Anda di halaman 1dari 39

PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON PADA RESERVOAR

BERDASARKAN DATA LOG DAN SEISMIK, SUB CEKUNGAN

JAMBI, SUMATERA SELATAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh:

TUNZIRA ABRAR

NIM: 072.11.116

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2015
DAFTAR ISI

Daftar Isi Hal

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang .. 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 2

1.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 2

1.4 Data Yang Digunakan ... 2

1.5 Batasan Masalah ... 2

BAB II TEORI DASAR ....... 3

2.1 Hidrokarbon .. 3

2.2 Seismik 5

2.3 Data Log ... 8

2.3.1 Spontaneous Potensial (SP) . 9

2.3.2 Log Gamma Ray . 9

2.3.2 Log Resistivity 10

2.3.3 Log Neutron-Density .. 11

2.4 Analisis Petrofisik . 11

2.4.1 Perhitungan Volume of Shale (Vsh) .... 11

2.4.2 Perhitungan Pororsitas .. 12

2.4.3 Perhitungan Nilai Saturasi Air . 14

2.5 Petroleum System 10

i
2.5.1 Batuan Induk . 15

2.5.2 Maturasi .... 15

2.5.3 Reservoir ... 16

2.5.4 Migrasi .. 17

2.5.5 Timing ... 18

2.5.6 Perangkap .. 18

2.6 Geologi Regional ... 23

2.6.1 Fisiografi Regional Cekungan Suamtera Selatan .... 23

2.6.2 Statigrafi Sub-Cekungan Jambi ....... 24

BAB III METODE PENELITIAN 31

3.1 Metode Penelitian . 31

3.2 Diagram Alir . 33

BAB IV HASIL YANG DIHARAPKAN 34

BABV RENCANA KERJA . 35

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hidrokarbon merupakan energi yang sangat penting di dunia. Semakin

menipisnya cadangan hidrokarbon dan semakin besarnya permintaan dari industri

mengakibatkan kegiatan untuk memaksimalkan perolehan minyak dan gas bumi

semakin intensif dilakukan, baik melalui kegiatan eksplorasi untuk mencari cadangan

baru maupun dengan melakukan kajian pengembangan ulang terhadap lapangan-

lapangan yang telah berproduksi.

Keberadaan hidrokarbon sendiri diketahui terakumulasikan pada suatu tempat

dibawah permukaan dalam suatu perangkap (trap) yang berupa struktur maupun

lapisan dan lapisan dimana hidrokarbon itu berpindah atau migrasi disebut batuan

reservoir. Pembentukan hidrokarbon berada dalam petroleum system yang terdiri dari

batuan induk (source rock), kematangan (maturation), batuan reservoir, migrasi,

timing, perangkap (trap), batuan penyekat (sealing rock) dan fracture gradient.

Pada kegiatan ini penulis akan membahas tentang keberadaan hidrokarbon pada

batuan reservoar, mengingat reservoir rock merupakan tempat dimana hidrokarbon

terakumalasi setelah mengalami penyekatan/trap, nantinya akan dilakukan

perhitungan terhadap potensi hidrokarbon yang terdapat pada reservoir rock tersebut

melalui pendekatan perhitungan jumlah hidrokarbon berdasarkan analisis petrofisik.

Melalui kegiatan ini penulis berharap dapat mengetahui volume hidrokarbon pada

reservoir rock pada suatu cekungan.

1
1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini melakukan Perhitungan Cadangan Hidrokarbon

Pada Reservoar Berdasarkan Data Log dan Seismik, Sub Cekungan Jambi,

Sumatera Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui volume

hidrokarbon dalam reservoir rock.

1.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada pada daerah operasi perusahaan BATM Trisakti (jika

diizinkan). Objek dari penelitian adalah Cekungan Y. Penelitian berlangsung selama

3 bulan terhitung mulai bulan November 2015 Januari 2016.

1.4 Data Yang Digunakan

- Data seismik 3D, sebagai bahan pemodelan reservoar

- Data well log, sebagia bahan analisis petrofisik

1.5 Batasan Masalah

Batasan yang dilakukan penulis berupa analisis korelasi sumur, analisis petrofisik,

analisis fasies, interpretasi penampang seismik, penyebaran secara lateral dan

pembuatan model reservoir yang nantinya menjadi dasar dalam perhitungan cadangan

hidrokarbon pada batuan reservoar.

2
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Hidrokarbon

Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur atom karbon (C) dan

atom hidrogen (H). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai karbon dan atom-atom

hidrogen yang berikatan dengan rantai tersebut. Istilah tersebut digunakan juga sebagai

pengertian dari hidrokarbon alifatik.

Klasifikasi hidrokarbon yang dikelompokkan oleh tatanama organik adalah:

1 Hidrokarbon jenuh/tersaturasi (alkana) adalah hidrokarbon yang

paling sederhana. Hidrokarbon ini seluruhnya terdiri dari ikatan tunggal

dan terikat dengan hidrogen. Rumus umum untuk hidrokarbon

tersaturasi adalah CnH2n+2. Hidrokarbon jenuh merupakan komposisi

utama pada bahan bakar fosil dan ditemukan dalam bentuk rantai lurus

maupun bercabang. Hidrokarbon dengan rumus molekul sama tapi

rumus strukturnya berbeda dinamakan isomer struktur.

2 Hidrokarbon tak jenuh/tak tersaturasi adalah hidrokarbon yang

memiliki satu atau lebih ikatan rangkap, baik rangkap dua maupun

rangkap tiga. Hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap dua disebut

dengan alkena, dengan rumus umum CnH2n. Hidrokarbon yang

mempunyai ikatan rangkap tiga disebut alkuna, dengan rumus umum

CnH2n-2.

