Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tonsil (amandel) merupakan kumpulan jaringan limfoid yang terletak


pada kerongkongan di belakang mulut. Tonsil berfungsi untuk mencegah agar
infeksi tidak menyebar keseluruh tubuh dengan cara menahan kuman yang
masuk ke tubuh melalui mulut, hidung dan kerongkongan. Pada tahap
perkembangan anak usia 4-6 tahun penyakit mudah menjangkit, oleh karena itu
tidak jarang tonsil mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut
dengan tonsilitis, penyakit ini merupakan salah satu dari gangguan THT
(Telinga, Hidung dan Tenggorokan). Tonsilitis dapat bersifat akut atau kronis.
Bentuk akut yang tidak parah biasanya berlangsung sekitar 4-6 hari, dan
umumnya menyerang anak-anak pada usia 5-10 tahun. Sedangkan radang
amandel atau tonsil yang kronis terjadi secara berulang-ulang dan berlangsung
lama. Pembesaran tonsil atau amandel bisa sangat besar sehingga tonsil kiri dan
kanan saling bertemu dan dapat mengganggu jalan pernapasan (WHO, 2010) .
WHO memperkirakan setiap tahun penyakit tonsilitis menjadi salah satu
penyakit peradangan pada saluran pernafasan sebagai faktor penyebab kematian
pada anak. Tonsilitis menjadi target dalam millenium development goals, sebagai
upaya untuk mengurangi angka kematian yang sering terjadi pada anak.
Berdasarkan data WHO pada tahun 2010 terdapat 5,7 juta kematian anak di
dunia, dan sebesar 825.000 (13%) kematian anak disebabkan oleh tonsilitis.
(WHO, 2010). Sedangkan di Indonesia kasus tonsilitis berjumlah 4714 orang,
dengan jumlah laki-laki 2401 orang dan perempuan 2313 orang. Pasien yang
meninggal dunia akibat penyakit tonsilitis berjumlah 61 orang. Jumlah
kunjungan pasien rawat jalan di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 55.838
orang sedangkan pasien rawat yang disebabkan penyakit tonsilitis berjumlah
2

37.835 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 18.213 orang dan perempuan
sebanyak 19.622 orang (Depkes,2010).
Berdasarkan data dari Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
M. Yunus Provinsi Bengkulu penderita tonsilitis pada tahun 2013 adalah 71
orang, laki-laki 44 orang, perempuan 27 orang, tahun 2014 adalah 79 orang,
penderita laki-laki 38 orang, penderita perempuan 41 orang, dan pada tahun
2015 pada bulan januari-agustus 2016 berjumlah 116 orang dengan penderita
tonsilitis pada laki-laki 52 orang, perempuan 64 orang. Dari hasil Rumah Sakit
penyakit tonsilitis mengalami peningkatan angka kejadian penyakit ini masih
digolongkan tinggi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. M. Yunus Bengkulu.
Tonsilitis dapat menyebabkan radang yang disebabkan oleh infeksi
bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan
oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2007). Tonsil ditandai
dengan gejala yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri waktu
menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi
sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Pada pemeriksaan
tampak tonsil membengkak (Sacharin, 2009).

Keluhan-keluhan infeksi saluran pernafasan atas, sakit tenggorok dan


penyakit-penyakit telinga dapat disebabkan oleh karena gangguan dari tonsil.
Lokasi tonsil pada saluran pernafasan dan pencernaan menyebabkan ia tidak
jarang terkena infeksi atau menjadi sarang (fokal) infeksi, serta bisa juga
membesar dan mengganggu proses menelan, sehingga tonsilitis kronis tanpa
diragukan merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua penyakit
tenggorokan yang berulang ( Soepardi, 2008).
Hasil survei yang dilakukan terhadap tiga orang penderita tosilitis pada
anak di ruang Seruni RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu didapatkan informasi
bahwa saat mereka datang untuk mendapatkan perawatan mereka sudah berada
dalam kondisi penyakit yang membutuhkan tindakan pembedahan. Peran
3

