Anda di halaman 1dari 24

Pesantren Kilat SMK Maarif

BAB I
AQIDAH DAN TAUHID

A. Pengertian Tauhid

Aqidah tauhid adalah ilmu yang meneliti dan memeriksa kepercayaan seseorang yang
berkenaan dengan ketuhanan, kerasulan dan samiyah dengan dalil-dalil yaqiniyah yang
nakliyah dan aqliyah yang mamppu menghilangkan keraguan yang ada dalam hati seorang
manusia.
Aqidah dan tauhid adalah suatu ilmu yang mendedahkan kebatilan, keraguan dan pendustaan
orang-orang musyrikin terhadap orang-orang yang beriman yang mempercayai Allah, rasul-
rasul, kitab-kitab Allah, hari akhirat, qadha dan qadar yang tersebut dalam hadist rasulullah
SAW
Ilmu tauhid merupakan satu disiplin ilmu yang sangat penting untuk diketahui dan dipelajari
oleh setiap mukallaf karena menyangkut dengan iqtiqad dan keyakinan, sehingga ilmu tauhid
sering ditamsilkan oleh ulama seumpama tanah tempat tumbuhnya berbagai jenis tanaman
yang merupakan sebuah tamsilan untuk ilmu fiqh dan tasauf sering ditamsilkan dengan pagar
yang menjaga tanaman dari binatang binatang yang akan memakannya.
Sungguh jadi sia-sia dan tidak berguna ibadah dan keelokan tingkah laku seseorang apabila
tauhidnya belum mantap, sebagaimana sia-sia berbagai jenis tanaman yang sudah kita
siapkan tanpa ada tanah tempat kita menanamnya.

B. hukum mempelajari dan objek pembahasan ilmu tauhid

Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ain untuk setiap orang yang mukallaf sampai
dia mengetahui semua yang menyangkut tentang Allah dengan dalil-dalil yang terperinci.
Objek pembahasan ilmu usuluddin adalah zat Allah SWT yang berupa hal-hal yang wajib
pada Allah, hal-hal yang mustahil dan hal-hal yang harus padanya, demikian pula yang
menyangkut dengan rasulullah SAW, yang menyangkkut dengan sesuatu yang mumkin, dan
samiyah

HAL-HAL YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH SEORANG MUKALLAF


Mukallaf adalah muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan agama (pribadi
muslim yang sudah dapat dikenai hukum). Seseorang berstatus mukallaf bila ia telah dewasa dan
tidak mengalami gangguan jiwa maupun akal.

A. Marifat Allah

Marifah adalah meyakini sesuatu yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan
mempunyai dalil. Jadi marifah Allah adalah meyakini tentang sifat-sifat yang wajib bagi,
yang mustahil, dan yang jaiz bagi Allah SWT dengan disertai dalil.
Dalil terbagi kepada dua:

1. Dalil tafsili (terperinci)


dalil tafsili adalah mengetahui dalil sesuatu secara terperinci, seperti megetahui dalil
wujudnya Allah SWT adalah terdapatnya alam ini dan juga mengetahui dari sisi mana kita
boleh menjadikan wujud alam ini sebagai dallil wujudnya Allah SWT, dari segi imkannya
atau wujudnya alam dari asalnya tidak ada.

2. Dalil ijmali (global)

Dalil ijmali adalah mengetahui dalil dari sesuatu secara global tidak secara detail dan
terperinci, misalnya dalil tentang adanya Allah SWT adalah adanya alam ini, tetapi dia tidak
bisa memberikan alasan mengapa alam ini bisa menjadi dalil tentang adanya Allah SWT.

Para ulama tauhid berbeda pendapat tentang dalil yang wajib diketahui oleh seorang
mukallaf, namun menurut pendapat yang kuat adalah dalil ijmali.

B. Hukum taklid dalam masalah tauhid

Taklid adalah mengitu pendapat orang lain tentang sesuatu masalah tanpa dapat memberikan
dalil, baik dalil tafsili maupun dalil ijmimali.
Tentang memadai atau tidaknya taklid dalam masalah tauhit, para ulama berbeda pendapat ;

1. Menurut ibnu arabi dan imam sanusi berpendapat tidak memadanya taklid untuk keimanan
seseorang dan orang yang melakukan taklid dianggap kafir

2. Menurut pendapat kebanyakan ulama ahli sunnah boleh melakukakan taklid, akan tetapi
orang yang melakukan taklid tersebut berdausa,karena dia tidak mempergunakan akalnya
untuk mempelajari tentang dalil-dalil ketuhanan.

Hukum Taklid dalam masalah tauhid berbeda dengan hukum taklid dalam masalah fiqh.
Dalam masalah fiqh semua ulama sepakat tentang bolehnya taklid, bahkan seseorang wajid
mentaklid salah satu mazhab yang diakui selama dia belum sampai tingkatan mujtahid.

C. sifat-sifat yang wajib bagi allah swt

Sebelum kita membahas tentang sifat yang wajib bagi Allah terlebih dahulu kita pelajari
tentang pembagian hukum.Hukum terbagi 4:

1. Hukum adat

Hukum adat adalah hukum yang diputuskan berdasarkan adat dan kebiasaan yang berulang-
ulang dan kadang-kadang menyalahi kebiasaan.Hukum adat terbagi kepada 4

Hubungan antara ada dan ada, seperti ada kita makan maka kita kenyang.
Hubungan antara tiada dan ada, seperti tiada makan maka ada lapar
Hubungan antara tiada dan tiada, seperti tidak makan maka tidak kenyang.
Hubungan antara ada dan tiada, seperti ada kita makan maka tidak lapar.

2. Hukum syari
Hukum syari adalah perintah Allah yang menyangkut dengan perbuatan mukallaf.
Hukum syari terbagi :
Wajib, yaitu perbuatan yang akan diberikan pahala apabila dikerjakan dan mendapat siksa
jika ditinggalkan.

