Anda di halaman 1dari 10

STRUKTUR, EFEK BIOLOGIS, DAN MANFAAT

FLAVONOID
Destia Rizqi Hakimah (K1A015016)
Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRAK
Flavonoid sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik yang banyak terdapat pada jaringan
tanaman dapat berperan sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidatif flavonoid bersumber pada
kemampuan mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa flavonoid mempunyai aktivitas
antioksidan yang beragam pada berbagai jenis sereal, sayuran dan buah-buahan. Penelitianpenelitian mengenai peranan flavonoid pada tingkat sel, secara in vitro maupun in vivo,
membuktikan pula adanya korelasi negatif antara asupan flavonoid dengan resiko munculnya
penyakit kronis tertentu, salah satunya diduga karena flavonoid memiliki efek kardioprotektif
dan aktivitas antiproliferatif.
PENDAHULUAN
Tingginya angka penderita penyakit jantung koroner dan kanker payudara, prostat,
pankreas, kolon, ovari, dan endometrium di negara maju berkorelasi dengan adanya konsumsi
tinggi terhadap makanan bergoreng, berkadar lemak tinggi, kolesterol tinggi dan berserat
rendah. Sebaliknya peningkatan resiko terkena penyakit, seperti hipertensi, stroke, dan kanker
perut dan esophagus di negara berkembang berkaitan dengan konsumsi yang tinggi terhadap
makanan asin, berempah dan makanan yang proses penolahannya menggunakan asap [1].
Adanya distribusi geografis terhadap munculnya penyakit-penyakit tersebut menunjukkan
hubungan yang kuat antara gaya hidup, tradisi dan pola makan serta kebiasaan yang berlaku
pada masyarakat setempat.
Fakta di atas menyadarkan manusia akan pentingnya peranan nutrisi-nutrisi tertentu
yang ada dalam makanan dan korelasinya terhadap asal mula suatu penyakit. Studi
epidemiologis mengenai hubungan penyakit tertentu dengan pola diet seringkali cenderung
menunjukkan adanya hubungan terbalik antara konsumsi pangan, khususnya sayuran berdaun
hijau-kuning dan buah-buahan dengan penyakit tertentu [1]. Berdasarkan hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan, diyakini bahwa flavonoid sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik

yang memiliki sifat antioksidatif serta berperan dalam mencegah kerusakan sel dan komponen
selularnya oleh radikat bebas reaktif.
Di Indonesia terdapat banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan karena manfaat
dan kegunaannya yang besar bagi manusia dalam hal pengobatan. Dalam tanaman ada banyak
komponen kimia yang dapat digunakan sebagai obat. Pada saat ini, banyak orang yang
kembali menggunakan bahan-bahan alam yang dalam pelaksanaannya membiasakan hidup
dengan menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahan-bahan yang
alami. Ada banyak pengobatan dengan bahan alami yang dapat dipilih sebagai solusi
mengatasi penyakit yang salah satunya adalah penggunaan ramuan obat berbahan herbal[2].
STRUKTUR FLAVONOID DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDANNYA
Flavonoid adalah salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling
banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman [3]. Flavonoid termasuk kedalam golongan
senyawa phenolik dengan struktur kimia C 6-C3-C6[4] (Gambar 1). Kerangka flavonoid terdiri
atas satu cincin aromatik A, satu cintin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik
yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian
flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya. Sistem penomoran digunakan untuk membedakan
posisi karbon di sekitar molekulnya[5].
Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah
satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran dan buah, telah
banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan
atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk
glukosida (mengandung rantai samping glukosa) atau bahan bentuk bebas yang disebut
aglikon[6].
Pada sorgum yang terektrasi dengan metanol, diperoleh tiga jenis anthocyanogen
flavonoid, satu jenis ialah flavonone (kemungkinan eriodictyol) dan sisanya merupakan
anthocyanidin (pelargonidin)[7]. Telah ditemukan komponen aktif dalam ekstrak kulit gabah
dua kultivar padi, yaitu katakura (berumur panjang) dan kusabue (berumur pendek), berupa
substansi flavonoid dan salah satunya diidentifikasi sebagai isovitexin ialah senyawa Cgycosil flavonoid yang mempunyai aktivitas antioksidan sebanding dengan -tokoferol[8][9].
Telah diisolasi suatu senyawa flavonoid baru dari daun green barley muda (Hordeum vulgare
L. var. nudum Hook) yang diidentifikasi sebagai 2-O-Glycosylisovitexim (2-O-GIV) [10].