perawat sebagai pemberi pendidikan kesehatan sangat bermanfaat dan


mendukung terlaksananya kesehatan bagi individu, keluarga dan masyarakat
ditempat tinggal sekitar. Peran perawat sebagai pendidik dengan pendekatan
health persuasion yaitu dengan memberikan tindakan kepada individu dengan
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Perawat juga dapat sebagai personal
conseling yaitu sebagai pemberi pendidikan kesehatan yang bersifat individu.
Peran perawat pendidik di komunitas akan membantu permasalahan kesehatan
terutama pada tonsilitis yang terus berkembang terhadap penyakit ini (Moules &
Ramsay, 2008).
Perawat di Rumah Sakit berperan merawat pasien selama 24 jam dan
memberikan pelayanan kesehatan yang secara optimal dan keseluruhan serta
memberikan pelayanan kuratif maupun preventif baik itu pelayanan rawat jalan
dan rawat inap juga perawatan di rumah. Tindakan medis yang dilakukan oleh
seorang perawat dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan
pasien. Tetapi, apabila tindakan tersebut dilakukan tidak sesuai prosedur
kewaspadaan universal maka akan berpotensi untuk menularkan penyakit yang
sedang dialami alami oleh pasien tonsilitis ini, baik bagi pasien lain atau bahkan
petugas itu sendiri (Depkes, 2008).
Untuk dapat mengetahui secara mendalam mengenai tonsilitis serta
merasa penting untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien tonsilitis
secara komprehensif, penulis mengangkat judul kasus Asuhan Keperawatan
Anak dengan Tonsilitis Di Ruang Seruni RSUD M.Yunus Kota Bengkulu.

1. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada anak dengan penyakit tonsilitis di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2016.
4

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mendiskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan tonsilitis di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus Bengkulu

b. Tujuan Khusus
Untuk mendiskripsikan ;

1. hasil pengkajian pada anak dengan tonsilitis


2. diagnosa keperawatan pada anak dengan tonsilitis
3. rencana tindakan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit
tonsilitis
4. implementasi pada anak dengan tonsilitis
5. evaluasi pada anak dengan tonsilitis

5. Manfaat Penulisan
1. Bagi Intitusi Pendidikan
Mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa dalam melakukan asuhan
keperawatan dan mengevaluasi materi tentang tonsilitis.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan
praktek pelayanan keperawatan khususnya dengan tonsilitis

3. Bagi Peneliti Lain


Hasil pembahasan kasus ini diharapkan dapat dijadikan referensi, sumber
informasi, dan menjadi datadasar penelitian-penelitian selanjutnya tentang
tonsilitis.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan


Sistem pernafasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan
oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas.
Melalui peran sistem respirasi oksigen diambil dari atmosfir, ditransfor masuk
paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli,
selanjutnya oksigen akan didifusi masuk kafiler darah untuk dimanfaatkan oleh
sel dalam proses metabolisme (Tarwoto, Ratna, & Wartona, 2009).

Gambar 2.1 Sistem organ pernafsan pada Tonsilitis


(Sumber : Tarwoto, Ratna & wartona, 2009)

Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen diatmosfir


kemudian oksigen masuk melalui organ pernafasan bagian atas seperti hidung
atau mulut, paring, laring dan selanjutnya masuk ke organ pernafasan bagian
bawah seperti trakea, bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier
(segmental), terminal bronkiolus dan selanjutnya masuk ke alveoli. Organ
pernafasan bagian atas berfungsi selain untuk jalan masuknya udara ke organ
6

pernafasan bagian bawah juga untuk pertukaran gas dan berperan dalam proteksi
terhadap benda asing yang akan masuk ke pernafasan bagian bawah,
menghangatkan, filtrasi dan melembabkan gas. Sedangkan fungsi organ
pernafasan bagian bawah di samping tempat untuk masuknya oksigen juga
berperan dalam proses difusi gas. Berikut organ-organ dalam sistem pernafasan
yaitu :

