Anda di halaman 1dari 11

A.

Naskah Drama Dongeng Aladin & Lampu Ajaib

Dahulu kala, di sebuah kota yang berada di negara Persia, tinggal seorang anak laki laki
yang bernama Aladin dan ibunya yang bernama Merita. Mereka berdua hidup dalam
kesederhanaan. Hingga pada suatu hari datanglah seorang pria dewasa menghampiri Aladin
yang sedang bermain di halaman rumahnya seorang diri. Pria dewasa itu diketahui bernama
Jafar.
Jafar : Permisi.
Aladin : Ya, ada perlu apa anda kemari ?
Jafar : Perkenalkan, nama saya Jafar. Saya adalah saudara dari almarhum ayahmu. Saya
datang kemari untuk bertemu ibumu.
Aladin : Oh, paman ya ? mari, saya antarkan ke ibu.
Ia tak habis pikir kalau ia masih mempunyai saudara. Dengan perasaan bahagia, Aladin
kemudian mengajak Jafar menuju rumahnya.
Aladin : [ Sambil mengetuk pintu 3x ] Ibu.... Ibu..!
Merita : [ Membuka pintu ] Ya, ada apa ,nak ?
Aladin : Ibu, ini paman datang untuk bertemu dengan ibu.
Merita : Paman ?
Jafar : Perkenalkan, nama saya Jafar. Saya adalah saudara dari almarhum bapak Aladin.
Saya kemari untuk bertemu dengan anda.
Merita : Ya, salam kenal. Tapi, kenapa saya tidak pernah bertemu dengan anda
sebelumnya ?
Jafar : Saya sudah lama merantau ke luar kota.
Merita : Kalau begitu, mari silahkan masuk !
Merita : Aladin, kau main diluar saja ya. Ibu akan bicara dengan paman sebentar.
Aladin : Baik, bu
Merita dan Jafar kemudian masuk ke dalam rumah. Mereka sedang duduk di ruang tamu
sederhana. Dihadapan Jafar juga tersedia secangkir air putih yang telah Merita siapkan.
Jafar : Sunggu malang nasibmu.
Merita : Ya, beginilah hidup kami. Kami hanya hidup dalam keederhanaan. Mari, silahkan
diminum !
Jafar kemudian meminum air yang tersedia di depannya.
Merita : Jadi, ada perlu apa anda datang kemari ?
Jafar : Begini, saya datang kemari ingin mengajak anakmu Aladin pergi ke luar kota.
Merita : Untuk apa kau membawanya kesana ?
Jafar : Selama di luar kota, aku yang akan menafkahinya. Tenang saja, aku akan menjamin
keselamatannya. Aku kan pamannya.
Merita : Berapa lama kira kira kau akan membawanya ?
Jafar : Kira kira 2 sampai 5 bulan.
Merita : Baiklah, kalau begitu aku akan mempercayakan Aladin bersamamu. Aku akan
memanggilnya sekarang.
Merita kemudian beranjak dari kursinya, selanjutnya ia berjalan ke depan.
Merita : Aladiiiinn...
Aladin : Ya, ada apa ,bu ?
Merita : Mari sini,nak. Ada yang ingin ibu bicarakan kepadamu.
Aladin : Baik,bu
Aladin kemudian berlari dan meninggalkan beberapa mainan yang ia peroleh dari tempat
sampah di luar.
Aladin : Ada apa ibu memanggilku ?
Merita : Begini ,nak. Paman Jafar akan mengajakmu pergi ke luar kota. Bagaimana ? kau
mau ?
Aladin : Baiklah, bu.
Merita kemudian kembali menghampiri Jafar yang sedang minum di ruang tamu. Kali ini,
Aladin juga ikut duduk dan berbincang diantara mereka.
Jafar : [ Menaruh cangkir yang sudah kosong di meja ] Jadi, bagaimana ?
Merita : Anakku akan ikut bersamamu. Dia siap berangkat kapan saja.
Jafar : Baiklah, kalau begitu kita akan berangkat sekarang.
Jafar kemudian beranjak dari kursi dan pergi ke luar. Ia bersiap untuk perjalanannya.
Merita : Aladin, kamu sudah ditunggu pamanmu. Sana, pergi.
Tanpa membalas ucapan ibunya, Aladin berjalan menghampiri ibunya untuk bersalaman. Ia
kemudian lanjut berjalan menghampiri pamannya diikuti Ibunya dibelakang.
