Dahulu kala, di sebuah kota yang berada di negara Persia, tinggal seorang anak laki laki
yang bernama Aladin dan ibunya yang bernama Merita. Mereka berdua hidup dalam
kesederhanaan. Hingga pada suatu hari datanglah seorang pria dewasa menghampiri Aladin
yang sedang bermain di halaman rumahnya seorang diri. Pria dewasa itu diketahui bernama
Jafar.
Jafar : Permisi.
Aladin : Ya, ada perlu apa anda kemari ?
Jafar : Perkenalkan, nama saya Jafar. Saya adalah saudara dari almarhum ayahmu. Saya
datang kemari untuk bertemu ibumu.
Aladin : Oh, paman ya ? mari, saya antarkan ke ibu.
Ia tak habis pikir kalau ia masih mempunyai saudara. Dengan perasaan bahagia, Aladin
kemudian mengajak Jafar menuju rumahnya.
Aladin : [ Sambil mengetuk pintu 3x ] Ibu.... Ibu..!
Merita : [ Membuka pintu ] Ya, ada apa ,nak ?
Aladin : Ibu, ini paman datang untuk bertemu dengan ibu.
Merita : Paman ?
Jafar : Perkenalkan, nama saya Jafar. Saya adalah saudara dari almarhum bapak Aladin.
Saya kemari untuk bertemu dengan anda.
Merita : Ya, salam kenal. Tapi, kenapa saya tidak pernah bertemu dengan anda
sebelumnya ?
Jafar : Saya sudah lama merantau ke luar kota.
Merita : Kalau begitu, mari silahkan masuk !
Merita : Aladin, kau main diluar saja ya. Ibu akan bicara dengan paman sebentar.
Aladin : Baik, bu
Merita dan Jafar kemudian masuk ke dalam rumah. Mereka sedang duduk di ruang tamu
sederhana. Dihadapan Jafar juga tersedia secangkir air putih yang telah Merita siapkan.
Jafar : Sunggu malang nasibmu.
Merita : Ya, beginilah hidup kami. Kami hanya hidup dalam keederhanaan. Mari, silahkan
diminum !
Jafar kemudian meminum air yang tersedia di depannya.
Merita : Jadi, ada perlu apa anda datang kemari ?
Jafar : Begini, saya datang kemari ingin mengajak anakmu Aladin pergi ke luar kota.
Merita : Untuk apa kau membawanya kesana ?
Jafar : Selama di luar kota, aku yang akan menafkahinya. Tenang saja, aku akan menjamin
keselamatannya. Aku kan pamannya.
Merita : Berapa lama kira kira kau akan membawanya ?
Jafar : Kira kira 2 sampai 5 bulan.
Merita : Baiklah, kalau begitu aku akan mempercayakan Aladin bersamamu. Aku akan
memanggilnya sekarang.
Merita kemudian beranjak dari kursinya, selanjutnya ia berjalan ke depan.
Merita : Aladiiiinn...
Aladin : Ya, ada apa ,bu ?
Merita : Mari sini,nak. Ada yang ingin ibu bicarakan kepadamu.
Aladin : Baik,bu
Aladin kemudian berlari dan meninggalkan beberapa mainan yang ia peroleh dari tempat
sampah di luar.
Aladin : Ada apa ibu memanggilku ?
Merita : Begini ,nak. Paman Jafar akan mengajakmu pergi ke luar kota. Bagaimana ? kau
mau ?
Aladin : Baiklah, bu.
Merita kemudian kembali menghampiri Jafar yang sedang minum di ruang tamu. Kali ini,
Aladin juga ikut duduk dan berbincang diantara mereka.
Jafar : [ Menaruh cangkir yang sudah kosong di meja ] Jadi, bagaimana ?
Merita : Anakku akan ikut bersamamu. Dia siap berangkat kapan saja.
Jafar : Baiklah, kalau begitu kita akan berangkat sekarang.
Jafar kemudian beranjak dari kursi dan pergi ke luar. Ia bersiap untuk perjalanannya.
Merita : Aladin, kamu sudah ditunggu pamanmu. Sana, pergi.
Tanpa membalas ucapan ibunya, Aladin berjalan menghampiri ibunya untuk bersalaman. Ia
kemudian lanjut berjalan menghampiri pamannya diikuti Ibunya dibelakang.
Jafar dan Aladin kemudian segera berangkat. Sebelum itu, Aladin dibekali oleh sekantung
apel yang ditaruhnya di celana bagian kiri.
Merita : Hati hati Aladin... !
Aladin : [ Sambil menolehkan kepala ] Baik ,bu !
Jafar dan Aladin berjalan dan terus berjalan, jalan yang ditempuh sangat jauh dan
melelahkan. Sehingga ditengah hutan, Aladin mengeluh kecapaian.
Aladin : Huuuh.. paman, beristirahatlah sebentar. Aku sedang kelelahan.