c. Hidung
Hidung merupakan organ utama saluran pernafasan yang langsung
berhubungan dengan dunia luar yang berfungsi sebagai jalan masuk dan
keluarnya udara melalui proses pernafasan. Selain itu hidung juga berfungsi
untuk mempertahankan dan menghangatkan udara yang masuk, sebagai filter
dalam membersihkan benda asing yang masuk dan berperan untuk resonasi
suara, sebagai tempat reseptor alfaktorius. Bagian-bagian hidung terdiri atas :
batang hidung, dinding depan hidung, septum nasi (sekat hidung) dan dinding
lateral rongga hidung.
d. Faring
Terletak antara rongga hidung bagian lateral dengan laring, dibelakang
rongga mulut. Faring terdiri atas 3 bagian yaitu : nasofaring, orofaring,
laringofaring.
1. Naso faring
Merupakan faring bagian atas yang berhubungan dengan rongga hidung
internal Pada bagian ini terdapat muara tuba eustachii yang berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara pada membran timpani.
2. Orofaring
Terletak di belakang rongga mulut, antara langit-langit lunak dan dasar lidah
sampai tulang hioid. Pada daerah ini terdapat tonsil-tonsil yaitu : tonsil
palatina, faringeal dan tongsil lingual.
7

3. Laringofaring
Merupakan bagian lain bawah dari faring, terletak antara tulang hioid dan
laring. Pada daerah ini terdapat pertemuan antara saluran pernapasan dan
saluran pencernaan melalui peran epiglotis.
c. Laring
Fungsi dari laring adalah sebagai jalan masuknya udara, membersihkan
jalan masuknya makanan ke esofagus dan sebagai produksi suara. Laring atau
kotak suara merupakan saluran pernafasan yang terletak antara orofaring dan
trakea. Pada daerah superior terdapat tulang hioid epiglotis yang dapat membuka
dan menutup. Pada area laring terdapat 3 tulang rawan besar yaitu : tulang rawan
tiroid, krikoid, dan epiglotis. Tulang rawan tiroid merupakan tulang rawan yang
paling besar, terletak didepan laring membentuk seperti huruf U yang disebut
Laringeal Prominen atau Adam's Apple atau jakun ( Pearce, 2015).
d. Trakea
Trakea merupakan organ tabling antara laring sampai dengan puncak
paru, panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi servikal 6 sampai dengan torakal 5.
Pada ujung trakea bercabang 2 kanan dan kiri yang disebut bronkus primer.
Daerah persimpangan bronkus kanan dan kiri disebut karian, daerah ini sangat
sensitif terhadap benda asing yang masuk ke dalam sehingga berenspon menjadi
refleks batuk dan menyembabkan gangguan terhadap respon tersebut dan
menyebabkan terjadinya peradangan pada daerah sekitarnya (Pearce, 2015).
e. Bronkus (Cabang Tenggorokkan)
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang dua ke paru-
paru kanan dan paru-paru kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
diameternya. Bronkus kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih sempit.
Bronkus primer kanan bercabang menjadi 3 bronkus sekunder (bronkus lobaris)
dan bronkus kiri bercabang menjadi 2 bronkus sekunder. Bronkiolus mengadung
kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas.
8

f. Paru-paru

Gambar 2.2 Paru-paru pada manusia


(Sumber : Pearce, 2015).

Paru-paru adalah organ yang sangat penting di dalam sistem pernafasan.


