APOR
ANK
INE
RJA
T
AHUN2
015
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkah dan hidayahNya sehingga Laporan Kinerja
Kementerian PUPR telah dapat diselesaikan pada waktunya.
Kementerian PUPR terdiri dari atas 11 unit organisasi Eselon I yang melaksanakan 12 program dengan 15
sasaran strategis, sehingga laporan kinerja ini merupakan konsolidasi pencapaian sasaran program yang
telah dilaksanakan selama TA 2015.
Laporan Kinerja yang menggambarkan dinamika Kementerian PUPR sejak awal sampai dengan
berakhirnya TA 2015 dimaksudkan sebagai pertanggung jawaban terhadap penggunaan seluruh sumber
daya, memuat upaya, dan metode yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan dan Sasaran
Strategis Kementerian PUPR sesuai dengan tugas dan fungsinya pada tahun awal Rencana Strategis
Kementerian dan RPJMN 2015-2019.
Selain itu, laporan akuntabilitas ini juga berperan sebagai alat kendali dan penilaian kualitas kinerja
secara terukur, serta alat untuk mendorong peningkatan kinerja demi terwujudnya pemerintahan yang
akuntabel di lingkungan Kementerian PUPR.
Ungkapan terimakasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah bekerja
keras melakukan segala daya dan upaya terselesaikannya laporan kinerja ini.
M. Basuki Hadimuljono
Ringkasan Eksekutif
ii
Tingkat kinerja dan integritas Kementerian PUPR, dengan realisasi 95,66 dan kinerja
132,40%;
Tingkat penyediaan dan pemanfaatan hasil inovasi teknis terapan bidang PUPR, dengan
realisasi 85,49 dan kinerja 127,59%;
Tingkat pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta
sarana dan prasarana, dengan realisasi 76,96 dan kinerja 134,28%. san Eksekutif
Terdapat 4 (empat) indikator kinerja lainnya yang capaian kinerjanya kurang dari
100%, indikator tersebut adalah:
Indeks rasio dukungan infrastruktur PUPR terhadap keterpaduan pengembangan
kawasan dengan capaian 96,25%;
Tingkat layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan dengan capaian
99,33%;
Tingkat kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman dengan capaian
97,02%;
Tingkat pemenuhan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan
rendah dengan capaian 99,67%;
Kinerja realisasi anggaran/keuangan Kementerian PUPR pada tahun 2015 berhasil
diiwujudkan sebesar Rp 110,023 triliun dari alokasi pagu sebesar Rp 119,65 triliun. Dengan
Progres fisik 95,51% Realisasi tersebut secara efektif dilaksanakan hanya dalam jangka waktu
sekitar 8 bulan dikarenakan revisi DIPA disampaikan pada akhir Mei yang diakibatkan adanya
perubahan nomenklatur.
Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian PAN dan RB, tingkat efektivitas dan efisiensi
penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya serta kualitas pembangunan
budaya kinerja birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil di
Kementerian PUPR sudah menunjukkan hasil yang baik. Meskipun demikian, masih terdapat
beberapa catatan penting yang perlu diperbaiki. Berikut ini adalah upaya-upaya yang
dilakukan pada tahun 2015 oleh Kementerian PUPR dalam peningkatan akuntabilitas kinerja:
Penyempurnaan Indikator Kinerja;
Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Aksi Kinerja;
Penyempurnaan system aplikasi informasi kinerja dan keuangan serta evaluasi
akuntabilitas;
Penjabaran IKU unit kerja ke dalam ukuran kinerja individu pegawai.
Adapun hal-hal yang harus menjadi perhatian kedepan dalam rangka peningkatan
kinerja organisasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
Reviu Rencana Strategis Kementerian PUPR;
Penetapan indikator kinerja utama (IKU) bidang PUPR;
Standarisasi metode pengukuran indikator;
Penetapan pedoman SAKIP;
iii
Peningkatan implementasi penyusunan sasaran kinerja pegawai (SKP) yang diturunkan
berdasarkan beban kerja unit organisasi;
Pencapaian outcome yang perlu disandingkan dengan Standar internasional atau
negarlain yang memiliki tingkat pertumbuhan yang sama/setara;
Penyempurnaan sistem informasi kinerja yang dilakukan melalui sistem aplikasi
ePerformance.
iv
DAFTAR ISI
Hal.
v
BAB 2 PERENCANAAN KINERJA ...................................................................................... II-1
vi
BAB 3 KAPASITAS ORGANISASI ..................................................................................... III-1
vii
4.1.2.7 Meningkatnya Kapasitas dan Kualitas Konstruksi
Nasional ...........................................................................IV-26
4.1.3 Learning and Growth ....................................................................IV-32
4.1.3.1 Meningkatnya SDM yang Kompeten dan Berintegritas ...IV-33
4.1.3.2 Meningkatnya Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi
dan Berintegritas .............................................................IV-35
4.1.3.3 Meningkatnya Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR .......IV-38
4.1.3.4 Meningkatnya Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum,
Data dan Informasi Publik, serta Sarana dan
Prasarana .........................................................................IV-44
4.2 PERBANDINGAN KINERJA ORGANISASI ..................................................IV-49
4.2.1 Subbidang Sumber Daya Air .........................................................IV-49
4.2.2 Subbidang Jalan dan Jembatan ....................................................IV-51
4.2.3 Subbidang Cipta Karya..................................................................IV-52
4.2.4 Subbidang Perumahan .................................................................IV-53
4.3 ANALISIS KINERJA ORGANISASI ..............................................................IV-54
4.3.1 Subbidang Sumber Daya Air .........................................................IV-56
4.3.2 Subbidang Jalan dan Jembatan ....................................................IV-63
4.3.3 Subbidang Cipta Karya..................................................................IV-72
4.3.4 Subbidang Perumahan .................................................................IV-75
4.3.5 Program Prioritas Infrastruktur PUPR ..........................................IV-84
4.4 ANALISIS EFISIENSI, EFEKTIVITAS, DAN MANFAAT ................................IV-88
4.4.1 Efisiensi dan Efektivitas Pembangunan Infrastruktur PUPR ........IV-88
4.4.2 Manfaat Pembangunan Infrastruktur PUPR ................................IV-91
4.5 UPAYA PENINGKATAN AKUNTABILITAS .................................................IV-94
4.6 PENGHARGAAN BAGI KEMENTERIAN PUPR .........................................IV-100
viii
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel II.1 : Perjanjian Kinerja ........................................................................................... II-10
Tabel II.2 : Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Kedaulatan Pangan dan
Ketahanan Energi ........................................................................................... II-13
Tabel II.3 : Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar
Permukiman dan Perumahan ........................................................................ II-14
Tabel II.4 : Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Ketahanan Air Nasional ............ II-16
Tabel II.5 : Capaian Tingkat Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur
Permukiman .................................................................................................. II-18
Tabel II.6 : Komponen Pengukuran Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan .............. II-19
Tabel II.7 : Komponen Pengukuran Tingkat Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi
Nasional ......................................................................................................... II-21
Tabel II.8 : Pengukuran Indikator Nilai Laporan Kinerja Pemerintah .............................. II-22
Tabel II.9 : Pengukuran Indikator Transparansi Pelaksanaan Program ........................... II-24
Tabel II.10 : Pengukuran Indikator Tingkat Pengelolaan dan Pengadministrasian
Pegawai .......................................................................................................... II-24
Tabel II.11 : Tabel Pengukuran Indikator Tingkat Kenyamanan Bekerja ........................... II-27
Tabel II.12 : Tabel Pengukuran Indikator Tingkat Layanan Informasi Publik .................... II-28
ix
Tabel IV.11 : Capaian Kinerja dari Perspektif Internal Process ..........................................IV-12
Tabel IV.12 : Capaian Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran ....IV-13
Tabel IV.13 : Perhitungan Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman dan
Penganggaran ...............................................................................................IV-13
Tabel IV.14 : Capaian Ketahanan Air..................................................................................IV-15
Tabel IV.15 : Outcome Pendukung Capaian Ketahanan Air ..............................................IV-16
Tabel IV.16 : Capaian Kemantapan Jalan Nasional ............................................................IV-17
Tabel IV.17 : Outcome Pendukung Capaian Kemantapan Jalan Nasional .........................IV-17
Tabel IV.18 : Capaian Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman .........IV-18
Tabel IV.19 : Outcome Pendukung Capaian Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur
Permukiman ..................................................................................................IV-19
Tabel IV.20: Capaian Capaian Penyediaan dan Pembiayan Perumahan ..........................IV-20
Tabel IV.21 : Outcome Pendukung Capaian Penyediaan dan Pembiayan Perumahan .....IV-20
Tabel IV.22 : Capaian Rumah Layak Huni Bagi MBR Melalui Belanja APBN ......................IV-22
Tabel IV.23 : Capaian Pengendalian Pelaksanaan Program dan Anggaran .......................IV-23
Tabel IV.24 : Outcome Pendukung Capaian Pengendalian Pelaksanaan Program dan
Anggaran .......................................................................................................IV-23
Tabel IV.25 : Capaian Kapasitas dan Kualitas Konstruksi Nasional ....................................IV-26
Tabel IV.26 : Outcome Pendukung Capaian Kapasitas dan Kualitas Konstruksi
Nasional ........................................................................................................IV-27
Tabel IV.27 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 1 .....................................................IV-28
Tabel IV.28 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 2 .....................................................IV-29
Tabel IV.29 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 3 .....................................................IV-29
Tabel IV.30 : Jumlah SDM Berkompeten Tahun 2014 dan 2015 .......................................IV-30
Tabel IV.31 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 4 .....................................................IV-31
Tabel IV.32 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 5 .....................................................IV-31
Tabel IV.33 : Capaian Kinerja dari Perspektif Learning and Growth .................................IV-32
Tabel IV.34 : Capaian SDM yang Kompeten dan Berintegritas..........................................IV-34
Tabel IV.35 : Capaian Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi dan Berintegritas .........IV-35
Tabel IV.36 : Capaian Indikator Pengelolaan dan Pengadministrasian Pegawai ...............IV-37
Tabel IV.37 : Capaian Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR ..............................................IV-38
Tabel IV.38 : Capaian Tingkat Penyediaan dan Pemanfaatan Hasil Inovasi Teknis Terapan
Bidang PUPR..................................................................................................IV-38
Tabel IV.39 : Capaian Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum, Data dan Informasi
Publik, serta Sarana dan Prasarana ..............................................................IV-44
Tabel IV.40 : Capaian Indikator Tingkat Fasilitasi Produk Hukum dan Bantuan
Hukum ...........................................................................................................IV-45
Tabel IV.41 : Capaian Indikator Tingkat Kenyamanan Bekerja ..........................................IV-46
Tabel IV.42 : Perbandingan kinerja dengan Renstra Subbidang Sumber Daya Air ...........IV-50
Tabel IV.43 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Sumber Daya Air ............IV-51
x
Tabel IV.44 : Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Jalan dan Jembatan ......IV-52
Tabel IV.45 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Jalan dan Jembatan ........IV-52
Tabel IV.46 : Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Cipta Karya ....................IV-53
Tabel IV.47 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Cipta Karya .....................IV-53
Tabel IV.48 : Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Perumahan ....................IV-54
Tabel IV.49 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Perumahan .....................IV-54
Tabel IV.50 : Realisasi Pembangunan Rumah Susun Tahun 2015......................................IV-77
Tabel IV.51 : Daftar Program Prioritas Nasional Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Tahun 2015 ....................................................................IV-84
Tabel IV.52 : Perbandingan Indikator Kinerja Tahun 2014 dan Tahun 2015 .....................IV-95
xi
DAFTAR GAMBAR
LAMPIRAN:
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam rangka mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah
satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang baik dan terpercaya, diperlukan
penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang
mengintegrasikan dari sistem perencanaan, pemrograman, penganggaran, serta pelaksanaan
program dan kegiatan yang kemudian dituangkan dalam laporan kinerja instansi pemerintah
(LaKIP).
LaKIP disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsi yang
telah diamanahkan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan seluruh sumber
dayanya, meliputi sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta anggaran (DIPA). Untuk
itu, di dalam LaKIP akan diuraikan mengenai history suatu instansi sampai dengan habis
berlakunya tahun anggaran.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berkewajiban menyusun LaKIP
Tahun 2015 dan menyerahkan kepada Kementerian PAN dan RB selambat-lambatnya dua bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran. Sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 53
Tahun 2014, LaKIP Kementerian ini berisi ikhtisar pencapaian sasaran strategis sebagaimana
telah ditetapkan di dalam Perjanjian Kinerja. Pencapaian sasaran tersebut menjelaskan
mengenai visi dan misi Kementerian PUPR, capaian kinerja tahun ini, capaian kinerja tahun
berjalan dibandingkan dengan target kinerja lima tahunan yang direncanakan, serta analisis
penyebab keberhasilan dan kegagalan programnya.
Pada tahun 2015 ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapatkan
alokasi anggaran sebesar 119,65 Triliun untuk mewujudkan ketahanan air, kedaulatan pangan,
kedaulatan energi, pengembangan wilayah, penguatan konektivitas nasional, perwujudan
permukiman yang layak huni dan berkelanjutan termasuk pengusahaan penyediaan rumah dan
pembiayaannya, industri konstruksi yang kompetitif, sinergi pusat dan daerah, serta
pengelolaan sumber daya yang efektif, efisien dan akuntabel. Hal tersebut didukung dengan
perwujudan 15 sasaran strategis melalui pelaksanaan 12 program oleh 11 unit organisasi.
I-1
Pencapaian sasaran strategis tersebut tentunya tidak mudah, karena kebijakan, program, dan
kegiatan yang disusun harus mampu menjawab permasalahan mendasar dan isu strategis
pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Namun berbagai upaya
telah dilakukan oleh Kementerian PUPR untuk mencapai sasaran strategis tersebut dalam
rangka mendukung visi pembangunan nasional, yang akan dituangkan di dalam laporan kinerja
ini.
I-2
f. Pelaksanaan penyusunan kebijakan teknis dan strategi keterpaduan pengembangan
infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
g. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pekerjaan umum dan perumahan
rakyat;
h. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pekerjaan umum dan
perumahan rakyat; dan
i. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Kementerian PUPR terdiri atas 11 unit organisasi eselon IA, 5 staf ahli Menteri, dan 4 pusat
dengan rincian sebagai berikut:
1. Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas,
pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
2. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Direktorat Jenderal Bina Marga
Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan jalan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Direktorat Jenderal Cipta Karya
Direktorat Jenderal Cipta Karya mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan
bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan
air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
I-3
5. Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan
Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan perumahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
6. Direktorat Jenderal Bina Konstruksi
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
7. Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan
Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembiayaan perumahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan intern di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
9. Badan Pengembangan Insfrastruktur Wilayah
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
kebijakan teknis dan strategi keterpaduan antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur
pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan
Badan Penelitian dan Pengembangan mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan
pengembangan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
11. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melaksanakan pengembangan
sumber daya manusia pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
12. Staf Ahli Menteri
Staf Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan secara administratif
dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal.
a. Staf Ahli Bidang Keterpaduan Pembangunan mempunyai tugas memberikan rekomendasi
terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang keterpaduan
pembangunan.
I-4
b. Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Investasi mempunyai tugas memberikan rekomendasi
terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang ekonomi dan investasi.
c. Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat mempunyai tugas memberikan
rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang sosial budaya
dan peran masyarakat.
d. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga mempunyai tugas memberikan rekomendasi
terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang hubungan antar lembaga.
e. Staf Ahli Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan mempunyai tugas memberikan
rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang teknologi,
industri, dan lingkungan.
13. Pusat-Pusat
a. Pusat di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal
Pusat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum melalui
Sekretaris Jenderal, antara lain: Pusat Data dan Teknologi Informasi serta Pusat Pengelolaan
Dana Pembiayaan Perumahan.
b. Pusat di bawah koordinasi Ditjen Sumber Daya Air
Pusat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum melalui
Direktur Jenderal Sumber Daya Air, antara lain: Pusat Bendungan serta Pusat Air Baku dan
Air Tanah.
I-5
Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
Staf Ahli
Menteri
Inspektorat Sekretariat
Jenderal Jenderal
Ditjen Ditjen
Ditjen Sumber Ditjen Cipta Ditjen Bina Ditjen Bina
Penyediaan Pembiayaan
Daya Air Karya Marga Konstruksi
Perumahan Perumahan
I-6
1.4 Aspek Strategis Organisasi
Aspek strategis organisasi mencakup peran yang harus dijalankan oleh organisasi Kementerian
PUPR berdasarkan mandat dan amanat peraturan perundangan yang berlaku. Adapun dalam
menjalankan peran strategis tersebut dilingkupi dengan kondisi yang ada dan tantangan yang
akan dihadapi, baik dalam skala jangka menengah maupun tahunan. Hal itu menjadi salah satu
dasar acuan yang harus dirumuskan dan dijawab melalui perencanaan pembangunan,
dilaksanakan, dan dilaporkan pencapaian terhadap sasarannya untuk kemudian dirumuskan
kembali dalam rencana dan strategi berikutnya.
Meskipun terdapat kekurangan pegawai di Kementerian PUPR dibandingkan dengan beban
kerja dan anggaran yang diberikan, terdapat pegawai potensial yang dapat diandalkan untuk ke
depannya yaitu sebanyak 67 pegawai yang telah memiliki gelar doctor (S3).
1.4.1 Pengelolaan Sumber Daya Air
Selama periode tahun 2010-2015, capaian pembangunan infrastruktur sumber daya air
diarahkan untuk mendukung ketahanan air nasional yang diharapkan dapat mendukung
ketahanan/kedaulatan pangan untuk peningkatan produksi padi serta ketahanan energi
nasional melalui pengembangan potensi PLTA pada waduk-waduk yang ada saat ini.
Selama periode tahun 2010-2015, capaian pembangunan infrastruktur sumber daya air
diarahkan untuk mendukung ketahanan air nasional yang diharapkan dapat mendukung
ketahanan/kedaulatan pangan untuk peningkatan produksi padi serta ketahanan energi
nasional melalui pengembangan potensi PLTA pada waduk-waduk yang ada saat ini.
I-7
pembangunan Jalan Paralel Perbatasan Kalimantan (TamajukSei Ular Malinau) dan telah
tersambung sepanjang 42.07 km dari rencana sepanjang 1.755 km, Jalan Perbatasan NTT-RDTL
telah dilakukan penanganan sepanjang 54,2 km dari rencana sepanjang 877 km dan percepatan
pembangungan Papua dan Papua Barat termasuk Jalan perbatasan Papua sepanjang 102 km.
I-9
Melihat strategisnya peran sektor konstruksi bagi perekonomian dan tantangan-tantangan
kedepan yang harus dihadapi, pembinaan menjadi kunci utama untuk meningkatkan daya saing
jasa konstruksi nasional agar mampu menghadapi dinamika perkembangan pasar dalam dan
luar negeri melalui berbagai upaya pembinaan, mulai dari aspek pengat pengaturan,
pemberdayaan, sampai dengan pengawasan.
I-10
1.4.8 Dukungan Manajemen, Sarana dan Prasarana
Pada tahun 2014, Kementerian PU berhasil mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) berdasarkan audit atas LK TA 2013. Hal ini menunjukkan ada perbaikan dalam
pengelolaan, penatausahaan dan pelaporan kinerja keuangan di Kementerian PU dibandingkan
periode-periode sebelumnya. Yang artinya pembinaan, pendampingan dan fasilitasi
penatausahaan dan pelaporan keuangan serta penataan BMN cukup berhasil. Sebagai
perbandingan, opini hasil audit dari BPK-RI terhadap LK Kementerian PU pada tahun tahun
2009-2011 telah naik dari Disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan
tahun 2012 naik menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Dengan Paragraf Penjelasan.
Berdasarkan nilai indeks kepuasan masyarakat terhadap Pelayanan Informasi Publik
Kementerian PUPR tahun 2015 sebesar 67,91 yang menunjukkan nilai mutu pelayanan baik (B).
Selain itu juga dapat dikatakan bahwa penyebarluasan informasi maupun pelayanan informasi
publik sudah termasuk kategori baik dan respon media pun sangat baik dalam memberitakan
isu-isu yang berhubungan dengan infrastruktur PUPR.
Secara umum potensi dan permasalahan yang terkait dengan penyelenggaraan pembangunan
bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat diantaranya meliputi: pertama, pembangunan
infrastruktur dipandang dapat memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan
kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan jika dilakukan secara sistemik. Sebagai
ilustrasi, persentase penduduk miskin dapat diturunkan hingga 11,37% (2013), walaupun Indeks
Gini perlu mendapatkan perhatian, mengingat perbedaan masih relatif lebar yaitu menunjuk
pada angka 0,413 pada tahun 2013. Kedua, pertumbuhan penduduk Indonesia yang akan terus
meningkat yaitu mencapai 271 juta jiwa di tahun 2020, McKinsey memprediksi bahwa jumlah
penduduk Indonesia yang masuk kategori consuming class akan meningkat ke angka 85 juta
jiwa pada tahun 2020 sebagai golongan menengah. Hal ini berimplikasi terhadap tuntutan
pelayanan publik yang jauh lebih baik. Disamping itu, pertumbuhan penduduk juga
berpengaruh terhadap eksploitasi sumber daya alam yang cenderung tidak terkendali, dan pada
ahirnya dapat menurunkan daya dukung. Ketiga, arus urbanisasi yang tinggi diikuti dengan
berbagai persoalan klasik perkotaan, seperti: kemacetan, kekumuhan, banjir, degradasi kualitas
lingkungan (udara dan air), minimnya ruang terbuka hijau, kurangnya air bersih, kesenjangan
pendapatan, meningkatnya sektor informal, dan terjadinya perkembangan perkotaan
horizontal (urban sprawl). Sebagai ilustrasi, dalam kurun 4 dekade terakhir (1970 2010) telah
terjadi kenaikan populasi perkotaan di Indonesia sebanyak 6 kali lipat yang membawa implikasi
pada belum terpenuhinya berbagai tuntutan kebutuhan infrastruktur pekerjaan umum dan
perumahan rakyat, padahal perkotaan merupakan mesin pertumbuhan dan ujung tombak daya
saing. Keempat, perubahan iklim yang terjadi saat ini juga mengancam kehidupan. Sebagai
contoh, perkotaan khususnya kota-kota di kawasan pesisir terancam rob akibat fenomena
kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah seperti di Jakarta dan Semarang. Hal ini
terutama disebabkan juga oleh pengambilan air tanah secara berlebihan.Kelima, secara
geografis Indonesia terletak di kawasan ring of fre yang memiliki banyak gunung api yang
aktif hingga mencapai 130 gunung. Indonesia juga terletak pada titik pertemuan empat
I-12
lempeng tektonik dunia yang menyebabkan tingginya tingkat kejadian gempa bumi. Sebagai
contoh, pada tahun 2012 terjadi 363 gempa di atas 5 skala Richter. Hal ini berpengaruh
terhadap perencanaan, pelaksanaan, operasionalisasi serta pemeliharaan infrastruktur
pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Keenam, kesenjangan wilayah timur dan barat,
Bappenas 2012 mencatat fakta bahwa beberapa wilayah bahkan bertumbuh di atas
pertumbuhan rata-rata nasional. Sementara itu, KTI yang begitu kaya akan sumber daya alam,
kelautan, mineral, dan hutan selama puluhan tahun hanya menyumbang 18% dari
perekonomian nasional. Hal ini bisa diakibatkan wilayah di bagian timur Indonesia sangat
kurang pembangunan infrastrukturnya. Ketujuh, pengendalian pembangunan belum
sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang, sehingga berimplikasi pada
kerusakan alam. Sebagai contoh, terjadinya sedimentasi pada badan-badan air, terjadinya
longsor, dan daya tampung reservoir yang menurun secara signifkan.
Kedelapan, permasalahan utama di bidang maritim adalah kurang terpadunya perencanaan
pembangunan infrastruktur perhubungan laut dan penyeberangan, maupun pengembangan
kota pesisir dengan pembangunan infrastruktur PUPR, terutama jalan dan sumber daya air.
Kesembilan, sinergi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pembangunan infrastruktur
pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang tercermin pada pola pengaturan, pembinaan,
pembangunan dan pengawasan. Sinergi tersebut masih perlu terus dilakukan perbaikan dan
penataan yang intensif mengingat infrastruktur merupakan urusan pemerintahan yang bersifat
concurrent (dilaksanakan bersama oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah) sesuai dengan
batasan kewenangan pusat dan daerah. Sebagai ilustrasi, kemampuan Pemda, terutama dalam
aspek pendanaan untuk melakukan operasi dan pemeliharaan infrastruktur serta komitmen
(political will) masih harus ditingkatkan. Terkait hal ini, berdasarkan data Kementerian
Keuangan pada tahun 2010 dari seluruh kabupaten dan kota, realisasi belanja untuk urusan
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang hanya mencapai rata-rata 14,24 persen dari seluruh
total belanja Pemerintah Daerah, dan pada tahun 2012 justru menurun hanya mencapai 13,95
persen, bahkan 38,57 persen diantaranya di bawah 10 persen.
I-13
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA, PLTM dan PLTMH). Untuk memenuhi kebutuhan tenaga
listrik nasional dalam rangka ketahanan energi tersebut, beberapa waduk direncanakan akan
dikembangkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), diantaranya: Waduk Karian,
Jatigede, Jatibarang, Bajulmati, Bendo, Lolak, Kuwil, Karalloe, Tugu, Titab, Marangkayu.
Selanjutnya, kontribusi sektor irigasi terhadap produksi padi relatif besar, pada tahun 2015
peningkatan layanan jaringan irigasi sebesar 182.017 H yang akan lebih meningkatkan
kontribusi irigasi terhadap produksi padi tersebut.
Namun demikian, ke depan masih terdapat permasalahan-permasalahan seperti: pertama,
dampak negatif perubahan iklim terhadap ketersediaan dan kualitas sumber daya air yang
terjadi diantaranya karena dinamika masyarakat. Dengan demikian, perlu adanya upaya
mitigasi dan adaptasi. Perubahan iklim global yang disebabkan emisi gas rumah kaca juga telah
mengubah pola dan intensitas hujan dan menaikan permukaan laut sehingga meningkatkan
kerawanan kekeringan dan banjir. Kedua, masih terjadinya kerusakan pada catchment area,
perubahan pola hujan, erosi dan sedimentasi sangat tinggi, peningkatan kejadian banjir dan
kekeringan, tingginya pencemaran dan rendahnya kualitas air, serta dampak perubahan iklim
yang memerlukan mitigasi dan adaptasi. Sebagai ilustrasi, pengaruh perubahan iklim, seperti
peningkatan muka air laut akan membawa perubahan pada garis pantai yang akan
menimbulkan masalah dalam kaitannya dengan perlindungan sarana dan prasarana sepanjang
pantai dan batas wilayah Negara. Ketiga, jaringan irigasi masih mengalami kerusakan, sehingga
perlu optimalisasi penurunan daerah irigasi dalam kondisi rusak kewenangan Pemerintah Pusat
dan dorongan kepada daerah untuk menurunkan daerah irigasi dalam kondisi rusak
kewenangan Pemerintah Daerah. Keempat, pembangunan waduk dan embung sebagai upaya
untuk meningkatkan kapasitas sumber-sumber air masih menghadapi banyak hambatan,
terutama disamping anggaran juga terkait dengan penanganan dampak sosial dan pengadaan
tanah.
I-14
meningkatkan kinerja logistik nasional, telah ditetapkan tahapan penguatan sistem logistik
nasional 2011-2025. Pada akhir periode 2015-2020 biaya logistik nasional direncanakan turun
4% dari tahun 2015.
Dalam rangka peningkatan kualitas infrastruktur jalan untuk mendukung penguatan Sistem
Logistik Nasional, terdapat isu strategis terkait program penyelenggaraan jalan yang dilakukan
oleh Kementerian PUPR, antara lain:
1) Dukungan Global dan Regional terhadap Pembangunan Jalan
Dalam rangka memperkuat kerjasama ASEAN, pada tahun 2015 negara anggota ASEAN sepakat
untuk mewujudkan ASEAN Community dengan 3 (tiga) pilar yaitu: (i) Komunitas Politik-
Keamanan ASEAN; (ii) Komunitas Ekonomi ASEAN; dan (iii) Komunitas Sosial-Budaya ASEAN.
Dalam konteks ini, konektivitas merupakan salah satu aspek terpenting dalam rangka
mewujudkan visi dari Komunitas ASEAN tersebut, yang diterjemahkan dalam bentuk proyek
Trans Asia ASEAN highways.
Disamping kerjasama pada tingkat ASEAN, kerjasama pada skala yang lebih sempit yang tidak
kalah pentingnya bagi Indonesia adalah antara Indonesia, Malaysia dan Thailand yang dikenal
sebagai Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei-Indonesia-Malaysia-
Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA). Ditinjau dari perspektif transportasi,
kerjasama ini pada dasarnya berupaya untuk meningkatkan konektivitas antar negara-negara
yang menjadi anggotanya khususnya terkait dengan infrastruktur jalan. Hal ini diwujudkan
dengan mempercepat pelaksanaan proyek-proyek pengembangan jalan pada wilayah-wilayah
yang menjadi bagian dari koridor yang dikembangkan.
I-15
Gambar 1.3. Lima Koridor Ekonomi IMT-GT
Lima koridor ekonomi IMT-GT terdiri atas koridor Songkhla Penang Medan, Selat Malaka,
Banda Aceh Medan Pekanbaru Palembang, Melaka Dumai dan Ranong Phuket Aceh.
Dukungan Ditjen Bina Marga pada kelima koridor ini terutama pada pengembangan Jalan Tol
Trans Sumatera guna meningkatkan konektivitas bagian utara dan selatan Pulau Sumatera.
Sama halnya dengan IMT-GT, tiga koridor ekonomi prioritas dicanangkan guna mendukung
interaksi mobilitas lintas batas antar negara anggota BIMP EAGA yaitu West Borneo Economic
Corridor, East Borneo Economic Corridor, dan Greater Sulu Sulawesi Corridor. Dukungan Ditjen
Bina Marga pada ketiga koridor ekonomi tersebut terutama difokuskan pada peningkatan
kualitas jalan perbatasan Tanjung Selor, ruas jalan Tayan Serawak, dan pembangunan jalan tol
Manado Bitung.
I-16
2) Peningkatan Konektivitas Nasional
Potensi pembangunan infrastruktur jalan masih sangat tinggi karena Indonesia masih
membutuhkan jaringan konektivitas transportasi yang handal. Tumbuhnya pusat pusat
pertumbuhan ekonomi baru memerlukan konektivitas yang memadai untuk mengoptimalkan
potensi masing masing kawasan serta mempermudah pemerataan kesejahteraan.
Infrastruktur jalan membuka koridor-koridor ekonomi dan menghubungkan berbagai pusat
kegiatan ekonomi dan logistik nasional sehingga pembangunan infrastruktur jalan selalu
menjadi prioritas pembangunan pemerintah pusat dan daerah. Pembangunan jaringan jalan
nasional harus menyatukan dan menghubungkan berbagai titik Kawasan Ekonomi Nasional,
Kawasan Ekonomi Wilayah dan Kawasan Ekonomi Lokal sehingga arus bahan baku, bahan jadi,
dan hasil produksi dapat dengan mudah menjangkau lokasi terminal, bandara maupun dermaga
sebagai kelanjutan sistem logistik nasional.
Hingga akhir tahun 2015, Indonesia masih dihadapkan pada tantangan peningkatan
konektivitas nasional. Pembangunan jalan masih terfokus pada kawasan Barat. Sedangkan
pusat-pusat ekonomi di kawasan Indonesia Timur masih belum seluruhnya terhubung.
Pembangunan jalan perlu difokuskan untuk mendorong pertumbuhan di kawasan Indonesia
Timur, dengan memberi dukungan dan layanan jalan terhadap pusat ekonomi sehingga dapat
meningkatkan interaksi ekonomi antar wilayah.
Selain itu, aksesibilitas untuk kawasan terisolir, perbatasan dan terluar juga menjadi salah satu
isu yang strategis terkait Negara Kesatuan Republik Indonesia. Infrastruktur jalan mampu
memfasilitasi pemerataan pembangunan, membuka akses terhadap pelayanan kesehatan,
pendidikan dan fasilitas sosial lain seperti pasar, administrasi pemerintahan serta penyeimbang
ekonomi untuk daerah perbatasan.
3) Kemantapan Jalan Nasional dan Jalan Daerah
Kemantapan jalan merupakan kunci dalam menjamin kelancaran mobilitas orang dan barang
yang akan berpengaruh terhadap efisiensi waktu dan biaya, kenyamanan dan keselamatan
pengguna jalan. Kondisi jalan nasional di Indonesia saat ini cukup baik dengan kemantapan
94%. Meskipun begitu, perlu sedikit upaya agar mencapai 98% mantap pada tahun 2019.
Disamping itu, diperlukan pemeliharaan secara berkala agar kemantapan jalan nasional tetap
terjaga. Akan tetapi, kondisi ini belum dirasakan pada jalan daerah baik di tingkat provinsi
maupun kabupaten/kota. Jalan merupakan sebuah sistem jaringan yang terstruktur dan
terintegrasi satu sama lain. Kemantapan jalan daerah penting untuk mendukung fungsi jalan
nasional dengan menghubungkan daerah-daerah Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat
Kegiatan Lokal (PKL) dengan daerah Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
I-17
Antisipasi kerusakan jalan sudah harus dipertimbangkan pada saat perencanaan dan konstruksi.
Pembangunan jalan baru harus mempertimbangkan umur rencana (design life) yang lebih lama
serta mampu menahan beban dan pengaruh cuaca. Design life jalan selama ini relatif pendek,
yaitu hanya pada kisaran 10 tahun. Antisipasi sejak masa konstruksi dapat mengurangi resiko
kerusakan jalan dalam jangka pendek. Kegiatan perbaikan jalan yang dilakukan terus menerus
akibat rusaknya jalan dalam jangka waktu pendek akan memakan biaya yang lebih besar
sehingga antisipasi terhadap kerusakan jalan sejak proses konstruksi dapat menghemat biaya
perawatan jalan.
4) Pembangunan Jalan Berwawasan Lingkungan
Proses konstruksi jalan merupakan salah satu sumber polusi. Omri Dahlan dan Alex Goykham
dalam artikelnya The Importance of Green Roads mengatakan bahwa pembangunan 1 mil
jalan akan menghasilkan polusi sebesar 1.200 ton, setara dengan polusi dari 210 mobil dalam
setahun. Oleh karena itu, pembangunan jalan harus memperhatikan dampak terhadap
lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 5 sudah
mengisyaratkan agar pembangunan jalan Indonesia menjadi lebih ramah lingkungan.
Salah satu upaya pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan adalah menerapkan konsep
Green Roads atau jalan ramah lingkungan yang memperhatikan tiga aspek yaitu sosial,
ekonomi, dan lingkungan. Konteks green road ini mencakup tahap pembiayaan, perencanaan,
desain, konstruksi, dan pemeliharaan jalan, serta penanganan dampak perubahan iklim. Dalam
pembangunan green roads dikenal beberapa prinsip penting yaitu meminimalkan pemanfaatan
energi dan air, mengurangi penggunaan sumber daya alam tak terbarukan, desain dan material
yang meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan dan pengoperasian jalan (polusi
udara, suara, getaran, dan limbah), serta lansekap jalan membaur dengan lingkungan sekitar.
Saat ini telah banyak dikembangkan teknologi pembangunan jalan seperti alat berat, teknik
desain, material bahkan teknologi kelengkapan jalan seperti dinding peredam kebisingan,
teknologi pembatas jalan, dan lain-lain. Puslitbang Jalan dan Jembatan telah mengembangkan
teknologi yang berkaitan dengan kriteria green roads. Namun pada kenyataannya, penerapan
teknologi masih sangat minim dilakukan. Yang seharusnya dilakukan adalah mendorong
penerapannya dalam pembangunan jalan di Indonesia, selain untuk pelestarian lingkungan,
teknologi-teknologi tersebut diciptakan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur jalan serta
meningkatkan keselamatan pengendara.
