Perebusan Tahu


Nama Mesin : Steam conveyor
Nama Pekerja : Cucu, Winarsih, Dudun dan Habib

Sekarang √ Usulan Dipetakan oleh : Wulan Apriani

Tanggal : 8 Mei 2019

Orang Mesin

Waktu Steam
Pekerja 1 & 2 Pekerja 2 & 4 Waktu Waktu
Conveyor

Mengisi air 15’ Membuat 15’ Menunggu 15’


larutan garam

Mengatur uap 1’ Mencampur 1’ Memanaskan 1’


panas keluar dari larutan garam ke
mesin air perebusan

Mengatur uap 10’ Menyiapkan 10’ Memanaskan 10’


panas keluar dari tahu kain yang
mesin akan direbus

Menunggu tahu 18’ Memasukkan 18’ Perebusan 18’


matang tahu kain tahu kain
mentah ke sedang
mesin perebusan berlangsung

Mengangkat tahu 5’ Memindahkan 5’ Perebusan 5’


kain yang sudah tahu kain tahu kain
keluar dari mesin matang ke ruang sedang
perebusan penirisan berlangsung

Mengangkat tahu 18’ Memindahkan 18’ Perebusan 18’


kain yang sudah tahu kain tahu kain
keluar dari mesin matang ke ruang sedang
perebusan penirisan berlangsung

Memindahkan 1’ Memindahkan 1’ Menunggu 1’


tahu kain matang tahu kain perebusan
ke ruang penirisan matang ke ruang selanjutnya
penirisan

PEKERJA 1 & 2 PEKERJA 3 & 4 MESIN

WAKTU MENGANGGUR 18’ - 16’


WAKTU KERJA 50 68’ 52’

WAKTU TOTAL 68’ 68’ 68’

PERSEN PENGGUNAAN 74% 100% 76%

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 3.8 Peta Pekerja dan Mesin Steam Conveyor
92

PETA PEKERJA DAN MESIN


Pekerjaan : Mencetak Kode Produksi dan Exp Date
Nama Mesin : Coding Carbon
Nama Pekerja : Imas

Sekarang √ Usulan Dipetakan oleh : Wulan Apriani

Tanggal : 8 Mei 2019

Orang Mesin

Pekerja Waktu Coding Carbon Waktu

Mengatur kode produksi dan 1’ Menunggu 1’


exp date

Menyalakan mesin coding 1’ Memanaskan 1’


dan menyiapkan kemasan
yang akan di Hot Print

Menunggu 14’ memanaskan 14’

Memasukkan kemasan satu 1’ Mencetak kode 1’


persatu produksi dan exp date
sesuai yang telah
disetting

Merapihkan tumpukan 30” Mesin dimatikan 30”


kemasan setelah di coding

PEKERJA MESIN

WAKTU MENGANGGUR 14’ 1’30”

WAKTU KERJA 3’ 30” 16’

WAKTU TOTAL 17’30” 17’30”

PERSEN PENGGUNAAN 20% 91%

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 3.9 Peta Pekerja dan Mesin Coding Carbon
93

PETA PEKERJA DAN MESIN


Pekerjaan : Pengemasan Vakum
Nama Mesin : Vacuum Sealer
Nama Pekerja : Imas, Tuti, dan Deni

Sekarang √ Usulan Dipetakan oleh : Wulan Apriani

Tanggal : 8 Mei 2019

Orang Mesin

Pekerja 1 & 2 Waktu Pekerja 3 Waktu Vacuum Sealer Waktu

Memasukkan 10’ Menunggu 10’ Menunggu 10’


tahu kain ke
kemasan
plastik

Memasukkan 1’ Mensetting 1’ Menunggu 1’


tahu kain ke mesin vakum
kemasan sesuai jenis
plastik plastik

Memasukkan 29’ Memvakum 29’ Memvakum 29’


tahu kain ke kemasan kemasan sedang
kemasan berlangsung
plastik

Menunggu 5’ Memvakum 5’ Memvakum 5’


kemasan kemasan sedang
berlangsung

Mengemas 6’ Memvakum 6’ Memvakum 6’


kemasan kemasan kemasan sedang
vakum ke berlangsung
kardus

Mengemas 4’ Mengemas 4’ Dimatikan 4’


kemasan kemasan vakum
vakum ke ke kardus
kardus

Menunggu 2’ Membawa tahu 2’ Menganggur 2’


kain terkemas
kardus ke ruang
penyimpanan
(chiller room)
PEKERJA 1 & 2 PEKERJA 3 MESIN

WAKTU MENGANGGUR 7’ 10’ 17’

WAKTU KERJA 50’ 47’ 40’