Organ ini berada dalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura
viseralis. Kedua paru-paru ini sangat lunak, elastic, sifatnya ringan dan terapung
didalam air serta berada di dalam rongga toraks. Paru-paru yang bewarna abu-
abuan dan berbintik karna adanya partikel-partikel debu yang masuk dan dimakan
oleh pagosit. Paru-paru terletak di sampig mediastinum dan melekat pada
perantaraan radiks pulmonalis, dimana antara paru yang satu dan yang lainya
dipisahkan oleh jantung, oleh pembuluh besar, dan struktur lain dalam
mediastinum (Baradero & Marry, 2008).
Paru-paru merupakan struktur elastis yang dapat mengempis seperti
balon bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pekembangannya. Suatu
mengeluarkan semua udara yang melaui trakea tidak terdapat perlengketan
antara paru-paru dan dinding rongga dada. Paru-paru dibungkus oleh pleura.
pleura ada yang menempel langsung ke paru, disebut sebagai pleura visceral.
Paru-paru menggapung di dalam rongga dada dikelilingi oleh lapiasan tipis berisi
cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga dada.
Ketika melakukan pekembangan berkontraksi, maka paru-paru dapat bergeser
secara bebas karna terlumas merata (Sylvia P & Lorraine W, 2006).
9

g. Alveolus
Alveoli (jamak alveolus) merupakan bagian terminal cabang-cabang
bronkus dan bertanggung jawab akan struktur paru-paru yang menyerupai
kantong kecil terbuka pada salah satu sisinya. Pada orang dewasa paru-paru
terdiri dari sekitar 300 juta alveoli. Setiap alveoli mengandung satu lapisan sel
epitelia skuamosa. Disekeliling dindingnya terdapat kapiler tempat pertukaran
oksigen dan karbondioksida.
1) Respirasi
Respirasi adalah proses pertukaran gas oksigen dan karbondioksida baik
yang terjadi di paru-paru, maupun di jaringan. Proses respirasi internal atau
seluler respirasi dalam dan respirasi eksternal atau pernafasan luar (Tarwoto,
Ratna, & Wartona, 2009).

a. Respirasi eksternal
Merupakan proses pertukaran gas oksigen dan karbondioksida di paru-
paru, kapiler pulmonal dengan lingkungan luar. Pertukaran gas ini terjadi
karena adanya perbedaan tekanan dan kosentrasi antara udara lingkungan
dengan di paru-paru. Repirasi eksternal melibatkan kegiatan-kegiatan :
a) Pertukaran udara dari luar atau atmosfir dengan udara alveoli melalui
aksi mekanik yang disebut ventilasi.
b) Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dengan kapiler
pulmunari melalui proses difusi
c) Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh darah dari paru-paru ke
seluruh tubuh dan sebaliknya.
d) Pertukaran oksigen dan karbondioksida darah dalam pembuluh kapiler
jaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi.
b. Respirasi internal
Merupakan proses pemanfaatan oksigen dalam sel yang teijadi di bagian
mitokondria untuk metabolisme dan produksi karbondioksida. Proses
11

pertukaran gas pada respirasi internal.


2) Mekanisme pernapasan
Proses pernafasan terdiri dari dua fase yaitu inspirasi yaitu periode
ketika aliran udara luar masuk ke paru-paru dan ekspirasi yaitu periode ketika
udara meninggalakan paru-paru keluar ke atmosfir (Pearce, 2015).
a. Inspirasi
Inspirasi teijadi ketika tekanan alveoli di bawah tekanan atmosfir. Otot
yang paling penting dalam inspirasi adalah diafragma, bentuknya
melengkung dan melekat pada tulang iga paling bawah dan otot interkosta
eksternal. Ketika diafragma berkosentrasi bentuknya menjadi datar dan
menekan di bawahnya yaitu pada isi abdomen dan mengangkat tulang iga.
Keadaan ini menyebabkan pembesaran rongga toraks dan paru-paru.
Meningkatnya ukuran dada menurunkan tekanan intrapleura sehingga paru-
paru berakibat pada penurunan tekanan alveolus sehingga udara bergerak
menurut gradien tekanan dari atmosfir ke dalam paru-paru.
b. Ekspirasi
Selama pernafasan biasa, ekspirasi merupakan proses pasif, tidak ada
kontraksi otot-otot aktif. Pada akhir insfirasi otot-otot respirasi relaks,
membiarkan elastisitas paru dan rongga dada untuk mengisi volume paru.
Ekspirasi teijadi ketika tekanan alveolus lebih tinggi dari tekanan atmosfir.
Relaksasi diafragma dan otot interkosta esternal mengakibatkan recoil elastis
dinding dada dan paru sehingga terjadi peningkatan tekanan alveolus dan
menurunkan volume paru, dengan demikian udara bergerak dari paru-paru
ke atmosfir (Pearce, 2015).