I-18
1.5.3 Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) mengamanatkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat melalui penyediaan akses
air minum sebesar 100%, terwujudnya kota tanpa pemukiman kumuh, serta pemenuhan
sanitasi layak, pada tahun 2020.
Selain itu, pengembangan permukiman tidak sekedar sebagai pendukung sarana kebutuhan
kehidupan, tetapi merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan
untuk memasyarakatkan dirinya, menampakkan jati diri, memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan karena memiliki multiplier effect
terhadap pertumbuhan ekonomi dan wilayah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta
penciptaan lapangan kerja.
Peran dan partisipasi aktif dari Pemerintah Daerah dalam hal pendataan, perencanaan,
pelaksanaan, hingga pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan perumahan
dan kawasan permukiman, masih bisa dioptimalkan. Sebagai contoh, dukungan Pemerintah
Daerah dalam pembangunan khususnya sarana dan prasarana dasar terkait pembebasan tanah
sangat besar, sehingga berpotensi untuk diberdayakan dan ditingkatkan dalam kerangka sinergi
pusat daerah.
Namun demikian, terdapat beberapa tantangan dan permasalahan, seperti 70% emisi gas
rumah kaca berasal dari kawasan perkotaan, salah satunya berasal TPA Open Dumping yang
menghasilkan gas metana (CH4). Bangunan gedung menggunakan 40% dari energi global, dan
menghasilkan emisi pada tahap konstruksi dan operasi.
Selain itu, dalam aspek akses air minum, masih perlunya peningkatan cakupan layanan yang
saat ini secara nasional sekitar 70 persen, penurunan kehilangan air, peningkatan kualitas air
minum, optimalisasi potensi pendanaan swasta, penerapan tarif full cost recovery; optimalisasi
penerapan Good Corporate Governance; peningkatan kualitas dan kuantitas air baku,
optimalisasi potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengembangan SPAM serta
pengembangan teknologi pengolahan air.
Selanjutnya terkait sanitasi, tantangan/permasalahan antara lain: (1) cakupan layanan sanitasi
nasional saat ini masih rendah yaitu sekitar 59,7 persen; (2) belum seluruh masyarakat dapat
menikmati akses sanitasi yang layak (sekitar 70 juta jiwa penduduk Indonesia buang air besar
sembarangan); (3) rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat;
daerah belum memiliki dokumen perencanaan sanitasi berkualitas; (4) perlunya peningkatan
peran daerah terkait pengelolaan sanitasi; (5) kesulitan penyediaan lahan yang layak dan sesuai
dengan ketentuan teknis pembangunan infrastruktur; dan (6) perlunya peningkatan
manajemen aset.
I-19
Dalam penanganan permukiman kumuh ada beberapa tantangan/permasalahan antara lain; (1)
hasil identifikasi kawasan kumuh pada tahun 2015 mencapai 35.003 Ha; (2) perlunya
peningkatan peran daerah dalam pengentasan kawasan kumuh, saat ini sekitar 53 persen
belum memiliki Perda bangunan gedung; dan (3) peningkatan jumlah rumah tangga yang
menempati rumah tidak layak huni belum seluruhnya didukung oleh prasarana, sarana
lingkungan dan utilitas umum yang memadai, sehingga memicu meluasnya permukiman
kumuh.
I-20
1.5.5 Penyediaan Perumahan
Peran dan partisipasi aktif Pemerintah Daerah dalam hal penyediaan perumahan khususnya
bagi masyarakat berpenghasilan rendah sangat penting. Peran tersebut, yang meliputi
pendataan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, perlu dioptimalkan. Sebagai contoh,
pemerintah daerah perlu memberikan dukungan dalam bentuk kesiapan sarana dan prasarana
serta pembebasan tanah bagi pembangunan perumahan. Dukungan Pemerintah Daerah
tersebut perlu ditingkatkan dalam kerangka sinergi pusat dan daerah.
Di samping Pemerintah Daerah, pelaku yang juga perlu diberdayakan adalah masyarakat dan
dunia usaha, termasuk BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur perumahan dan kawasan
permukiman yang selama ini belum didorong secara maksimal. Peran dunia usaha seharusnya
dikembalikan sebagai investor yang efektif dan sebagai generator pengembangan kawasan.
BUMN harus didorong untuk dapat melaksanakan pelayanan kepada masyarakat sekaligus
membantu Pemerintah untuk menyelesaikan target-target yang telah ditetapkan. Sedangkan
masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah, perlu diberdayakan secara
terorganisir dan ditempatkan sebagai aktor penting pembangunan.
Disisi lain, terdapat tantangan dan permasalahan yaitu; (1) dukungan kebijakan bidang
perumahan dan kawasan permukiman belum memadai; (2 koordinasi dan kelembagaan
pembangunan perumahan kurang optimal; (3) peran kontrol Pemerintah terhadap harga lahan
dan harga perumahan belum optimal; (4) efisiensi proses dan mahalnya biaya perizinan untuk
pembangunan perumahan kurang maksimal; (5) terbatasnya dan mahalnya harga bahan
bangunan untuk pembangunan perumahan; (6) pengawasan dan pengendalian dalam
penyelenggaraan pembangunan perumahan masih kurang maksimal; (7) masih tingginya
backlog kepemilikan rumah; dan (8) pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk
pembangunan perumahan perlu dikembangkan.
Kementerian PUPR memiliki tanggung jawab cukup besar untuk menyediakan tempat tinggal
yang layak huni sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 28H bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan. Hingga saat ini, masih terdapat backlog
kepenghunian rumah sebesar 7,5 juta. Sementara setiap tahun kebutuhan rumah rata-rata
adalah 800 ribu unit berdasarkan asumsi bahwa setiap pasangan menikah akan membutuhkan
satu rumah. Jika hanya melalui penyediaan program pemerintah maka hanya akan tercukupi
kebutuhan 400 ribu unit per tahun. Untuk itu, perlu dilakukan program Pembangunan Sejuta
Rumah setiap tahun hingga 2019 yang ikut melibatkan Perumnas dan Developer.
I-21
1.5.6 Pembinaan Konstruksi Nasional
Jasa konstruksi dikenal sebagai kegiatan yang sangat terfragmentasi. Fragmentasi vertikal
terjadi dalam rantai produksi antara produsen material, pemasok, manufaktur, kontraktor
spesialis, dan kontraktor general, sementara fragmentasi horizontal terjadi dalam siklus proyek
yaitu gagasan, konseptual desain, studi kelayakan, perencanaan detail, pengadaan, konstruksi,
penyerahan pekerjaan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi.
Selain itu, rendahnya mutu masih mewarnai penyelenggaraan konstruksi di Indonesia. Di
bidang jalan misalnya, terjadi kerusakan struktural jalan sebelum umur rencana berakhir.
Kegagalan konstruksi juga masih terjadi dalam pengelolaan bendung dan jembatan, contohnya
runtuhnya Bendung Situ Gintung tahun 2009 dan Jembatan Kutai Kartanegara pada tahun 2011.
Walaupun terdapat beberapa kontraktor nasional terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang mempunyai kemampuan tinggi, daya saing kontraktor nasional secara umum masih
rendah. BUJK didominasi oleh BUJK generalis sehingga kemitraan antar kualifikasi dan klasifikasi
belum terwujud.
Lemahnya kemampuan tenaga ahli dan konsultan nasional di bidang pekerjaan umum dan
perumahan rakyat juga sangat dirasakan. Pada saat ini hanya terdapat beberapa konsultan
nasional yang bereputasi tinggi dan umumnya tidak bekerja di bidang pekerjaan umum dan
perumahan rakyat. Luputnya perhatian pemerintah dan terbatasnya kemampuan asosiasi
profesi mengawal billing rate tenaga ahli yang pantas berakibat langsung pada kemampuan
perusahaan konsultan untuk mempertahankan dan membina tenaga ahli serta
mengembangkan usahaserta terjadinya praktek-prakter yang kurang professional.
Mutu sumber daya manusia sektor konstruksi tidak kurang memprihatinkan. Dari 6,9 juta
pekerja, 60% adalah tenaga kasar, 30% tenaga terampil, dan hanya 10% tenaga ahli. Dari total
tenaga kerja tersebut, kurang dari 10% yang telah bersertifikat.
I-22
Beberapa tantangan dan permasalahan dalam aspek pengendalian dan pengawasan,
diantaranya; (1) pembangunan sarana dan prasarana bidang PU dan perumahan rakyat perlu
untuk menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik; (2) koordinasi
penyelenggaraan infrastruktur oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah masih lemah
yang berdampak pada ketidakjelasan status aset; (3) belum maksimalnya pelaporan gratifikasi
sebagai tindak lanjut atas komitmen penerapan gratifikasi; dan (4) perlunya seluruh unit kerja
menerapkan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) melalui Manajemen Resiko sesuai
Instruksi Menteri PU No. 2/IN/M/2011.
I-23
masih dengan kriteria sektor. Perencanaan, pemrograman, dan penganggaran pembangunan
belum spesifik kepada keterpaduan pembangunan infrastruktur bidang PUPR dengan
pengembangan wilayah antarsektor, antardaerah, dan antarpemerintahan. Konsekuensinya,
capaian secara spesifik belum dapat disajikan. Kebijakan dan strategi pembangunan
infrastruktur PUPR sebelumnya masih belum terpadu dengan pengembangan wilayah yang
memperhatikan rencana tata ruang.
Isu pengentasan kemiskinan dan rendahnya laju pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan oleh
dikotomi dan disparitas antara Kawasan Barat Indonesi (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia
(KTI) merupakan kendala yang masih harus dihadapi dalam mewujudkan target-target nasional.
Salah satu penyebabnya adalah intervensi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan
jaringan transportasi lebih besar di Kawasan Barat Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Bali)
dibandingkan KawasanTimur Indonesia. Akibatnya, disparitas pembangunan infrastruktur
sangat besar. Kontribusi Kawasan Barat Indonesia terhadap PDB nasional lebih besar daripada
Kawasan Timur Indonesia yang kayasumber daya alam, laut, dan mineral. Selain itu,
penyelengaraan pembangunan infrastruktur PUPR juga menghadapi beberapa tantangan
terutama dalam menyeimbangkan pertumbuhan dan pembangunan.
Pengukuran kinerja keterpaduan Infrastruktur bidang PUPR dengan pengembangan wilayah
pada perwakilan kawasan dari 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) telah mulai dilakukan
untuk menentukan dasar pengukuran kinerja berkala setiap tahun. Dalam pengukuran tersebut,
beberapa kendala ditemui dan akan terus diperbaiki. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
keterpaduan infrastruktur baik di dalam kawasan, antar kawasan, dan antar WPS masih rendah.
Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan mengombinasikan faktor
internal dan eksternal. Faktor internal berupasumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya teknologi. Sementara, faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang
muncul seiring dengan interaksinya dengan wilayah lain. Konsep pengembangan wilayah dapat
memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pengembangan
wilayahmemberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik serta menciptakan pusat-
pusat produksi. Sedangkan dalam konteks jangka panjang, pengembangan wilayah dapat
mendorong pemanfaatanpotensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal. Lebih
lanjut, pengembangan wilayah mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial,
termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya mengatasi kendala pembangunan di daerah
dalam rangka mencapai tujuan pembangunan.
Potensi dan keunggulan kawasan dapat memberikan nilai tambah dan kapasitas produksi
unggulan di kawasan. Pemberdayaan masyarakat, yang berpotensi mendorong akselerasi
investasi industri melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dengan kawasan
penyangga, dapat lebih memperoleh dukungan. Selama ini, masyarakat petani, nelayan,
peternak, pengrajin kesulitan memasarkan produknya serta kuantitas produk relatif rendah.
I-24
Namun demikian, masih terdapat permasalahan yang mengemuka pada konsep pengembangan
wilayah, di antaranya:
1) Kebijakan, peraturan, standar dan manual dalam perencanaan, pemrograman dan
penganggaran pembangunan infrastruktur bidang PUPR dengan pengembangan wilayah
masih belum terpadu dan sinergis dengan mempertimbangkan aktivitas ekonomi, sosial
dan keberlanjutan lingkungan serta kearifan lokal sebagai keunggulan kompetitif;
2) Kepadatan penduduk di Pulau Jawa-Bali merupakan yang tertinggi dengan kepadatan rata-
rata diatas 500 Jiwa/Km2;
3) Secara spasial, wilayah dengan proporsi penduduk miskin yang tinggi terdapat di wilayah
Papua dan Nusa Tenggara (diatas 30%) sementara terendah di Kalimantan (dibawah 10%);
4) Distribusi ekonomi wilayah Jawa dan Bali mendominasi hingga mencapi 58,8% terhadap
nasional, Sumatera 23%, dan Kalimantan 9,3% sisanya kurang dari 10%;
5) Keterpaduan antarprogram/antarsektor yang berbeda sumber pendanaan masih belum
optimal;
6) Minimnya akses serta anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
pembangunan pada kawasan yang baru bertumbuh terutama pada kawasan
perbatasan/terpencil/tertinggal;
7) Belum efektifnya pemanfaatan Rencana Tata Ruang sebagai basis pembangunan wilayah;
8) Belum ada penetapan kawasan yang akan dikembangkan dan dukungan fungsi yang
dibutuhkan dikaitkan dengan daya dukung, daya tampung, dan lingkungan fisik pendukung
fungsi;
9) Belum terbangunnya sistem pendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi kawasan baik
industri maupun perdagangan yang berbasis potensi sumber daya kawasan serta
pemberdayaan masyarakat;
10) Belum terpadunya pengelolaan dan pembangunan kawasan baik dalam perencanaan,
pemrograman, penganggaran, dan pelaksanaan pembangunan;
11) Kurangnya dukungan lintas sektor, lintas daerah, dan lintas pemerintahan terkait
kompleksitas kawasan dari berbagai dimensi baik sosial, budaya, ekonomi, pertahanan,
dan keamanan; dan
12) Kesenjangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan yang tinggi dengan indikasi hampir
seluruh fasilitas terakumulasi di kawasan perkotaan, sehingga cenderung menimbulkan
arus urbanisasi.
I-25
1.5.9 Penelitian dan Pengembangan
Pada periode 2015-2019, Badan Litbang PUPR dituntut untuk meningkatkan kinerja dari lima
tahun sebelumnya. Hal tersebut berarti bahwa karya-karya yang dihasilkan, baik dari segi
kuantitas, maupun kualitas, harus lebih baik dari sebelumnya. Untuk mendukung pencapaian
target tersebut dibutuhkan peningkatan kualitas kelembagaan, ketatalaksanaan, dan
manajemen sumber daya litbang untuk acuan perencanaan strategis kedepan. Dalam rangka
mendukung terciptanya mutu penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan
permukiman yang andal, Badan Litbang PUPR telah diarahkan untuk berperan sebagai the
technostructure atau scientific backbone, yaitu memberikan saran dan masukan maupun
pertimbangan ilmiah dalam perumusan kebijakan-kebijakan Kementerian. Beberapa kegiatan
litbang yang menonjol meliputi layanan konsultasi pada kasus-kasus strategis dan kegiatan
advis teknis yang dilakukan kepada pemerintah daerah maupun kepada direktorat jenderal
terkait. Kegiatan prioritas lainnya adalah melakukan pembinaan aparat pelaksana di daerah
terkait dengan standar yang diperlukan, baik melalui TOT, maupun upaya pemenuhan
permintaan advis teknis, dan pendampingan teknis yang semakin bertambah. Sebagai pelopor
di bidang penelitian dan pengembangan teknologi, Badan Litbang berperan dalam mencari
terobosan-terobosan baru dalam pengembangan teknologi untuk diaplikasikan dalam
pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rayat. Badan Litbang secara
tidak langsung berperan dalam mengedukasi masyarakat agar mampu menjaga infrastruktur
terbangun dengan cara, antara lain melakukan pelatihan kepada masyarakat dalam mencari
modul pembangunan partisipatif, pelatihan terhadap tenaga-tenaga laboran di laboratorium
daerah, dan perkuatan SDM ke-litbang-an. Tersedianya pilihan IPTEK siap pakai, peningkatan
akses pemangku kepentingan terhadap keberadaannya, serta layanan administrasi dan
manajemen untuk meningkatkan kualitas layanan publik merupakan faktor-faktor penentu
keberhasilan pemberian dukungan Badan Litbang PUPR terhadap penyediaan infrastruktur
berkualitas. Ketidakmerataan atau disparitas ketersediaan infrastruktur kawasan/wilayah,
penurunan kualitas lingkungan permukiman, kekuranghandalan jaringan infrastruktur, dan
faktor kesiapan masyarakat untuk menerima dan mengelola infrastruktur PUPR, menjadi
tantangan pengembangan inovasi IPTEK PUPR di masa datang.
Tantangan penelitian dan pengembangan serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Litbangrap IPTEK) bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ke depan berhubungan
dengan aspek-aspek antara lain: 1) Kualitas perencanaan pembangunan infrastruktur Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rayat, dan pengendalian pemanfaatan ruang bagi terwujudnya
pembangunan yang berkelanjutan (termasuk adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim);
2) Keandalan sistem (jaringan) infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, dan daya saing; 3) Kualitas
lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan (dasar) infrastruktur pekerjaan umum dan
I-26
permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 4) Pembangunan kawasan
strategis, wilayah tertinggal dan perbatasan, dan penanganan kawasan rawan bencana untuk
mengurangi kesenjangan antar wilayah; dan 5) Optimalisasi peran (koordinasi, sistem informasi,
data, SDM, kelembagaan dan administrasi) dan akuntabilitas kinerja aparatur untuk
meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelayanan publik infrastruktur pekerjaan umum dan
permukiman.
Berdasarkan aspek aspek litbang tersebut, maka tantangan dan isu-isu strategis pelaksanaan
kegiatan Litbangrap IPTEK lima tahun kedepan adalah sebagai berikut:
1) Tantangan bidang Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Litbangrap) IPTEK
Menyediakan IPTEK siap pakai untuk (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap upaya
upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap bencana,
(ii) meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendayagunaan air irigasi, (iii) mengurangi
kelangkaan air baku, (iv) memperbaiki kualitas air baku, (v) menurunkan Biaya Operasi
Kendaraan (Aplikasi UU Jalan), (vii) meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, (viii)
meningkatkan cakupan pelayanan prasarana dasar (aplikasi UU Permukiman, UU Sampah),
(ix) pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah;
2) Mempercepat proses standardisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di
bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil yang dapat mengantisipasi semakin
meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain.
3) Memperluas simpul pemasyarakatan IPTEK PU, Standar bahan konstruksi bangunan dan
rekayasa sipil termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi, assosiasi, dan media
informasi dalam proses pelaksanaannya.
4) Memanfaatkan peluang riset insentif untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para
calon peneliti dan perekayasa sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat
kebijakan zero growth.
5) Melakukan kerjasama dengan lembaga lembaga litbang internasional dalam rangka
meningkatkan kompetensi lembaga maupun SDM litbang dalam mengantisipasi dampak
pemanasan dan perubahan iklim global, khususnya terhadap penyediaan dan kualitas
pelayanan infrastruktur bidang PU dan permukiman.
6) Memenuhi tuntutan Reformasi Birokrasi penyelenggaraan Litbangrap IPTEK yang meliputi (i)
perbaikan struktur organisasi agar tepat fungsi dan tepat ukuran, (ii) perbaikan proses kerja
untuk meningkatkan kinerja Litbangrap IPTEK (termasuk SOP verifikasi kualitas teknologi
bidang PU dan Permukiman), dan (iii) memperbaiki sistem manajemen SDM untuk
meningkatkan kompetensi peneliti dan perekayasa Bidang PU dan permukiman. (iv)
keseimbangan antara beban, tanggungjawab, dan insentif masih perlu diperbaiki. (v)
pelaksanaan pengarusutamaan gender.
I-27
Selain itu, terdapat beberapa tantangan/permasalahan, diantaranya adanya tuntutan
penyediaan IPTEK siap pakai untuk:
1) Meningkatkan akses masyarakat terhadap upaya pengendalian pemanfaatan ruang
termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap bencana;
2) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendayagunaan sumber daya air;
3) Mengurangi kelangkaan air baku;
4) Memperbaiki kualitas air baku;
5) Menurunkan biaya operasional Kendaran (Aplikasi UU Jalan);
6) Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman;
7) Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana dasar (aplikasi UU Permukiman, UU Sampah);
8) Pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah;
9) Perlunya mempercepat proses standarisasi untuk menambah jumlah SNI maupun
pedoman di bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil, untuk mengantisipasi
semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain;
10) Perlunya memperluas simpul-simpul pemasyarakatan IPTEK PU dan Perumahan Rakyat,
standar bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil, termasuk memperluas kontribusi
perguruan tinggi, asosiasi dan media informasi;
11) Perlunya memanfaatkan peluang riset insentif (kegiatan riset yang didanai oleh
Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi) untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian
para calon peneliti dan perekayasa, sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian
akibat zero growth;
12) Tuntutan untuk melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang internasional
dalam rangka meningkatkan kompetensi lembaga maupun sumber daya manusia litbang
dalam mengantisipasi dampak pemanasan dan perubahan iklim global, khususnya
terhadap penyediaan dan kualitas pelayanan infrastruktur bidang pekerjaan umum dan
perumahan rakyat;
13) Tuntutan Reformasi Birokrasi penyelenggaraan Litbangrap IPTEK;
14) Percepatan pembangunan sejuta rumah (rumah tapak dan rumah susun) dan
15) Jaminan mutu penyelenggaraan infrastruktur PUPR.
I-28
1.5.10 Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia aparatur merupakan bagian dari administrasi publik yang berperan
sangat strategis dan kritikal dalam pencapaian target-target pembangunan infrastruktur
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kondisi ideal yang diharapkan dari SDM
aparatur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat adalah: independen dan netral;
berkompeten; produktif; berintegritas; berkesejahteraan; berorientasi pelayanan dan kinerja;
dan akuntabel. Ke depan perlu ada perubahan pola pikir (mindset) dari ASN, yaitu: dari dilayani
menjadi melayani; dari orientasi proses menjadi orientasi outcome; dari menunggu menjadi
menjemput; dari inkompeten menjadi kompeten; dari rumit dan tidak fleksibel menjadi
sederhana; serta dari koruptif menjadi bersih.
Disisi lain, terdapat beberapa tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia,
diantaranya:
1) Tuntutan pencapaian visi pembangunan nasional tinggal 10 tahun ke depan, sementara
Kementerian PUPR belum banyak menyentuh TURBINWAS penyelenggaraan
pembangunan infrastruktur PUPR, masih berkonsentrasi pada BANG yang notabene hanya
25% dari kewajiban sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pembangunan
infrastruktur PUPR nasional.
2) Dukungan SDM PUPR semakin melemah, baik dari kuantitas maupun kompetensi dan
kualitas, termasuk SDM PUPR Daerah yang akan menjadi kepanjangan tangan Kementerian
PUPR dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur (misalnya untuk jalan, 90,5%
dari bagian tanggungjawab Kementerian PUPR yang harus ditangani dalam bentuk
TURBINWAS, pelaksananya adalah aparat daerah), sementara anggaran semakin
meningkat bahkan hingga 3 kali lipat dari anggaran 5 tahun yang lalu.
3) Diperlukan komitmen kuat dalam Pengembangan SDM, menyangkut pembinaan,
kesinambungan dan konsistensi penyelenggaraan, hingga profesionalisme pengelolaannya.
4) Diperlukan kebijakan, strategi, perencanaan pengembangan dan manajemen SDM PUPR
yang konsepsual, sistemik, serta berkesinambungan.
I-29
pembinaan perencanaan program dan administrasi kerjasama luar negeri, publikasi program
dan kegiatan Dana Alokasi Khusus pada website Kementerian PUPR yang merupakan salah satu
program Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (RAN PPAK), serta
penyusunan dokumen program dan anggaran berbasis kinerja; 2) Pengelolaan dan
pengadministrasian pegawai secara sistematis dan transparan, termasuk perekrutan Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) melalui Computer Assisted Test (CAT); 3) Perolehan predikat Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan; 4) Penyelesaian produk hukum dan
fasilitasi bantuan hukum; 5) Penyelenggaraan data dan teknologi informasi melalui pembuatan
peta profil infrastruktur dan integrasi Local Area Network (LAN); 6) Peningkatan citra positif
Kementerian PUPR melalui berbagai media seperti pemberitaan, rangkaian peresmian, program
TV/radio berupa Iklan Layanan Masyarakat dan talkshow, advertorial di media cetak, pameran
hasil pembangunan infrastruktur, media sosial (Youtube, Facebook, twitter, Instagram), dan
media online (meluncurkan Microsite Ayo Mudik dan pemanfaatan situs-situs berita yang
terpercaya); 7) Perolehan predikat Platinum untuk green construction dan eco building di
lingkungan kampus Kementerian PUPR. Tantangan Kementerian PUPR ke depan adalah
mempertahankan bahkan semakin meningkatkan capaian yang telah diperoleh tersebut.
Dalam rangka peningkatan dukungan manajemen serta sarana dan prasarana Kementerian
PUPR, masih terdapat beberapa permasalahan dan tantangan untuk mewujudkan budaya
organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas di antaranya:
1) Tantangan perolehan nilai Laporan Kinerja Instansi Pemerintah skor > 75 atau kategori A
(sangat memuaskan) dengan menyusun indikator kinerja yang SMART dan dilengkapi
cascading, dengan menjabarkan indikator kinerja ke dalam SKP, dengan melakukan analisis
efisiensi dan efektivitas, serta dengan menyempurnakan sistem aplikasi informasi kinerja
(ePerformance);
2) Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk infrastruktur PUPR daerah semakin besar, namun
belum didukung oleh adanya basis data yang lengkap dan terbaru terkait kondisi eksisting
infrastruktur PUPR di daerah;
3) Perlunya optimalisasi clean and good governance, optimalisasi penerapan sistem akuntansi
berbasis full accrual, peningkatan tertib administrasi keuangan serta peningkatan
keseragaman pelaporan keuangan;
4) Perlunya optimalisasi pengendalian disiplin pegawai, peningkatan reformasi birokrasi oleh
setiap pegawai, fasilitasi pengelolaan laporan harta kekayaan pejabat negara, optimalisasi
proses mutasi pegawai serta master plan organisasi dan tata laksana Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang ideal agar stabil.
I-30
Selain itu, terdapat beberapa permasalahan dan tantangan untuk meningkatkan pengelolaan
regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana, antara lain:
1) Perlunya peningkatan kesadaran pegawai terkait penghematan energi dan kualitas
lingkungan kerja, peningkatan kuantitas sarana dan prasarana kerja, dan peningkatan
kualitas pengelolaan arsip;
2) Perlunya peningkatan UU no. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP),
peningkatan pemanfaatan media sosial dan online dalam pembentukan opini publik yang
positif terhadap capaian pembangunan infrastruktur PUPR, dan perlunya dukungan strategi
komunikasi publik yang tepat terkait penyebarluasan informasi;
3) Perlunya optimalisasi sistem informasi geografis yang terpadu dalam pendataan
infrastruktur PUPR, optimalisasi penggunaan TIK dalam pelaksanaan tugas, peningkatan
integrasi basis data setiap unit organisasi ke dalam satu basis data, dan peningkatan
kompetensi SDM terkait TIK; dan
4) Perlunya optimalisasi pembinaan sistem dan tertib peraturan dan per-UU-an serta bantuan
hukum, percepatan penyelesaian peraturan bidang PUPR melalui dukungan koordinasi,
harmonisasi serta peningkatan kompetensi SDM dalam pembahasan dengan pihak-pihak
terkait, peningkatan tertib dokumen sebagai alat bukti pendukung dalam penanganan
perkara, peningkatan penanganan rumah negara, serta pembuatan jaringan dokumentasi
informasi hukum terpusat.
I-31
BAB 2
PERENCANAAN KINERJA
BAB 2
PERENCANAAN KINERJA
Infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang handal diartikan sebagai tingkat dan
kondisi ketersediaan, keterpaduan, serta kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur
pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang produktif dan cerdas, berkeselamatan,
mendukung kesehatan masyarakat, menyeimbangkan pembangunan, memenuhi kebutuhan
dasar, serta berkelanjutan yang berasaskan gotong royong guna mencapai masyarakat yang
lebih sejahtera.
Infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang handal secara lebih rinci diperlukan
untuk mendukung agenda prioritas nasional antara lain untuk meningkatkan produktivitas
rakyat dan daya saing di pasar internasional; mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; membangun tata kelola pemerintahan
yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya; membangun Indonesia dari pinggiran dengan
II-1
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; mewujudkan
keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian
ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian
Indonesia sebagai negara kepulauan; serta untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan
rasa aman pada seluruh warga Negara.
Misi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang merupakan rumusan upaya-
upaya yang akan dilaksanakan selama periode Renstra 2015 2019 dalam rangka mencapai visi
serta mendukung upaya pencapaian target pembangunan nasional, berdasarkan mandat yang
diemban oleh Kementerian PU dan Perumahan Rakyat sebagaimana yang tercantum di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet
Kerja, amanat RPJMN tahap ketiga serta perubahan kondisi lingkungan strategis yang dinamis
sebagai berikut:
1. Mempercepat pembangunan infrastruktur sumberdaya air termasuk sumber daya maritim
untuk mendukung ketahanan air, kedaulatan pangan, dan kedaulatan energi, guna
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam rangka kemandirian
ekonomi;
2. Mempercepat pembangunan infrastruktur jalan untuk mendukung konektivitas guna
meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pelayanan sistem logistik nasional bagi
penguatan daya saing bangsa di lingkup global yang berfokus pada keterpaduan
konektivitas daratan dan maritim;
3. Mempercepat pembangunan infrastruktur permukiman dan perumahan rakyat untuk
mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak dalam rangka mewujudkan kualitas
hidup manusia Indonesia sejalan dengan prinsip infrastruktur untuk semua;
4. Mempercepat pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat secara
terpadu dari pinggiran didukung industri konstruksi yang berkualitas untuk keseimbangan
pembangunan antardaerah, terutama di kawasan tertinggal, kawasan perbatasan, dan
kawasan perdesaan, dalam kerangka NKRI;
5. Meningkatkan tata kelola sumber daya organisasi bidang pekerjaan umum dan perumahan
rakyat yang meliputi sumber daya manusia, pengendalian dan pengawasan, kesekretariatan
serta penelitian dan pengembangan untuk mendukung fungsi manajemen meliputi
perencanaan terpadu, pengorganisasian yang efisien, pelaksanaan yang tepat, dan
pengawasan yang ketat.
II-2
sasaran nasional yang tertuang dalam RPJMN tahun 2015-2019. Tujuan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat secara umum adalah menyelenggarakan infrastruktur Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat dengan tingkat dan kondisi ketersediaan, keterpaduan, serta
kualitas dan cakupan pelayanan yang produktif dan cerdas, berkeselamatan, mendukung
kesehatan masyarakat, menyeimbangkan pembangunan, memenuhi kebutuhan dasar, serta
berkelanjutan yang berasaskan gotong royong guna mencapai masyarakat yang lebih sejahtera.
Lebih lanjut, tujuan tersebut di jabarkan sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pembangunan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang
terpadu dan berkelanjutan didukung industri konstruksi yang berkualitas untuk
keseimbangan pembangunan antardaerah, terutama di kawasan tertinggal, kawasan
perbatasan, dan kawasan perdesaan;
2. Menyelenggarakan pembangunan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk
mendukung ketahanan air, kedaulatan pangan, dan kedaulatan energi, guna menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam rangka kemandirian ekonomi;
3. Menyelenggarakan pembangunan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk
konektivitas nasional guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pelayanan sistem
logistik nasional bagi penguatan daya saing bangsa di lingkup global yang berfokus pada
keterpaduan konektivitas daratan dan maritim;
4. Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk
mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak guna mewujudkan kualitas hidup
manusia Indonesia sejalan dengan prinsip infrastruktur untuk semua;
5. Menyelenggarakan tata kelola sumber daya organisasi bidang pekerjaan umum dan
perumahan rakyat yang meliputi sumber daya manusia, pengendalian dan pengawasan,
kesekretariatan serta penelitian dan pengembangan untuk mendukung penyelenggaraan
pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang efektif, efisien,
transparan dan akuntabel.
II-3
2.1.3 Sasaran Strategis
Untuk mewujudkan upaya pencapaian tujuan dan peningkatan kehandalan infrastrukur
pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang berkelanjutan, maka ditetapkan sasaran strategis
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Penetapan sasaran strategis ini
merupakan penjabaran dari tujuan yang dapat diukur secara spesifik untuk menggambarkan
tahapan dalam pencapaian tujuan.
Keterkaitan antara tujuan dan sasaran strategis adalah sebagai berikut:
1. Tujuan 1: Menyelenggarakan pembangunan pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang
terpadu dan berkelanjutan didukung industri konstruksi yang berkualitas untuk
keseimbangan pembangunan antardaerah, terutama di kawasan tertinggal, kawasan
perbatasan, dan kawasan perdesaan. Tujuan 1 ini akan dicapai melalui sasaran strategis,
yaitu:
a. Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan
perumahan rakyat antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan;
b. Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran;
c. Meningkatnya kapasitas dan pengendalian kualitas konstruksi nasional.
II-4
a. Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan;
b. Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman; dan
c. Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan.
5. Tujuan 5: Menyelenggarakan tata kelola sumber daya organisasi bidang pekerjaan umum
dan perumahan rakyat yang meliputi sumber daya manusia, pengendalian dan pengawasan,
kesekretariatan serta penelitian dan pengembangan untuk mendukung penyelenggaraan
pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang efektif, efiesien,
transparan dan akuntabel. Tujuan 5 ini akan dicapai melalui sasaran srategis, yaitu:
a. Meningkatnya pengendalian dan pengawasan;
b. Meningkatnya sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas;
c. Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan berintegritas;
d. Meningkatnya kualitas inovasi teknologi terapan bidang pekerjaan umum dan
perumahan rakyat;
e. Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta
sarana dan prasarana.
Upaya pencapaian tujuan dan sasaran strategis diwujudkan melalui strategi yang terbagi atas
perspektif customer/stakeholder expectation, internal process dan learning growth. Kerangka
perwujudan harapan customer dan stakeholder yang merupakan bagan alir strategi tersebut
dipetakan sebagaimana Gambar 2.1.
Perspektif harapan customer/stakeholder didukung oleh empat sasaran strategis yakni
meningkatnya keterpaduan infrastruktur, meningkatnya dukungan kedaulatan pengan dan
kedaulatan energi, meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing, dan
meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan. Dalam
upaya pemenuhan terhadap harapan customer/stakeholder tersebut dilakukan melalui internal
proses dalam keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran, pelaksanaan
kebijakan dan pengawasan serta pengendalian yang didukung oleh tujuh sasaran strategis.
Kemudian untuk melaksanakan internal proses maka diperlukan peningkatan Sumber Daya
Manusia, budaya organisasi berkinerja tinggi dan berintegritas, peningkatan inovasi teknis
terapan, serta pengelolaan regulasi, data dan informasi, serta sarana dan prasarana.
Sebagaimana tertulis bahwa sasaran strategis merupakan sesuatu yang terukur dan spesifik,
maka untuk mengetahui pencapaian tujuan dengan mengukur kinerja Kementerian PUPR
didapatkan dari capaian sasaran strategis sesuai dengan strategi berdasarkan pengelompokan
tiga perspektif.