Jafar dan Aladin kemudian segera berangkat. Sebelum itu, Aladin dibekali oleh sekantung
apel yang ditaruhnya di celana bagian kiri.
Merita : Hati hati Aladin... !
Aladin : [ Sambil menolehkan kepala ] Baik ,bu !
Jafar dan Aladin berjalan dan terus berjalan, jalan yang ditempuh sangat jauh dan
melelahkan. Sehingga ditengah hutan, Aladin mengeluh kecapaian.
Aladin : Huuuh.. paman, beristirahatlah sebentar. Aku sedang kelelahan.
Jafar : Dasar kau ini ! perjalanan masih jauh. Masa segini saja kau sudah kelelahan ?!
Baiklah, kalau begitu carilah kayu bakar. Jika tidak, aku akan segera membunuhmu !
Aladin : B..b..baiklah ,paman.
Dengan perasaan terpaksa Aladin kemudian berlari mencari kayu bakar.
Aladin : Masa sih dia pamanku ? kalau memang dia pamanku, dia pasti tidak akan
membunuhku nanti. Baiklah, kalau begitu aku punya rencana.
Aladin kemudian memulai mencari kayu bakar. Beberapa menit berlalu, ia datang dari arah
belakang pamannya berdiri. Melihat ada yang aneh, Aladin kemudian bersembunyi di balik
pohon dan melihat yang sedang pamannya lakukan.
Jafar : [ Sambil mengayunkan tongkat sihirnya ] Bimsalabim..
SFX : Kraaaakkkk...
Terlihat tanah di hadapan Jafar berlubang menjadi seperti gua. Aladin terkejut. Ia kemudian
melangkah perlahan dan menaruh kayu bakarnya di depan pohon itu sementara Aladin
memutar dan menghampiri pamannya dari arah yang berbeda.
Jafar yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, terkejut dan marah melihat Aladin tidak
membawa apa apa di tangannya.
Jafar : Kemana saja kau ? dan dimana kayu bakarnya ?
Aladin : I..itu di...
Jafar : Halaah, aku tidak percaya.. sekarang aku akan membunuhmu !
Jafar marah dan kemudian mengambil pisau yang ia munculkan tadi lewat tongkat sihirnya.
Tak sempat ia menghunuskan pisaunya ke arah Aladin. Jafar kemudian mendengar ada suara
monyet dan kayu yang berguling dan bertabrakan satu sama lain.
Jafar : [ Menoleh kebelakang ] Apa itu ?
Aladin : Monyet ?
Monyet itu terlihat meloncat loncat dan beberapa kali menggulingkan beberapa kayu ke
arah Jafar dan Aladin. Tak lama kemudian, monyet itu berhenti meloncat dan mengambil
sebatang kayu bakar dan membawanya lari.
Jafar : Dia kabur, cepat kejar dia Aladin !
Aladin : t..ta...tapi ?
Jafar : Tidak ada tapi tapian, cepat kejar monyet itu dan bawa kembali kayu bakarnya atau
aku akan membunuhmu !
Aladin kemudian berlari untuk mengejar monyet itu. Beberapa menit kemudian, monyet itu
kemudian naik ke atas pohon sementara Aladin menghentikan langkahnya. Ia tampak
kelelahan, dengan perlahan ia kemudian mengatur napasnya.
Aladin : Hei monyet, cepat kembalikan kayu bakar itu !
Monyet itu tak membalasnya. Namun, sebuah ide tak sengaja lewat dipikirannya. Aladin
kemudian mengambil sekantung apel dan mengarahkan tangannya yang terdapat sebuah apel
ke arah monyet itu.
Aladin : Kau lapar ,kan ?
Aladin : Ya sudah kalau tidak mau, biar aku makan sendiri.
Aladin kemudian berniat ingin memakan buah tersebut, namun ia menghentikannya ketika
melihat kayu bakar itu jatuh di hadapannya. Monyet itu kemudian turun dan menghampiri
Aladin.
Aladin : Kau mau ini ?
Monyet itu mengangguk dan kemudian Aladin melemparkan apel itu jauh ke semak semak.
Kini, Aladin sudah dapat kembali dengan tenang.
Di tengah perjalanannya kembali untuk memberikan kayu bakar, monyet itu kembali
menghampiri Aladin.
Aladin : Ada apa ? kau masih lapar ya ? ya sudah, ini !
Aladin kembali melempar buah apel tersebut, namun kali ini ia melemparkannya lebih jauh
dengan tujuan monyet itu tidak akan kembali padanya.