WAKTU TOTAL 57’ 57’ 57’

PERSEN PENGGUNAAN 88% 82% 70%

(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)


Gambar 3.10 Peta Pekerja dan Mesin Vacuum Sealer
94

PETA TANGAN KANAN DAN TANGAN KIRI


Pekerjaan : Perakitan Tahu Kain Wulan
Departemen : Pengemasan
No. Peta : 05 Dipetakan oleh : Wulan Aprani
Sekarang √ Usulan Tanggal dipetakan : 8 Mei 2019

Tangan Kiri Jarak Waktu Tangan Kanan Jarak Waktu


(cm) (cm)
Menjangkau kemasan 50 0.22” Istirahat - 0.22”
plastik vakum yang
telah tercoding
Memegang kemasan 3 0.19” Istirahat - 0.19”
plastik vakum
Membawa kemasan 50 0.31” Menjangkau tahu kain 30 0.31”
plastik vakum yang telah dingin
Memegang kemasan - 0.18” Memegang tahu kain 4 0.18”
plastik vakum yang telah dingin
Memegang kemasan - 0.37” Membawa tahu kain 30 0.37”
plastik vakum
Memegang kemasan - 0.19” Mengarahkan tahu kain 4 0.19”
plastik vakum ke kemasan plastik
Memegang kemasan - 0.18” Memasukkan tahu kain ke - 0.18”
plastik vakum dalam kemasan plastik
Memegang kemasan - 0.31” Menjangkau tahu kain 30 0.31”
plastik vakum yang telah dingin
Memegang kemasan - 0.18” Memegang tahu kain 4 0.18”
plastik vakum yang telah dingin
Memegang kemasan - 0.37” Membawa tahu kain 30 0.37”
plastik vakum
Memegang kemasan - 0.19” Mengarahkan tahu kain 4 0.19”
plastik vakum ke kemasan plastik
Memegang kemasan - 0.18” Memasukkan tahu kain ke - 0.18”
plastik vakum dalam kemasan plastik
Memegang kemasan - 0.15” Memegang kemasan terisi - 0.15”
terisi tahu kain wulan tahu kain wulan
Membawa kemasan 50 0.41” Membawa kemasan terisi 50 0.41”
terisi tahu kain wulan tahu kain wulan ke mesin
ke mesin vakum vakum
Memvakum kemasan - 0.23” Memvakum kemasan - 0.23”
vakum tersebut vakum tersebut
Meletakkan tahu kain 40 0.73” Meletakkan tahu kain - 0.73”
terkemas vakum terkemas vakum kedalam
kedalam kardus kardus
Total 193 4’39” Total 186 4’39”
Ringkasan
WAKTU TIAP SIKLUS : 4 menit 39 detik
JUMLAH PRODUK TIAP SIKLUS : 1 dus tahu kain (30 pack)
WAKTU UNTUK MEMBUAT SATU PRODUK : 4 menit 39 detik
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
Gambar 3.11 Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri
95

3.5 Review Jurnal Sistem Produksi


Tabel 3.6 Review Jurnal Sistem Produksi
Judul Implementasi konsep Lean Manufacturing guna
mengurangi pemborosan di lantai produksi
Jurnal OPSI (Optimasi Sistem Industri)
Volume & Halaman Vo. 11 No. 1
Tahun 2018
Penulis Almer Panji Pradana, Mochammad Chaeron, M. Shodiq
Abdul Khanan
Reviewer Wulan Apriani
Tanggal 9 Mei 2019
Latar Belakang Terjadi pemborosan selama proses produksi
paving/conblok
Subjek Penelitian CV. Marga Jaya (Pabrik II)
Tujuan Penelitian Mengurangi pemborosan yang terjadi
Manfaat Penelitian Perusahaan dapat mengurangi pemborosan yang terjadi
Metode Penelitian Konsep lean manufacturing
Variabel Data produksi, aliran produksi, rincian proses, penyebab
terjadinya pemborosan
Hasil Penelitian Berdasarkan identifikasi pemborosan dengan
menggunakan waste assessment model, waste teratas pada
waiting time, overproduction, dan defect. Perbaikan
adanya overproduction dengan peramalan permintaan,
waiting time diperbaiki dengan menggunakan conveyor,
Defect diperbaiki dengan analisis metode six-sigma
kemudian 5W+1H. Skenario perbaikan untuk peningkatan
produksi terbesar terdapat pada skenario 6 dengan
peningkatan produksi 147,20% dijemur selama 7 hari
Kekuatan Penelitian Setelah melakukan perbaikan waste, dilanjutkan dengan
Descrete Event Simulation (DES)
Kelemahan Pada penelitian tidak menambahkan peran serta karyawan
96

Penelitian dalam penerapan konsep lean manufacturing, diagram


fishbone tidak dicantumkan
Saran Penelitian Perusahaan harus mampu bersaing dengan competitor
menggunakan sistem make to order
(Sumber: Pengolahan Sendiri, 2019)
DAFTAR PUSTAKA

Adianto, dkk, Usulan Pengendalian Kualitas Produk Isalator dengan Metode


Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA).
Bandung: Jurnal Online ITENAS Bandung Vol. 3 No. 2 Tahun 2015,
Halaman 81-91.