II-5
Harapan Stakeholders dan customer yang harus dipenuhi
Meningkatnya kehandalan infrastruktur PUPR dalam mewujudkan: ketahanan air, kedaulatan pangan, dan kedaulatan
energi; konektivitas bagi penguatan daya saing; layanan infrastruktur dasar; dan keterpaduan pembangunan
antardaerah antar sektor dan antar tingkat pemerintahan untuk mensejahterakan masyarakat
SS1. Meningkatnya keterpaduan SS2. Meningkatnya SS3. Meningkatnya SS4. Meningkatnya dukungan
pembangunan infrastruktur PUPR dukungan kedaulatan dukungan konektivitas layanan infrastruktur dasar
antardaerah, antar sektor, dan antar pangan dan kedaulatan bagi penguatan daya permukiman dan perumahan
tingkat pemerintahan energi saing
II-6
Oleh karena itu pembangunan infrastruktur perlu berlandaskan pada pendekatan
pengembangan wilayah secara terpadu oleh seluruh sektor yang bertitik tolak dari sebuah
rencana yang sinergi dan mengacu kepada aktivitas ekonomi, sosial, keberlanjutan lingkungan
hidup, potensi wilayah dan kearifan lokal, dan rencana tata ruang wilayah. Dengan kata lain
pembangunan wilayah perlu didukung kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah
dan melibatkan pihak swasta, mengingat pada kenyataanya kawasan yang sudah berkembang
akan lebih menarik banyak investor daripada kawasan yang belum berkembang.
Berdasarkan hal tersebut maka, arah kebijakan pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan
umum dan perumahan rakyat tahun 2015-2019 secara umum adalah untuk mewujudkan
infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang handal dalam rangka mewujudkan
kedaulatan pangan, ketahanan air, kedaulatan energi, konektivitas bagi penguatan daya saing,
dan layanan infrastruktur dasar melalui keterpaduan dan keseimbangan pembangunan
antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan yang didukung dengan industri
konstruksi nasional yang berkualitas dan sumber daya organisasi yang kompeten dan
akuntabel.
Arah kebijakan tersebut lebih jauh meliputi: 1) untuk meningkatkan ketahanan air, kedaulatan
pangan dan kedaulatan energi guna menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik
dalam rangka kemandirian ekonomi, akan dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan air baku
untuk segala kebutuhan peningkatan kinerja jaringan irigasi rawa, peningkatan pengendalian
daya rusak air, peningkatan upaya konservasi sumber daya air, peningkatan kinerja operasi dan
pemeliharaan sarana prasarana sumber daya air, 2) untuk dukungan terhadap konektivitas
nasional guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pelayanan sistem logistik nasional bagi
penguatan daya saing bangsa di lingkup global yang berfokus pada keterpaduan konektivitas
daratan dan maritim, akan dilakukan melalui penurunan waktu tempuh pada koridor utama,
peningkatan pelayanan jalan nasional, dan peningkatan fasilitasi terhadap jalan daerah untuk
mendukung pengembangan kawasan; dan 3) untuk dukungan terhadap peningkatan kualitas
dan cakupan pelayanan infrastruktur dasar permukiman di perkotaan dan perdesaan akan
dilakukan melalui peningkatan pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat, peningkatan
pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak, peningkatan pemenuhan akses
sanitasi bagi masyarakat, penurunan kekurangan tempat tinggal (backlog) baik melalui
penyediaan perumahan maupun melalui bantuan pendanaan dan pembiayaan perumahan,
serta peningkatan rumah tangga masyarakat berpenghasilan rendah yang menghuni rumah
layak melalui bantuan fasilitas pendanaan dan pembiayaan perumahan.
Selain arah kebijakan tersebut juga ditetapkan arah kebijakan yang bersifat manajerial yaitu: 1)
untuk meningkatkan keseimbangan pembangunan antardaerah, terutama di kawasan
tertinggal, kawasan perbatasan, dan kawasan perdesaan, akan dilakukan melalui peningkatan
keterpaduan perencanaan dan pemrograman infrastruktur PUPR dengan pengembangan
II-7
Kawasan Strategis baik di perkotaan, kluster industri maupun perdesaan, peningkatan
keterpaduan infrastruktur PUPR dengan pengembangan Kawasan Strategis baik di perkotaan,
kluster industri maupun perdesaan; serta peningkatan kapasitas dan pengendalian kualitas
konstruksi nasional; dan 2) untuk meneningkatkan pengendalian dan pengawasan internal,
sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas, budaya organisasi yang berkinerja
tinggi dan akuntabel, regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, sarana dan
prasarana serta kualitas inovasi teknologi terapan bidang PUPR guna mendukung
penyelenggaraan pembangunan bidang PUPR yang efektif, efiesien, transparan dan akuntabel
akan dilakukan melalui peningkatan kualitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan
negara, peningkatan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi,
peningkatan kompetensi sumber daya manusia PUPR sesuai dengan persyaratan jabatan,
peningkatan pemanfaatan IPTEK bidang PUPR oleh stakeholders, dan peningkatan kualitas
layanan teknis bidang PUPR kepada stakeholders, peningkatan kualitas dukungan manajemen
dan pelaksanaan tugas teknis lainnya, peningkatan kualitas dukungan sarana dan prasarana
aparatur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Berdasarkan arah kebijakan tersebut di atas, dapat dirumuskan program-program sebagai
berikut:
1. Program Teknis, merupakan program-program Kementerian PU dan Perumahan Rakyat
yang menghasilkan pelayanan kepada kelompok sasaran/masyarakat (pelayanan eksternal),
yaitu:
a. Program Pengelolaan Sumber Daya Air (Ditjen Sumber Daya Air);
b. Program Penyelenggaraan Jalan (Ditjen Bina Marga);
c. Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman (Ditjen Cipta Karya);
d. Program Pembinaan Konstruksi dan Fasilitasi Pengusahaan Infrastruktur (Ditjen Bina
Konstruksi);
e. Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan (Ditjen Pembiayaan Perumahan);
f. Program Pengembangan Perumahan (Ditjen Penyediaan Perumahan);
g. Program Pengembangan Infrastruktur Wilayah (Badan Pengembangan Infrastruktur
Wilayah).
2. Program Generik, merupakan program-program kementerian PU dan Perumahan Rakyat
yang bersifat pelayanan internal untuk mendukung pelayanan aparatur dan atau
administrasi pemerintahan (pelayanan internal), yaitu:
a. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Lainnya Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (Sekretariat Jenderal);
b. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (Sekretariat Jenderal);
II-8
c. Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (Badan Penelitian dan Pengembangan);
d. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (Inspektorat Jenderal);
e. Program Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia).
Perjanjian Kinerja Kementerian PUPR Tahun 2015 mencakup 15 sasaran strategis yang didukung
oleh 26 sasaran program. Program Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Pengelolaan Sumber
Daya Air, Penyelenggaraan Jalan, serta Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur
Permukiman dilaksanakan untuk mendukung masing-masing dua sasaran strategis. Sebaliknya
Program Perumahan dan Pengembangan Pembiayaan Perumahan dilaksanakan untuk
mewujudkan satu sasaran strategis. Enam program lainnya, yaitu Program Pembinaan
Konstruksi, Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya, Peningkatan Sarana
dan Prasarana Kementerian PUPR, Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Kementerian PUPR, Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang PUPR, serta Penelitian dan
Pengembangan Kementerian PUPR dilaksanakan untuk mendukung masing-masing satu sasaran
strategis.
Secara garis besar terdapat tiga pengelompokan berdasarkan perspektif dalam sasaran strategis
untuk memudahkan pengukuran pencapaian tujuan, yakni perspektif customer/stakeholder
expectation, internal process, dan learning and growth. Pengelompokan perspektif ini didukung
oleh sasaran strategis yang kemudian dijabarkan dalam sasaran program. Dengan demikian
untuk pengukuran kinerja dapat dilakukan dari target dan sasaran yang tercantum di dalam
Perjanjian Kinerja Kementerian PUPR Tahun 2015 berdasarkan pengelompokan sasaran
strategis dengan indikator kinerja dari setiap sasaran program sebagaimana tabel II.1.
II-9
Tabel II.1. Perjanjian Kinerja
II-10
2.3 Metode Pengukuran
Pengukuran 15 (lima belas) sasaran strategis Kementerian PUPR tahun 2015 dilakukan melalui
survei tersendiri dan pengukuran berbasis outcome (outcome based), dengan rincian cara
pengukuran sebagai berikut:
2.3.1 Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar
sektor dan antar tingkat pemerintahan
Kementerian PUPR menjadikan konsep tiga pilar utama kerangka pembangunan berkelanjutan
yaitu pembangunan ekonomi yang berdaya saing, pembangunan sosial yang inklusif, dan
pelestarian lingkungan hidup melalui ketepaduan Infrastruktur bidang PUPR dengan
Pengembangan Wilayah antarsektor, antardaerah dan antarpemerintahan sebagai fokus bagi
sasaran program dalam Rencana Strategis Kementerian PUPR 2015-2019,yaitu :
1. Meningkatnya keterpaduan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah
antarsektor, antardaerah dan antarpemerintahan.
2. Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran.
Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah yang
menjamin keterpaduan antar sektor, antardaerah,dan antarpemerintahan untuk mengurangi
disparitas dan meningkatkan pertumbuhan dengan cara:
1. Menyusun kebijakan dan strategi dan rencana Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur
bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah.
2. Mengembangkan rencana Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR
dengan Pengembangan Wilayah / kawasan strategis baik perkotaan maupun non
perkotaan.
3. Menterpadukan dan mensinkronkan program Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur
bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah.
4. Melaksanakan Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan
Pengembangan Wilayah.
Sehingga dengan prinsip keterpaduan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan seluruh
masyarakat diberi ruang yang seluas-luasnya dalam proses menterpadukan,maupun
meningkatkan kualitas hasil keterpaduan pembangunan.
Hasil Keterpaduan infrastruktur PUPR dengan Pengembangan Wilayah adalah berkurangnya
disparitas dan meningkatnya pertumbuhan kawasan proporsional yang dirasakan oleh
masyarakat secara terus menerus, berkelanjutan, dan global untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan Keterpaduan infrastruktur PUPR diperlukan
II-11
sinergitas dan efisiensi baik dalam proses perencanaan, pemrograman maupun pelaksanaan
dan terukurnya dampak ekonomi keterpaduan perlu perbaikan berkelanjutan dalam:
1. Peningkatan kapasitas kelembagaan (pembagian kewenangan dan peran).
2. Penyediaan skema dan sumber pembiayaan (non APBN) dan investasi.
3. Harmonisasi Regulasi (kerangka regulasi untuk menterpadukan).
4. Evaluasi dampak manfaat infrastruktur yang telah terpadu.
Sasaran Pengukuran:
Dengan mengukur keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar sektor
dan antar tingkat pemerintahan, maka akan diketahui efektifitas program-program
Kementerian PUPR yang ditujukan untuk menterpadukan pembangunan Infrastruktur masing-
masing sektor di bidang PUPR di dalam kawasan, antar kawasan maupun antar WPS sesuai
dengan daya dukung dan daya tampung kawasan serta fungsional lingkungan fisik terbangun
yang terpadu dalam lokasi, besaran dan waktu.
Cara Pengukuran:
Membandingkan infrastruktur PUPR yang berhasil diterpadukan di dalam kawasan di tahun
2015 dibandingkan total infrastruktur PUPR di dalam Kawasan yang telah dibangun sebelumnya
hingga akhir tahun 2015, serta dikombinasikan melalui pembobotan dengan faktor-faktor non
fisik antara lain aspek keterpaduan perencanaan (termasuk regulasi, kesinkronan
pemrograman, keterpaduan pelaksanaan serta manfaat ekonomi (berkurangnya disparitas dan
meningkatnya pertumbuhan kawasan).
Target : 80% (pada 35 WPS)
Periode Pengukuran : setiap tahun
Lead / Lag? : Lag
Data Source :
Data dari masing-masing Kawasan Strategis baik perkotaan maupun non perkotaan pada 35
WPS yang diterpadukan (dari Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah)
Asumsi :
Ketersediaan data eksiting infrastruktur bidang PUPR yang telah terbangun lengkap baik dari
direktorat Jenderal di bawah Kementerian PUPR maupun pemerintah daerah terkait bidang
PUPR
II-12
Contoh :
Di dalam kawasan/kluster industri yang diterpadukan pembangunan infrastrukturnya
berdasarkan daya tampung dan potensi kawasan, Ditjen Bina Marga melakukan preservasi jalan
lintas timur di Sumsel sepanjang 50KM, total (dari 200KM yang diperlukan) dan berhasil
memperpendek waktu tempuh menjadi 2.5 H/100KM.dari 2.7H/100KM), sementara itu Ditjen
SDA membangun sarana prasarana air baku 250 m3/det, suplai air baku dan Ditjen CK
membangun SPAM kota untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan meningkatkan aksesibilitas
pada kawasan pelabuhan dan industri. Ditjen Penyediaan Perumahan menyediakan 200 rumah
khusus untuk di urban area, dll, kemudian dijumlahkan dengan pembobotan 17 variabel
sehingga diperoleh angka 78%.
II-13
2.3.4 Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan
Sasaran strategis ini merupakan penjumlahan capaian subbidang cipta karya (penurunan luasan
permukiman kumuh perkotaan dan peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi) dan
subbidang perumahan rakyat (pemenuhan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga
berpenghasilan rendah.
Tabel II.3. Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan
Perumahan
II-14
4. Melaksanakan Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan
Pengembangan Wilayah.
Sehingga dengan prinsip keterpaduan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan seluruh
masyarakat diberi ruang yang seluas-luasnya dalam proses menterpadukan, maupun
meningkatkan kualitas hasil keterpaduan pembangunan.
Hasil keterpaduan infrastruktur PUPR dengan Pengembangan Wilayah adalah berkurangnya
disparitas dan meningkatnya pertumbuhan kawsan proporsional yang dirasakan oleh
masyarakat secara terus menerus, berkelanjutan, dan global untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan Keterpaduan infrastruktur PUPR diperlukan
sinergitas dan efisiensi baik dalam proses perencanaan, pemrograman maupun pelaksanaan
dan terukurnya dampak ekonomi, yang meliputi :
1. Keterpaduan kebijakan
2. Keterpaduan perencanaan
3. Kesinkronan pemrograman dan
4. Kesinkronan penganggaran
Baik di dalam Kawasan, antar Kawasan, maupun antar WPS.
Sasaran Pengukuran:
Dengan mengukur tingkat keterpaduan kebijakan, perencanaan, pemrograman terhadap
penganggaran pembangunan Infrastruktur bidang PUPR yang terpadu dalam kawasan, antar
kawasan dan antar WPS, maka akan diketahui efektivitas perencanaan pengembangan pada 35
WPS dan antar WPS Kementerian PUPR yang ditujukan untuk menterpadukan pembangunan
Infrastruktur masing-masing sektor di bidang PUPR sesuai dengan daya dukung dan daya
tampung serta fungsional lingkungan fisik terbangun yang terpadu dalam lokasi, besaran, dan
waktu.
Cara Pengukuran:
Mengukur rasio (deviasi) dengan membandingkan kebijakan, rencana dan program
pembangunan infrastruktur PUPR yang terpadu dalam kawasan, antar kawasan, dan antar WPS
dan rencana pengembangan 35 WPS untuk tahun 2015 dengan penganggaran pembangunan
sektor yang telah disusun unit kerja eselon 1 atau daerah tahun 2015 (pembobotan dengan
faktor-faktor non fisik antara lain aspek keterpaduan perencanaan (termasuk regulasi,
kesinkronan pemrograman, keterpaduan pelaksanaan serta manfaat ekonomi ( berkurangnya
disparitas dan meningkatnya pertumbuhan kawasan).
Target : 80%
Periode Pengukuran : setiap tahun
Lead / Lag? : Lag
II-15
Data Source :
Data RPJMN, Renstra Kemen PUPR, Rencana Pengembangan 35 WPS baik perkotaan maupun
non perkotaan dan antar WPS pada 35 WPS, Rencana Tahun 2015, Program tahun 2015; serta
data sektor dari masing-masing Kawasan Strategis baik perkotaan maupun non perkotaan pada
35 WPS dan antar WPS yang diterpadukan (dari Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah).
Asumsi :
Ketersediaan data eksisting infrastruktur bidang PUPR yang telah terbangun lengkap baik dari
direktorat Jenderal di bawah Kementerian PUPR maupun pemerintah daerah terkait bidang
PUPR.
II-16
Parameter dalam menentukan kondisi jalan di Indonesia didasarkan pada :
Kondisi Berdasarkan Pelayanan Kondisi Berdasarkan Struktural
Kondisi Mantap :
Kondisi Baik+Kondisi Sedang
II-17
b. Kemantapan Berdasarkan Struktural (SDI : Surface Distress Index) adalah:
Kondisi baik dan sedang berdasarkan hasil pengukuran (survey kondisi) struktur perkeraan jalan
jalan (SDI), dimana nilai SDI <=50 adalah kategori kondisi baik dan nilai SDI <=100 untuk
kategori kondisi sedang.
Mengukur nilai struktur kondisi perkerasan jalan dapat dilakukan dengan menggukan formulir
Survey Kondisi Jalan (SKJ), dimana secara spesifik berdasarkan data yang diperoleh dapat
dihitung nilai SDI-nya berdasarkan data lebar retak, luasan retak, jumlah lubang dan bekas roda.
II-18
2.3.9 Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan
Sasaran strategis Meningkatnya Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan diukur dengan
indikator kinerja Tingkat Pemenuhan Perumahan yang Layak Huni bagi Rumah Tangga
Berpenghasilan Rendah. Pencapaian sasaran strategis tersebut didukung oleh dua program
yaitu Program Pengembangan Perumahan yang dilaksanakan oleh Ditjen Penyediaan
Perumahan dan Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan oleh Ditjen Pembiayaan
Perumahan.
Tabel II.6. Komponen Pengukuran Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan
II-19
Untuk indikator kinerja 1 yaitu Prosentase Rekomendasi Hasil Pengawasan yang ditindak
lanjuti dan tuntas serta tepat waktu menggunakan data kuantitas sekunder yang setiap bulan
langsung berasal dari Sistem Informasi Laporan Hasil Audit dan Tindak Lanjut tanpa proses
pengolahan tertentu. Variabel yang terlibat dalam pengukuran indikator ini adalah jumlah
temuan yang ditindaklanjuti dengan tepat waktu (batas maksimal 60 hari kerja terhitung sejak
10 kerja pengiriman Laporan Hasil Audit ke satker satker/auditi) dan telah tuntas
ditindaklanjuti dibandingkan dengan total temuan yang ada pada triwulan terkait. Hasil
tersebut akan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan.
Untuk indikator kinerja 2 yaitu Prosentase Jumlah Unit Kerja/Satker yang bersih dari
penyimpangan materiil menggunakan data kuantitas sekunder yang setiap bulan langsung
berasal dari Sistem Informasi Laporan Hasil Audit dan Tindak Lanjut tanpa proses pengolahan
tertentu. Variabel yang terlibat dalam pengukuran indikator ini adalah jumlah satuan kerja
bersih yang terperiksa pada triwulan terkait dibandingkan dengan jumlah keseluruhan satuan
kerja yang terperiksa pada triwulan terkait. Satuan kerja yang bersih kriterianya adalah satuan
kerja terperiksa yang dalam Laporan Hasil Audit nya tidak memiliki temuan kebocoran dan atau
keborosan keuangan negara.
Untuk indikator kinerja 3 merupakan hasil penilaian atau asesmen pihak ketiga dalam hal ini
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap kinerja Inspektorat Jenderal
yaitu Tingkat IACM (Internal Audit Capability Model) Aparat Pengendali Internal Pemerintah.
Sasaran strategis meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan
rencana program dan anggaran pembangunan bidang PUPR diukur berdasarkan capaian ketiga
indikator kinerja tersebut di atas.
II-20
Tabel II.7. Komponen Pengukuran Tingkat Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi Nasional
Sasaran
Indikator Target Realisasi Bobot
Strategis
Meningkatnya 1. Rasio kapitalisasi konstruksi oleh investor nasional 3% 12,77% 15%
kapasitas dan 2. Tingkat BUJK yang berkualifikasi besar 18% 32,37% 15%
kualitas 3. Tingkat penerapan manajemen mutu dan tertib 8% 4,13% 15%
konstruksi penyelenggaraan konstruksi
nasional 4. Persentase SDM penyedia jasa konstruksi yang 2% 2,8% 40%
kompeten
5. Persentase utilitas produk unggulan 3% 0,62% 15%
II-21
Tabel II.8. Pengukuran Indikator Nilai Laporan Kinerja Pemerintah
Baseline 2015
No. Indikator Bobot
Bobot (%) Nilai Hasil Nilai Hasil
(%)
a. Perencanaan Kinerja 35 26,39 30 23,38
1 Renstra 12,5 10,63 10 9,38
Pemenuhan Renstra 2,5 100,00 2,5 2 100,00 2,00
Kualitas Renstra 6,25 70,00 4,38 5 87,50 4,38
Implementasi Renstra 3,75 100,00 3,75 3 100,00 3,00
2. Perencanaan Kinerja Tahunan 22,5 15,76 20 14,00
Pemenuhan Rencana Kinerja Tahunan 4,5 100,00 4,5 4 100,00 4,00
Kualitas Rencana Kinerja Tahunan 11,25 50,04 5,63 10 50,00 5,00
Implementasi Rencana Kinerja Tahunan 6,75 83,41 5,63 6 83,33 5,00
b. Pengukuran Kinerja 20 14,57 25 16,16
1 Pemenuhan pengukuran 4 98,75 3,95 5 50,00 2,50
2 Kualitas Pengukuran 10 62,10 6,21 12,5 64,29 8,04
3 Implementasi Pengukuran 6 73,50 4,41 7,5 75,00 5,63
c. Pelaporan Kinerja 15 12,27 15 12,20
1 Pemenuhan pelaporan 3 80,00 2,4 3 80,00 2,40
2 Penyajian Informasi Kinerja 8 85,88 6,87 7,5 85,71 6,43
3 Pemanfaatan Informasi Kinerja 4 75,00 3 4,5 75,00 3,38
d. Evaluasi Internal 10 6,35 10 6,35
1 Pemenuhan Evaluasi 2 83,50 1,67 2 83,33 1,67
2 Kualitas evaluasi 5 63,64 3,18 5 63,64 3,18
3 Pemanfaatan hasil evaluasi 3 50,00 1,50 3 50,00 1,50
e. Capaian Kinerja 20 13,78 20 15,67
1 Kinerja yang dilaporkan (output) 5 100,00 5,00 5 100,00 5,00
2 Kinerja yang dilaporkan (outcome) 5 47,80 4,78 10 66,67 6,67
3 Kinerja yang dilaporkan (benchmark) 10 80,00 4,00 5 80,00 4,00
TOTAL 100 73,36 100 73,75
Total Pembulatan 73,36 74,00
2) Indikator Opini WTP hasil audit BPK, dengan target opini WTP.
Opini WTP diberikan oleh BPK terhadap LKKL yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Laporan keuangan yang disajikan telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim yang
berlaku di Indonesia (SAP),
2. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) atas pengelolaan keuangan telah
dilaksanakan dengan baik, dan
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Disamping ketiga kriteria utama tersebut LKKL yang disajikan harus didukung dengan bukti-
bukti audit yang mencukupi, tidak terdapat ketidakpastian dan kesalahan yang cukup
berarti (no material uncertainties), pengelolaan atas cash flow dikontrol dengan baik, dan
pengelolaan atas BMN dilengkapi dengan bukti-bukti administrasi yang lengkap. Artinya,
laporan keuangan yang disajikan telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau kekeliruan
yang sifatnya material.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Opini WTP menjadi salah satu indikator karena
99% nilai neraca keuangan Kementerian PUPR berupa Aset, mengingat fungsi yang
diemban dari Kementerian PUPR adalah menyediakan sarana dan prasarana infrastruktur
sehingga tanpa adanya proses management asset yang baik tidaklah mungkin dapat
menghasilkan suatu laporan BMN yg akurat dan akuntabel.
II-22
Kinerja tahun 2015 dari indikator ini belum dapat diketahui mengingat penyusunan
Laporan Keuangan dan BMN Tahunan TA 2015 baru dilakukan tahun 2016 sejalan dengan
opini BPK yang dikeluarkan pada tahun 2016. Sejalan dengan hal tersebut, jika data
penggunaan belum didapat karena menunggu penilaian dari instansi lain, maka digunakan
asumsi.
3) Indikator Transparansi Pelaksanaan Program, dengan target 55% publikasi hasil
pelaksanaan program terdiri atas:
a. Publikasi program dan kegiatan reguler dengan bobot 75% terdiri dari:
1. Profil (provinsi dan PHLN) dengan bobot 25%.
Ukuran keberhasilan apabila profil informasi anggaran Kementerian PUPR berupa
RKA-KL, DIPA, LaKIP, Renstra dan Renstra telah dipublikasi dan telah diunduh oleh
pengunjung di website www.pu.go.id.
2. Progres pelaksanaan dengan bobot 20%
Ukuran keberhasilan apabila rencana fisik dan keuangan, realisasi fisik dan keuangan,
dan pemaketan telah dipublikasi di sistem serta dapat diakses oleh semua pihak.
3. Program strategis dengan bobot 30%
Ukuran keberhasilan apabila program strategis dan prioritas nasional telah dipublikasi
dan dapat secara bebas diakses oleh semua pihak.
b. Publikasi program dan kegiatan DAK dengan bobot 25%
Ukuran keberhasilan DAK bidang PUPR tidak saja berupa prasarana dan sarana fisik yang
terbangun, tetapi juga terpublikasinya data usulan dan penerima bantuan DAK bidang
PUPR pada website Kementerian PUPR yang dikaitkan ke web Kantor Staf Presiden (KSP)
agar dan dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat.
II-23
Tabel II.9. Pengukuran Indikator Transparansi Pelaksanaan Program
Baseline 2015
No. Indikator Bobot (%)
Nilai Hasil Nilai Hasil
Publikasi Program Reguler dan DAK
Target 2015
No. Indikator Bobot
Nilai Hasil (%)
Adanya sistem informasi pegawai yang bisa
1 25 20 5
diakses oleh semua pegawai
2 Keterbukaan dalam seleksi jabatan 25 60 15
3 Tingkat ketepatan layanan mutasi pegawai 25 60 15
4 Sistem rekrutmen pegawai secara terbuka 25 100 25
JUMLAH CAPAIAN KINERJA TAHUN 2015 60
Cara pengukuran indikator tersebut di atas menggunakan beberapa metode antara lain :
a. Adanya sistem informasi pegawai yang bisa diakses oleh semua pegawai
Pengukuran menggunakan survei yang ditujukan kepada pegawai di lingkungan
kementerian PUPR untuk menilai seberapa mudahnya para pegawai dalam memperoleh
informasi bidang kepegawaian.
II-24
b. Keterbukaan dalam seleksi jabatan
Pengukuran menggunakan survei yang ditujukan kepada pegawai secara khusunya di
lingkungan kementerian PUPR dan masyarakat pada umumnya, untuk mengetahui hasil
penilaian secara obyektif terkait pelaksanaan lelang jabatan di lingkungan Kementerian
PUPR.
c. Tingkat ketepatan layanan mutasi pegawai
Pengukuran menggunakan variabel waktu dalam menyelesaikan 1 produk SK, dll.
d. Sistem recruitment pegawai secara terbuka
Pengukuran menggunakan survei yang ditujukan kepada pegawai secara khusunya di
lingkungan kementerian PUPR dan masyarakat pada umumnya, untuk mengetahui hasil
penilaian secara obyektif terkait pelaksanaan rekrutmen pegawai baru di lingkungan
Kementerian PUPR.
Selanjutnya untuk mengetahui besaran persentase capaian kinerja, maka masing masing hasil
kinerja dari variabel tersebut dikalikan dengan bobot yang telah ditentukan. Adapun rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut :
25
Persentase Capaian Kinerja (%) =
100
Nilai yang diperoleh kemudian diakumulasikan dengan variabel yang lain, sehingga didapatkan
persentase pencapaian hasil kinerja Sasaran Program.
Gambar 2.2. Pengukuran Indikator Tingkat Fasilitasi Produk Hukum dan Bantuan Hukum
Pengukuran capaian Indikator Kinerja tersebut dapat dihitung berdasarkan capaian target
masing-masing Indikator Kinerja Kegiatan Biro Hukum yang masing-masing mempunyai
presentase dukungan yang ditetapkan berdasarkan professional adjustment.
2) Tingkat kenyamanan bekerja, dengan target 55%.
Target 55% diperoleh dari hasil survei yang dilaksanakan melalui 4 kriteria yaitu:
a. Kepuasan kebersihan dengan membagikan kuesioner kepada penghuni gedung.
II-26
b. Kepuasan keamanan dengan membagikan kuesioner kepada pegawai.
c. Ketertiban parkir dengan membagikan kuesioner kepada pengguna gedung atau tempat
parkir.
d. Penggunaan energi dan air dilihat dari tagihan listrik dan air.
Tabel II.11. Tabel Pengukuran Indikator Tingkat Kenyamanan Bekerja
II-27
Tabel II.12. Tabel Pengukuran Indikator Tingkat Layanan Informasi Publik
TARGET
NO SASARAN PROGRAM/KEGIATAN INDIKATOR KINERJA SATUAN
2015-2019 2015
PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA APARATUR KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN RAKYAT
Tersedianya dukungan sarana dan Tingkat layanan informasi
Layanan 1,825 365
prasarana aparatur Kementerian PUPR publik
Kegiatan penyelenggaraan dan pembinaan informasi publik
1 Penyelenggaraan dan Jumlah peliputan
1 Liputan 1,825 365
pembinaan informasi publik kegiatan Kementerian
2 Jumlah publikasi Publikasi 300 60
Jumlah bahan inforamsi
2 Buku 1 200
pimpinan
Jumlah permintaan Permintaan
3 1390 330
informasi informasi
2 Pengelolaan administrasi Jumlah bulan layanan
4 Bulan 60 12
perkantoran perkantoran
Selain dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap capaian kinerja program dan capaian
kinerja kegiatan, survei juga dilakukan sebagai metode pengukuran kinerja indikator ini.
Beberapa metode survei yang digunakan yaitu:
a. Survei Online Evaluasi Penyebarluasan Informasi
Survei online ini dilakukan untuk mengevaluasi penyebarluasan informasi yang sudah
dilakukan oleh Sekretariat Jenderal selama ini. Metode yang dipergunakan adalah
dengan membuat kuesioner yang disebarluaskan secara online melalui
www.surveykita.com, kemudian para responden mengisi secara online. Survei ini
dilaksanakan mulai bulan Agustus hingga Oktober. Adapun materi yang dibahas
diantaranya:
Media yang paling banyak diakses;
Kesadaran responden atas keberadaan Kementerian PUPR;
Seberapa jauh responden mengetahui nama Menteri Kementerian PUPR;
Bagaimana responden mendapatkan informasi tentang Kementerian PUPR;
Bidang PUPR yang paling banyak diketahui responden melalui media;
Intensitas informasi tentang Kementerian PUPR yang didapat responden melalui
media;
Bagaiman responden menganggap informasi tentang program Kementerian PUPR
menarik atau tidak;
Menilai kualitas pengemasan informasi;
Apakah informasi yang disebarluaskan dapat dipahami;
II-28
Apakah informasi yang disampaikan oleh Kementerian PUPR sudah cukup sesuai;
Seberapa puas responden atas informasi yang disampaikan.
b. Survey Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Layanan Informasi
Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan
keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik karena masyarakat adalah konsumen
dari produk layanan yang dihasilkannya. Oleh karena itu, penyelenggara pelayanan
publik harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga mencapai
kepuasan masyarakat dan lebih jauh lagi kedepannya dapat dicapai kesetiaan
masyarakat.
Demikian terhadap Unit Pelayanan Informasi Publik di Kementerian PUPR. Unit
Pelayanan Informasi Publik perlu berupaya menyajikan indeks kepuasan masyarakat
secara rutin, yang diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai kualitas
pelayanan di instansi pemerintah kepada masyarakat. Indeks tersebut diperoleh
berdasarkan pendapat masyarakat, yang dikumpulkan melalui survei kepuasan
masyarakat terhadap unit pelayanan informasi publik di Kementerian PUPR.
Survei ini memiliki maksud dan tujuan yaitu mengukur tingkat kepuasan publik atas
layanan informasi yang telah diselengarakan oleh Unit Pelayanan Informasi Publik di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui indeks kepuasan
masyarakat. Data kajian ini diperoleh melalui penyebaran kuesioner atau angket. Teknik
yang dipergunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini dilakukan dengan cara
menyebarkan kuesioner melalui email surveylayananpublik@gmail.com kepada orang-
orang atau lembaga yang meminta informasi melalui Kementerian PUPR yang terdapat
pada data rekapitulasi pelayanan informasi publik. Selain itu kuesioner juga disebarkan
melalui aplikasi google docs yang dapat memudahkan penyebaran kuesioner ini. Dari
225 responden yang terdapat pada data rekapitulasi, terdapat 61 data yang tidak valid,
dan hanya ada 50 responden yang mengembalikan data kuesioner kepada email
surveylayananpublik@gmail.com.
c. Survei Persepsi Media
Metode survei ini dilakukan dengan aplikasi khusus yang mengumpulkan hasil
pemberitaan media kurang lebih 300 media baik cetak maupun online. Adapun yang
dikaji adalah seberapa sering media memberitakan Kementerian PUPR dan narasumber
yang paling banyak memberikan pengaruh terhadap pemberitaan media. Dalam survei
ini bisa dilihat perhari, perbulan dan pertahun. Hasil dari survei ini akan menjadi bahan
sebagai penyusunan strategi komunikasi khususnya ke media kedepan. Diharapkan
dengan survei ini, Kementerian PUPR akan dapat menghadapi isu yang berkembang di
media.
II-29
2.4 Target Tahun Ini Menurut Rencana Strategis
Secara keseluruhan, tidak terdapat target yang berbeda dengan target tahunan di dalam
Rencana Strategis Kementerian PUPR 2015-2019 untuk seluruh indikator kinerja sasaran
strategis.
II-30
BAB 3
KAPASITAS ORGANISASI
BAB 3
KAPASITAS ORGANISASI
Organisasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memiliki kapasitas yang terdiri
atas sumber daya manusia, struktur organisasi, sarana dan prasarana, serta anggaran dalam
menjalankan roda organisasi dan seluruh proses pelaksanaan program dan kegiatan sesuai
dengan tujuan yang tercantum di dalam Rencana Strategis. Hal tersebut merupakan kekuatan
untuk melaksanakan seluruh pekerjaan yang bebannya semakin bertambah setiap tahunnya
yang salah satunya dapat dilihat dari peningkatan alokasi anggaran pada tahun 2015, dimana
pada APBN-P bertambah sebesar 33 triliun menjadi sebesar Rp. 119,65 Triliun. Kementerian
PUPR memiliki strategi pengelolaan sumber daya internal yang dimiliki agar seluruh proses dapat
berjalan optimal.
III-1
Gambar 3.1. Proporsi pegawai Kementerian PUPR
KOMPOSISI PNS BERDASARKAN DATA PENDIDIKAN (%)
dengan tingkat pendidikan SLTA atau di
S3: 0 bawahnya masih cukup tinggi yaitu
S2: 13 40%. Namun guna meningkatkan
S1/D4: 35 kualitas SDM PUPR yang profesional
D1-D3: 4 dan kompeten, sejak beberapa tahun
SLTA ATAU KURANG: 40
lalu, pendekatan rekrutmen pegawai
telah diubah dengan menetapkan batas
latar belakang pendidikan secara umum
Sumber: Hasil kompilasi data ePUPNS, 2015
adalah D3, S1 dan S2. Hal tersebut
terbukti dengan jumlah pegawai dengan kategori D1 sampai S2 mencapai 52% atau lebih dari
total seluruh pegawai dan proporsinya terus meningkat. Bahkan terdapat 67 pegawai yang telah
bergelar doctor (S3).
Dari seluruh pegawai yang ada, berdasarkan tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian PUPR
yang bersifat teknis dan non-teknis, termasuk jangkauannya yang tersebar di seluruh provinsi
(Balai Besar/Balai dan Satuan Kerja di daerah), maka akan terlihat mencolok pada besaran jumlah
pegawai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Direktorat Jenderal Bina Marga, dan Direktorat
Jenderal Cipta Karya. Pada dasarnya pegawai pada ketiga direktorat tersebut yang menjadi ujung
tombak pelaksanaan pembangunan infrastruktur PUPR di lapangan.
Gambar 3.2.