B. Konsep Dasar Penyakit Tonsilitis


1. Definisi Tonsilitis
Tonsilitis adalah infeksi atau peradangan pada tonsil. Tonsilitis akut
merupakan inveksi tonsil yang sifatnya akut, sedangkan tonsillitis kronik
12

merupakan tonsillitis yang terjadi berulang kali (Sjamsuhidayat & Jong 2008).
Tonsilitis adalah merupakan kumpulan besar jaringan limfoid di belakang
faring yang memiliki keaktifan munologik. Tonsil berfungsi mencegah agar
infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki
tubuh melalui mulut, hidung dan tenggorokan, oleh karena itu, tidak jarang tonsil
mengalami peradangan (Mansjoer, 2008 ).

3. Etiologi
Umumnya tubuh terserang Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcuc, viridans dan Streptococcuc
pyrogen sebagai penyebab terbanyak, selain itu dapat juga disesbabkan oleh
Corybacterium diphteriae, namun dapat juga disebabkan oleh virus. Etiologi
tonsilitis menurut Mansjoer (2008) etiologi tonslitis adalah :

a. Streptokokus Beta Hemolitikus


Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat
berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi
saluran nafas akut.
b. Streptokokus Pyogenesis
Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang
tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus group A.
Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab banyak penyakit penting pada
manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit.

c. Streptokokus Viridans
Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus
komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah.
Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran dari glukosa yang
13

memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang


rusak.
d. Virus Influenza
Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus
influenza). Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada
manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit tenggorokan, sakit
kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza juga dapat
menyebabkan terjadinya pneumonia.

4. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Sir Roy Meadow dan siwon J Newell (2005) klasifiksi
tonslitis adalah :
1. Tonsilitis akut
Tonsilitis akut disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus,
streptococcus viridians dan streptococcus pyogene, dapat juga disebabkan
oleh viris.
2. Tonsilitis falikularis
Tonsil yang membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi
eksudat bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus.
Detritus ini terdapat di leukosit epitel yang terlepas akibat peradangan dan
sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis lakunaris
Bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk)
permukaan tonsil yang meradang.
4. Tonsilitis membranosa
Eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak
tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanyamudah diangkat atau
dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.
14

5. Patofisiologi
Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas,
akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui
sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar
dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan
kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih
keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri
telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia yaitu nyeri yang menjalar ke telinga.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear (Potter, P.A dan Perry, A. 2005).
Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan
epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis
lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis
lakonaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran
semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses
radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Jaringan ini
akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus). Pada anak
proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula (Nurbaiti
2011).
15

WOC
16

6. Manifestasi Klinis
Suhu tubuh naik hingga 40o celcius,sesak pada tenggorokan yang terus-
menerus, nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau, suara
akan menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri
di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Pada pemeriksaan
juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk
folikel, lacuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan (Brunner dan Suddarth,2001)

7. Komplikasi
Komplikasi dari Tonsilitis adalah : Radang tonsil dapat menimbulkan
komplikasi ke daerah sekitarnya berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis
media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau
limfogen dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis,
dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis yang bisa menyebabkan gangguan
pada pernafasan (Sir Roy Meadow,2005.)

8. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan secara:
1. Bronkoskopi
Merupakan pemeriksaan visual pada pohon trakeobronkial melalui
bronkoskop serat optic yang fleksibel dan sempit. Dilakukan untuk
memperoleh sample biopsi dan carian atau sampel sputum dan untuk
mengangkat plak lendir atau benda asing yang menghambat jalan napas.

2. Kultur Tenggorok.
Suatu sampel kultur tenggorok diperoleh dengan mengusap daerah tonsil
dan daerah orofaring dengan swab steril. Kultur tenggorok menentukan
adanya mikroorganisme patogenik. Saat melakukan kultur tenggorok perawat
17

memasukkan swab ke dalam daerah faring dan menghapuskannya sepanjang


daerah yang berwarna kemerahan dan daerah eksudat.

3. Spesimen Sputum
Untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang dalam sputum.
Sputum kultur dapat mengidentifikasikan mikroorganisme tertentu dan
resistansi serta sensitivitasnya terhadap obat.. Catat warna, konsistensi, jumlah
dan bau sputum dan dokumentasi tanggal dan waktu spesimen dikirim ke
laboratorium khusus untuk dianalisis.

4. Uji Usap Tenggorokan


Uji usap tenggorokan dilakukan dengan menggunakan kasa steril. Kasa
steril diusapkan ke tenggorokan yakni pada bagian yang meradang atau
kemerahan kemudian diperiksa di laboratorium untuk melihat ada tidaknya
bakteri pada tenggorokan seperti bakteri Streptococus. Bila hasil laboratorium
positif maka pasien kita berikan antibiotic untuk mengobati infeksi pada
tenggorokan.

5. Spirometri Statik
Alat ini berguna untuk mengukur kapasitas pernapasan paru-paru. Pada
kasus pasien sulit untuk menarik napas yang mengakibatkan volume udara
yang dihirup melalui hidung berkurang dan proses ventilasi juga terganggu.
Dengan spirometri ini kita dapat mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
Normal udara yang diinspirasi itu adalah 500 ml.

6. Pemeriksaan Darah.
Peradangan pada tonsil mengakibatkan adanya peningkatan jumlah
leukosit untuk membunuh bakteri yang menyebabkan radang tersebut.

7. Pemeriksaan Radiologi

Yakni dngan cara foto polos esophagus (rontgen). Dengan foto polos ini
18

kita dapat melihat adanya infeksi pada tenggorokan seperti pada pasien kasus
2. dimana pasien mengalami pembengkakan pada nodus limph submandibular
dan tenggorokan agak kemerahan yang mengakibatkan pasien tidak mampu
makan makanan yang keras.

9. Penatalakasanaan
Penatalaksanan pada klien tonsilitis menurut (Wong, 2008). Penanganan
pada klien dengan tonsilitis adalah
1. Penatalaksanaan medis
a) Antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin,
amoksisilin, eritromisin dll
b) Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
c) Analgesik untuk meredakan nyeri
2. Penatalaksanaan keperawatan
a) Kompres dengan air hangat
b) Istirahat yang cukup
c) Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
d) Kumur dengan air hangat
a. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir, diberikan Broncodilator.
b. Oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik
yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.
c. Menjaga kelancaran pernafasan, dengan memposisikan klien dengan posisi
semi fowler, dan pemberian oksigen sesuai indikasi
d. Kebutuhan istirahat, karena pada pasien Tonsilitis mengalami susah tidur
karena sesak napas
e. Kebutuhan nutrisi atau cairan, yang kegunaan untuk mencegah dehidrasi dan
kekurangan kalori maka dipasang cairan infus.
19

