Anda di halaman 1dari 10

Dilayani atau Melayani

Yoh.13:1-20
(KU 1-2 GKP, 18 Mei 2008)
Intro.
Pada waktu saya melayani di Kupang, saya
dibuat terkesima dengan pelayanan seorang pemuda.
Pemuda ini cacat. Namun di dalam kecacatannya, ia
masih mau melayani Tuhan.
Waktu saya bertanya kepadanya, mengapa ia
mau menyanyi, apakah ia tidak malu dengan kondisinya,
ia hanya menjawab, Saya mau melakukan sesuatu
untuk Tuhan. Tidak banyak yang bisa saya lakukan.
Hanya pujian yang masih bisa saya persembahkan.
Menurut saya, suaranya biasa. Namun
kerinduannya untuk melayani seperti menghiasi setiap
alunan nadanya. Sayangnya, banyak orang yang tidak
cacat justru sama sekali tidak tergerak untuk melayani
Tuhan. Mengapa?
Ada banyak alasan mengapa kita enggan untuk
melayani Tuhan. Selalu saja ada alasan. Namun ijinkan
saya hari ini memberikan sedikitnya dua alasan hanya
dua alasan mengapa kita harus melayani Tuhan.
Prop.
Dua alasan mengapa kita harus melayani
1) Kita harus melayani sebab Yesus memberikan
teladan itu.

1
Ketika Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya,
Ia sedang melakukan suatu hal yang sangat penting bagi
para murid. Tindakan-Nya penting dimengerti sebab
tindakan tersebut mengandung makna yang dalam,
suatu pesan terakhir menjelang kematian-Nya (ay 1-3).
Tindakan Yesus membasuh kaki para murid adalah
pesan terakhir-Nya sebelum Ia disalibkan.
Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya sebagai
suatu teladan bagi para murid. Ia mau agar para murid
merendahkan diri dan saling melayani. Jika Yesus yang
adalah Guru dan Tuhan mau merendahkan diri dan
membasuh kaki murid-murid-Nya, maka murid-murid
itu harus mau melakukan hal yang sama. Orang Yahudi
sangat menghormati guru. Bagi mereka, guru sama
dengan orang tua. Tidak menghormati guru sama saja
dengan tidak menghormati orang tua dan itu melanggar
Perintah Kelima: Hormatilah ayahmu dan ibumu.
Sedangkan istilah Tuhan mengacu kepada status Yesus
sebagai Yang Dipertuan. Pada waktu itu, guru adalah
orang yang dipertuan bagi murid-muridnya. Para murid
harus rela menjadi pelayan bagi guru mereka, sama
seperti budak melayani tuannya. Tidak menghormati
guru dan tuhan adalah aib yang besar di mata orang
Yahudi. Jika Yesus yang adalah Guru dan Tuhan mau
merendahkan diri dan melayani seperti pelayan, maka
para murid pun harus mau melakukan hal yang sama.

2
Dengan demikian, melayani menjadi suatu kewajiban.
Jika mereka tidak melayani, itu berarti bahwa mereka
telah merendahkan Guru dan Tuhan mereka dan
mendatangkan aib bagi mereka sendiri(ay 15).
Menolak untuk melayani sama saja dengan
menempatkan Yesus lebih rendah dari murid-murid-
Nya (ay 16). Melayani berarti menghargai Yesus sebagai
Guru dan Tuhan.
Ilustrasi
Tidak Menghormati Pelatih
Dalam semifinal Piala Afrika 8 Februari 2006,
Mesir berhadapan dengan Senegal. Pelatih Mesir
menurunkan Ahmed Mido Hossam, pemain muda
berbakat yang diharapkan bisa menjadi motor Mesir
untuk bisa merebut gelar juara Piala Afrika. Namun
tampaknya Mido belum pulih benar dari cedera yang
membuatnya absen pada laga sebelumnya melawan
Kongo. Setelah dimainkan 79 menit, ternyata
permainan Mido tidak berkembang juga. Akhirnya ia
ditarik keluar oleh pelatih dan digantikan dengan Amr
Zaki. Keputusan pelatih terbukti benar. Amr Zaki
berhasil mencetak gol 2 menit kemudian, tepatnya menit
ke 81, dan menjadi penentu kemenangan Mesir 2-1
sampai mereka bisa memasuki babak final Piala Afrika.
Ketika ditarik keluar, Mido tidak terima. Ia
mendatangi Shehata, pelatihnya, dan membentak-