3
3 Sikloalkana adalah hidrokarbon yang mengandung satu atau lebih

cincin karbon. Rumus umum untuk hidrokarbon jenuh dengan 1 cincin

adalah CnH2n.

4 Hidrokarbon aromatik, juga dikenal dengan arena, adalah

hidrokarbon yang paling tidak mempunyai satu cincin aromatik.

Hidrokarbon dapat berbentuk gas (contohnya metana dan propana), cairan

(contohnya heksana dan benzena), lilin atau padatan dengan titik didih rendah

(contohnya paraffin wax dan naftalena) atau polimer (contohnya polietilena,

polipropilena dan polistirena).

Umumnya hidrokarbon secara alami dapat ditemukan pada minyak bumi, di mana

bahan organik terurai menyediakan kelimpahan karbon dan hidrogen yang terikat

untuk membentuk rantai tak terbatas. Sehingga pada umunya penggunaan hidrokarbon

yang utama adalah sebagai sumber bahan bakar. Beberapa jenis contoh senyawa

hidrokarbon yang digunakan sebagai sumber bahan bakar diantaranya adalah hexane

(C6) yang merupakan fraksi yang umum digunakan untuk membuat bensin, (C10)

yang merupakan komponen untuk membuat bahan bakar jet, metana (C1) sampai

propana (C3) merupakan komposisi yang paling banyak yang terkandung pada gas

alam, dll. Minyak bumi sebagai salah satu bagian dari hidrokarbon yang sering juga

disebut sebagai bahan bakar fosil terbentuk akibat dari proses penguraian material

organik yang mati dan terpendam didalam suatu cekungan dimana memiliki cukup

suhu dan waktu untuk pembentukannya, oleh karenanya minyak bumi merupakan

salah satu bahan bakar yang sangat penting dalam kehidupan didunia.

4
2.2 Seismik

Metode seismik adalah bagian dari seismologi eksplorasi yang dikelompokkan

kedalam salah satu metode geofisika aktif, pengukuran yang dilakukan dengan

menggunakan sumber seismik (palu, ledakan, dll). Setelah getaran diberikan, terjadi

gerakan gelombang di dalam medium (tanah/batuan) yang memiliki hukum hukum

elastisitas ke segala arah dan mengalami pemantulan ataupun pembiasan akibat

munculnya perbedaan kecepatan. Kemudian pada jarak tertentu gerakan partikel

tersebut direkam sebagai fungsi waktu. Berdasarkan data rekaman ilmiah dapat

diperkirakan bentuk lapisan/struktur di dalam tanah.

Pada eksplorasi seismik dikenal 2 macam metode, yaitu:

Metode Seismik Bias (Refraksi)

Seismik refraksi didasarkan pada perhitungan waktu jalar gelombang pada

tanah/batuan dari posisi sumber ke penerima pada berbagai jarak tertentu. Pada

metode ini, gelombang yang terjadi setelah gangguan pertama (first break)

diabaikan sehingga sebenarnya hanya data first break saja yang dibutuhkan.

Parameter jarak (offset) dan waktu jalar dihubungkan oleh cepat rambat

gelombang dalam medium. Kecepatan tersebut dikontrol oleh sekelompok

konstanta fisis yang ada di dalam material dan dikenal sebagai parameter

elastisitas batuan.

Seismik bias dihitung berdasarkan waktu jalar gelombang pada tanah/batuan

dari posisi sumber ke penerima pada berbagai jarak tertentu. Pada metode ini,

gelombang yang terjadi setelah usikan pertama (first break) diabaikan, sehingga

sebenarnya hanya data first break saja yang dibutuhkan. Parameter jarak (offset)

5
dan waktu jalar dihubungkan oleh cepat rambat gelombang dalam medium.

Kecepatan tersebut dikontrol oleh sekelompok konstanta fisis yang ada di dalam

material dan dikenal sebagai parameter elastisitas.

Metode Seismik Pantul (Refleksi)

Seismik refleksi adalah menggunakan gelombang elastis yang dipancarkan

oleh suatu sumber getar yang umumnya berupa ledakan dinamit (pada umumnya

digunakan di darat, sedangkan di laut menggunakan sumber getar berupa air gun,

boomer atau sparker). Gelombang bunyi yang dihasilkan dari ledakan tersebut

menembus sekelompok batuan di bawah permukaan yang nantinya akan

dipantulkan kembali ke atas permukaan melalui bidang reflektor yang berupa

batas lapisan batuan. Gelombang yang dipantulkan ke permukaan ini diterima dan

direkam oleh alat perekam yang disebut geophone (di darat) atau Hydrophone (di

laut) (Badley, 1985). Refleksi dari suatu horison geologi mirip dengan gema pada

suatu muka tebing atau jurang. Metoda seismik refleksi banyak dimanfaatkan

untuk keperluan explorasi perminyakan, penentuan sumber gempa ataupun

mendeteksi struktur lapisan tanah. Seismik refleksi hanya mengamati gelombang

pantul yang datang dari batas-batas formasi geologi. Gelombang pantul ini dapat

dibagi atas beberapa jenis gelombang yakni: Gelombang-P, Gelombang-S,

Gelombang Stoneley, dan Gelombang Love

Seismik refleksi ini, dikonsentrasikan pada energi yang diterima setelah

getaran awal diterapkan. Secara umum, sinyal yang dicari adalah gelombang-

gelombang yang terpantulkan dari semua interface antar lapisan di bawah

permukaan.

6
Seismik refleksi umumnya dipakai untuk penyelidikan hidrokarbon.

Biasanya metode seismik refleksi ini dipadukan dengan metode geofisika lainnya,

misalnya metode grafitasi, magnetik, dan lain-lain. Namun metode seismik

refleksi adalah yang paling mudah memberikan informasi paling akurat terhadap

gambaran atau model geologi bawah permukaan dikarenakandata-data yang

diperoleh labih akurat.

