Anda di halaman 1dari 6

Prinsip dari uji Tollens ini adalah digunakan untuk membedakan

senyawa aldehid dan keton dalam suatu sampel dengan menambahkan


reagen Tollens yaitu AgNO3 dimana akan terjadi reaksi reduksi
oksidasi. Aldehid dioksidasi menjadi anion karboksilat, ion Ag + dalam
reagensia Tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positf ditandai dengan
terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi (Acton,
2013).
Berdasarkan data hasil percobaan yang diperoleh, dapat diketahui
bahwa pada sampel formaldehid dibutuhkan lima tetes NH 4OH agar
AgNO3 kembali berwarna bening, selanjutnya setelah ditambahkan 1 ml
formaldehid, tanpa pemanasan sudah terbentuk endapan cermin perak, oleh
karena itu tidak perlu dilakukan pemanasan, karena pemanasan sendiri
tujuannya adalah untuk mempercepat reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa
hasil uji tollens dengan formaldehid adalah positif dan formaldehid
termasuk aldehid. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa formaldehid
merupakan gugus aldehid dan memiliki gugus OH bebas sehingga bereaksi
dalan uji tollens ini dan membentuk cermin perak (Sudarmo, 2006). Reaksi
yang terjadi adalah .
Prinsip dari uji fehling ini adalah membedakan gugus aldehid dan keton dalam
suatu sampel dengan menambahkan reagen Fehling A dan Fehling B, dimana Fehling A
adalah CuSO4dan Fehling B adalah campuran dari NaOH dan Na-K-tatrat. Dalam reaksi ini
terjadi reaksi reduksi dan oksidasi. Aldehid dioksidasi membentuk asam karboksilat,
sementara ion Cu2+ akan tereduksi menjadi Cu+. Hasil uji positif apabila dalam suatu
sampel terbentuk endapan merah bata (Raymond, 2009).
Berdasarkan data hasil percobaan yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa
reagen fehling yang ditambahkan sampel formaldehid sebelum dipanaskan warnanya biru
dan setelah dipanaskan kurang lebih 2 menit terbentuk cicin merah bata. Hal ini
menunjukkan bahwa uji fehling dengan sampel formaldehid adalah positif dan formaldehid
merupakan aldehid. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa formaldehid merupakan gugus
aldehid, memiliki gugus OH bebas sehingga ketika diuji dengan fehling membentuk endapan
merah bata (Sudarmo, 2006). Reaksi yang terjadi adalah
Selanjutnya adalah sampel aseton. Pada sampel aseton yang sudah ditambahkan
reagen fehling berwarna biru tua dan setelah dipanaskan kurang lebih 2 menit terbentuk
endapan biru tua. Hal ini menujukkan bahwa uji fehling dan aseton adalah negatif dan
aseton bukan aldehid tetapi keton. Hal ini sudah sesuai dengan literatur bahwa aseton
merupakan gugus keton dan tidak memiliki gugus OH atau H bebas sehingga tidak bereaksi
dalam uji fehling (Sudarmo, 2006). Reaksi yang terjadi
Selanjutnya adalah sampel glukosa. Pada smapel glukosa yang sudah ditambahkan
reagen fehling berwarna biru dan setelah dipanaskan kurang lebih 2 menit terbentuk
endapan merah bata. Hal ini menujukkan bahwa uji fehling dan glukosa adalah positif dan
glukosa merupakan aldehid. Hal ini sudah sesuai dengan literatur bahwa glukosa
merupakan gugus aldehid, memiliki gugus OH bebas sehingga ketika diuji dengan fehling
membentuk endapan merah bata (Sudarmo, 2006). Reaksi yang terjadi adalah
Selanjutnya adalah sampel sukrosa. Pada sampel sukrosa yang sudah ditambahkan
reagen fehling berwarna biru dan setelah dipanaskan kurang lebih 2 menit menjadi berwarna
hijau. Hal ini menujukkan bahwa uji fehling dan sukrosa adalah negatif dan sukrosa bukan
aldehid tetapi keton. Hal ini sudah sesuai dengan literatur bahwa sukrosa merupakan gugus
keton dan tidak memiliki gugus OH atau H bebas sehingga tidak bereaksi dalam uji
fehling (Sudarmo, 2006). Reaksi yang terjadi
Prinsip percobaan uji Moore adalah berdasarkan oksidasi dan pemanasan
senyawa karbohidrat menghasilkan senyawa komplek berwarna coklat dengan bau yang
khas (bau karamel). Reaksi ini disebut juga reaksi pendamaran. Uji Moore menggunakan
NaOH (alkali/basa) yang berfungsi sebagai sumber ion OH- (alkali) yang akan berikatan
dengan rantai aldehid dan membentuk aldol aldehid (aldehida dengan cabang gugus
alkanol) yang berwarna kekuningan. (Monruw,2010)
Mekanisme uji Moore yaitu ketika sampel ditambahkan dengan pereaksi NaOH
10% maka NaOH akan mensubtitusi OHuntuk membentuk aldol aldehid yang titik
