BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
37.835 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 18.213 orang dan perempuan
sebanyak 19.622 orang (Depkes,2010).
Berdasarkan data dari Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
M. Yunus Provinsi Bengkulu penderita tonsilitis pada tahun 2013 adalah 71
orang, laki-laki 44 orang, perempuan 27 orang, tahun 2014 adalah 79 orang,
penderita laki-laki 38 orang, penderita perempuan 41 orang, dan pada tahun
2015 pada bulan januari-agustus 2016 berjumlah 116 orang dengan penderita
tonsilitis pada laki-laki 52 orang, perempuan 64 orang. Dari hasil Rumah Sakit
penyakit tonsilitis mengalami peningkatan angka kejadian penyakit ini masih
digolongkan tinggi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. M. Yunus Bengkulu.
Tonsilitis dapat menyebabkan radang yang disebabkan oleh infeksi
bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan
oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2007). Tonsil ditandai
dengan gejala yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri waktu
menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi
sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Pada pemeriksaan
tampak tonsil membengkak (Sacharin, 2009).
1. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada anak dengan penyakit tonsilitis di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2016.
4
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mendiskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan tonsilitis di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus Bengkulu
b. Tujuan Khusus
Untuk mendiskripsikan ;
5. Manfaat Penulisan
1. Bagi Intitusi Pendidikan
Mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa dalam melakukan asuhan
keperawatan dan mengevaluasi materi tentang tonsilitis.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan
praktek pelayanan keperawatan khususnya dengan tonsilitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pernafasan bagian bawah juga untuk pertukaran gas dan berperan dalam proteksi
terhadap benda asing yang akan masuk ke pernafasan bagian bawah,
menghangatkan, filtrasi dan melembabkan gas. Sedangkan fungsi organ
pernafasan bagian bawah di samping tempat untuk masuknya oksigen juga
berperan dalam proses difusi gas. Berikut organ-organ dalam sistem pernafasan
yaitu :
c. Hidung
Hidung merupakan organ utama saluran pernafasan yang langsung
berhubungan dengan dunia luar yang berfungsi sebagai jalan masuk dan
keluarnya udara melalui proses pernafasan. Selain itu hidung juga berfungsi
untuk mempertahankan dan menghangatkan udara yang masuk, sebagai filter
dalam membersihkan benda asing yang masuk dan berperan untuk resonasi
suara, sebagai tempat reseptor alfaktorius. Bagian-bagian hidung terdiri atas :
batang hidung, dinding depan hidung, septum nasi (sekat hidung) dan dinding
lateral rongga hidung.
d. Faring
Terletak antara rongga hidung bagian lateral dengan laring, dibelakang
rongga mulut. Faring terdiri atas 3 bagian yaitu : nasofaring, orofaring,
laringofaring.
1. Naso faring
Merupakan faring bagian atas yang berhubungan dengan rongga hidung
internal Pada bagian ini terdapat muara tuba eustachii yang berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara pada membran timpani.
2. Orofaring
Terletak di belakang rongga mulut, antara langit-langit lunak dan dasar lidah
sampai tulang hioid. Pada daerah ini terdapat tonsil-tonsil yaitu : tonsil
palatina, faringeal dan tongsil lingual.
7
3. Laringofaring
Merupakan bagian lain bawah dari faring, terletak antara tulang hioid dan
laring. Pada daerah ini terdapat pertemuan antara saluran pernapasan dan
saluran pencernaan melalui peran epiglotis.
c. Laring
Fungsi dari laring adalah sebagai jalan masuknya udara, membersihkan
jalan masuknya makanan ke esofagus dan sebagai produksi suara. Laring atau
kotak suara merupakan saluran pernafasan yang terletak antara orofaring dan
trakea. Pada daerah superior terdapat tulang hioid epiglotis yang dapat membuka
dan menutup. Pada area laring terdapat 3 tulang rawan besar yaitu : tulang rawan
tiroid, krikoid, dan epiglotis. Tulang rawan tiroid merupakan tulang rawan yang
paling besar, terletak didepan laring membentuk seperti huruf U yang disebut
Laringeal Prominen atau Adam's Apple atau jakun ( Pearce, 2015).
d. Trakea
Trakea merupakan organ tabling antara laring sampai dengan puncak
paru, panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi servikal 6 sampai dengan torakal 5.
Pada ujung trakea bercabang 2 kanan dan kiri yang disebut bronkus primer.
Daerah persimpangan bronkus kanan dan kiri disebut karian, daerah ini sangat
sensitif terhadap benda asing yang masuk ke dalam sehingga berenspon menjadi
refleks batuk dan menyembabkan gangguan terhadap respon tersebut dan
menyebabkan terjadinya peradangan pada daerah sekitarnya (Pearce, 2015).
e. Bronkus (Cabang Tenggorokkan)
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang dua ke paru-
paru kanan dan paru-paru kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
diameternya. Bronkus kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih sempit.