Metode seismik refleksi terbagi atas tiga tahapan utama, yaitu:

1. Pengumpulan data seismik (akuisisi data seismik): semua kegiatan yang

berkaitan dengan pengumpulan data sejak survey pendahuluan dengan

survei detail.

2. Pengolahan data seismik (processing data seismik): kegiatan untuk

mengolah data rekaman di lapangan (raw data) dan diubah ke bentuk

penampang seismik migrasi.

3. Interpretasi data seismik: kegiatan yang dimulai dengan penelusuran

horison, pembacaan waktu, dan plotting pada penampang seismik yang

hasilnya disajikan atau dipetakan pada peta dasar yang berguna untuk

mengetahui struktur atau model geologi bawah permukaan.

Jenis-jenis seismik, adalah :

Seismik 2D

Ini dikenal juga sebagai seismic section. Berupa semua penampang

bawah permukaan yang diperoleh dengan cara menembakkan getaran seismik

ke dalam bumi, kemudian ditangkap dengan geophone di permukaan. Hasil

yang diperoleh berupa penampang bawah permukaan, baik penampang

7
struktur geologi maupun penampang stratigrafi bawah permukaan serta

termasuk parameter batuan lainnya (densitas dan turunannya seperti

porositas, saturasi, dll).

Seismik 3D

Seismik 3D ini adalah seismik 2D dengan kerapatan spasinya sangat

tinggi (12,5 meter atau 25 meter). Yang diperoleh dari tubuh bawah

permukaan. Misal bentuk jebakan, bentuk konfigurasi patahan, bentuk tubuh

sedimen, dll. Seismik 3D menggunakan lebih dari 2 streamer (dalam laut)

dan lebih bertujuan sebagai data untuk melakukan drilling decission.

Shooting interval bisa 12,5m, 18,75m dan 25m dimana semakin rapat maka

data akan semakin bagus yang didapat. Panjang kabel harus bergantung pada

target kedalaman yang diinginkan. Banyaknya streamer bergantung dari

efisiensi yang diinginkan. Dan atau juga kedekatan dengan near group center

dari titik pusat kapal sangat mempengaruhi jumlah streamer yang digunakan.

Shooting line sangat tergantung terhadap patahan yang ada di bawah

permukaan. Bentuk data dalam domain kedalaman dan waktu.

2.3 Data Log

Data log sumur dapat digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif kandungan

fluida dan komposisi mineral dalam batuan induk yang potensial serta

mengidentifikasi batas-batas litostratigrafinya. Log seperti gamma ray, SP, resistivity,

dan neutron-density adalah jenis wireline logs yang sering digunakan karena

mempunyai karakteristik yang khas untuk mencirikan lingkungan pengendapan

tertentu.

8
2.3.1 Spontaneous Potensial (SP)

Data log ini digunakan untuk mendeteksi lapisan permeabel, memperkirakan

resistivitas air (Rw) dan kandungan lempung daripada suatu formasi. Zona lempung

pada kurva SP menunjukkan garis lurus disebut shale base line. Kurva SP lapisan

permeabel akan menjauh dari zona lempung.

2.3.2 Log Gamma Ray

Log gamma ray merupakan log radiaktif dengan tingkat perekaman radiasi alami

dari suatu lapisan yang diakibatkan oleh unsur unsur radioaktif yang ada dalam bumi

dengan unsur uranium, thorium, potasium.

Adapun fungsi dari log GR adalah:

1. Evaluasi lapisan dengan potensi radioaktif besar berupa shale

2. Korelasi log antar sumur

3. Penentuan lapisan permeable dan tidak permeable dengan penebalan

karakteristik log.

4. Evaluasi kandungan serpih

Pada Log Gamma Ray ini juga dapat dilakukan Elektrofasies. Eletrofasies

dilakukan untuk menentukan fasies dari reservoar. Analisis elektrofasies dilakukan

mengacu kepada model pola log gamma ray oleh Kendall, 2003 (gambar 2.1) yang

menunjukan pola-pola log gamma ray yang merepresentasikan fasies-fasies tertentu.

Analasisi ini menjadi fokus studi

9
Gambar 2.1. Model pola log gamma ray yang merepresentasikan

Fasies tertentu Model elektrofasies (gambar 2.1) dibedakan menjadi 5, yaitu:

Pola Blocky (Cylindrical), ditafsirkan sebagai endapan eolian, braided fluvial,

distributary channel-fill, submarine canyon-fill, carbonate shelf margin, dan evaporite

fill of basin. Pola Corong (Funnel), ditafsirkan sebagai endapan crevasse splay, river

mouth bar, delta front, shoreface, dan submarine fan lobe. Pola Lonceng (Bell),

ditafsirkan sebagai endapan fluvial point bar, tidal point bar, deep-tidal channel fill,

tidal flat, dan transgressive shelf. Pola Simetris (Symmetrical), ditafsirkan sebagai

endapan reworked offshore bar dan regressive to transgressive shoreface delta. Pola

Serrated, ditafsirkan sebagai endapan fluvial flood plain, storm-dominated shelf, dan

distal deep-marine slope.

2.3.2 Log resistivity

Secara garis besar log resistivity dapat digunakan untuk interpretasi pintas

deteksi hidrokarbon. Resistivitas formasi sebenarnya tergantung dari jenis kandungan

10
fluidanya, arus listrik dapat mengalir akibat adanya air sedangkan minyak dan gas

tidak mengalirkan arus sehingga parameter terbatas pada air yang dikandungnya.