Blanchard, Benjamin S, Logistic Engineering and Management Sixth Edition.


New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2004.

Hanif, RY, Hendang SR, Susy Susanty, Perbaikan Kualitas Produk Keraton
Luxury di PT. X dengan Menggunakan Metode Failure Mode and Effect
Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA). Bandung: Jurnal Online
ITENAS Bandung Vol. 3 No. 3 Tahun 2015, Halaman 137-147.

Iswanto, A, Rambe, A.J, Ginting E, Aplikasi Metode Taguchi Analysis dan


Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk Perbaikan Kualitas di
PT. XYZ. Medan: Jurnal Online Teknik Industri FT USU Vol. 2 No. 2
Tahun 2013, Halaman 13-18.

Kim’s Pangan Jaya, Dokumen Good Manufacturing Practice Tahu Yun-Yi Bogor.
Bogor: GMP-01, 2017.

Nofirza, Mhd Fauzan HM, Peramalan Permintaan Inti Sawit (Kernel) di PT.
Perkebunan Nusantara V Sei Pagar. Riau: Jurnal Hasil Penelitian dan
Karya Ilmiah dalam Bidang Teknik Industri Vol. 4 No. 1 Tahun 2018,
Halaman 43-48.

Pradana, Almer Panji, dkk, Implementasi Konsep Lean Manufacturing Guna


Mengurangi Pemborosan di Lantai Produksi. Yogyakarta: Jurnal OPSI
Vol. 11 No. 1 Tahun 2018, Halaman 14-18.

Putra, N.A, Makmuri M.K, dan Zahri A, Analisis Keselamatan Kerja


Menggunakan Metode Hazard Operability. Palembang: Universitas Bina
Darma, 2017.

Rahayuningsih, Sri, Identifikasi Penerapan dan Pemahaman Kesehatan dan


Keselamatan Kerja dengan Metode Hazard and Operability Study
(HAZOP) pada UMKM Eka Jaya. Jawa Timur: Jurnal JATI UNIK Vol. 2
No. 1 Tahun 2018, Halaman 20-27.

Ramli, Soehatman. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif


Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Dian Rakyat, 2010.

Restuputri, D.P., dan Resti P.D.S, Analisis Kecelakaan Kerja dengan


Menggunakan Metode Hazard and Operability Study (HAZOP). Malang:
Jurnal Ilmiah Teknik Industri UMM Vol. 14 No. 1 Tahun 2015, Halaman
24-35.

97
98

Sari, dkk, Analisis Penyebab Cacat Menggunakan Metode FMEA dan FTA pada
Departemen Final Sanding PT. Ebako Nusantara. Semarang: Jurnal
Prosiding SNST Fakultas Teknik Universitas Dipenogoro ke-9 Tahun
2018, E.23 Hal. 125-130.

Standard Australian atau New Zealand. Risk Management AS/NZS 4360:2004.


Sydney: Standards Australia International Ltd, 2004.

Wulandari, Trisya, Analisa Kegagalan Sistem dengan Fault Tree. Depok: Skripsi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Sarjana
Matematika, 2011, Halaman 13.

Yuniar, Caecillia, dan Zen, Strategi Minimisasi Potensi Bahaya Berdasarkan


Metode Hazard and Operability (HAZOP) di PT. Agronesia. Bandung:
Jurnal ITENAS Bandung Vol. 1 No. 1 Tahun 2013. Halaman 62-69.
LAMPIRAN

Lampiran 1 Jurnal Keselamatan Kerja dengan Judul Identifikasi Penerapan dan Pemahaman
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan Metode Hazard and Operability Study
(HAZOP) pada UMKM Eka Jaya

Lampiran 2 Jurnal Perencanaa dan Pengendalian Produksi dengan Judul Peramalan Permintaan
Inti Sawit (Kernel) di PT. Perkebunan Nusantara V Sei Pagar

Lampiran 3 Jurnal Sistem Produksi dengan Judul Implementasi Konsep Lean Manufacturing
Guna Mengurangi Pemborosan di Lantai Produksi

99

Anda mungkin juga menyukai