GENETIKA
PERKEMBANGBIAKAN DROSOPHILA
Disusun oleh :
Nama : Rizki Ramadhan
NPM : 200110080039
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2009
I. PENDAHULUAN
sekitar 8-11 hari apabila berada pada suhu 25o-28oC. Waktu perkembangan yang
paling pendek (telur-dewasa), adalah 7 hari, dan dicapai pada suhu 28 C.
Perkembangan meningkat pada suhu yang lebih tinggi, yaitu sekitar 30 C, selama
11 hari, hal tersebut berkaitan dengan pemanasan tekanan. Pada suhu 25 C
tersebut, lama harinya umumnya adalah sekitar 8.5 hari, sedangkan pada suhu 18
C lama harinya sekitar 19 hari dan pada suhu 12 C lama hari perkembangannya
adalah 50 hari. Pada suhu 30o ,lalat buah dewasa yang dihasilkan akan steril.
Nutrisi makanan
Kekurangan nutrisi atau makanan akan menyebabkan jumlah telur yang
dihasilkan menurun dan pertumbuhannya menjadi lambat. Lalat buah yang
kekurangan nutrisi juga akan menghasilkan larva-larva yang kecil, pupa yang
kecil dan seringkali gagal tumbuh menjadi lalat dewasa atau menghasilkan
individu dewasa yang akan menghasilkan sedikit telur. Viabilitas telur-telur ini
juga dipengaruhi juga oleh jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh larva
betina.
Tingkat Kepadatan
Pengisian botol medium sebaiknya dengan menggunakan medium buah yang
cukup dan tidak terlalu banyak. Jumlah lalat buah dalam botol medium juga
mempengaruhi kualitas pertumbuhan lalat buah, yang dikembangkan dalam botol
media cukup hanya beberapa pasang saja. Dengan kondisi yang ideal, lalat buah
dapat hidup hingga 40 hari. Kondisi botol yang terlalu padat akan menurunkan
jumlah telur yang dihasilkan dan menurunkan lama hidup suatu individu (tingkat
kematian meningkat).
Intensitas cahaya
Dhrosophila melanogaster menyukai daerah yang remang-remang. Intensitas
cahaya yang tinggi akan menyebabkan fase bertelur yang terlambat. Intensitas
cahaya yang gelap (rendah) akan menyebabkan pertumbuhannya menjadi lambat.
Para ilmuwan yang meneliti sel-sel "pengontrol percintaan" pada lalat buah
jantan, yakin apa yang mereka temukan ini bisa memberi petunjuk mengenai
perilaku seks pada spesies lain termasuk manusia.
"Lalat buah adalah model organisme yang fungsi-fungsi dasar sel-nya serupa
dengan yang ada pada manusia," kata Bruce Baker, dari Universitas Stanford,
California. "Maka tidak mengherankan bila perilaku seks manusia juga didasarkan
pada sirkuit di sistem saraf yang menghubungkan antara ketertarikan dan
percintaan."
Ketika para peneliti mengganggu sistem sel saraf itu, lalat jantan tidak melakukan
semua tahapan kawin seperti membelai betinanya, menggetarkan sayap-sayapnya
atau mengeluarkan suara seperti bernyanyi. Ia cenderung langsung ingin kawin
tanpa cumbuan sehingga sang betina tidak tertarik.
Sesungguhnya pejantan-pejantan yang diuji coba sempat berusaha menyelesaikan
semua tahapan kawin, tapi kebanyakan gagal atau seperti kehilangan akal dan
tidak tahu harus berbuat apa.
Padahal seperti telah disebut di atas, lalat buah dan manusia memiliki polesan gen
yang hampir mirip sehingga Baker mempertanyakan apakah gen yang
mengendalikan perilaku seks ini juga terdapat pada manusia.
"Bila Anda melihat perilaku dasar lalat saat bercumbu, Anda akan melihat
beberapa kemiripan dengan kita," ujar Baker. "Anda menyentuh pasangan untuk
memperoleh perhatian serta menyanyikan lagu-lagu cinta untuk merayu. Dan
perilaku itu seringkali mempengaruhi pasangan sehingga mau diajak bermesraan.
Betul kan?"
DAFTAR PUSTAKA
BANDIATI, S . 2002 , Buku Ajar Genetika Ternak. Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran, Bandung.
GOODENOUGH, URSULA. 1988. Genetika Edisi Ketiga, Erlangga: Jakarta