Resistivitas tergantung dari resistivitas air formasi yang dikandungnya, jumlah air

formasi yang ada dan struktur geometri pori-pori.

2.3.3 Log Neutron-density

Log neutron pada dasarnya membaca hidrogen index di dalam batuan yang

dihubungkan dengan jumlah fluida pada tempat tersebut. Pada batuan yang berukuran

halus log neutron akan menunjukkan pembacaan yang besar ke kiri karena pada

umumnya batuan yang berukuran halus ini mempunyai kandungan atom hidrogen

yang besar, baik hidrogen bebas maupun hidrogen yang terikat pada mineral-mineral

lempung di dalam batuan tersebut.

2.4 Analisis Petrofisik

Analisis petrofisik sangat penting untuk mencapai salah satu tujuan utama

penelitian ini yaitu untuk menghitung cadangan hidrokarbon di tempat pada ketiga

interval reservoar pada daerah penelitian. Tiga properti petrofisik yang menjadi tujuan

utama pada analisis petrofisik ini adalah volume of shale (Vsh), porositas, dan saturasi

air (Sw). Dibawah ini akan dibahas pengolahan data properti-properti tersebut.

2.4.1 Perhitungan Volume of Shale (Vsh)

Volume of shale merupakan volume dari shale dalam suatu volume batuan

tertentu yang ditunjukan dalam bentuk fraksi desimal atau presentase. Salah satu

perhitungan Vsh adalah dengan memanfaatkan data gamma ray yaitu dengan

menggunakan rumus:

11
(log 1) (min)
Volume of Shale (%) = () ()

(Schlumberger, 1974)

Dengan:

- GRlog; merupakan nilai GR yang dibaca dari log,

- GRmin; nilai GR paling kecil pada suatu interval dengan anggapan bahwa nilai

GR tersebut mewakili clean sand (Vsh=0%), dan

- GRmax; nilai GR paling besar dengan anggapan bahwa nilai GR tersebut

mewakili shale (Vsh=100%).

2.4.2 Perhitungan Porositas

Perhitungan porositas dengan menggunakan log densitas nantin akan

menghasilkan dua jenis perhitungan porositas yaitu adalah porositas total dan porositas

efektif. Porositas total merupakan rasio antara volume total pori-pori dengan volume

batuan, sedangkan porositas efektif merupakan porositas total dikurangi oleh clay

bound water (CBW). Perhitungan porositas total menggunakan hubungan seperti yang

tertera dibawah ini.


densitas (PHT) =

(crain, 1976)

Dengan;

- densitas: porositas densitas

- matriks; densitas matriks (batupasir=2.65 gr/cm3)

- log; densitas bacaan dari log

- fluida; densitas bacaan dari fluida (air asin= 1.1 gr/cm3)

12
Nilai porositas total (PHIT) ini nantinya akan digunakan untuk menentukan nilai

porositas efektif (PHIE) dengan menggunakan persamaan berikut:

PHIT = PHIE + VSH PHIT_SH


(Crain, 1976)
Dengan;

- PHIT; porositas total

- PHIE; porositas efektif

- VSH; volume of shale

- HIT_SH; porositas total shale

Penentuan nilai porositas total shale (PHIT_SH) didapat dengan menggunakan

hubungan seperti yang tertera dibawah ini.

PHIT_SH = ( RHO_DSH RHO_SH) / ( RHO_DSH RHO_W ).


(Crain, 1976)
Dengan;

- PHIT_SH; porositas total shale

- RHO_DSH; Densitas dry shale (ilit= 2.77 gr/cm3)

- RHO_SH; Densitas shale

- RHO_W; Densitas air (air= 1 gr/cm3)

13
2.4.3 Perhitungan Nilai Saturasi Air

Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori

batuan yang ditempati oleh fluida tertentu dengan volume pori-pori total pada suatu

batuan berpori. Saturasi dapat dinyatakan dalam persamaan dibawah ini :

a. Saturasi minyak (So) adalah :

b. Saturasi air (Sg) adalah :

c. Saturasi gas (Sg) adalah :

Jika pori-pori diisi oleh gas-minyak-air, maka berlaku hubungan :

Sg + So + Sw = 1

Jika diisi oleh minyak dan air saja, maka :

So + Sw = 1

2.5 Petroleum System

Faktor-faktor yang menjadi perhatian studi petroleum sistem adalah batuan induk

(source rocks), pematangan (maturation), reservoir, migrasi, timing, perangkap (trap),

batuan penyekat (sealing rock) dan fracture gradient. Faktor tersebut menjadi hal yang

sangat penting dalam keterdapatan minyak bumi serta hidrokarbon lain.

14
2.5.1 Batuan Induk

Source rocks atau batuan induk adalah endapan sedimen yang mengandung

bahan-bahan organik yang dapat menghasilan minyak dan gas bumi ketika endapan

tersebut tertimbun dan terpanaskan. Bahan-bahan organik yang terdapat didalam

endapan sedimen selanjutnya dikenal dengan kerogen (dalam bahasa Yunani berarti

penghasil lilin).

Kandungan kerogen dari suatu source rock dikenal dengan TOC (Total Organic

Carbon), dimana standar minimal untuk 'keekonomisan' harus lebih besar dari 0.5%.

Implikasi penting dari pengetahuan tipe kerogen dari sebuah prospek adalah kita dapat

memprediksikan jenis hidrokarbon yang mungkin dihasilkan (minyak, gas, minyak &

gas bahkan tidak ada migas).

2.5.2 Maturasi

Maturasi adalah proses perubahan secara biologi, fisika, dan kimia dari kerogen

menjadi minyak dan gas bumi. Proses maturasi berawal sejak endapan sedimen yang

kaya bahan organic terendapkan. Pada tahapan ini, terjadi reaksi pada temperatur

rendah yang melibatkan bakteri anaerobic yang mereduksi oksigen, nitrogen dan

belerang sehingga menghasilkan konsentrasi hidrokarbon.