Berdasarkan pengujian dengan sistem peroksidasi lipid, 100 M senyawa 2-O-GIV pada pH
7,4 dalam kondisi irradiasi UV, mampu menekan pembentukan 40% malonaldehyde (tidak
berbeda dengan -tokoferol pada konsentrasi yang sama)[11]. Sedangkan suatu senyawa
vitexin dan isovitexin yang diisolasi dari ekstrak kulit gabah buckwheat (Fagopyrum
esculentum Moench) tidak menunjukkan aktivitasnya sebagai peroxy radical scavenger[12].
Berdasarkan hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa kadar flavonoid yang terikat pada
jagung, gandum, oat dan padi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kadar flavonoid dalam
bentuk bebasnya[13]. Bentuk flavonoid terikat memiliki koefisien korelasi yang nyata terhadap
aktivitas antioksidan total (r2 = 0,925).
Dalam upaya mengoptimasi metode penentuan kuantitatif flavonoid dengan HPLC,
seorang ilmuan telah mendapatkan beberapa senyawa flavonoid yang berpotensi sebaga
antikarsinogenik dari sejumlah sayuran dan buah. Hasil studi selanjutnya terhadap 28 jenis
sayuran dan 9 jenis buah-buahan yang secara umum dikonsumi di negara Belanda,
menunjukkan adanya senyawa quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin dan luteon[14][15].
Pada penelitian yang lebih lanjut, diketahui pula adanya senyawa-senyawa flavonoid
seperti quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin dan luteolin pada 12 jenis teh, 6 jenis
minuman anggur dan 7 macam jus buah yang biasa dijumpai di pusat-pusat perbelanjaan di
negara Belanda[16].

FLAVONOID DAN EFEK BIOLOGISNYA


Fakta menunjukkan bahwa hampir semua komponen nutrisi yang diidentifikasi
berperan sebagai agen protektif terhadap penyakit-penyakit tertentu dalam penelitian
mengenai diet, sejauh ini memiliki beberapa sifat antioksidatif [1]. Pada uraian sebelumnya,
telah dijelaskan bahwa beberapa senyawa flavonoid seperti quercetin, kaempferol, myricetin,
apigenin, luteolin, vitexin dan isovitexin terdapat pada sereal, sayuran, buah dan produk yang
olahannya dengan kandungan yang beragam serta sebagian besar mempunyai sifat sebagai
antioksidan. Hal tersebut memperkuat dugaan bahwa flavonoid mempunayi efek biologis
tertentu berkaitan dengan sifat antioksidatifnya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara asupan
flavonoid dengan resiko munculnya penyakit jantung koroner. Efek kardioprotektif pada
flavonoid sebagai sumber diet telah ditinjau oleh peneliti [17]. Antioksidan alami seperti

falvonoid yang banyak terdapat pada minuman dan buah anggur, diketahui mempunyai
kontribusi dalam menghambat oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein) secara ex-vivo [16].
Produk oksidatif LDL (Low Density Lipoprotein) dapat menyebabkan terjadinya penyempitan
pembuluh darah koroner. Aktivitas minuman anggur dalam melindungi LDL manusia dari
oksidasi terdistribusi cukup luas diantara komponen-komponen phenolik utamanya [18].
Dengan menggunakan Model Oksidasi in Vitro untuk penyakit jantung, diketahui bahwa
isoflavon ganeistein dan flavonone hesperetin menunjukkan aktivitas antioksidan terikatlipoprotein (IC50) yang lebih tinggi dari tokoferol[19]. Dengan menggunakan metode yang
sama, senyawa flavonol yang terdapat pada teh diketahui bersifat sebagai antioksidan yang
kuat[20]. Mengkonsumsi tujuh sampai delapan cangkir the hijau yang mengandung
epigallocathecingallate (kira-kira 100 mL tiap cangkir) dapat meningkatkan resistensi LDL
terhadap oksidasi in vivo, sehingga dapat menurunkan resiko terkena penyakit
kardiovaskuler[21].
MANFAAT FLAVONOID DALAM BERBAGAI TUMBUHAN
1. Tumbuhan Obat Di Indonesia
Di Indonesia terdapat berbagai tumbuhan obat tradisional yang tersebar di
berbagai daerah, salah satunya terdapat di sebuah suku di Propinsi Bengkulu yaitu suku
Serawai. Berdasarkan hasil wawancara dengan dukun serta pemuka masyarakat Serawai dan
hasil survey langsung yang dilakukan oleh peneliti, dapat diidentifikasi dan diinventarisasi
terdapat 47 spesies tumbuhan yang sering dipakai untuk berbagai pengobatan. Dari hasil
wawancara tersebut, belum dapat dipastikan bahwa tumbuhan tersebut adalah bahan utama
yang berkhasiat untuk pengobatan karena sebagian besar dalam pemakaiannya dicampur
dengan tumbuhan lain, seperti penggunaan kulit batang Kayu Dang Udang Besar (Eugenia sp)
untuk tukak lambung yang penggunaannya dicampur dengan kulit batang Kayu Darah
(Knema glaucescens Jack).
Hal ini perlu pembuktian secara ilmiah, salah satunya adalah dengan mendeteksi
kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan tersebut serta melakukan uji bioaktivitasnya
dengan metode Brine Shrimp. Beberapa jenis tumbuhan tidak perlu dicari ke hutan karena
masyarakat Serawai telah membudidayakan di ladang-ladang atau di pekarangan rumah
mereka. Setelah semua tumbuhan terkumpul maka dilakukan determinasi tumbuhan di
Herbarium Universitas Andalas Padang (ANDA) dan di uji kandungan flavonoid dengan