leburnya lebih rendah. Kemudian dengan pemanasan maka membuat glukosa mencapai
titik didihnya dan menyebabkan timbulnya aroma karamel yang khas. Pemanasan
bertujuan untuk membuka ikatan karbon dengan hidrogen dan menggantikannya dengan
gugus OH. Ketika pemanasan terus berlanjut maka glukosa mencapai titik leburnya dan
terbentuklah warna coklat pada larutan glukosa. Timbulnya aroma tetapi tidak
menimbulkan warna coklat juga disebabkan karena konsentrasi glukosa dalam larutan
yang tinggi, menyebabkan dalam waktu 5 menit saja tidak cukup bagi glukosa untuk
mencapai titik leburnya. (Himka, 2011)
NaOH 10% digunakan sebagai pereaksi yang juga berfungsi memberikan suasana
alkalis, menghidrolisis serta menurunkan titik lebur dari glukosa. Jika penggunaan NaOH
kurang dari 10% konsentrasinya, maka ditkhawatirkan tidak akam terjadi karamelisasi
pada larutan glukosa, sedangkan Jika konsentrasi ditambahkan menjadi lebih dari 10%,
maka waktunya akan lebih cepat dan karamelisasi lebih cepat terbentuk. Tetapi jika
digunakan NaOH dengan konsentrasi lebih dari 10% akan membuang-buang biaya,
karena dengan konsentrasi 10% saja NaOH dapat menurunkan titik lebur glukosa
dengan baik. (Nursiam,2010).
Sukrosa memberikan hasil negatif karena pada molekul sukrosa terdapat ikatan
antara molekul glukosa dan fruktosa, yaitu antara atom karbon nomor 1 pada glukosa
dengan atom karbon nomor 2 pada fruktosa melalui atom oksigen. Kedua atom tersebut
adalah tom karbon yang mempunyai gugus OH glikosidik, atau atom karbon yang
merupakan gugus aldehida pada glukosa dan gugus keton pada fruktosa. Oleh karena
itu molekul sukrosa tidak mempunyai gugus aldehida atau keton bebas, atau tidak
mempunyai gugus OH glikosidik (Poedjiaji, 2005, Hal : 31).
Bila suatu larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat,
demikian juga titik didihnya. Bila keadaan tersebut tercapai dan pemanasan diteruskan,
maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Bila gula
yang telah mencair tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik
leburnya, misalnya pada suhu 170oC, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa. tahap-
tahap terjadinya karamelisasi: mula-mula setiap molekul sukrosa dipecah menjadi
sebuah molekul fruktosan dan glukosa. Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan sebuah
molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadilah glokosan, suatu molekul yang
analog dengan fruktosan. Proses pemacahan dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi
dan beberapa jenis asam timbul dalam campuran tersebut. Bila soda ditambahkan ke
dalam gula yang telah terkaramelisasi, maka adanya panas dan asam akan
mengeluarkan gelembung-gelembung CO 2yang mengembangkan cairan karamel. Bila
didinginkan akan membentuk benda yang kropos dan rapuh (Poedjiaji, hal 41, 2005).
Karamelisasi terjadi karena, larutan sukrosa bila diuapkan maka konsentrasinya
akan meningkat, demikian juga titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung
sehingga seluruh air menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan
pemanasan diteruskan maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan
sukrosa yang lebur.Titik lebur sukrosa adalah 160 oC.Gula yang telah mencair dipanaskan
terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya (Winarno, hal 41, 1992).
Bau karamel yang khas adalah akibat dari sejumlah hasil fragmentasi dan
dehidrasi gula. Warna coklat tetapi tidak berbau karamel karena sampel mengandung
konsentrasi gula yang sedikit. Sedangkan jika berbau karamel tetapi berwarna coklat,
memiliki konsentrasi gula yang tinggi. Penambahan NaOH dapat menurunkan titik lebur.
Selain itu, NaOH memberi suasana alkalis, dan mampu menghidrolisa glukosa
(Setiawati, 2013).
Kelebihan uji Moore yaitu sederhana, tidak rumit dan membutuhkan waktu yang
tidak lama untuk mengetahui terjadinya sifat karamelisasi pada glukosa. Kelemahannya
yaitu tidak dapat mengamati terjadinya sifat karamelisasi yang sempurna karena waktu
yang digunakan sedikit.
Kesalahan yang terjadi selama praktikum dapat terjadi karena alat yang digunakan
kurang bersih, kurang teliti dan hati-hatinya praktikan dalam meneteskan sampel atau
larutan pereaksi sehingga mempengaruhi konsentrasi glukosa dalam larutan.