Proses ini terus berlangsung sampai suhu batuan mencapai 60 derajat celcius.

Selanjutnya, efek peningkatan temperatur menjadi sangat berpengaruh sejalan dengan

tingkat reaksi dari bahan-bahan organik kerogen. Karena temperatur terus mengingkat

sejalan dengan bertambahnya kedalaman, efek pemanasan secara alamiah ditentukan

oleh seberapa dalam batuan sumber tertimbun (gradien geothermal).

15
Gambar 2.2 Maturasi Hidrokarbon

2.5.3 Reservoir

Reservoir Adalah batuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan

hidrokarbon. Dengan kata lain batuan tersebut harus memiliki porositas dan

permeabilitas. Reservoir dapat berbentuk perangkap struktur (structural trap) atau

perangkap stratigrafi (stratigraphical trap). Fluida hidrokarbon yang dapat

diproduksikan dari suatu reservoir dapat berupa minyak bumi atau gas alam, hal ini

bergantung pada komposisi penyusun hidrokarbon tersebut.

Jenis reservoir umumnya batu pasir dan batuan karbonat dengan porositas 15-

30% (baik porositas primer maupun sekunder) serta permeabilitas minimum sekitar 1

mD (mili Darcy) untuk gas dan 10 mD untuk minyak ringan (light oil).

16
Gambar 2.3 Contoh-contoh reservoir berikut nilai porositas, permeabilitas, dll

Setiap batuan reservoir memiliki sifat fisik yang berbeda-beda, hal ini tergantung

dari waktu pembentukan dan proses dari pembentukan reservoir. Semua sifat fisik

batuan reservoir tersebut dapat diperoleh dari analisa batuan inti reservoir di

laboratorium dan analisa logging. Porositas, permebilitas dan saturasi fluida

merupakan beberapa sifat fisik dari batuan reservoir yang sangat berperan dalam

migrasi dan pengumpulan hidrokarbon.

2.5.4 Migrasi

Migrasi adalah proses trasportasi minyak dan gas dari batuan sumber menuju

reservoir. Proses migrasi berawal dari migrasi primer (primary migration), yakni

transportasi dari source rock ke reservoir secara langsung. Lalu diikuti oleh migrasi

sekunder (secondary migration), yakni migrasi dalam batuan reservoir nya itu sendiri

(dari reservoir bagian dalam ke reservoir bagian dangkal).

17
Gambar 2.4 Menunjukkan bentuk migrasi primer dan sekunder pada suatu lapisan

Prinsip dasar identifikasi jalur-jalur migrasi hidrokarbon adalah dengan

membuat peta reservoir. Kebalikannya dari air sungai di permukaan bumi, hidrokarbon

akan melewati punggungan (bukit-bukit) dari morfologi reservoir. Daerah yang teraliri

hidrokarbon disebut dengan drainage area (analogi Daerah Aliran Sungai di permukan

bumi). Jika perangkap tersebut telah terisi penuh (fill to spill) sampai spill point, maka

hidrokarbon tersebut akan tumpah (spill) ke tempat yang lebih dangkal.

2.5.5 Timing

Timing atau waktu pengisian minyak dan gas bumi pada sebuah perangkap

merupakan hal yang sangat penting. Karena kita menginginkan agar perangkap

tersebut terbentuk sebelum migrasi, jika tidak, maka hidrokarbon telah terlanjur lewat

sebelum perangkap tersebut terbentuk.

2.5.6 Perangkap

Perangkap (trap) merupakan tempat terkumpulnya hidrokarbon yang berupa

perangkap dan mempunyai bentuk konkav ke bawah sehingga minyak dan gas bumi

18
dapat terjebak di dalamnya. Perangkap minyak bumi ini sendiri terbagi menjadi

Perangkap Stratigrafi, Perangkap Struktural, Perangkap Kombinasi tratigrafi- Struktur

dan perangkap hidrodinamik.

a. Perangkap Statigrafi

Jenis perangkap stratigrafi dipengaruhi oleh variasi perlapisan secara

vertikal dan lateral, perubahan facies batuan dan ketidakselarasan dan variasi

lateral dalam litologi pada suatu lapisan reservoar dalam perpindahan minyak

bumi. Prinsip dalam perangkap stratigrafi adalah minyak dan gas bumi

terperangkap dalam perjalanan ke atas kemudian terhalang dari segala arah

terutama dari bagian atas dan pinggir, hal ini dikarenakan batuan reservoar

telah menghilang atau berubah fasies menjadi batu lain sehingga merupakan

penghalang permeabilitas (Koesoemadinata, 1980, dengan modifikasinya).

Jebakan stratigrafi tidak berasosiasi dengan ketidakselarasan seperti

Channels, Barrier Bar, dan Reef, namun berasosiasi dengan ketidakselarasan

seperti Onlap Pinchouts, dan Truncations.

Gambar 2.5 Perangkap Statigrafi lateral discontinuity dan unconformity

19
b. Jebakan Patahan

Jebakan patahan merupakan patahan yang terhenti pada lapisan batuan.

Jebakan ini terjadi bersama dalam sebuah formasi dalam bagian patahan yang

bergerak, kemudian gerakan pada formasi ini berhenti dan pada saat yang

bersamaan minyak bumi mengalami migrasi dan terjebak pada daerah patahan

tersebut, lalu sering kali pada formasi yang impermeabel yang pada satu

sisinya berhadapan dengan pergerakan patahan yang bersifat sarang dan

formasi yang permeabel pada sisi yang lain. Kemudian, minyak bumi

bermigrasi pada formasi yang sarang dan permeabel. Minyak dan gas disini

sudah terperangkap karena lapisan tidak dapat ditembus pada daerah jebakan

patahan ini.