Jafar : Dasar kau ini ! perjalanan masih jauh. Masa segini saja kau sudah kelelahan ?!
Baiklah, kalau begitu carilah kayu bakar. Jika tidak, aku akan segera membunuhmu !
Aladin : B..b..baiklah ,paman.
Dengan perasaan terpaksa Aladin kemudian berlari mencari kayu bakar.
Aladin : Masa sih dia pamanku ? kalau memang dia pamanku, dia pasti tidak akan
membunuhku nanti. Baiklah, kalau begitu aku punya rencana.
Aladin kemudian memulai mencari kayu bakar. Beberapa menit berlalu, ia datang dari arah
belakang pamannya berdiri. Melihat ada yang aneh, Aladin kemudian bersembunyi di balik
pohon dan melihat yang sedang pamannya lakukan.
Jafar : [ Sambil mengayunkan tongkat sihirnya ] Bimsalabim..
SFX : Kraaaakkkk...
Terlihat tanah di hadapan Jafar berlubang menjadi seperti gua. Aladin terkejut. Ia kemudian
melangkah perlahan dan menaruh kayu bakarnya di depan pohon itu sementara Aladin
memutar dan menghampiri pamannya dari arah yang berbeda.
Jafar yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, terkejut dan marah melihat Aladin tidak
membawa apa apa di tangannya.
Jafar : Kemana saja kau ? dan dimana kayu bakarnya ?
Aladin : I..itu di...
Jafar : Halaah, aku tidak percaya.. sekarang aku akan membunuhmu !
Jafar marah dan kemudian mengambil pisau yang ia munculkan tadi lewat tongkat sihirnya.
Tak sempat ia menghunuskan pisaunya ke arah Aladin. Jafar kemudian mendengar ada suara
monyet dan kayu yang berguling dan bertabrakan satu sama lain.
Jafar : [ Menoleh kebelakang ] Apa itu ?
Aladin : Monyet ?
Monyet itu terlihat meloncat loncat dan beberapa kali menggulingkan beberapa kayu ke
arah Jafar dan Aladin. Tak lama kemudian, monyet itu berhenti meloncat dan mengambil
sebatang kayu bakar dan membawanya lari.
Jafar : Dia kabur, cepat kejar dia Aladin !
Aladin : t..ta...tapi ?
Jafar : Tidak ada tapi tapian, cepat kejar monyet itu dan bawa kembali kayu bakarnya atau
aku akan membunuhmu !
Aladin kemudian berlari untuk mengejar monyet itu. Beberapa menit kemudian, monyet itu
kemudian naik ke atas pohon sementara Aladin menghentikan langkahnya. Ia tampak
kelelahan, dengan perlahan ia kemudian mengatur napasnya.
Aladin : Hei monyet, cepat kembalikan kayu bakar itu !
Monyet itu tak membalasnya. Namun, sebuah ide tak sengaja lewat dipikirannya. Aladin
kemudian mengambil sekantung apel dan mengarahkan tangannya yang terdapat sebuah apel
ke arah monyet itu.
Aladin : Kau lapar ,kan ?
Aladin : Ya sudah kalau tidak mau, biar aku makan sendiri.
Aladin kemudian berniat ingin memakan buah tersebut, namun ia menghentikannya ketika
melihat kayu bakar itu jatuh di hadapannya. Monyet itu kemudian turun dan menghampiri
Aladin.
Aladin : Kau mau ini ?
Monyet itu mengangguk dan kemudian Aladin melemparkan apel itu jauh ke semak semak.
Kini, Aladin sudah dapat kembali dengan tenang.
Di tengah perjalanannya kembali untuk memberikan kayu bakar, monyet itu kembali
menghampiri Aladin.
Aladin : Ada apa ? kau masih lapar ya ? ya sudah, ini !
Aladin kembali melempar buah apel tersebut, namun kali ini ia melemparkannya lebih jauh
dengan tujuan monyet itu tidak akan kembali padanya.
Sesampainya di tempat Jafar, Aladin kemudian menyerahkan kayu bakar itu ke tumpukan
kayu bakar yang sudah tertata rapi.
Jafar : Bagus, kali ini aku ada pekerjaan bagus untukmu.
Aladin : Pekerjaan apa ?
Jafar : Kau harus turun ke gua itu dan mengambilkan aku lampu antik yang ada di
dalamnya.
Aladin : Tidak, aku takut turun ke sana.
Jafar kemudian mengeluarkan cincin ajaib dan memberikannya kepada Aladin.
Jafar : Ini cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu
Aladin kemudian berjalan turun dan setelah ia berhasil ia melihat ke atas. Ternyata pintu gua
sudah tertutup sebagian. Aladin menyadari niat buruk Jafar dan tidak mau terkecoh
tipuannya.
Jafar : Cepat berikan lampu itu !
Aladin : Tidak, aku tidak akan memberikannya sebelum aku berhasil keluar dari tempat ini.