Himka. 2011. Laporan Karbonat. http://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-


organik/laporan-karbonat/. Accesed : 26 Maret 2014
Monruw 2010. Uji Moore. http://monruw.wordpress.com/2010/03/12/uji-moore/.Akses, 26 Maret
2014.
Nursiam. 2010. Laporan Uji Karbohidrat. http://intannursiam.wordpress.com/2010/05/04/laporan-
ipn-6-tan-uji-arbohidrat/ . Accesed : 26 Maret 2013
Poedjadi, Anna. 2005. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Setiawati. (2013). Biokimia Pangan. http://www.slideshare.net/LaddiesVikers/karbohidrat-ii.
Accesed : 26 Maret 2013
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Hasil hidrolisis sukrosa yaitu campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert.
Apabila kita makan makanan yang mengandung gula, maka dalam usus halus
sukrosa akan diubah menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim sukrase atau
invertase.
Uji Benedict disini berfungsi untuk mengetahui salah satu sifat glukosa yaitu sebagai
gula pereduksi. Uji Seliwanoff berfungsi untuk mengetahui fruktosa yang mempunyai
gugus fungsi keton, pereaksi ini khas untuk menunjukkan adanya ketosa. Sedangkan
uji Barfoed berfungsi untuk membedakan antara monosakarida dan disakarida,
pereaksi ini memberikan hasil positif/(+) pada monosakarida.

Pereaksi Fehling

Pereaksi ini dapat direduksi selain oleh karbohidrat yang mempunyai sifat mereduksi,
juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Pereaksi fehling terdiri atas 2 laruten, yaitu
larutan Fehling A dan B. Larutan Fehling A adalah larutan CuSO4 dalam air,
sedangkan larutan Fehling B adalah larutan garam K Natartat dan NaOH dalam air.

Dalam pereaksi ini ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa
akan diendapkan sebagai Cu2O. Dengan larutan glukosa 1%, pereaksi Fehling
menghasilkan endapan berwarna merah bata, sedangkan apabila digunakan larutan
yang lebih encer misalnya larutan glukosa 0,1%, endapan yang terjadi berwarna
hijau kekuningan. (McGilvery&Goldstein, 1996)
Pereaksi Barfoed

Pereaksi ini terdiri atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air, dan digunakan
untuk membedakan antara monosakarida dengan disakarida. Monosakarida dapat
mereduksi lebih cepat daripada disakarida. Jadi Cu2O terbentuk lebih cepat oleh
monosakarida daripada oleh disakarida, dengan anggapan bahwa konsentrasi
mopnosakarida dan disakarida dalam larutan tidak berbeda banyak.

Tauber dan Kleiner membuat modifikasi atas pereaksi ini, yaitu dengan jalan
mengganti asam asetat dengan asam laktat dan ion Cu+ yang dihasilkan direaksikan
dengan pereaksi warna fosfomolibdat hingga menghasilkan warna biru adanya
monosakarida. Disakarida dengan konsentrasi rendah tidak memberikan hasil positif.
Perbedaan antara pereaksi Barfoed dengan pereaksi Fehling atau Benedict ialah
bahwa pereaksi Barfoed digunakan pada suasana asam. (McGilvery&Goldstein,
1996)

Apabila karbohidrat mereduksi suatu ion logam, karbohidrat ini akan teroksidasi
menjadi gugus karboksilat dan terbentuklah asam monokarboksilat. Sebagai contoh
galaktosa akan teroksidasi menjadi asam galaktonat, sedangkan glukosa akan
menjadi asam glukonat. (McGilvery&Goldstein, 1996)

