Anda di halaman 1dari 132

MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN

Bismillahirrohmanirrohiim,
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan


karunia-Nya, sehingga Laporan Kinerja Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman tahun 2015 dapat disusun
dan diselesaikan dengan baik serta tepat waktu.
Sesuai ketentuan Pasal 18 Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah, Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman berkewajiban menyusun Laporan Kinerja atas
prestasi kerja yang telah dicapai berdasarkan penggunaan
anggaran yang telah dialokasikan.

Laporan Kinerja ini menyajikan target dan capaian kinerja Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman Tahun 2015 yang tertuang dalam Pernyataan Kinerja Menteri Koordinator serta
perjanjian kinerja Sekretaris Kementerian Koordinator dan para Deputi dengan mengacu Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019. Mengingat bahwa Kementerian Koordinator
baru dibentuk pada akhir tahun 2014 dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Koordinator
masih dalam proses penyusunan, maka Pernyataan Kinerja dan Perjanjian Kinerja tahun 2015
belum berdasarkan Renstra. Dapat disampaikan pula bahwa, sebagai kementerian baru,
Kementerian Koordinator baru mengelola anggaran secara mandiri mulai bulan Mei 2015.

Selain menyajikan target dan capaian kinerja tahun 2015, Laporan Kinerja ini juga memuat analisis
perbandingan antara rencana atau target dengan realisasi kinerja. Pencapaian realisasi kinerja
keuangan juga diuraikan dalam sub bab kinerja keuangan.

Kepada semua pihak yang sudah berkontribusi dalam pencapaian kinerja Kemenko Bidang
Kemaritiman kami ucapkan terimakasih. Laporan Kinerja ini kami dedikasikan kepada seluruh
pemangku kepentingan. Harapan kami Laporan Kinerja ini juga bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.

Jakarta, Februari 2016


Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
Republik Indonesia

DR. Rizal Ramli

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman i


RINGKASAN EKSEKUTIF
Kinerja Kementerian Koordinator Kemaritiman diukur atas dasar pencapaian
rencana kinerja yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
tahun2013. Kinerja tersebut juga memperhatikan tugas dan fungsi dari Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Kemaritiman) yaitu membantu
Presiden dalam menyinkronkan dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan,
dan pelaksanaan kebijakan di bidang kemaritiman.
Dalam mencapai tujuannya, pencapaian kinerja Kemenko Kemaritimandiukur
dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang dirinci sesuai target setiap tahunnya.
Indikator Kinerja Utama (IKU) merupakan ukuran kinerja hasil (outcome) yang
ditetapkan pada unit kerja eselon I yang akan dicapai melalui kinerja keluaran (output)
dari unit kerja eselon II dibawahnya berupa Indikator Kinerja Kegiatan. Pada
dasarnya Indikator kinerja utama (IKU) Kemenko Kemaritiman sesuai dengan
perjanjian Kinerja tahun 2015 terbagi 2 bagian utama, yaitu: Jumlah dokumen
penyusunan program dan kerjasama serta pengelolaan tata usaha dan keuangan di
masing-masing Deputi; serta Permasalahan bidang koordinasi Deputi yang dapat
dipecahkan dan dikoordinasikan implentasinya sebesar 100%.

Sementara target capaian: Status opini BPK atas Laporan Keuangan Kemenko
Koordinator Bidang Kemaritiman yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); dan Nilai
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) mencapai A; serta Indeks
Persepsi Korupsi dan Reformasi Birokrasi dengan nilai B, merupakan target dalam
Renstra 2015-2019 belum dimasukan dalam target dalam perjanjian kinerja.

Fungsi Kemenko Koordinator Bidang Kemaritiman difokuskan pada upaya


perbaikan mekanisme koordinasi dalam rangka mensinergikan, melaksanakan serta
melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan bidang kemaritiman yang
secara teknis dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga di bawah koordinasi
Kemenko Kemaritiman. Hal ini sesuai dengan rencana strategis Kemenko
Koordinator Bidang Kemaritiman 2015-2019 yang dititikberatkan pada upaya
koordinasi, sinkronisasi, pengendalian dan pengawasan dalam rangka mewujudkan
Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju dan kuat, menuju poros
maritim dunia.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman ii


Sasaran strategis yang tecantum dalam Renstra Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman tahun 2015-2019 yaitu:
1. Terwujudnya pembangunan kedaultan Indonesia sebagai Negara Maritim yang
berperan aktif dalam kerjasama maritime di tingkat regional dan global;
2. Meningkatnya pengelolaan dan nilai tambah sumberdaya alam
3. Terjadinya percepata pembangunan dan pemertaan infrastuktur poros maritim
4. Menguatnya jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif, berkarakter
dan berbudaya
5. Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman.

Adapun penjelasan singkat mengenai pencapaian kinerja lima sasaran strategis


yang diukur dari indikator kinerja utama Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman tahun 2015 adalah sebagai berikut: Secara umum dapat disimpulkan
bahwa unit kerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dapat
merealisasikan program dan kegiatan tahun 2015 sebagai upaya mencapai tahapan
pembangunan jangka menengah ke-5 tahun 2015-2019. Penyusunan Sasaran Strategis
yang tecantum dalam Renstra Kementerian Kemaritiman tahun 2015-2019 dipastikan
akan meningkatkan akuntabilitas atas capaian kinerja yang dihasilkan oleh
Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman sebagai Kementerian Koordinator
pada tahun-tahun berikutnya.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman iii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

RINGKASAN EKSEKUTIF .............................................................................ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................iv

DAFTAR TABEL .............................................................................................v


DAFTAR GAMBAR.........................................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1 Pembangunan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia ......................2
1.2 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman ...................................3
1.3 Isu-Isu Strategi.....................................................................................4
1.4 Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman .......34
1.4.1 Visi dan Misi ............................................................................34
1.4.2 Sasaran Strategis kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman............................................................................35
1.5 Susunan Organisasi kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman .....38

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA KEMENTERIAN KOORDINATOR


BIDANG KEMARITIMAN TAHUN 2015 ..........................................32
2.1 Peta Starategi ......................................................................................40
2.2 Target Kinerja .....................................................................................42

BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA .............................................................44


3.1 Capaian Kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman ...........44
3.1.1 Sasaran Strategis (SS) 1 .............................................................46
3.1.2 Sasaran Strategis (SS) 2..............................................................52
3.1.3 Sasaran Strategis (SS) 3..............................................................62
3.1.4 Sasaran Strategis (SS) 4..............................................................78
3.1.5 Sasaran Strategis (SS) 5..............................................................105
3.2 Kinerja Keuangan .................................................................................107

BAB 4 PENUTUP .............................................................................................112

LAMPIRAN......................................................................................................113

Perjanjian Kinerja Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman .......................113


Perjanjian Kinerja Deputi 1 – 4 ......................................................................114
Peryataan Reviu Laporan Kinerja ..................................................................120

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman iv


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Perkembangan Pelayaran Rakyat ................................................21


Tabel 2. Data Pelabuhan perikanan Indonesia ...................................................22
Tabel 3. Sasaran Strategis dan Indikator kinerja Utama Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman .......................................................42
Tabel 4. Capaian Kinerja Kementerian Koordinator Kemaritiman
Tahun 2015 ........................................................................................44
Tabel 5. Sasaran dan Indikator Kinerja SS1 ......................................................46
Tabel 6. Target dan Capaian IKU SS1 ..............................................................46
Tabel 7. Sasaran dan Indikator Kinerja SS2 ......................................................52
Tabel 8. Target dan Capaian IKU SS2 ..............................................................53
Tabel 9. Sasaran dan Indikator Kinerja SS3 .......................................................62
Tabel 10. Target dan Capaian IKU SS3...............................................................62
Tabel 11. Lokasi Program Pengembangan 24 Pelabuhan ....................................78
Tabel 12. Sasaran dan Indikator Kinerja SS4 .....................................................78
Tabel 13. Target dan Capaian Indikator SS4 .......................................................81
Tabel 14 Sasaran dan Indikator Kinerja SS5 .......................................................90
Tabel 15 Realisasi DIPA 2015 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman ..105
Tabel 16 Rincian Persentase Pagu dan Realisasi Belanja TA 2015 ......................110

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman v


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Visualisasi Pembangunan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia ....2


Gambar 2. Struktur Organisasi Kementerian Koordinator Kemaritiman .............13
Gambar 3. Peta Strategis Kementerian Koordinator Kemaritiman .......................16
Gambar 4. Diagram Batang Capaian Kinerja SS1................................................18
Gambar 5. Diagram Batang Capaian Kinerja SS2................................................19
Gambar 6. Diagram Batang Capaian Kinerja SS3................................................39
Gambar 7. Peta Lokasi Strategis Sabang ............................................................41

Gambar 8. Peta Wilayah Kepulauan Sabang .......................................................48

Gambar 9. Peta Sebaran KEK di Indonesia .........................................................53


Gambar 10 Peta Destinasi Wisata Bororbudur ....................................................63

Gambar 11.Diagram Batang Capaian Kinerja SS4 ..............................................64

Gambar 12.Diagram Batang Realisasi Keuangan Kemenko Bidang


Kemaritiman ...................................................................................67
Gambar 13 Diagram Batang Realisasi DIPA 2015 Keuangan Kemenko Bidang
Kemaritiman Berdasarkan Akun Belanja .........................................80
Gambar 14. Diagram Batang Realisasi Anggaran Bulanan Kemenko
Kemaritiman ...................................................................................84
Gambar15.Grafik Persentase Realisasi Anggaran Bulanan Tahun 2015 .............84
Gambar 16. Grafik Peta Sebaran KEK di Indonesia ............................................93
Gambar 17 . Foto udara KEK Lhokseumawe .....................................................94
Gambar 18. Foto Wilayah Zonasi KEK Lhokseumawe.......................................94
Gambar 19. Dokumentasi Koordinasi dan Peta Rencana Jalan Tol Dalam Kota
Bandung .........................................................................................99
Gambar 20. Realisasi Keuangan Kemenko Bidang Kemaritiman Tahun 2015 .....107
Gambar 21. Diagram Batang Realisasi DIPA 2015 Kemenko Bidang
Kemaritiman Berdasarkan Akun Belanja Tahun 2015 ......................109

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman vi


BAB 1
PENDAHULUAN
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 25A
menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara
Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang. Secara faktual wilayah Indonesia memang
merupakan kepulauan terbesar di dunia yang terletak di kawasan tropis dan dilalui
oleh garis katulistiwa dengan luas laut mencapai 5,8 Juta km2 (yang terdiri dari
3,1 juta km2 perairan teritorial dan 2,7 juta km2 perairan ZEE). Luas wilayah laut
Indonesia mencapai lebih 70% dari seluruh wilayah Indonesia dan memiliki pulau
sebanyak 17.504 (Dishidros 2004) dengan potensi sumberdaya alam yang sangat
melimpah. Oleh karena banyaknya pulau dan kekayaan alam yang dimiliki,
Indonesia dikenal sebagai zamrud katulistiwa.
Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang besar dan kaya raya ini juga
dikenal sebagai Benua Maritim Indonesia. Selain itu Indonesia saat ini juga
populer sebagai Negara Maritim. Negara Kepulauan Republik Indonesia terletak
pada posisi silang di antara 2 benua dan 2 samudera besar. Posisi ini sangat
strategis dipandang dari sisi ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan
serta dari sisi politik. Luasnya wilayah laut Indonesia juga menyimpan potensi
kekayaan yang sangat luar biasa. Sumber daya hayati, Sumber daya mineral dan
energi, dan potensi jasa kemaritiman. Laut Indonesia menyimpan 37% spesies
sumberdaya hayati dunia, 17,95% terumbu karang dunia, 30% hutan bakau dan
padang lamun. Berbagai species ikan hidup di perairan Indonesia. Ladang minyak
lepas pantai, energi gelombang, energi angin, energi surya, pasang surut dan arus,
yang apabila dimanfaatkan akan memberikan kontribusi perbaikan ekonomi yang
tinggi untuk kesejahteraan masyarakat. Semua itu apabila dimanfaatkan dengan
optimal akan dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan rakyat
Indonesia.
Namun demikian, posisi strategis dengan segala potensi ekonomi dan
kekayaan alam yang ada itu pada saat ini justru belum dapat memberikan
kontribusi yang maksimal pada kesejahteraan masyarakat dan kejayaan Negara.
Pemerintah Republik Indonesia dibawah Presiden Joko Widodo menyadari
sepenuhnya bahwa pembangunan nasional harus dilaksanakan berdasarkan visi
Negara Maritim. Oleh karena itu, dalam jajaran Kabinet kerja, pemerintah telah
membentuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman guna

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 1


menyinergikan pembangunan kemaritiman dalam mengelola dan memanfaatkan
segala potensi maritim bagi kesejahteraan masyarakat dan kejayaan negara.
Harapannya Indonesia sebagai Negara Maritim yang maju, kuat dan mandiri serta
berbasiskan kepentingan nasional dapat segera terwujud.

1.1 Pembangunan Indonesia menuju Poros Maritim Dunia


Dalam Konferensi Tingkat Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur yang
merupakan salah bagian dalam KTT ASEAN yang berlangsung di Nay Phi Taw,
Myanmar, pada tanggal 12 Nopember 2014, Presiden Indonesia, Joko Widodo
menyampaikan gagasan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Menurut
Presiden agenda pembangunan untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia ini
memiliki lima pilar utama, yaitu:
1. membangun kembali budaya maritim Indonesia;
2. menjaga dan mengelola sumber daya laut;
3. memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim;
4. mengembangkan diplomasi maritim, membangun kemitraan;
5. membangun kekuatan pertahanan maritim.
Kita menyadari bahwa untuk mewujudkan hal itu kita memerlukan dukungan
sumberdaya manusia dan Iptek. Visualisasi pembangunan Indonesia menuju
poros maritim dunia dapat digambarkan pada diagram diatas.

Gambar 1: Visualisasi Pembangunan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

Pembangunan poros maritim dunia memerlukan dukungan sumberdaya


manusia yang berkarakter bangsa bahari dan berdayasaing tinggi. Oleh karena itu
sumberdaya manusia yang diperlukan harus memahami dan menguasai Iptek
serta memiliki budaya bahari yang luhur. Selain itu, jatidiri Indonesia sebagai

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 2


negara maritim yang berdaulat dan mampu mengelola laut dengan baik juga
menjadi fondasi utama dalam pembangunan poros maritim.
Pembangunan poros maritim memiliki sekurangnya 3 (tiga) pilar ekonomi,
yaitu (1) pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan, (2) penyediaan dan
infrastruktur poros maritim yang maju dan terpadu, serta (3) pengembangan
industri maritim.

1.2 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman


Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia
dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121
Tahun 2015 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri
Kabinet Kerja Periode 2014-2019. Organisasi Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman sampai dengan unit eselon I selanjutnya ditetapkan berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2015 tanggal 21
Januari 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan
ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tanggal 13 Mei 2015 tentang Struktur
Organisasi dan Tatakerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
Berdasarkan keputusan dan peraturan tersebut di atas, Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman mempunyai tugas menyelenggarakan
koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam
penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman. Sehubungan dengan hal
itu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kemaritiman;
b. pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait
dengan isu di bidang kemaritiman;
c. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman;
d. koordinasi dan sinkronisasi kebijakan penguatan negara maritim dan
pengelolaan sumber daya maritim;
e. koordinasi kebijakan pembangunan sarana dan prasarana kemaritiman;
f. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman;
g. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman; dan
h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 3


Sehubungan dengan tugas koordinasi yang dimiliki Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman mengoordinasikan:
a. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
b. Kementerian Perhubungan;
c. Kementerian Kelautan dan Perikanan;
d. Kementerian Pariwisata; dan
e. Instansi lain yang dianggap perlu.