Shinoda Test, bagian tumbuhan yang diuji yaitu bagian yang paling sering digunakan
masyarakat untuk pengobatan. Ditemukan 40 spesies tumbuhan yang mengandung flavonoid
dengan kadar yang beragam, 11 spesies diantaranya mengandung banyak senyawa flavonoid.
Dalam penggunaannya sebagai obat, satu jenis tumbuhan sering dicampur dengan jenis
tumbuhan lain sehingga kandungan kimianya ikut bercampur yang nantinya akan
menimbulkan efek sinergis dalam pengobatan. Berdasarkan hasil uji kandungan senyawa
flavonoid yang telah dilakukan, telah ditemukan 11 spesies yang memiliki banyak kandungan
flavonoid. Untuk mengetahui keaktifan biologis masing-masing spesies tersebut maka setiap
bagian dari 11 spesies tumbuhan tersebut, terlebih dahulu di maserasi dengan metanol selama
3 hari. Ekstrak pekat metanol masing-masing spesies diuji aktivitas biologisnya terhadap
Artemia salina Leach. Berdasarkan hasil uji tersebut, harga LC 50 masing-masing ekstrak
tumbuhan obat masyarakat Serawai maka dapat disimpulkan bahwa semua ekstrak metanol
yang diuji memperihatkan aktivitas sitotoksik terhadap Artemia salina Leach karena memiliki
LC50<1000 ppm. Menurut Meyer, ekstrak pekat suatu tumbuhan dapat dikatakan aktif
terhadap Artemia salina Leach apabila mempunyai LC 50<1000 ppm dan berkorelasi positif
sebagai anti kanker[22].

2. Pada Daun Katuk


Untuk mengetahui kandungan senyawa flavonoid dalam daun katuk, terlebih
dahulu dilakukan isolasi flavonoid. Dari hasil skrining terhadap ekstrak metanol dari daun
katuk bahwa di dalam daun katuk mengandung senyawa flavonoid. Berdasarkan hasil analisis
spektrum ultra violet visible (UV-Visible) flavonoid dari daun katuk (Sauropus androgunus
(L) Merr) dalam pelarut metanol memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang
297 nm yang menunjukkan bahwa flavonoid ini merupakan flavonoid jenis flavonon.
Pemeriksaan aktivitas anti radikal bebas DPPH secara spektrofotometri dilakukan dengan
mereaksikan sampel dengan larutan DPPH. Pengukuran absorbansi sampel dilakukan pada
konsentrasi 4 ppm, 8 ppm, 12 ppm dan 16 ppm yang dibandingkan kontrol (tanpa
penambahan sampel) pada waktu 0-30 menit. Aktivitas antioksidan diukur sebagai penurunan
serapan larutan DPPH akibat adanya penambahan sampel. Nilai serapan larutan DPPH
terhadap sampel dihitung sebagai persen inhibisi setelah 30 menit (% inhibisi)[23].