Sesampainya di tempat Jafar, Aladin kemudian menyerahkan kayu bakar itu ke tumpukan
kayu bakar yang sudah tertata rapi.
Jafar : Bagus, kali ini aku ada pekerjaan bagus untukmu.
Aladin : Pekerjaan apa ?
Jafar : Kau harus turun ke gua itu dan mengambilkan aku lampu antik yang ada di
dalamnya.
Aladin : Tidak, aku takut turun ke sana.
Jafar kemudian mengeluarkan cincin ajaib dan memberikannya kepada Aladin.
Jafar : Ini cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu
Aladin kemudian berjalan turun dan setelah ia berhasil ia melihat ke atas. Ternyata pintu gua
sudah tertutup sebagian. Aladin menyadari niat buruk Jafar dan tidak mau terkecoh
tipuannya.
Jafar : Cepat berikan lampu itu !
Aladin : Tidak, aku tidak akan memberikannya sebelum aku berhasil keluar dari tempat ini.

Jafar : Cepat berikan !


Aladin : Tidak !
Dengan kesalnya, Jafar kemudian mengayunkan tongkat sihirnya dan kemudian pintu gua
tertutup sempurna. Di dalam gua cukup gelap, hanya tersisa cahaya hasil kilauan emas dan
permata yang ada di dalam gua. Aladin sendirian dan merasa kelaparan, namun hanya tersisa
satu buah apel yang tidak lebih hanya sebuah camilan untuknya. Karena tidak ada pilihan
lagi, Aladin memakan sisa buah tersebut. Setelah memakannya, Aladin tidak merasa kenyang.
Ia kembali duduk termenung memikirkan perutnya yang kelaparan dan ibunya yang sekarang
mungkin mengkhawatirkan dirinya.
Aladin : Aku lapar, aku ingin bertemu ibu, Tuhan, tolonglah aku !
Sementara Aladin yang duduk termenung di dalam gua, terlihat monyet yang tadi mencuri
kayu bakar muncul dari semak semak di dekat gua. Monyet itu mencari cari Aladin
namun tak jua ketemu. Kemudian monyet itu menemukan sebuah gua yang pintunya sudah
tertutup rapat. Monyet itu kemudian menghampiri pintu gua dan mencoba untuk
membukanya dengan sekuat tenaga.
Aladin duduk termenung, di tangannya sekarang hanya tersisa sebuah lampu antik yang
sudah usang. Melihat lampu itu yang sudah usang tertutupi debu, Aladin kemudian
menggosok gosokkan tangannya ke arah lampu itu. Tiba tiba, di sekeliing Aladin menjadi
merah dan asap membumbung. Bersamaan dengan itu, muncul seorang jin dari lampu itu.
Jin Lampu : Maafkan saya karena telah mengagetkan tuan, saya adalah jin lampu. Silahkan
sebutkan permintaan tuan.
Aladin : Hmm... kalau begitu tolong, bukakanlah pintu gua itu.
Jin Lampu : Baiklah, Evanesco !
Jin itu kemudian menghilangkan pintu gua, monyet yang memanjat pintu gua sontak terjatuh
karena pintunya telah hilang. Monyet itu terjatuh berguling melewati tangga dan berhenti
tepat dihadapan Aladin dan Jin Lampu.
Aladin : Kau lagi ya ? huuh, ya sudahlah.. mari, ikut aku.
Aladin kemudian menggendong monyet itu di pundak Aladin.
Jin Lampu : Selanjutnya, apa yang tuan ingin lakukan ?
Aladin : Sekarang, bawa aku pulang.
Jin Lampu : Baiklah, Tapiz Volar !
Seketika muncullah sebuah permadani yang melayang dihadapan Aladin.
Aladin : Permadani ? Bukannya aku memintamu untuk membawaku pulang ?
Jin Lampu : Silahkan tuan menaiki permadani terbang ini.
Aladin : Permadani terbang katamu ?
Jin Lampu : Ya, permadani ini dapat membawa tuan terbang kemana saja. Saat menaikinya
dan katakan terbang ! maka permadani itu akan terbang kemana tujuan tuan.
Aladin dengan monyet di pundaknya kemudian menaiki permadani itu, tak lupa ia membawa
beberapa permata dan emas untuk ia bawa pulang nantinya. Sementara itu, Jin Lampu
kembali masuk kedalam Lampu Antik itu.