KOMPOSISI PEGAWAI PER UNIT ORGANISASI (%)
Sekretariat Jenderal: 3
Inspektorat Jenderal: 1
Ditjen SDA: 38
Ditjen Penyediaan
Perumahan:1
Ditjen Bina Konstruksi: 2
Ditjen Pembiayaan
Perumahan: 1
BPIW: 1
Balitbang: 5
BPSDM: 2
III-2
Dari seluruh pegawai yang ada, terdapat 74%
Gambar 3.3.
PNS BERDASARKAN JENIS KELAMIN (%) pegawai laki-laki sementara pegawai perempuan
sebanyak 26%. Kementerian PUPR menjalankan
LAKI-LAKI: 74
PEREMPUAN: 26
fungsi pembangunan infrastruktur sehingga
kebutuhan pegawai yang direkrut adalah pegawai
teknis yang sebagian besar adalah laki-laki. Pegawai
teknis tersebut mayoritas ditempatkan di balai
untuk mengawasi secara langsung pekerjaan di
lapangan (on site).
Sumber: Hasil kompilasi data ePUPNS, 2015
Potret SDM PUPR saat ini berada pada posisi yang masih membutuhkan pengembangan
kompetensi. Hal tersebut terlihat dari jumlah Eselon 3 yaitu sebanyak 27,5% dari total eselon,
hanya 4% yang termasuk dalam kategori kompeten. Bahkan, dari hasil assessment oleh BPSDM,
57% eselon 3 masih memerlukan pengembangan kompetensi dan 39% termasuk tidak kompeten.
Namun, Kementerian PUPR memiliki harapan yang baik ke depannya karena terdapat 59% dari
total keseluruhan eselon 4 dengan kategori kompeten yang merupakan bakal calon pimpinan di
masa mendatang. Sementara untuk proporsi eselon I dan eselon II sudah cukup baik karena
hampir 50% di antaranya kompeten.
Tabel III.1. Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan
NO JABATAN TOTAL
1 Eselon I.a 11
2 Eselon I.b 5
3 Eselon II.a 68
4 Eselon II.b 21
5 Eselon III.a 352
6 Eselon III.b 94
7 Eselon IV.a 1108
Sumber: Hasil kompilasi data ePUPNS, 2015
Pegawai Kementerian PUPR didominasi oleh golongan III, dengan sebaran pegawai terbanyak
berada pada golongan IIIb yaitu 5.244 orang, diikuti golongan IIIa yaitu 2.852 orang, golongan IIb
yaitu 2.712 orang, dan golongan IIc yaitu 2.239 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Kementerian PUPR mayoritas diisi oleh SDM muda yang berkualitas pendidikan tinggi karena
minimal memiliki ijasah S1 untuk mencapai golongan III. Pegawai senior atau yang berada pada
golongan IV di lingkungan Kementerian PUPR semakin berkurang jumlahnya karena banyak
pegawai yang memasuki usia pensiun sementara terjadi moratorium PNS sehingga regenerasi
agak lambat. Dengan demikian, manajemen SDM PUPR harus dapat dioptimalkan dalam upaya
menghadapi tantangan tersebut, diantaranya dengan peningkatan kompetensi dan keahlian para
SDM muda agar memiliki pengalaman yang mumpuni.
III-3
Jumlah Pegawai Per Golongan (%)
30
23,97
25
20
15 12,4 13,04
9,83 10,23 9,39
10
5,1 4,31
5 3,42
1,46 0,91 2,2 1,67
1,13 0,49 0,3 0,15
0
Ia Ib Ic Id IIa IIb IIc IId IIIa IIIb IIIc IIId IVa IVb IVc IVd IVe
Berdasarkan perhitungan analisis beban kerja, terdapat kekurangan pegawai untuk Kementerian
PUPR sebanyak 7.664 orang, namun sudah dapat dipenuhi 184 orang dari perekrutan CPNS tahun
2014 sehingga masih tersisa kekurangan sebanyak 7.480 orang. Hal tersebut terjadi karena beban
kerja Kementerian PUPR yang semakin bertambah setiap tahunnya, sementara banyak pegawai
yang memasuki usia pensiun dan terjadi moratorium CPNS. Tentunya hal tersebut harus dapat
diantisipasi secara cermat oleh masing-masing unit organisasi agar tetap dapat mencapai target
yang ditetapkan dengan keterbatasan SDM yang ada.
III-4
3.2 Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana merupakan fasilitasi pendukung dalam pelaksanaan kegiatan di organisasi,
Instansi atau perkantoran dalam meningkatakan produktivitas kerja suatu organisasi. Pengertian
sarana dan prasarana dalam suatu organisasi dan instansi perkantoran merupakan proses
pendukung aktivitas yang dilaksanakan dalam kegiatan organisasi dan instansi perkantoran.
Sarana dan prasarana merupakan pendorong untuk meningkatkan kinerja pegawai, agar
teroganisir sehingga bisa tercapai tujuan yang diharapkan. Pelaksanaan kegiatan yang baik perlu
ditunjang fasilitas yang memadai sebagai bagian dari proses meningkatkan kinerja dan
mengerjakan seluruh kegiatan dengan tepat.
Aset intrakomptabel atau asset tetap adalah aset tetap yang digunakan dalam kegiatan dan tidak
dimaksudkan untuk dijual dalam rangka pencapaian kegiatan. Aset/barang pengguna
intrakomptabel Kementerian PUPR per-sub kelompok barang memiliki rincian sebagai berikut.
Tabel III.3. Aset Tetap Kementerian PUPR
Beberapa jenis aset tetap yang menunjang secara langsung pada pembangunan infrastruktur fisik
bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat antara lain adalah kendaraan yang dapat berupat
alat berat (loader, grader, excavator, dump truck, dll), dan kendaraan roda 6 maupun 4.
Kendaraan ini memiliki peran langsung terhadap kegiatan pemeliharaan rutin infrastruktur yang
menjamin agar infrastruktur jalan/irigasi/bendungan tetap fungsional.
III-5
3.2.2 Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Pelaksanaan Pekerjaan
Di dalam sistem manajemen pelaksanaan pekerjaan, terdapat rangkaian proses mulai dari
perencanaan, pemrograman, penganggaran, dan pelaksanaan, yang mana monitoring dan
evaluasi berperan dalam setiap tahapannya.
MONEV
PLANNING
MONEV
MONEV
IMPLEMENTING SINKRONISASI PROGRAMING
BUDGETING
MONEV
Kementerian PUPR telah membangun sistem informasi yang berfungsi sebagai sarana untuk
mendukung dan meningkatkan kelancaran proses pelaksanaan kegiatan, diantaranya
pemanfaatan teknologi informasi untuk proses pelelangan/tender secara elektronik dan sistem
pemantauan pelaksanaan dan penyerapan anggaran secara elektronik. Kementerian PUPR
memiliki perangkat server dan aplikasi yang mendukung pelaksanaan pekerjaan sehingga
tercapai efisiensi.
A. Pemantauan Pelaksanaan Pekerjaan Secara Elektronik (eMonitoring)
Telah dikembangkan sistem pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pekerjaan berbasis elektronik
(eMonitoring) yang merupakan upaya untuk mendapatkan data yang lengkap, akurat, dan terkini
terkait pelaksanaan pembangunan bidang PUPR. Data yang dimasukkan ke dalam eMonitoring
adalah data yang akurat atau sesuai dengan kondisi sebenarnya sehingga data tersebut menjadi
akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan.
III-6
Sistem eMonitoring tersebut berisikan data progress pelaksanaan kegiatan yang tersebar di 1.208
Satker Kementerian PUPR di seluruh Indonesia. Data tersebut digunakan sebagai bahan
pelaporan kepada pimpinan, baik dari Kepala Satker kepada pimpinan unit organisasi maupun
dari pimpinan unit organisasi kepada Menteri PUPR. Selain itu, data tersebut juga digunakan
sebagai bahan pelaporan oleh Menteri kepada Kementerian/Lembaga lain seperti Kementerian
PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kantor Staf Presiden, dan Kementerian Dalam Negeri.
Dengan adanya sistem eMonitoring, pelaporan data progress pelaksanaan pekerjaan di lapangan
dapat dilakukan secara cepat dan akurat sehingga membantu pengambilan keputusan oleh
pimpinan dengan tepat. Dengan banyaknya manfaat yang diperoleh dengan sistem pemantauan
secara elektronik tersebut,
bahkan sistem eMonitoring
direplikasi oleh
Kementerian/Lembaga lain
seperti Kementerian
Perdagangan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Agraria dan
Tata Ruang, Kejaksaan
Agung, Sekretariat Negara,
dan Badan Pengembangan
Wilayah Suramadu.
III-7
Menanggapi hal ini Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengirimkan surat
No.PA.01.06-Mn/98 tanggal 9 Februari 2015 kepada Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) terkait Penerapan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) di
Kementerian PUPR dengan poin utama Sistem eProcurement Kementerian PUPR telah digunakan
luas oleh baik domestik maupun internasional, proses pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang
dilakukan untuk mendukung Inpres No. 1 Tahun 2015 agar pelaksanaan lelang konstruksi paling
lambat bulan Maret 2015, dan untuk memindahkan penggunaan proses lelang dari sistem
eProcurement ke SPSE memerlukan waktu yang lama dan Kementerian PUPR berencana untuk
melaksanakan migrasi sistem secara bertahap. Surat ini mendapat tanggapan dari Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian melalui surat Sekretaris Kementerian yang berisi bahwa
penerapan SPSE di Kementerian PUPR dapat diterapkan secara bertahap kemudian LKPP melalui
Surat Kepala LKPP menyatakan menyambut baik rencana penerapan secara bertahap. Dengan
demikian pelaksanaan pelelangan TA. 2015 tetap menggunakan sistem eProcurement
Kementerian PUPR.
Untuk Tahun Anggaran (TA) 2015 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah
memulai proses pengadaan barang/jasa untuk TA 2015 di bulan Oktober 2014. Pelaksanaan
eProcurement di TA 2015 melibatkan 848 Pokja dan kurang lebih 16.651 yang tersebar di seluruh
Indonesia. Jumlah paket yang diumumkan melalui sistem eProcurement sebanyak 14.894 paket
dengan nilai 81.7 triliun rupiah dengan rincian paket Pelelangan/Seleksi/Pemilihan sebanyak
13,284 paket dengan nilai 80.1 triliun dan paket pengadaan/penunjukan langsung/ePurchasing
sebanyak 1,610 paket dengan nilai 1.6 triliun rupiah.
Kementerian PUPR telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No.57 Tahun 2015 tentang
Pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah Secara Elektronik (eProcurement), di dalam SE
tersebut diatur bahwa Sistem eProcurement digunakan untuk pelelangan paket pekerjaan TA
2015 dan SPSE digunakan untuk pelelangan paket pekerjaan di TA 2016. Dalam melakukan
migrasi dari sistem eProcurement ke SPSE LKPP telah dilakukan beberapa hal:
a. Mengusulkan perbaikan fitur di SPSE ke LKPP agar sesuai dengan Sistem eProcurement
Kementerian PUPR dan dapat digunakan di Kementerian PUPR seperti : Integrasi aplikasi
eMonitoring, Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) dan SPSE, penambahan
fitur bahasa Inggris, filter pencarian data per provinsi dan unit organisasi. Fitur ini perlu
ditambahkan agar pengguna sistem tetap mendapatkan kemudahan dalam penggunaan
sistem mengingat fitur-fitur ini sebelumnya sudah ada di sistem eProcurement Kementerian
PUPR. Beberapa fitur yang diusulkan tersebut sudah diakomodir oleh LKPP seperti
tersedianya fitur bahasa Inggris, integrasi eMonitoring+SIRUP+SPSE sesuai skema berikut :
III-8
Gambar 3.7. Skema Integrasi Aplikasi Emonitoring+SIRUP+SPSE
b. Melakukan sosialisasi dan pelatihan penggunaan SPSE kepada Pokja ULP dan Penyedia Jasa.
Pelatihan dilakukan untuk memastikan pengguna dapat menggunakan sistem dengan baik
karena terdapat beberapa perbedaan penggunaan SPSE bila dibandingkan dengan Sistem
eProcurement Kementerian PUPR seperti: kode akses Ketua Pokja yang sangat menentukan
dalam pelaksanaan eProcurement, dokumen pengadaan yang tidak dapat dihapus setelah di-
upload, pemberian penjelasan online, penggunaan Aplikasi Pengaman Dokumen (Apendo)
untuk membuka dokumen penawaran dan sebagainya.
Pelaksanaan dan Pengelolaan SPSE dilakukan secara terpusat di Pusat Data dan Teknologi
Informasi (Pusdatin) Kementerian PUPR oleh Tim Pengelola LPSE yang ditetapkan melalui Surat
Keputusan Menteri No. 467/KPTS/M/2015 Tentang Tim Pengelola LPSE Kementerian PUPR.
Pelaksanaan eProcurement TA 2016 telah dimulai sejak bulan Agustus 2015 melalui aplikasi SPSE.
III-9
3.3 Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
III-10
DIPA Kementerian PUPR dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan
pada bulan April 2015 dengan pagu sebesar Rp. 119.656.603.569 yang tersebar di 11 (sebelas)
Unit Organisasi yaitu Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal SDA,
Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Jenderal Penyediaan
Perumahan, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan,
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Badan Penelitian dan Pengembangan, dan Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pagu anggaran tersebut terdiri atas Rupiah Murni (RPM)
sebesar Rp. 110.991.541.761 dan Pinjaman Hibah Luar Negeri (PLN) sebesar Rp. 8.665.061.808.
Tabel III.4. Pagu Anggaran Kementerian PUPR Tahun 2015
APBN-P (Rp Ribu)
NO UNIT ORGANISASI
RPM PHLN TOTAL %
1 SETJEN 656.856.089 0 656.856.089 0,55
2 DITJEN SDA 28.810.776.054 2.291.073.739 31.101.849.793 25,99
3 DITJEN BM 53.593.207.258 3.800.789.428 57.393.996.686 47,95
4 DITJEN CK 17.224.870.921 2.573.198.641 19.798.069.562 16,54
5 DITJEN PnP 7.735.204.543 0 7.735.204.543 6,49
6 DITJEN BK 722.899.986 0 722.899.986 0,6
7 DITJEN PbP 558.877.866 0 558.877.866 0,47
8 ITJEN 105.200.000 0 105.200.000 0,09
9 BPIW 525.000.000 0 525.000.000 0,44
10 BALITBANG 521.407.149 0 521.407.149 0,44
11 BPSDM 537.241.895 0 537.241.895 0,45
TOTAL 110.991.541.761 8.665.061.808 119.656.603.569 100
Sumber: e-Monitoring PUPR, 2015
PERBANDINGAN
Gambar 3.8. PerbandinganPAGU ANGGARAN
Pagu Anggaran Pagu anggaran tahun 2015 naik hampir dua
2014 DAN 2015 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2014
140.000.000.000 yaitu dari 67 triliun menjadi 119,65 triliun.
120.000.000.000 Jumlah pagu RPM pada tahun 2015
100.000.000.000
semakin meningkat namun pagu PLN
80.000.000.000
60.000.000.000
mengalami penurunan dari 8,80 triliun
40.000.000.000 menjadi 8,66 triliun. Total pagu sebesar
20.000.000.000 119,65 triliun tersebut dibagi rata di 11 unit
0 organisasi, berbeda dengan tahun 2014
RPM PLN Total
yang hanya didistribusikan kepada 8 unit
2014 2015
organisasi Kementerian PU.
III-11
Sebagai kementerian yang memiliki kegiatan utama yakni pembangunan fisik infrastruktur, hal
tersebut dapat terlihat pada proporsi belanja modal yang mencapai Rp. 94,92 triliun (79% dari
total anggaran) yang dialokasikan pada tahun 2015. Pelaksanaan penyerapan belanja modal
tersebut didukung oleh kegiatan-kegiatan supervisi, perencanaan, pengaturan dan pembinaan
yang dialokasikan melalui belanja barang sebesar Rp. 15,91 triliun, disamping alokasi untuk
belanja rutin gaji pegawai sebesar Rp. 2,52 triliun.
Pelaksanaan kegiatan pembangunan di lingkungan Kementerian PUPR sebagian besar
dilaksanakan oleh satuan kerja yang berkantor di daerah dan secara struktur berada langsung di
bawah Balai pelaksana dan atau Direktorat Teknis. Total jumlah satuan kerja adalah 1.208 yang
tersebar di seluruh Indonesia, yang terdiri atas satker pusat, satker pelaksana di daerah (di bawah
balai), dan satker daerah yang melaksanakan tugas pembantuan (SKPD).
III-12
Tabel III.5 Realisasi Anggaran Kementerian PUPR Tahun 2015
REALISASI
NO UNIT ORGANISASI
(Rp. Ribu) %
1 SETJEN 527.631.021 80,33
2 DITJEN SDA 29.025.213.562 93,32
3 DITJEN BM 53.260.210.782 92,8
4 DITJEN CK 18.561.763.476 93,76
5 DITJEN PnP 6.692.772.607 86,52
6 DITJEN BK 584.540.123 80,86
7 DITJEN PbP 105.577.309 18,89
8 ITJEN 84.444.007 80,27
9 BPIW 367.377.323 69,98
10 BALITBANG 494.092.330 94,76
11 BPSDM 366.656.028 68,25
TOTAL 110.070.278.567 91,99
Sumber: e-Monitoring PUPR, 2015
Penyerapan anggaran efektif per bulan yaitu terhitung sejak bulan Juni sampai Desember 2015
adalah 14,081 triliun. Rata-rata penyerapan per bulan pada tahun 2015 tersebut lebih tinggi
dibandingkan rata-rata penyerapan tahun 2014 yaitu 7,9 triliun rupiah. Bahkan Kementerian
PUPR melakukan penyerapan yang sangat tinggi pada akhir tahun anggaran 2015 yaitu mencapai
32,097 triliun rupiah atau dua kali lipat dibandingkan rata-rata penyerapan per bulan.
III-13
Berdasarkan rincian pada jenis belanja tahun 2015, maka alokasi anggaran yang terserap paling
besar adalah belanja modal sebesar Rp. 89,44 triliun dari Rp. 94,92 (94,23%); belanja sosial yang
terserap Rp. 4,84 T dari Rp. 5,35 T (90,38%); belanja barang Rp. 13,67 T dari Rp. 15,91 T (85,87%);
dan belanja pegawai yang hanya terserap Rp. 2,11 T dari Rp. 2,53 T (83,69%).
III-14
BAB 4
AKUNTABILITAS KINERJA
BAB 4
AKUNTABILITAS KINERJA
IV-1
3) Meningkatnya kualitas inovasi teknologi terapan bidang pekerjaan umum dan perumahan
rakyat.
4) Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta
sarana dan prasarana.
Meningkatnya kehandalan infrastruktur PUPR dalam mewujudkan: ketahanan air, kedaulatan pangan, dan kedaulatan
energi; konektivitas bagi penguatan daya saing; layanan infrastruktur dasar; dan keterpaduan pembangunan
antardaerah antar sektor dan antar tingkat pemerintahan untuk mensejahterakan masyarakat
SS1. Meningkatnya keterpaduan SS2. Meningkatnya SS3. Meningkatnya SS4. Meningkatnya dukungan
pembangunan infrastruktur PUPR dukungan kedaulatan dukungan konektivitas layanan infrastruktur dasar
antardaerah, antar sektor, dan antar pangan dan kedaulatan bagi penguatan daya permukiman dan perumahan
tingkat pemerintahan energi saing
Capaian kinerja Kementerian PUPR dikelompokkan ke dalam 3 perspektif yang didukung oleh 15
(lima belas) sasaran strategis sesuai dengan yang telah diperjanjikan oleh Menteri di dalam
Perjanjian Kinerja. Sasaran strategis tersebut ditetapkan mengacu kepada Renstra Kementerian
PUPR tahun 2015-2019 dan dianggap mampu menggambarkan kinerja Kementerian PUPR secara
keseluruhan, yang didukung oleh 11 (sebelas) unit organisasi.
Tabel IV.1. Capaian Kinerja Kementerian PUPR Tahun 2015
IV-2
4.1.1 Customer/Stakeholder Expectation
Dari perspektif customer/stakeholder ditargetkan mencapai 69,96% sementara realisasinya
melebihi target yaitu 71,16% atau dengan pencapaian kinerja sebesar 101,70%. Capaian dari
perspektif tersebut didukung oleh empat sasaran strategis dengan rincian sebagai berikut:
Tabel IV.2. Capaian Kinerja dari Perspektif Customer/Stakeholder
SS.1 Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR antardaerah, antar sektor dan antar
tingkat pemerintahan
Penjelasan capaian masing-masing sasaran strategis tersebut di atas adalah sebagai berikut:
4.1.1.1 Meningkatnya Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur PUPR Antardaerah, Antar
Sektor, dan Antar Tingkat Pemerintahan
Pelaksanaan keterpaduan sebagai salah satu mata rantai dalam proses keterpaduan infrastruktur
PUPR dengan pengembangan wilayah dapat berpengaruh terhadap tingkat keterpaduan
infrastruktur PUPR dengan pengembangan wilayah. Sasaran Pengukuran: tingkat keterpaduan
infrastruktur PUPR dengan pengembangan wilayah adalah untuk mengetahui efektivitas
program-program Kementerian PUPR yang ditujukan untuk menterpadukan pembangunan
Infrastruktur masing-masing sektor di bidang PUPR dalam kawasan strategis sesuai dengan daya
dukung dan daya tampung kawasan serta fungsional lingkungan fisik terbangun yang terpadu
IV-3
dalam fungsi, lokasi, besaran dan waktu. Cara Pengukurannya adalah dengan menghitung rasio
hasil monitoring dan evaluasi kesesuaian kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu serta
pelaksanaan rekomendasi perbaikan pelaksanaan keterpaduan infrastruktur PUPR di dalam
kawasan, antar kawasan maupun antar WPS di tahun 2015 dibandingkan dengan kebutuhan
(faktor-faktor non fisik hingga akhir tahun 2015).
Tabel IV.3. Capaian Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur
IV-4
Tabel IV.4. Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur PUPR
IV-5
Keterpaduan Kesinkronan Keterpaduan Keterpaduan
No WPS
Perencanaan1) Program2) Pelaksanaan3) Kawasan
15 WPS Pusat Pertumbuhan 0,46 0,28 0,13 88%
Terpadu Gilimanuk
Denpasar - PadangBay
16 WPS Pusat Pertumbuhan 0,39 0,23 0,11 73%
Sedang Berkembang Lombok
17 WPS Pusat Pertumbuhan 0,40 0,24 0,12 76%
Sedang Berkembang
Sumbawa
18 WPS Pertumbuhan Baru 0,38 0,23 0,11 73%
Waingapu Manado- Labuan
Bajo- Ende
19 WPS Pertumbuhan Baru 0,38 0,23 0,11 72%
Kupang Atambua
20 WPS Pusat Pertumbuhan 0,40 0,24 0,11 74%
Sedang Berkembang
Ketapang Pontianak
Singkawang - Sambas
21 WPS Pertumbuhan Baru 0,38 0,22 0,12 73%
Temajuk Sebatik
22 WPS Pusat Pertumbuhan 0,40 0,24 0,11 75%
Sedang Berkembang
Palangkaraya Banjarmasin -
Batulicin
23 WPS Pusat Pertumbuhan 0,47 0,27 0,14 88%
erpadu Balikpapan
Samarinda Maloy
24 WPS Pusat Pertumbuhan 0,41 0,28 0,13 88%
Sedang Berkembang Manado
Bitung Amorang Lolak -
Kotamobagu
25 WPS Pusat Pertumbuhan 0,46 0,28 0,13 86%
Sedang Berkembang
Gorontalo Bolaang
Mongondow
26 WPS Pertumbuhan Baru Palu 0,36 0,23 0,06 59%
Banggai
27 WPS Pertumbuhan Mamuju 0,26 0,21 0,10 67%
Mamasa Toraja Kendari
Buton Wakatobi
28 WPS Pusat Pertumbuhan 0,45 0,28 0,12 85%
Terpadu Makassar Pare-
Pare Mamuju
29 WPS Pusat Pertumbuhan 0,41 0,25 0,12 77%
Sedang Berkembang Ternate
Sofifi Morotai
30 WPS Pusat Pertumbuhan 0,41 0,25 0,12 77%
Sedang Berkembang Ambon
Masohi
31 WPS Pertumbuhan Baru 0,38 0,23 0,11 73%
Sorong Manokwari
IV-6
Keterpaduan Kesinkronan Keterpaduan Keterpaduan
No WPS
Perencanaan1) Program2) Pelaksanaan3) Kawasan
32 WPS Pertumbuhan Baru 0,39 0,23 0,11 73%
Manokwari Bintuni
33 WPS Pertumbuhan Baru 0,35 0,21 0,10 66%
Nabire Enarotali (Ilaga
Timika) Wamena
34 WPS Pertumbuhan Baru 0,40 0,24 0,11 75%
Jayapura Merauke
35 WPS Pulau pulau terluar 0,35 0,21 0,10 66%
Keterangan:
1) Keterpaduan perencanaan berdasarkan program pengelolaan sumber daya air, penyelenggaraan jalan,
pengembangan permukiman, serta penyediaan dan pembiayaan perumahan.
2) Kesinkronan program berdasarkan fungsi, dukungan, lokasi, besaran, waktu, kriteria kesiapan, dan biaya.
3) Keterpaduan pelaksanaan berdasarkan kesesuaian waktu, volume, dan kuantitas.
Indikator kinerja Tingkat Dukungan Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi diukur dari rata-
rata capaian outcome yang dihasilkan (outcome based), yang meliputi: 1) Pemenuhan Kebutuhan
Air Baku untuk Layanan Irigasi dan 2) Peningkatan Potensi Sumber Energi. Capaian outcome
tersebut dijabarkan sebagai berikut:
Tabel IV.6. Outcome Pendukung Capaian Dukungan Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi
No Outcome/Indikator Kinerja Baseline 2014 Capaian 2015 Persentase
1) Pemenuhan kebutuhan air baku untuk
layanan irigasi
a. Peningkatan layanan jaringan irigasi 1.844.066 Ha 182.017 Ha 85,16%
b. Pengembalian fungsi dan layanan 5.141.407 Ha 480.534 Ha 71,24%
jaringan irigasi
2) Peningkatan potensi sumber energi 8.706 MW 113,19 MW 1,59%
IV-7
1) Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Layanan Irigasi
Nilai ketahanan pangan sangat bergantung akan ketersediaan pangan dan kemudahan untuk
mengaksesnya. Langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai ketahanan pangan yaitu
dengan mendayagunakan sumber daya air untuk
pemenuhan kebutuhan air irigasi yang difokuskan
pada upaya peningkatan fungsi jaringan irigasi yang
sudah dibangun tetapi belum berfungsi, rehabilitasi
pada areal irigasi berfungsi yang mengalami
kerusakan, dan peningkatan kinerja operasi dan
pemeliharaan.
Sejak tahun 2010, telah dilakukan berbagai upaya
pembangunan, rehabilitasi, serta operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi permukaan, jaringan
irigasi rawa, dan jaringan irigasi air tanah sehingga kebutuhan irigasi untuk pertanian terpenuhi.
Keberhasilan ini berdampak domino pada surplusnya produksi beras untuk kebutuhan nasional.
Surplus produksi beras terus meningkat dari 4,3 juta ton pada tahun 2010 menjadi 6,8 juta ton
pada tahun 2013.
Meskipun demikian, dari hasil analisis berdasarkan tren jumlah penduduk, diperkirakan
Indonesia membutuhkan areal irigasi baru dalam rangka menjaga kecukupan beras nasional.
Sementara ketersediaan areal untuk pengembangan lahan irigasi baru semakin terbatas.
Perlunya diprioritaskan lahan sawah agar tidak berubah fungsi dengan menetapkannya pada
RTRW masing-masing daerah.
Pada Tahun 2015, guna memenuhi kebutuhan air baku untuk layanan irigasi, Kementerian PUPR
telah melakukan peningkatan suplai irigasi waduk, meningkatkan layanan jaringan irigasi seluas
181.283 Ha (pembangunan jaringan irigasi kewenangan pusat, jaringan irigasi rawa, jaringan
irigasi tambak, dan jaringan irigasi air tanah), pengembalian fungsi dan layanan
(rehabilitasi/revitalisasi) jaringan irigasi seluas 477.961 Ha, serta operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi.
2) Peningkatan Potensi Sumber Energi
Pada tahun 2015, terdapat peningkatan potensi sumber energi sebesar 113,19 MW dari
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang didukung melalui pembangunan 16 (enam belas)
bendungan on going serta operasionalisasi 5 buah waduk yaitu Waduk Jatigede (Jawa Barat),
Waduk Nipah (Jawa Timur), Waduk Bajulmati (Jawa Timur), Waduk Rajui (Aceh), dan Waduk Titab
(Bali).
IV-8
Gambar 4.2 Lokasi Pembangunan 16 Bendungan Baru
Sasaran strategis tersebut didukung oleh sasaran program Menurunkan Waktu Tempuh pada
Koridor Utama dengan capaian indikator kinerja program menurunnya waktu tempuh pada
koridor utama menjadi 2,7 jam/100km sesuai dengan target tahun 2015. Adapun capaian output
yang mendukung adalah sebagai berikut:
IV-9
Tabel IV.8. Outcome Pendukung Capaian Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya Saing
Pembangunan Jalan Bebas Hambatan/tol sepanjang 1.000 Km akan dilakukan dalam lima tahun
sampai dengan tahun 2019, dengan realisasi pembangunan jalan tol yang sepenuhnya didanai
oleh Pemerintah pada tahun 2015 adalah 21 km. Jalan bebas hambatan direncanakan untuk
dibangun di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Kalimantan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan sosial pada wilayah strategis dan pusat pertumbuhan. Pembangunan jalan tol
merupakan strategi peningkatan mobilitas dan aksesibilitas pada koridor-koridor utama di
Indonesia. Selain itu, pembangunan jalan tol juga diharapkan dapat mengurangi waktu tempuh
koridor-koridor utama serta menjadi pendorong peningkatan kualitas logistik di Indonesia. Jalan
bebas hambatan dikembangkan sebagai backbone transportasi darat pulau-pulau besar di
Indonesia.
2) Pembangunan jalan nasional
Jalan nasional baru yang akan dibangun hingga tahun 2019 mencapai panjang 2.650 Km dengan
realisasi tahun 2015 sepanjang 512 km untuk jalan baru dan 774 km jalan di kawasan strategis,
perbatasan, wilayah terluar dan terdepan. Pembangunan jalan baru ini ditujukan untuk
meningkatkan konektivitas nasional guna menghubungkan pusat-pusat kegiatan. Selain itu,
pembangunan jalan juga dilaksanakan untuk meningkatkan aksesibilitas khususnya pada
kawasan strategis untuk mendukung kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif. Pada kawasan
perkotaan yang memiliki kegiatan ekonomi yang telah tumbuh pesat, pembangunan jalan baru
dibutuhkan untuk mendukung mobilitas serta mengurai kemacetan.
IV-10
3) Peningkatan kapasitas jalan nasional
Untuk dapat mengimbangi tingkat pertumbuhan kendaraan maka jalan nasional akan
ditingkatkan kapasitasnya melalui upaya pelebaran jalan dan pembangunan Fly Over/Under Pass.
Peningkatan kapasitas dilakukan untuk meningkatkan nilai utilitas jalan, sehingga dapat melayani
jumlah kendaraan yang lebih banyak. Selain itu, persimpangan sebidang dengan lalu lintas padat
serta perlintasan kereta api perlu mendapat penanganan sehingga arus lalu lintas tidak
terhambat dan menimbulkan kemacetan. Pada kurun waktu lima tahun dari tahun 2015 sampai
dengan 2019 rencana peningkatan kapasitas jalan nasional adalah sepanjang 3.072 km yang
terdiri dari pelebaran jalan sepanjang 3.057 km dengan realisasi tahun 2015 sepanjang 1.927 km
dan pembangunan Fly Over atau Under Pass sepanjang 15 km dengan realisasi tahun 2015
sepanjang 1.828 m.
Perhitungan outcome pendukung sasaran strategis di atas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel IV.10. Outcome Pendukung Capaian Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan
Perumahan
IV-11
4.1.2 Internal Process
Dari perspektif internal process ditargetkan mencapai 68,85% sementara realisasinya melebihi
target yaitu 77,08% atau dengan pencapaian kinerja sebesar 111,95%. Capaian dari perspektif
tersebut didukung oleh tujuh sasaran strategis dengan rincian sebagai berikut:
Tabel IV.11. Capaian Kinerja dari Perspektif Internal Process
a. Tingkat pemenuhan perumahan yang layak huni bagi % 84,00 83,73 99,67
rumah tangga berpenghasilan rendah
SS.10 Meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan
anggaran pembangunan bidang PUPR
IV-12
Penjelasan capaian masing-masing sasaran strategis tersebut di atas adalah sebagai berikut:
4.1.2.1 Meningkatnya Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran
Target tahun 2015 untuk tingkat keterpaduan perencanaan dengan pelaksanaan (deviasi) dalam
kawasan, antar kawasan dan antar WPS adalah 80 %, sedangkan capaian kinerjanya adalah 80,3
%. Capaian tersebut merupakan agregat dari seluruh hasil penilaian dari 35 WPS dan antar WPS.
Sementara itu, target tahun 2015 untuk tingkat sinkronisasi program (waktu, fungsi, lokasi,
besaran) disparitas kebutuhan dengan pemrograman adalah 79 %, sedangkan capaian kinerjanya
adalah 80,27 %. Capaian 80,3 % ini merupakan agregat dari seluruh hasil penilaian dari 35 WPS
dan antar WPS.
Tabel IV.12. Capaian Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran
Total Total
No WPS Keterpaduan Keterpaduan Keterangan
Perencanaan Program
1 WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Metro 88% 86 % Total keterpaduan
Medan-Tebing Tinggi-Dumai- Pekanbaru perencanaan dihitung
2 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 75% 77 % dari:
Berkembang Sabang- Banda Aceh- Langsa 1. Keterpaduan
3 WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Batam- 87 % 89% perencanaan
Tanjung Pinang strategis;
4 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 80 % 86% 2. Keterpaduan
Berkembang Sibolga- Paadang Bengkulu perencanaan
IV-13
Total Total
No WPS Keterpaduan Keterpaduan Keterangan
Perencanaan Program
5 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 78 % 81,6% pengembangan
Berkembang Jambi- Palembang- Bangka kawasan
Belitung
6 WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Merak- 86 % 88% Total keterpaduan
Bakauheni- Bnadar Lampung- Palembang- program dihitung dari:
Tanjung Api-api 1. Keterpaduan
7 WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Jakarta - 86 % 75% program jangka
Bogor - Ciawi - Sukabumi panjang;
8 WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Jakarta - 89 % 87% 2. Keterpaduan
Bandung - Cirebon - Semarang program jangka
9 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 77 % 78% pendek dan
Berkembang Tanjung Lesung - Sukabumi - tahunan
Pangandaran - Cilacap
10 WPS Pusat Pertumbuhan Terpady 88 % 80%
Yogyakarta - Solo - Semarang
11 WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Semarang 87 % 88%
- Surabaya
12 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 74 % 76%
Berkembang Yogyakarta Prigi Blitar -
Malang
13 WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Malang 88 % 87%
Surabaya Bangkalan
14 WPS Konektivitas Keseimbangan 88 % 88%
Pertumbuhan Surabaya Pasuruan -
Banyuwangi
15 WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Gilimanuk 88 % 88%
Denpasar - PadangBay
16 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 73 % 73%
Berkembang Lombok
17 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 76 % 74%
Berkembang Sumbawa
18 WPS Pertumbuhan Baru Waingapu 73 % 74%
Manado- Labuan Bajo- Ende
19 WPS Pertumbuhan Baru Kupang Atambua 72% 73%
20 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 74% 74%
Berkembang Ketapang Pontianak
Singkawang - Sambas
21 WPS Pertumbuhan Baru Temajuk Sebatik 73% 69%
22 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 75% 75%
Berkembang Palangkaraya Banjarmasin -
Batulicin
23 WPS Pusat Pertumbuhan erpadu Balikpapan 88% 85%
Samarinda Maloy
24 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 88% 88%
Berkembang Manado Bitung Amorang
Lolak - Kotamobagu
25 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 86% 86%
Berkembang Gorontalo Bolaang
Mongondow
IV-14
Total Total
No WPS Keterpaduan Keterpaduan Keterangan
Perencanaan Program
26 WPS Pertumbuhan Baru Palu Banggai 69% 73%
27 WPS Pertumbuhan Mamuju Mamasa 67% 67%
Toraja Kendari Buton Wakatobi
28 WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Makassar 85% 88%
Pare-Pare Mamuju
29 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 77% 77%
Berkembang Ternate Sofifi Morotai
30 WPS Pusat Pertumbuhan Sedang 77% 77%
Berkembang Ambon Masohi
31 WPS Pertumbuhan Baru Sorong 73 % 73%
Manokwari
32 WPS Pertumbuhan Baru Manokwari 73% 73%
Bintuni
33 WPS Pertumbuhan Baru Nabire Enarotali 66% 66%
(Ilaga Timika) Wamena
34 WPS Pertumbuhan Baru Jayapura Merauke 75% 75%
35 WPS Pulau pulau terluar 66 % 66%
Indikator kinerja Tingkat Dukungan Ketahanan Air Nasional diukur dari rata-rata capaian outcome
yang dihasilkan (outcome based), yang meliputi: 1) Meningkatnya layanan sarana dan prasarana
penyediaan air baku; 2) Meningkatnya kapasitas tamping sumber-sumber air; dan 3)
Meningkatnya kapasitas pengendalian daya rusak air. Capaian outcome tersebut dijabarkan
sebagai berikut:
IV-15
Tabel IV.15. Outcome Pendukung Capaian Ketahanan Air
1) Pemenuhan kebutuhan air baku untuk 51,44 m3/det 8,74 m3/det 70,70
kehidupan sehari-hari
2) Peningkatan kapasitas tampung sumber air 12.679 juta m3 1.025 juta m3 2,67
Pendayagunaan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air baku diprioritaskan pada
pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga terutama di wilayah rawan/defisit air, wilayah
tertinggal, dan wilayah strategis.