Bronkus primer kanan bercabang menjadi 3 bronkus sekunder (bronkus lobaris)
dan bronkus kiri bercabang menjadi 2 bronkus sekunder. Bronkiolus mengadung
kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas.
8
f. Paru-paru
g. Alveolus
Alveoli (jamak alveolus) merupakan bagian terminal cabang-cabang
bronkus dan bertanggung jawab akan struktur paru-paru yang menyerupai
kantong kecil terbuka pada salah satu sisinya. Pada orang dewasa paru-paru
terdiri dari sekitar 300 juta alveoli. Setiap alveoli mengandung satu lapisan sel
epitelia skuamosa. Disekeliling dindingnya terdapat kapiler tempat pertukaran
oksigen dan karbondioksida.
1) Respirasi
Respirasi adalah proses pertukaran gas oksigen dan karbondioksida baik
yang terjadi di paru-paru, maupun di jaringan. Proses respirasi internal atau
seluler respirasi dalam dan respirasi eksternal atau pernafasan luar (Tarwoto,
Ratna, & Wartona, 2009).
a. Respirasi eksternal
Merupakan proses pertukaran gas oksigen dan karbondioksida di paru-
paru, kapiler pulmonal dengan lingkungan luar. Pertukaran gas ini terjadi
karena adanya perbedaan tekanan dan kosentrasi antara udara lingkungan
dengan di paru-paru. Repirasi eksternal melibatkan kegiatan-kegiatan :
a) Pertukaran udara dari luar atau atmosfir dengan udara alveoli melalui
aksi mekanik yang disebut ventilasi.
b) Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dengan kapiler
pulmunari melalui proses difusi
c) Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh darah dari paru-paru ke
seluruh tubuh dan sebaliknya.
d) Pertukaran oksigen dan karbondioksida darah dalam pembuluh kapiler
jaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi.
b. Respirasi internal
Merupakan proses pemanfaatan oksigen dalam sel yang teijadi di bagian
mitokondria untuk metabolisme dan produksi karbondioksida. Proses
11
merupakan tonsillitis yang terjadi berulang kali (Sjamsuhidayat & Jong 2008).
Tonsilitis adalah merupakan kumpulan besar jaringan limfoid di belakang
faring yang memiliki keaktifan munologik. Tonsil berfungsi mencegah agar
infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan kuman memasuki
tubuh melalui mulut, hidung dan tenggorokan, oleh karena itu, tidak jarang tonsil
mengalami peradangan (Mansjoer, 2008 ).
3. Etiologi
Umumnya tubuh terserang Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcuc, viridans dan Streptococcuc
pyrogen sebagai penyebab terbanyak, selain itu dapat juga disesbabkan oleh
Corybacterium diphteriae, namun dapat juga disebabkan oleh virus. Etiologi
tonsilitis menurut Mansjoer (2008) etiologi tonslitis adalah :
c. Streptokokus Viridans
Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus
komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah.
Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran dari glukosa yang
13
4. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Sir Roy Meadow dan siwon J Newell (2005) klasifiksi
tonslitis adalah :
1. Tonsilitis akut
Tonsilitis akut disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus,
streptococcus viridians dan streptococcus pyogene, dapat juga disebabkan
oleh viris.
2. Tonsilitis falikularis
Tonsil yang membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi
eksudat bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus.
Detritus ini terdapat di leukosit epitel yang terlepas akibat peradangan dan
sisa-sisa makanan yang tersangkut.
3. Tonsilitis lakunaris
Bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk)
permukaan tonsil yang meradang.
4. Tonsilitis membranosa
Eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak
tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanyamudah diangkat atau
dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.
14
5. Patofisiologi
Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas,
akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui
sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar
dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan
kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih
keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri
telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia yaitu nyeri yang menjalar ke telinga.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi
leukosit poli morfonuklear (Potter, P.A dan Perry, A. 2005).
Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak
kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan
epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis
lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis
lakonaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran
semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses
radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Jaringan ini
akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus). Pada anak
proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula (Nurbaiti
2011).
15
WOC
16
6. Manifestasi Klinis
Suhu tubuh naik hingga 40o celcius,sesak pada tenggorokan yang terus-
menerus, nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau, suara
akan menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri
di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Pada pemeriksaan
juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk
folikel, lacuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan (Brunner dan Suddarth,2001)
7. Komplikasi
Komplikasi dari Tonsilitis adalah : Radang tonsil dapat menimbulkan
komplikasi ke daerah sekitarnya berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis
media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau
limfogen dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis,
dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis yang bisa menyebabkan gangguan
pada pernafasan (Sir Roy Meadow,2005.)
8. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan secara:
1. Bronkoskopi
Merupakan pemeriksaan visual pada pohon trakeobronkial melalui
bronkoskop serat optic yang fleksibel dan sempit. Dilakukan untuk
memperoleh sample biopsi dan carian atau sampel sputum dan untuk
mengangkat plak lendir atau benda asing yang menghambat jalan napas.