1.3 Isu-isu Strategis


1.3.1 Isu Strategis Nasional
1) Penegakan Kedaulatan Maritim
Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah
pemerintahan, masyarakat, atau atas diri sendiri. Negara yang berdaulat
berhak untuk menentukan, mengatur dan mengarahkan tujuan Negara yang
ingin dicapai tanpa campur tangan dari pemerintahan negara lain.
Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah NKRI yang merupakan
satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan
laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara
di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan alamyang terkandung
di dalamnya. Di wilayah daratan sampai dengan batas garis air rendah
(lowwater line) atau garis pangkal (base line), termasuk teluk dan muara sungai
yang dibatasi garis pangkal (perairan pedalaman), merupakan wilayah negara
dengan kedaulatan mutlak. Sedangkan wilayah laut yang meliputi laut
teritorial dan perairan kepulauan merupakan wilayah negara dengan
kedaulatan yang dibatasi. Sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982,
wilayah laut tersebut mengakomodasikan berbagai kepentingan internasional
seperti lintas damai, lintas transit maupun lintas alur laut kepulauan.
Meskipun Indonesia memiki kedaulatan penuh atas wilayah NKRI, namun
demikian efektifitas penegakan kedaulatan Negara sangat tergantung pada
beberapa hal, diantaranya:
 Sistem Hukum dan Perjanjian Maritim Internasional
 Keamanan dan Ketahanan Maritim
 Delimitasi Zona Maritim
 Navigasi dan Keselamatan Maritim

a. Hukum dan Perjanjian Maritim


Hukum dan perjanjian maritim internasional merupakan aspek legal yang
dapat mencerminkan kedaulatan NKRI atas wilayah laut dan sumberdaya
alam yang dikandungnya. Dalam membuat naskah hukum dan perjanjian

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 4


internasional hendaknya selalu mengingat pada konstitusi UUD 1945, antara
lain:
Pasal 25A: Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas
dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang;

Pasal 32: Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah


peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Pasal 33: Perekonomian, ayat (2) dan ayat (3)


(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat;
Terkait dengan border diplomacy, khususnya mengenai deposit titik-titik
koordinat garis pangkal (base point) kepulauan Indonesia ke Sekjen PBB, harus
menggunakan garis pangkal (baseline) sebagai basis pengukuran batas maritim.
Sementara itu proses negosiasi perlu diupayakan secara maksimal, dimana
selama belum ada kesepakatan menggunakan prinsip peaceful display of
sovereignty.

Dalam melakukan negosiasi perjanjian internasional perlu dikembangkan


diplomasi poros maritim, yang mencakup tiga aspek utama:
1) Kesejahteraan (promosi investasi dan pembangunan sektor kemaritiman
dan kelautan Indonesia secara sistematis dan sinergis memanfaatkan
berbagai forum-forum dan organisasi internasional);
2) Kedaulatan (effective occupation harus ditekankan di setiap pulau dan
wilayah terdepan, menyelesaikan permasalahan perbatasan dengan 10
negara tetangga serta menjaga stabilitas kawasan dan dunia); serta
3) Keamanan (diplomasi poros maritim kedepan lebih ditekankan pada
diplomasi ekonomi, khususnya untuk pembangunan wilayah RI terdepan).
Untuk mengembangkan kebijakan diplomasi pengawasan strategis, yang perlu
disiapkan antara lain:
1) Penyusunan suatu aturan regional kawasan guna memerangi IUU Fishing;
2) Kerjasama Indonesia dengan lembaga regional yang mengatur kegiatan
pemanfaatan dan konservasi perikanan;

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 5


4) Mengkaji berbagai kerjasama ekonomi bilateral yang tidak memberi
peluang munculnya IUU Fishing;
5) Kerjasama global dengan negara-negara pasar hasil laut dunia, khususnya
AS, Uni Eropa dan Jepang;
6) Mengusahakan komitmen dunia untuk tidak mengimpor hasil laut illegal;
7) Mengupayakan adanya sertifikasi produk perikanan legal Indonesia yang
diakui dunia; dan
8) Meningkatkan upaya diplomasi ekonomi di bidang konservasi perikanan.

b. Keamanan dan Ketahanan Maritim


Maraknya illegal fishing oleh kapal-kapal berbendera asing yang terjadi akhir-
akhir ini merupakan bukti bahwa penegakan hukum di laut masih menghadapi
banyak kendala dan harus ditingkatkan. Demikian pula, banyaknya tindak
kriminal di laut seperti perompakan di sejumlah perairan memerlukan
penanganan lebih serius. Tindakan kriminal lain, seperti destructive fishing,
pencemaran laut oleh kapal-kapal yang berlayar di perairan Indonesia,
penyelundupan barang komoditas impor dan ekspor juga memerlukan
perhatian yang sangat serius.
Penguatan implementasi kedaulatan dan hak berdaulat di perairan yurisdiksi
Indonesia antara lain terkait dengan isu: adanya Military Training Area (Area
Alpha dan Bravo) di perairan kepulauan Indonesia; adanya hak-hak
internasional di perairan kepulauan (hak lintas damai, hak lintas ALKI);
perlunya UU tentang Zona Tambahan; perlu kerjasama dengan International
Seabed Authority untuk ikut berpartisipasi dalam memanfaatkan kekayaanalam
di dasar samudera laut lepas.

Ketahanan maritim adalah kemampuan untuk menangkal setiap ancaman dan


gangguan yang berupaya memperlemah eksistensi Indonesia sebagai negara
maritim. Sekurangnya terdapat 4 faktor yang mempengaruhi ketahanan
maritim Indonesia, antara lain:
1) aspek politik
2) aspek sosial ekonomi
3) aspek pertahanan dan keamanan
4) aspek budaya
Isu penegakan kedaulatan melalui penguatan ketahanan maritim, disandarkan
pada lima komponen utama yakni: 1) Sistem deteksi pengawasan wilayah;
2) Alutsista sebagai sarana pengawasan namun terkendala dukungan bahan
bakar; 3) Organisasi penegakan hukum seyogyanya berada di bawah

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 6


Komando Gabungan Wilayah; 4) Dukungan anggaran pemeliharaan kapal
dan dukungan bahan bakar yang masih sangat terbatas; serta 5) Peran serta
masyarakat sebagai pelapor kejadian pelanggaran perlu terus dikembangkan

c. Delimitasi Zona Maritim


Batas wilayah NKRI merupakan
salah satu wilayah strategis dalam
penegakan kedaulatan.Terdapat 2
(dua) jenis batas wilayah NKRI,
batas daratan dan batas maritim.
Batas maritim ada 2 (dua) jenis pula,
yakni batas maritim antar negara
dan batas maritim dengan laut
bebas. Masing-masing tipe batas
wilayah memerlukan penanganan
yang khas.
Saat ini masih terdapat 10 (sepuluh) batas maritim antar negara, beberapa
diantaranya ada yang belum tuntas pembahasannya. Oleh karena itu
penyelesaian batas maritim antar negara harus menjadi prioritas tinggi dalam
rangka mempertegas kedaulatan maritim. Sementara itu untuk batas landas
kontinen, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengajukan klaim,
sekurang-kurangnya di 2 (dua) lokasi, yatu di utara Papua dan selatan
Sumbawa. Peta disamping memperlihatkan belum tuntasnya batas maritim
di Laut Tiongkok Selatan karena masih terdapat kawasan tumpang tindih
klaim ZEE dan landas kontinen antara Indonesia, Malaysia dan Vietnam.
Pemanfaatan wilayah perbatasan maritim di pulau-pulau kecil terluar,
utamanya di kawasan batas maritim antar negara, akan mempertegas batas
maritim Indonesia. Selain pemanfatan, pelaksanaan kegiatan di pulau-pulau
terluar dan wilayah perbatasan maritim, misalnya kegiatan penelitian
dan/atau ekspedisi serta peliputan, juga akan memperkuat eksistensi wilayah
laut Indonesia.

d. Navigasi dan Keselamatan Maritim


Sistem navigasi dan keselamatan maritim merupakan isu kemaritiman yang
cukup penting bagi Indonesia. Karena laut menyangkut kepentingan
internasional, kita bisa membagi sistem navigasi ke dalam dua kelompok besar
yaitu : sistem navigasi nasional dan sistem navigasi internasional. Pemerintah
Indonesia selain berkewajiban menyiapkan sarana navigasi bagi pelayaran
domestik juga ikut bertanggung jawab pada keselamatan jalur pelayaran
internasional yang melalui perairan Indonesia, termasuk jalur ALKI.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 7


Sebagai negara maritim, keselamatan maritim merupakan hal utama yang
harus diwujudkan. Tugas pemerintah adalah menjamin keamanan dan
keselamatan dalam beraktifitas di laut. Disadari bahwa laut selain
mengandung potensi ekonomi juga memiliki resiko bencana, baik bencana
alam maupun bencana industri. Dalam hal ini pemerintah harus memiliki unit
SAR yang kuat. Dalam hal penanganan bencana lingkungan maritim, seperti
oil spill dan marine pollution, idealnya pemerintah memiliki unit reaksi cepat
untuk penanggulangan bencana lingkungan dimaksud, seperti oil spill response
unit.
2) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Jasa
Perairan merupakan bagian terbesar dari Wilayah Indonesia, yakni lebih dari
2/3 dari luas wilayah NKRI. Selain memegang peran penting dalam bidang
sosial ekonomi, perairan mengandung sumberdaya alam yang melimpah, yang
menguasai hajat hidup orang banyak. Pada saat ini sumberdaya kelautan yang
terkandung di perairan Indonesia belum banyak dimanfaatkan. Sumberdaya
tersebut antara lain:
a. Sumberdaya Hayati
Sumberdaya Perikanan
Di bidang perikanan Indonesia memiliki keunggulan secara komparatif.
Luas laut dan murahnya tenaga kerja di Indonesia adalah suatu fakta.
Namun demikian dalam produksi perikanan Indonesia masih jauh di bawah
Tiongkok. Menurut statistik FAO total produksi perikanan Indonesia hanya
nomor 6 di dunia, sedangkan Tiongkok menempati peringkat pertama
dalam produksi, pada hal luas wilayah laut Indonesia jauh melebhi luas laut
milik Tiongkok. Kondisi ini tentu saja menjadikan tanda tanya besar,
namun demikian dipihak lain ini tentunya merupakan potensi yang masih
dapat dikembangkan.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian
Stok Sumberdaya Ikan Indonesia yang dikukuhkan dalam Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No 45 Tahun 2011, tingkat eksploitasi
sumberdaya ikan antar Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia
berbeda-beda menurut jenisnya. Fakta lain yang ada mengenai perikanan
kita adalah bahwa hingga saat ini masih banyak dijumpai praktik illegal,
unreported & unregulated (IUU) fishing di daerah penangkapan ikan yang
berada di 11 wilayah pengelolaan perikanan Indonesia (WPP Indonesia).
Praktik IUU Fishing ini selain merusak kelestarian sumberdaya juga
menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi Indonesia.Upaya
pemberantasan praktik IUU Fishing ini harus dilakukan sistematis, berbasis
ilmiah dan kerjasama antar lembaga penegak hukum dan kemananan

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 8


di laut. Melalui koordinasi yang efektif diharapkan kerugian akibat IUU
Fishing dapat ditekan sehingga sumberdaya ikan Indonesia bisa semaksimal
mungkin untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Budidaya Perikanan
Panjang garis pantai Indonesia lebih dari 81.000 km memberikan peluang
bagi Indonesia untuk menjadi yang terbesar dalam budidaya laut. Rumput
Laut adalah salah satu contoh produk budidaya laut yang menempatkan
Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia. Meskipun demikian, dalam
hal nilai tambah masih harus ditingkatkan. Dari rumput laut, Indonesia
mampu menghasilkan 500 jenis produk akhir di seluruh industri dunia. Di
antaranya kosmetik, farmasi, pangan, hingga kertas dan biofuel.
(www.mediaindonesia.com).
Potensi perikanan budidaya masih sangat tinggi, namun pemanfaatan
potensi dimaksud masih rendah. Perlu kebijakan dan strategi pembangunan
perikanan budidaya yang terpadu dan kuat, antara lain: pengembangan
komoditas ungggulan, program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi,
aplikasi best aquacultue practices, pengembangan industri pakan lokal,
manajemen lingkungan, penyediaan sarana produksi yang berkualitas, dan
penguatan litbang untuk inovasi teknologi, model usaha dan pemasaran.
Selain hal tersebut di atas, kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan
sebaiknya diarahkan untuk:
 Peningkatan nilai tambah produksi perikanan termasuk budidaya;
 Perlu upaya rasionalisasi jumlah nelayan untuk meningkatkan kualitas
serta efisiensi aktifitas penangkapan;
 Perlu perbaikan data pengkajian stok sumberdaya perikanan tangkap
untuk mendukung pengambilan kebijakan yang lebih tepat;
 Pengelolaan sumberdaya alam dengan pendekatan socio-ecological sistem;

Sumberdaya Bioaktif
Indonesia dikenal memiliki keragaman
biota karang yang cukup tinggi.
Sejumlah spesies karang diketahui
mengandung zat bioaktif yang dapat
dikembangkan sebagai bahan obat-
obatan anti kanker. Gambar disamping
adalah satu koral jenis sponge dari
perairan Indonesia yang prospek untuk
pengembangan obat-obatan anti kanker (sumber: Balitbang KKP).

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 9


b. Sumberdaya Mineral dan Energi
Migas
Lebih 60% dari sekitar 40 cekungan migas potensial yang dimiliki Indonesia
berada di lepas pantai. Selain itu berdasarkan penelitian BPPT bersama
BGR Jerman, diperkirakan terdapat konsentrasi Gas Hydrat di Samudera
Hindia dan Laut Sulawesi. Ini merupakan cadangan energi masa depan bagi
Indonesia dan dunia.
Migas merupakan kekayaan alam yang penting dan menguasai hajat hidup
orang banyak. Oleh karena itu sumberdaya migas dikuasai oleh negara dan
dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Namun demikian
pengusahaan migas di Indonesia saat ini tidak semuanya dilakukan oleh
anak bangsa. Sebagian potensi migas diusahakan dilakukan oleh kontraktor
bagi hasil (Production Sharing Contrack/PSC).
Mineral dan Batubara
Potensi mineral laut di Indonesia dapat berasal dari endapan placer yang
berasal dari material darat, mineral hydrothermal yang berasal dari
pembekuan magma ketika mengalami pembekuan
mendadak maupun berupa nodula. Ketiganya banyak
dijumpai di perairan Indonesia.
Endapan placer (placer deposits) banyak dijumpai di lepas
pantai muara sungai. Mekanisme terbentuknya adalah
terbawanya material mineral oleh aliran sungai dan
terendapkan di laut. Pasir dan timah adalah contoh
endapan placer yang banyak terdapat diperairan Indonesia.
Nodul mineral banyak dijumpai di perairan laut dalam, di
atas 4000 m sampai 6000 meter. Ekspedisi ―Banda Mine‖
Kapal Riset Baruna Jaya III pada awal dekade 90-an Nodule mineral
menemukan adanya potensi nodul mangan (manganeese
nodul) di perairan Banda Utara. Gambar disamping adalah
contoh nodul polimetal yang diunduh dari Wikipedia.
Fenomena black smoker yang dihasilkan oleh aktifitas
gunung api bawah laut akan menghasilkan mineralisasi
batuan yang dikenal dengan hydrothermal mineral.
Hydrothermal mineral mengandung banyak metal ekonomis seperti emas,
tembaga, mangan dan lain-lain.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 10