3
bentaknya. Shehata marah melihat sikap anak didiknya
yang arogan dan tidak hormat itu. Saat diwawancarai
BBC, Shehata berkata, Timnas Mesir mempunyai 23
pemain dan Mido hanyalah salah satunya. Memangnya
dia siapa sehingga mau menang sendiri?
Usai bersitegang dengan pelatih, Mido langsung
masuk ke ruang ganti. Namun setelah dibujuk oleh
seorang offisial, ia mau kembali ke bangku cadangan.
Akibat ulahnya, Asosiasi Sepak Bola Mesir memutuskan
mencoret nama Mido sehingga ia tidak dapat mengikuti
pertandingan final melawan Pantai Gading. Selain itu,
ia diskors untuk tidak main selama 6 bulan. Ternyata
tanpa dia, Mesir bisa meraih juara Piala Afrika di final
dan menang 4-2 melalui adu penalti yang dramatis.
Mido tidak menghormati pelatihnya karena ia
merasa hebat dan diistimewakan manajer dan offisial.
Namun karena ulahnya itu, ia tetap mendapatkan sanksi
dan hukuman. Orang yang tidak menghormati gurunya
tidak menghormati dirinya sendiri.
Aplikasi
Orang yang tidak tahu menghormati orang
tuanya adalah orang yang mendatangkan aib pada
dirinya sendiri. Demikian pula halnya dengan orang
yang tidak menghormati gurunya. Orang semacam ini
tidak berharga. Orang Tionghoa menyebutnya pu hao.
Dan disebut pu hao benar-benar aib bagi orang

4
Tionghoa, karena istilah ini bukan hanya berarti tidak
berbakti, namun bisa juga berarti kurang ajar atau
durhaka.
Kita tidak ingin disebut demikian, bukan?
Namun jika kita menolak untuk melayani Tuhan, kita
telah menjadi orang yang pu hao! Mengapa? Sebab
dengan tidak meneladani Yesus, kita telah menjadikan
Tuhan dan Guru kita tidak lebih daripada pelayan biasa.
Dengan demikian, kita menganggap diri kita lebih dari
sang Guru dan lebih dari Tuhan sendiri.
Jika Yesus sudah merendahkan diri begitu rupa
dan melayani kita, maka kita pun harus meneladani Dia
dengan melayani saudara seiman kita. Semakin tinggi
posisi kita, semakin kita harus melayani yang lain.
Yesus berkata, ...yang terbesar di antara kamu
hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan
pemimpin sebagai pelayan (Lks.22:26).
Kita harus melayani karena Tuhan Yesus telah
memberikan teladan untuk kita. Demi menghormati
Yesus, Guru dan Tuhan kita, kita wajib saling melayani
satu dengan yang lain. Namun ini bukan satu-satunya
alasan bagi kita untuk melayani. Ada alasan lainnya:
2) Kita harus melayani sebab dengan melayani kita
berbahagia (ay 17).
Mengapa pelayanan bisa mendatangkan
kebahagiaan? Kata berbahagialah berasal dari kata

5
makariov. Kata ini bisa berarti beruntung atau
diberkati. Jadi, pelayanan bisa mendatangkan
keberuntungan atau berkat. Ketika Yesus meminta kita
untuk melayani satu dengan yang lain, Ia bukan ingin
merepotkan kita. sebaliknya, Ia ingin agar kita
berbahagia.
Ilustrasi
Mementingkan Diri
Seorang ibu yang sangat cantik, berpakaian
indah dan mahal datang kepada seorang psikiater untuk
minta nasihat. Segala sesuatu yang ia minta dari
suaminya harus dituruti: rumah mewah, mobil, pakaian,
perabot rumah tangga, dsb. Akhirnya, suaminya tidak
mampu lagi menuruti keinginannya. Ia membuat
suaminya frustasi dan bangkrut. Kemudian mereka
bercerai. Seluruh hidup ibu itu terisi penuh dengan
barang-barang, namun sebetulnya hidup ibu itu sama
sekali kosong. Psikiater berkata, Saya ingin Anda
menemui ibu pembersih kantor ini. mintalah ia
bercerita bagaimana ia menemukan kebahagiaan dalam
hidupnya.
Suamiku meninggal karena radang paru-paru.
Tiga bulan kemudian, anak laki-laki ku satu-satunya
meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Saya tidak
punya apa-apa lagi. Saya berjalan dalam kegelapan.
Saya tidak bisa tidur. Saya tidak punya nafsu makan.

6
Saya tidak pernah senyum pada siapapun. Segalanya
gelap.
Pada suatu malam, seekor kucing kurus
mengikuti saya masuk ke rumah. Entah bagaimana,
saya merasa iba kepadanya. Ia kedinginan dan saya beri
dia minum susu. Kucing itu kemudian mendengkur dan
menggosok-gosokkan badannya pada kaki saya. Pada
saat itu saya pertama kali mulai tersenyum lagi. Lalu
saya merenung: jika membantu seekor kucing dapat
membuatku tersenyum, mungkin dengan mengerjakan
sesuatu bagi orang lain dapat membuatku bahagia lagi.
Maka pada hari berikutnya, saya membuat kue dan
memberikannya pada orang yang sedang sakit. Setiap
hari saya mencoba untuk berbuat baik bagi orang lain,
karena dengan demikian saya bahagia.
Ibu itu menangis. Ia mempunyai banyak uang
yang bisa digunakan untuk membeli apa saja, tapi ia
telah kehilangan apa yang tidak bisa dibelinya dengan
uang. Kemudian ia memutuskan, Saya akan berusaha
untuk membuat orang lain bahagia. Jangan sampai
seperti boneka pandir yang saya alami ini. Akhirnya,
ibu ini menyadari bahwa satu-satunya cara agar ia bisa
bahagia adalah dengan melayani orang lain.
Aplikasi
Pelayanan mengajarkan kita untuk keluar dari
fokus diri kita sendiri. Dengan melayani, kita berbagi