c. Konsep Asuhan Keperawatan Bronchopneumonia


1. Pengkajian
Menurut (Doenges & Marilynn,2000) adalah pemikiran dasar dari
proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau
data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah,
kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
Pengkajian fokus
a. Demografi meliputi:
Nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, penanggung jawab, alamat
b. Keluhan utama:
Saat dikaji biasanya penderita Tonsilitis akan mengeluh
c. Riwayat penyakit sekarang :
Penyakit Tonsilitis mulai dirasakan saat penderita mengalami sakit
d. Riwayat penyakit dahulu :
Biasanya penderita Tonsilitis sebelumnya belum pernah menderita
kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat
memicu terjadinya tonsilitis yaitu terpapar polusi kimia dalam jangka
panjang misalnya debu/asap serta makanan yang tidak sehat.
e. Riwayat penyakit keluarga:
Biasanya penyakit Tonsilitis dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti
makanan tidak sehat. Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang menular
seperti : TBC, HIC/AIDS.
f. Riwayat imunisasi meliputi kelengkapan imunisasi BCG,DPT <I,II,III),
polio <I,II,III,IV> campak, dan kepatitis.
g. Riwayat tumbuh kembang
1) Pertumbuhan fisik meliputi: BBL (berat badan lahir), PBL
(perkembangan bayi lahir), berat badan sebelum sakit, saat sakit,
tinggi badan sekarang, serta waktu tumbuh dan tanggalnya gigi
20

2) Perkembangan tiap tahap meliputi : anak saat bergulias, tengkurap


duduk, merangkap, berdiri, berjalan, berbicara pertama kali, serta
berpakaian tampa bantuan
h. Riwayat nutrisi
Pemberian Asi, pertama kali disusui, lama pemberian, waktu atau cara
pemberian
1) Pemberian susu permula terdiri dari : alasan pemberian, jumlah
pemberian dan cara pemberian.
2) Pemberian makanan tambahan terdiri atas usia pertama kali
diberikan, jenis dan cara pemberian.
i. Riwayat psikologi
Meliputi orang yang mengasuh klien, hubungan antara anggota
keluarga, penerapan disiplin, latihan toilet training dan pola bermain.
j. Riwayat spiritual
Meliputi agama dan kepercayaan klien dan keluarga serta bagaimana
kegiatan keagamaan dalam keluarga.
k. Reaksi hospitalisasi
1) Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
Orang tua terhadap anak sakit tergantung pada beberapa faktor
yakni penyakit yang serius pada anak, pengalaman masa lalu
tentang sakit dan rawat, prosedur medis status tambahan dalam
keluarga, kebudayaan dan kepercayaan. Pula kemunikasi diantara
anggota keluarga.
2) Reaksi orang tua terhadap anak sakit
a) Takut dan cemas dapat disebabkan oleh karena penyakit
anaknya yang serius
b) Prustasi dapat disebabkan karena kurangi informasi tidak biasa
dan peraturan rumah sakit, turut akan bertanyaan, menjawab.
c) Marah dan rasa bersalah.
21

3) Reaksi anak terhadap hospitalisasi


a) Perpisahan
Dapat menerima adanya perpisahan, tapi stres meningkat
karena kebutuhan keamanan dan bimbingan orang tua .
b) Kehilangan kontrol
Karena berusaha independent dan produksif sehingga anak
akan kehilangan kontrol akibat adanya penurunan kekuntan.
Lingkungan rumah sakit dan sakit dan penyakit dapat juga
menyebabkan kehilangan kontrol.
l. Pola pengkajian
1) Pernafasan
a) Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut) tiap
tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau, putih/
kuning) dan banyak sekali Riwayat pneumonia berulang,
biasanya terpapar pada polusi kimia/ iritan pernafasan dalam
jangka panjang (misalnya rokok sigaret), debu/ asap (misalnya
: asbes debu, batubara, room katun, serbuk gergaji) Pengunaaan
oksigen pada malam hari atau terus menerus.
b) Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas,
penggunaan otot bantu pernafasan (misalnya : meninggikan
bahu, retraksi supra klatikula, melebarkan hidung)
c) Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP (bentuk barel), gerakan difragma minimal.
d) Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar
e) Warna: Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku .
2. Sirkulasi
a) Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
22