Sunnat, yaitu perbuatan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak disiksa apabila
ditinggalkan.
Haram, yaitu perbuatan yang diberi pahala apabila ditinggalkan dan disiksa apabia
dikerjakan.
Makruh, yaitu perbuatan yang diberi pahala apabila ditinggalkan dan tidak berdosa apabila
dikerjakan.
Mubah, yaitu perbuatan yang tidak diberi pahala dan tidak disiksa apabila dikerjakan
maupun ditinggalkan.
3. Hukum Akli
Hukum yang diputuskan berdasarkan akal dan logika
Hukum akli terbagi kepada :
Wajib, yaitu sesuatu yang tidak diterima oleh pikiran yang sehat seandainya sesuatu tersebut
tidak ada
Mustahil, yaitu sesuatu yang tidak diterima oleh pikiran yang sehat seandainya hal itu
terjadi.
Harus, sesuatu yang diterima oleh pikiran untuk terjadi dan tidak terjadi
Wajib dalam masalah tauhid adalah wajib secara hukum akli. Jadi yang dimamksud dengan
sifat yang wajib bagi Allah adalah semua sifat yang tidak diterima oleh pikiran yang sehat
seandainya sesuatu tersebut tidak ada pada Allah SWT.
Sifatr-sifat yang wajib bagi Allah SWT 20 :
1. Wujud
Wujud maknanya Allah SWT itu ada. Dalilnya adalah adanya alam ini, karena alam beserta
seluruh isinya sebagai sesuatu yang berubah-ubah tak mungkin tercipta dengan sendirinya
tanpa ada yang menciptakan, dan yang menciptakannya adalah Allah SWT.
Ulama tauhid berbeda pendapat tentang apakah wujud merupakan satu sifat bagi Allah SWT,
imam Asyari berpendaptat bahwa wujud bukanlah suatu sifat tetapi dia adalah diri zat Allah
sedangkan imam Maturidi berpendapat bahwa wujud merupakan sebuah sifat yang melekat
dengan zat Allah SWT.
2. Qidam
Qidam maknanya Allah SWT selalu ada, berbeda dengan manusia dimana manusia sebelum
dia lahir kedunia terdapat suatu dimana manusia tersebut pada saat itu tidak ada, misalnya
seseorang yang lahir pada tahun 1980 tentunya pada tahun 1979 dia itu belum ada.
3. Baqa
Baqa maknanya kekal selama-lamanya. Tidak mungkin zat Allah SWT akan binasa pada
suatu saat seperti manusia yang akan mati.
4. Mukhalafatuhu lilhawadist
Maknanya Allah berbeda dengan segala mahkluk pada segala aspek, baik dari segi zat, sifat
dan perbuatan Allah SWT. Tidak mungkin Allah SWT menyerrupai makhluk pada salah satu
dari tiga hal tersebut karena seandainya ditakdirkan Allah SWT menyerupai makhluk pada
sesuatu yang bahru maka Allah akan berhajat kepada zat yang lain dan ini sungguh tidak
masuk akal.
5. Qiyamuhu Binafsihi
Maknanya Allah SWT tidak membutuhkan kepada zat yang lain selain dirinya. Seandainya
Allah membutuhkan zat yang lain untuk mewujudkan maksudnya sungguh Allah SWT
merupakan zat yang lemah yang menyerupai makhluk, dan ini sungguh mustahil.
6. Wahdaniyah
Maknanya Allah SWT esa (tunggal) baik pada zatnya, sifatnya maupun perbuatannya.
Seandainya Allah SWT banyak sungguh Allah akan berserikat dalam menciptakan sesuatu,
misalnya tuhan A menciptakan bumi dan tuhan B menciptakan langit nisaya sungguah
lemahlah Allah, karena tuhan A tidak sanggup menciptakan langit dan tuhan B tidak sanggup
menciptakan bumi. Atau pun mereka akan berebut untuk menciptakan sesuatu sehingga alam
ini tidak pernah akan ada dan ini sungguh mustahil karena alam sudah ada dihadapan kita.
7. Qudrah
Maknanya Allah itu quasa menciptakan sesuatu mumkinat tanpa membutuhkan bantuan dari
siapapun.
8. Iradah
Maknanya berkehendak, Allah bisa melakukan sesuatu sesuai kehendaknya tanpa ada yang
memaksakan, karena seandainya tuhan menciptakan sesuatu bukan karena kehendaknya
sungguh Allah itu suatu zat yang lemah yang bisa dipaksa oleh orang lain.
9. Ilmu
Maknanya mengetahui, Allah mengetahui segala sesuatu tanpa ada batasan dan tanpa terlebih
dahulu tidak mengetahui.
10. Hayyah
Maknanya hidup, Allah mer
upakan suatu zat yang hidup yang tak pernah mati.
11. Samak
Maknanya mendengar, Allah merupakan zat yang mendengar tanpa ada batasan jarak.Allah
bisa mendengar suara yang begitu kecil sekalipun walau dengan jarak yang begitu jauh.
12. Basar
Maknanya melihat, Allah bisa melihat segala sesuatu walaupun terhalangi, baik benda itu ada
dibelakang, disamping atau didepan.
13. Kalam
Maknanya berbicara, Allah berbicara namun dengan tanpa ada huruf dan suara. Karena
seandainya Allah berbicara dengan huruf dan suara maka kalam Allah akan ada permulaan
dan akhir, semua ini mustahil karena kalam Allah bersifat Qidam.
14. Kaadirun
Maknanya Allah itu yang maha kuasa
15. Muriidun
Maknanya Allah yang berkehendak
16. Alimun
Maknanya Allah Yang mengetahui
17. Hayyun
Maknanya Allah yang hidup
18. Samiun
Maknanya Allah Yang mendengar
19. Basirun
Maknanya yang maha melihat
20. Mutakallimun
Maknanya yang berbicara.

D. sifat- sifat yang mustahil bagi Allah SWT

1) adam (tiada), mustahil Allah SWT tiada karena seandainya Allah itu tiada sungguh tidak
mungkin alam beserta isinya ini akan ada.
2) Hudus ( yang wujud kemudian), maksudnya Allah SWT ada setelah melewati suatu masa
yang dimana pada masa itu Allah belum ada. Dan ini sungguh tidak diterima oleh pikirran
yang waras, karena seandainya Allah itu didahului oleh tiada, maka Allah membutuhkan zat
yang lain untuk menciptakannya.
3) Fana (binasa), maksudnya Allah pada suatu masa akan binasa seperti makhluk, dan ini
sungguh musstahil.
4) Mumasilatuhu lilhawadist ( berrsamaan Allah dengan segala makhluk) dan ini sungguh
mustahi, karena sesuatu yang boleh terjadi pada suatu zat, maka sesuatu tersebut boleh juga
terjadi pada zat yang lain yang sama dengan zat tersebut.
5) Ihtaju ilal mahalli aw muhdisi (berhajad kepada sifat atau zat yang lain). Ini sungguh
mustahil karena akan mengindikasikan bahwa Allah merupakan zat yang lemah karena
membutuhkan zat yang lain.
6) Taaddudu ( banyak), Mustahil Allah berjumlah lebih dari satu karena Allah akan
berselisih dalam menciptakan sesuatu atau akan membagi tugas untuk menciptakan sesuatu.
7) Ajzu (lemah), mustahil Allah lemah karena zat yang lemah tidak mungkin akan sanggup
menciptakan sesuatu, tetapi kita sudah melihat kenyataanya bahwa Allah SWT mampu
menciptkan Alam dan isinya yang begitu luar biasa.
8) Ikrahu (pemaksaan) tidak mungkin Allah dipaksa oleh zat yang lain, karena Allah
merupkan zat yang maha kuasa.
9) Jahlu (bodoh) mustahil allah bodoh seandaniya kita merenungi ciptaan Allah yang maha
luar biasa.
10) Mawtu (mati) akal dan logika kita tidak mungkin percaya jika Allah SWT akan mati,
karena tentu kita akan berpikir siapa yang akan mengurus alam ini berserta seluruh isinya.
11) Shammamu (tuli) mustahil secara logika kita jika Allah zat yang maha sempurna bersifat
dengan sifat tuli.
12) Al-amaa ( buta)
13) Bukmu (bisu)
14) Al-aajiz (yang lemah)
15) Al-mukrah (yang dipaksakan)
16) Al-jaahilu (yang bodoh)
17) Al-mautu(Yang mati)
18) As-shammamu (yang tuli)
19) Al-amaa (yang buta)
20) Al-bukmu (yang bisu)

SIFAT YANG WAJIB BAGI ALLAH TERBAGI 4:


1. Nafsi
Wujud
2. Salbi
Qidam
Baqa
mukhalafatuhu lilhawadist
Qiyamhu binafsihi
Wahdaniyah
3. Maani
Qudrah
Iradah
Ilmu
Hayyah
Sama
Bashar
Kalam
4. Maknawiyah
Qaadirun
Muridun
Aalimun
Hayyun
Shaamiun
Baasirun
Mutakallimun

E. Sifat yang harus bagi Allah


Sifat yang harus bagi Allah adalah boleh mengerjakan dan meninggalkan sesuatu yang
mungkin.

F. Makrifatul Rasul
Rasul merupakan sejumlah manusia yang diturunkan wahyu oleh Allah dan disuruh
sampaikan kepada ummatnya, sedangkan nabi, merupakan sejumlah manusia yang
diturunkan wahyu oleh Allah untuk dirinya semata tanpa disuruh sampaikan kepada ummat.
Jumlah nabi seluruhnya adalah 124,000 orang, yang menjadi rasul 313 orang, yang
disebutkan dalam Al-quran sebanyak 25 orang yang wajib kita ketahui.
A. Sifat-sifat yang wajib bagi rasul
1) Shiddiq (jujur)
Setiap rasul harus bersifat dengan sifat jujur karena mereka adalah utusan Allah SWT yang
membawa syariat yang mulia.
2) Amanah (kepercayaan)
Rasul selalu menjaga amanah dan terpelihara dari pada terjerumus kedalam perbuatan haram
dan makruh
3) Tabligh (menyampaikan)
Semua rasul selalu menyampaikan apa saja yang diperintahkan oleh Allah untuk ummatnya
walaupun teguran untuk mereka dari Allah SWT.
4) Fathanah ( cerdas)
Salah satu sifat yang wajib pada rasul adalah cerdas, karena tidak mungkin orang yang bodoh
akan sanggup menghadapi ummat yang begitu jahat dan licik.
B. sifat-sifat yang mustahil bagi rasul
1) Al-kizbu ( dusta)
Mustahil diterima oleh akal kita seandainya rasul itu pendusta, karena mereka merupakan
orang-orang pilihan Allah SWT
2) Khianat
Khianat tidak mungkin ada pada rasul, karena itu adalah sebuah sifat yang sangat tercela.
3) Al-kitman (menyembunyikan)
Wajib kita yakini bahwa rasul itu tidak pernah sekalipun menyembunyikan apa yang
diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan walaupun hanya sedikit.
4) Baladah (bodoh)
Rasul adalah pemimpin ummat, jadi mustahil orang yang sanggup mengatur dan memimpin
ummat adalah orang yang bodoh, karena yang memilih mereka untuk jadi pemimpin adalah
Allah SWT, zat yang paling mengetahui.
C. Sifat yang harus pada rasul
Sifat yang harus pada rasul adalah bersikap dan berprilaku seperti manusia biasa yang tidak
membawaki kepada kekurangan martabat dan kemuliaanya, seperti makan, minum, beristri
dan punya anak.