Kementerian PUPR melalui Ditjen Sumber Daya Air turut berperan dalam mendukung pencapaian
target MDGs yaitu peningkatan akses rumah tangga terhadap sumber air minum layak pada
tahun 2015 sebesar 68,87%. Selama periode 2010-2014 telah terbangun prasarana dan sarana
air baku untuk kehidupan sehari-hari dengan kapasitas mencapai 51,44 m3/det serta tahun 2015
ini terdapat capaian 8,74 m3/det atau telah mencapai 70,70%.
2) Peningkatan kapasitas tampung sumber air
Indonesia memiliki total potensi air sebesar 3,9 triliun m3, namun hingga tahun 2014 baru 12
milyar m3 atau 50 m3 per kapita yang dapat dikelola melalui reservoir. Kapasitas tampung air yang
ada saat ini dapat mengairi jaringan irigasi waduk sebanyak 960 ribu hektar (11%). Namun belum
dapat mengantisipasi kekritisan air ke depan. Hingga tahun 2015, seluruh target tercapai meliputi
pemenuhan target pembangunan waduk sebanyak 16 buah, penyelesaian pembangunan
embung sebanyak 364 buah, rehabilitasi waduk 6 buah, rehabilitasi embung/situ/bangunan
penampung air sebanyak 64 buah, serta revitalisasi danau sebanyak 15 danau.
3) Peningkatan layanan infrastruktur pengendali daya rusak air
Pengendalian daya rusak air terutama dalam hal penanggulangan banjir mengutamakan
pendekatan non-konstruksi melalui konservasi sumberdaya air dan pengelolaan daerah aliran
sungai dengan memperhatikan keterpaduan dengan tata ruang wilayah, diutamakan pada
daerah berpenduduk padat, konektivitas antar pusat ekonomi dan kawasan strategis mendukung
MP3EI.
IV-16
Dalam rangka pengendalian daya rusak air, pada tahun 2015 ini telah dilakukan upaya
perlindungan terhadap kawasan yang berpotensi terkena dampak banjir melalui pembangunan
sarana dan prasarana pengendali banjir sepanjang 305 km serta rehabilitasi sepanjang 136 km,
pembangunan sarana prasarana pengendali lahar/sedimen sebanyak 52 buah serta rehabilitasi
21 buah, dan pembangunan sarana dan prasarana pengaman pantai sepanjang 67 km.
Peningkatan luas kawasan yang terlindungi dari daya rusak air dengan nilai capaian sangat baik.
Target yang telah ditetapkan dapat dilampaui.
Sasaran strategis tersebut didukung oleh sasaran program Meningkatnya Pelayanan Jalan
Nasional dengan capaian indikator kinerja program tingkat penggunaan jalan nasional sebanyak
102 milyar kendaraan km sesuai dengan target tahun 2015 yang telah melebihi target yang
ditetapkan yaitu 101 milyar kendaraan km. Capaian tersebut diukur melalui survei yang telah
dijelaskan di Bab 2. Adapun capaian output yang mendukung adalah sebagai berikut:
Tabel IV.17. Outcome Pendukung Capaian Kemantapan Jalan Nasional
IV-17
No Indikator Kinerja Satuan Target Realisasi Kinerja
Sasaran strategis tersebut tidak dapat terpenuhi karena tidak tercapainya outcome pendukung
antara lain akses air minum, akses sanitasi, dan permukiman kumuh. Rincian perhitungan
outcome pendukung sasaran strategis adalah sebagai berikut:
IV-18
Tabel IV.19. Outcome Pendukung Capaian Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman
Kinerja sasaran ini digambarkan melalui indikator meningkatnya cakupan pelayanan akses air
minum. Pada tahun 2015, untuk mencapai target 76%, perlu peningkatan 7,89% sementara telah
terealisasi sebanyak 7.349 liter/detik atau setara dengan 2,205% cakupan pelayanan akses air
minum. Angka realisasi 2,205% ini merupakan total target kapasitas SPAM terbangun baik
diperkotaan maupun di perdesaan berdasarkan perhitungan full capacity SPAM terbangun.
Meningkatnya realisasi cakupan pelayanan akses air minum karena adanya revisi APBN sehingga
menambah kapasitas terbangun pada jaringan SPAM MBR, SPAM IKK, dan SPAM pada kawasan
khusus.
Dalam mencapai peningkatan 7,89%, telah dilakukan pembangunan di 237 IKK, 1.449 desa
Pamsimas, 617 kawasan SPAM terfasilitasi, 246 kawasan SPAM Non-PDAM terfasiltiasi serta 246
kawasan khusus dengan kinerja fisik sebesar 93,49%.
IV-19
2) Penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan
Pencapaian kinerja Sasaran Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi
masyarakat, digambarkan dengan indikator kinerja peningkatan cakupan pelayanan akses
sanitasi. Untuk mencapai target tahun 2015 sebesar 64%, perlu ditingkatkan 2,94% dari baseline
61,06%. Pada tahun 2015, realisasi kinerja sasaran ini adalah 1,94% dengan rincian sebesar 0,21%
untuk air limbah dan 1,73% untuk persampahan atau setara dengan 4.955.956 Jiwa.
Pelaksanaan kinerja sasaran ini dilakukan melalui pembangunan sistem pengolahan air limbah
skala regional, sistem pengolahan drainase perkotaan, penanganan persampahan skala regional,
sistem penanganan persampahan skala kota, sistem pengolahan air limbah skala kota, sistem
pengolahan air limbah skala kawasan, sistem pengolahan air limbah khusus, sistem penanganan
persampahan skala kawasan, dan sistem penanganan persampahan khusus.
IV-20
4.1.2.5 Meningkatnya Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan
Sasaran strategis Meningkatnya Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan diukur dengan
indikator kinerja Tingkat Pemenuhan Perumahan yang Layak Huni bagi Rumah Tangga
Berpenghasilan Rendah. Pencapaian sasaran strategis tersebut didukung oleh dua program yaitu
Program Pengembangan Perumahan yang dilaksanakan oleh Ditjen Penyediaan Perumahan dan
Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan oleh Ditjen Pembiayaan Perumahan. Program
Pengembangan Perumahan diukur melalui capaian satu sasaran program yaitu menurunnya
kekurangan tempat tinggal (backlog) dan menurunnya rumah tidak layak huni. Sementara
Program Pembiayaan Perumahan diukur melalui capaian dua sasaran program yaitu
meningkatnya rumah tangga masyarakat berpenghasilan rendah yang menghuni rumah layak
melalui bantuan fasilitas pendanaan dan pembiayaan perumahan serta menurunnya kekurangan
tempat tinggal (backlog) melalui bantuan pendanaan dan pembiayaan perumahan.
Tabel IV.20. Capaian Penyediaan dan Pembiayan Perumahan
Capaian tersebut di atas diperoleh melalui perhitungan outcome yang mendukung (outcome
based) dengan skenario sebagai berikut:
Tabel IV.21. Outcome Pendukung Capaian Penyediaan dan Pembiayan Perumahan
IV-21
Target sebesar 83,81% terdiri atas kinerja Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan dengan
Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan dengan capaian sebesar 83,72%. Target output
strategis tahun 2015 adalah 227.820 unit sedangkan capaiannya adalah 175.944 unit yang terdiri
dari 99.455 unit rumah layak huni bagi rumah tangga MBR yang disediakan melalui belanja APBN
dan 76.489 unit yang disediakan melalui pembiayaan lainnya.
Capaian rumah layak huni bagi rumah tangga MBR yang disediakan melalui belanja APBN yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan adalah sebagai berikut:
Tabel IV.22. Capaian Rumah Layak Huni Bagi MBR Melalui Belanja APBN
Selain itu, pembangunan rumah layak huni bagi rumah tangga MBR dilakukan dengan skema
pembiayaan lainnya yaitu melalui penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)
untuk memenuhi kebutuhan sub bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam RPJMN
2015-2019 sebesar 5.900.000 unit untuk 5,9 juta rumah tangga. Fasilitas Likuiditas Pembiayaan
Perumahan (FLPP) adalah mekanisme bantuan pembiayaan perumahan untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui penyediaan dana murah jangka panjang yang berasal dari
APBN yang dipadukan dengan dana bank penerbit KPR dengan menggunakan metode blanded
financing sebagai pokok kredit.
FLPP merupakan terobosan dalam pembiayaan perumahan yang telah dikembangkan oleh sejak
tahun 2010 berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan suku bunga rendah dan besarnya tetap
selama masa angsuran KPR. Saat ini, pengelolaan FLPP dilaksanakan oleh Badan Layanan Umum
Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (BLU-P2DPP) melalui lembaga perbankan.
Untuk tahun 2015, proporsi pembiayaannya adalah 90% dari dana APBN melalui BA. 999 dan 10%
dana dari Bank Pelaksana. Penyaluran dana FLPP tahun 2015 terealisasi sebesar 6,05 T untuk
76.489 unit rumah yang dibayarkan melalui alokasi dana BA. 999 sebesar 5,1 T serta dana
pengembalian pokok pinjaman (dana bergulir) sebesar 985 Miliar.
IV-22
4.1.2.6 Meningkatnya Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Kebijakan dan Rencana
Program dan Anggaran Pembangunan Bidang PUPR
Sasaran strategis Meningkatnya Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Kebijakan dan
Rencana Program dan Anggaran Pembangunan Bidang PUPR diukur dengan indikator kinerja
Tingkat Pengendalian Pelaksanaan Program dan Anggaran Pembangunan Bidang PUPR.
Tabel IV.23. Capaian Pengendalian Pelaksanaan Program dan Anggaran
Pada tahun anggaran 2015, Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat melakukan inventarisasi dan self assesment terhadap IACM level 2 dalam rangka
persiapan untuk peningkatan IACM ke level 3. Tim khusus telah dibentuk langsung oleh Inspektur
Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang terdiri dari 7 (tujuh) sub tim
yaitu pejabat struktural, jabatan fungsional umum, dan jabatan fungsional tertentu yang
disesuaikan dengan Key Performance Area Internal Audit Capability Model. Tim khusus ini akan
bekerja dalam mempersiapkan Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR mencapai target akhir
yaitu IACM level 3.
IV-23
IACM menyediakan alat bagi Kementerian yang dapat digunakan untuk: 1) Menentukan
pemenuhan kegiatan pengawasan intern sesuai dengan sifat, kompleksitas, dan risiko yang
terkait operasinya; serta 2) Menilai kapabilitas pengawasan intern yang dimiliki terhadap
kapabilitas yang seharusnya dipenuhi.
2) Prosentase Rekomendasi Hasil Pengawasan yang ditindak lanjuti dan tuntas serta tepat
waktu.
Pada tahun anggaran 2015, target penuntasan temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang
diselesaikan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sebesar 70%. Realisasi terhadap target selama
tahun 2015 untuk Indikator Kinerja Utama ini rata rata mencapai 74,47% terhadap target 70%.
Jika pencapaian per triwulan diperbandingkan maka secara umum telah mencapai target. Khusus
untuk triwulan kedua, evaluasi kinerja untuk triwulan kedua tahun 2015 tidak dapat dilakukan
karena pelaksanaan kegiatan program kerja audit tahunan pada tahun anggaran 2015
dilaksanakan pada akhir triwulan kedua terkait padatnya kegiatan Inspektorat Jenderal di
triwulan I, yaitu Kegiatan Reviu Revisi RKA K/L terkait re-organisasi Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat, Kegiatan Reviu Laporan Keuangan Kementerian Pekerjaan Umum tahun
2014, dan Reviu LKIP 2014 Kementerian Pekerjaan Umum.
3) Prosentase jumlah unit kerja/satker yang bersih dari penyimpangan materiil.
Target Prosentase Jumlah Unit Kerja/Satker yang bersih dari penyimpangan materiil pada tahun
anggaran 2015 sebesar 60% dengan realisasi penurunan yang memiliki tren yang meningkat dari
triwulan I sampai dengan triwulan III, dengan rata rata realisasi sebesar 90.26% terhadap target
60%. Namun pada triwulan IV mengalami penurunan sebesar 61.73% walaupun masih diatas
target. Hal ini menjadi tantangan untuk tahun tahun mendatang bagi tugas pembinaan yang
dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam
membina para auditi sehingga jumlah auditi yang bersih dari penyimpangan materiil semakin
meningkat seiring dengan pembinaan yang secara intensif dilakukan. Oleh karena itu program
dan kegiatan sosialisasi dan pembinaan yang lebih intensif terhadap seluruh Satuan Kerja agar
para Kepala Satuan Kerja menjadi lebih tertib dan bersih dari penyimpangan.
IV-24
Beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam rangka peningkatan pengendalian dan
pengawasan pelaksanaan kebijakan dan rencana program dan anggaran pembangunan bidang
PUPR, antara lain:
a. Mengefektifkan pengawasan melalui pendampingan penerapan Peraturan Pemerintah
RI No. 60/ Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Peraturan
Menteri No. 603/PRT/M/2005 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian
Manajemen dan No. 604/PRT/M/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan
pada Pemilihan Penyedia Jasa Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian PUPR;
b. Meningkatkan apresiasi dan evaluasi atas pemahaman good governance dan good
corporate governance kepada para pejabat dan penyedia jasa di lingkungan Kementerian
PUPR;
c. Meningkatkan koordinasi dengan aparat pengawasan fungsional lainnya (BPKP dan
Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk menghindari pemeriksaan yang berulang-
ulang dalam satu obrik;
d. Menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan baik yang dilakukan oleh Inspektorat
Jenderal, BPKP maupun BPK-RI dengan memberikan sanksi sesuai surat edaran Menteri
PU No. 01/SE/M/2005 dengan melakukan koordinasi yang intens dan teratur;
e. Pemanfaatan tenaga fungsional dan kerjasama dengan Litbang dalam rangka
pemeriksaan keteknikan/pengujian mutu konstruksi;
f. Mendukung peningkatan kapabilitas APIP Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat dengan implementasi 6 (enam) Key Performance Area
IACM untuk peningkatan ke level 3 seiring dengan hal tersebut kualitas dan kinerja audit
juga akan mengalami peningkatan;
g. Membangun Whistle Blowing System (WBS), untuk mencegah dan melakukan deteksi
dini dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat diperlukan peran serta pegawai secara aktif untuk
menjadi pelapor pelanggaran (whistleblower) melalui whistle blowing system.
h. Pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi sebagai upaya pengendalian gratifikasi di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Keberadaan UPG akan
memudahkan kementerian guna melaporkan adanya gratifikasi kepada komisi anti
korupsi. Berdasarkan laporan sampai dengan Desember 2015 tidak terdapat pengaduan
terkait dengan gratifikasi, terbukti dengan tidak terisinya drop box pelaporan gratifikasi.
Hal ini memerlukan sosialisasi lebih lanjut agar pegawai lebih memahami dan peduli akan
pentingnya pencegahan korupsi.
IV-25
i. Pembentukan zona Integritas dalam rangka Pembangunan Zona Integritas Menuju
Wilayah Bebas dari Korupsi.
j. Dalam melaksanakan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Inspektorat Jenderal melakukan evaluasi
pelaksanaan reformasi birokrasi.
k. Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi Inspektorat Jenderal melakukan penguatan
pengawasan.
l. Inspektorat Jenderal selaku APIP telah melaksanakan sosialisasi dan monitoring
kepatuhan penyampaian LHKASN; berkoordinasi dengan unit kepegawaian atau unit lain
yang ditunjuk menjadi koordinator LHKASN; melakukan verifikasi atas kewajaran
LHKASN; melakukan klarifikasi kepada wajib lapor; melakukan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu; dan menyampaikan laporan. Inspektorat Jenderal telah melakukan
monitoring dan pendampingan pengisian LHKASN ke lingkungan Inspektorat Jenderal,
Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, DKI, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Lampung,
Cirebon, dan Bali. Memfasilitasi FGD Tata Cara Pengisian dan Penyampaian LHKASN.
Sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 jumlah ASN yang sudah membuat LHKASN
berjumlah 13.742 pegawai dan akan terus diupayakan agar seluruh pegawai mengisi
LHKASN.
IV-26
Dapat dilihat pada tabel diatas mengenai capaian sasaran strategis Ditjen Bina Konstruksi dalam
Renstra Kementerian PUPR berdasarkan pada Tujuan 1 Kementerian PUPR yaitu
Menyelenggarakan pembangunan bidang PUPR yang terpadu dan berkelanjutan dalam
mendukung keseimbangan pembangunan antardaerah, terutama di kawasan tertinggal, kawasan
perbatasan, dan kawasan perdesaan, dalam kerangka NKRI. Target capaian yang tertera pada
Renstra Kementerian PUPR untuk Program Pembinaan Konstruksi dan Fasilitasi Pengusahaan
Infrastruktur adalah 75%. Pada tahun 2015 ini realisasinya dapat melampaui target dengan
capaian sebesar 80,87%. Capaian tersebut berdasarkan hasil dari meningkatnya pengendalian
pelaksanaan konstruksi nasional dengan 5 indikator yang disebutkan pada tabel. Adapun rumus
penghitungan realisasi sasaran strategis adalah sebagai berikut:
5
(Ai . X i )
Realisasi =
Yi
i=1
Keterangan:
A = Bobot
X = Realisasi outcome (Jika Realisasi > Target, maka dianggap Realisasi = Target)
Y = Target
Tabel IV.26. Outcome Pendukung Capaian Kapasitas dan Kualitas Konstruksi Nasional
% Realisasi
Sasaran Strategis Indikator Target Realisasi Bobot
Per Bobot
Meningkatnya 1. Rasio kapitalisasi konstruksi 3% 12,77% 15% 15%
Kapasitas dan oleh investor nasional
kualitas konstuksi 2. Tingkat BUJK yang 18% 32,37% 15% 15%
nasional berkualifikasi besar
3. Tingkat penerapan manajemen 8% 4,13% 15% 7,74%
mutu dan tertib
penyelenggaraan konstruksi
4. Persentase SDM penyedia jasa 2% 2,8% 40% 40%
konstruksi yang kompeten
5. Persentase utilitas produk 3% 0,62% 15% 3,13%
unggulan
Total 100% 80,87%
IV-27
1) Meningkatnya Kapitalisasi Konstruksi oleh Investor Nasional ( )
Kinerja BUJK ditetapkan berdasarkan beberapa indikator keuangan dan proyek yang telah
disepakati. Meningkatnya persentase BUJK yang berkualifikasi besar didapat melalui persentase
kenaikan BUJK menjadi berkualifikasi besar. Dari total BUJK Pelaksana (kontraktor) berkualifikasi
menengah sebanyak 12.929, telah dipilih sekitar 250 perusahaan yang dibina oleh Direktorat
Jenderal Bina Konstruksi selama 5 (lima) tahun ke depan, sehingga akan terdapat 125 perusahaan
selama 5 (lima) tahun pelaksanaan atau terdapat 25 perusahaan dalam 1 (satu) tahun yang
meningkat kinerjanya yang dilihat dari peningkatan nilai konstruksi yang diselesaikan selama satu
tahun. Pada tahun 2015, terdapat 49 BUJK dengan subkualifikasi B1 menjadi subkualifikasi B2.
IV-28
Tabel IV.28. Realisasi Capaian Komponen Outcome 2
Komponen
Komponen Realisasi Target
Kerjasama dan Komponen Substansi
Manajemen Outcome 2
Pemberdayaan
Dukungan Dukungan Kerja Sama Pembinaan Kelembagaan dan Sumber 32,37%
Pelayanan Teknis dan Pemberdayaan Daya Jasa Konstruksi:
dan Administrasi terhadap peningkatan - Tersedianya pengaturan pembinaan
Pembinaan Jasa persentase BUJK yang kelembagaan dan sumber daya jasa
Konstruksi berkualifikasi besar konstruksi
- Terlaksananya pemantauan dan
evaluasi kelembagaan dan sumber
daya jasa konstruksi
IV-29
4) Meningkatnya SDM Penyedia Jasa Konstruksi
Meningkatnya SDM Penyedia jasa Konstruksi ditandai dengan peningkatan persentase kenaikan
SDM penyedia jasa konstruksi yang kompeten. Berdasarkan data dari LPJKN dan Direktorat Bina
Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi, peningkatan SDM penyedia jasa konstruksi berupa
jumlah tenaga ahli bersertifikat, jumlah tenaga terampil bersertifikat, jumlah engineer
penyetaraan MRA dan jumlah architect penyetaraan MRA pada tahun 2014 dan tahun 2015
adalah sebagai berikut:
Tabel IV.30. Jumlah SDM Berkompeten Tahun 2014 dan 2015
Jenis SDM Konstruksi Tahun 2014 Tahun 2015
Tenaga Ahli Bersertifikat 64.578 104.774
Tenaga Terampil Bersertifikat 101.669 138.593
Jumlah 166.247 243.367
Sumber: Direktorat Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi dan Balai Pelatihan Konstruksi (2015)
Adapun data Sumber Daya Manusia Konstruksi pada tahun 2014 adalah 6.885.401 orang. Rasio
yang diharapkan adalah 40% skilled labour dan 60% unskilled labour. Diharapkan jumlah skilled
labour pada tahun 2019 adalah sebagai berikut:
40
% Target = 6.885.401 orang
100
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa total skilled labour pada tahun 2014 adalah 166.293
orang. Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan target skilled labour adalah sebagai berikut:
166.247 orang
% 2014 = 100% = 6,04%
2.754.160 orang
Selain itu, diketahui total skilled labour pada tahun 2015 adalah 243.815 orang yang terdiri dari
tenaga ahli, tenaga terampil bersertifikat, engineer penyetaraan MRA, dan architect penyetaraan
MRA. Dengan demikian, diketahui persentase skilled labour pada tahun 2015 sebagai berikut:
243.815 orang
% Skilled Labour 2015 = 2.754.160 orang 100% = 8,85%
Maka didapatkan peningkatan SDM penyedia jasa konstruksi yang berkompeten adalah sebagai
berikut:
Tenaga Ahli Berkompeten = 8,85% 6,04% = 2,80%
IV-30
Tabel IV.31. Realisasi Capaian Komponen Outcome 4
Komponen Realisasi
Komponen
Kerjasama dan Komponen Substansi Target
Manajemen
Pemberdayaan Outcome 4
Dukungan Dukungan Kerja Pembinaan Kompetensi dan Produktivitas 2,8%
Pelayanan Sama dan Konstruksi:
Teknis dan Pemberdayaan - Tersedianya pengaturan pembinaan
Administrasi terhadap persentase kompetensi dan produktivitas kerja konstruksi
Pembinaan kenaikan SDM - Terlaksananya pemantauan dan evaluasi
Jasa penyedia jasa kompetensi dan produktivitas kerja konstruksi
Konstruksi konstruksi yang Kerja Sama dan Pemberdayaan:
kompeten - Terlaksananya kerja sama dan pemberdayaan
peningkatan kompetensi SDM konstruksi
Meningkatnya utilitas produk unggulan dapat dilihat melalui persentase kenaikan tingkat
utilitas produk unggulan. Berdasarkan data AP3I (Asosiasi Perusahaan Pracetak dan Prategang
Indonesia), pada tahun 2014 penggunaan beton pracetak adalah 24 juta m3 atau sekitar 15%
dari penggunaan beton pada proyek infrastruktur di Indonesia. Sementara, pada tahun 2015
penggunaan produk beton pracetak naik menjadi 25 juta m3.
Tabel IV.32. Realisasi Capaian Komponen Outcome 5
Komponen
Komponen Realisasi Target
Kerjasama dan Komponen Substansi
Manajemen Outcome 5
Pemberdayaan
Dukungan Dukungan Kerja Pembinaan Kompetensi dan Produktivitas 0,625%
Pelayanan Sama dan Konstruksi:
Teknis dan Pemberdayaan - Tersedianya pengaturan pembinaan
Administrasi terhadap kompetensi dan produktivitas kerja konstruksi
Pembinaan persentase - Terlaksananya pemantauan dan evaluasi
Jasa kenaikan tingkat kompetensi dan produktivitas kerja konstruksi
Konstruksi utilitas produk Pembinaan Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa
unggulan Konstruksi:
- Tersedianya pengaturan pembinaan
kelembagaan dan sumber daya jasa konstruksi
- Terlaksananya pemantauan dan evaluasi
kelembagaan dan sumber daya jasa konstruksi
IV-31
4.1.3 Learning and Growth
Dari perspektif learning and growth ditargetkan mencapai 57,31% sementara realisasinya
melebihi target yaitu 76,96% atau dengan pencapaian kinerja sebesar 134,28%. Capaian dari
perspektif tersebut didukung oleh tujuh sasaran strategis dengan rincian sebagai berikut:
Tabel IV.33. Capaian Kinerja dari Perspektif Learning and Growth
a. Prosentase sumber daya manusia yang kompeten dan % 10,00 18,00 180,00
berintegritas
SS.15 Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan
prasarana
a. Tingkat pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data % 80,00 108,68 135,85
dan informasi publik, serta sarana dan prasarana
IV-32
Penjelasan capaian masing-masing sasaran strategis tersebut di atas adalah sebagai berikut:
4.1.3.1 Meningkatnya SDM yang Kompeten dan Berintegritas
Pencapaian Sasaran Strategis Meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas diperoleh
dari output penilaian kompetensi dan pemantauan kinerja serta kegiatan penyelenggaraan
Pendidikan dan Pelatihan. Pada tahun 2015 penilaian kompetensi telah dilakukan melalui
assesment center.
Pemilihan Metode Assessment Center untuk melakukan penilaian kompetensi pegawai karena
metode tersebut berbasis kompetensi dan dapat menilai keterampilan, pengetahuan, dan
kemampuan individu yang dianggap kritikal bagi keberhasilan kinerja unggul. Selain itu, Metode
Assessment Center telah teruji dan terbukti menunjukan tingkat validitas yang tertinggi dibanding
metoda penilaian lainnya.
Karakteristik penilaian kompetensi melalui Metode Assessment Center adalah sebagai berikut :
Multi penilaian (Multiple Assessments)
Penilaian harus menggunakan berbagai teknik termasuk di dalamnya adalah: tes,
wawancara, kuesioner, dan simulasi-simulasi.
Simulasi
Teknik penilaian harus melibatkan sejumlah simulasi yang berhubungan dengan pekerjaan.
Contoh simulasi adalah tugas kelompok, in-basket exercise, simulasi interaksi (wawancara),
presentasi, pencarian fakta
Penilai (Mutiple Assessor)
Multi assessor harus digunakan untuk mengamati dan mengevaluasi peserta. Pada saat
menyeleksi penilai sebaiknya program mempunyai assessor yang bervariasi dalam
demografi (misal etnis, usia, gender) dan pengalaman (tingkat organisasi, fungsi dalam
organisasi, manajer, psikolog).
Manfaat penilaian kompetensi melalui Metode Assessment Center adalah :
Seleksi membantu organisasi mendapatkan individu yang tepat untuk setiap jabatan.
Pengembangan karir membantu memutuskan rencana karir individu.
Penilaian potensi mengidentifikasi pegawai yang dapat menangani posisi lebih tinggi.
Identifikasi manajer yang berpotensi lebih tinggi menyediakan pool karyawan yang
mempunyai talenta manajerial dan multifungsional.
Rencana suksesi mengidentifikasi individu-individu yang tepat untuk posisi penting seperti
Pejabat Eselon I IV dan posisi manajerial lainnya.
Alokasi penugasan yang menantang menunjukkan kekuatan dan kelemahan karyawan
sehingga membantu organisasi memilih calon yang bisa menangani penugasan menantang.
IV-33
Realisasi sasaran strategis diperoleh dari hasil assessment center terhadap Pejabat Struktural
Eselon I sebanyak 49 orang, Eselon II sebanyak 245 orang, Eselon III sebanyak 425 orang, Jabatan
Fungsional Umum sebanyak 1414 orang, CPNS Formasi 2014 sebanyak 184 orang, CPNS K I dan
K II sebanyak 1.699 orang, Pegawai outsourcing sebanyak 145 orang, Pejabat Kasatker sebanyak
241 orang dan Pejabat Pembuat Komitmen sebanyak 757 orang dengan jumlah total sebanyak
5.159 orang sedangkan target ouput tersebut pada tahun 2015 ini sebanyak 6.620 orang, atau
sebesar 78 %, dari 5.159 orang tersebut yang memiliki Kompetensi Sumber Daya Manusia
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang sesuai dengan persyaratan jabatan adalah
sebanyak 3.780 orang atau sebesar 57 % dari target 6.620 orang dan 18 % dari target 21.488
orang (dengan asumsi jumlah seluruh ASN PUPR pada awal tahun 2015).
Tabel IV.34. Capaian SDM yang Kompeten dan Berintegritas
Perencanaan pengembangan karier SDM PUPR dimulai dari hasil evaluasi kompetensi dan
pemantauan kinerja berupa profil atau potret SDM yang harus dikembangkan baik kompetensi,
potensi, maupun karirnya. Setiap SDM PUPR yang kompeten memenuhi persyaratan suatu
jabatan dapat masuk dalam daftar usulan percepatan promosi ke dalam jabatan yang sesuai
dengan hasil penilaian kompetensi sebagai bentuk pengembangan karier SDM PUPR. Sedangkan
SDM PUPR yang potensial namun belum memenuhi persyaratan kompetensi akan dikembangkan
kompetensi terlebih dahulu melalui pendidikan dan pelatihan atau sejenisnya.
Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi dalam rangka peningkatan kualitas SDM PUPR
antara lain: 1) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh balai masih
terkendala dengan sulitnya transportasi ke wilayah kerja yang dituju dan kurangnya dukungan
dari satminkal atau unit kerja yang mengutus stafnya; 2) Kualitas dan kuantitas pengajar yang
menurun dengan beban mengajar yang besar; 3) Kurangnya minat peserta terhadap pelatihan
tertentu; 4) Masih ada Balai Pendidikan dan Pelatihan yang menunggu akreditasi dari Lembaga
Akreditasi Negara (LAN) sehingga belum dapat melaksanakan pelatihan tertentu; 5) Sarana dan
prasarana penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kurang memadai. Selama ini, balai yang
sedang melaksanakan renovasi gedung dan asrama terpaksa menggunakan fasilitas hotel di
lokasi penyelenggaraan; 6) Adanya peraturan tentang tarif pelatihan misalkan untuk pelatihan
prajabatan yakni Peraturan Kepala LAN No. 18 Tahun 2011 yang mengatur dasar tarif pelatihan
berpengaruh pada progress pencapaian keuangan.
IV-34
4.1.3.2 Meningkatnya Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi dan Berintegritas
Sasaran strategis Meningkatnya Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi dan Berintegritas
didukung oleh sasaran program tersedianya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya Kementerian PUPR dengan 4 indikator kinerja program yaitu: 1) Nilai laporan kinerja
pemerintahan; 2) Opini WTP hasil audit BPK; 3) Transparansi pelaksanaan program; dan Tingkat
pengelolaan dan pengadministrasian pegawai.
Tabel IV.35. Capaian Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi dan Berintegritas
IV-35
2) Indikator Opini WTP hasil audit BPK, dengan target opini WTP
Salah satu yang menjadi tolak ukur BPK RI memberikan opini atas laporan pengelolaan dan
tanggungjawab keuangan negara di Kementerian PU, adalah mengenai Aset. BPK berpendapat
Kementerian PU sudah berhasil melakukan inventarisasi dan penilaian yang sangat signifikan
sehingga Saldo Akhir Aset Kementerian PU yang pada Neraca tahun 2011 audited baru mencapai
Rp 555 triliun, pada tahun 2012 telah meningkat menjadi 729.029 triliun.
Upaya pengelolaan BMN yang baik di Kementerian PU tidak berhenti setelah memperoleh Opini
WTP-DPP. Beberapa usaha terus ditingkatkan karena pengelolaan BMN yang baik merupakan hal
yang vital dalam upaya meraih opini WTP. Hal ini bisa dilihat dari tercapainya target nilai opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan Kementerian PU TA 2013 dan
Laporan Keuangan Kementerian PUPR TA 2014. Ini merupakan suatu prestasi yang cukup luar
biasa dan telah lama dinantikan. Hal ini menunjukkan ada perbaikan dalam pengelolaan,
penatausahaan dan pelaporan kinerja keuangan (khususnya disini kinerja pengelolaan BMN) di
Kementerian PUPR dibandingkan periode-periode sebelumnya. Artinya kegiatan pembinaan,
pendampingan dan fasilitasi penatausahaan dan pelaporan memberikan hasil yang baik.
Diharapkan opini WTP tersebut dapat dipertahankan atas Laporan Keuangan tahun 2015.
3) Indikator Transparansi Pelaksanaan Program, dengan target 55% publikasi dengan realisasi
55% sehingga kinerja 100% dengan rincian sebagai berikut:
Transparansi pelaksanaan program reguler Profil informasi anggaran Kementerian PUPR
berupa RKA-KL, DIPA, LaKIP, Renstra Kementerian PUPR Tahun 2015-2019, dan Rencana
Kerja telah dipasang di website www.pu.go.id. Renstra Kementerian PUPR 2015-2019
telah diakses oleh 4.939 pengunjung (Pusdatin, 2016).
Transparansi pelaksanaan program Dana Alokasi Khusus (DAK) telah dilakukan dimana
transparansi proses pengusulan, kriteria penerima program, sampai dengan penyaluran
DAK termasuk salah satu kegiatan yang dipantau oleh Kantor Staf Pesiden (KSP) yang
tertuang dalam Instruksi Presiden No. 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Kementerian PUPR. Ukuran keberhasilan DAK bidang PUPR tidak
saja berupa prasarana dan sarana fisik yang terbangun, tetapi juga terpublikasinya data
usulan dan penerima bantuan DAK bidang PUPR pada website Kementerian PUPR yang
dikaitkan ke web KSP agar dan dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat. Terdapat
tiga target Triwulan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Kementerian PUPR 2015
dalam Inpres 7 tahun 2015 yaitu (B07, B09, dan B12).