Indonesia secara geologis merupakan jalur gunung api (ring of fire).
Diketahui sejumlah gunung api terdapat di dasar laut. Ekspedisi Indeks
SATAL 2010, kerjasama Indonesia dengan Amerika Serikat menggunakan
Kapal Okeanos Explorer dan Baruna Jaya IV telah membuktikan
keberadaan gunung api bawah laut di Sangihe Talaud yang juga memiliki
prospek mineral yang cukup tinggi.
Energi Baru dan Terbarukan
Laut Indonesia dikenal sangat kaya
dengan energi, baik energi baru
maupun yang terbarukan, seperti
energi ombak, energi arus, energi
kegaraman, energi pasang surut, energi
panas laut dan bio-energi yang berasal
Pembangkit listrik tenaga pasut di St Malo, Perancis
dari plankton dan rumput laut.
Potensi energi ombak terdapat hampir di sepanjang pantai Barat Sumatera,
Selatan Jawa sampai dengan NTT serta di pantai utara Papua hingga
Halmahera. Energi kegaraman yang didasarkan dari perbedaan kadar
garam, baik secara horisontal maupun vertikal.Disejumlah lokasi laut
banyak djumpai adanya gradien kegaraman yang cukup kuat, baik gradient
vertikal maupun gradien horisontal.Lokasi laut yang demikian potensial
untuk dikembangkan.
Sementara itu, energi pasang surut memanfaatkan perbedaan elevasi muka
air akibat pasang surut dan arus atau gerakan air yang ditimbulkannya.
Sedangkan Energi panas laut (OTEC) yang memanfaatkan perbedaan suhu
secara vertikal banyak terdapat di perairan Indonesia, terutama di perairan
dengan kedalaman lebih dari 1000 meter. Selanjutnya bio-energi laut adalah
energi yang dihasilkan dari biota laut seperti plankton, algae dan rumput
laut yang dikonversi menjadi biodiesel. Sejumlah spesies alga dan rumput
laut dari Indonesia sangat potensial sebagai penghasil biodiesel.
Meskipun sumberdaya energi laut cukup tersedia dan merupakan energi
yang terbarukan, namun pemanfaatannya belum sepopuler energi fosil. Hal
ini antara lain disebabkan karena harga produksi energi laut masih relatif
lebih mahal dibandingkan energi fosil. Ini adalah tantangan sekaligus
harapan bagi pemerintah untuk dapat mengembangkan Energi Laut
Terbarukan (Ocean Renewable Energi/ERE).

c. Jasa Maritim
Jasa Kepelabuhanan
Sebagai negara maritim dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 11


dan jumlah pulau lebih dari 17.000 buah, Indonesia memerlukan
konektivitas dan sistem transportasi antar pulau yang memadai.
Pembangunan transportasi laut selain memerlukan dukungan infrastruktur
kepelabuhanan juga memerlukan dukungan infrastruktur lunak (softstructure)
berupa sistem tatakelola dan jasa kepelabuhanan.
Jasa kepelabuhanan merupakan salah satu kunci pengembangan
transportasi laut dan sistem logistik menuju Indonesia sebagai poros
maritim dunia. Kondisi jasa kepelabuhanan yang baik dan berdayasaing
global dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagipeningkatan
efisiensi pelayanan kepelabuhanan. Namun demikian, jasa kepelabuhanan
di Indonesia sangat terkait dengan keberadaan peraturan-perundang-
undangan yang berlaku.
Kondisi jasa kepelabuhanan di Indonesia pada saat ini masih memerlukan
perhatian untuk dikembangkan. Dwelling time, atau waktu pelayanan rata-
rata sejak mulai bongkar hingga kontainer siap di bawa keluar
pelabuhan,padasaat ini masih berkisar 7 hari. Pemerintah telah
menargetkan perbaikan layanan di pelabuhan sehingga dwelling time menjadi
kurang dari 5 hari pada semester pertama 2015. Untuk memperbaiki ini
banyak hal yang harus dilakukan, antara lain dengan solusi IT melalui
implementasi kebijakan National Single Windows, solusi budaya kerja dengan
menerapkan pelayanan 24 jam dan solusi regulasi dengan
menyederhanakan mekanisme perijinan pemasukan barang impor yang
efisien namun tetap akurat.
Jasa Pariwisata Bahari
Keindahan pemandangan bawah laut
di Indonesia sudah dikenal ke seluruh
dunia. Kita memiliki Taman
Nasional Laut Bunaken, Taman
Nasional Wakatobi dan masih
banyak lainnya. Gambar disamping
merupakan salah satu sudut
pemandangan Bunaken yang
diunduh dari www.macman.wordpress.com. Sumber keindahan lain bukan
hanya dari panorama bawah laut. Deburan ombak, hamparan pasir putih
dan hutan bakau juga merupakan sumber keindahan yang, menjadi daya
tarik wisata bahari Indonesia.
Potensi wisata bahari Indonesia bukan hanya dari keindahan saja. Olahraga
bahari seperti memancing, surfing dan diving mendapatkan surganya
di Indonesia. Bagi pecinta petualangan, kepulauan Indonesia juga

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 12


merupakan tempat yang baik untuk bermain yachtt. Dalam dekade terakhir
kegiatan sail di Indonesia sudah menjadi agenda penting para pemain yachtt
dunia. Sejumlah rute sail yang dikenal antara lain Ambon-Darwin.

Gambar 2. Trend Kunjungan Wisatawan Ke Indonesia tahun 2000-2014

Berdasarkan data yang ada sejak tahun 2000 kunjungan wisatawan


mancanegara ke Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2016
diproyeksikan akan mencapai 10 juta wisatawan. Kunjungan wisatawan
mancanegara ke Indonesia ini diproyeksikan sebagai penyumbang devisa
yang penting. Arah kebijakan pemerintah sangat jelas dengan menempatkan
pariwisata sebagai salah satu program unggulan dalam RPJM Nasional
2015-2019.
Upaya peningkatan kunjungan
wisatawan mancanegara ke
Indonesia dapat ditempuh antara lain
melalui pengembangan destinasi
baru, perbaikan akomodasi,
perbaikan perijinan termasuk
perijinan bagi kapal yacht dan
pemberian bebas visa kunjungan

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 13


wisata ke sejumlah negara. Dalam pengembangan destinasi wisata baru,
potensi wisata bahari masih prospek untuk dikembangkan. Pengembangan
wisata bahari cukup bernilai strategis untuk dikembangkan karena memiliki
keunikan dan daya tarik serta melibatkan masyarakat.
d. Lingkungan dan Kebencanaan
Di perairan Indonesia terdapat sejumlah
fenomena alam yang di antaranya berpotensi
sebagai penyebab bencana alam seperti
tsunami, pasang (coastal inundation), erosi
pantai, pasang merah (red tide) dan lain-lain.
Melalui pemahaman yang baik terhadap
fenomena alam dimaksud, maka akan
memungkinkan kita dapat mengantisipasi segala bentuk bencana yang
ditimbulkan. Selain bencana alam, tingginya aktifitas ekonomi yang
berlangsung di perairan berpotensi menimbulkan bencana industri.
Bencana alam maupun bencana industri yang terjadi di laut, keduanya
dapat memberikan dampak yang merusak sumberdaya dan lingkungan.
Oleh karena itu pemerintah harus melakukan antisipasi yang baik dengan
menyiapkan sistem mitigasi bencana dan penyiapan manajemen
penanggulangan bencana yang memiliki mobilitas tinggi dan respon cepat.
Laut memiliki fungsi yang sangat vital, antara lain sebagai pengatur sistem
iklim dunia, dan habitat bagi kehidupan biota air. Untuk mempertahan
fungsi dimaksud maka kesehatan lingkungan dan kelestarian
keanekaragaman hayati laut menjadi tolok ukur penting. Upaya pelestarian
fungsi ini antara lain dilaksanakan melalui pembangunan tamanlaut, baik
taman laut daerah maupun nasional, dan penetapan kawasan konservasi
laut di sejumlah kawasan.
3) Infrastruktur
Indonesia sebagai Negara kepulauan, memerlukan dukungan infrastruktur
yang memadai bagi pengelolaan lingkungan dan pengembangan potensi
ekonomi yang ada. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek
penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional.
Disamping itu, infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah
satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur yang
berimbang diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya meningkatkan
pemerataan dan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi nasional.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 14


a. Infrastruktur Konektivitas dan Sistem Logistik:
Saat ini Indonesia memiliki 2154
buah pelabuhan yang memiputi 111
buah pelabuhan komersial, 1129
buah pelabuhan nonkomersial, dan
914 buah pelabuhan khusus, yaitu
pelabuhan yang difungsikan sebagai
terminal khusus. Panjang garis pantai
Indonesia mencapai 95.181 km,
dengan demikian rata-rata terdapat 1
pelabuhan setiap ±40 km garis pantai.
Luasnya wilayah laut Indonesia yang mencapai lebih 70% dari seluruh
wilayah Indonesia, atau 5,8 Juta km2, dan banyaknya pulau yang mencapai
17504 buah, mengakibatkan sejumlah daerah dan/atau pulau kecil
merupakan daerah terisolir yang sulit dijangkau. Adalah tanggungjawab
pemerintah untuk membuka isolasi sejumlah daerah terisolir tersebut guna
memperlancar arus orang, barang dan jasa, antara lain melalui
pengembangan transportasi perintis dan jaringan telekomunikasi.
Dalam sistemtransportasi yang dikembangkan terdapat 3 jenis layanan
transportasi laut, yaitu:
 Port-to-port.Port-to-Port adalah layanan reguler antara 2 pelabuhan,
biasanya bergerak bolak balik, dengan alur pelayaran yang
―undirectional‖.
 Hubs and spokes. Layanan feeders membawa muatan menuju hub port
dimana muatan tersebut dimuat ke kapal yang jauh lebih besar
kemudian dibawa kembali menuju hub port lain yang lebih besar dan
jauh, selanjutnya muatan tersebut diturunkan dan dikirim ke tujuan
akhir menggunakan kapal feeder lainnya.
 Pendulum. Rute pendulum umumnya dilakukan kapal kontainer dan
memiliki jadwal yang reguler yang berputar antara beberapa pelabuhan
yang umumnya berdekatan secara geografis.
Akibat penerapan sistem port to port, rata-rata tingkat utilisasi kapal hanya
41% yang disebabkan oleh ketidakseimbangan muatan antara Jawa dengan
pulau utama Indonesia lainnya. Hal ini menimbulkan permasalahan utama
yang dihadapi saat ini, yaitu mahalnya ongkos transportasi domestik antar
pulau, utamanya transportasi ke kawasan Timur Indonesia. Hal ini
disebabkan antara lain oleh:

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 15


 Ketidakseimbangan muatan yang dibawa ke timur (inbound) dengan
yang keluar dari timur (outbound)
 Jaringan transportasi ke pedalaman terbatas sehingga sering harus lewat
udara (pesawat).
Kondisi sarana angkutan laut yang terjadi saat ini adanya keterbatasan
kapasitas pelabuhan sehingga saat ini angkutan laut hanya dapat dilayani
oleh kapal-kapal berukuran kecil. Oleh karenanya seringkali tidak
memenuhi konsep skala ekonomi (economic of scale) dan dirasakan tidak
efisien. Ke depan dibutuhkan pengembangan pelabuhan dan fasilitas
pendukungnya agar mampu melayani kapal yang berukuran lebih besar
sehingga dapat merespons permintaan pasar.

Untuk mengoptimalkan jaringan transportasi laut, dalam jangka panjang


dibutuhkan 19 pelabuhan yang mampu mengakomodasi kapal kelas
―Panamax‖ dan 4 pelabuhan untuk melayani kapal 10.000 TEUs. Dalam
rangka mengoptimalkan jaringan transportasi laut, maka laut adalah tol
bagi kapal-kapal berbendera Merah Putih sehingga apapun alasannya,
pemaksimalan laut sebagai jalan bebas hambatan bagi moda transportasi
angkutan di perairan pada aktifitas pengiriman barang jauh lebih efisien
dibandingkan dengan moda lainnya.

Selama ini, aktifitas pengiriman barang lebih banyak bertumpu kepada


moda transportasi di jalan. Oleh karena itu, kita melihat bahwa Tol Laut
dalam perspektif logistik memiliki esensi Memindahkan Beban Transportasi
Darat ke Moda Transportasi Laut melalui Berbagai Program guna
Menurunkan Biaya Logistik.

Gambar 3. Peta Pelabuhan Tol Laut

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 16


Konsep kemaritiman dalam bentuk tol laut, yakni pembangunan
mengintegrasikan sistem logistik laut dan darat yang tengah digenjot oleh
Pemerintahan. Program Tol Laut sebenarnya banyak bentuknya. Jauh
sebelum adanya istilah Tol Laut, sudah berjalan program asas cabotage yang
kemudian diperkuat dengan program beyond cabotage. Kemudian ada
program short sea shipping (pelayaran jarak pendek) yang sebenarnya sudah
ramai dijalankan oleh perusahaan angkutan laut, angkutan keperintisan dan
coastal shipping (pelayaran pantai). Implementasi dari program-program ini
telah membantu negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional,
menurunkan biaya pengiriman barang, memangkas disparitas harga bahan
pokok antarwilayah yang masih tinggi serta memeratakan pertumbuhan
ekonomi antarwilayah. Dengan demikian, Indonesia sebenarnya sudah
banyak memanfaatkan laut sebagai Tol bagi kapal-kapal nasional melalui
berbagai program strategis. Program tersebut sudah ada yang telah
terlaksana secara alamiah dengan swasta sebagai pilar utama. Hal ini dapat
dilihat dari pesatnya jaringan pelayaran, baik tramper maupun liner pada
jalur pelayaran di Indonesia.

Data sampai dengan tahun 2013, jumlah armada angkutan laut Indonesia
mencapai 14.540 unit, atau setara dengan 8.237.634 DWT, terdiri dari:
a. angkutan laut sebanyak 11.426 unit;
b. pelayaran rakyat sebanyak 1.340 unit;
c. kapal perintis sebanyak 80 unit; dan
d. kapal angkut khusus sebanyak 1.694 unit.
Sementara itu jumlah perusahaan angkutan seluruh Indonesia mencapai
2.442 perusahaan. Produksi angkutan laut di Indonesia pada Tahun 2013
yang diusahakan oleh perusahaan nasional adalah sebagai berikut:
a. Angkutan dalam negeri: 453.808.627 Ton
b. Angkutan luar negeri: 67.511.611 Ton
Sedangkan produksi angkutan laut seluruh Indonesia pada tahun 2013 yang
diusahakan oleh perusahaan milik asing adalah sebagai berikut:
a. Angkutan dalam negeri: 1.249.509 Ton
b. Angkutan luar negeri: 551.576.580 Ton
Berdasarkan data di atas, kapal milik perusahaan nasional masih menguasai
angkutan dalam negeri (~87%).Namun demikian untuk angkutan luar
negeri dikuasai oleh armada milik perusahaan asing (~99%). Dan jika

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 17


dihitung secara total, maka kontribusi armada nasional hanya mencapai
42.36%.

Gambar 4. Rute Rencana Tol Laut


Fakta menunjukkan bahwa dalam satu dasawarsa terakhir, persaingan antar
operator pelayaran begitu ketat bahkan mendekati persaingan paripurna
sehingga kini tarif angkutan laut domestik sangat kompetitif. Sebagai
gambaran, biaya tambang (freight) kontainer Surabaya—Papua turun dari
Rp 30-an juta perTEUs pada 2007 menjadi R15 juta—R19 juta per TEUs
pada 2014. Demikian juga dengan rute-rute lainnya. Hanya saja, meskipun
sudah turun hingga lebih dari 50%, tetapi penurunan freight tersebut belum
begitu berarti dalam menurunkan biaya logistik nasional atau bahkan harga
barang ditingkat konsumen, apalagi barang dari barat yang dibutuhkan
di kawasan timur Indonesia atau sebaliknya. Kondisi ini terjadi karena tarif-
tarif pelayanan kepelabuhanan di seluruh Indonesia terus meningkat dari
tahun ke tahun, padahal jika kenaikan tarif dapat direm, penurunan tarif
angkutan dapat mempengaruhi penurunan biaya logistik sehingga
berdampak terhadap harga-harga bahan pokok di tingkat konsumen.
Di sisi lain, optimalisasi penurunan tarif pengiriman barang tidak terjadi
karena masalah ketidakseimbangan kargo antar pelabuhan, baik antara
pelabuhan di Timur Indonesia dengan Barat Indonesia, maupun antar
pelabuhan di barat atau timur Indonesia itu sendiri. Dari pelabuhan di
pulau Jawa, sebuah kapal bisa terisi 80% dari kapasitas kapal, tetapi dari
luar pelabuhan Jawa, apalagi timur Indonesia, hanya terisi 10-25%.
Salah satu program Tol Laut yang akan dilaksanakan dalam kerangka
memindahkan beban biaya logistik dari moda logistik di darat ke moda
transportasi laut serta menurunkan biaya logistik nasional menurut

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 18


perspektif kita adalah Short Sea Shipping atau Coastal Shipping. Program ini
sudah dalam persiapan untuk diimplementasikan. Salah satu rute yang
disiapkan adalah Jakarta—Kendal, Jakarta—Kendal Semarang—Surabaya,
Panjang—Jakarta—Kendal—Surabaya. Rute pada daerah lainnya dapat
dikembangkan oleh pelaku usaha nasional, termasuk dengan kapal-kapal
perintis yang dikembangkan melalui penambahan trayek-trayek perintis.
Arah kebijakan pengembangan transportasi penyeberangan 2015-2019:
a) penyelesaian dan penguatan jalur lintas Sabuk Utara, Sabuk Tengah dan
Sabuk Selatan serta poros penghubung, dan b) terobosan regulasi termasuk
kebijakan pengadaan kapal oleh pemerintah dan pembentukan Otorita
Pelabuhan Penyeberangan. Gambar berikut memperlihatkan konsep
pengembangan transportasi penyeberangan sebagai komplemen konsep tol
laut.