Jebakan Antiklin

Jebakan antiklin, jebakan yang antiklinnya melipat ke atas pada

lapisan batuan, yang memiliki bentuk menyerupai kubah pada bangunan.

Minyak dan gas bumi bermigrasi pada lipatan yang sarang dan pada

lapisan yang permeabel, serta naik pada puncak lipatan. Disini, minyak

dan gas sudah terjebak karena lapisan yang diatasnya merupakan batuan

impermeabel.

Gambar 2.6 Jebakan antiklin pada jebakan structural

20
Jebakan Struktural lainnya

Contoh dari perangkap struktur yang lain adalah Tilted fault blocks

in an extensional regime, marupakan jebakan yang bearasal dari Seal

yang berada diatas Mudstone dan memotong patahan yang sejajar

Mudstone. Kemudian, Rollover anticline on thrust, adalah jebakan yang

minyak bumi berada pada Hanging Wall dan Footwall. Lalu, Seal yang

posisinya lateral pada diapir dan menutup rapat jebakan yang berada

diatasnya.

Gambar 2.7 Contoh perangkap structural yang lain

c. Perangkap Kombinasi

perangkap kombinasi antara struktural dan stratigrafi. Dimana pada

perangkap jenis ini merupakan faktor bersama dalam membatasi bergeraknya

atau menjebak minyak bumi. Dan, pada jenis perangkap ini, terdapat leboh

dari satu jenis perangkap yang membenuk reservoar. Sebagai contohnya

antiklin patahan, terbentuk ketika patahan memotong tegak lurus pada

21
antiklin. Dan, pada perangkap ini kedua perangkapnya tidak saling

mengendalikan perangkap itu sendiri.

Gambar 2.8 Contoh Perangkap Kombinasi

d. Perangkap Hidrodinamik

Perangkap ini sangat jarang karena dipengaruhi oleh pergerakan air.

Pergerakan air ini yang mampu merubah ukuran pada akumulasi minyak bumi

atau dimana jebakan minyak bumi yang pada lokasi tersebut dapat

menyebabkan perpindahan. Kemudian perangkap ini digambarkan pergerakan

air yang biasanya dari air hujan, masuk kedalam reservoar formasi, dan

minyak bumi bermigrasi ke reservoar dan bertemu untuk migrasi ke atas

menuju permukaan melalui permukaan air. Kemudian tergantung pada

keseimbangan berat jenis minyak, dan dapat menemukan sendiri, dan tidak

dapat bergerak ke reservoar permukaan karena tidak ada jebakan minyak yang

konvensional.

Gambar 2.9 Contoh prangkap hidrodinamik

22
2.6 Geologi Regional

2.6.1 Fisiografi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier

berarah barat laut tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di

sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah

tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta

Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang

memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.

(Gambar 2.10)

Gambar 2.10 Gambar Fisiografi Cekungan Sumatera Selatan

(De Coaster, 1974)

23
Sesar-sesar yang berarah Barat Barat laut dan Timur-Tenggara serta Utara

Selatan mengaktifkan pengendapan di Cekungan Sumatera Selatan yang beberapa

diantaranya telah mengalami pembalikan struktur pada Miosen sampai Plio-Plistosen,

serta basin inversion (Pulonggono et. Al., 1992). Sistem subduksi yang sekarang

terletak di lepas pantai Sumatera dan di Selatan Jawa yang dimulai dari Oligosen

Akhir. Graben dan sesar-sesar utama di Cekungan Sumatera Selatan berorientasi

Utara-Baratlaut ke Selatan Tenggara.

Struktur perlipatan didaerah Cekungan Sumatera Selatan dapat dikelompokan

menjadi 3 (tiga) antiklinorium utama dari Selatan ke Utara, yaitu : Antiklonorium

Muara Enim, Antiklinorium Pendopo-Limau dan Antiklinorium Palembang Utara.

Antiklinorium Muara Enim terdapat di Sub-cekungan Palembang Selatan, dengan arah

baratlaut - tenggara sampai baratlaut-timur, ditempati oleh Formasi Muara Enim yang

kaya akan lapisan-lapisan batubara. Antiklinorium Pendopo-Limau termasuk kedalam

Sub-cekungan Palembang Selatan dan Sub-cekungan Palembang Tengah dengan arah

baratlaut-tenggara. Antiklinorium Palembang Utara merupakan kelompok antiklin dan

sinklin yang terdapat di bagian utara Sub-cekungan Palembang Tengah, yang

memanjang dengan arah baratlauttenggara.

2.6.2 Stratigrafi Sub-Cekungan Jambi

Tatanan stratigrafi Sub Cekungan Jambi pada dasarnya terdiri dari satu siklus

besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi pada

akhir silkusnya. Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non marin yaitu dengan

diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan kemudian diikuti oleh Formasi

Talang Akar yang diendapkan secara tidak selaras di atasnya. Menurut Adiwidjaja dan

24
De Coster (1973), Formasi Talang Akar merupakan suatu endapan kipas alluvial dan

endapan sungai teranyam (braided stream deposit) yang mengisi suatu cekungan. Fase

transgresi terus berlangsung hingga Miosen Awal dimana pada kala ini berkembang

Batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef, dan intertidal

(Formasi Batu Raja) pada bagian atas Formasi Talang Akar. Fase Transgresi

maksimum ditunjukkan dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara

selaras di atas Formasi Baturaja yang terdiri dari Batu serpih laut dalam.

Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan

diikuti oleh pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi Batu

pasir pada lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras

di atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut menjadi semakin dangkal dimana

lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal, dataran delta dan non

marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan batulempung dengan

sisipan berupa batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan ini berlangsung

hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir tufaan, pumice dan

konglemerat. Stratigrafi regional Sub Cekungan Jambi yang merupakan bagian dari

Cekungan Sumatera Selatan.

25
Tabel 2.1 Kolom Stratigrafi Umum Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera

Selatan (Saifuddin dkk.,2001)

26
a. Pre-Tertiary Basement (BSM)

Singkapan batuan Pra-Tersier dijumpai sepanjang bagian muka dari

Pegunungan Bukit Barisan (Gumai-Garba) yang membentuk batas pada arah batuan

Pra-Tersier hanya tersingkap di Bukit Pendopo, arah barat kota Prabumulih dan Bukit

Batu arah timur kota Palembang. Batuan basement yang dijumpai di daerah Limau

adalah Gneissic Granit, Quartz Diorit yang diduga didalam Sub Cekungan Palembang

Selatan sendiri, merupakan batuan beku yang mengalami metamorfosa lemah pada

barat daya Sub Cekungan Palembang Selatan, sedangkan pada arah timur laut,

singkapan batuan Pra-Tersier Kraton Sunda hanya dijumpai di Pulau Bangka dan

Pulau Singkep.

b. Formasi Lahat (LAF)

Formasi Lahat secara umum terdiri dari tufa, aglomerat, claystone, bresiatuff

dan andesit dalam butir kasar, fragmental, angular material vulkanik. Pada bagian atas

terdiri dari batuan shale dengan sisipan tuff, silt, batupasir dan beberapa lapisan tipis

batubara. Di daerah Pendopo-Limau Antiklinorium, LAF memperlihatkan ketebalan

yang bervariasi, bekisar Antara 200 m sampai 760 m, terbentuk sebagai endapan yang

terpisah dan terisolasi menumpang secara tidak selaras diatas batuan dasar Pra-Tersier.

Umur Formasi Lahat adalah Eosen Akhir sampai Oligosen Awal, terutama didasarkan

pada spora dan pollen berumur 55.5 + 2 Ma (dengan K-Ar age dating, De Coster,

1974). Lingkungan pengendapan Formasi Lahat adalah non marine, yang diendapkan

sebagai endapan fluviatil, yang secara lateral melewati endapan danau dan

kemungkinan berupa lingkungan brackish pada bagian dalam cekungan.

27
c. Formasi Talang Akar (TAF)

Formasi Talang Akar menumpang secara tidak selaras diatas Formasi Lemat/Lahat,

tetapi bila Formasi Lahat tidak berkembang maka Formasi Talang Akar secara

langsung menumpang diatas batuan dasar Pra-Tersier. Didaerah sekitar Antiklinorium

Pendopo-Limau, Formasi ini terdiri dari dua unit. Pada bagian bawah secara umum

tediri dari batupasir kasar sangat kasar, berselang - seling dengan lapisan tipis shale

dan batubara. Pada bagian atas terdiri dari selang seling batupasir dan shale, dengan

beberapa sisipan tipis batubara, yang secara berangsur menjadi lebih bersifat marine.

Meskipun terdapat batubara, shale marine dan batupasir semakin ke atas bersifat

gampingan. Bagian bawah biasa disebut sebagai Gritsand Member (GRM) dan bagian

atas disebut sebagai Transitional Member (TRM) (Spriyt, 1956). Didaerah

Antiklinorium Pendopo-Limau, Formasi Talang Akar memperlihatkan ketebalan yang

bervariasi ; 240 m di Benakat Timur, 500 m di Lapangan Talang Akar-Pendopo, 550

m di lapangan Jirak. Nampaknya TAF/GRM berkembang berkaitan langsung dengan

apa yang disebut sebagai basement high seperti di Benakat Timur, Tnjung Miring.

Secara vertical batupasir berbutir kasar sangat kasar berubah secara cepat menjadi

batupasir berbutir sedang sampai halus. Formasi Talang Akar berumur Oligosen Akhir

sampai Miosen Awal.

d. Formasi Baturaja

Unit karbonat ini mengidentifikasikan kondisi lingkungan laut di Sub

Cekungan Palembang Selatan. Unit ini berkembang sebagai reef coral yang tebal pada

struktur tinggian. Secara lateral pada daerah rendahan yang merupakan bagian dari

cekungan, lebih bersifat lempungan dan terdapat sebagai fasies marly. Formasi

28
Baturaja ini berumur Miosen Awal (N5-N8), tetapi didaerah Blok Lahat, berdasarkan

contoh batuan permukaan mengidentifikasikan BRF berumur Oligosen Akhir sampai

Miosen Awal (Total, 1988).

e. Formasi Gumai (GUF)

Formasi Gumai diendapkan pada waktu transgresi mencapai maksimum

diseluruh Sub Cekungan Palembang Selatan. Formasi ini terdiri dari sikuen tebal dari

batulempung Globigerina dan batulempung gampingan dengan sedikit sisipan

batugamping dan batupasir. Formasi Gumai dimulai dengan diendapkannya shale

secara luas didaerah Sub Cekungan Palembang dan Jambi. Di beberapa tempat

terdapat sisipan batupasir yang tipis tipis. Di Lematang Deep, formasi ini mencapai

ketebalan 1500 m. Formasi ini di Sub Cekungan Palembang Selatan berumur N9-N12.

f. Formasi Air Benakat (ABF)

Formasi Air Benakat ini mengawali fase regresi, terutama terdiri dari

betulempung dengan sisipan batupasir, yang semakin ke atas semakin dominan

batulempung nya. Glauconit dan micro-foram banyak dijumpai pada unit ini. Di

daerah Limau, Formasi Air Benakat ini berumur N10/N11 N16, sedangkan didaerah

Merbau-Talang Babat berkisar antara N10-N15.