4) Indikator Tingkat Pengelolaan dan Pengadministrasian Pegawai dengan target 60% layanan,
hasil pelaksanaan tercapai 70,5% sehingga kinerja sebesar 117,5% dengan rincian sebagai
berikut:
IV-36
Tabel IV.36. Capaian Indikator Pengelolaan dan Pengadministrasian Pegawai
Hasil analisis indikator sasaran program (outcome), menunjukkan bahwa pencapaian telah
terpenuhi sebesar 117% dari target, yaitu peningkatan sebesar 10,5 persen dari 60 persen. Hasil
pengukuran indikator sasaran program berlandaskan pada hasil kuesioner yang kemudian diolah
dan menghasilkan nilai persentase seperti yang telah diuraikan pada tabel di atas. Untuk lebih
jelasnya dari masing-masing variabel dapat dirinci pencapaiannya sebagai berikut :
Variabel adanya sistem informasi yang dapat diakses oleh semua pegawai menunjukkan
pencapaian sebesar 50%, hal ini berarti bahwa 50% pegawai di lingkungan Kementerian
PUPR sudah mendapatkan akses terhadap sistem informasi (SIMKA).
Variabel keterbukaan seleksi jabatan bermakna bahwa pelaksanaan lelang jabatan telah
dilaksanakan dengan pencapaian sebesar 70%, hal itu berdasarkan dari sebaran kuesioner
yang menyimpulkan bahwa sebagian besar atau sebesar 70% seleksi jabatan untuk jabatan
Eselon II dan I kemarin telah dipublikasi secara umum kepada masyarakat. Hal tersebut
bias dibuktikan bahwa adanya pejabat yang menduduki beberapa jabatan sekarang yang
berasal dari akademisi dan praktisi professional yang berasal dari masyarakat umum.
Variabel tingkat ketepatan waktu pelayanan diukur berdasarkan perbandingan antara
standarisasi pelayanan pemrosesan surat keputusan (SK) yang ada di wilayah Kementerian
PUPR dengan realisasi pelaksanaan pemrosesan surat yang sebenarnya. Standar
pengukuran pelayanan mutasi dikatakan baik (100%) apabila dalam memberikan
pelayanan pemrosesan adalah maksimal 1 jam. Hasil pencapaian kinerja indikator sasaran
program pada variabel ini di tahun 2015 menunjukkan pencapaian sebesar 62%. Hal ini
menunjukkan bahwa masih ada jarak untuk mencapai 100% pelayanan yang baik.
Variabel sistem rekrutmen pegawai yang dilaksanakan secara terbuka pada tahun 2015
ditunjukkan melalui keberadaan sistem rekrutmen yang selama ini dilaksanakan secara
terbuka, melibatkan masyarakat, bekerjasama dengan konsorsium perguruan tinggi dalam
pembuatan soal dan penilaian. Sehingga sudah dapat dipastikan bahwa sistem rekrutmen
pegawai PUPR dilaksanakan secara terbuka. Atau dengan kata lain sistem tersebut 100%
telah dilaksanakan. Hal itu selaras dengan apa yang telah ditargetkan.
IV-37
4.1.3.3 Meningkatnya Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR
Sasaran strategis Meningkatnya Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR dengan indikator kinerja
Tingkat Penyediaan dan Pemanfaatan Hasil Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR yang diukur
dengan tersedianya jumlah teknologi dan jumlah rekomendasi kebijakan yang termanfaatkan
serta jumlah teknologi dan rekomendasi kebijakan yang dihasilkan pada tahun 2015 ini.
Tabel IV.37. Capaian Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR
Capaian tingkat pemanfaatan hasil inovasi teknis terapan bidang PUPR sampai dengan tahun
2015 adalah 16 teknologi termanfaatkan dan 12 rekomendasi rekomendasi termanfaatkan.
Sementara untuk tingkat penyediaan hasil inovasi teknis terapan adalah 16 teknologi yang
dihasilkan pada tahun 2015 dan 19 rekomendasi yang dihasilkan pada tahun 2015.
Tabel IV.38. Capaian Tingkat Penyediaan dan Pemanfaatan Hasil Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR
No Indikator Kinerja Target Realisasi Keterangan
1) Tingkat penyediaan dan 67% 85,49% Sudah melebihi target +18,49%
pemanfaatan hasil inovasi
teknis terapan bidang PUPR
Tingkat Pemanfaatan 70,97%
Capaian teknologi yang 33 teknologi 26 teknologi 26 teknologi yang termanfaatkan
termanfaatkan (78,78%) sampai dengan tahun 2015
dibandingkan dengan 33
teknologi yang belum
termanfaatkan dari tahun
sebelumnya
Capaian rekomendasi hasil 19 rekomendasi 12 rekomendasi 12 rekomendasi yang
kebijakan yang termanfaatkan (63,16%) termanfaatkan sampai dengan
tahun 2015 dibandingkan dengan
19 rekomendasi kebijakan yang
belum termanfaatkan dari tahun
sebelumnya
Tingkat Penyediaan 100%
Capaian teknologi yang 16 teknologi 16 teknologi 16 teknologi yang dihasilkan pada
dihasilkan tahun 2015 (100%) tahun 2015 dibandingkan dengan
target tahun ini
Capaian rekomendasi hasil 19 rekomendasi 19 rekomendasi 19 rekomendasi yang dihasilkan
kebijakan yang dihasilkan (100%) pada tahun 2015 dibandingkan
tahun 2015 dengan target tahun ini
IV-38
Sebanyak 26 Tekonologi dan 12 rekomendasi yang termanfaatkan hingga tahun 2015 merupakan
faktor utama pendukung tercapainya keberhasilan sasaran strategis Meningkatnya Inovasi Teknis
Terapan Bidang PUPR. Berdasarkan hasil identifikasi pemanfaatannya pada tahun 2015 ini, maka
untuk masing-masing teknologi yang telah disebutkan dalam Perjanjian Kinerja (26 teknologi)
dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Teknologi Pemecah Gelombang Ambang Rendah (PEGAR)
Pompa Air Tenaga Hidro (PATH) adalah pompa air yang digerakkan oleh tenaga putaran turbin
penangkap tenaga air, tanpa melalui transformasi menjadi tenaga listrik. PATH yang dibangun di
Desa Wonokerso, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung memanfaatkan potensi Curug
Ketitang di alur Kali Lungge.
3) Sistem Jaringan Hidrologi secara Real Time
Pembangunan Jaringan Pos Hidrologi Nasional Telemetri, yang dikembangkan oleh Balai
Hidrologi dan Tata Air Puslitbang SDA merupakan salah satu program dalam rangka
pengembangan pengumpulan data hidrologi tepat waktu melalui sistem telemetri dengan cara
pemasangan alat telemetri pada pos duga air di sungai-sungai dan lokasi pos hujan berdasar
kriteria tertentu.
4) Teknologi Peringatan Dini Bencana Lahar
Teknologi Peringatan Dini Bencana Lahar dikembangkan Pusat Litbang SDA melalui Balao Sabo di
Yogyakarta. Dalam rangka melengkapi sarana sistem peringatan dini di daerah Gunung Merapi,
pada awal tahun 2012 sudah dipasang radar cuaca di Kantor Balai Sabo Yogyakarta. Radar ini
mempunyai frekuensi X-band bertipe Doppler, jangkauan radar saat ini telah diset dengan radius
jangkauan 94 km, mampu mengamati wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sebagian
Jawa Tengah.
IV-39
Dengan mengoptimalkan pemanfaatan radar cuaca di
Balai Sabo akan lebih banyak memberikan kontribusi
berupa penyediaan data secara realtime sebagai
masukan utama dalam kegiatan optimasi pemanfaatan
radar cuaca untuk siaga bencana di daerah Gunung
Merapi. Melalui peralatan radar cuaca didukung
peralatan hidrologi sistem telemetri, Balai Sabo dapat
memantau kondisi cuaca secara realtime dan terus
menerus.
Teknologi ini dihasilkan Pusat Litbang Sumber Daya Air melalui Balai Irigasi dan diwujudkan dalam
skala penuh berupa model fisik di Desa Cikurubuk, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang,
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013.
6) Teknologi Bangunan Pengendali Sedimen (BPS)
HLGA merupakan aspal alam Pulau Buton tepatnya dari daerah Lawele yang memiliki kandungan
bitumen sekitar 30% nilai penetrasi bitumen, namun setelah minyak ringan diuapkan maka nilai
penetrasi bitumen Asbuton Lawele dapat menghasilkan asbuton butir tipe 50/30. Asbuton butir
tipe 50/30 ini sangat potensial digunakan sebagai bahan substitusi aspal pen 60 karena sifat
bitumennya relatif sementara. Lokasi Penerapan Teknologi HLGA 2015 antara lain: Wakatobi,
Bau-Bau, Bombana, Makassar, Kota Kendari, Konawe Selatan (Ranomeetoo, arah ke Bandara
Haluoleo), Kolaka.
8) Cold Pave Hot Mix Asbuton (CPHMA)
CPHMA atau campuran beraspal panas Asbuton dihampar dingin adalah campuran beraspal yang
mengandung Asbuton dan bahan tambahan lain, (polimer) jika diperlukan. Pencampuran
dilakukan di pabrik secara panas kemudian dipasarkan dalam keadaan siap dihampar dan
IV-40
dipadatkan secara dingin (temperatur udara) sebagai perkerasan jalan beraspal. Penggunaan
teknologi dibatasi untuk jalan dengan lalu lintas maksimum 1000 kendaraan/hari. Lokasi
Penerapan Teknologi CPHMA 2015 di Wakatobi, Bau-bau, Bombana, Buton Tengah, Buton
Selatan, Buton , Makassar, Jawa Tengah, Jawa Timur.
9) Teknologi Material Lokal : Batu Kapur
LPPA atau Sand Base Asphalt merupakan teknologi campuran beraspal panas yang menggunakan
agregat lokal berupa pasir sekitar 90% sebagai pengganti agregat standar.
11) Tambalan Cepat Mantap
Puslitbang Jalan dan Jembatan telah mengembangkan tambalan cepat mantap dengan bahan
campuran beraspal panas (hot mix asphalt) dan campuran beraspal dingin (cold mix asphalt) yang
telah dicampur dengan aditif dan dikemas secara pabrikasi. Penggunaannya sangat mudah,
setelah kemasan dibuka, langsung dihampar di lapangan dan dipadatkan dengan pemadat ringan
(stamper) atau beban lalu lintas (roda kendaraan). Dengan bahan tambalan biasa, kerusakan
jalan akan kembali terjadi antara satu minggu hingga satu bulan. Dengan teknologi tambalan
cepat mantap yang memiliki tingkat kemudahan kerja yang tinggi dan memiliki kualitas baik,
kondisi perkerasan masih bagus hingga satu tahun walaupun dilalui lalu lintas berat.
12) Teknologi Pemeriksa Kekuatan Jalan Tanah (APKJT)
IV-41
13) Butur Seal
Pada prinsipnya teknologi Butur Seal sama dengan Lapis Penetrasi Macadam Asbuton (LPMA),
namun jika pada LPMA digunakan agregat pokok pada bagian bawah dan agregat pengunci pada
bagian atas, maka Butur Seal hanya menggunakan lapisan agregat bagian atas saja.
14) Timbunan Ringan
Merupakan teknologi terkait jembatan untuk menangani masalah aksessibilitas masyarakat desa
dan penyediaan infrastruktur jembatan sederhana yang terbatas. Memiliki keunggulan material
pre pabrikasi yang dapat disiapkan untuk dikirim ke lokasi. Sistem jembatan modular untuk
kemudahan pembangunan dengan swadaya masyarakat.
16) SIMBAGAS
Merupakan teknologi yang mampu memberikan informasi kondisi jembatan untuk mengetahui
perlu tidaknya suatu jembatan memerlukan tindakan tertentu. Lokasi penerapan teknologi ini
dilakukan di Sidoarjo, Lamongan, Brebes, Pemalang, Banyumas.
17) Ruang Henti Khusus untuk Sepeda Motor (RHK)
RHK adalah salah satu cara pengaturan lalu lintas dengan mengatur tempat antrian sepeda motor
dengan kendaraan roda empat atau lebih pada saat berhenti di pendekat simpang bersinyal
selama nyala merah.
18) Jalan Hijau (Green road)
Jalan hijau adalah jalan yang dirancang dan dibangun dengan memperhatikan persyaratan dan
kriteria jalan berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan. Penerapan
teknologi jalan hijau mendukung pemahaman dan penerapan praktek praktek berkelanjutan
dalam berbagai aspek (sosial, ekonomi dan lingkungan) mulai dari tahap perencanaan,
pelaksaaan dan operasional. Pelaksanaan di tahun 2015 dilakukan di Jalan Tol Bali Mandara-Bali,
Underpass Dewa Ruci, Jembatan Kelok 9 Padang, Fly Over Bukit tinggi.
IV-42
19) SINDILA
Merupakan teknologi yang memberikan informasi kondisi lalu lintas (volume, kecepatan,
okupansi) kepada pengguna. Lokasi penerapan teknologi ini dilakukan di Sidoarjo, Lamongan,
Brebes, Pemalang, Banyumas.
20) APILL Portable
Merupakan alat pengatur lalu lintas yang tidak terkoneksi dengan kabel sehingga memiliki
mobilitas yang tinggi dan mudah digunakan untuk pengaturan lalu lintas pada saat pelaksanaan
pekerjaan konstruksi jalan atau jembatan (perambuan sementara). Untuk tahun 2015 teknologi
ini diterapkan di Kabupaten Bandung.
21) RCMS
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji properti baja canai yang ada di pasaran dan melakukan
pengujian konstruksi rangka atap skala penuh di laboratorium. Selain itu juga mengkaji sifat fisis-
mekanis bata ringan yang sudah ada di pasaran serta aplikasi pemanfaatan produk bata ringan
dalam pembangunan rumah.
24) Teknologi peningkatan kinerja air minum
Salah satu teknologi peningkatan kinerja air minum yang telah dirasakan manfaatnya oeh
masyarakat adalah Pengembangan dan Penerapan Teknologi Air Minum dan Sanitasi di
Permukiman Daerah Aliran Sungai (DAS). Sejak tahun 2012-2015, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perumahan dan Permukiman Kementerian PUPR telah melaksanakan penerapan
IV-43
teknologi terpadu di zona hulu perkotaan DAS Bengawan Solo, zona hulu-hilir DAS Citarum, DAS
Ciliwung, DAS Brantas, serta zona hulu dan hilir sungai Kampar.
25) Pengembangan rumah murah/sehat/layak huni dan berwawasan lingkungan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman sejak tahun 2005, melakukan
serangkaian penelitian dan pengembangan tentang rumah murah yang memenuhi standar
persyaratan teknis seperti yang diamanatkan dalam undang-undang bangunan gedung dan telah
teruji dilaboratorium, sehingga prototipe rumah murah yang dikembangkan tersebut layak untuk
diterapkan dan disebarluaskan kepada masyarakat seluruh Indonesia. Sebagai tindak lanjut
kesepakatan bersama antara Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan dan
Bappenas, Pusat Litbang Permukiman diberi kepercayaan untuk melakukan tugas
penyebarluasan hasil teknologi litbang tentang prototipe rumah murah melalui penerapan
lapangan / aplikasi rumah contoh skala penuh sebagai sarana desiminasi ke seluruh propinsi di
Indonesia.
26) Teknologi pengolahan air limbah
Salah satu teknologi peningkatan kinerja air minum yang telah dirasakan manfaatnya oeh
masyarakat adalah Teknologi pengolahan air limbah dengan sistem vermibiofilter. Teknologi ini
merupakan teknologi pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses dekomposisi limbah
domestik menggunakan decomposer cacing tanah (lumbrecus rubellus) dan mikroba.
4.1.3.4 Meningkatnya Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum, Data dan Informasi Publik,
serta Sarana dan Prasarana
Sasaran strategis Meningkatnya Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum, Data dan Informasi
Publik, serta Sarana dan Prasarana didukung oleh sasaran program tersedianya dukungan
manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian PUPR dengan 1 indikator kinerja
program yaitu: tingkat fasilitasi produk hukum dan bantuan hukum, serta sasaran program
tersedianya dukungan sarana dan prasarana aparatur Kementerian PUPR dengan 3 indikator
kinerja yaitu: 1) Tingkat kenyamanan bekerja; 2) Tingkat layanan data dan teknologi informasi; 3)
Tingkat layanan informasi publik.
Tabel IV.39. Capaian Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum, Data dan Informasi Publik, serta
Sarana dan Prasarana
IV-44
1) Indikator tingkat fasilitasi produk hukum dan bantuan hukum, dengan target sekitar 85%
dari jumlah produk dan bantuan hukum yang dapat terfasilitasi dengan hasil pelaksanaan
tercapai 124,70% sehingga kinerja sebesar 146,71% dengan rincian sebagai berikut:
Tabel IV.40. Capaian Indikator Tingkat Fasilitasi Produk Hukum dan Bantuan Hukum
IV-45
c. Pengelolaan jaringan dokumentasi dan informasi hukum
Dalam kegiatan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (SJDIH), terdapat 3
(tiga) prosedur dalam kegiatannya, yaitu antara lain (1) alur penayangan dan
penyimpanan peraturan perundang-undangan, (2) alur perpustakaan, dan (3) alur
layanan perpustakaan sistem tertutup. Dari target capaian sebesar 100% (seratus persen)
dari target yang ditetapkan (60 (enam puluh) dokumen yang ditayangkan dan 40 (empat
puluh) orang SDM yang dibina).
2) Tingkat kenyamanan bekerja, dengan target 55% dan hasil 77% sehingga kinerja sebesar
140% dengan perhitungan hasil survei sebagai berikut:
Tabel IV.41. Capaian Indikator Tingkat Kenyamanan Bekerja
Sesuai survei yang telah dilakukan kepada para pegawai sebagai pengguna sarana dan prasarana
mengenai 4 kriteria yaitu kepuasan kebersihan dengan nilai memuaskan sebesar 80%, kepuasan
keamanan dengan nilai memuaskan sebesar 76%, ketertiban parkir dengan nilai memuaskan
sebesar 76% serta penggunaan energi dan air dengan hasil yang memuaskan sebesar 76%.
Namun perlu diketahui bahwa jumlah sampel survei yang dilakukan masih sedikit hanya kepada
25 responden setiap kriteria. Hal ini dinilai belum mencukupi mengingat pengguna gedung utama
Gedung Kementerian PUPR adalah ribuan orang dan dari beberapa Satminkal.
3) Indikator Tingkat layanan data dan teknologi informasi, dari target 80% ternyata
menunjukkan hasil 80,07% sehingga kinerja sebesar 100,09% dengan perhitungan berikut:
=(60% x capaian fisik) + (40% x hasil)
=(60%x capaian fisik) + (40% (Bobot (%) x Jumlah permintaan Data spasial) + (Bobot (%) x
Jumlah permintaan layanan jaringan internet) + (Bobot (%) x Jumlah permintaan layanan
Email))
=(60%x97,38%) + (40% x ((30% x 52) + (50% x 63) + (20% x 35)))
= 58,43% + 21,64%
=80,07%
IV-46
4) Tingkat layanan informasi publik, dari target tercapainya 365 layanan dengan hasil 365
layanan sehingga kinerja 100% dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Jumlah Peliputan Kegiatan Kementerian
Seiring dengan kondisi lingkungan strategis dan intensitas kegiatan pimpinan serta
kewajiban Kementerian untuk menjelaskan berbagai hal terkait dengan bidang tugas ke-
PUPR-an, maka capaian output ini dapat melebihi target yang ditentukan. Besarnya
pencapaian tersebut terutama karena banyaknya liputan yang harus dilakukan terutama
terkait dengan berbagai kegiatan pimpinan ke lapangan, peresmian dan kegiatan
kementerian juga kejadian bencana. Pada Tahun 2015 kinerja kegiatan Peliputan Kegiatan
Kementerian mencapai 100% dari target yang ditetapkan.
b. Jumlah Publikasi
Apabila dilihat pencapaiannya, realisasi untuk output ini sangat jauh diatas target. Hal ini
terjadi karena banyak faktor yang diantaranya adalah kondisi lingkungan strategis dan
kebijakan untuk memperbanyak spot penayangan iklan di media elektronik dan media
cetak lainnya. Disadari ataupun tidak, politik pencitraan (baik perorangan maupun
institusi) masih menjadi langkah manjur untuk menjelaskan tentang kinerja yang telah
dilakukan. Demikian juga dengan PUPR yang memperbanyak publikasi melalui media
elektronik ataupun cetak sehingga secara output tercapai sebesar 100% dari target yang
telah ditetapkan.
c. Jumlah Bahan Informasi Pimpinan
Output ini secara khusus digunakan untuk mendukung pimpinan Kementerian (Menteri
dan Pejabat Tinggi Madya) dalam hal penyediaan dokumen infomasi atau bahan rapat
yang akan disampaikan ke berbagai rapat dengan stakeholder, yaitu sidang kabinet, raker
dan RDP dengan DPR/DPD, rapat dengan menko, dan lain-lain. Intensitas rapat sangat
tergantung dari masing-masing stakeholder, dan untuk tahun 2015 realisasi output
mencapai 100%. Beberapa kejadian bencana dan kebijakan lainnya yang memerlukan
koordinasi telah membuat frekuensi rapat dan sidang meningkat signifikan.
d. Jumlah Permintaan Informasi
Pelayanan informasi kepada masyarakat dilakukan sepanjang tahun termasuk
menghadapi tuntutan dari para pemohon informasi. Berbagai kegiatan yang dilakukan
dalam upaya menunjang pelaksanaan UU No. 14 tahun 2008 antara lain melalui
Workshop Keterbukaan Informasi Publik dan tata kelola informasi publik di lingkungan
Kementerian PU yang ditunjang dengan review terhadap peraturan internal sebagai dasar
pelaksanaan UU KIP yang dianggap tidak sesuai lagi karena adanya reorganisasi di
lingkungan Kementerian PUPR. Kinerja output mencapai 129,09% dari target yang ada.
IV-47
Tingkat pencapaian indikator kinerja manfaat (outcome) yaitu perbandingan antara target
outcome yang telah ditetapkan dalam Penetapan Kinerja dengan realisasi yang dapat dicapai
sampai berakhirnya tahun anggaran seperti yang terlihat pada Tabel Pengukuran Kinerja. Namun
demikian untuk lebih menguatkan hasil/manfaat, ada beberapa survei yang dilakukan oleh pihak
internal untuk menilai kinerja Kementerian PUPR, diantaranya:
a. Survei Online Evaluasi Penyebarluasan Informasi
Survei ini dilaksanakan mulai bulan Agustus hingga Oktober dengan metode yang
dipergunakan adalah kuesioner yang disebarluaskan secara online melalui
www.surveykita.com, kemudian para responden mengisi secara online. Secara singkat,
hasil dari survei ini adalah:
Media yang paling banyak diakses responden adalah Internet, TV, dan Sosial
Media.
Kesadaran Responden atas keberadaan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Pekerjaan Rakyat sudah cukup tinggi.
Responden juga sudah banyak yang tahu nama Menteri Kemen PUPR, meski masih
ada beberapa responden yang tidak mengetahuinya.
Mayoritas responden mendapatkan informasi tentang Kementerian PUPR melalui
berita di TV, Koran, Radio dan Internet (web dan sosial media).
Bidang PUPR yang paling banyak diketahui responden melalui media adalah Jalan,
Jalan Tol, dan Jembatan.
Intensitas informasi tentang Kementerian PUPR yang didapat responden melalui
media masih cukup rendah.
Mayoritas responden menganggap informasi tentang program Kementerian PUPR
menarik untuk dikonsumsi.
Secara kualitas pengemasan informasi, mayoritas responden menganggap
kualitasnya biasa saja.
Menurut mayoritas responden, informasi yang disampaikan Kementerian PUPR
bisa dipahami.
Jika dilihat dari kebutuhan responden, mayoritas responden menganggap bahwa
informasi yang disampaikan oleh Kementerian PUPR sudah cukup sesuai.
Berdasarkan tingkat kepuasan, mayoritas responden menganggap biasa saja.
b. Survei Indeks Kepuasan Masyarakat Pengguna Layanan Informasi
Survei ini dilakukan terhadap Unit Pelayanan Informasi Publik di Kementerian PUPR. Unit
Pelayanan Informasi Publik perlu berupaya mengukur tingkat kepuasan publik atas
layanan informasi yang telah diselenggarakan oleh Unit Pelayanan Informasi Publik
Kementerian PUPR. Adapun hasil dari survey ini diantaranya
IV-48
Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dari hasil Survei Kepuasan Masyarakat
terhadap Pelayanan Informasi Publik Unit Pelayanan Informasi Publik
Kementerian PUPR Tahun 2015 sebesar 67,91.
Nilai sebesar 67,91 menunjukan nilai mutu pelayanan Baik (B) berarti Kinerja unit
pelayanan Pelayanan Informasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Tahun 2015 adalah Baik.
Dalam peningkatan kualitas pelayanan perlu, diprioritaskan pada unsur yang
mempunyai nilai paling rendah (merah pudar), unsur yang mempunyai nilai
menengah harus tetap ditingkatkan (kuning) sedangkan unsur yang mempunyai
nilai cukup tinggi harus tetap dipertahankan (hijau).
Berdasarkan data survei tersebut, dapat dikatakan bahwa penyebarluasan
informasi maupun pelayanan informasi publik sudah termasuk kategori baik dan
respon media pun sangat baik dalam memberitakan isu-isu yang berhubungan
dengan infrastruktur PUPR.
IV-49
Tabel IV.42. Perbandingan kinerja dengan Renstra Subbidang Sumber Daya Air
Capaian Terhadap
Sasaran Strategis Outcome satuan Target 2015 CAPAIAN 2015 KINERJA 2015 Target 2019 Perencanan Jangka
Menengah 2019 (%)
Peningkatan debit layanan sarana dan prasarana penyediaan air
8,65 8,74 tercapai 67,52 12,81
baku m3/detik
Pengembalian fungsi dan debit layanan sarana dan prasarana
8,20 8,20 tercapai 22 37,27
penyediaan air baku seperti semula m3/detik
Terjaganya fungsi dan debit layanan sarana dan prasarana
Meningkatnya Ketahanan Air 49,23 69,64 tercapai 94,75 73,50
penyediaan air baku m3/detik
Peningkatan kapasitas tampung sumber air juta m3 1.024 1.024 tercapai 1.797,97 56,95
Pengembalian fungsi dan kapasitas tampung sumber air juta m3 376,8 377 tercapai 3.410 11,06
Terjaganya fungsi dan kapasitas tampung sumber air juta m3 15.396,20 12.679 tidak tercapai 17.096,80 74,16
Peningkatan luas kawasan yang terlindung dari daya rusak air ha 18.950,67 20.344,00 tercapai 200.000 9,48
Peningkatan persentase kawasan/lokasi yang dikonservasi pada
20 20 tercapai 100 20
kawasan prioritas %
Meningkatnya dukungan untuk
Peningkatan layanan jaringan irigasi ha 181.283 182.017 tercapai 1.142.983 15,92
kedaulatan pangan dan energi
Pengembalian fungsi dan layanan jaringan irigasi ha 477.961 480.534 tercapai 3.000.000 16,02
Terjaganya fungsi dan layanan jaringan irigasi ha 3.142.532 3.581.530 tercapai 3.604.791,23 99,35
Perbandingan target capaian kinerja tahun 2015 terhadap target RPJMN, terdapat 4 target
indikator kinerja yang tidak tercapai terhadap target RPJMN 2015. Dengan rincian sebagai
berikut:
a. Peningkatan debit layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku.
b. Pengembalian fungsi dan debit layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku
seperti semula.
c. Terjaganya fungsi dan kapasitas tampungan sumber air.
d. Peningkatan layanan jaringan irigasi.
Target RPJMN yang tidak tercapai ditahun 2015 akan meluncur menjadi target Renstra maupun
target capaian ditahun 2016.
Sementara itu, capaian terhadap perencanaan jangka menengah (RPJMN tahun 2019) rata-rata
masih di bawah 20% kecuali untuk pengembalian fungsi dan debit layanan sarana dan prasarana
penyediaan air baku yang telah mencapai 37,27% dan terjaganya fungsi dan layanan jaringan
irigasi yang telah mencapai 46,91%.
IV-50
Tabel IV.43. Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Sumber Daya Air
IV-51
Tabel IV.44. Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Jalan dan Jembatan
Capaian Terhadap
Target CAPAIAN
Sasaran Strategis Outcome satuan KINERJA 2015 Target 2019 Perencanan Jangka
2015 2015
Menengah (2019) (%)
Capaian terhadap perencanaan nasional (RPJMN) untuk subbidang jalan dan jembatan sama
dengan capaian kinerja terhadap Renstra Kementerian PUPR yang telah diuraikan di atas.
Tabel IV.45. Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Jalan dan Jembatan
Target
Capaian RPJMN
Sasaran Strategis Outcome satuan RPJMN CAPAIAN 2015
2019 (%)
2019
Meningkatnya Dukungan Konektivitas
Waktu tempuh pada koridor utama m 2,20 2,7 81,48
Bagi Penguatan Daya Saing
Meningkatnya Kemantapan Jalan
Tingkat kemantapan jalan nasional km 98,00 89 90,82
Nasional
IV-52
Tabel IV.46. Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Cipta Karya
Capaian Terhadap
Target
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target 2015 CAPAIAN 2015 Kinerja 2015 Perencanan Jangka
2019
Menengah 2019 (%)
Meningkatnya Kualitas dan Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses air minum unit 76 70,31 tidak tercapai 100 70,31
Cakupan Pelayanan Persentase penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan unit 2 0,82 tidak tercapai 0 90,82*
Infrastruktur Permukiman Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi unit 64 63,00 tidak tercapai 100 63,00
Keterangan: *baseline permukiman layak huni (tidak kumuh) tahun 2014 adalah 90%.
Capaian terhadap perencanaan nasional (RPJMN) untuk subbidang cipta karya sama dengan
capaian kinerja terhadap Renstra Kementerian PUPR yang telah diuraikan di atas.
Tabel IV.47. Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Cipta Karya
Keterangan: *baseline permukiman layak huni (tidak kumuh) tahun 2014 adalah 90%.
IV-53
Tabel IV.48. Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Perumahan
Capaian Terhadap
Sasaran Strategis Outcome satuan Target 2015 CAPAIAN 2015 Kinerja 2015 Target 2019 Perencanan Jangka
Menengah 2019 (%)
Pembangunan Rumah Susun untuk MBR yang dilengkapi dengan PSU
unit 20.500 10.497 tidak tercapai 550.000 1,91
pendukungnya
Pembangunan Rumah Khusus di daerah pasca bencana/komflik,
Meningkatnya penyediaan dan
maritim/nelayan dan perbatasan negara yang dilengkapi PSU unit 7.320 6.713 tidak tercapai 50.000 13,43
pembiayaan perumahan
pendukung
Fasilitasi bantuan stimulan pembangunan baru rumah swadaya unit 20.000 20.756 tercapai 250.000 8,30
Fasilitasi bantuan stimulan peningkatan kualitas rumah swadaya unit 50.000 61.489 tercapai 1.500.000 4,10
Capaian terhadap perencanaan nasional (RPJMN) untuk subbidang perumahan sama dengan
capaian kinerja terhadap Renstra Kementerian PUPR yang telah diuraikan di atas.
Tabel IV.49. Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Perumahan
Target RPJMN Capaian RPJMN
Sasaran Strategis Outcome satuan CAPAIAN 2015
2019 2019 (%)
Pembangunan Rumah Susun untuk MBR yang dilengkapi
unit 550.000 10.497 1,91
dengan PSU pendukungnya
Pembangunan Rumah Khusus di daerah pasca
Meningkatnya penyediaan dan bencana/komflik, maritim/nelayan dan perbatasan unit 50.000 6.713 13,43
pembiayaan perumahan negara yang dilengkapi PSU pendukung
Fasilitasi bantuan stimulan pembangunan baru rumah
unit 250.000 20.756 8,30
swadaya
Fasilitasi bantuan stimulan peningkatan kualitas rumah swadaya
unit 1.500.000 61.489 4,10
Peran infrastruktur sangat penting dalam mewujudkan pemenuhan hak dasar rakyat seperti
pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan, dan kesehatan. Selain itu infrastruktur juga
memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan daya saing
global.
Kementerian PUPR yang menangani infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat,
sebagai bagian dari bidang infrastruktur, berkewajiban untuk mendukung hal tersebut melalui
pelaksanaan pembangunan yang terpadu, efektif dan efisien dengan memperhatikan
pengarusutamaan pembangunan yang berkelanjutan, gender serta berlandaskan tata kelola
pemerintahan yang baik dalam proses pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Kementerian PUPR menjalankan tugas dan fungsinya untuk mensukseskan Program Nawacita
Presiden RI melalui upaya dukungan dalam mewujudkan ketahanan air, kedaulatan pangan,
kedaulatan energi, penguatan konektivitas nasional, perwujudan permukiman yang layak huni
dan berkelanjutan, pengusahaan penyediaan perumahan dan pembiayaan perumahan,
pengembangan wilayah, industri konstruksi yang kompetitif, sinergi pusat dan daerah, serta
pengelolaan sumber daya yang efektif, efisien, dan akuntabel.
IV-54
Berdasarkan World Development Indicators yang diterbitkan oleh World Bank tahun 2015,
kualitas infrastruktur di Indonesia memiliki nilai yang semakin meningkat yaitu dari nilai 2,54
pada tahun 2010 dan tahun 2012, kemudian meningkat menjadi 2,92 pada tahun 2014. Kualitas
infrastruktur dinilai berdasarkan aspek transportasi (darat, laut, dan udara), air baku, air minum,
telekomunikasi, dan energi listrik. Dalam hal ini, Kementerian PUPR memberikan dukungan
terhadap pembangunan transportasi khususnya jalan dan jembatan, penyediaan air baku, serta
penyediaan air minum.
Dukungan kinerja Kementerian
Gambar 4.3. Logistics Performance Index
PUPR dalam hal pembangunan
infrastruktur khususnya sub bidang
3,1
jalan salah satunya dapat dilihat
3
dari semakin meningkatnya Logistic
Score
2,9
2,8 Performance Index, yaitu peringkat
2,7 ke-75 dengan nilai 2,76 pada tahun
2,6 2010, peringkat ke-59 dengan nilai
Tahun Tahun Tahun
2010 2012 2014 2,94 pada tahun 2012, dan menjadi
LPI score 2,76 2,94 3,08 peringkat ke-53 dengan nilai 3,08
pada tahun 2014. Indeks tersebut
Sumber: World Bank, 2015
diukur oleh World Bank setiap dua
tahun sekali dengan melibatkan 160 negara sebagai objek survei. Indeks tersebut diukur
menggunakan 6 (enam) indikator yaitu: 1) Efisiensi proses bea cukai; 2) Kualitas infrastruktur
jalan; 3) Kemudahan bongkar muat; 4) Kualitas pelayanan logistik; 5) Kemampuan melacak dan
mengetahui status pengiriman barang; dan 6) Ketepatan waktu pengiriman.
Selain itu, berdasarkan data Global Competitiveness Index, kualitas jalan di Indonesia memiliki
tren yang positif yaitu meningkat menjadi 3,9 (sebelumnya 3,7) dengan rangking menjadi 72
(sebelumnya peringkat ke-78)
Dari hasil World Development Indicators, tahun 2013 penggunaan air baku per tahun untuk
kebutuhan pertanian adalah sebesar 82%, untuk rumah tangga sebesar 12%, dan industri 7%.
Tingginya penggunaan air baku tersebut menjadi tuntutan bagi Kementerian PUPR untuk
semakin meningkatnya supply air baku, salah satunya melalui pembangunan 65 waduk selama
kurun waktu 2015-2019.
Selain itu, cakupan pelayanan akses air minum berdasarkan World Development Indicators juga
semakin meningkat, yaitu dari 77% pada tahun 2011 menjadi 80% di tahun 2015 untuk
masyarakat perdesaan. Sementara untuk masyarakat perkotaan akses air minum sebesar 93%
pada tahun 2011 menjadi 94% pada tahun 2015. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pembangunan infrastruktur sub bidang cipta karya (air minum) terus mengalami peningkatan
dan ditargetkan pada tahun 2019 seluruh masyarakat mendapatkan akses air minum (100%).