Gambar 5. Konsep Pengembangan Tranportasi Penyeberangan Tol Laut

Penyelesaian dan pembenahan jalur Sabuk Utara, Sabuk Tengah dan Sabuk
Selatan. Adapun Sabuk Utara yakni terdapat lintas yang belum terhubung
yaitu: Tj. Pinang – Sintete, akan diselesaikan pada 2017-2019. Sedangkan
pada Sabuk Tengah yakni terdapat lintas yang belum terhubung: Wahai–
Fak Fak, diselesaikan pada akhir tahun 2014 sejalan dengan akan
dilakukannya peningkatan layanan (pelabuhan dan kapal). Terakhir, untuk
Sabuk Selatan yakni telah terhubung sejak tahun 2013, akan dilakukan
peningkatan layanan (pelabuhan dan kapal).

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 19


b. Infrastruktur Pertambangan dan Energi
Pembangunan infrastruktur energi dan pemanfaatan energi baru terbarukan
yang ada di daerah menjadi solusi mengatasi krisis energi dan
perekonomian negara. Selain itu infrastruktur energi diharapkan akan
meningkatkan nilai tambah dan manfaat sumberdaya energi bagi
masyarakat dan Negara.
Sebagai daerah yang kaya
sumber daya alam,
Indonesia Bagian Timur
mempunyai kebutuhan
energi yang semakin
meningkat. Dalam hal ini
sektor mineral, energi,
perikanan, dan pariwisata
menjadi basis penting
untuk pembangunan ekonomi setempat. Rencana pemerintahan
membangun pembangkit listrik berkapasitas total 35 ribu megawatt (MW)
selama lima tahun ke depan dipastikan bakal didominasi perusahaan listrik
swasta (independent power producer/IPP) asing. Hal tersebut terjadi karena
IPP dalam dalam negeri masih menghadapi kendala pendanaan meski
pemerintah telah memberi insentif berupa government guarantee.
Disamping itu, untuk mengejar target pembangunan, pemerintah akan
menjadikan program pembangunan kilang sebagai program prioritas
nasional. Program percepatan kilang ini akan mencontoh program
percepatan infrastruktur listrik 35 ribu megawatt (MW). Dari 109 proyek
pembangkit berdaya total 36.858 MW ini, 74 proyek berkapasitas 25.904
MW diantaranya akan dikerjakan dengan skema pengembangan listrik
swasta atau independent power producer (IPP) dan 35 proyek lainnya yang
berdaya 10.681 MW dikerjakan PLN. Secara lokasi, Jawa-Bali terdapat
proyek pembangkit berkapasitas 18.697 MW, Sumatera 10.090 MW,
Sulawesi 3.470 MW, Kalimantan 2.635 MW, Nusa Tenggara 670 MW,
Maluku 272 MW dan Papua 220 MW. Total kebutuhan pendanaan selama
periode 2015-2019 sekitar Rp 1.127 triliun yang terdiri atas PLN Rp 512
triliun dan swasta (IPP) Rp 615 triliun.
Sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2015-2024, pemerintah
memproyeksikan beban puncak listrik dengan asumsi pertumbuhan
ekonomi 6,1 persen pada 2015 akan mencapai 36.787 MW dan pada 2019

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 20


bakal sampai 50.531 MW dengan pertumbuhan ekonomi 7,1 persen, dan
tahun 2024 mencapai 74.536 MW dengan asumsi pertumbuhan 7 persen.
Saat ini, kapasitas listrik terpasang nasional adalah 50 ribu MW. Dengan
tambahan 35 ribu MW, maka rasio elektrifikasi meningkat dari 84 persen
pada 2015 menjadi 97 persen pada 2019.
c. Infrastruktur Pelayaran dan Perikanan
Pelayaran Rakyat

Pelayaran rakyat di Indonesia saat ini memegang peran penting dalam


sistem angkutan laut di Indonesia, utamanya angkutan laut menuju daerah
terisolir. Namun demikian berdasarkan data yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut justru pertumbuhan pelayaran
rakyat mencatat angka pertumbuhan negatif. Pada tahun 2005 tercatat
sebanyak 1376 unit armada pelayaran rakyat dan pada tahun 2009 telah
turun menjadi 1293. Jika dihitung berdasarkan tonase pelayaran rakyat
mengalami pertumbuhan dari 145.006 ton menjadi 152.800 ton. Ini berarti
selama kurun waktu lima tahun tersebut telah terjadi peningkatan tonase
setiap armada.
Tabel 1. Data Perkembangan Pelayaran Rakyat
2005 2006 2007 2008 2009
Unit 1.376 1.232 1.279 1.287 1.293
GRT 145.006 140.425 143.705 150.324 152.800
Perusahaan 485 507 560 583 595

Pelayaran rakyat memiliki fungsi


penting sebagai penghubung dari sentra
produksi masyarakat di pulau dan/atau
lokasi terpencil dengan pelabuhan
perintis dan pelabuhan lainnya yang
lebih besar. Permasalahan yang ada
sampai dengan saat ini adalah belum
semua sentra produksi masyarakat
memiliki pelabuhan yang representatif
lengkap dengan kesyahbandaran dan fasilitas keselamatan.

Implementasi Tol Laut yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo


diyakini akan meningkatkan volume pergerakan barang antar wilayah,
termasuk pergerakan ke/dari wilayah-wilayah yang dilayari oleh Pelayaran
Rakyat. Pentingnya Pelayaran Rakyat juga bisa dilihat dari keberadaan
13.466 pulau, 5,8 juta km2luas lautan, 95.181 km garis pantai, dan 2.154

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 21


pelabuhan di Indonesia (data Kementerian Perhubungan, 2014). Pelayaran
Rakyat diperlukan untuk pengangkutan barang ke wilayah-wilayah yang
memiliki alur dengan kedalaman terbatas, termasuk sungai dan danau.
Di lain sisi, Pelayaran Rakyat dapat bertahan namun sulit berkembang
karena kekurangan bantuan dan dukungan finansial, baik dari pemerintah
maupun perbankan. Pelayaran Rakyat membutuhkan dukungan
pengembangan dari teknologi tradisional ke teknologi modern agar lebih
memenuhi aspek keselamatan dan kecepatan.

Sarana Produksi Perikanan


PPS Nizam Zachman
Data yang tersedia pada
Buku Kelautan dan
Perikanan dalam Angka
Tahun 2013
memperlihatkan bahwa
jumlah pelabuhan
perikanan yang ada di
Indonesia pada tahun
sebanyak 816 buah,
dengan rincian
sebagaimana pada tabel berikut. Tampak bahwa mayoritas pelabuhan
perikanan yang ada adalah sekelas pangkalan pendaratan ikan. Sesuai
dengan ketentuan yang ada, pangkalan pendaratan ikan tanggung jawab
pengelolaannya berada pada pemerintah Kabupaten/Kota. Terbanyak
kedua adalah Pelabuhan Perikanan Pantai yang dikelola oleh Pemerintah
Propinsi, yaitu sebanyak 44 buah, atau 5,39%. Sedangkan pelabuhan yang
dikelola oleh UPT milik Pemerintah Pusat adalah 22 buah meliputi
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) sebanyak 6 buah, Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) sebanyak 14 buah dan Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP) sebanyak 2 buah.
Tabel 2. Data Pelabuhan Perikanan Indonesia (2013)

No Kelas Pelabuhan Jumlah %

1 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) 6 0.74

2 Pelabuhan Perikanan Nusantara 14 1.72

3 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP): UPT KKP 2 0.25

4 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP): UPT Provinsi 44 5.39

5 Pangkalan Pendaratan Ikan 748 91.67

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 22


No Kelas Pelabuhan Jumlah %

6 Pelabuhan Perikanan Swasta 2 0.25

Jumlah kapal penagkap ikan yang bermotor pada tahun 2012 sebanyak
484.750 buah, sedangkan untuk perahu tanpa motor sebanyak 320.980 buah
(FAO Annual Report 2013) dari
total kapal penangkap ikan
seluruh dunia sebanyak
2.710.300 buah kapal bermotor
dan 2.011.000 buah perahu
tanpa motor.
Berdasarkan Statistik Produksi
Perikanan Tangkap yang dirilis
oleh FAO Tahun 2012, Indonesia merupakan produsen terbesar kedua
setelah Tiongkok dengan besaran produksi 5.813.800 ton (produksi
Tiongkok sebesar 16.167.443 ton). Produksi perikanan tangkap dunia pada
tahun 2012 adalah sebesar 91.336.230 ton, ini berarti Indonesia
berkonstribusi sebesar 6,37%.
Sementara itu untuk produksi perikanan budidaya, Indonesia menempati
urutan ke 4 terbesar setelah Tiongkok, India dan Vietnam dengan total
produksi sebesar 3.067.660 ton atau senilai US$ 6.715.108.000,- dari total
produksi dunia sebesar 66.633.253 ton atau senilai US$ 137.731.508.000,-.
Ini berarti produksi perikanan budidaya Indonesia pada tahun 2012 sebesar
4,6% volume produksi atau sebesar 4,88% dari nilai produksi.
Industri Pengolahan Sumberdaya Hayati Laut
Permintaan pasar dunia terhadap produk industri pengalengan ikan sangat
besar, sementara konstribusi produk industri pengalengan ikan nasional
sangat kecil yaitu 4%.

Sebagai dampak melemahnya


perekonomian dunia dengan
adanya krisis global yang baru lalu,
maka ekspor industri ikan dalam
kaleng mengalami penurunan
sampai 30 %. Hal tersebut karena
menurunnya permintaan terhadap
produk ikan dari Indonesia. Ekspor
beberapa jenis tuna dalam kaleng

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 23


pada tahun 2006 menurun dari 359 ton menjadi 329 ton pada tahun 2007.
Dalam hal masalah kemasan, di Indonesia dinilai relatif paling mahal
dibanding negara-negara lain. Kebutuhan bahan baku kemasan berupa
kaleng (tin plate) selama ini antara 60%-70% masih diimpor, selebihnya
dipenuhi dari produksi dalam negeri. Impor tin plate dikenakan bea masuk
15%, sementara impor ikan kaleng hanya dikenakan bea masuk 5%. Karena
itu dibidang industri perikanan dalam kaleng masih diperlukan adanya
harmonisasi bea masuk.

Saat ini terdapat 8 kelompok industri pengolahan hasil perikanan di


Indonesia, yaitu sebagai berikut:

 Industri pengalengan ikan dan biota perairan lainnya, seperti ikan


sardencis dalam kaleng, udang dalam kaleng dan sejenisnya;
 Industri pengaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya,
sepertinya : ikan tembang asin, ikan teri asin, udang asin, cumi-cumi
asin dan sejenis;
 Industri pengasapan ikan dan biota perairan lainnya, seperti ikan
bandeng asap, ikan cakalang asap dan sejenisnya;
 Industri pembekuan ikan dan biota perairan lainnya, seperti ikan
bandeng beku, ikan tuna beku, dan sejenisnya;
 Industri pemindangan ikan dan biota perairan lannya, pindang ikan
bandeng,pindang ikan tongkol, dan sejenisnya;
 Industri pengolahan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota
lainnya:tepung ikan, tepung udang, rumput laut, terasi, petis dan
sejenisnya.
d. Industri Penunjang
Pembangunan infrastruktur maritim harus didukung dengan industri
penunjang yang kuat, yang meliputi industri manufaktur, industri rekayasa,
konstruksi dan instalasi, dan industri dasar. Keberadaan industri penunjang
yang kuat diharapkan akan menambah tingkat kandungan dalam negeri
dalam pembangunan infrastruktur maritim.
Pada saat ini di Indonesia terdapat sekurang-kurangnya 198 industri
galangan, baik untuk pembuatan kapal (ship building industry) maupun
galangan untuk perbaikan (ship maintenance). Sekitar 110 galangan terdapat
di Pulau Batam, sisanya tersebar di sejumlah pulau: 14 galangan di Pulau
Sumatera, 18 galangan di Pulau Kalimantan, 23 galangan di Pulau Jawa,
3 galangan di Pulau Sulawesi dan 3 galangan di Maluku. Fakta ini tentu
saja sangat menarik karena disamping penyebarannya yang tidak merata,
ternyata galangan kapal yang maju justru yang berlokasi di Pulau Batam.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 24


Kemajuan galangan kapal yang berdomisili di Pulau Batam tidak terlepas
dari kebijakan pengembangan Pulau Batam sebagai otorita khusus atau
kawasan ekonomi khusus karena adanya fasilitas baik fiskal maupun
nonfiskal untuk menunjang perkembangan ekonomi di Pulau Batam. Fakta
ini merupakan pembelajaran yang baik sehingga untuk pengembangan
galangan kapal di pulau lainnya dapat meniru kebijakan di pulau Batam.
Industri semen juga merupakan salah satu industri penunjang infrastruktur
yang cukup penting. Saat ini di Indonesia terdapat 9 industri semen yang
beroperasi dan tersebar di sejumlah pulau, yaitu:
1. Pabrik semen pertama di Indonesia dibangun di Indarung Sumatera
Barat tahun 1904 yang saat ini dikenal dengan PT Semen Padang
(4 pabrik)
2. PT Semen Gresik di Jawa Timur (saat ini 3 pabrik yang beroperasi
di Tuban)
3. PT Semen Tonasa Sulawesi Selatan (3 Pabrik)
4. PT Semen Cibinong (saat ini bernama PT Holcim Indonesia, 2 pabrik
di Bogor dan 1 pabrik di Cilacap)
5. PT Indocement Tunggal Prakarsa, yang saat ini sahamnya sebagian
besar dimiliki oleh Heidelberger (9 pabrik di Bogor, 2 pabrik di Cirebon
dan 1 pabrik di Tarjun Kalimantan Selatan)
6. PT Semen Andalas Indonesia sahamnya sebagian besar dimiliki oleh
Lafarge (1 pabrik di Aceh)