Aktivitas antiradikal bebas DPPH secara spektrofotometri dilakukan dengan


menghitung jumlah pengurangan intensitas warna ungu DPPH yang sebanding dengan
pengurangan konsentrasi larutan DPPH. Perendaman tersebut dihasilkan dari bereaksinya
molekul Difenil Pikril Hidrazil dengan atom hidrogen. Berdasarkan hasil penelitian
pengukuran nilai absorbansi pada menit ke-30 bahwa pengaruh konsentrasi sampel dengan
persentase inhibisi dimana peningkatan aktivitas sebanding dengan bertambahnya konsentrasi.
Ditentukan persamaan regresi dan untuk selanjutnya dari persamaan diplotkan aktivitas 50%
sehingga diperoleh harga konsentrasi efektif (IC50), yaitu sebesar 80,81 ppm. IC50 adalah
bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak (ppm) yang mampu menghambat proses
oksidasi sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 artinya semakin tinggi aktivitas antioksidan[23].
3. Antimalaria pada Kulit Batang Cempedak
Berdasarkan hasil uji aktivitas antimalaria in vitro terhadap kesembilan senyawa
yang diperoleh dari hasil fraksinasi dan isolasi fraksi DE8 dan DE9 diklorometana kulit
batang A. Champeden selanjutnya dianalisa dengan menggunakan analisis probit untuk
menentukan nilai IC50 dari masing-masing senyawa yang diuji. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa senyawa heteroflavanon C mempunyai nila IC 50 yang paling rendah (0,001 M),
sedangkan senyawa artoindonesianin E menunjukkan nilai IC50 yang paling tinggi (75,76 M)
[24]

.
Suatu senyawa dianggap efektif sebagai antimalaria jika mempunyai IC 50 < 1-5

M[25]. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka senyawa flavonoid hasil isolasi ekstrak
diklorometana kulit batang A. Champeden memiliki aktivitas antimalaria, kecuali
artoindonesianin E (IC50 = 75,76 M). Sedangkan senyawa yang memiliki aktivitas paling
tinggi ialah heteroflavonon C (IC50 = 0,001 M). Diketahui bahwa obat antimalaria standar
klorokuin mempunyai IC50 = 0,006 M[26]. Dengan demikian aktivitas antimalaria dari
senyawa heteroflavonon C tersebut lebih kuat daripada klorokuin, sehingga sangat potensial
untuk dikembangkan sebagai obat antimalaria pengganti klorokuin yang sekarang ini telah
tidak efektif lagi.
Aktivitas antimalaria senyawa artoindonesianin E dan heteroflavonon C sangat
jauh berbeda, padahal kedua senyawa ini termasuk ke dalam satu golongan flavonon dengan
struktur kimia yang mirip. Adanya rantai isopren pada posisi C-8 pada senyawa
heteroflavonon C yang menyebabkan peningkatan aktivitas antimalarianya, dan menyebabkan
senyawa heteroflavonon C menjadi lebih non polar dan lipofilik dibandingkan dengan

senyawa artoindonesianin. Sehingga senyawa heteroflavonon C dapat menembus membran


sel parasit llebih baik dan memberikan aktivitas antimalaria[24].
4. Antimokroba pada Ekstrak Daun Kersen (Muntingia calabura)
Ekstrak daun kersen dengan pelarut etanol dan metanol yang positif terhadap
flavonoid kemudian diuji strukturnya dengan UV-vis dan IR. Spektrum UV-vis dari ekstrak
etanol menunjukkan satu puncak pada 259,5 nm dan dari ekstrak metanol diperoleh tiga
puncak pada 382 nm, 350 nm, dan 323 nm. Berdasarkan serapan tersebut, diduga senyawa
flavonoid yang terdapat dalam ekstrak daun kersen menggunakan etanol dan metanol
termasuk golongan auron, flavonol, dan flavon[27].
Ekstrak etanol dan metanol yang positif terhadap flavonoid (setelah diuji
strukturnya dengan UV-vis dan IR) digunakan untuk menguji antimikroba. Uji antimikroba itu
dilakukan dengan waktu inkubasi selama 1 x 24 jam dan 3 x 24 jam. Hasil uji antimikroba
dari ekstrak daun kersen dengan proses inkubasi 1 x 24 jam menunjukkan bahwa ekstrak
metanol menghasilkan diameter hambat terhadap bakteri yang lebih besar dibandingkan
dengan esktrak etanol dengan daya hambat bakteri yang lebih besar terhadap bakteri S. aureus
dan bakteri E. coli. Pada proses inkubasi selama 1 x 24 jam, ekstrak mulai mampu
menghambat bakteri pada konsentrasi 75%. Sedangkan berdasrkan hasil inkubasi selama 3 x
24 jam menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi pelarut maka daya hambat terhadap
bakteri juga semakin besar dan semakin lama proses inkubasi diameter zona beningnya
semakin luas. Ekstrak yang paling efektif menghambat bakteri ialah pada konsentrasi 96%
dengan diameter hambat terhadap bakteri paling besar. Fraksi metanol dan etanol yang
memiliki kepekatan paling tinggi berdaya hambat terhadap bakteri lebih kuat sehingga
memiliki diameter hambat yang lebih besar, sedangkan fraksi metanol dan etanol yang
memiliki kepekatan paling rendah menunjukkan daya hambat yang kecil. Hal tersebut
disebabkan karena semakin tinggi kadar senyawa bioaktif semakin tinggi kadar senyawa
bioaktif semakin bersifat bakterisida, sedangkan kadar yang lebih rendah biasanya hanya
bersifat bakteriostatik[28].
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa senyawa flavonoid
merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan

di dalam jaringan tumbuhan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa efek
kardioprotektif pada senyawa flavonoid merupakan sumber diet. Atioksidan alami seperti
flavonoid banyak terkandung pada minuman dan buah anggur, diketahui memiliki kontribusi
dalam menghambat oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein). Produk oksidasi LDL dapat
menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah koroner. Berdasarkan hasil penelitian
pada beberapa tumbuhan, sebagian besar memberikan manfaat yang baik bagi pengobatan
apabila dikonsumsi sesuai dengan dosisnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]

Deshpande, S.S, US. Deshpandee and D.K. Salunkhe. Nutritional and Health Aspects of

Food Antioxidants dalam D.L. Madhavi: Food Antioxidant, Technological, Toxological and
Health Perspectives.Marcel Dekker Inc. Hongkong. 1985: 361-365
[2]

Kardinan, A., Kusuma F., R. Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami.2004

[3]

Rajalakshmi, D dan S. Narasimhan. Food Antioxidants: Sources and Methods of Evaluation

dalam D.L. Madhavi: Food Antioxidant, Technological and Health Perspectives.Marcel


Dekker Inc. Hongkong.1985: 76-77
[4]

White P.J. and Y. Xing. Antioxidants from Cereals and Legumes dalam Foreidoon Shahidi:

Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications.AOCS Press.1954: 25-63


[5]

Cook N.C. and S. Samman. Review Flavonoid-Chemistry, Metabolism, Cardioprotective

Effect, And zdietary Sources, J. Nutr. Biochem.1996; 7: 66-76


[6]

Cuppett, S., M. Schrepf and C. Hall III. Natural Antioxidant Are They Reality dalam

Foreidoon Samman: Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications. AOCS
Press.1954: 12-24
[7]

Yumatsu, K., T.O.M. Nalayama and C.O. Chichester. Flavonoid of Shorgum. J. Food.

Sci.1965; 30: 737-741


[8]

Narasimhan, R., Toshihiko Osawa, Mitsuo Namiki and Shunro Kawakishi. Chemical

Studies on Novel Rice Hull Antioxidants. 1. Isolation, Fractination, and Partial


Characterization. J. Agric. Food. Chem.1988; 37: 732-737
[9]

Narasimhan, R., Toshihiko Osawa, Mitsuo Namiki and Shunro Kawakishi. Chemical

Studies on Novel Rice Hull Antioxidants. 2. Identification of Isovitexin, A C-glycosyl


Flavonoid. J. Agric. Food. Chem.1989; 37: 316-319

[10]

Osawa, T., H. Katsuzaki, Y. Hagiwara and T. Shibamoto. A Novel Antioxidant Isolated

from Young Green Barley Leaves. J. Agric. Food. Chem.1992; 40: 1135-1138
[11]

Kitta, K., Yoshihide Hagiwara and Takayuki Shibamoto. Antioxidative Activity of an

Isoflavonoid, 2-O-Glycosylisovitexin Isolated from Green Barley Leaves. J. Agric. Food.