IV-55
Cakupan Pelayanan Akses Air Minum
100
80
Persen
60
40
20
0
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
Perdesaan 77 77 78 79 80
Perkotaan 93 94 94 94 94
Cakupan pelayanan akses sanitasi juga mengalami peningkatan yang cukup baik, yaitu secara
keseluruhan meningkat dari 58% pada tahun 2011 menjadi 61% pada tahun 2015. Khusus untuk
masyarakat perkotaan, akses sanitasi sudah cukup baik yaitu 71% pada tahun 2011 dan hanya
sedikit meningkat menjadi 72% pada tahun 2015. Hal tersebut menunjukkan bahwa tugas
Kementerian PUPR untuk mencapai target akses sanitasi 100% pada tahun 2019 masih
membutuhkan upaya yang serius.
Capaian detail per subbidang sumber daya air, subbidang jalan dan jembatan, sub bidang cipta
karya, serta subbidang perumahan adalah sebagai berikut.
IV-57
4) Pembangunan dan Rehabilitasi Daerah Irigasi Ciliman
Daerah Irigasi (DI) Ciliman terdiri dari satu Saluran Induk
sepanjang 30.919 kilometer dan tujuh Saluran Sekunder
sepanjang 30.367 kilometer serta memiliki daerah
pelayanan seluas 5.315 Ha. Rehabilitasi pada daerah irigasi
yang terletak di Kabupaten Lebak, Pandeglang, Provinsi
Banten ini dilakukan karena hanya mampu mengairi 1.000
Ha. Hal tersebut dikarenakan air irigasi tidak dapat
mengalir ke saluran-saluran sekunder.
Pekerjaan Rehabilitasi DI Ciliman meliputi rehabilitasi dan peningkatan saluran irigasi dan jalan
inspeksi, serta rehabilitasi bangunan-bangunan irigasi. Di samping itu, juga dilakukan
Peningkatan Bendung Ciliman yang meliputi penggantian Pintu Pengambilan, pengambilan Pintu
Pembilas, pembuatan bangunan Kantong Lumpur dan pembuatan Bangunan Penguras.
5) Pembangunan Jaringan Irigasi Sangkub
Pembangunan yang terletak di Kecamatan
Sangkub dan Bintauna, Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara ini
dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi
pangan di wilayah tersebut dan diharapkan
mampu mengairi sawah seluas 3.601 Ha.
Pembangunan Jaringan Irigasi Sangkub Kanan
dengan luas 1.804 Ha. Jaringan irigasi ini
memiliki Saluran Primer, Sekunder, dan Tersier
serta Pengendalian Banjir. Pengendalian banjir dimaksudkan untuk melindungi lahan pertanian
dari luapan banjir yang selalu terjadi setiap tahunnya. Dengan dibangunnya jaringan irigasi teknis
ini diharapkan dapat meningkatkan produksi padi sebesar 6 - 10 ton/Ha.
6) Pembangunan Daerah Irigasi Anai
Pembangunan Daerah Irigasi Anai terletak di Kabupaten
Padang Pariaman-Kota Pariaman, Provinsi Sumatera
Barat dan memiliki total luas areal layanan 6.840 Ha.
Sumber air Irigasi Anai berasal dari Sungai Batang Anai,
melalui Bendung Batang Anai.
IV-58
Lingkup pekerjaannya meliputi konstruksi 17.894 meter Saluran Induk, 61.128 meter Saluran
Sekunder, 64.460 meter Saluran Pembuang, 52 unit Bangunan Sadap, 84 unit Bangunan
Pelengkap, serta 1.460 Ha Cetak Sawah.
7) Daerah Irigasi Lhok Guci
Pembangunan D.I Lhok Guci terletak di Kabupaten Aceh
Barat, Provinsi Aceh dengan luas areal 11.542 Ha, tipe
bendung tetap dan mercu bulat, dan konstruksi bendung
menggunakan Beton Cyclope K-350. Manfaatnya adalah
sebagai Penyediaan prasarana dan sarana irigasi yang
memadai dalam rangka meningkatkan intensitas tanam
dan membuka lahan baru untuk penambahan areal
sebagai pengganti areal yang telah berubah fungsi
sehingga dapat mensejahterakan kehidupan petani khususnya dan masyarakat umumnya.
8) Pembangunan Bendung Titab
Pembangunan bendung ini terletak di Kabupaten
Buleleng Provinsi Bali. Data teknis bendungan adalah
sebagai berikut :
Kapasitas Tampung Total : 12,79 x 106 m3
Luas Genangan : 68,83 Ha
Penyediaan air irigasi : 1.795 Ha
Penyediaan air baku : 0,35 m/det
Listrik : 1,5 MW
Selama periode 2 tahun (2011-2012) pekerjaan fisik dari bendungan ini belum dapat dilaksanakan
karena permasalahan tanah milik masyarakat.
9) Pembangunan Bendung Bajulmati
Bendungan Bajulmati terletak di Kabupaten Banyuwangi
Provinsi Jawa Timur dengan nilai kontrak sebesar
Rp.420.251.124.000, bendungan ini berfungsi untuk
penyediaan air irigasi dan air baku. Kapasitas tampung
total adalah 10 x 106 m3 dengan luas genangan 4.980,3 Ha.
Keterlambatan pembangunan Bendungan Bajulmati
selama 2 tahun (2011 2013) dikarenakan kondisi tanah
pada pondasi tubuh bendungan bersifat porous sehingga perlu penanganan khusus berteknologi
tinggi (chemical grouting diafragma wall).
IV-59
10) Pembangunan Bendung Rajui
Bendungan Rajui terletak di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Bendungan ini dibangun dengan nilai kontak Rp.
92.272.000.000,-. Kapasitas tampungan total adalah 2,67 x 106
m3 dengan panjang bendungan 257,45 m. Bendungan ini
diperuntukkan untuk penyediaan air bagi irigasi sebesar 1000
Ha dan penyediaan air baku sebesar 0,2 m3/dt.
IV-60
14) Pembangunan Bendungan Marangkayu
Bendungan Marangkayu terletak di Provinsi
Kalimantan Timur. Kapasitas tampung total adalah
12.37 x 106 m3, luas genangan sebesar 455 Ha.
Bendungan ini digunakan untuk penyediaan air
irigasi sebesar 4.500 Ha mengurangi debit banjir
sebesar 0,73 m3/dt dan penyediaan air baku
sebesar 0,45 m3/dt.
IV-61
18) Bangunan Penangkap Sumber Air Jambangan
Bangunan Penangkap Sumber Air Jambangan terletak
di Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur dengan luas
daerah genangan 1.174 Ha, kapasitas tampung
sebesar 35.220 m3 dan tipe bendung adalah urugan
tanah untuk konstruksi tubuh bendung dan tipe ogee
untuk bangunan pelimpah. Tujuan pembangunan
bangunan penangkap sumber air yaitu: 1) Konservasi
sumber daya air; 2) Pemenuhan kebutuhan air irigasi
untuk tanaman padi/palawija dan tanaman tebu; dan 3) Tempat wisata.
19) Normalisasi Kali Cisadane, Kali Sabi, dan Kali Cirarab
Normalisasi Kali Cisadane, Kali Sabi, dan Kali Cirarab
terletak di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Luas Daerah
Aliran Sungai 1.366 km2 untuk Kali Cisadane yang berhulu
di Gunung Gede, Gunung Pangrango dan Gunung Salak,
161 km2 untuk DAS Kali Cicarab dan 161 km2 untuk Kali
Sabi.
20) Pembangunan Jaringan Air Baku Kawasan Bregas I
Pembangunan Jaringan Air Baku Kawasan Bregas I meliputi
Banyumundal, Serang, dan Yamansari dengan jaringan
perpipaan transmisi sebesar 19.215,62 m dan kapasitas 250
liter/detik.
Pembangunan output-output utama sub bidang sumber daya air mengalami keterlambatan pada
Triwulan I karena adanya perubahan struktur organisasi yang mengakibatkan terlambatnya
pelaksanaan lelang dan penerbitan DIPA. Selain itu juga terdapat permasalahan administratif
yaitu belum keluarnya ijin untuk proyek-proyek Multi Years Contract (MYC) karena adanya
kendala dalam pembebasan lahan.
Proses pembebasan lahan membutuhkan waktu lama karena proses ijin prinsip penggantian
lahan kehutanan cukup pelik. Hal tersebut terjadi karena proses pengukuran dan pembayaran
oleh tim BPN setempat membutuhkan waktu lama serta adanya penolakan dari masyarakat atas
nilai ganti rugi yang akan diberikan. Untuk itu, guna mencapai target, Kementerian PUPR
melakukan upaya percepatan melalui pembentukan Satgas Tanah yang bertujuan untuk
membantu pelaksanaan pembebasan lahan di wilayah yang mengalami kendala.
IV-62
Selain itu, sesuai dengan Instruksi Menteri Nomor 3 Tahun 2015 tentang upaya percepatan
anggaran tahun 2015 dan upaya pelelangan dini, maka Kementerian PUPR melakukan
percepatan pembangunan infrastruktur khususnya sub bidang sumber daya air sebagai berikut:
1) Menambah personil di lapangan sesuai kompetensi dan kebutuhan; 2) Memberlakukan waktu
kerja 7 (tujuh) hari seminggu dan dengan 2 (dua) waktu kerja atau shifting; dan 3) menambah
alat sesuai kebutuhan di lapangan.
IV-63
a) Kawasan Perbatasan di Kalimantan
Ruas-ruas yang termasuk dalam kawasan paralel perbatasan Kalimantan adalah:
Kalimantan Barat:
Temajuk Aruk sepanjang 26,21 Km; Aruk Bts. Kec. Siding/Seluas sepanjang 45,12
Km; Kec. Siding/Seluas Bts. Kec. Sekayam/Entikong sepanjang 30,88 Km; Bts. Kec.
Sekayam/Entikong Rasau sepanjang 40,76 Km; Bts. Kab. Kapuas Hulu/Sintang
Lanjak sepanjang 20 Km.
Kalimantan Utara:
Malinau Long Bawan sepanjang 192,6 Km; Long Bawan Long Midang sepanjang 40
Km; Mensalong Tau Lumbis sepanjang 147,7 Km.
Pulau Terdepan
Lingkar Pulau Sebatik sepanjang 77 Km.
Berikut adalah ruas-ruas pada jalan akses menuju perbatasan Kalimantan:
Kalimantan Barat :
Batas Serawak/Aruk Simpang Tanjung sepanjang 11,10 Km; Batas Serawak Entikong
Balai Karangan Kembayan sepanjang 42 Km; Batas Serawak Nanga Badau
sepanjang 3,7 Km.
b) Kawasan Perbatasan di Nusa Tenggara Timur (NTT)
Provinsi NTT merupakan salah satu provinsi yang berada di wilayah kerja BPJN VIII adalah
wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Republik Demokrasi Timor Leste (RDTL).
Pengembangan pada daerah perbatasan merupakan salah satu implementasi dari
program Presiden RI periode 2015 2019 dalam NAWACITA yaitu membangun Indonesia
dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan. Adapun kegiatan yang berhasil terlaksana pada tahun 2015 adalah sebagai
berikut:
Peningkatan Struktur Jalan Motaain-Salore-Haliwen sepanjang 9.7 km;
Peningkatan Struktur Jalan Haliwen-Sadi-Asumanu-Haekesak (01) sepanjang 13,00 km;
Peningkatan Struktur Jalan Haliwen-Sadi-Asumanu-Haekesak (02) sepanjang 8,30 km;
Pembangunan Jalan Motamasin-Laktutus sepanjang 5,10 km;
Pembangunan Kawasan Strategis Jalan Motamasin-Laktutus 2 sepanjang 1,90 km;
Pembangunan Jalan Laktutus - Motomasin (07) sepanjang 9,00 km.
IV-64
c) Kawasan Perbatasan di Papua
Panjang Jalan yang direncanakan pada koridor jalan perbatasan ini adalah sepanjang
1.105,08 Km. Adapun beberapa Kota/Distrik yang rencana akan dilalui trase jalan (dari
arah utara) adalah: Jayapura Arso Waris Yetti Ubrub Oksibil Iwur Waropko
Mindiptana Tanah Merah Getentiri Muting Bupul Sota Merauke. Gambaran
umum kondisi jalan yang tercapai pada akhir tahun 2015, dapat diuraikan sebagai berikut:
Total Panjang Jalan Ruas Perbatasan 1.105,08;
Jalan Beraspal Sepanjang 824,53 Km (Jayapura Yeti sepanjang 128,83 Km; Yeti -
Ubrub sepanjang 30 Km; Merauke Waropko sepanjang 535 Km; Waropko Iwur
sepanjang 30 Km; Jalan Agregat / Tanah Sepanjang 100,7 Km);
Jalan Belum Terbuka (Hutan) 280,55 Km (Ubrub Oksibil sepanjang 216,55 Km;
Iwur - Waropko sepanjang 64 Km
2) Dukungan terhadap Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
Dukungan dalam membangun aksesibilitas pariwisata adalah dalam hal menyediakan dan
mengembangkan prasarana transportasi angkutan jalan, sungai, danau dan penyeberangan,
angkutan laut, angkutan udara, dan angkutan kereta api seperti yang disebutkan dalam Pasal 17
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 2015. Terkait hal tersebut, Kementerian PUPR memiliki
peran untuk membangun jalan dalam rangka pengembangan 25 KSPN Prioritas 2015-2019.
IV-65
Dukungan pembangunan jalan terhadap KSPN yang telah dilaksanakan pada tahun 2015 antara
lain: 1) Pembangunan Jalan Menuju Akses Kawasan Pariwisata Mandeh (Kabupaten Pesisir
Selatan, Sumatera Barat); serta 2) Dukungan jalan terhadap KPSN Toraja, KSPN Kuta-Sanur-Nusa
Dua (Bali), KSPN Menjangan-Pemutaran (Bali) KSPN Rinjani (NTB), KSPN Komodo (NTT), dan KSPN
Ende- Kelimutu (NTT).
3) Proyek-Proyek Stategis Lainnya
a) Fly Over Jamin Ginting
Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat meresmikan
pengoperasian Fly Over Jamin Ginting
pada 28 Februari 2015. Fly over Jamin
Ginting yang terletak di Kawasan
Simpang Pos, Medan, Sumatera
Utara, yang merupakan bagian dari
lingkar luar Medan. Pembangunan Fly
Over Jamin Ginting di persimpangan
Jalan Jamin Ginting, Jalan Ngumban
Surbakti, dan Jalan A.H. Nasution
dilaksanakan untuk menghindari pertemuan sebidang antara Jalan A.H.Nasution arah
Jalan Ngumban Surbakti dengan Jamun Ginting arah Medan ke Brastagi.
b) Pembangunan Jalan Kawasan Strategis Tua Pejat Rokot
Pembangunan Jalan di Kawasan Strategis Tua Pejat Rokot ditangani oleh Satuan Kerja
PJN I Provinsi Sumatera Barat yang berada di bawah koordinasi Balai Besar Pelaksanaan
Jalan Nasional II, penanganan jalan ini mengalami revisi dari 1 Km menjadi 2,65 Km dan
terealisasi 100 % pada akhir tahun 2015 ini.
c) Jembatan Musi IV
Jembatan Musi IV direncanakan untuk menghubungkan Palembang Bagian Ulu dan
Palembang Bagian Ilir yang dilewati oleh Sungai
Musi, yang selama ini hanya dihubungkan oleh
Jembatan Ampera dan Jembatan Musi II. Lokasi
jalan pendekat jembatan Musi IV terletak di
Seberang Ilir (Jalan Slamet Riyadi s.d Perintis
Kemerdekaan sepanjang 900 m) dan Seberang Ulu
(Jalan A. Yani sepanjang 600 m).
IV-66
d) Pembangunan Jalan Akses Gede Bage
Merupakan salah satu bagian dari rencana Bandung Intra-Urban Toll Road (BIUTR) guna
pencapaian kontrak kinerja dengan Presiden dengan total panjang penanganan efektif 4
Km. Target output Pembangunan Jalan Baru sepanjang 4 km, kemudian dilakukan revisi
penambahan APBN-P menjadi 4.65 km, realisasi yang tercapai adalah 4.65 km sehingga
pencapaiannya 100%.
IV-67
dengan membangun Jalan Trans Kalimantan, namun banyaknya sungai-sungai besar
telah menjadi kendala serius dalam merealisasikannya. Jalan Trans Kalimantan Lintas
Selatan yang melintasi Provinsi Kalimantan Barat juga masih terputus oleh adanya
Sungai Kapuas yang mempunyai lebar kira-kira 1.143 meter, sehingga pada ruas jalan ini
perlu dilaksanakan pembangunan Jembatan Tayan dengan panjang 1.420 meter, yang
terdiri dari 2 buah jembatan dengan panjang masing-masing 280 dan 1.140 meter,
dengan melintas pulau Tayan. Jembatan Sei Tayan terletak 112 Km dari Kota Pontianak di
Kecamatan Tayan Hilir menghubungkan Kota Tayan dengan Piasak, Kabupaten Sanggau,
pada ruas Jalan Poros/Lintas Selatan Kalimantan yang menghubungkan Provinsi
Kalimantan Barat dengan Provinsi Kalimantan Tengah.
IV-68
Melalui kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah
Kota Jayapura, maka upaya pengembangan wilayah permukiman Kota Jayapura
diwujudkan dengan pembangunan Jembatan Holtekamp sepanjang 400 meter yang
melintasi Teluk Youtefa.
j) Trans Papua
Program penanganan jalan Trans Papua dirancang melalui pendekatan fish bone yang
membentang dari ujung Timur hingga ujung Barat. Posisi fish bone berada di tengah
pulau Papua dan menjadikan jalan Trans Papua sebagai tulang utama dalam sistem
jaringan secara keseluruhan, yaitu Sistem Jaringan Primer yang menghubungkan Pusat
Pusat Kegiatan Nasional di Tanah Papua, yaitu Sorong Jayapura Timika, dan Pusat
Pusat Kegiatan Strategis Nasional dan pusat kegiatan wilayah yaitu Manokwari, Fakfak,
Nabire dan Merauke.
Ruas jalan tersebut terdiri dari ruas yang telah tersambung yaitu Merauke-Tanah Merah-
Waropko dengan panjang 535 km dan ruas Enarotali-Wagete-Nabire dengan panjang 285
km serta ruas-ruas yang akan fungsional pada tahun 2015 2019.
k) Jembatan Soekarno
Jembatan Soekarno diresmikan oleh Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan bersama dengan Menteri PUPR
pada 28 Mei 2015 di Manado, Sulawesi Utara.
Jembatan DR. Ir. Soekarno memiliki panjang
total 1.127m (termasuk jalan penghubung).
Jembatan ini kombinasi Jembatan Type Balance
Cantilever (Box Girder) 120m dan Jembatan
Type Cable Stayed 240m.
IV-69
a) Tol Cikopo-Palimanan (Cipali)
Jalan tol Cikopo-Palimanan dengan panjang 116,75
kilometer ini merupakan jalan tol terpanjang di
Indonesia dan merupakan bagian dari sistem jalan
tol Trans Jawa. Jalan Tol Cikopo-Palimanan
melintasi 5 kabupaten di Jawa Barat yaitu
Kabupaten Purwakarta, Subang, Indramayu,
Majalengka dan Cirebon.
Jalan Tol Cikopo-Palimanan merupakan proyek pembangunan jalan tol dengan
pembiayaan terbesar hingga saat ini dengan total investasi mencapai Rp. 12,5 Trilliun.
Investasi ini melibatkan konsorsium perbankan beranggotakan 22 bank. Pekerjaan
konstruksi untuk ruas jalan tol ini telah dimulai sejak 1 Februari 2013. Konstruksi ini dibagi
dalam enam seksi dengan total panjang mencapai 116 kilometer dan dibangun secara
bersamaan. Pekerjaan tersebut dapat diselesaikan lebih cepat sehingga Jalan Tol Cikopo-
Palimanan dapat dioperasikan lebih awal dari rencana semula yaitu Agustus 2015.
b) Tol Gempol-Pandaaan
Pada 12 Juni 2015, Jalan Tol Gempol
Pandaan sepanjang 12,05 km diresmikan
oleh Presiden RI. Secara keseluruhan, Jalan
Tol Gempol Pandaan mempunyai
panjang 13,61 km dengan total biaya
investasi sebesar Rp. 1,472 trilyun. Selain
terhubung dengan Jalan Tol Pandaan
Malang, Jalan Tol Gempol Pandaan juga terkoneksi dengan Jalan Tol Gempol Pasuruan
untuk ke arah timur dan Jalan Tol Porong Gempol untuk ke arah utara. Jalan Tol Porong
Gempol merupakan bagian dari Jalan Tol Surabaya Gempol.
c) Tol Porong-Gempol (Kejapanan-Gempol)
Jalan Tol Porong-Gempol yang diresmikan pada 6 Mei 2015 adalah ruas jalan
tol sepanjang 10 kilometer yang menghubungkan daerah Porong,
Sidoarjo dengan Gempol, Pasuruan. Jalan tol ini merupakan bagian dari jalan tol yang
menghubungkan antar kota utama di Jawa Timur yaitu Surabaya-Pasuruan-Malang. Tol
Porong-Gempol ini merupakan relokasi dari tol Surabaya-Gempol ruas Porong-Gempol
yang ditutup sejak akhir tahun 2006 akibat peristiwa luapan Lumpur Lapindo.
IV-70
Pembangunan tol relokasi proyek Porong-Gempol dibagi menjadi dua seksi yang terdiri
dari Seksi Kejapanan-Gempol (3,55 km) dan Seksi Porong-Kejapanan (6,45 km). Untuk
seksi Porong-Kejapanan saat ini belum dibangun karena kapasitas Jalan Arteri Baru
Porong masih dapat menampung beban lalu lintas kendaraan dari dan menuju Surabaya.
Pada pelaksanaan kinerja Tahun 2015, terdapat permasalahan utama pembangunan jalan yang
dihadapi yaitu permasalahan pembebasaan lahan. Hambatan dalam pembebasan lahan untuk
kebutuhan pelaksanaan fisik di lapangan merupakan kendala utama yang mengakibatkan
terganggunya kelancaran pelaksanaan beberapa pekerjaan fisik yang telah direncanakan.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam pembebasan lahan, antara lain adalah:
a) Peralihan peraturan pelaksanaan pengadaan tanah dari Perpres No. 36 Tahun 2005 ke UU
No.2 Tahun 2012.
Dengan menggunakan UU No. 2 tahun 2012, tahapan pelaksanaan pengadaan tanah
mengalami beberapa perubahan, terutama dalam tahapan pelaksanaan dan penanggung
jawab pada setiap tahap pengadaan tanah. Penyamaan persepsi terhadap pelaksanaan
peraturan baru dan perubahan pola/mekanisme pengadaan tanah cukup banyak menyita
waktu sehingga pelaksanaan pengadaan tanah berjalan dengan lambat.
b) Implementasi peraturan baru terhadap sisa bidang tanah yang belum bebas.
Sesuai dengan Pepres No. 30 Tahun 2015, pengadaan tanah yang belum selesai dengan
menggunakan peraturan lama, maka dilanjutkan dengan menggunakan peraturan baru
pada tahap pelaksanaan. Sebagian besar bidang tanah yang belum bebas telah sampai
pada tahap Inventarisasi dan Identifikasi. Berdasarkan kondisi di lapangan, Pelaksana
Pengadaan Tanah meminta untuk dilakukan Inventarisasi dan Identifikasi Ulang untuk
menjamin hasil Inventarisasi dan Identifikasi objek pengadaan tanah yang lebih akurat.
c) Proses negosiasi harga dengan pemilik lahan yang berlarut-larut.
Benturan dengan adat istiadat dan budaya yang berlaku pada daerah tertentu.
Untuk mengatasi permasalahan utama tersebut, telah dilakukan upaya-upaya antara lain: 1)
Percepatan proses lelang dan melakukan revisi dan relokasi anggaran; 2) Pembentukan Satuan
Tugas (Satgas) Percepatan Pembebasan Jalan Tol yang melakukan koordinasi yang intensif
dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Permasalahan di atas mengakibatkan tidak tercapainya sasaran strategis karena tidak dapat
terpenuhinya output utama Panjang Fly Over/ Underpass/ Terowongan yang Dibangun dan
Panjang Jalan Bebas Hambatan yang Dibangun. Pada tahun 2015, Fly Over/ Underpass/
Terowongan yang tidak selesai dibangun meliputi: 1) Pembangunan Terowongan Balingka -
Bukittinggi (MYC); 2) Pembangunan Fly Over Padang Luar (MYC); 3) Pembangunan Fly Over
Gaplek (MYC) di Kota Tangerang; 4) Pembangunan Overpass Sedyatmo (MYC). Sementara jalan
IV-71
bebas hambatan yang tidak selesai dibangun antara lain: 1) Pembangunan Jalan Tol Akses
Tanjung Priok Seksi E2; 2) Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Cisumdawu; 3) Pembangunan
Jalan Tol Manado Bitung; dan 4) Toll Road Development Of Solo-Kertosono Project Phase I.
Secara umum, indikator kinerja panjang jembatan yang mendapat penggantian tidak dapat
memenuhi target yang ditetapkan dikarenakan adanya masalah pembebasan lahan, yaitu dalam
proses negosiasi dengan masyarakat terdampak. Telah dilakukan berbagai upaya sosialisasi dan
pendekatan intensif dengan masyarakat terdampak, namun belum cukup berhasil yang
mengakibatkan pelaksanaan pekerjaan terhambat. Di samping itu, permasalahan yang terjadi
pada indikator kinerja ini adalah lemahnya kualitas penyedia jasa, dimana penyedia jasa tidak
mampu menyelesaikan permasalahan internalnya. Telah dilakukan Show Cause Meeting (SCM)
hingga tingkat balai untuk mengatasi masalah ini. Namun, pada beberapa paket pekerjaan upaya
ini tidak berhasil yang mengakibatkan pekerjaan terlambat ataupun putus kontrak.
IV-72
b) SPAM IKK Aimas Distrik Aimas Kabupaten Sorong
Pembangunan SPAM IKK Aimas bertujuan untuk menyediakan
prasarana dan sarana air minum yang akan melayani masyarakat
Distrik Aimas dan Distrik Mayamuk, Kegiatan-kegiatan Ekonomi
maupun kebutuhan perkantoran. SPAM IKK Aimas adalah sistem
perpompaan berkapasitas 20 liter/detik. Saat ini SPAM IKK Aimas
telah dimanfaatkan sebanyak 1.400 unit sambungan rumah.
2) Penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan
Pelaksaan kegiatan dalam mengurangi kawasan kumuh di tahun 2015, telah memberikan
manfaat kepada masyarakat, melalui meningkatnya kualitas kawasan permukiman, diantaranya:
a) Peningkatan kualitas jalan lingkungan di Candikuning, Tabanan Bali
IV-73
c) Penyediaan Ruang Terbuka Publik pada Kawasan Bener, Yogyakarta
Dengan memperhatikan kinerja tahun 2015, untuk mempercepat pengurangan luasan kumuh
hingga 0% pada akhir tahun 2019, rencana tindak lanjutnya adalah sebagai berikut: 1)
Membangun sistem informasi dan komunikasi perumahan dan permukiman kumuh nasional; 2)
Membangun kelembagaan penanganan di pusat dan daerah; 3) Membangun dan memperkuat
kapasitas pemerintah daerah; 4) Membangun dan memperkuat kapasitas dan peran masyarakat;
5) Melaksanakan kegiatan penanganan pada lokasi prioritas nasional, meliputi perencanaan-
implementasi-pengelolaan; dan 6) Memfasilitasi kegiatan penanganan oleh daerah (lokasi non-
prioritas).
3) Peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi
Target cakupan pelayanan sanitasi belum mampu melampaui target di tahun 2015 karena masih
terdapat beberapa tantangan dalam penyelenggaraan pembangunan, diantaranya: 1) Banyaknya
pembatalan/drop loan pada kegiatan yang menggunakan pinjaman/hibah; 2) Belum seluruh
Kab/Kota memiliki Rencana Induk/Master Plan penyediaan prasarana dan sarana sanitasi yang
terintegrasi dengan rencana tata ruang; 3) Teknologi penanganan air limbah masih bertumpu
pada sistem pembuangan setempat (on-site); dan 4) Masih minimnya partisipasi lembaga non
pemerintah dan swasta dalam menangani kesehatan lingkungan; 5) Masih terbatasnya kapasitas
dan kemampuan anggaran pemerintah (pusat dan daerah).
IV-74
a) Pembangunan TPS 3R dan sarana pendukung
Pembangunan TPS3R yang telah dilakukan
diantaranya adalah TPS 3R di TPS 3R Dusun
Contong Desa Widodaren Kecamatan Petarukan
Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah dan
Pembangunan TPS 3R Kelurahan Kebonsari, Kec.
Temanggung, Kab. Temanggung, Provinsi Jawa
Tengah.
b) Pembangunan IPAL (kawasan/khusus/SANIMAS)
Pembangunan IPAL dilakukan di beberapa lokasi,
antara lain: Pembangunan MCK Plus KSM Mega
Indah Desa Pakatellu Kec. Kusan Hilir, Kab. Tanah
Bumbu, Prov. Kalimantan Selatan, dan
Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah
Kawasan Perum PNS Padang Baru Kabupaten
Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung.
Dengan memperhatikan hasil kinerja tahun 2015 dan selisih target yang harus dicapai dalam
mewujudkan 100% cakupan pelayanan akses sanitasi di tahun 2019, maka rencana tindak lanjut
untuk dilaksanakan pada periode berikutnya adalah: 1) Memperkuat peran turbinwas untuk
mendorong pengembangan struktur kelembagaan di daerah yang representatif dalam
pengelolaan sanitasi, meningkatkan alokasi biaya investasi dari swasta, mendorong Pemerintah
Daerah untuk memiliki Master Plan yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang; serta 2)
Mendorong pengembangan pengolahan air limbah sistem terpusat (off site) serta kualitas TPA
sesuai dengan ketentuan teknis.
IV-75
Adapun yang menjadi latar belakang pelaksanaan program Sejuta Rumah yaitu antara lain: 1)
Rendahnya daya beli masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah subsidi melalui
KPR karena adanya kewajiban uang muka sebesar 10%; serta 2) Kurang kondusifnya regulasi yang
terkait dengan pertanahan dan perijinan yang dirasakan memberatkan pengembang khususnya
pengembang yang akan membangun rumah bagi MBR.
Upaya yang dilakukan Pemerintah dalam
rangka mengatasi permasalahan
perumahan melalui program Sejuta
Rumah yaitu antara lain sebagai berikut:
1) Pemerintah berupaya meningkatkan
daya beli masyarakat dengan
menurunkan kewajiban uang muka
menjadi 1% dari harga jual rumah dan
memberikan bantuan subsidi langsung
kepada MBR berdasarkan tingkat
kemampuan ekonomi; 2) Pemerintah
memberikan Stimulan penyediaan
Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) agar harga jual rumah untuk MBR dapat ditekan sesuai
dengan yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan; dan 3) Pemerintah mendorong revisi
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian IMB agar ada
keringanan dan kemudahan dalam proses penyelesaian IMB.
Dalam Program Sejuta Rumah, upaya penyediaan perumahan bukan hanya dilakukan dengan
kebijakan program kepemilikan rumah, tetapi juga dalam skema kepenghunian, sehingga
program rumah sewa, rumah khusus, dan rumah swadaya juga menjadi prioritas. Selain itu,
Program Sejuta Rumah juga didukung oleh program pembiayaan perumahan melalui skema
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
IV-76
berhasil mengingat waktu yang dialokasikan untuk pembangunan rumah khusus terbilang
singkat. Namun pada prosesnya, terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu sebagai berikut:
Perubahan Struktur Organisasi, sehingga Pelantikan Pejabat Eselon I pada bulan Mei 2015
dan Pejabat Satker dan PPK baru dilantik pada awal April 2015, serta DIPA terbit pada bulan
Juni 2015.
Pejabat Satker dan PPK baru bisa melaksanakan kegiatan setelah dilakukan proses likuidasi
terhadap Satker yang lama.
Ketersedian tanah yang belum clear dan clean.
Tersebarnya lokasi penerima bantuan di perbatasan negara lebih banyak dari perencanaan
sebelumnya sesuai dengan salah satu prinsip Nawa Cita membangun daerah perbatasan dan
terpencil.
Adanya permasalahan sosial di lokasi pembangunan rumah khusus.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa capaian/realisasi rusun terbangun tidak mencapai
target, hal ini disebabkan karena harga satuan rumah susun tidak sesuai dengan yang telah
direncanakan. Pada tahap perencanaan, harga yang diperkirakan untuk rumah susun yaitu
sebesar Rp.185 juta/unit namun pada kenyataannya jika dilihat berdasarkan nilai kontrak
pembangunan rumah susun tahun 2015 yang mencakup pengadaan pembangunan fisik,
meubelair, dan PSU sebesar Rp. 3,437 Triliun bila dibagi realisasi pembangunan rumah susun
yang tercapai, maka nilai harga satuan per unit rumah yang didapat menjadi sebesar 220,8
juta/unit atau dengan kata lain harga satuan naik sekitar 35,8 juta/unit rumah susun. Dengan
demikian, untuk dapat mencapai target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 20.500 unit, maka
anggaran yang diperlukan untuk pengadaan rumah susun, mebeulair dan PSU adalah sebesar
3,792 Triliun.
IV-77
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa terdapat pekerjaan yang tidak selesai (cut
off) yaitu sebanyak 5 Tower (350 Unit). Tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap 5 tower ini
yaitu melakukan pelelangan ulang pada tahun 2016.
Pada proses pelaksanaannya, terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu sebagai berikut:
Sebagian besar pelaksanaan kegiatan baru bisa di mulai pada triwulan III. Hal ini disebabkan
karena terlambatnya pengesahan DIPA Satuan Kerja yaitu pada bulan Juni 2015.
Sebagian pembangunan rumah susun terhambat dikarenakan oleh jumlah SDM di bidang
konstruksi masih kurang memadai khususnya di wilayah timur.
Mobilisasi material dan alat berat sering terlambat dikarenakan lokasi yang jauh dari Ibu
Kota Provinsi.
Tidak seluruh wilayah tercukupi material yang memadai, sehingga membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk mendatangkan material dari luar wilayah.
IV-78
dimana toko bahan bangunan mengirimkan bahan bangunan terlebih dahulu kepada penerima
bantuan selanjutnya total harga bahan bangunan kemudian akan dibayarkan oleh Bank Penyalur
(BTN).
Gambar 4.7. Skema Penyaluran BSPS Tahun 2015 sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 39 Tahun
2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
Capaian kinerja penyedian rumah swadaya dalam rangka penurunan backlog pada tahun 2015
berhasil melebihi target 103,78% yaitu sebanyak 20.756 unit dari target 20.000 unit. Dari capaian
kinerja Pembangunan Baru (PB) sebesar 103,78% sudah melampaui target yang telah ditetapkan
dalam RPJMN 2015-2019, dari capaian tersebut masih terdapat beberapa wilayah yang belum
mencapai target yaitu daerah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) dan Kalimantan. Namun,
beberapa wilayah seperti Bali dan NTB serta Maluku dan Papua sudah melampaui target, hal ini
disebabkan oleh tingginya keswadayaan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan baru
dari nilai bantuan Rp. 15.000.000. Hal ini juga menunjukkan bahwa program BSPS telah
mendorong masyarakat untuk melaksanakan swadaya dalam membangun rumah.
IV-79
Gambar 4.8. Contoh Fasilitasi BSPS di Provinsi Sumatera Selatan
Target Peningkatan Kualitas Rumah Tidak Layak Huni pada tahun 2015 adalah sebesar 50.000
unit dan terealisasi sebanyak 61.489 unit atau dengan persentase capaian sebesar 122,98%.