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 25


7. PT Semen Baturaja (1 pabrik di Baturaja Sumatera Selatan dengan
3 grinding plant di Palembang, Lampung dan Baturaja)
8. PT Semen Kupang (1 pabrik di Kupang NTT)
9. PT Semen Bosowa Maros (1 pabrik di Sulawesi Selatan)
Kapasitas total terpasang di Indonesia saat ini adalah 45 juta ton per tahun,
dimana pemain utama pada industri semen nasional masih dipegang oleh
Semen Gresik Group.
Peta distribusi pabrik semen di samping juga memperlihatkan fakta bahwa
penyebarannya belum merata. Oleh karena itu prioritas utama untuk
pembangunan pabrik semen baru seyogyanya kearah Indonesia Timur.
Keberadaan semen di kawasan Timur diharapkan mampu mengurangi
kesenjangan harga semen dan mendorong perkembangan pembangunan
infrastruktur. Selanjutnya pembangunan infrastruktur pada gilirannya akan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Industri baja merupakan salah satu penopang infrastruktur maritim
nasional. Pada tahun 2006 produksi baja nasional baru mencapai 3,8 juta
ton atau sekitar 0,3% produksi baja dunia. Kebutuhan logam besi baja di
dalam negeri pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 13 juta ton. Prognosis
permintaan sejumlah 13 juta ton pada tahun 2015 tersebut menunjukkan
adanya pertumbuhan sekitar 8,3% terhadap target tahun sebelumnya.
Belum semua kebutuhan akan baja dipenuhi dari produksi dalam negeri,
terdapat impor sekitar 40% dari kebutuhan.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 26


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Kementerian
Perindustrian diketahui sepanjang tahun 2014 industri logam dasar besi dan
baja tumbuh mencapai 6,93%. Pertumbuhan ini seyogyanya dipacu lebih
cepat lagi karena seiring dengan pertumbuhan pembangunan maka
kebutuhan akan baja terus meningkat. Gambar di atas memperlihatkan
perkembangan kebutuhan baja nasional untuk berbagai kegiatan.
Gambar di samping memperlihatkan
kebutuhan baja oleh industri nasional.
Tampak bahwa konstruksi menempati
posisi pertama dalam penggunaan
baja, yaitu mencapai 51,2%.
Selanjutnya diikuti industri mesin
(14,5%), produk metal (12,5%) dan
otomotif (12%). Sisanya dimanfaatkan
oleh industri transportasi (4,8%,
peralatan listrik (3%) dan peralatan
rumah tangga (2%). Memperhatikan profil ini maka pengembangan industri
baja akan sangat menunjang pembangunan infrastruktur dan meningkatkan
tingkat kandungan lokal.
4) SDM, Iptek dan Budaya Maritim
Dibutuhkan ketersediaan sumberdaya manusia yang handal, kuat, kompeten
dan berdaya saing tinggi, yang akan mendukung pembangunan kemaritiman
ke depan, sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan penguasaan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kemaritiman, memiliki karakter
budaya maritim yang kuat, serta maupun mengembangkan inovasi di bidang
kemaritiman.
Indonesia adalah negara yang plural. Pluralisme ini menjadikan Indonesia
mempunyai kekayaan alam yang berlimpah dan kekayaan budaya yang sangat
menakjubkan. Namun, dewasa ini banyak ancaman dan gangguan yang
membuat pertahanan dan kesatuan bangsa Indonesia mulai terganggu.
Sehingga saat ini sangat dibutuhkan generasi-generasi yang cinta dan memiliki
rasa nasionalisme yang tinggi terhadap Indonesia, tidak terkecuali cinta akan
perairannya.
Pada masa yang lalu, bangsa Indonesia di kenal sebagai Bangsa Bahari.
Kejayaan bahari masa lalu dapat dipelajari dari sejarah Sriwijaya dan
Majapahit serta sejarah kepahlawanan dan ketokohan Sultan Hasanuddin dari

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 27


Kesultanan Makassar dan Laksamana Malahayati dari Aceh. Di masa yang
lalu, bangsa Indonesia juga sudah menguasai iptek pembangunan kapal layar
seperti Kapal Phinisi dan Kapal yangterdapat pada relief Candi Borobudur.
Bangsa Indonesia juga telah menguasai ilmu falak dengan baik, sebagaimana
dibuktikan oleh sejarah penjelajahan laut oleh nenek moyang hingga ke Afrika
Selatan. Masyarakat pesisir nusantara juga sangat kaya akan budaya dan
kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya dan hidup harmonis bersama
alam. Kondisi geografis dan potensi sumberdaya kelautan telah membentuk
karakter masyarakat yang tangguh, pekerja keras, terbuka, dan mudah
menyerap pengaruh serta akulturasi budaya dari luar.
Cita-cita Pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia
membutuhkan prasyarat yang harus dipenuhi. Prasyarat itu antara lain adalah:
(a) Sumberdaya manusia yang handal dan terampil,
(b) Dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi dan
(c) Revitalisasi karakter dan wawasan bahari;
(d) Masyarakat bahari yang inovatif
Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden RI ke-7
mengatakan ―... Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan
Indonesia sebagai negara maritim. Samudera, laut, selat dan teluk adalah masa depan
peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera,
memunggungi selat dan teluk. Kini saat kita mengembalikan semua sehingga Jalesveva
Jayamahe, di laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita dimasa lalu
bisa kembali membahana... ―.

Pendidikan dan Pelatihan Kemaritiman


Sebagai Negara kepulauan, Indonesia sangat berkepentingan dengan
sumberdaya manusia yang kompeten di bidang kemaritiman, termasuk di
dalamnya bidang maritim, teknik kelautan, ilmu kelautan dan atau
perikanan.Berdasarkan data yang ada saat ini terdapat sejumlah lembaga
pendidikan yang berorientasi kemaritiman. Perguruan tinggi negeri yang
memiliki program studi di bidang kemaritiman, baik di bidang rekayasa, ilmu
kelautan, perikanan, pada saat ini tercatat sekurang-kurangnya 30 perguruan
tinggi negeri dan swasta.Namun demikian pendidikan tinggi yang berorientasi
di bidang rekayasa kelautan dan ilmu kelautan masih sangat sedikit.
Sementara itu pendidikan diploma di bidang maritim atau pelayaran terdapat
sekurangnya 30 akademi dan diklat yang tersebar di seluruh kota-kota
Indonesia. Sekolah Menengah Kejuruan di bidang kelautan sekurangnya

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 28


berjumlah 17 sekolah dan Sekolah Menengah Usaha Perikanan sejumlah
sekurangnya 9 sekolah.
Pengembangan tol laut di Indonesia disinyalir akan membutuhkan 1.000.000
tenaga kerja hingga tahun 2019, dan untuk kegiatan perikanan dibutuhkan
tambahan 200.000 tenaga kerja setiap tahun. Kebutuhan ini harus dapat
dipenuhi dari lembaga pendidikan dan pelatihan yang ada di dalam negeri.
Jika tidak, maka Indonesia akan mendapat serbuan tenaga kerja terampil dari
luar negeri, terutama Negara-negara ASEAN, setelah diberlakukannya
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN Tahun 2015.
Permasalahan utama dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan di
bidang kemaritiman ini antara lain adalah:
a. Penyebaran secara geografis pusat-pusat pendidikan dan pelatihan yang
tidak merata;
b. Fasilitas edukasi, termasuk praktek, belum merata dengan kualifikasi yang
baku;
c. Belum adanya standardisasi kurikulum pendidikan maritim;
d. Pendidikan yang berorientasi rekayasa, hukum, sosiologi, dan ekonomi
maritim masih terbatas.

Iptek Kemaritiman
Pembangunan kemaritiman memberikan prospek yang menjanjikan
keuntungan finansial tinggi. Namun demikian aktifitas kemaritiman
merupakan aktifitas yang memiliki resiko tinggi (padat resiko). Oleh karena
itu, untuk mengurangi resiko dan meningkatkan manfaat ekonomi, aktifitas
kemaritiman harus didukung iptek secara memadai, di samping sumberdaya
manusia yang handal.
Pemerintah juga telah berkomitmen untuk mengembangkan paradigma
pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan kemaritiman. Dukungan
Iptek sangat diperlukan untuk mewujudkan keberlanjutan pengelolaan
sumberdaya alam. Hal ini sebagaimana terlihat dalam RPJM 2015-2019, arah
kebijakan pembangunan iptek untuk mendukung keberlanjutan dan
pemanfaatan sumberdaya hayati adalah: (i) melaksanakan secara konsisten
dan terurut dengan baik kegiatan eksplorasi, konservasi, pemuliaan, dan
diseminasi; dan (ii) melaksanakan kewenangan sebagai otoritas keilmuan
sebaik-baiknya sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan perundangan.
Untuk sumberdaya nir-hayati, arah kebijakan litbangnya adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan informasi tentang sumberdaya kelautan,
limnologi, dan kebencanaan. Strategi utama yang dilaksanakan adalah

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 29


pembangunan Pusat Inovasi Teknologi Maritim di Pantai Penajam–
Kalimantan Timur; pengembangan dan ujicoba model pengelolaan danau dan
situ; serta pengembangan teknologi mitigasi bencan
Kegiatan penelitian dan pengembangan diarahkan untuk menyiapkan basis
saintifik dalam membuat kebijakan di bidang kemaritiman.Oleh karena itu,
Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar harus memiliki sistem
observasi kemaritiman yang terpadu dalam dimensi ruang dan waktu.
Keberadaan basis data ilmiah di bidang kelautan harus dikelola dengan baik
sehingga mudah diakses bagi penggunanya.
Teknologi maritim harus dikembangkan sesuai tantangan Indonesia sebagai
negara kepulauan. Teknologi dimaksud harus mendukung pembangunan
industri maritim. Selain itu pengembangan teknologi yang mendukung
pemanfaatan energi baru dan terbarukan harus didorong.
Persoalan utama dalam pengembangan iptek di bidang kemaritiman saat ini
adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan litbang kelautan dan/atau kemaritiman dilakukan
di sejumlah kementerian/lembaga dengan mekanisme koordinasi yang
sangat lemah;
2. Pengamatan laut-atmosfer secara time-series masih sangat terbatas;
3. Keberadaan pusat data laut yang mengelola basis data laut yang lengkap
dan mudah diakses belum ada;
Fasilitas litbang kelautan seperti kapal riset, instalasi riset dan laboratorium
riset tersebar di sejumlah instansi;

Seni-Budaya dan Olahraga Bahari


Pembangunan Indonesia menuju poros maritim dunia harus didukung dengan
sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya manusia yang
berkarakter bangsa bahari dan berwawasan bahari.Presiden pertama RI
Soekarno dalam pidato di tahun 1953 menegaskan, ―Usahakanlah agar kita
menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan
sekadar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata
cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut
yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut
menandingi irama gelombang lautan itu sendiri.‖ Pidato Bung Karno ini menjadi
pemacu semangat untuk mengembalikan kejayaan bahari melalui
pembangunan karakter dan wawasan bahari.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 30


Pembangunan karakter dan wawasan bangsa bahari dapat ditempuh melalui
pengembangan seni, budaya dan olahraga bahari. Peningkatan budaya
maritim dilakukan dan diperkenalkan sejak usia dini hingga perguruan tinggi,
melalui contoh-contoh kegiatan di pesisir dan di kapal laut. Budaya bahari
dibangun melalui sistem pendidikan nasional, tanpa harus mengubah
kurikulum, atau membuat kurikulum khusus. Budaya bahari dapat
dimasukkan sebagai muatan melalui kurikulum yang ada dengan memasukkan
tema maritim dalam bahasannya. Sains harus hadir dalam budaya maritim
sehingga mampu memperkuat masyarakat maritim.
Dalam melaksanakan pembangunan karakter dan wawasan bahari,
pemerintah harus melakukan segmentasi kebijakan pengembangan
kemaritiman berdasarkan lokasi besar-kecilnya pulau, dibagi 3 kelompok,
yakni : (1) Kelompok pulau-pulau besar (Kalimantan-Sumatera-Jawa-
Sulawesi-Papua), (2) kelompok pulau-pulau sedang (Bali, NTB, NTT, Maluku,
Maluku Utara, Kepridan Babel) dan (3) Kelompok pulau-pulau kecil.
Pembagian ini atas dasar pola hidup, budaya, ekosistem dan mindset
masyarakatnya, sehingga perlu dibedakan kebijakannya.

Inovasi Maritim
Masyarakat Indonesia saat ini masuk dalam kelompok Lower Middle Income
($.3.592), masyarakat berpenghasilan kecil dan menengah. Pembangunan
berdimensi kemaritiman yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia harus
mampu menggeser dan mengeluarkan masyarakat Indonesia dari perangkap
Lower Middle Income dan menuju kelompok Upper Middle Income, yaitu
masyarakat yang berpenghasilan menegah tinggi sekitar $12.000. Iptek akan
memainkan peran penting untuk membawa masyarakat Indonesia keluar dari
kelompok Lower Middle Income ini menuju kelompok Upper Middle Income
melalui inovasi yang berkelanjutan.
Inovasi, juga sering disebut pembaruan, pada prinsipnya adalah suatu
perubahan atau proses penerapan ide-ide atau invensi dalam suatu sistem
produksi dan/atau pelayanan sehingga menghasilkan produk dan/atau
layanan yang berlipat ganda. Inovasi dapat berbasis teknologi, manajemen,
pemasaran, budaya kerja atau lainnya. Kata kunci yang paling dalam inovasi
adalah berlipatgandanya kualitas dan/atau kualitas produk dan/atau jasa.
Untuk mempercepat tercapainya sasaran, inovasi di bidang kemaritiman akan
dilaksanakan melalui jejaring masyarakat yang ada, diutamakan antara lain
jejaring inovasi produk sumberdaya alam maritim, jejaring inovasi pariwisata
dan jejaring inovasi pelayaran rakyat.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 31


1.3.2 Isu Strategis Internal

1) Aspek Kelembagaan
Kementerian koordinator Bidang Kemaritiman merupakan kementerian baru
yang dibentuk dalam jajaran Kabinet Kerja. Sejak diumumkan oleh Presiden
Joko Widodo pada saat pembentukan Kabinet Kerja pada tanggal 27 Oktober
2014, Kementerian Koordinator ini praktis belum memiliki bentuk
kelembagaan.
Bentuk kelembagaan Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman
selanjutnya ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang
diterbitkan pada tanggal 23 Januari 2015. Berdasarkan Keputusan Presiden
ini Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman terdiri dari 1 (satu)
Sekretariat Kementerian Koordinator, 4 (empat) Deputi, 4 (empat) Staf Ahli
dan Inspektorat.
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman selanjutnya baru ditetapkan pada tanggal 13 Maret 2015
berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor 1
Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman.
Sebagai landasan kerja, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman saat
ini hanya mendasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2015.
Dalam hal tertentu Kementerian ini memerlukan dukungan legalitas lain
dalam bentuk Kepres, Perpres maupun Inpres sebagaimana Kementerian
Koordinator lainnya.
Sebagai Kementerian Koordinator baru, tugas dan fungsi Kementerian
Koordinator ini sebelumnya sudah menjadi domain Kementerian
Koordinator lainnnya yang terdahulu. Kondisi ini menjadikan kendala bagi
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dalam melaksanakan tugas
koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kepada Kementerian yang berada
di bawah koordinasinya. Sebagai contoh, sejumlah isu tertentu yang menjadi
domain koordinasi Kementerian Koordinator secara legal masih menjadi
menjadi tugas Kemenko lain karena masih didasarkan peraturan lama yang
belum disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan saat ini. Terdapat sekitar 20
produk hukum berupa perpres, kepres dan inpres yang perlu disesuaikan
dengan keberadaan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

2) Dukungan Anggaran Kementerian Koordinator

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 32


Pada awal pembentukannya, operasional Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman didukung dengan BA 999 yang dialokasikan melalui
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kementerian Koordinator baru resmi
mengelola Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2015 pada
Bulan Mei 2015 melalui APBN P pada Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 125 Milyar. Sebagai
catatan, pada saat DIPA diterima Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman belum memiliki pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pimpinan
Tinggi Pratama dan baru memiliki jabatan Administrator dan pengawas dalam
jumlah terbatas.
Kondisi tersebut di atas tentu saja berpengaruh pada pelaksanaan anggaran
dan pencapaian kinerja di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
pada tahun 2015. Tidak maksimalnya pelaksanaan anggaran dan upaya
pencapaian kinerja ini juga dipengaruhi oleh minimnya perangkat pengelolaan
anggaran di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman saat ini. Untuk
mengatasi hal itu, saat ini semua formasi jabatan yang ada dipercepat
pengisiannya dan prosedur pelaksanaan anggaran juga dilengkapi.