BAB II ILMU FIQH

A.pengertian fiqh
Menurut bahasa fiqh adalah memahami sesuatu, sedangkan menurut istilah, fiqh adalah suatu
cabang ilmu yang mempeajari tentang bagaimana memahami hukum-hukum syari secara
terkhusus dan terperinci yang jalannya melalui proses ijtihad. Sedangkan makna ijtihad
sendiri adalah mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki berdasarkan syarat-syarat
tertentu, dan orang yang sanggup melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid.
Hukum mempelajari ilmu fiqh tentang masalah yang berkaitan dengan hal-hal yang
menyangkut dengan sah ibadat yang akan dikerjakan adalah wajib, misalnya seseorang akan
menunaikan zakat maka mempelajari tentang zakat adalah wajib hukumnya.
Dalam masalah fiqh, seseorang yang belum sampai kepada tingkatan mujtahid wajib
mengikuti ( taklid) dengan salah satu dari empat mazhab yang ajarannya telah dibukukan
( mudawwan), yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafiee, dan Hambali. Seorang mukallid juga
tidak dibenarkan mengikuti lebih dari satu mazhab dalam suatu masalah, seperti berwuduk
dengan mazhab hanafi dan sembahyang dengan metode imam Syafie.

B. dalil-dalil hukum fiqh


Dalam masalah fiqh menurut mazhab Syafie dikenal empat macam dalil yang bisa dijadikan
sumber hukum, yaitu :
1. Al-Quran
Al-quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada baginda nabi Muhammad SAW
melalui malaikat jibril.
2. Hadist
Hadist adalah semua perkataan, perbuatan dan pengakuan nabi
3. Ijma
Ijma adalah kesepakatan ulama suatu masa tentang suatu masalah tertentu
4. Qias
Qias adalah menetapkan hukum suatu masalah yang belum ada keputusan hukumnya dengan
membandingkan kepada masalah yang sudah ada dalil dan keputusan hukum karena ada
persamaan ilat antara keduanya.

SHALAT

I. Pendahuluan

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus
dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang)
salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat,maka ia mendirikan
agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat.
Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim
mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat - shalat sunah.
Untuk membatasi bahasan penulisan dalam permasalahan ini, maka penulis hanya membahas
tentang shalat wajib kaitannya dengan kehidupan sehari - hari.

I. Pengertian Shalat
Secara etimologi shalat berarti do'a dan secara terminology / istilah, para ahli fiqih
mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan
perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita
beribadah kepada Allah menurut syarat - syarat yang telah ditentukan
Adapun secara hakikinya ialah "berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang
mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan
kesempurnaan kekuasaan-Nya" atau "mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah
yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua - duanya"
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan
Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari
beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri
dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara' (Imam
Bashari Assayuthi, 30)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah
kepada Tuhan, berupa perkataan denga perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara". Juga shalat merupakan
penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon ridho-
Nya.

II. Sejarah Dan Dalil Tentang Kewajiban Shalat

a. Sejarah Tentang Diwajibkan Shalat


Perintah tentang diwajibkannya mendirikan shalat tidak seperti Allah mewajibkan zakat dan
lainnya. Perintah mendirikan shalat yaitu melalui suatu proses yang luar biasa yang
dilaksanakan oleh Rasulullah SAW yaitu melalui Isra dan Mi'raj, dimana proses ini tidak
dapat dipahami hanya secara akal melainkan harus secara keimanan sehingga dalam sejarah
digambarkan setelahnya Nabi melaksanakan Isra dan Mi'raj, umat Islam ketika itu terbagi
tiga golongan yaitu, yang secara terang - terangan menolak kebenarannya itu, yang setengah
-tengahnya dan yang yakin sekali kebenarannya.
Dilihat dari prosesnya yang luar biasa maka shalat merupakan kewajiban yang utama, yaitu
mengerjakan shalat dapat menentukan amal - amal yang lainnya, dan mendirikan sholat
berarti mendirikan agama dan banyak lagi yang lainnya

b. Dalil - Dalil Tentang Kewajiban Shalat

Al-Baqarah, 43

wa-aqiimuu alshshalaata waaatuu alzzakaata wairkauu maa alrraakiiina


Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang - orang yang
ruku

Al-Baqarah 110
wa-aqiimuu alshshalaata waaatuu alzzakaata wamaa tuqaddimuu li-anfusikum min khayrin
tajiduuhu inda allaahi inna allaaha bimaa tamaluuna bashiirun
Artinya : Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan apa - apa yang kamu usahakan dari
kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan dapat pahalanya pada sisi Allah sesungguhnya Allah
maha melihat apa - apa yang kamu kerjakan

Al -Ankabut : 45
yaa ibaadiya alladziina aamanuu inna ardhii waasiatun fa-iyyaaya faubuduuni

Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah perbuatan keji dan
munkar.
An-Nuur: 56

Artinya : Dan kerjakanlah shalat, berikanlah zakat, dan taat kepada Rasul, agar supaya kalian
semua diberi rahmat

Dari dalil - dalil Al-Qur'an di atas tidak ada kata -kata perintah shalat dengan perkataan
"laksanakanlah" tetapi semuanya dengan perkataan "dirikanlah".

Dari unsur kata - kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak
mereka yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar.
Sementara kata mendirikan selain mengandung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah
sehingga apabila shalat telah mereka dirikan, maka mereka tidak akan berbuat jahat.

III. Syarat-syarat wajib shalat


a. Islam
Makanya tidak wajib sembahyang kepada orang kafir yang asli dan dia tidak wajib
mengqadanya apabila telah masuk Islam, berbeda dengan orang murtad apabila kembali
masuk islam dia harus mengqadanya.
b. Baligh
Maksud dengan baligh adalah sampai batasan taklif (pemberatan hukum)
Tanda-tanda baligh untuk laki-laki
Sampai umur 15 tahun
Bermimpi
Tanda-tanda baligh untuk perempuan
Haidh
Sampai umur
Bermimpi
c. Berakal
IV. syarat-syarat sebelum masuk sembahyang
1. Suci anggota badan dari hadas dan najis
2. Menutup (warna ) aurat
3. Berdiri diatas tempat yang suci
4. Mengetahui tetang masuk waktu
5. Menghadap kiblat

V. Rukun-rukun shalat
Pengertian rukun berbeda dengan syarat. Rukun merupakan hal-hal yang dibutuhkan untuk
sahnya suatu ibadah dan hal-hal tersebut merupakan bagian dari ibadah tersebut, sedangkan
syarat adalah hal-hal yang dibutuhkan untuk sahnya suatu ibadah, akan tetapi dia bukan
bagian dari diri ibadah tersebut seperi wuduk merupakan suatu syarat untuk sah shalat. Rukun
rukun sembahyang adalah:
1. Niat
Niat adalah qasad dengan hati yang menyertai perbuatan. Niat untuk shalat harus dilakukan
bersamaan dengan takbiratul ihram, dalam niat harus dikassadkan melakukan shalat,
mengqasadkan fardu untuk membedakan dengan sunat dan harus mentakyinkan waktu untuk
membedakan dengan shalat fardu yang lain.
2. Takbiratul Ihram
Takbiratul ihram adalah lafadh takbir untuk memulai masuk dalam shalat dan mengharamkan
sesuatu yang sebelumnya halal dilakukan seperti makan,minum, bergerak dan sebagainya.
3. Berdiri betul
Berdiri tegak dengan menghadap kiblat dan tidak melakukan gerakan-gerakan yang
membatalkan shalat.
4. Membaca fatihah
Membaca fatihah wajib dilakukan pada tiap-tiap rakaat kecuali orang yang masbuk.
basmallah merupakan satu ayat dari fatihah menurut mazhab syafiee
5. Rukuk
Rukuk adalah membungkukkan badan sekurang-kurangnya kedua telapak tangannya bisa
menyentuh kedua lutut, disunatkan untuk mensejajarkan antara punggung dan leher.
6. iktidal
Itidal adalah berdiri sebentar setelah melakukan rukuk
7. Sujud
Sujud dilakukan dua kali dalam setiap rakaat dan disyaratkan agar menekan kepalanya
ketempat sujud sehingga seandainya seseorang sujud diatas kapas maka bekasan kepalanya
akan namapak pada kapas tersebut.
8. Duduk antara dua sujud
Pada tahyad akhir disunatkan untuk duduk iftirasy
9. Duduk tahyad akhir
Disunatkan untuk duduk tawarruk
10. Membaca tahyad akhir
11. Shalawat
12. Salam yang pertama
Sedangkan salam yang kedua hukumnya sunat
13. Tertib
Tertib adalah mengerjakan rukun-rukun diatas berdasarkan susunanya.
14 Tumakninah
Tumakninah adalah berhenti sejenak setelah malakukan rukun fili sebelum melanjutkan
kerukun yang lain, sekurang-kurangnya kadar waktu membaca satu tasbih.