Aladin : Ayo, kita pulang kerumah !
Permadani kemudian terbang kembali ke rumah Aladin. Beberapa saat kemudian, Aladin
telah sampai di depan rumahnya. Permadani menghilang sementara Aladin mengetuk pintu
rumahnya 3x.
Aladin : Ibu..
Merita : [ Membuka pintu ] Siapa ya ? Eh, Aladin ? Kenapa kau pulang cepat,nak ? baru
beberapa jam kau pergi dan siapa monyet dipundakmu itu ?
Aladin : Ceritanya panjang ,bu. Mari, kita bicarakan ini didalam.
Aladin dan Merita kemudian berjalan menuju ke dalam rumah. Mereka sedang duduk di kursi
ruang tamu. Namun kali ini, monyet itu tidak berada di pundak Aladin.
Merita : Jadi, apa yang terjadi anakku ?
Aladin : Begini ,bu. Saat aku berada dalam perjalanan, paman menyuruhku untuk mencari
kayu bakar dan saat aku kembali aku melihat paman Jafar membuat sebuah gua dengan
tongkat sihirnya.
Merita : Tongkat sihir ?
Aladin : Ya, bu. Setelah itu, aku bertemu monyet itu dan paman menyuruhku masuk ke
dalam gua itu untuk mengambilkannya sebuah lampu antik ini.
Aladin kemudian menaruh lampu yang ia ambil di meja. Kemudian ibunya mengambil lampu
itu.
Aladin : Di gua itu, ternyata banyak terdapat emas dan permata didalamnya.
Merita : Kenapa dia menginginkan sekali lampu ini ?
Merita yang heran melihat lihat lampu itu, di gosoknya kemudian lampu itu dengan
tangannya dan kemudian muncullah jin lampu yang muncul di tengah tengah ruang tamu
sederhana.
Jin Lampu : Maafkan saya karena telah mengagetkan nyonya, sebutkan permintaan nyonya.

Merita : Si..si..siapa dia Aladin ?


Aladin : Dia adalah jin lampu yang muncul karena ibu menggosokkan tangan ibu pada
lampu antik itu. Sekarang, ibu hanya perlu menyebutkan permintaan ibu dan kemudian jin itu
akan segera mengabulkannya.
Jin Lampu : Tenang nyonya, aku tidak akan berbuat jahat pada nyonya.
Merita : Jika demikian, sekarang tolong berikan kami makanan
Aladin : Jangan lupa, sediakan juga makanan khusus monyet
Jin Lampu : Baiklah, accio !
Tiba tiba dihadaan mereka tersedia makanan yang sangat banyak dan juga terdapat
beberapa porsi makanan untuk monyet.
Merita : Sebanyak ini ?
Jin Lampu : Ya, silahkan nyonya nikmati saja. Aku akan beristirahat
Tiba tiba Jin Lampu itu kembali masuk kedalam lampu sementara Aladin, Abu [ Nama
Monyet Aladin ], dan Ibunya Merita makan makanan yang sudah tersedia.
Demikian, hari demi hari, bulan demi bulan, serta tahun demi tahun mereka lalui bersama
sama. Dengan hanya bermodalkan beberapa permata dan emas Aladin dan Ibunya hidup
bahagia dan sekarang mereka membangun toko di depan rumahnya. Aladin yang sudah
beranjak menjadi pemuda suatu hari melihat rombongan kerajaan lewat didepan tokonya.
Rombongan kerajaan itu membawa puteri Jasmine yang merupakan puteri semata wayang
dari Raja Baghdag. Aladin yang melihatnya sangat terpeseona dengan kecantikan puteri
Jasmine saat pertama kali melihatnya.
Aladin : Ibu, bisakah aku memperistri puteri Jasmine ? bisakah ?
Merita : Tenanglah ,nak. Ibu akan berusaha untukmu
Keesokan harinya, ibu Aladin pergi ke Istana Raja Baghdag. Ia membawa permata permata
milik Aladin.
Merita : Baginda, ini adalah hadiah untuk Baginda Raja dari anak laki lakiku Aladin.
Semoga Baginda senang dengan pemberian anakku ini.
Baginda Raja : Wah, anakmu pasti seorang pangeran tampan. Besok, aku dan puteriku akan
datang keistana kalian.
Merita : Baik Baginda, hamba mohon pamit !
Setelah tiba dirumah, Ibu Aladin mengambil dan kemudian menggosokkan tangannya ke
lampu antik itu.