3) Sistem Perencanaan dan Akuntabilitas Kinerja


Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014, setiap kementerian
dan lembaga diwajibkan menerapkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah. Tidak terkecuali Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman,
meskipun merupakan kementerian yang baru dibentuk. Sebagai kementerian
baru, kementerian ini harus melengkapi berbagai perangkat kelembagaannya
termasuk sistem perencanaan dan akuntabilitas kinerja.
Namun demikian berbagai kendala dalam penerapan sistem akuntabilitas
kinerja belum dapat disediakan. Rencana Strategi Kementerian Koordinator
belum bisa ditetapkan pada awal penyusunan kegiatan DIPA Tahun 2015
mengingat pada saat itu belum ada pejabat yang definitive untuk Jabatan
Pimpinan Tinggi Madya dan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama. Komponen
penyelenggaraan SAKIP lainnya juga belum dapat dijalankan dengan
sempurna.
4) Aspek Sumberdaya Manusia
Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman berdasarkan Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman memiliki 140 jabatan terdiri dari:
 9 Pimpinan Tinggi Madya
 24 Pimpinan Tinggi Pratama
 68 Administrator

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 33


 39 Pengawas
Namun demikian sampai dengan saat ini baru terisi 109 jabatan.
Pelantikan pejabat di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman baru bisa dilaksanakan untuk pertama kali pada tanggal 31
Maret 2015 untuk jabatan Administrator dan Pengawas. Jabatan pimpinan
tinggi Madya, Sekretaris Kementerian Koordinator dan para Deputi, baru
dapat dilantik pada bulan Mei 2015. Menyusul secara bertahap pelantikan
Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sejak awal pembentukan
Kementerian hinggal 31 Maret 2015 dalam melaksanakan tugasnya hanya
dibantu oleh tim bantuan dari berbagai Kementerian dan Lembaga, yaitu dari
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan
Badan Informasi Geospasial. Kendala utama dalam rekrutmen pejabat pada
saat itu adalah belum jelasnya pola karir dan tunjangan kinerja di Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman.

5) Kebijakan Reshuffle Kabinet Kerja


Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Agustus 2015 mengambil keputusan
penting dan melakukan perombakan susunan Kabinet Kerja. Dalam hal ini
dilakukan pergantian Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dari Prof. Dr.
Ir. Indroyono Soesilo kepada Dr. Rizal Ramli.
Pergantian pimpinan ini secara langsung atau tidak langsung membawa
implikasi terhadap terhadap sistem akuntabilitas kinerja pada Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman. Hal ini disebabkan karena setiap pimpinan
memiliki preferensi dan fokus kebijakan yang berbeda-beda. Disamping itu
setiap pimpinan juga memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda pula.

1.4 Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang


Kemaritiman
1.4.1 Visi dan Misi
Sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan adalah legal menurut
Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 25A
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara
Kepulauan yang bercirikan nusantara. Selain itu, Misi ke-7 Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2005-2025 adalah mewujudkan Indonesia sebagai Negara
Kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 34


Misi ke-6 Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019, yang juga
merupakan salah satu misi Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, adalah
mewujudkan Indonesia menjadi Negara maritim yang mandiri, maju, dan kuat serta
berbasiskan kepentingan nasional. Presiden Joko Widodo juga mencanangkan
gagasannya untuk membangun Indonesia menjadi poros maritim dunia melalui 5
pilar, yakni:
1. membangun kembali budaya maritim Indonesia;
2. menjaga dan mengelola sumber daya laut;
3. memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim;
4. mengembangkan diplomasi maritim, membangun kemitraan; dan
5. membangun kekuatan pertahanan maritim.
Dengan mempertimbangkan bahwa:
1. Secara faktual, Indonesia merupakan kepulauan yang terbesar di kawasan
tropis, pada posisi silang antara 2 samudera besar dan 2 benua;
2. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A secara jelas menyebutkan bahwa
Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan; dan
3. Gagasan Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim
dunia adalah sebuah gagasan yang visioner.
Maka visi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik
Indonesiatelah dirumuskan sebagai berikut:

Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju dan kuat,


menuju poros maritim dunia
Sehubungan dengan visi tersebut di atas, Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman memiliki 3 misi sebagai berikut:
a. Memperkuat jatidiri Indonesia sebagai negara kepulauan dan bangsa bahari
yang berdaulat dan berkarakter budaya nusantara;
b. Mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia berbasis sumberdaya
alam yang berkelanjutan dan infrastruktur yang maju dan terpadu; dan
c. Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik.

Penyelenggaraan ke-tiga misi tersebut diyakini akan dapat mempercepat


perwujudan Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju dan kuat,
menuju poros maritim dunia.

1.4.2 Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman


Tujuan dibentuknya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
adalah untuk menyinergikan kebijakan Kementerian Negara/Lembaga dalam

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 35


rangka mempercepat terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang
mandiri, maju dan kuat menuju poros maritim dunia”. Dengan memperhatikan visi-
misi di atas, tujuan strategis Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman
adalah:
1) Mewujudkan pembangunan kedaulatan Indonesia sebagai Negara Maritim
yang berperan aktif dalam kerjasama maritim di tingkat Regional dan Global;
2) Memperkuat jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif,
berkarakter dan berbudaya nusantara;
3) Meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumberdaya alam;
4) Mempercepat pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim; dan
5) Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman.

Berkaitan dengan tujuan strategis tersebut, sasaran strategis Kementerian


Koordinator Bidang Kemaritiman adalah:
1) Sasaran strategis #1: Terwujudnya pembangunan kedaulatan Indonesia sebagai
Negara Maritim yang berperan aktif dalam kerjasama maritim di tingkat Regional dan
Global.
Sehubungan dengan sasaran tersebut, pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi dan
pengendalian isu-isu strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
di bidang Kedaulatan Maritim diarahkan untuk mempercepat:
a. Terciptanya sistem hukum maritim nasional yang harmonis dan perjanjian
maritim yang memperkuat eksistensi Indonesia sebagai negara maritim
yang disegani;
b. Terciptanya sinergi penegakan hukum di laut untuk mewujudkan
keamanan dan ketahanan maritim;
c. Tersedianya data, informasi dan kebijakan untuk penegasan batas maritim
dan pengembangan kawasan perbatasan; dan
d. Terciptanya sinergi upaya peningkatan keselamatan maritim.

2) Sasaran strategis #2: Menguatnya jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari
yang inovatif, berkarakter dan berbudaya nusantara
Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi dan
pengendalian isu-isu strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
di Iptek, Sumberdaya Manusia dan Budaya Maritim diarahkan untuk
mempercepat:
a. Tersedianya sinergitas sistem pendidikan dan pelatihan maritim yang
berkualitas;

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 36


b. Terwujudnya pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
mendukung pembangunan bidang kemaritiman;
c. Terciptanya apresiasi seni dan budaya bahari serta berkembangnya
olahraga bahari; dan
d. Terbentuknya sistem inovasi maritim melalui jejaring pemangku
kepentingan;

3) Sasaran strategis #3: Meningkatnya pengelolaan dan nilai tambah sumberdaya alam
Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi dan
pengendalian isu-isu strategis Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritimandi bidang Sumberdaya Alam dan Jasa diarahkan untuk
mempercepat:
a. Peningkatan sinergi tatakelola sumber daya hayati secara berkelanjutan;
b. Peningkatan pemanfaatan dan nilai tambah sumber daya mineral, energi,
dan nonkonvensional yang ramah lingkungan dan mengutamakan
kepentingan nasional;
c. Berkembangnya jasa kemaritiman yang inovatif dan berdaya saing global;
dan
d. Peningkatan kualitas lingkungan maritim dan terwujudnya tatakelola
kebencanaan maritim yang terpadu.

4) Sasaran strategis #4: Tejadinya percepatan pembangunan dan pemerataan


infrastruktur poros maritim;
Sehubungan dengn hal tersebut, pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi dan
pengendalian isu-isu strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
diarahkan untuk mempercepat:

a. Tersedianya infrastruktur konektivitas dan sistem logistik yang


terintegrasi dan terdistribusi secara seimbang;
b. Terpenuhinya infrastruktur pertambangan dan energi dengan kandungan
lokal tinggi dan ramah lingkungan yang mendukung kedaulatan energi;
c. Tersedianya Infrastruktur pelayaran, perikanan, dan pariwisata secara
memadai dan berdaya saing global; dan
d. Berkembangnya industri penunjang infrastruktur yang berdaya saing dan
memiliki keunggulan kompetitif.

5) Sasaran Strategis #5: Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik


di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 37


Sehubungan dengan hal tersebut untuk pencapaian sasaran strategis di atas,
penyelenggaraan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
Lainnya diarahkan untuk mencapai:
a. Peningkatan sistem perencanaan dan kerjasama yang cermat, akurat dan
akuntabel, dan pengelolaan reformasi birokrasi, yang terkoordinasi dengan
baik;
b. Penyelenggaraan pengelolaan sistem informasi, urusan persidangan, urusan
hukum, dan kehumasan yang optimal;
c. Penyelenggaraan urusan ketatausahaan, kesekretariatan, dan
kerumahtanggaan dengan baik; dan
d. Pelaksanaan pengawasan kinerja dan keuangan yang efektif.

1.5 Susunan Organisasi Kementerian Koordinator Bidang


Kemaritiman
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman terdiri atas Sekretariat
Kementerian Koordinator, 4 (empat) Deputi, 4 (empat) Staf Ahli, dan Inspektorat,
sebagai berikut:
1) Sekretariat Kementerian Koordinator;
Sekretariat Kementerian Koordinator dipimpin oleh Sekretaris Kementerian
Koordinator dan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi
pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman.
2) Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim;
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dipimpin oleh Deputi dan
mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan,
penetapan dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kedaulatan maritim.
3) Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa;
Deputi Bidang Koordinasi Sumberdaya Alam dan Jasa dipimpin oleh Deputi
dan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi
perumusan, penetapan dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan
kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang
sumberdaya alam dan jasa.
4) Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur;
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dipimpin oleh Deputi dan
mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan,

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 38


penetapan dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang infrastruktur.
5) Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, dan Budaya Maritim;
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, dan Budaya Maritim dipimpin oleh Deputi dan mempunyai tugas
menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan
pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/
Lembaga yang terkait dengan isu di bidang sumber daya manusia, ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan budaya maritim.
6) Inspektorat
Inspektorat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
Koordinator melalui Sekretaris Kementerian Koordinator, dipimpin oleh
Inspektur, dan mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan intern
di lingkungan Kementerian KoordinatorBidang Kemaritiman.
7) Staf Ahli
Staf Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
Koordinator, secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris
Kementerian Koordinator, mempunyai tugas memberikan rekomendasi
terhadap isu-isu strategis kepada Menteri Koordinator sesuai keahliannya, dan
terdiri dari:
a. Staf Ahli Bidang Hukum Laut;
b. Staf Ahli Bidang Sosio-Antropologi Maritim;
c. Staf Ahli Bidang Ekonomi Maritim; dan
d. Staf Ahli Bidang Manajemen Konektivitas.

Gambar 6. Struktur Organisasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman

a. SAB Hukum Laut


b. SAB Sosio-Antropologi Maritim
c. SAB Ekonomi Maritim
d. SAB Manajemen Konektivitas

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 39


BAB 2
PERENCANAAN KINERJA
KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG KEMARITIMAN TAHUN 2015

Rencana Kinerja merupakan penjabaran dari arah dan kebijakan Menteri


Koordinator sesuai dengan Rencana Strategis yang telah ditetapkan serta merujuk
pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2014-2019. Pada tingkat
Kementerian Koordinator, diimplementasikan dalam pernyataan Kinerja Menteri
Tahun 2015 dan Perjanjian Kinerja Sekretaris Kementerian Koordinator dan para
Deputi. Strategi pencapainya diimplementasikan dalam Peta Strategi (Strategy
Map) Kementerian Koordinator sebagai. Target kinerja pada tingkat Kementerian
Koordinator yang ditetapkan berdasarkan Pernyataan Kinerja Menteri
Koordinator, dijabarkan lebih lanjut secara berjenjang kepada seluruh unsur
organisasi sampai dengan tingkat individu.
Sebagai lembaga baru, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
sedang mengembangkan sistem dan prosedur, termasuk system akuntabilitas
kinerja. Oleh karena itu manajemen kinerja di tingkat organisasi masih
dilaksanakan secara manual. Namun demikian di masa yang akan datang
manajemen kinerja akan dilakukan dengan bantuan software aplikasi yang
dirancang secara khusus. Penilaian kinerja dilakukan dengan pendekatan balance
scorecard, namun di masa yang akan datang akan diimplementasikan sistem
ballance score card.

2.1 Peta Strategi


Dalam Renstra 2015–2019, Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman memiliki 5 sasaran strategis, yaitu:
1) Terwujudnya pembangunan kedaulatan Indonesia sebagai Negara Maritim
yang berperan aktif dalam kerjasama maritim di tingkat Regional dan Global;
2) Menguatnya jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif,
berkarakter dan berbudaya nusantara;
3) Meningkatnya pengelolaan dan nilai tambah sumberdaya alam ;
4) Tejadinya percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros
maritim; dan

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 40


5) Terwujudnya tatakelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman
Lima sasaran strategis di atas memiliki keterkaitan sebagaimana
diilustrasikan pada peta strategis berikut. (Gambar.7)

Gambar 7. Peta Strategis Kementerian Koordinator Kemaritiman

Indonesia sebagai Negara


Kepulauan yang mandiri,
maju dan kuat, menuju
poros maritim dunia

Mewujudkan Memperkuat Meningkatkan Mempercepat


pembangunan jatidiri bangsa pengelolaan pembangunan
kedaulatan
Indonesia dan nilai dan
Indonesia sebagai
Negara Maritim
sebagai bangsa tambah pemerataan
yang berperan bahari yang sumberdaya infrastruktur
aktif dalam inovatif, alam poros maritim

Mewujudkan
tatakelola
pemerintahan yang
baik di Kementerian
Koordinator Bidang

Dalam peta strategis tersebut terlihat sasaran strategis 1 sampai dengan 4


akan saling bersinergi dan diyakini akan memberikan kontribusi yang besar bagi
perwujudan visi Indonesia sebagai negara kepulauan yang maju, mandiri dan
kuat, menuju poros maritim dunia. Keempat sasaran strategis tersebut
memerlukan dukungan sasaran strategis 5 dalam bentuk penguatan sistem
perencanaan dan pengelolaan kinerja, pengelolaan anggaran, BMN dan
sumberdaya manusia yang handal, penyediaan sistem informasi, dukungan
administrasi hukum dan kehumasan serta pengawasan akuntabilitas kinerja.
Dengan mengelola peta strategis dimaksud secara benar, maka sasaran
strategis dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sistem manajemen kinerja yang
efektif harus mampu melakukan pemantauan kinerja secara berkesinambungan.
Kementerian koordinator pada saat ini sedang mengembangkan Sistem
Akuntabilitas Kinerja dari mulai tahap perencanaan hingga pelaporan kinerja.
Pada masa yang akan datang Sistem Akuntabilitas Kinerja akan diterapkan
sampai dengan unit terendah yang menghasilkan luaran dan staf.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 41