7
kehidupan dengan orang lain. Ada banyak orang yang
merasa beban hidupnya tidak terlalu berat justru setelah
ia melayani orang-orang yang miskin dan terbuang.
Ada pula orang yang merasa kebahagiaannya
menjadi lebih lengkap setelah ia melihat senyum
bahagia wajah orang yang diberkatinya.
Saling melayani bisa begitu membahagiakan
sebab dengan saling melayani kita bisa saling
meringankan. Stratos Community beberapa waktu yang
lalu mengadakan retreat untuk siswa/i SMP/SMA. Saya
membagi anak-anak itu dalam tiga kelompok kerja. Ada
yang bertugas untuk menyiapkan makan, ada yang
bertugas untuk mencuci piring dan ada yang
bertanggung jawab untuk kebersihan. Menarik sekali
melihat bagaimana mereka bekerja. Di hari pertama,
beberapa orang tampak bersikap tidak kooperatif.
Hasilnya, kekacauan di seluruh tempat retreat. Mereka
belajar bahwa hanya ketika mereka saling melayani satu
sama lain, ketentraman dan kenyamanan mereka juga
terjamin. Setelah retreat itu usai, mereka pulang sebagai
orang yang berbeda. Mereka tidak lagi menjadi orang
yang egois. Sebaliknya, dalam waktu 3 hari 2 malam,
mereka berubah menjadi orang yang peduli dan mau
saling melayani.
Kita melihat disini, mengapa pelayanan bisa
mendatangkan kebahagiaan. Pelayanan bukan hanya

8
meringankan beban kita, namun pelayanan juga
memperluas hidup dan karakter kita.
Penutup
Seekor Sapi dan Seekor Babi
Seorang kaya bertanya kepada pendetanya, Bapak
Pendeta, mengapa orang menyebut saya pelit sementara
mereka semua tahu bahwa jika aku mati nanti, aku akan
mewariskan semua yang kumiliki pada gereja?
Pendeta itu menjawab, Saya akan menceritakan
padamu sebuah perumpamaan tentang seekor babi dan
seekor sapi. Babi termasuk binatang yang kurang
disukai orang, sedangkan sapi disayangi banyak orang.
Hal ini membuat si babi bingung, ia berkata kepada sapi,
Orang selalu memuji badanmu yang bagus dan matamu
yang bening. Mereka pikir engkau sangat dermawan,
sebab tiap hari kau memberi mereka susu dan krim?
Tapi bagaimana dengan aku? Aku telah memberikan
semua yang kumiliki pada mereka. Aku telah
memberikan daging panggang dan ham. Aku telah
menyediakan bulu-bulu untuk membuat sikat, bahkan
mereka telah mencincang kakiku untuk dijadikan
chukiok, tapi kenapa tak seorangpun menyukaiku,
mengapa demikian?
Tahukah kamu apa jawaban si sapi? tanya
Pendeta itu kepada orang kaya tadi, Sapi itu
mengatakan demikian, Barangkali karena saya

9
memberikan yang saya miliki ketika saya masih hidup
dan terus memberi sampai saya mati.
Saudaraku, selagi kita masih hidup, kita
mempunyai kesempatan untuk menjadikan hidup ini
berarti. Selagi kita hidup, kita harus belajar untuk
memberi diri kita bagi orang lain dengan melayani
mereka.
Selagi kita masih hidup, ada harapan untuk
membuat hidup ini bermakna. Amsal mengatakan,
...anjing yang hidup lebih baik daripada singa yang
mati (Pengkh.9:4). Singa memang raja hutan. Namun
jika ia mati apa artinya? Anjing mungkin makhluk hina.
Namun jika ia hidup untuk melayani tuannya, ia jauh
lebih baik daripada singa mati. Orang Kupang tadi
mungkin cacat. Namun ia jauh lebih baik daripada
orang sehat yang tidak melayani Tuhan. Mari jadikan
hidup ini berarti dengan hidup untuk melayani orang
lain. Biarkan hidup kita yang sebentar ini memberikan
dampak yang nyata bagi orang lain.

10

Anda mungkin juga menyukai