Jin Lampu : Sebutkan permintaan nyonya !
Merita : Aku ingin kau membuatkan Aladin sebuah istana lengkap dengan perlengkapan
penjagaan dan pelayan.
Jin Lampu : Baiklah, kalau begitu aku akan membuatkannya di atas bukit Adwa Alqasr.
Disanalah aku akan membuat istana itu. Silahkan datang kesana tepat pada pukul 7 Malam.
Mendengar perintah jin lampu, Merita kemudian mengajak puteranya untuk pergi ke bukit
Adwa Alqasr pada pukul 7. Setibanya disana, Merita dan Aladin terkejut melihat istana
megah yang berada tepat di hadapan mereka. Para pengawal menyambut Aladin dengan
hormat.
Keesokan harinya, Raja Baghdag datang bersama puterinya ke istana Aladin. Mereka duduk
di ruang tamu yang megah. Raja Baghdag, Merita, dan Aladin sedang duduk bertiga disana.
Sementara puteri Jasmine sedang bermain bersama Abu di taman istana.
Raja Baghdag : Jadi, maukah pangeran Aladin menjadikan anakku sebagai isterimu ?
Merita : Bagiamana anakku ?
Aladin : Dengan senang hati, saya menerima permintaan baginda
Dengan pernikahan mereka, hidup Aladin serasa lebih bahagia.
Suatu ketika pada saat Aladin dan Ibunya sedang bekerja, puteri Jasmine sedang sendirian di
istana. Mengetahui bahwa ada kesempatan, Jafar yang melihat semuanya dari bola kristal itu
kemudian menyamar menjadi nenek nenek tua penjual lampu. Ia kemudian menghampiri
puteri Jasmine yang sedang sendirian di dalam istana. Jafar yang menyamar kemudian
berteriak teriak dari luar istana.
Jafar [ Menyamar menjadi nenek nenek ] : Tukarkan lampu anda dengan lampu baru !
Begitu seterusnya hingga puteri Jasmine melihat lampu milik Aladin yang usang. Ia segera
mengambil dan kemudian membawanya ke penjual lampu itu. Ia menukarkan lampu milik
Aladin dengan lampu baru yang lebih bagus.
Sesaat setelah ia berhasil mendapatkan lampu itu, Jafar pergi menjauh. Di tempat yang
aman. Disana ia menggosokkan lampu itu dan muncullah jin.
Jin Lampu : Saya adalah jin penunggu lampu ajaib itu, sekarang semua permintaan tuan
akan saya turuti.
Jafar : Baguslah, sekarang aku memintamu untuk membawakan istana Aladin beserta
isinya ke suatu tempat.
Jin Lampu : Baiklah, akan kubawakan sekarang juga.
Jafar tampak senang karena berhasil mengalahkan Aladin, tak sengaja seorang pedagang
lewat di samping Jafar yang tadinya sedang berbicara dengan Jin Lampu. Ia terkejut ketika
mendengar semuanya dan segera berlari menuju pemukiman.
Selepas pulang bekerja, Aladin yang melihat istananya hilang entah kemana segera berlari
dan menanyakannya pada para pedagang.
Aladin : Permisi tuan tuan, apakah diantara kalian disini ada yang melihat istanaku
menghilang ?
Pedagang 1 : Maaf, tuan. Hamba tidak tahu menahu soal itu.
Pedagang 2 : Saya juga begitu, tuan.
Tiba tiba seorang pedagang lain muncul dan memberitahukan semuanya kepada Aladin.
Pedagang 3 : Ampun tuan, saya baru saja mendengarkan ada seorang lelaki berpakaian
jubah merah hitam dengan tinggi badan sekitar 184 cm.
Aladin : Jadi penyihir itu yang berada di balik semua ini ? Kalau begitu, dimana dia
sekarang ?
Pedagang 3 : Dia sekarang berada di lereng bukit AdwaAlqasr
Aladin : Baiklah, permisi tuan tuan dan terimakasih atas informasinya.
Aladin kemudian mencari Jafar di sekeliling lereng bukit. Akhirnya, ia menemukannya. Ia
kemudian mengikuti Jafar hingga ke istananya.
Sekarang Aladin bersembunyi sampai menunggu ada kesempatan baginya. Disaat Jafar
sedang tertidur pulas karena terlalu banyak makan. Aladin segera menemui puteri Jasmine
yang dikurung dalam penjara.
Puteri Jasmine : Penyihir itu sedang tertidur sekarang, ambil segera lampu itu segera.