2.2 Target Kinerja
Secara lebih rinci, lima sasaran strategis yang telah dipetakan tersebut,
memiliki indikator kinerja utama dan target sebagai berikut:
Tabel 3. Sasaran Strategis dan Indikator kinerja Utama Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman
Sasaran/Outcome/
Indikator Kinerja Utama Target
Kinerja Utama
1) Persentasi rekomendasi kebijakan penguatan
100
kedaulatan maritim dihasilkan
1.Terwujudnya pembangunan
kedaulatan Indonesia sebagai 2) Persentasi partisipasi aktif pada
Negara Maritim yang berperan pertemuan/forum/ Kerjasama regional dan 100
aktif dalam kerjasama maritim global mengenai isu kemaritiman.
di tingkat Regional dan Global 3) Jumlah regulasi kemaritiman tingkat nasional
yang diharmonisasikan dan/atau
100
disinkronisasikan yang difasilitasi oleh
Kemenko Kemaritiman.
4) Persentase event seni, budaya dan olahraga
2.Menguatnya jati diri bangsa
maritim tingkat nasional dan internasional 100
Indonesia sebagai bangsa yang terselenggara
bahari yang inovatif,
berkarakter, dan berbudaya 5) Persentase peningkatan hilirisasi hasil
penelitian dan pengembangan bidang 100
nusantara
kemaritiman
6) Persentase Rekomendasi kebijakan SDA dan
100
Jasa Kemaritiman yang ditindaklanjuti
3.Meningkatnya pengelolaan dan
nilai tambah sumber daya alam 7) Persensate regulasi SDA dan jasa bidang
kemaritiman yang diharmonisasikan dan 100
ditindaklanjuti
8) Persentase Rekomendasi kebijakan
percepatan pembangunan dan pemerataan
100
infrastruktur poros maritim yang
4.Terjadinya percepatan ditindaklanjuti
pembangunan dan pemerataan 9) Persentase KEK dan KIK yang
100
infrastruktur poros maritim dikembangkan di luar jawa
10) Persentase infrastruktur energi, pertambangan
dan industri penunjang infrastruktur yang 100
dikembangkan
11) Indeks Persepsi korupsi B
5.Terwujudnya tata kelola 12) Opini BPK atas Laporan Keuangan
pemerintahan yang baik di WTP
Kemenko Maritim
Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman 13) Nilai Akuntabilitas Kinerja A
14) Indeks Reformasi Birokrasi B

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 42


Tahun 2015 merupakan tahun pertama bagi Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman mengelola DIPA sendiri. DIPA Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman Tahun 2015 diterima dan efektif berlaku pada akhir Mei
2013. Sementara itu penyusunan Rencana Strategis Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman Tahun 2015-2019 baru dapat diselesaikan pada Bulan
Nopember 2015. Oleh karena itu, Perencanaan Kinerja Tahun 2015 belum
sepenuhnya sesuai dengan Rencana Strategis 2015-2019.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 43


BAB 3
AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Capaian Kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman

Pengukuran nilai/angka capaian kinerja Kementerian Koordinator Bidang


Kemaritiman tahun 2015 dihitung dengan membandingkan realisasi capaian
kinerja pada akhir tahun anggaran (bulan desember) dengan target (rencana
kinerja) yang telah disepakati lewat perjanjian kinerja antara masing-masing
Deputi dan Sekretaris kementerian dengan Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman pada awal penugasan.
Secara rinci, capaian masing-masing kinerja unit adalah seperti dalam tabel
berikut:
Tabel 4 Capaian Kinerja Kementerian Koordinator Kemaritiman Tahun 2015
Target Realisasi Capaian
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama
(%) (%) (%)
Terwujudnya 1. Persentasi rekomendasi kebijakan
pembangunan penguatan kedaulatan maritim 100 100 100
kedaulatan Indonesia dihasilkan
sebagai Negara 2. Persentasi partisipasi aktif pada
Maritim yang pertemuan/forum/ Kerjasama
berperan aktif dalam 100 133 133
regional dan global mengenai isu
kerjasama maritim di kemaritiman.
tingkat Regional dan
Global 3. Jumlah regulasi kemaritiman
tingkat nasional yang
diharmonisasikan dan/atau
100 100 100
disinkronisasikan yang difasilitasi
oleh Kemenko Bidang
Kemaritiman.
Menguatnya jati diri 4. Persentase event seni, budaya dan
bangsa Indonesia olahraga maritim tingkat nasional
100 75 75
sebagai bangsa dan internasional yang
bahari yang inovatif, terselenggara
berkarakter, dan 5. Persentase peningkatan hilirisasi
berbudaya nusantara hasil penelitian dan pengembangan 100 100 100
bidang kemaritiman
6. Persentase rekomendasi kebijakan
Meningkatnya SDA dan jasa kemaritiman yang 100 100 100
pengelolaan dan nilai ditindaklanjuti
tambah sumber daya 7. Persensate regulasi SDA dan Jasa
alam bidang kemaritiman yang 100 83,33 83,33
diharmonisasikan dan

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 44


Target Realisasi Capaian
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama
(%) (%) (%)
ditindaklanjuti
Terjadinya 8. Persentase rekomendasi kebijakan
percepatan percepatan pembangunan dan
100 100 100
pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros
pemerataan maritim yang ditindaklanjuti
infrastruktur poros 9. Persentase KEK dan KIK yang
maritim 100 100 100
dikembangkan di luar Jawa
10. Persentase infrastruktur energi,
pertambangan dan industri
100 120 120
penunjang infrastruktur yang
dikembangkan
Terwujudnya tata 11. Indeks persepsi korupsi B - -
kelola pemerintahan 12. Opini BPK atas Laporan Keuangan
yang baik di WTP - -
Kemenko Maritim
Kementerian
Koordinator Bidang 13. Nilai Akuntabilitas Kinerja A - -
Kemaritiman 14. Indeks Reformasi Birokrasi B - -
PERSENTASE CAPAIAN TOTAL 101,13

Dalam analisa laporan kinerja ini tidak membahas capaian kinerja tahun
sebelumnya karena Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman baru mulai
efektif melaksanakan kegiatan pada tahun 2015.
Pada tabel diatas terlihat bahwa capaian total kinerja Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman sebesar 101,13% dari target yang ditetapkan.
Penghitungan capaian kinerja tersebut diatas dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah capaian dengan target. Selain target teknis diatas
(indikator nomor 1-10) juga ditetapkan target dalam bidang keadministrasian/
pelayanan sebagai kegiatan penunjang di Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman (indikator nomor 11-14). Indikator nomor 11-14 merupakan
indikator standar yang ada di setiap instansi pemerintah, yang mana pelaksanaan
evaluasi penilaian baru dimulai pada triwulan II tahun berikutnya. Sehingga
sebagai Kementerian yang baru maka belum mendapatkan nilai capaian pada
indikator kinerja dimaksud.

3.1.1. Sasaran Strategis (SS) 1:


Terwujudnya pembangunan kedaulatan Indonesia sebagai Negara
Maritim yang berperan aktif dalam kerjasama maritim di tingkat
Regional dan Global

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 45


Sebagai pewujudan implementasi Sasaran Strategis I, maka disusun
Sasaran atau Keluaran Utama dan Indikator Kinerja Utama seperti dalam tabel 5
berikut:

Tabel 5. Sasaran dan Indikator Kinerja SS 1


Sasaran/Outcome/
Indikator Kinerja Utama
Kinerja Utama*
Terwujudnya sinergi antarsektor, 1) Persentasi rekomendasi kebijakan penguatan kedaulatan
tersedianya rekomendasi solusi maritim dihasilkan
atas permasalahan sektoral, serta
2) Persentasi partisipasi aktif pada pertemuan/forum/
termonitornya implementasi
Kerjasama regional dan global mengenai isu kemaritiman.
kebijakan mengenai hukum dan
perjanjian maritim, keamanan dan 3) Jumlah regulasi kemaritiman tingkat nasional yang
ketahanan maritim, delimitasi diharmonisasikan dan/atau disinkronisasikan yang
zona maritim dan navigasi dan difasilitasi oleh Kemenko Kemaritiman.
keselamatan maritim melalui
koordinasi kebijakan yang efektif
dan produktif.
*) Rumusan sasaran strategis berdasarkan rumusan dalam dokumen perjanjian kinerja yang
ditetapkan sebelum tersusunnya Renstra Kemenko Bidang Kemaritiman

Untuk mencapai target IKU di atas, dicapai dengan beberapa indikator kinerja.
Pada akhir tahun anggaran capaian hasil dari SS1 adalah 100% dari target, dengan
rincian seperti pada tabel berikut:

Tabel 6. Target dan capaian IKU SS 1 adalah sebagai berikut:


Target Realisasi Capaian
Indikator Kinerja Utama
(%) (%) (%)
1) Persentasi rekomendasi kebijakan penguatan kedaulatan 100 100 100
maritim dihasilkan

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 46


Target Realisasi Capaian
Indikator Kinerja Utama
(%) (%) (%)
Komponen Indikator Kinerja:
a. Tersusunnya kebijakan nasional penanganan illegal fishing, 1 1
termasuk terkait penenggelaman kapal.
b. Tersusunnya aide memoire kebijakan Indonesia untuk 1 1
penanganan Illegal fishing
c. Tersusun rancangan Regional Convention on Illegal fishing 1 1
d. Tersusun kebijakan awal penanganan keamanan selat 1 1
Malaka dan Singapura
e. Tersusun kajian awal kebijakan pemberdayaan serta 1 1
keamanan dan ketahanan pulau-pulau terluar
f. Tersusunnya kebijakan nasional penetapan landas kontinen 1 1
di luar 200 mil laut;
g. Tersusunya kebijakan nasional terkait titik dasar dan garis 1 1
pangkal kepulauan Indonesia;
h. Tersusunnya kebijakan nasional untuk penetapan batas 1 1
Maritim Indonesia dengan negara tetangga
i. Tersusunnya kajian awal pembentukan Traffic Separation 1 1
Scheme di perairan strategis di Indonesia
j. Tersusunnya kajian awal kebijakan nasional di organisasi 1 1
International Maritime Organisation
k. Tersusunnya kebijakan awal mengenai ALKI 1 1

2) Persentasi partisipasi aktif pada pertemuan/forum/ Kerjasama 100 133 133


regional dan global mengenai isu kemaritiman.
Komponen Indikator Kinerja:
a. Tersusunnya kebijakan awal peran serta Indonesia di dalam 1 1
pengelolaan dasar samudera dalam (the Area) melalui
International Seabed Authority
b. Terlibat di dalam berbagai diskusi internasional terkait South 1 1
China Sea
c. Tersusunnya dokumen persiapan pencalonan WNI sebagai 1 1
salah satu hakim International Tribunal of the Law of the
Sea (ITLOS)
d. Terbentuknya The Council of Palm Oil Producing Countries - 1
3) Jumlah regulasi kemaritiman tingkat nasional yang 100 100 100
diharmonisasikan dan/atau disinkronisasikan yang difasilitasi
oleh Kemenko Kemaritiman.
Komponen Indikator Kinerja:
a. Tersusunnya rancangan dokumen Perpres kebijakan 1 1
kelautan Indonesia.
b. Telah tersusun dokumen identifikasi perundangan perijinan 1 1
pemasangan dan perawatan kabel laut yang perlu di
deregulasi;
c. Tersusunnya kebijakan harmonisasi perundangan di bidang 1 1
law enforcement di laut, khususnya terkait keberadaan
Bakamla
d. Tersusunnya kajian awal gap analysis perundangan nasional 1 1
Indonesia terhadap ketentuan UNCLOS
e. Terbentuknya kerjasama kemaritiman Indonesia dengan 1 1
berbagai negara mitra i.e: US, Inggris, Denmark

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 47


Target Realisasi Capaian
Indikator Kinerja Utama
(%) (%) (%)
f. Tersusunnya MoU K/L dan terlaksananya rakor kerjasama 1 1
survei dan berbagi pakai data kelautan nasional
g. Tersusunnya kebijakan koordinasi harmonisasi dan 1 1
pembakuan data kewilayahan nasional terkait kemaritiman,
termasuk penyusunan peta Indonesia rujukan nasional;
Pencapaian Total SS1 21 22 104,76
Keterangan: Target persentase dihitung berdasarkan target jumlah komponen. Untuk
realisasi berdasarkan capaian berbanding target

Capaian persentase kinerja SS1 Kementerian Koordinator Bidang


Kemaritiman adalah sebesar 104,76% dari target yang telah ditetapkan.
Keberhasilan pencapaian target kinerja SS1 ini secara umum berasal dari indikator
kinerja utama pada indikator persentasi partisipasi aktif pada pertemuan/forum/
kerjasama regional dan global mengenai isu kemaritiman.

Gambar 8. Diagram Batang Capaian Kinerja SS1

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 48


Adapun rincian dari capaian SS 1 ini seperti dalam penjelasan berikut:
IKU No 1. Persentasi rekomendasi kebijakan penguatan kedaulatan
maritim dihasilkan

Untuk mendapatkan hasil perhitungan untuk menilai capaian IKU No. 1


ini, terdapat beberapa target capaian kegiatan, seperti tercantum dalam tabel di
atas. Hasil capaian pada akhir tahun anggaran adalah 100% dari target yang
ditetapkan. Rincian capaian dari masing-masing komponen kinerja dapat dilihat
pada penjelasan berikut.
Salah satu faktor pendukung penegakan kedaulatan kemaritiman adalah
kejelasan peta Indonesia. Untuk itu perlu sebuah harmonisasi dan pembakuan
data kewilayahan nasional. Pada tahun 2015 ini, kami telah melaksanakan rapat
koordinasi untuk kemudian menghasilkan sebuah kebijakan koordinasi
harmonisasi dan pembakuan data kewilayahan nasional terkait kemaritiman,
termasuk penyusunan peta Indonesia rujukan nasional.
Sebagai bentuk kepastian hukum dalam pemanfaatan laut kita, maka
diperlukan sebuah kebijakan dan langkah strategis nasional penetapan landas
kontinen di luar 200 mil laut. Untuk itu pada tahun 2015, kami telah menyusun
sebuah kebijakan dan langkah startegis nasional penetapa landas kontinen di luar
200 mil. Terkait itu pula, pada tahun 2015 telah dilaksanakan rapat koordinasi
dan kajian awal kebijakan nasional titik dasar dan garis pangkal kepulauan
Indonesia.
Isu lain yang cukup strategis adalah masalah perbatasan maritim kita
dengan negara tetangga. Sebagaimana diketahui, kita memiliki 10 perbatasan
maritim. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya ada sebuah kebijakan
nasional dalam rangka penetapan batas maritim. Untuk mendukung hal tersebut,
kami telah melaksanakan rapat koordinasi yang akan menghasilkan sebuah
kebijakan nasional untuk penetapan batas maritim Indonesia dengan negara
tetangga.
Selain itu, untuk mendukung penegakan hukum di laut, perlu adanya
sebuah analisa untuk melihat kesenjangan peraturan perundang-undangan
nasional Indonesia di bidang kelautan dengan aturan yang terdapat dalam
UNCLOS. Sebagai tahap awal, telah tersusun kajian awal gap analysis perundangan
nasional Indonesia terhadap ketentuan UNCLOS.
Sebagai salah satu negara kepulauan, Indonesia memiliki kewajiban untuk
memberikan izin atas pelayaran kapal lintas damai (innocent passage). Untuk
memfasilitasi pelayaran lintas damai tersebut, kita diwajibkan membentuk Alur

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 49


Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Adapun ALKI yg telah ada berjumlah 3 buah.
Untuk mengatur lebih rinci ALKI dimaksud maka diperlukan sebuah kebijakan
yng komprehensif. Sebagai langkah awal, pada than 2015 ini kami telah berhasil
melaksanakan rapat koordinasi dan menyusun kebijakan awal mengenai ALKI.
Selain tercapainya sasaran kegiatan yang sudah ditargetkan dan masuk
dalam perjanjian kinerja, juga terdapat capaian lainnya yang tidak masuk dalam
target capaian, yaitu pembentukan The Council of Palm Oil Producing Countries. The
Council of Palm Oil Producing Countries berhasil terbentuk sebagai wadah negara-
negara produsen/eksportir utama hasil produksi kelapa sawit. Lembaga ini
dibentuk dengan tujuan untuk:
1. Mengatur harga produk kelapa sawit yang wajar dan menguntungkan bagi
industri kelapa sawit;
2. Menangani isu-isu terkait dampak industri kelapa sawit, seperti isu
perambahan hutan, berkurangnya jenis biota terutama hewan langka di lokasi
perkebunan kelapa sawit, proses produksi yang dianggap tidak ramah
lingkungan atau kesehatan

IKU No. 2. Persentasi partisipasi aktif pada pertemuan/forum/


Kerjasama regional dan global mengenai isu kemaritiman.