Chem.1992; 40: 1843-1845
[12]

Watanabe, Mitsuru, Yasuo Oshita, and Tojiro Tsushida. Antioxidant Compounds from

Buckwheat (Fagopyrum esculentum Moench) Hulls. J. Agric. Food. Chem.1997; 45: 10391044
[13]

Adom, Kafui Kwami and Rui Hai Liu. Antioxidant Activity of Grains. J. Agric. Food.

Chem. 2002; 50: 6182-6187


[14]

Hertog, Michael G.L., Peter C.H. Hollman and Dini P. Venema. Optimization of

Potentially Anticarcinogenic Flavonoids in Vegetables and Fruits. J. Agric. Food.


Chem.1992a; 40: 1591-1598
[15]

Hertog, Michael G.L., Peter C.H. Hollman and Martijn B. Katan. Content of Potentially

Anticarcinogenic Flavonoids of 28 Vegetables and 9 Fruits Commonly Consumed in The


Netherlands. J. Agric. Food. Chem.1992b; 40: 2379-2383
[16]

Hertog, Michael G.L., Peter C.H. Hollman and Betty van de Putte. Content of Potentially

Anticarcinogenic Flavonoids of Tea Infusions, Wines, and Fruits Juices. J. Agric. Food.
Chem.1993; 41: 1242-1246
[17]

Kanner, Joseph, Edwin Frankel, Rina Graint, Bruce German and John E. Kinsella. Natural

Antioxidant in Grapes and Wines. J. Agric. Food. Chem.1994; 42: 64-69


[18]

Frankel, Edwin N., Andrew L., Waterhouse and Pierre L. Teissedre. Principal Phenolic

Phytochemicals in Selected California Wines and Their Antioxidant Activity in Inhibiting


Oxidation of Human Low-Density Lipoprotein. J. Agric. Food. Chem.1995; 43: 890-894
[19]

Vinson, Joe A., Jinhee Jang, Yousef A. Dabbagh, Mamdouh M. Serry and Songhuai Cai.

Plant Polyphenols Exhibit Lipoprotein-Bound Antioxidant Activity Using an in Vitro


Oxidation Model for Heart Disease. J. Agric. Food. Chem. 1995a; 43: 2798-2799
[20]

Vinson, Joe A., Yousef A. Dabbagh, Mamdouh M. Serry and Jinhee Jang. Plant

Flavonoids, Especially Tea Flavonoid, Are Powerful Antioxidants Using an in Vitro Oxidation
Model for Heart Disease. J. Agric. Food. Chem.1995b; 43: 2800-2802
[21]

Miura, Yukiko, Tsuyoshi Chiba, Shinji Miura, Isao Tomita, Keizo Umegaki, Masahiko

Ikeda and Takako Tomita.

Green Tea Polyphenols (Flavan 3-ols) Prevent Oxidative

Modification of Low Density Lipoprotein: An ex Vivo Study in Humans. J. Nutr.


Biochem.2000; 11: 216-222
[22]

Adfa, Morina. Survey Etnobotani, Studi Senyawa Flavonoid dan Uji Shrimp Beberapa

Tumbuhan Obat Tradisional Suku Serawai di Provinsi Bengkulu. Jurnal Gradien.2005; 1: 4350
[23]

Cut F. Z., Juliati Br. Tarigan dan Herlince Sitohang. Antioksida Senyawa Flavonoid dari

Daun Katuk (Sauropus androgunus (L) Merr.). Jurnal Biologi Sumatera.2008; 3: 7-10
[24]

Widyawaruyanti, Ati, Noer CZ dan Syafruddin. Mekanisme dan Aktivitas Antimalaria dari

Senyawa Flavonoid yang Diisolasi dari Cempedak (Artocarpus Champeden). J.B.P.2011; 13:
72-73
[25]

Fidock DA. Rosenthal PJ, Croft SL, Brun R, Nwaka S.Antimalarial Drug Discovery:

Efficacy Models for Compound Screening, Review, Nature 3.2004: 509-520


[26]

Nuri. Aktivitas Antimalaria Isolat yang Berasal dari Ekstrak Diklorometana Kulit Batang

Arcocarpus champeden Spreng secara In Vitro. Tesis.2006


[27]
[28]

Markham KR. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. ITB.1988


Volk WA dan Wheeler MF. Mikrobiologi Dasar Edisi V Jilid 1. Diterjemahkan oleh

Adisoemarto S.1993.Erlangga

Anda mungkin juga menyukai