2. Kultur Tenggorok.
Suatu sampel kultur tenggorok diperoleh dengan mengusap daerah tonsil
dan daerah orofaring dengan swab steril. Kultur tenggorok menentukan
adanya mikroorganisme patogenik. Saat melakukan kultur tenggorok perawat
17
3. Spesimen Sputum
Untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang dalam sputum.
Sputum kultur dapat mengidentifikasikan mikroorganisme tertentu dan
resistansi serta sensitivitasnya terhadap obat.. Catat warna, konsistensi, jumlah
dan bau sputum dan dokumentasi tanggal dan waktu spesimen dikirim ke
laboratorium khusus untuk dianalisis.
5. Spirometri Statik
Alat ini berguna untuk mengukur kapasitas pernapasan paru-paru. Pada
kasus pasien sulit untuk menarik napas yang mengakibatkan volume udara
yang dihirup melalui hidung berkurang dan proses ventilasi juga terganggu.
Dengan spirometri ini kita dapat mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
Normal udara yang diinspirasi itu adalah 500 ml.
6. Pemeriksaan Darah.
Peradangan pada tonsil mengakibatkan adanya peningkatan jumlah
leukosit untuk membunuh bakteri yang menyebabkan radang tersebut.
7. Pemeriksaan Radiologi
Yakni dngan cara foto polos esophagus (rontgen). Dengan foto polos ini
18
kita dapat melihat adanya infeksi pada tenggorokan seperti pada pasien kasus
2. dimana pasien mengalami pembengkakan pada nodus limph submandibular
dan tenggorokan agak kemerahan yang mengakibatkan pasien tidak mampu
makan makanan yang keras.
9. Penatalakasanaan
Penatalaksanan pada klien tonsilitis menurut (Wong, 2008). Penanganan
pada klien dengan tonsilitis adalah
1. Penatalaksanaan medis
a) Antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin,
amoksisilin, eritromisin dll
b) Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
c) Analgesik untuk meredakan nyeri
2. Penatalaksanaan keperawatan
a) Kompres dengan air hangat
b) Istirahat yang cukup
c) Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
d) Kumur dengan air hangat
a. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir, diberikan Broncodilator.
b. Oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik
yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang
mempunyai spektrum sempit.
c. Menjaga kelancaran pernafasan, dengan memposisikan klien dengan posisi
semi fowler, dan pemberian oksigen sesuai indikasi
d. Kebutuhan istirahat, karena pada pasien Tonsilitis mengalami susah tidur
karena sesak napas
e. Kebutuhan nutrisi atau cairan, yang kegunaan untuk mencegah dehidrasi dan
kekurangan kalori maka dipasang cairan infus.
19
7. Keamanan
a) Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / faktor
lingkungan. Adanya infeksi berulang.
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul langkah berikutnya adalah menganalisa data,
sehingga diperoleh diagnosa keperawatan yang artinya adalah masalah kesehatan
aktual atau potensial. Terjadi masalah kesehatan (pada seseorang, kelompok,
atau keluarga) yang dapat ditangani oleh perawat untuk menentukan tindakan
perawat untuk mencegah, menanggulangi atau mengurangi masalah tersebut
(Sujono dkk, 2009). Berdasarkan tanda dan gejala Tonsilitis, diagnosa
keperawatan yang dapat muncul sesuai dengan toksonomi NANDA NIC NOC
2013 adalah :
1. Pre operasi
1). Hipertermi b/d Demam, peningkatan suhu tubuh, penampilan kemerahan,
Menggigil, takikandi
2). Nyeri akut b/d pembengkakan dan peradangan pada tonsil
3). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas,
akumulasi sekret dibronkus, inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema,
peningkatan produksi sputum
4). Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik, insuflisiensi 02 untuk aktifitas
sehari-hari, ketidakseimbangan suplai oksigen
2. Post operasi
1) Pola nafas tidak efektif b/d Proses inflamasi, Penurunan complience paru,
nyeri, dispneu, hiperventilasi
2) Gangguan pertukaran gas b/d gangguan difusi dalam plasma, dilatasi
pembukuh darah, perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen
24
3. Intervensi
26
4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah fase tindakan pada proses keperawatan. Tindakan
tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, aktivitas mandiri yang merupakan
aktivitas saat perawat menentukan keputusannya sendiri, serta aktivitas kolaborasi
yang merupakan aktivitas-aktivitas yang telah diprogramkan oleh dokter serta
dilaksanakan oleh perawat, contohnya pemberian obat. Implementasi merupakan
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujua yang telah ditetapkan
yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan mempasilitasi koping (Potter & Perry, 2006).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan
yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
diakhiri dilanjutkan, atau diubah (Kozier, 2011). Evaluasi adalah tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan
(Potter & Perry, 2006). Evaluasi yang digunakan berbentuk S (Subjektif), O
(Objektif), A (Analisis), P (Perencanaan terhadap analisis).