Hidrolisis polisakarida
Polisakarida

Setelah metabung diuji yod, warna yang muncul berturut-turut adalah biru pekat
(hitam), coklat kemerahan, merah hati, merah, orange dan akhirnya warna serupa
dengan warna yod. Warna-warna tersebut merupakan indikasi bahwa terjadi proses
hidrdolisis sempurna amilum menjadi glukosa. Hal ini ditunjukkan dengan uji yod
negatif, karena glukosa jika diuji dengan pereaksi Yod akan memberikan hasil
negatif.
Sedangkan setelah diuji dengan Benedict, warna larutan menjadi kuning keruh dan
terdapat endapan merah bata yang menandakan bahwa glukosa memilii gugus
reduksi yang dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ dan akan mengendap sebagai
Cu2O. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka menurut McGilvery&Goldstein (1996).

ji Iodium
Uji atau tes ini digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang
terkandung dalam larutan tersebut. Reaksi positifnya ditandai dengan
adanya perubahan warna menjadi biru. Warna biru yang dihasilkan
diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum dengan
iodin. Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodin kemudian dipanaskan,
warna yang dihasilkan sebagai hasil dari reaksi yang positif akan
menghilang.
Dan sewaktu didinginkan warna biru akan muncul kembali. Di dalam
amilum sendiri terdiri dari dua macam amilum yaitu amilosa yang tidak
larut dalam air dingin dan amilopektin yang larut dalam air dingin. Ketika
amilum dilarutkan dalam air, amilosa akan membentuk micelles yaitu
molekul-molekul yang bergerombol dan tidak kasat mata karena hanya
pada tingkat molekuler.
Micelles ini dapat mengikat I2 yang terkandung dalam reagen iodium dan
memberikan warna biru khas pada larutan yang diuji. Pada saat
pemanasan, molekul-molekul akan saling menjauh sehingga micellespun
tidak lagi terbentuk sehingga tidak bisa lagi mengikat I2. Akibatnya warna
biru khas yang ditimbulkan menjadi menghilang.
Micelles akan terbentuk kembali pada saat didinginkan dan warna biru
khaspun kembali muncul. Warna biru khas yang ditimbulkan sebagai hasil
dari reaksi positif, juga akan hilang jika larutan yang telah positif dalam
pengujian iod ditambah dengan NaOH. Ion Na+ yang bersifat alkalis akan
mengikat iodium sehingga warna biru khas akan memudar dan hilang.
Reaksi:

4. Uji Barfoed
Adalah uji untuk membedakan monosakarida dan disakarida dengan
mengontrol kondisi pH serta waktu pemanasan. Prinsipnya berdasarkan
reduksi Cu2+ menjadi Cu+. Reagen Barfoed mengandung senyawa

tembaga asetat.
Iodium
Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan
larutan iodine dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis
karbohidratnya. Amilose dengan iodine akan berwarna biru,
amilopektin dengan iodine akan berwarna merah violet, glikogen maupun
dextrin dengan iodine akan berwarna coklat.
Uji ini dilakukan untuk menentukan polisakarida. Larutan uji dicampurkan
dengan larutan iodium. Hasil positif ditandai dengan amilum dengan
iodium berwarna biru, dan dekstrin dengan iodium berwarna merah
anggur.
Uji Luff adalah uji kimia kualitatif yang bertujuan menguji adanya gugus aldehid (-CHO).
Komponen utama reagent Luff adalah CuO. Uji ini dilakukan dengan menambahkan reagen luff
pada sampel, kemudian dipanaskan. Reaksi positif pada uji Luff ditandai dengan adanya endapan
merah.

Reaksi yang terjadi adalah

Uji xanthoprotein digunakan untuk menunjukkan adanya asam amino tirosin,


fenilalanin, dan triptofan dalam protein. Inti benzen yang terdapat di dalam
molekul tirosin, fenilalanin, dan triptofan akan ter-nitrasi dengan penambahan
HNO3. Senyawa nitro yang terbentuk berwarna kuning dan dalam lingkungan
alkalis akan terionisasi dengan bebas dan warnanya menjadi lebih tua atau
berubah menjadi jingga.

Gambar 1. Reaksi dalam uji xanthoprotein

(panji tok ,
2013, http://www.edubio.info/2013/12/uji-xanthoprotein.html, tgl akses
1 juni 2017)

Anda mungkin juga menyukai