g. Formasi Muara Enim (MEF)

Formasi Muara Enim terdiri dari claystone dan shale dengan sedikit sisipan

batupasir dan lapisan batubara. Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal

hingga Paralic dan lingkungan pengendapan non marine. Kontak antara formasi ini

dengan formasi Air Benakat dibawahnya adalah transisional dan sering mengalami

kesulitan untuk membedakannya. Tetapi biasanya keberadaan lapisan batubara Keladi

29
dianggep sebagai batas formasi. Ketebalan formasi bervariasi dari 450 m hingga 750

m dan umumnya Miosen Akhir hingga Pliosen Awal.

h. Formasi Kasai (KAF)

Litologi Formasi Kasai terdiri dari pumise tuff, batupasir tufaan, batulempung

tufaan dan lignit. Kontak antara Formasi Kasai dengan Formasi Muara Enim berada

dibawahnya adalah disconformity. Formasi ini berumur Pliosen Akhir hingga Kwarter

Awal.

30
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Analisa ini dilakukan dengan menggunakan data seismik dan pendukungnya,

kemudian dilakukan interpretasi dari data-data yang ada. Hasil dari analisa

diharapkan dapat mengetahui volume dari reservoir rock pada daerah yang telah

ditentukan. Terdapat empat tahapan yang dilakukan dalam pengerjaan penelitian

ini, yaitu:

a. Studi Pustaka

Tahap ini meliputi studi dari beberapa pustaka dan literatur yang berkaitan

dengan kondisi geologi daerah penelitian, konsep petroleum system,

seismik, dan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan.

b. Pengambilan Data

Tahap ini meliputi pengambilan data yang diperlukan dalam penelitian

serta analisa, antara lain: data seismic 2D dan 3D, data log, serta data

petrofisik yang meliputi.

c. Analisa Data

Tahap analisa yang dilakukan adalah data seismik, data log, dan pemakaian

perangkat lunak. Data seismik yang dikerjakan diharapkan menghasilkan

penentuan lapisan-lapisan batuan yang nantinya digunakan dalam

penentuan batuan reservoar hidrokarbon di horizon yang telah ditentukan.

31
Kemudian dilanjutkan korelasi antara lapisan batuan reservoir, hasil akhir

yang diharapkan berupa volume cadangan dari reservoir rock.

d. Penyusunan Laporan

Merupakan tahap akhir dari seluruh tahap penelitian, setelah dilakukan

pengumpulan data, memproses data, dan interpretasi data dengan tujuan

untuk mengetahui volume hidrokarbon yang ada di horizon penelitian

sehingga dapat mengetahui area prospect dan kondisi sebenarnya dari

hidrokarbon. Kemudian dibentuk dalam laporan akhir.

32
3.2 Diagram Alir

Studi Pustaka

Data Seimik Data Log Data Geologi

Wavelet Log GR, SP, RHOB, Statigrafi dan Tektonik


Sonic, v
Daerah Penelitian

Petroleum System
Syntetic Perhitungan:
Seismogram -Vclay
-Porositas Batuan Reservoar
Well Seismic Tie -Permeabilitas
-Saturasi Air

Picking Horizon

Time Structure Peta Net Isopac,


Map Peta SSR

Depth Structure Map

Pemodelan Struktur Pemodelan Statigrafi Penetuan Lapisan


Reservoar

Korelasi Sumur, Elektrofasies


dan Peta Isopac, Peta Gross
dan Peta Net Sand
Keterangan:
Pemodelan Reservoar
Data Primer

Perhitungan Cadangan
Data Sekunder

Prospek Area
Analisa Penulis

33
BAB IV

HASIL YANG DIHARAPKAN

Penelitian ini difokuskan pada perhitungan cadangan hidrokarbon di batuan

reservoir dengan menggunakan pemodelan reservoir berdasarkan analisis petrofisik

dari data well log dan seismic. Penulis juga berharap dapat mengetahui bagaimana

letak dari lapisan reservoir rock berada. Sehinnga dengan letak tersebut dapat

diketahui prospect area untuk pengembangan eksplorasi lebih lanjut.

34
BAB V

RENCANA KERJA

Waktu
No. Kegiatan November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Tahap Persiapan
2 Analisa Data Log
3 Analisa DataSeismik
- Interpretasi Seismik
- Picking Horizon
- Time Structure Map
- Depth Structure Map
4 Peta Isopac, Peta Gross,
Peta Net
Korelasi Sumur, TOC
5 dan Peta Isopac Peta
Gross dan Peta Net
6 Perhitungan Volume
Reservoir Rock
7 Pembuatan Laporan
Tugas Akhir

35
DAFTAR PUSTAKA

Asquith, George, 1982, Basic Well Log Analysis for Geologists, AAPG Methods in

Exploration Series: Number 3, USA

Badley, M.E. 1985. Practical Seismic Interpetation. Prentice Hall. USA.

Brown, L. F. and Fisher, W. L., 1977. Seismic-stratigraphic interpretation of

depositional systems: examples from Brazilian rift and pull-apart basins.

Crains, Petrophysical Handbook.

Catuneanu, Octavian., et al., 2011. Sequence Stratigraphy: Methodology and

Nomenclature.

Asquith, Gibson C, 1987, Basic Well Log Analysis for Geologists.

Jahn, Frank., Cook, Mark., dan Graham, Mark., 2008. Hydrocarbon Exploration and

Production. Elsevier

Tissot P.B., and Welte H.D. 1984. Petroleum Formation and Occurrence. Springer-

Verlag

Anda mungkin juga menyukai