Adapun keberhasilan capaian target ini ditunjang dengan banyaknya usulan dan data BNBA (By
Name By Address) yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada Kementerian PUPR c.q.
Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan dan dikukung dengan adanya anggaran yang
mencukupi.
Berdasarkan tabel di atas, berikut adalah grafik rencana dan realisasi peningkatan kualitas rumah
swadaya pada tahun 2015 berdasarkan masing-masing wilayah:
IV-80
Rencana dan Realisasi Peningkatan Kualitas Rumah
Swadaya Tahun 2015
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
-
Sumbagut Sumbagsel Jawa Kalimantan Sulawesi Bali dan Maluku
NTB dan Papua
Target 3.840 5.020 20.000 5.440 8.400 4.700 2.600
Realisasi 8.697 5.001 23.878 7.225 11.948 2.196 2.544
Berdasarkan tabel dan grafik tersebut, nilai realisasi menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari
target yang direncanakan. Hal tersebut disebabkan karena tingginya keswadayaan masyarakat
serta pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di masing-masing kelompok penerima bantuan
sudah dilakukan dengan baik. Namun demikian, untuk Provinsi Bali dan NTB terjadi penurunan
nilai realisasi Peningkatan Kualitas yang disebabkan oleh adanya pengalihan dari Peningkatan
Kualitas menjadi Pembangunan Baru.
4) Fasilitasi bantuan PSU
Fasilitasi Bantuan PSU adalah bantuan yang diberikan dalam rangka mengatasi/mendorong
pembangunan rumah baru untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan mendukung
Program Strategis Nasional Sejuta Rumah. Pembangunan Rumah layak huni, yang diantaranya
rumah umum tapak layak huni yang difasilitasi melalui bantuan PSU rumah umum tahun 2015
adalah sebesar 40.700 unit. Adapun realisasi capaian pelaksanaan fasilitasi bantuan PSU pada
tahun 2015 yaitu sebesar 29.956 unit atau dengan persentase capaian sebesar 73,60%.
Permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan bantuan rumah umum (PSU) antara lain sebagai
berikut:
Pelaksanaan program dan kegiatan masih terpusat sehingga peran Pemerintah Daerah
belum dilaksanakan secara optimal.
IV-81
Acuan hukum yang melandasi pelaksanaan program Bantuan Stimulan PSU untuk Rumah
Umum sering berubah dan belum rinci sehingga dalam penerapannya menimbulkan
kerancuan/keragu-raguan.
Peran Pemerintah Daerah sebagai pengawas lapangan belum berjalan secara optimal.
Belum ditetapkannya standar teknis dan mutu/kualitas bangunan rumah sehingga kualitas
bangunan rumah yang mendapat bantuan stimulan PSU kurang baik.
Belum ditetapkannya harga satuan bantuan stimulan PSU per unit rumah di masing-masing
wilayah.
Realisasi unit rumah yang mendapat bantuan PSU lebih kecil dari usulan yang diajukan. Hal
ini disebabkan karena anggaran yang disediakan dihitung berdasarkan unit rumah bukan
panjang jalan padahal kavling rumah-rumah khususnya di luar pulau Jawa lebih luas.
Terbatasnya kapasitas dan kemampuan SDM yang tersedia.
Kurangnya koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan program dan kegiatan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
5) Program pembiayaan perumahan melalui skema FLPP
Dana FLPP tahun 2015 adalah sebesar Rp. 5.106.330.000.000 untuk membiayai sebanyak 58.090
unit rumah. Dengan jumlah tersebut diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas terhadap
bantuan pendanaan dan pembiayaan perumahan bagi 58.090 rumah tangga MBR. Dalam
pelaksanaannya selama tahun 2015 telah terealisasi sebanyak 76.489 unit KPR-FLPP. Realisasi ini
apabila dibandingkan dengan sasaran Sub Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam
RPJMN 2015-2019, yaitu sebesar 5.900.000 unit untuk 5,9 juta rumah tangga adalah sebesar
1,30%. Sehingga, capaian kinerja realisasi ini telah melampaui target yang ditetapkan pada tahun
2015 (0,98%) atau telah tercapai sebesar 131,67%.
6) Skema pembiayaan perumahan lainnya
Dalam rangka mengejar target pembangunan sejuta rumah hingga akhir tahun 2015,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menggulirkan kebijakan subsidi bantuan
pembiayaan perumahan, yaitu melalui skema Bantuan Uang Muka (BUM) dan Subsidi Selisih
Angsuran (SSA).
a) Bantuan Uang Muka (BUM)
Hingga saat ini, MBR masih mengalami kendala memperoleh rumah melalui KPR karena
kesulitan untuk menyediakan uang muka yang dipersyaratkan bank dan dana-dana lain
yang dibutuhkan untuk proses KPR. Di lain sisi, jika permasalahan perumahan tidak segera
ditanggulangi, maka backlog perumahan akan semakin tinggi karena gap antara
kemampuan MBR dengan harga rumah akan semakin tinggi sehingga tidak akan mampu
menempati tempat tinggal yang layak. Oleh karena itu, Pemerintah memandang perlunya
diberikan bantuan bagi MBR untuk mendapatkan akses terhadap KPR Bersubsidi dalam
IV-82
bentuk pemberian bantuan uang muka KPR Bersubsidi. Sumber dana Bantuan Uang Muka
(BUM) berasal dari kompensasi penurunan subsidi BBM yang dilakukan Pemerintah pada
tahun 2015.
Bantuan uang muka bertujuan untuk meningkatkan akses MBR terhadap pembiayaan
perumahan, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk merumahkan masyarakat
melalui pembiayaan pemilikan rumah bersubsidi. Bantuan uang muka diberikan sebagai
stimulus kepada MBR yang masih mengalami kesulitan untuk memenuhi persyaratan
uang muka pembelian rumah sejahtera tapak sehingga mendapatkan pembiayaan
perumahan dari bank mitra pemerintah.
BUM diberikan kepada MBR yang memiliki Surat Penegasan Persetujuan Penyediaan
Kredit (SP3K) KPR Bersubsidi dan memiliki keterbatasan dalam melunasi uang muka yang
dibuktikan dengan surat pengakuan kekurangan bayar uang muka KPR bersubsidi dari
MBR kepada pengembang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.
42/PRT/M/2015 tentang Bantuan Uang Muka Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Untuk Meningkatkan Aksesesibilitas Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Bersubsidi,
Pemerintah akan menyalurkan BUM sebesar Rp. 220 Miliar bagi 55 Ribu MBR masing-
masing sebesar Rp. 4 Juta tanpa pemotongan dalam bentuk apapun.
Pada tahun 2015, realisasi Bantuan Uang Muka tersalurkan sebanyak Rp. 800 juta untuk
200 unit rumah. Rendahnya realisasi karena keterbatasan waktu untuk penyelesaian
Perjanjian Kredit dengan calon nasabah dan karena adanya kebijakan kepastian kenaikan
harga rumah besubsidi tahun 2016.
b) Subsidi Selisih Anggaran (SSA)
Dalam rangka mempercepat penyelesaian backlog perumahan, Pemerintah memberikan
kemudahan perolehan rumah dalam bentuk subsidi perolehan rumah, dalam hal ini
Subsidi Selisih Anggaran.
Subsidi Selisih Anggaran bertujuan untuk meningkatkan keterjangkauan MBR terhadap
pembiayaan pemilikan rumah berupa pengurangan bunga/marjin angsuran antara
kredit/pembiayaan pemilikan rumah berbunga/bermarjin komersial dengan angsuran
kredit/pembiayaan yang harus dibayar MBR. Dengan demikian, MBR akan menerima
manfaat berupa kredit/pembiayaan berbunga rendah dan tetap sepanjang masa
pinjaman.
Subsidi Selisih Angsuran (SSA) dengan produknya KPR Selisih Angsuran, sumber dananya
akan memanfaatkan dana operasional Badan Layanan Umum (BLU) - Pusat Pengelolaan
Dana Pembiayaan Perumahan sebesar Rp. 57,51 Miliar. Sebagai payung hukumnya adalah
IV-83
Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2015 tentang Penggunaan Pendapatan Badan
Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat untuk Mendukung Pendanaan Program Pembangunan
Sejuta Rumah Untuk Rakyat. Dana ini diharapkan bisa membiayai sebanyak 42.600 unit
rumah untuk MBR.
Realisasi Subsidi Selisih Angsuran (SSA) pada tahun 2015 adalah sebesar Rp. 6,4 Milyar
untuk 13.187 unit rumah. Penyebab rendahnya realisasi tersebut sama dengan
sebagaimana yang terjadi pada BUM.
Terdapat 4 Rencana Aksi Nasional yang dipantau oleh Sistem KSP yaitu :
a. Rencana Aksi Nasional Prioritas Janji Presiden Tahun 2015 (16 Rencana Aksi);
b. Inpres Nomor 7 Tahun 2015 (Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015)
(5 Rencana Aksi);
c. Keppres Nomor 9 dan 10 Tahun 2015 mengenai Program Penyusunan Rancangan Peraturan
Pemerintah dan Rancangan Peraraturan Presiden (RPP dan RaPerpres) (8 Rencana Aksi).
d. Inpres Nomor 10 Tahun 2015 tentang Aksi Hak Asasi Manusia Tahun 2015 (4 Rencana Aksi).
Tabel IV.51. Daftar Program Prioritas Nasional Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Tahun 2015
Instansi Pemantau
No Uraian Item Pemantauan
Sistem Penanggungjawab
1. RKP (Program Prioritas Nasional) 16 Rencana Aksi KSP KSP
Inpres No.7 Tahun 2015 (Aksi
2. Pencegahan dan Pemberantasan 5 Rencana Aksi KSP BAPPENAS
Korupsi)
Keppres Nomor 9 dan 10 Tahun 2015
3. tentang Program Legislasi Nasional 8 Rencana Aksi KSP BPHN
(Prolegnas) Tahun 2015
IV-84
Instansi Pemantau
No Uraian Item Pemantauan
Sistem Penanggungjawab
Inpres Nomor 10 Tahun 2015 tentang
Kementerian Hukum
4. Rencana Aksi Nasional Hak Asasi 4 Rencana Aksi KSP
dan HAM
Manusia (RANHAM) Tahun 2015
5. Pariwisata (Dukungan 25 KSPN) 25 KSPN Manual Kementerian Pariwisata
6. Industri 14 Kawasan Industri Manual KSP
Pemantauan rencana Aksi Nasional Tahun 2015 melalui sistem KSP dilakukan dalam B06, B07,
B09, dan B12, dengan alur penginputan sebagai berikut :
IV-85
Gambar 4.11. Alur Pengiputan Laporan yang Dipantau Presiden
Hasil Capaian Rencana Aksi Nasional Prioritas Janji Presiden Kementerian PUPR Tahun 2015
hanya ada terdapat 1 Rencana Aksi yang berpotensi Merah dari 23 ukuran keberhasilan dan 22
ukuran keberhasilan lainnya telah tercapai di tahun 2015. Rencana Aksi Pengaturan, Pembinaan,
Pengawasan, dan Pelaksanaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, dengan kriteria 4
SPAM pada ukuran keberhasilan 1: tercapainya 4 Kawasan Regional yang terfasilitasi (4 SPAM
Regional), dengan capaian yang diinputkan sebesar 98,25%. Hal ini terjadi karena:
a. Pengadaan dan Pemasangan IPA Beton SPAM Regional Kapasitas 250 L/detik Banjarbakula:
- Permasalahan proses perizinan penebangan pinus oleh pemda setempat pada awal
pekerjaan sehingga mengakibatkan keterlambatan selama 3 bulan dan perkerjaan baru
dimulai bulan April 2015. Saat ini masih dalam proses perpanjangan kontrak.
b. SPAM Regional Pasigala Kap 300 L/detik Pasigala:
- Penolakan masyarakat setempat sehingga menghambat pekerjaan IPA dan jalur
pemasangan pipa.
- Kontur tanah yang miring sehingga mengakibatkan perubahan atau penyesuaian
desain unit air baku yang dibangun oleh Ditjen SDA belum selesai sehingga
mengakibatkan uji coba tidak dapat dilakukan diakhir tahun.
IV-86
Inpres No. 7 Tahun 2015 (Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015). Dari 16
Rencana Aksi Kementerian PUPR Tahun 2015 tidak terdapat nilai yang berpotensi merah. Hal ini
telah engindikasikan bahwa program prioritas Kementerian PUPR di tahun 2015 telah tercapai.
Rencana Aksi Program Penyusunan PP dan Perpres Prioritas Tahun 2015 berdasarkan Keppres
Nomor 9 Tahun 2015 dan Keppres Nomor 10 Tahun 2015, target capaian B12 adalah 100% yaitu
tersampaikannya RPP/RPerpres kepada Presiden untuk penetapan. Namun demikian, ada
beberapa RPP/RPerpres yang belum mencapai target 100%, yang antara lain:
Hasil Capaian Inpres Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia
(RANHAM) Kementerian PUPR Tahun 2015 adalah terdapat 1 dari 2 Rencana Aksi yang mendapat
capaian merah, yaitu Rencana Aksi Peningkatan Penyediaan Air Bersih, pada:
IV-87
a) Ukuran Keberhasilan 1: tersedianya sarana dan prasarana air bersih di perkotaan
dengan sistem penyediaan air minum (SPAM) di kawasan masyarakat berpenghasilan
rendah. Hasil verifikasi dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia melalui sistem
pemantauan KSP sebesar 20%, dengan alasan klaim capaian disesuaikan karena data
dukung tidak menunjukan tercapainya target 479 kota.
b) Ukuran Keberhasilan 2: terlaksananya pelayanan melalui SPAM di desa. Hasil verifikasi
dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia melalui sistem pemantauan KSP sebesar
10%, dengan alasan klaim capaian disesuaikan menjadi 10% karena tidak ada data dukung
yang menunjukan target tercapai 1449 desa.
c) Ukuran Keberhasilan 3: terlaksananya pemberian fasilitas air bersih di Daerah Kawasan
Khusus (3T dan Daerah Pemekaran Baru). Hasil verifikasi dari Direktorat Jenderal Hak
Asasi Manusia melalui sistem pemantauan KSP sebesar 20%, dengan alasan klaim
capaian disesuaikan menjadi 20% karena tidak ada data dukung yang menunjukan target
tercapai.
IV-88
P E N Y E R A PA N A N G G A R A N TA H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
140 100
90
120
80
Triliun Rupiah 100 70
80 60
50
60 40
40 30
20
20
10
0 0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Alokasi 37,8 56,9 75,5 86,6 76,5 119
Realisasi 32,8 51,2 68 80,4 72,8 110
Penyerapan 86,92 89,88 90,11 92,85 94,72 91,99
Kementerian PUPR berupaya keras untuk memenuhi target pembangunan fisik maupun
penyerapan anggaran pada TA. 2015. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana
progress sudah mulai naik mencapai 40% pada awal Agustus, tahun 2015 ini progress mulai
bergerak menuju 40% sejak awal Oktober. Namun, progress penyerapan anggaran sebanyak
52,42% berhasil dicapai hanya dalam kurun waktu 3 bulan yaitu bulan Oktober s.d. Desember
2015. Hal tersebut terjadi karena struktur organisasi, DIPA, dan Rencana Strategis Kementerian
PUPR 2015-2019 baru disahkan pada bulan April, sehingga pelaksanaan kegiatan baru efektif
mulai bulan Juni-Juli 2015.
IV-89
Gambar 4.13. Kurva S Penyerapan Anggaran TA. 2014
IV-90
Dalam kurun waktu yang cukup singkat, Kementerian PUPR melakukan upaya percepatan untuk
mencapai target hingga berhasil mencapai hasil yang cukup baik yaitu 91,99% pada akhir tahun
2015. Beberapa upaya yang dilakukan untuk mempercepat penyerapan anggaran antara lain: 1)
Penerbitan Instruksi Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2015 tanggal 27 Juli 2015 tentang Percepatan
Pelaksanaan Anggaran TA. 2015 dan Pelelangan Dini TA. 2015; 2) Pembentukan Tim Satgas
Percepatan; 3) Pembentukan Advisory Team; 4) Penyelenggaraan Rapat Kerja Kementerian; 5)
Masa laku pejabat perbendaharaan minimal tiga tahun; 6) Penyiapan disain dan proses lelang
pada Tahun (T)-1.
Kementerian PUPR (dulu Kementerian PU) mendapatkan alokasi anggaran yang terus meningkat
setiap tahunnya sementara tren jumlah PNSnya berkurang dari 27.110 pegawai pada tahun 2010,
24.077 pada tahun 2010, dan menjadi 23.630 pada tahun 2015. Berdasarkan analisis beban kerja
tahun 2015, Kementerian PUPR masih kekurangan 7.480 pegawai, kekurangan terjadi khususnya
di 3 (tiga) Ditjen yang membawahi balai/satker teknis di lapangan. Rincian kekurangannya yaitu
di Ditjen Sumber Daya Air sebanyak 3.918 orang, di Ditjen Bina Marga sebanyak 1.673 orang, dan
di Ditjen Cipta Karya sebanyak 1.038 orang.
IV-91
2,011 m3/detik, menyediakan air baku sebesar 7,61 m3/detik, serta menyediakan energi listrik
sebesar 113,19 MW. Waduk Jatigede khususnya, yang merupakan waduk kedua terbesar di
Indonesia, akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air berdaya 110 megawatt,
memasok air bersih bagi warga sekitar 3.500 liter perdetik, hingga mencegah terjadinya banjir
bagi 14.000 hektare kawasan di Jawa barat. Manfaat lainnya antara lain dapat digunakan sebagai
tempat wisata, meningkatkan perekonomian masyarakat setempat, dan upaya konservasi
sumber daya air setempat seperti beberapa contoh sebagai berikut:
IV-92
Contoh lainnya adalah pembangunan Jalan Tol Cikopo-Palimanan, yang telah dimulai sejak 1
Februari 2013, meliputi dalam enam seksi dengan total panjang mencapai 116 kilometer dan
dibangun secara bersamaan. Pengoperasian Jalan Tol Cikopo-Palimanan sangat penting dalam
mendukung pembangunan ekonomi lokal dan nasional, karena dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi dalam dunia usaha. Dengan infrastruktur yang memadai, biaya produksi,
transportasi, komunikasi, dan logistik semakin efisien. Pengoperasian jalan tol ini juga dapat
mengurangi arus kepadatan lalu lintas melalui Jalur Pantura antara 40%-60%.
Pembangunan jembatan sebagai upaya meningkatkan konektivitas nasional juga tidak kalah
pentingnya dalam memberikan manfaat bagi masyarakat. Sebagai salah satu contoh adalah
terbangunnya Jembatan Pulau Balang yang bermanfaat antara lain: 1) Mendukung transportasi
dari arah Pelabuhan Peti Kemas Kariangau Balikpapan; 2) Mendukung pengembangan wilayah
kawasan industri Kariangau; 3) Mengurangi kepadatan lalu lintas dalam Kota Balikpapan, sesuai
dengan konsep jaringan jalan antar kota yang tidak harus melalui jalan-jalan di dalam kota; 4)
Membebaskan Penajam (Ibukota Kab. Penajam Paser Utara) dari kepadatan arus lalu lintas antar
kota; 5) Meningkatkan aksesibilitas pergerakan arus orang, barang dan jasa; serta 6) Mendukung
pariwisata, memanfaatkan kawasan Pulau Balang sebagai kawasan resort dan fasilitas olahraga.
Di subbidang cipta karya, pembangunan infrastruktur PUPR dilakukan melalui penyediaan
infrastruktur dasar permukiman yang meliputi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), sanitasi,
dan penanganan permukiman kumuh baik di kawasan perkotaan, perdesaan hingga di daerah
perbatasan. Pembangunan infrastruktur dasar tersebut memberikan manfaat berupa
penyediaan air minum bagi masyarakat melalui pemanfaatan sambungan rumah, meningkatkan
akses sanitasi yang layak, serta memenuhi kebutuhan hunian dan permukiman yang layak
sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat. Selain itu, telah terbangun pula Ruang
Terbuka Hijau (RTH) yang dapat digunakan sebagai ruang sosial bagi masyarakat untuk
beraktivitas, sebagai tempat wisata, dan sebagai penghijauan kota.
Di subbidang perumahan, pembangunan infrastruktur PUPR dilakukan melalui pembangunan
rumah susun sebanyak 220 Tower/10 ribu unit, rumah khusus sebanyak 6.713 unit, serta rumah
swadaya yang meliputi peningkatan kualitas dan pembangunan baru perumahan. Dengan adanya
pembangunan sejuta rumah untuk rakyat termasuk dengan skema pembiayaan di dalamnya,
diharapkan masyarakat khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mampu
mendapatkan rumah layak huni. Pembangunan rumah susun dan rumah khusus merupakan
bagian dari kebijakan satu juta rumah untuk membantu MBR menempati rumah untuk
menempati rumah sementara waktu. Rumah khusus ditujukan untuk MBR, TNI, dan POLRI.
Sementara sasaran rusunawa beragam seperti buruh perkotaan, mahasiswa, santri, dll. Sebagai
contoh pembangunan rusunawa di Ungaran, Jawa Tengah ditujukan untuk para buruh pabrik di
sekitar kawasan industri Ungaran.
IV-93
4.5 Upaya Peningkatan Akuntabilitas
Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian PAN dan RB, tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan
anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya serta kualitas pembangunan budaya kinerja
birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil di Kementerian PUPR
sudah menunjukkan hasil yang baik. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa catatan
penting yang perlu diperbaiki, di antaranya yaitu: 1) Masih terdapat indikator kinerja yang belum
sepenuhnya berorientasi hasil dan belum dimanfaatkan dalam Perjanjian Kinerja (PK) di level
eselon II dan di bawahnya (SKP); 2) Sistem aplikasi pemantauan capaian kinerja anggaran belum
secara optimal dimanfaatkan sebagai alat monev secara berkala atas hambatan dan pencapaian
target kinerja di dalam PK; dan 3) Hasil evaluasi akuntabilitas belum digunakan sepenuhnya untuk
perbaikan pelaksanaan manajemen kinerja di lingkungan Kementerian PUPR.
Dalam rangka peningkatan akuntabilitas kinerja Kementerian PUPR, telah dilakukan upaya
perbaikan sebagai berikut:
1. Penyempurnaan Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang menggambarkan terwujudnya kinerja,
tercapainya hasil program dan hasil kegiatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB
Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata
Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, indikator kinerja harus selaras antar
tingkatan unit organisasi. Selain itu, indikator kinerja yang digunakan harus memenuhi kriteria
spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, relevan, dan sesuai dengan kurun waktu tertentu.
Kementerian PUPR telah berupaya untuk menyusun indikator kinerja yang lebih berorientasi
hasil, spesifik, dan terukur dalam Rencana Strategis dari level Kementerian sampai level-level di
bawahnya. Indikator kinerja yang disusun telah disesuaikan dengan pedoman dari Kementerian
PAN dan RB bahwa indikator kinerja pada tingkat Kementerian sekurang-kurangnya adalah
indikator hasil (outcome) sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsinya masing-masing;
indikator kinerja pada tingkat unit organisasi eselon I adalah indikator hasil (outcome) dan atau
keluaran (output) yang setingkat lebih tinggi dari keluaran (output) di bawahnya; dan indikator
kinerja pada unit kerja eselon II sekurang-kurangnya adalah indikator keluaran (output).
IV-94
Tabel IV.52. Perbandingan Indikator Kinerja Tahun 2014 dan Tahun 2015
SASARAN SASARAN
TARGET TARGET
STRATEGIS/INDIKATOR STRATEGIS/INDIKATOR
2014 2015
KINERJA 2014 KINERJA 2015
1. Meningkatnya Layanan Jaringan Irigasi dan Rawa 1. Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan
pangan dan energi
Luas Cakupan Layanan Jaringan 100.516,87 ha Tingkat dukungan kedaulatan 45,83%
Irigasi dan Rawa (dibangun/ditingkatkan) pangan dan ketahanan energi
(dibangun/ditingkatkan dan 4.124.993,42 ha
dioperasikan/dipelihara) (dioperasikan/dipelihara)
2. Meningkatnya Keberlanjutan dan Ketersediaan Air 2. Meningkatnya ketahanan air
untuk Memenuhi Berbagai Kebutuhan
Kapasitas Tampung Sumber Air 133.948.541,46 m3 Tingkat dukungan ketahanan 28,95%
yang Dibangun/Ditingkatkan (dibangun/ditingkatkan) air nasional
dan Dijaga/ Dipelihara (waduk, 194.723.000 m3
embung/situ) (dioperasikan/dipelihara)
Prosentase Pencapaian 15 Wilayah Sungai
Penyelenggaraan Pengelolaan 9 Wilayah Sungai
SDA Terpadu oleh Balai-Balai
SDA
IV-95
SASARAN SASARAN
TARGET TARGET
STRATEGIS/INDIKATOR STRATEGIS/INDIKATOR
2014 2015
KINERJA 2014 KINERJA 2015
5. Meningkatkan Kapasitas Jalan Nasional 4. Meningkatnya dukungan konektivitas bagi
penguatan daya saing
Panjang Peningkatan Struktur/ 4.631 Km Tingkat konektivitas jalan 73,00%
Pelebaran Jalan nasional
Panjang Jalan Baru yang 1.047 Km
Dibangun
6. Meningkatnya Kualitas Layanan Air Minum dan Sanitasi 5. Meningkatnya dukungan layanan
Permukiman Perkotaan infrastruktur dasar permukiman dan
perumahan
Peningkatan Jumlah Pelayanan 8.179 Liter/detik Tingkat layanan infrastruktur 81,00%
Air Minum 308 IKK dasar permukiman dan
perumahan
Peningkatan Jumlah Pelayanan 712 Kawasan
Sanitasi 157 Kabupaten/Kota
Jumlah Pemda/PDAM yang 120 PDAM
Dibina
Kemampuannya
7. Meningkatnya Koordinasi, Administrasi dan Kualitas 6. Meningkatnya budaya organisasi yang
Perencanaan, Pengaturan, Pengelolaan Keuangan dan berkinerja tinggi dan berintegritas
Barang Milik Negara (BMN)
Jumlah Dokumen Perencanaan 8 Renja Satminkal Tingkat kinerja dan integritas 72,25%
dan Pemrograman (Jangka Kementerian Pekerjaan Umum
Menengah dan Tahunan) dan Perumahan Rakyat
1.315 RKAKL
1 RKP
1 Nota Keuangan
21 Dokumen
Kajian Kebijakan
Penyusunan Dokumen 1 Laporan
Pelaporan Akuntabilitas Kinerja, Keuangan Kementerian
Keuangan dan Barang Milik 11 Dokumen Evaluasi
Negara (BMN) dan Laporan 3 Laporan BMN
Triwulan Kementerian PU
Jumlah Peraturan Perundang- 20 Dokumen
Undangan Bidang PU dan
Permukiman
8. Meningkatnya Kualitas Kelembagaan dan Sumber Daya 7. Meningkatnya SDM yang kompeten dan
Manusia (SDM) Aparatur berintegritas
Jumlah Sumber Daya Manusia 7.168 Pegawai Prosentase sumber daya 10,00%
(SDM) Aparatur yang Mendapat manusia yang kompeten dan
Pendidikan dan Pelatihan berintegritas
IV-96
SASARAN SASARAN
TARGET TARGET
STRATEGIS/INDIKATOR STRATEGIS/INDIKATOR
2014 2015
KINERJA 2014 KINERJA 2015
Jumlah Pegawai yang Terlayani 30.129 Pegawai
Administrasi Kepegawaian serta 13 SOP
Jumlah Tata Laksana Standar
Operasional Prosedur (SOP)
yang Disusun
9. Meningkatnya Kualitas Prasarana, Pengelolaan Data, 8. Meningkatnya pengelolaan regulasi dan
Informasi dan Komunikasi Publik layanan hukum, data dan informasi publik,
serta sarana dan prasarana
Jumlah Peta Profil Infrastruktur 588 Peta Tematik Tingkat pengelolaan regulasi 80,00%
dan Jaringan Local Area 4.000 Orang dan layanan hukum, data dan
Network (LAN) informasi publik, serta sarana
Jumlah Layanan Informasi Publik 230 Buku dan prasarana
190 Temu Pers
Luas Bangunan Gedung Kantor 37.623 m
Kementerian PU yang 1 Unit Gedung
Ditingkatkan dan Dipelihara
10. Terwujudnya Peningkatan Kepatuhan dan 9. Meningkatnya pengendalian dan
Akuntabilitas Kinerja Penyelenggaraan Infrastruktur pengawasan pelaksanaan kebijakan dan
yang Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) rencana program dan anggaran
pembangunan bidang PUPR
Prosentase Menurunnya Tingkat 60 % Tingkat pengendalian 51,00%
Kebocoran dalam Pembangunan pelaksanaan program dan
Infrastruktur di Lingkungan anggaran pembangunan
Kementerian PU bidang PUPR
Prosentase Menurunnya 50 %
Temuan Administratif dalam
Pembangunan
Infrastruktur di Lingkungan
Kementerian PU
11. Meningkatnya Kapasitas dan Kinerja Pembina Jasa 10. Meningkatnya kapasitas dan kualitas
Konstruksi Pusat dan Daerah konstruksi nasional
Jumlah Provinsi dan 4 Provinsi Tingkat pengendalian 75,00%
Kabupaten/Kota yang Terbina 56 Kabupaten/ Kota pelaksanaan konstruksi
Sesuai dengan Peraturan nasional
Perundang-Undangan
Jumlah Sumber Daya Manusia 15.000 Orang
(SDM) Jasa Konstruksi yang
Terlatih
Tingkat Daya Saing Industri 1 Point
Konstruksi Nasional dalam Skala Infrastructure GCI
Global
IV-97
SASARAN SASARAN
TARGET TARGET
STRATEGIS/INDIKATOR STRATEGIS/INDIKATOR
2014 2015
KINERJA 2014 KINERJA 2015
12. Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) Siap Pakai 11. Meningkatnya inovasi teknis terapan bidang
PUPR
Prosentase IPTEK yang Masuk 28,26 % Tingkat penyediaan dan 67,00%
Bursa Teknologi Bidang PU pemanfaatan hasil inovasi
Prosentase penambahan SPMK 30,00 % teknis terapan bidang PUPR
yang diberlakukan oleh Menteri
PU
Indikator kinerja pada tingkat Kementerian pada tahun 2015 telah disusun sesuai ketentuan yaitu
sekurang-kurangnya adalah indikator hasil (outcome). Meskipun demikian, akan dilakukan
pembenahan kembali melalui review Renstra Kementerian PUPR tahun 2015-2019 yang pada
saat ini masih dalam proses penyusunan. Selain itu, saat ini sedang disusun Rancangan Permen
PUPR mengenai pedoman SAKIP dan mengenai penetapan IKU Kementerian PUPR yang akan
mengatur cara pengukuran IKU, baseline, serta penanggung jawab pengukurannya.
IV-98
3. Penyempurnaan Sistem Aplikasi Informasi Kinerja dan Keuangan serta Evaluasi
Akuntabilitas
Dalam Tahun Anggaran 2015, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
melaksanakan berbagai kegiatan penyelenggaraan dan penanganan infrastruktur untuk
menyediakan akses prasarana dasar serta memperkuat dan mengembangkan eksistensi
infrastruktur nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mansyarakat dan
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, selalu dilakukan pemantauan dan evaluasi hasil dan
capaian terhadap sasaran dan target tahunannya, baik terhadap Rencana Kinerja Program
maupun Renstra Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Pada evaluasi tahun
berjalan dilakukan dengan memantau perkembangan tingkat penyerapan dan identifikasi faktor-
faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan, sehingga dimungkinkan untuk
dilakukan berbagai perbaikan yang bertujuan meningkatkan atau akselerasi penyerapan
anggaran. Didalam pelaksanaan perlu juga untuk melakukan reviu tentang pemantauan dan
evaluasi kegiatan-kegiatan tahun 2015 per unit organisasi (eselon I), yang kemudian akan
menjadi bahan penyusunan kinerja kementerian, khususnya dalam hal proses penyerapan
anggaran dan hal-hal yang menghambat dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu, untuk lebih mendapatkan hasil penilaian yang akurat dan akuntabel berdasarkan
realisasi pelaksanaan program dan kegiatan, disusun perangkat lunak (aplikasi) yang dapat
mengolah dan menampilkan kinerja organisasi (satuan kerja) sehingga dapat diperoleh hasil
kalkulasi yang tepat sasaran dan akan dibuat menjadi online (ePerformance).
Di dalam sistem ePerformance, yang akan disempurnakan di tahun 2016, akan ditampilkan
mengenai target kinerja, capaian kinerja, cara pengukuran, serta penanggung jawab yang
terintegrasi dengan data realisasi fisik dan keuangan di dalam sistem eMonitoring. Di dalam
sistem ePerformance tersebut juga akan ditampilkan tabel berisi perbandingan kinerja tahun ini
dengan tahun lalu, perbandingan kinerja tahun ini dengan target jangka menengah (Renstra), dan
perbandingan kinerja tahun ini dengan target nasional. Informasi tersebut akan terinput secara
sistematis dan dapat dipantau secara berkala oleh Pimpinan.
IV-100
10) Golden Property Award 2015 yang diberikan oleh Indonesia Property Watch (IPW).
Penghargaan tersebut diberikan sebagai Tokoh Penggerak Program Sejuta Rumah pada bulan
Agustus 2015.
11) The 4th Indonesia Public Relation Award and Summit (IPRAS) 2015 yang diberikan oleh
Serikat Perusahaan Pers (SPS) di Gedung Dewan Pers Pemenang Pertama Kategori Lembaga
Publik yang Inspirasional pada Acara the 4th Award and Summit (IPRAS) 2015 pada bulan
Oktober 2015.
12) Penghargaan LHE Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Kategori B yang diberikan oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada bulan Desember 2015.
13) Top 99 dalam Inovasi Pelayanan Publik yang diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada bulan Mei 2015.
IV-101
BAB 5
PENUTUP
BAB 5
PENUTUP
Laporan kinerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini merupakan bentuk
pertanggungjawaban atas pelaksanaan program sesuai dengan Rencana Strategis Tahun 2015 -
2019. Penyusunan laporan kinerja ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri PAN dan RB
Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja.
Dengan tugas dan fungsinya dalam menyelenggarakan infrastruktur bidang Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat, diharapkan output program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh
jajaran Kementerian PUPR dapat berkontribusi maksimal dalam mendukung pembangunan
nasional secara komprehensif. Laporan Kinerja ini mendeskripsikan berbagai hal yang telah
dicapai dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sepanjang tahun 2015. Pencapaian terhadap
sasaran strategis yang dapat melebihi target yang ditetapkan di dalam Rencana Strategis
Kementerian PUPR 2015 - 2019 telat dapat menggambarkan nilai manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat secara luas.
Untuk meningkatkan dan perbaikan kinerja organisasi dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat dan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, terdapat beberapa hal
yang perlu dilakukan kedepan antara lain:
V-1
Dengan disusunnya laporan kinerja ini diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat
dan bermanfaat kepada seluruh pihak yang terkait mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sehingga dapat memberikan umpan
balik untuk peningkatan kinerja tahun berikutnya, serta semakin meningkatkan transparansi
dalam pelaksanaan good governance. Hasil kerja dari Kementerian PUPR dapat lebih dirasakan
oleh masyarakat secara luas, baik itu dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi maupun
pemenuhan kebutuhan pelayanan infrastruktur dasar.
V-2
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
Perjanjian Kinerja
LAMPIRAN II
Penghargaan
Piagam Penghargaan Terbaik Dua Pameran Nasional Potensi Daerah SAIL TOMINI 2015
dilaksanakan pada tanggal 16-19 September 2015, bertempat di Teluk Tomini Sulawesi Tengah
Juara I Kategori Kementerian/Lembaga dalam pameran 5th Indonesia
Climate Change Education Forum yang dilaksanakan pada tanggal 14-17 Mei
2015 di Jakarta
Peringkat ke-2 kategori Kementerian dalam Keterbukaan Informasi