VI. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT


1. Niat berhenti melakukan shalat
2. Melakukan perbuatan yang banyak
3. Berbicara melebihi 2 huruf
4. Menambah rukun fili
5. Mengitikadkan shalat fardu akan sunat
6. Datang najis dan hadas
7. Terbuka aurat
8. Meninggalkan rukun secara sengaja
9. Ragu-ragu pada niat
PUASA
I. Pengertian Puasa
Sebelum kita mengkaji lebih jauh materi puasa, terlebih dahulu kita akan
mempelajari pengertian puasa menurut bahasa dan menurut istilah
Menurut Bahasa Arab, puasa adalah shaun atau shiyam, artinya sikap pasif menahan diri, dari
makan dan minum serta segala yang membatalkan ibadah tersebut, sejak terbit fajar sampai
tenggelamnya matahari, dengan disertai niat ibadah karena Allah SWT.

II. SEJARAH PENSYARIATAN PUASA


Puasa Ramadhan difardhukan pada bulan Sya'ban tahun kedua hijrah. Sebelum itu puasa
telah dikenalii oleh umat-umat sebelumnya dan juga Ahli Kitab yang hidup sezaman dengan
RasuluLlah s.a.w.. Firman Allah Taala::

yaa ayyuhaa alladziina aamanuu kutiba alaykumu alshshiyaamu kamaa kutiba alaa alladziina
min qablikum laallakum tattaquuna

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana


diwajibkan ke atas orang-orang yang terdahulu daripada kamu, supaya kamu bertaqwa".(al-
Baqarah, ayat 183)
Walaubagaimanapun kewajipan puasa Ramadhan tidak pernah disyariatkan sebelum itu.
Persamaan yang wujud diantara umat ini dengan umat-umat terdahulu ialah puasa
disyariatkan. Tetapi kefardhuan puasa Ramadhan dikhususkan hanya kepada umat Nabi
Muhammad s.a.w.

B. PEMBAGIAN PUASA
1. Puasa waajib
2. Puasa sunnah

1.1 Puasa Wajib


I. Syarat-syarat puasa wajib
Puasa hanya diwajibkan kepada orang-orang yang telah memenuhi
beberapa pernyaratan. Adapun syarat wajib puasa sebagai berikut :
a) Beragama Islam
b) Sudah baliqh (cukup umur)
c) Berakal sehat (tidak gila atau mabuk)
d) Suci dari haid dan nifas bagi perempuan
e) Sanggup berpuasa

II. Rukun Puasa


Rukun puasa ada 2 yaitu :
a. Berniat, yakni menjaga puasa karena allah SWT. Niat tersebut dilakukan
a. pada malam hari sebelum puasa.
b. Manahan diri dari segala suatu yang membatalkan puasa, sejak terbit
c. hingga terbenamnya matahari.

III. Hal-hal yang membatalkan puasa


Ada pula yang dapat membatalkan puasa antara lain sebagai berikut :
a. Makan dan minum yang dilakukan dengan sengaja
b. Bersetubuh atau berhubungan kelamin
c. Keluar mani dengan sengaja
d. Muntah dengan sengaja
e. Hilang akal (gila, mabuk)
f. Keluar haid dan nifas (khusus bagi wanita)
g. Membatalakan niat untuk berpusa.

IV. Macam-macam puasa


a. Puasa ramadhan yaitu puasa yang wajib dekerjakan pada bulan ramadhan
selama satu bulan penuh

b. Puasa Qadha yaitu puasa yang wajib ditunaikan karena berbuka dalam
bulan Ramadhan, disebabkan seperti safar, sakit, haid, atau dengan sebab
yang lain.
c. Puasa kafarat yaitu puasa yang wajib dikerjakan untuk menutupi sesuatu
keteledoran yang telah dilakukan
d. Puasa nazar yaitu puasa yang telah dijanjikan karena menginginkan
sesuatau nikmat atau harapan tertentu.

V. Waktu-waktu yang diharamkan berpuasa


1. Dua hari raya, yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha
2. Tiga hari tasyrik, yaitu tanggal 11, 12 da 1 Dzulhijjah

Selain waktu-waktu yang diharamkan diatas, orang islam juga dilarang (makruh)
berpuasa pada hari Jumat

VI. Orang-orang yang diperbolehkan berbuka puasa


Adapun orang-orang yang diperbolehkan berbuka puasa sebagai berikut
a. Orang-orang dalam perjalanan atau musyafir
b. Orang tua yang sudah lemah
c. Wanita hamil atau menyusui
d. Para pekerja berat

184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan
seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka
Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

VIII. HIKMAH, RAHSIA DAN FAEDAH PUASA


Puasa Ramadhan adalah ibadah yang difardhukan Allah Taala. Maksud ibadah ialah
seseorang muslim melaksanakannya sebagai memenuhi titah perintah Allah Taala dan
menunaikan hak perhambaan kepada Allah Taala tanpa melihat apa-apa natijah yang mungkin
dihasilkan daripada ibadah puasa itu. Sekiranya seorang muslim telah melakukan perkara
tersebut, maka selepas itu tidak ada halangan baginya untuk mencari hikmah dan rahsia
ketuhanan yang tersembunyi disebalik sesuatu ibadah seperti puasa dan sebagainya.
Suatu perkara yang tidak diragukan lagi ialah hukum-hukum Allah Taala semuanya
mempunyai hikmat, rahsia dan faedah untuk hamba-hambaNya. Tetapi tidak disyariatkan
hamba itu untuk mengetahui perkara tersebut.
Tidak diragukan juga bahawa puasa mempunyai hikmah dan faedah yang cukup banyak yang
kadang-kadang sebahagiannya diketahui oleh hamba, tetapi masih banyak lagi hikmat yang
tidak diketahuinya.
Diantara hikmat dan faedah puasa yang mungkin diketahui oleh seseorang Islam ialah:
a. Menyedarkan hati seorang mukmin terhadap muraqabah Allah Azzawajalla. Ini disebabkan
apabila orang yang berpuasa menghabiskan sebahagian waktu siangnya dengan berlapar,
jiwanya inginkan makanan dan minuman. Tetapi kesedarannya tentang ibadah puasa yang
sedang dilakukannya menghalang dirinya memenuhi kehendak jiwanya dalam rangka
mematuhi perintah Allah Taala. Daripada pertentangan jiwa ini akan lahirlah kesedaran hati
dan suburlah perasaan muraqabah Allah Taala serta berterusanlah ingatannya terhadap
rububiyah dan keagungan kekuasaan Allah. Begitu juga dia akan sentiasa sedar bahawa dia
adalah hamba yang sentiasa tunduk kepada hukum Allah dan mematuhi kehendakNya.
b. Ramadhan adalah bulan suci dibandingkan dengan semua bulan yang lain. Allah
Azzawajalla menghendaki hambaNya supaya memenuhkannya dengan ketaatan dan
mendekatkan diri kepadaNya. Juga mengisinya dengan setinggi-tinggi makna perhambaan
kepada Allah Azzawajalla. Alangkah sukarnya untuk merealisasikan perkara itu apabila
berhadapan dengan hidangan makanan, berada dimajlis minum, selepas perut diisi penuh dan
setelah naiknya hawa makanan ke dalam pemikiran dan otak. Jadi pensyariatan puasa pada
bulan ini adalah jalan yang paling mudah untuk memenuhi hak Allah Taala dan melaksana
kewajipan perhambaan kepadaNya.
c. Sesungguhnya kehidupan seseorang muslim yang sentiasa barada dalam keadaan kenyang
pasti akan memenuhkan jiwanya dengan sifat-sifat yang keras dan menuburkan faktor-faktor
pelampauan. Kedua perkara ini bertentangan dengan keadaan sebenar seseorang muslim. Jadi
pensyariatan puasa akan membersihkan jiwanya dan menghaluskan perasaannya.
d. Diantara prinsip terpenting tertegaknya masyarakat Islam ialah saling kasih mengasihi dan
sayang menyayangi sesama umat Islam. Amat sukar bagi si kaya untuk mengasihi si miskin
dengan kasih sayang sebenar tanpa dia merasai kesakitan dan kepayahan kemiskinan juga
kepahitan kelaparan dan penderitaan. Bulan Ramadhan adalah sebaik-baik pengalaman yang
akan diperolehi si kaya mengenai perasaan si fakir. Ini menjadikannya hidup bersama si fakir
di alam kepedihan dan dihalang daripada memiliki makanan. Dari sinilah puasa adalah
sebaik-baik perkara yang akan menimbulkan faktor-faktor kasih sayang, rahmat dan kesian di
dalam jiwa si kaya.