Aladin : Baiklah, aku akan segera mengambilkannya. Bersabarlah disini sebentar.
Aladin kemudian mengendap endap untuk mengambil lampu itu dari tangan Jafar. Aladin
dengan perlahan mendapatkannya dan kemudian kembali berjalan ke arah penjara. Karena
kurang berhati hati, Aladin terpeleset dan terjatuh setelah menginjak kulit pisang yang
tergeletak di lantai istana. Aladin kemudian menjatuhkan lampu itu hingga suara jatuhnya
lampu itu membangunkan Jafar. Jafar yang terbangun beranjak untuk mengambil kembali
lampu tersebut.
Jafar : Sayang ya, Aladin. Rencanamu kali ini telah gagal.
Aladin : Jangan terlalu percaya diri, aku akan mengalahkanmu segera.
Aladin kemudian berlari mengambil pedang yang berada di dinding istana.
Aladin : Bersiaplah untuk mati, dasar penyihir jahat !
Jafar : Oh, jadi sekarang anak ingusan ini mau menantangku, ya ? aku akan meladenimu,
bersiaplah !
Jafar kemudian segera menggosokkan tangannya kepada lampu itu. Namun, tak sampai
menggosokkannya, tiba tiba Abu datang dan meloncat mengambil alih lampu itu dari
tangan Jafar.
Aladin : Kerja bagus, Abu !
Jafar : Monyet sialan !
Abu kemudian memberikan lampu itu kepada Aladin.
Aladin : Sekarang, siapa yang ketakutan ? Kau atau aku ?
Jafar : M...m..maafkan aku Aladin, tolong.. jangan bunuh aku !
Aladin : Tindakanmu sudah melewati batas, aku akan segera membunuhmu !
Ketika Aladin ingin segera menghunuskan pedangnya ke arah Jafar. Tiba tiba ibu Aladin
menghentikan peristiwa penghakiman tersebut.
Merita : Hentikan, anakku !
Aladin : Ada apa ,bu dan bagiaman ibu bisa sampai disini ?
Merita : Ibu kesini menggunakan permadani terbang yang kau tinggalkan di toko.
Maafkanlah dia ,nak . Tidak perlu sampai membunuhnya.
Aladin : Mengapa ? Dia sudah melakuka kesalahan besar. Dia pantas dibunuh.
Merita : Ibu mengerti, namun balas dendam bukan cara terbaik untuk menyelesaikan
masalah.
Aladin : Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang ?
Merita : Tak perlu bersusah payah untuk membalas dendam, cukup maafkan setiap
kesalahan. Karena memaafkan adalah pembalasan yang terbaik.
Aladin : Memaafkannya ?
Merita : Benar, karena memaafkan adalah cara terbaik untuk saat ini. Sekarang, kau akan
diasingkan ke daerah terpencil. Namun sebelum itu, kau akan dibiarkan bebas namun
sebelum itu semua kekuatan sihirmu akan kami hilangkan untuk selama lamanya.
Aladin kemudian menggosok tangannya ke lampu tersebut dan kemudian muncullah jin
lampu.
Jin Lampu : Maaf aku mengagetkan kalian, ucapkan permintaan kalian dan aku akan
mengabulkannya !
Merita : Jin, tolong hilangkan semua kekuatan sihir pada orang ini dan kemudian
asingkanlah dia di suatu tempat yang jauh dari sini
Jin Lampu : Baiklah, permintaan nyonya akan segera saya laksanakan. Deletrius !
Jin Lampu kemudian mengucapkan mantera untuk menghilangkan semua kekuatan sihir
milik Jafar dan kemudian ia menghilangkan Jafar dan ia diasingkan ke daerah terpencil di
bagian Timur Persia.
Aladin : Jin, sekarang pindahkan kami dan istana ini kembali ke bukit Adwa Alqasr
Jin Lampu : Baik, tuan.
Sementara Jin Lampu bekerja, Aladin pergi ke penjara bawah tanah dan kemudian
menghampiri puteri Jasmine. Aladin kemudian membuka kunci penjara dan membebaskan
puteri Jasmine.
Akhir kisah, Aladin, Jasmine, Merita, dan Abu hidup bahagia bersama. Mereka kemudian
dikenal sebagai orang dermawan di daerahnya karena sering membantu orang orang miskin
dan kesusahan menggunakan harta kekayaan yang mereka punya.

Anda mungkin juga menyukai