b) Tanda: Peningkatan tekanan darah, Peningkatan frekuensi


jantung / takikardi Berat, disritmia Distensi vena leher
(penyakit berat) edema dependen, tidak berhubungan dengan
penyakit jantung. Bunyi jantung redup ( yang berhubungan
dengan peningkatan diameter AP dada). Warna kulit /
membran mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat
dapat menunjukan anemia.
3. Makanan / cairan
a) Gejala: Mual / muntah, Nafsu makan buruk / anoreksia
(emfisema) Ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernafasan
b) Tanda : Turgor kulit buruk, Berkeringat, Palpitasi abdominal
dapat menyebabkan hepatomegali.
4. Aktifitas / istirahat
a) Gejala: Keletihan, malaise, Ketidakmampuan melakukan
aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas, Ketidakmampuan
untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi. Dispnea
pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat
b) Tanda : Keletihan, Gelisah/ insomnia, Kelemahan umum /
kehilangan masa otot
5. Integritas ego
a) Gejala: Peningkatan faktor resiko
b) Tanda: Perubahan pola hidup, Ansietas, ketakutan, peka
rangsang
6. Hygiene
a) Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan,
melakukan aktifitas sehari-hari
b) Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.
23

7. Keamanan
a) Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / faktor
lingkungan. Adanya infeksi berulang.

2. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul langkah berikutnya adalah menganalisa data,
sehingga diperoleh diagnosa keperawatan yang artinya adalah masalah kesehatan
aktual atau potensial. Terjadi masalah kesehatan (pada seseorang, kelompok,
atau keluarga) yang dapat ditangani oleh perawat untuk menentukan tindakan
perawat untuk mencegah, menanggulangi atau mengurangi masalah tersebut
(Sujono dkk, 2009). Berdasarkan tanda dan gejala Tonsilitis, diagnosa
keperawatan yang dapat muncul sesuai dengan toksonomi NANDA NIC NOC
2013 adalah :
1. Pre operasi
1). Hipertermi b/d Demam, peningkatan suhu tubuh, penampilan kemerahan,
Menggigil, takikandi
2). Nyeri akut b/d pembengkakan dan peradangan pada tonsil
3). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas,
akumulasi sekret dibronkus, inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema,
peningkatan produksi sputum
4). Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik, insuflisiensi 02 untuk aktifitas
sehari-hari, ketidakseimbangan suplai oksigen

2. Post operasi
1) Pola nafas tidak efektif b/d Proses inflamasi, Penurunan complience paru,
nyeri, dispneu, hiperventilasi
2) Gangguan pertukaran gas b/d gangguan difusi dalam plasma, dilatasi
pembukuh darah, perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen
24

3) Ketidakaseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake kurang,


anoreksia, kebutuhan metabolik sekunder terhadap amandel atau tonsil yang
membengkak dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin
bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas
4) Gangguan Pola Eliminasi BAB : Diare b/d Proses infeksi, iritasi, diare,
malabsorbsi, peningkatan peristaltik usus.
25

3. Intervensi
26

4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah fase tindakan pada proses keperawatan. Tindakan
tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, aktivitas mandiri yang merupakan
aktivitas saat perawat menentukan keputusannya sendiri, serta aktivitas kolaborasi
yang merupakan aktivitas-aktivitas yang telah diprogramkan oleh dokter serta
dilaksanakan oleh perawat, contohnya pemberian obat. Implementasi merupakan
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujua yang telah ditetapkan
yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan mempasilitasi koping (Potter & Perry, 2006).

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan
yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
diakhiri dilanjutkan, atau diubah (Kozier, 2011). Evaluasi adalah tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan
(Potter & Perry, 2006). Evaluasi yang digunakan berbentuk S (Subjektif), O
(Objektif), A (Analisis), P (Perencanaan terhadap analisis).

Anda mungkin juga menyukai