BAB III AKHLAK DAN TASAWUF

A. pengertian tasawuf
Istilah "tasawuf"(sufism), yang telah sangat populer digunakan selama berabad-abad, dan
sering dengan bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan fa. Banyak
pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa. Ada yang berpendapat, kata itu berasal
dari shafa yang berarti kesucian.
Menurut pendapat lain kata itu berasal dari kata kerja bahasa Arab safwe yang berarti orang-
orang yang terpilih. Makna ini sering dikutip dalam literatur sufi. Sebagian berpendapat
bahwa kata itu berasal dari kata shafwe yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan
kaum Muslim awal yang berdiri di baris pertama dalam salat atau dalam perang suci.
Sebagian lainnya lagi berpendapat bahwa kata itu berasal dari shuffa, ini serambi rendah
terbuat dari tanah liat dan sedikit nyembul di atas tanah di luar Mesjid Nabi di Madinah,
tempat orang-orang miskin berhati baik yang mengikuti beliau sering duduk-duduk. Ada pula
yang menganggap bahwa kata tasawuf berasal dari shuf yang berarti bulu domba, yang me-
nunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin kurang mempedulikan
penampilan lahiriahnya dan sering memakai jubah sederhana yang terbuat dari bulu domba
sepanjang tahun.
Apa pun asalnya, istilah tasawuf berarti orang-orang yang tertarik kepada pengetahuan batin,
orang-orang yang tertarik untuk menemukan suatu jalan atau praktik ke arah kesadaran dan
pencerahan batin.
Penting diperhatikan bahwa istilah ini hampir tak pernah digunakan pada dua abad pertama
Hijriah. Banyak pengritik sufi, atau musuh-musuh mereka, mengingatkan kita bahwa istilah
tersebut tak pernah terdengar di masa hidup Nabi Muhammad saw, atau orang sesudah beliau,
atau yang hidup setelah mereka.
Namun, di abad kedua dan ketiga setelah kedatangan Islam (622), ada sebagian orang yang
mulai menyebut dirinya sufi, atau menggunakan istilah serupa lainnya yang berhubungan
dengan tasawuf, yang berarti bahwa mereka mengikuti jalan penyucian diri, penyucian "hati",
dan pembenahan kualitas watak dan perilaku mereka untuk mencapai maqam (kedudukan)
orang-orang yang menyembah Allah seakan-akan mereka melihat Dia, dengan mengetahui
bahwa sekalipun mereka tidak melihat Dia, Dia melihat mereka. Inilah makna istilah tasawuf
sepanjang zaman dalam konteks Islam.

Saya kutipkan di bawah ini beberapa definisi dari syekh besar sufi:

Imam Junaid dari Baghdad (m.910) mendefinisikan tasawuf sebagai "mengambil setiap sifat
mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah". Syekh Abul Hasan asy-Syadzili (m.1258),
syekh sufi besar dari Arika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai "praktik dan latihan diri
melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan". Syekh
Ahmad Zorruq (m.1494) dari Maroko mendefinisikan tasawuf sebagai berikut:
Ilmu yang dengannya Anda dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi
Allah, dengan menggunakan pengetahuan Anda tentang jalan Islam,khususnya fiqih dan
pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal Anda dan menjaganya dalam batas-
batas syariat Islam agar kebijaksanaan menjadi nyata.
Ia menambahkan, "Fondasi tasawuf ialah pengetahuan tentang tauhid, dan setelah itu Anda
memerlukan manisnya keyakinan dan kepastian; apabila tidak demikian maka Anda tidak
akan dapat mengadakan penyembuhan 'hati'."

Menurut Syekh Ibn Ajiba (m.1809):


Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya Anda belajar bagaimana berperilaku supaya
berada dalam kehadiran Tuhan yang Maha ada melalui penyucian batin dan mempermanisnya
dengan amal baik. Jalan tasawuf dimulai sebagai suatu ilmu, tengahnva adalah amal. dan
akhirnva adalah karunia Ilahi. Syekh as-Suyuthi berkata, "Sufi adalah orang yang bersiteguh
dalam kesucian kepada Allah, dan berakhlak baik kepada makhluk".
Dari banyak ucapan yang tercatat dan tulisan tentang tasawuf seperti ini, dapatlah
disimpulkan bahwa basis tasawuf ialah penyucian "hati" dan penjagaannya dari setiap cedera,
dan bahwa produk akhirya ialah hubungan yang benar dan harmonis antara manusia dan
Penciptanya. Jadi, sufi adalah orang yang telah dimampukan Allah untuk menyucikan "hati"-
nya dan menegakkan hubungannya dengan Dia dan ciptaan-Nya dengan melangkah pada
jalan yang benar, sebagaimana dicontohkan dengan sebaik-baiknya oleh Nabi Muhammad
saw.
Dalam konteks Islam tradisional tasawuf berdasarkan pada kebaikan budi ( adab) yang
akhirnya mengantarkan kepada kebaikan dan kesadaran universal. Ke baikan dimulai dari
adab lahiriah, dan kaum sufi yang benar akan mempraktikkan pembersihan lahiriah serta
tetap berada dalam batas-batas yang diizinkan Allah, la mulai dengan mengikuti hukum
Islam, yakni dengan menegakkan hukum dan ketentuan-ketentuan Islam yang tepat, yang
merupakan jalan ketaatan kepada Allah. Jadi, tasawuf dimulai dengan mendapatkan pe
ngetahuan tentang amal-amal lahiriah untuk membangun, mengembangkan, dan
menghidupkan keadaan batin yang sudah sadar.
Adalah keliru mengira bahwa seorang sufi dapat mencapai buah-buah tasawuf, yakni cahaya
batin, kepastian dan pengetahuan tentang Allah (ma'rifah) tanpa memelihara kulit pelindung
lahiriah yang berdasarkan pada ketaatan terhadap tuntutan hukum syariat. Perilaku lahiriah
yang benar ini-perilaku--fisik--didasarkan pada doa dan pelaksanaan salat serta semua amal
ibadah ritual yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw untuk mencapai kewaspadaan
"hati", bersama suasana hati dan keadaan yang menyertainya. Kemudian orang dapat maj
upada tangga penyucian dari niat rendahnya menuju cita-cita yang lebih tinggi, dari
kesadaran akan ketamakan dan kebanggaan menuju kepuasan yang rendah hati (tawadu') dan
mulia. Pekerjaan batin harus diteruskan da1am situasi lahiriah yang terisi dan terpelihara
baik.

SIFAT-SIFAT TERPUJI DAN TERCELA DALAM KEHIDUPAN

I.Sifat-sifat terpuji
a. Jujur
jujur adalah mengatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Jujur merupakan
salah satu sifat yang wajib bagi rasul, kita sebagai ummatnya yang dituntut untuk selalu
mecontoh dan mentauladani rasul sudah sepantasnya untuk selalu bersikap jujur.
Nabi Muhammad SAW sangat mengecam orang yang tidak jujur, beliau berkata dalam
hadisnya orang yang dusta dia bukan bagian dari ummatku
Sebab-sebab jujur
1. Akal, karena dengan akal seseorang dapat berpikir tentang dampak yang akan ditimbulkan
oleh kebohongannya terhadap seseorang, dia sadar akan manfaat jujur dan bahayanya
berbohong.
2. Agama, apabila agama seseorang kuat dia akan selalu bersikap jujur karena dia tau
hukuman Allah terhadap orang yang bohong.
3. Wibawa, orang yang menjaga wibawanya tidak pernah akan mau berbohong, karena dia
tidak akan rela wibawa dan harga dirinya jatuh hanya karena sekali berbohong.

b. Amanah
amanah adalah menjaga segala hak-hak Allah SWT dan hak-hak manusia selaku hamba.
Dengan sifat amanah seseorang akan memelihara agama, menjaga sikap dan tingkah lakunya
juga akan menjaga hartanya.
Menjaga hak-hak Allah adalah dengan mengerjakan segala perintah dan meninggalkan segala
larangan-Nya. Sedangkan menunaikan hak-hak manusia seperti mengembalikan barang
titipan, tidak mengurangi timbangan dan sukatan serta tidak membuka rahasia dan aib orang
lain.

c. Al-hilmu (kasih sayang )


al-hilmu adalah meninggalkan menyakiti orang-orang yang dibenci, walaupun dia sanggup
melalkukannya. Al-hilmu merupakan sifat yang terpuji yang dengan nya orang mulia dalam
pandangan masyarakat dan terhindar dalam permusuhan.

d.pemurah
pemurah adalah memberikan harta benda kepada orang lain yang tanpa diminta dan tidak
berhak. Pemurah merupakan sifat yang bagus dan perkara yang terpuji karena ada keterikatan
hati antar sesama manusia.

e. Tawadu
tawadu adalah sikap merendahkan diri tanpa merasa terhina, maksud dari tawadu adalah
memberikan semua orang hak mereka masing-masing, maka tidak mengangkat derajat orang
yang rendah ketempat yang tinggi, dan tidak menurunkan derajat orang yang mulia ketempat
yang rendah.
II. Sifat-sifat tercela
a. Iri
Iri artinya sifat dan sikap seseorang yangtidak senang terhadap orang lain yang yang
memperoleh kenikmatan. Iri dapat pula menjelma menjadi dengki, jika selain tidak senang, ia
mengharapkan agar kenikmatan yang diperoleh orang lain itu pindah ke tangannya atau
hilang dari tangan orang lain. Dengan demikian orang yang iri dan dengki tidak senang(suka)
orang lain mendapat kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan. Ia selalu berpikir mengapa
semua itu tidak jatuh ke padanya. Sifat dan sikap demikian itu dalam Islam disebut dengan
Hasad. Yaitu salah satu penyakt rohani yang tidak saja merugikan orang lain tetapi juga
berbahaya bagi diri sendiri
. Apabila seseorang menginginkan seperti apa yang diperoleh orang lain tanpa mengharapkan
nikmat itu hilang dari orang lain, maka hal demikian dibolehkan dalam agama karena tidak
merugikan orang lain.
Orang yang terkena penyakit hasad hatinya selalu panas jika melihat orang lain mendapat
kenikmatan, seperti tidak senang jika ada orang lian yang naik jabatan atau mendapat
keuntungan dalam perdagangan dan lain sebagainya. Akibatnya ia membenci orang tersebut,
bahkan tidak segan -segan untuk mencelakakan orang tersebut dan menghasut orang lain agar
benci pula kepadanya. Amal kebikannya akan tertutup oleh sifat buruknya itu, bahkan dalam
kehidupannya akan tersingkir dari pergulan.

Imam Al-ghazali menjelaskan dalam kitabnya Minhajul Abidin, orang yang melakukan hasud
akan menyababkan lima perkara :
1. Merusak taat
Apabila orang sering melakukan hasud orang tersebut akan merusak amal ibadahnya sendiri
sebagaimana sabda rasulullah SAW


Hasud memakan amalan kebaikan seperti api memakan kayu bakar
2. Melakukan perbuatan maksiat
Orang akan melakukan segala cara untuk menghilangkan nikmat yang ada pada orang lain
walaupun perbuatan itu adalah perbuatan dosa yang dilarang agama, maka hasud adalah salah
satu penyebab terbesar terjadinya kemaksiatan.
3. Gundah dan gelisah tanpa ada manfaat sama sekali
Orang yang hasud akan selalu gundah hatinya melihat nikmat yang ada pada orang lain dan
dia akan selalu berusaha mengorbankan waktu dan tenaga agar nikmat tersebut hilang dari
orang lain, bahkan kadang sampai membuat dia lupa kepada hak dan kewajibannya kepada
Allah SWT dan kewajiban kepada keluarganya.

4. Buta mata hati


Ini merupakan dampak yang paling besar dari hasud dimana seseorang akan tertutup hatinya
dari perbuatan-perbuatan yang baik, dia akan sukar memahami hikmah-hikmah Allah, sukar
memahami ilmu agama. Sufyan suri pernah berkata jangan engkau jadi orang yang hasud,
maka engkau akan cepat memahami
5. Terhalang maksud dan tidak akan mendapat pertolongan Allah SWT

b. Sombong
Sombong ialah sifat dan sikap merasa diri lebih (super) dari orang lain. Seperti merasa lebih
pandai, lebih tinggi jabatannya lebih banyak hartanya dan lainnya. Akibatnya orang yang
sombong suka meremehkan orang lain. Sifat demikian akan menimbulkan berbagai macam
sifat yang lain yang lebih buruk seperti iri, dengki dan bahkan menghasut dan memfitnah
orang lain. Orang yang sombong biasanya tidak menerima saran dan kritik dari orang lain
dan juga nasihat orang lain sekalipun hal tersebut bermanfaat bagi dirinya.
Sombong akan menyebabkan tiga bahaya :
1. Terhalang dari kebenaran dan buta hati dari makrifah Allah.
Nabi bersabda sombong dapat menghalangi kebenaran dan merendahkan sesama manusia
2. Mendapat murka Allah SWT
Allah tidak suka kepada orang-orang yang takabur karena Cuma Allah SWT yang pantas
untuk takabur karena dia zat yang maha kuasa yang memilik segala-galanya. Nabi musa AS
pernah bertanya kepada Allah SWT Ya Allah siapa diantara hambamu yang paling engkau
benci?
Allah menjawab orang yang takabur hatinya, tersalah lisannya, terpejam matanya, pelit
tangannya dan buruk akhlaknya
3. Hina dan mendapat siksa didunia dan diakhirat
4. Neraka dan azab Allah SWT

c. Tamak
Tamak adalah Sikap dan sifat untuk mendapatkan harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya
tanpa memandang apakah mendapatkannya dengan jalan yang benar (yang diridhoi Allah )
atau tidak. Karena itu orang yang tamak selalu merasa kurang dan tidak pernah puas terhadap
harta yang dimilikinya. Orang yang tamak hidupnya tidak tenang dan selalu gelisah karena
merasa selalu kurang terhdap harta yang dimilikinya. Orang yang tamak adalah budaknya
harta kekayaan.
Allah berfirman dalam Al-Quran

walatajidannahum ahrasha alnnaasi alaa hayaatin wamina alladziina asyrakuu yawaddu


ahaduhum law yuammaru alfa sanatin wamaa huwa bimuzahzihihi mina aladzaabi an
yuammara waallaahu bashiirun bimaa yamaluuna

" Dan sesungguhnya kamu akan mendapati mereka manusia yang paling laba kepada
kehidupan (dunia), bahkan (lebih laba lagi) dari orang-orang musyrik.Masing masing mereka
ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur yang panjang itu sekali-kali tidak akan
menjauhkan dari siksa. Dan Allah Maha Mengatahui apa yang mereka kerjakan" (Al baqoroh
96)
d.Ghibah
ghibah adalah mengatakan untuk orang lain sesuatu yang dibencinya walau dihadapan orang
tersebut, jadi keliru pendapat orang yang mengatakan kalau ghibah apabila mengatakan untuk
orang lain dibelakangnya.
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa ghibah adalah bara api yang dapat membakar segala
taat, dikatakan seseorang yang melakukan ghibah bagaikan orang yang memegang busur
kemudian melempar amal kebaikannya kesegala arah.

e.Namimah (fitnah)
Namimah adalah membawa perbuatan seseorang, atau kelakuan seseorang kepada orang lain
dengan cara menjelek-jelekkannya. Namimah sungguh sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan kebencian, dendam bahkan kadang dapat menyebabkan pembunuhan

ADAB-ADAB DALAM KEHIDUPAN

I.Adab Murid Terhadap Guru


Meyakini bahwa kelebihan guru lebih besar dibandingkan dengan kelebihan kedua orang
tua, karena kedua orang tua Cuma menjaganya didunia, sedangkan gurunya menjaganya
didunia dan akhirat.
Merendahkan diri didepan orang guru
Duduk didepannya dengan penuh adab dan mendengarkan penjelasannya dengan teliti.
Tidak bercanda dengan guru.
Tidak memuji guru yang lain dihadapannya.
Jangan malu bertanya kepada guru tentang apa yang tidak ia mengerti.
II. Adab pelajar terhadap orang tua
Duduk dihadapan kedua orang tua dengan penuh rasa hormat
Jangan membantah perintahnya
Jangan berkata kasar dihadapannya
Berdoa untuk keduanya agar mendapat rahmat dan pengampunan

III. Adab pelajar terhadap kawan


Memuliakan kawan dan tidak menghina mereka
Jangan bersikap sombong
Jangan mengejek kawan yang lambat memahami pelajaran
Jangan gembira apabila teman dimarahi oleh guru, karena bisa menyebabkan kemarahan
dan kebencian.

BAB IV SEJARAH ISLAM

A. ISLAM SESUDAH WAFATNYA RASULULLAH SAW

Bani Ummayyah

Nama Bani Umayyah dalam bahasa Arab berarti anak keturunan Umayyah, yaitu Umayyah
bin Abdul Syams. Ia adalah salah satu pemimpin dalam kabilah suku Quraisy. Abdul Syams
adalah saudara dari Hasyim, sama-sama keturunan Abdul Manaf. Dari Bani Hasyim inilah
lahir Nabi Muhammad SAW.
Di masa sebelum Islam, Bani Umayyah selalu bersaing dengan Bani Hasyim. Pada waktu itu,
Bani Umayyah lebih berperan dalam masyarakat Mekkah. Hal ini disebabkan, mereka
menguasai pemerintahan dan perdagangan yang banyak bergantung kepada pengunjung
Kakbah. Dipihak lain, Bani Umayyah adalah orang-orang yang sederhana.
Dengan berkembangnya agama Islam, Bani Umayyah merasa bahwa kekuasaannya terancam.
Oleh sebab itu, mereka menjadi penentang utama dalam perjuangan Nabi Muhammad SAW,
misalnya Abu Sufyan bin Harb. Ia adalah salah satu anggota Bani Umayyah yang beberapa
kali menjadi pemimpin suku Quraisy Mekkah dalam peperangan melawan Nabi Muhammad
SAW.
Setelah Islam menjadi kuat dan mampu merebut Mekkah, Abu Syufyan dan pihaknya
menyerah. Peristiwa itu dinamakan Fathu Makkah dan terjadi pada tahun 8 Hijriah. Akhirnya,
Abu Sufyan bin Harb dan anaknya Mu'awiyah bin Abu Sufyan memeluk Islam. Peristiwa ini
menjadi awal berperannya Bani Umayyah dalam sejarah Islam.

MU'AWIYAH BIN ABU SUFYAN

Mu'awiyah bin Abu Sufyan adalah putra dari Abu Sufyan bin Harb, seorang tokoh
berpengaruh dari Bani Umayyah. Ia masuk Islam bersama ayahnya pada saat terjadi Fathu
Makkah. Pada masa Nabi Muhammad SAW, ia menjadi salah satu periwayat hadist yang
baik. Pada masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq, Mu'awiyah bin Abu Sufyan memimpin
tentara Islam dalam Perang Riddah untuk menumpas golongan kaum murtad.
Peran Mu'awiyah bin Abu Sufyan bertambah besar pada masa Khalifah Usman bin Affan.
Pada waktu itu, Mu'awiyah bin Abu Sufyan menjabat gubernur di Damaskus (Suriah).
Peristiwa terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan menyebabkan perpecahan Mu'awiyah bin
Abu Sufyan dengan Ali bin Abi Talib dalam menangani kasus terbunuhnya Usman bin Affan
BERDIRINYA KEKAHALIFAHAN BANI UMAYYAH
Perselisihan antara Ali bin Talib dengan Mu'awiyah bin Abu Sufyan akhirnya pecah menjadi
Perang Siffin. Perang tersebut diakhiri Peristiwa tahkim yang menyebabkan munculnya
kelompok al-Khawarij, yaitu kelompok di pihak Ali bin Abi Talib yang tidak menerima hasil
tahkim. Perselisihan tersebut berakhir dengan terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Talib oleh
Ibnu Muljam dari kelompok al-Khawarij.
Sepeninggal Ali bin Abi Talib, pemerintahan dilanjutkan oleh putranya, Hasan bin Ali. Akan
tetapi, pemerintahan Hasan bin Ali hanya bertahan beberapa bulan saja. Posisinya yang
semakin lemah, keinginannya untuk mrnyatukan seluruh umat Islam, membuat ia
menyerahkan pemerintahan kepada Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Hasan bin Ali tidak
menginginkan peperangan berkepanjangan yang meminta banyak korban jiwa di kalangan
umat Islam.
Peristiwa penyerahan kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Mu'awiyah bin Abu Sufyan itu
terkenal dengan sebutan amul jama'ah atau tahun penyatuan. Peristiwa itu terjadi pada tahun
41 H atau 661 M. Sejak saat itu, secara resmi pemerintahan Islam dipegang ole Mu'awiyah
bin Abu Sufyan. Ia kemudian memindahkan pusat kekuasaan dari Madinah ke Damaskus
(Suriah).

MASA PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH


Bani Umayyah memegang kekuasaan Islam selama sembilan puluh tahun dengan pusat
pemerintahan di Damaskus. Selama kurun waktu tersebut pemerintahan di pegang oleh empat
belas orang khalifah. Khalifah-khalifah itu adalah sebagai berikut:
Mu'awiyah bin Abu Sufyan (Mu'awiyah I) -(661M-680M)
Yazid bin Mu'awiyah (Yazid I) - (680M-683M)
Mu'awiyah bin Yazid (Mu'awiyah II) - (683M-684M)
Marwan bin Hakam (Marwan I) - (684M-685M)
Abdul Malik bin Marwan -(685M-705M)
Al-Walid bin Abdul Malik (Al-Walid I) - (705M-715M)
Sulaiman bin Abdul Malik -(715M-717M)
Umar bin Abdul Aziz (Umar II) - (717M-720M)
Yazid bin Abdul Malik (Yazid II) - (720M-724M)
Hisyam bin Abdul Malik -(724M-743M)
Walid bin Yazid (Al-Walid III) - (743M-744M)
Yazid bin Walid (Yazid III) -(744M)
Ibrahim bin Walid - (744M)
Marwan bin Muhammad (Marwan II) - (744M-750M)

BANI ABBASIAH
Latar Belakang Berdirinya Abbasiyah (750-847 M - 132-232 H)
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan yang dilakukan oleh
Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol). Di satu sisi, Abd al-Rahman al-Dakhil bergelar amir
(jabatan kepala wilayah ketika itu); sedangkan disisi yang lain, ia tidak tunduk kepada
khalifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan Abd al-Rahman al-Dakhil terhadap Bani
Abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakukan oleh muawiyah terhadap Ali Ibn Abi
Thalib.
Dari segi durasi, kekuasaan Dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima abad. Abu
al-Abbas al-Safah (750-754 M) adalah pendiri dinasti Bani Abbas. Akan tetapi karena
kekuasaannya sangat singkat, Abu ja'far al-Manshur (754-775 M) yang banyak berjasa dalam
membangun pemerintahan dinasti Bani Abbas. Pada tahun 762 M, Abu ja'far al-Manshur
memindahkan ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke
Baghdad dekat dengan Ctesiphon, bekas ibukota Persia. Oleh karena itu, ibukota
pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.
Abu ja'far al-Manshur sebagai pendiri muawiyah setelah Abu Abbas al-Saffah, digambarkan
sebagai orang yang kuat dan tegas, ditangannyalah Abbasiyah mempunyai pengaruh yang
kuat. Pada masa pemerintahannya Baghdad sangatlah disegani oleh kekuasaan Byzantium.
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, melanjutkan kekuasaan dinasti
Umayah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang
waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M).
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, social dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan pola politik itu
para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode :
1. Periode Pertama (132H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode Kedua (232H/847 M - 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode Keempat (447H/1055 M - 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani sejak
dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki
kedua.
5. Periode Kelima (590H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
Kemajuan Dinasti Bani Abbas
Setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan fase pendirian, fase
pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan kehancuran. Akan tetapi durasi dari
masing-masing fase itu berbeda-beda karena bergantung pada kemampuan penyelenggara
pemerintahan yang bersangkutan.
Pada masa pemerintahan, masing-masing memiliki berbagai kemajuan dari beberapa bidang,
diantaranya bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial. Pada masing-masing bidang
memiliki kelebihan dan kekurangan.

MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA


Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya
Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk
memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan
waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan
pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia
dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad.
Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.

Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran.
Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima
agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai.
Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H /
1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu
Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H /
1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i.
Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di
Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah
makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka
tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini
bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.

Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara
secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam
secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara
secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki
kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak
Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para
penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan
para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga
disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di
Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of
Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa
Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan
pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara
yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-
pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin
dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga
semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam
Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah
Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya
menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan
terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin
Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan
yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda -
menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya
melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka.
Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa
lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan
ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang
mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.

Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur
makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka
mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru
mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka
menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-
kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur
pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis
menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan
di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam
dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun
1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah
Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya,
Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak,
Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan
Makkah dari serbuan Turki Utsmani.

Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin
Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya
kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas
pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran
akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah
terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang.
Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang
penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun
justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah.

SEJARAH PERPECAHAN UMAT ISLAM

Saat Rasulullah wafat, umat Islam hidup dalam ikatan persaudaraan dan persatuan yang kuat,
penuh kesucian dan kemulian.
Namun sumber fitnah pertama setelah wafatnya Rasulullah adalah penentuan pemimpin
sebagai penerus kepemimpinan Rasulullah. Perselisihan pertama yang terjadi antara kaum
Muhajirin dengan Anshar, tapi karena mantafnya pemahaman Islam yang telah melekat
dalam hati muslim pada saat itu, serta jauh dari ambisi pribadi para sahabat, maka mereka
dapat menghilangkan perselisihan tersebut.
Disamping itu antara Muhajirin dan Anshar saling memuliakan dan menghargai satu dengan
yang lainnya. Saad bin Ubadah pemimpin kaum Anshar mengatakan "Kamilah (anshar)
sebagai menteri, dan kalian (Muhajirin) sebagai pemimpin".
Dengan perkataan Saad, padamlah api perselisihan yang nyaris menyala. Perselisihan tentang
masalah besar itu dapat dengan mudahnya diatasi dengan adanya kerelaan kaum Anshar
untuk mengakui kepemimpinan Muhajirin.
Di dalam Muhajirin sendiri sebenarnya terdapat perbedaan dalam penentuan bai'at
kepemimpinan tersebut. Umar bin Khaththab segera menuju Abu Ubaidah sambil
mengatakan "Bukalah tanganmu, aku akan membai'atmu, Engakaulah orang yang paling
dipercaya diantara umat Muhammad, seperti ucapan Rasulullah di hadapan orang banyak".
Namun Abu Ubaidah menolak dengan tegas dan mengatakan dengan penuh kesungguhan,
keimanan dan ketulusan, "Engkau akan membai'at aku, sedang di antara kita ada seorang Ash
Shiddiq (Abu Bakar), orang yang berdua bersama Rasul di dalam gua ?".
Lalu Umar merasakan kebenaran dari ucapan Abu Ubaidah, maka segera ia menghampiri
Abu Bakar dan berkata, "BUkalah tanganmu, aku akan membai'atmu, engakau jauh lebih
utama dari diriku".
Abu Bakar pun tidak segera memenuhi permintaan Umar dan menjawab berulang-
ulang,"Engakau lebih kuat dari aku".
Umar pun menukas, "Seluruh kekuatan yang ada padaku adalah bagi keutamaan yang ada
pada dirimu". Akhirnya terjadilah bai'at Umar kepada Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai
Khalifah pertama kemudian diikuti oleh Muhajirin dan Anshar.
Diantara para sahabat hanya Ali yang terlambat membai'at karena pada waktu itu masih sibuk
mengurus Fatimah, Istrinya yang dirundung kesedihan karena ditinggal ayahnya. Ali
membai'at Abu Bakar dengan keikhlasan dan kepercayaan.
Sebelum Abu Bakar wafat, kaum muslimin telah mengambil kata sepakat untuk memilih
Umar bin Khaththab sebagai pengganti Abu Bakar. Pada saat bai'at Umar sebagai khalifah
kedua tidak ada seorang pun sahabat yang datang terlambat, bahkan Ali termasuk orang
pertama yang membai'at Umar.
Begitulah awal-awal kepergian Rasulullah berbagai masalah yang timbul dapat diselesaikan
dengan baik dan kehidupan umat Islam berjalan dengan penuh ketenangan dan ketentraman.
Pada masa kepemimpinan Utsman ibnu Affan, barulah fitnah dan perpecahan mulai merebak,
bahkan mengakibatkan terbunuhnya khalifah ketiga itu.
Sepeninggalnya Utsman ibnu Affan, sebagian kaum muslimin membai'at Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah keempat. Tewasnya Utsman dan dipilihnya khalifah baru bukan akhir dari
masalah. Sisa-sisa kefanatikan terhadap kabilah, serta ambisi untuk menduduki
kepemimpinan mulai naik ke permukaan.

Sejumlah golongan atau kelompok lahir, masing-masing kelompok menunjuk pemimpinnya.


Salah satu kelompok itu adalah kelompok yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan
yang menempatkan diri sebagai oposan Ali.
Pendukung utama Khalifah Ali pun menggalang diri, dari sinilah berawal kelahiran dua
Syi'ah (pengikut) dalam tubuh umat Islam, pengikut Muawiyah dan pengikut atau pendukung
Ali dan anak cucunya, yang kemudian lebih dikenal dengan kelompok Syi'ah.

Syi'ah pada awalnya adalah satu aliran politik, demikian juga hal dengan Bani Umayyah yang
dipimpin oleh Muawiyah. Perbedaan politik antara Ali dengan Muawiyah berlangsung terus
dan diperuncing oleh pengikut masing-masing, hingga suatu ketika diadakan tahkim
(perundingan).
Umat Islam yang sudah terpecah menjadi dua itu harus terpecah lagi menjadi tiga
dikarenakan ketidak setujuan diadakan perundingan tersebut. Kelompok ketiga ini dikenal
dengan sebutan kelompok Khawarij.
Berdasarkan sejarah di atas, latar belakang lahirnya firqah-firqah dalam tubuh Islam, pada
awalnya adalah perbedaan kepentingan dan paham politik bukan perbedaan paham dalam
masalah diniyah, dengan kata lain, perbedaan itu bukan berpangkal dari perbedaan masalah
aqidah, tetapi perbedaan pandangan dalam menentukan kepemimpinan atau dalam proses
pemilihan khalifah.
Selanjutnya setiap firqah terpecah menjadi beberapa firqah baru. Seperti firqah Syi'ah
terpecah menjadi beberapa firqah, ada Zaidiyyah, Ismailiyyah, Itsna Asyariyyah, Al
Kisaniyyah, Al Mukhtariyah, Karbiyyah, Hasyimiyyah, Al Mashuriyyah, Al Khitabiyyah dan
banyak lagi.
Sebagian dari firqah itu bersikap berlebih-lebihan dan telah menyimpang jauh dari ajaran
tauhid yang murni, mereka menuhankan Ali bin Abi Thalib, disamping masih ada pula
perpecahan yang tetap memegang teguh keyakinan atau aqidah yang lurus dan pemikiran
yang jernih.
Begitu juga Syi'ah Khawarij terpecah menjadi beberapa firqah, diantaranya, Az Zariqah, Ash
Shafriyyah, Al Ibadhiyyah, Al Ajaridah dan Ast Tsa'aliban. Firqah- friqah itu masih terbagi
lagi dalam beberapa firqah.
Firqah-firqah tersebut masih diwarnai perbedaan pandangan politik yang bertittik tolak pada
perbedaan pendapat tentang masalah hukum.
Seiring dengan berjalannya waktu bertambah pula firqah-firqah baru dalam Islam seperti
Mutazillah, Asy'ariyyah dan sebagainya, yang satu dengan yang lainnya saling bermusuhan
dan saling membenci.
Di antara kelompok-kelompok itu agaknya Ahlus Sunnah adalah yang paling mendekati
pemahaman aqidah Islam yang benar, tidak dilandasi sikap fanatik ataupun taqlid buta.

Anda mungkin juga menyukai