Untuk mendapatkan hasil perhitungan untuk menilai capaian IKU No. 2


ini, terdapat beberapa target capaian kegiatan, seperti tercantum dalam tabel
di atas. Hasil capaian pada akhir tahun anggaran adalah 133% dari target yang
ditetapkan. Pencapaian diatas target disebabkan adanya penambahan isu prioritas
yang diarahkan Menteri Koordinator. Rincian capaian dari masing-masing
komponen kinerja dapat dilihat pada penjelasan berikut.
Dalam bidang kerjasama internasional di bidang kemaritiman, pada tahun
2015 telah dihasilkan kerjasama kemaritiman Indonesia dengan berbagai negara
mitra antara lain: Amerika Serikat, Inggris, Denmark.
Selama ini peran Indonesia dalam memanfaatkan potensi sumber daya
alam yang terdapat pada dasar samudera dalam masih kurang maksimal. Padahal
peran yang maksimal dalam pengelolaan dasar samudera dalam (the Area) bisa
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk itu sebagai langkah awal,
pada tahun 2015 kami telah menyusun kebijakan awal peran serta Indonesia
di dalam pengelolaan dasar samudera dalam (the Area) melalui International Seabed
Authority.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 50


Sebagaimana kita ketahui bersama, isu konflik Laut Cina Selatan (LCS)
cukup mengundang perhatian kita, karena jika tidak dikelola dengan baik bisa
menimbulkan konflik bersenjata antar negara yang mengklaim kepemilikan
di LCS. Indonesia walaupun bukan termasuk negara pengklaim di LCS, memiliki
peran strategis untuk mengelola konflik ini agar tidak mengarah pada konfik
bersenjata. Untuk itu, pada tahun 2015 Indonesia telah terlibat dalam berbagai
diskusi internasional terkait LCS .
Untuk memajukan kepentingan Indonesia di forum internasional
khususnya di bidang kemaritiman, salah satu langkah startegis adalah
menempatkan Warga Negara Indonesia untuk memegang peranan penting pada
berbagai organisasi internasional. Salah satu organisasi internasional yang cukup
strategis adalah International Tribunal of the Law of the Sea (ITLOS). Langkah
startegis awal yang telah dilakukan pada tahun 2015 ini adalah penyusunan
dokumen persiapan pencalonan WNI sebagai salah satu hakim ITLOS.
Lalu lintas laut internasional yang memasuki wilayah negara kepulauan
telah diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut/United Nation Convention
on the Law of the Sea (UNCLOS 1982). Salah satu komponennya adalah isu Traffic
Separation Scheme (TSS). TSS ini memiliki arti penting dalam hal pengaturan lalu
lintas laut. Untuk itu kita perlu membentuk TSS di perairan strategis Indonesia.
Sebagai langkah awal, pada tahun 2015 telah disusun rancangan awal
pembentukan TSS di perairan strategis di Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui salah satu organisasi internasional di bidang
maritime adalah International Maritime Organisation (IMO). Indonesia sebagai salah
satu negara anggota IMO, tentu harus mampu memanfaatkan organisasi ini untuk
mengedepankan kepentingan maritim Indonesia. Untuk itu perlu disusun
kebijakan nasional yang jelas dan terpadu sebagai cara memperjuangkan
kepentingan Indonesia di IMO. Pada tahun 2015 telah dilakukan kajian awal
kebijakan nasional di IMO. Sebagai bukti keaktifan Indonesia dalam berbagai
forum internasional yang diadakan oleh IMO dan kontribusi Indonesia dalam
organisasi tersebut. Pada bulan Nopember 2015 Indonesia terpilih kembali sebagai
anggota dewan IMO pada kategori C (negara–negara anggota yang memiliki
peran terbesar dalam bidang transportasi maritim dan merepresentasikan kawasan
geografis utama di dunia). Sidang ke-29 IMO Assembly di Kantor Pusat IMO di
London, Inggris. Hal tersebut membuktikan kontribusi posutif Indonesia dlam
organissi internasional di bidang maritime.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 51


IKU No. 3. Jumlah regulasi kemaritiman tingkat nasional yang
diharmonisasikan dan/atau disinkronisasikan yang
difasilitasi oleh Kemenko Bidang Kemaritiman.

Untuk mendapatkan hasil perhitungan dalam menilai capaian IKU No. 3,


terdapat beberapa target capaian kegiatan sebagaiman tercantum dalam tabel 6
di atas. Hasil capaian pada akhir tahun anggaran adalah 100% dari target yang
ditetapkan. Rincian capaian dari masing-masing komponen kinerja dapat dilihat
pada penjelasan berikut.
Untuk menjaga keamanan dan kelestarian laut kita, maka diupayakan
adanya penegakan hukum di laut. Namun untuk sampai kesana perlu adanya
harmonisasi peraturan dan perundang-undangan di bidang penegakan hukum
tersebut. Pada tahun 2015 telah disusun kebijakan harmonisasi perundangan
di bidang penegakan hukum di laut, khususnya terkait dengan keberadaan Badan
Keamanan Laut.
Pada tahun 2015 telah dihasilkan rancangan dokumen Peraturan Presiden
tentang Kebijakan Kelautan Indonesia yang akan menjadi panduan bagi seluruh
pemangku kepentingan kemaritiman Indonesia dalam merencanakan dan
melaksanakan kebijakan dibidang kemaritiman. Terkait dengan navigasi dan
keselamatan maritim, pada tahun 2015 telah dilakukan identifikasi perundang-
undangan perizinan pemasangan dan perawatan peralatan navigasi di laut.

3.1.2. Sasaran Strategis (SS) 2:


Menguatnya jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif,
berkarakter, dan berbudaya nusantara

Sebagai pewujudan implementasi Sasaran Strategis 2, maka disusun


Sasaran atau Keluaran Utama dan Indikator Kinerja Utama seperti dalam tabel
berikut:

Tabel 7. Sasaran dan Indikator Kinerja SS 2


Sasaran/Outcome/
Indikator Kinerja Utama
Kinerja Utama*
Terwujudnya sinergi antar sektor, tersedianya 5) Persentase event seni, budaya dan olahraga
rekomendasi solusi atas permasalahan maritim tingkat nasional dan internasional
sektoral, serta termonitornya implementasi yang terselenggara
kebijakan mengenai pendidikan dan
6) Persentase peningkatan hilirisasi hasil
pelatihan maritim, pendayagunaan ilmu
penelitian dan pengembangan bidang
pengetahuan dan teknologi maritim, budaya,
kemaritiman
seni dan olah raga bahari, dan jejaring inovasi

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 52


maritim melalui koordinasi kebijakan yang
efektif dan produktif.
*) Rumusan sasaran strategis berdasarkan rumusan dalam dokumen perjanjian kinerja yang
ditetapkan sebelum tersusunnya Renstra Kemenko Bidang Kemaritiman

Tabel 8. Target dan capaian IKU SS 2 adalah sebagai berikut:


Target Realisasi Capaian
Indikator Kinerja Utama
(%) (%) (%)
4) Persentase event seni, budaya dan olahraga maritim tingkat
100 100 100
nasional dan internasional yang terselenggara
Komponen Indikator Kinerja:
a. Pengenalan dan peningkatan wawasan kemaritiman bagi 1 1
generasi muda
b. Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 1 1
c. Pelayaran Muhibah KJK-WEM 2015 1 1
d. Gerakan Budaya Bersih dan Senyum
1 1
e. Pengembangan kebijakan pariwisata dan budaya bahari
f. Pengembangan kebijakan pendidikan, pelatihan dan 1 1
sertifikasi profesi kemaritiman
5) Persentase peningkatan hilirisasi hasil penelitian dan 100 100 100
pengembangan bidang kemaritiman
Komponen Indikator Kinerja:
a. Pendayagunaan IPTEK dan Maritim 1 1
b. Pengembangan kebijakan pemanfaatan energi baru 1 1
terbarukan termasuk energi laut
8 8 100

100 100 100


100
90 75
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Persentase event seni, Persentase peningkatan
budaya dan olahraga hilirisasi hasil penelitian
maritim tingkat nasional dan pengembangan
dan internasional yang bidang kemaritiman
terselenggara

Target Capaian

Gambar 9. Diagram Batang Capaian Kinerja SS2

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 53


Capaian persentase kinerja SS2 Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman adalah sebesar 100% dari target yang telah ditetapkan. Rincian
faktor-faktor yang mendukung keberhasilan pencapaian target indikator ini dilihat
pada penjelasan berikut.

IKU. 4 Persentase Event Seni, Budaya dan Olahraga Maritim Tingkat


Nasional dan Internasional yang Terselenggara
Untuk mencapai indikator utama ini, telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan
dengan tujuan utama untuk meningkatan penguatan karakter dan budaya bahari
masyarakat, khususnya generasi muda serta dalam rangka peningkatan kualitas
sumberdaya manusia kemaritiman. Capaian kinerja untuk indikator ini adalah
100% yang rinciannya tergambarkan dari capaian kegiatan-kegiatan berikut.

1. Pengenalan dan peningkatan wawasan kemaritiman bagi generasi


muda

Kegiatan pengenalan dan peningkatan wawasan kemaritiman bagi generasi


muda dilaksanakan melalui kegiatan pelayaran ―Arung Samudera‖. Pelayaran
Arung Samudera bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan
kemaritiman bagi total 100 orang pemuda melalui keikutsertaan dalam
pelayaran menggunakan kapal layar tiang tinggi (KRI Arung Samudera).
Melalui kegiatan yang merupakankerjasama antara Kemenko Maritim dan TNI
AL ini telah meningkatkan keterampilan pemuda dalam navigasi kapal,
ketahanan mental dan jiwa kemaritiman dan bela negara, serta pengenalan
akan budaya dan maritime nusantara.

Dokumentasi kegiatan pengenalan wawasan Maritim

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 54


2. Ekspedisi Nusantara Jaya 2015
Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) 2015 dilaksanakan dalam rangka peningkatan
wawasan dan penguatan karakter budaya bahari bagi generasi muda khususnya
melalui kegiatan pelayaran serta melaksanakan berbagai aktivitas sosial
di pulau-pulau terluar, terpencil dan wilayah perbatasan dengan
memberikan/menyalurkan bantuan bahan kebutuhan pokok, peningkatan
akses terhadap pelayanan dan fasilitas kesehatan, pendidikan, sarana dan
prasarana, serta aksi sosial lainnya. Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 merupakan
kegiatan ―gotong royong‖ yang dikoordinasikan oleh Kemenko Bidang
Kemaritiman, dalam hal ini Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan
Budaya Maritim bekerjasama dengan TNI-AL dan Kementerian Perhubungan
dengan dukungan dari kementerian/lembaga, berbagai organisasi sosial dan
para relawan. Kegiatan Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 dilaksanakan melalui
pelayaran KRI Banda Aceh pada bulan Juni 2015 serta menggunakan Kapal-
kapal Perintis selama kurun waktu bulan Juni–Nopember 2105. Kegiatan ENJ
juga ditujukan untuk mendorong konektivitas di pulau-pulau terluar, terpencil
dan wilayah perbatasan melalui kemudahan akses terhadap kebutuhan bahan
pokok dan pelayanan pemerintah lainnya.

Pelayaran dengan KRI Banda Aceh dilaksanakan selama 28 hari dengan rute:
Jakarta – Makassar – Sorong – Saumlaki – Kupang – Jakarta. Jumlah
peserta/relawan yang terlibat dalam pelayaran tersebut adalah 250 orang serta
melibatkan total lebih 2.000 orang/masyarakat di seluruh lokasi dan pelabuhan
singgah. Adapun kegiatan ENJ yang dilaksanakan menggunakan kapal-kapal
perintis diikuti oleh peserta dari berbagai daerah yang menyinggahi pelabuhan-
pelabuhan perintis di daerah/pulau-pulau terpencil. Berikut adalah manfaat
dari pelaksanaan ENJ 2015:
a. Optimalisasi akses kapal-kapal perintis dengan pulau-pulau terluar dan
terpencil
b. Mobilisasi berbagai bahan kontak pemerintah maupun BUMN, ORMAS,
SWASTA, bagi pemerintah daerah atau masyarakat di pulau-pulau terluar,
erpencil maupun di wilayah perbatasan;
c. Pelatihan keterampilan, penguatan wawasan kebangsaan dan jiwa bela
negara bagi generasi muda selama pelayaran dan di lokasi penyelenggaraan;
d. Menyelenggarankan kegiatan pengobatan, pengajaran di sekolah-sekolah,
penyuluhan dan hiburan oleh K/L dan Orsos;
e. Penyelenggaraan aksi bersih dan bina cinta lingkungan pesisir dan laut
f. Pasar Murah yang menjual kebutuhan sehari-hari dengan harga murah

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 55


g. Penukaran uang yang sudah tidak layak edar di daerah terpencil dan pulai-
pulau kecil oleh Bank Indonesia.

Dokumentasi kegiatan Ekspedisi Nusantara Jaya

3. Pelayaran Muhibah Kartika Jala Krida

Pelayaran muhibah Kartika Jala


Krida – World Expo Milano
(KJK-WEM) 2015 merupakan
kerjasama Kemenko Maritim
dengan TNI-AL dalam upaya
promosi Indonesia sebagai negara
maritim yang memiliki
kemampuan sumberdaya manusia
dan teknologi kemaritiman kepada
dunia internasional. Pelayaran
Kartika Jala Krida yang merupakan pelayaran bagi para kadet muda TNI-AL
yang pelaksanaannya disinergikan dalam rangka mendukung suksesnya
penyelengaraan World Expo Milano 2015 di Italia.Selain apara kadet TNI-
AL, pelayaran muhibah KJK-Milano juga melibatkan 45 pelajar.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 56


Dalam pelayaran selama 82 hari, para peserta pelayaran muhibah yang terdiri
dari Taruna Akademi Angkatan Laut, Taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran,
dan Taruna Sekolah Tinggi Perikanan dalam praktek pelayaran dan navigasi
serta peningkatan profesionalisme dan pengalaman dalam pergaulan
internasional. Secara lebih luas, kegiatan ini sangat bermanfaat bagi Indonesia
dalam rangka mempromosikan potensi sumberdaya alam dan ragam budaya
maritim sekaligus sebagai upaya diplomasi sosial budaya kepada masyarakat
internasional dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang
mandiri, kuat dan maju, serta disegani bangsa lain. Melalui dukungan
pelayaran muhibah KJK-Minalo ini, Paviliun Indonesia masuk kedalam
kelompok 10 besar (terbaik)diantara 140 negara pesertaWorld Expo Milano
2015.

4. Budaya Bersih dan Senyum


Sebagai bagian dari program revolusi mental, Gerakan Budaya Bersih dan
Senyum (GBS) mendorong kembali penanaman nilai keindonesiaan,
khususnya dalam budaya hidup bersih dan bangsa yang ramah tamah.
Dorongan ini telah tertuang dalam deklarasi Gerakan Bersih dan Senyum yang
ditandatangani oleh Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal
Ramli dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
Puan Maharanipada tanggal 19 September 2015 di Parigi Moutong, dalam

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 57


rangkaian kegiatan Sail Tomini.
GBS merupakan program yang
mengintegrasikan berbagai
kegiatan yang selama ini
dilaksanakan oleh berbagai
Kementerian/Lembaga serta
stakeholders lainnya dalam
rangka peningkatan standar
kualitas hidup masyarakat
melalui pola hidup bersih dan
ramah tamah. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia termasuk diantara
kelompok negara yang tingkat kebersihannya masih rendah. Melalui GBS
diharapkan jugadapat mendorong meningkatnya jumlah wisatawan
mancanegara ke Indonesia.
Selanjutnya, GBS secara resmi diluncurkan (launching) pada tanggal 28
November 2015 di area sekitar Rumah Susun Marunda, Jakarta Utara.
Secara umum, kegiatan GBS di Marunda memliki tujuan untuk:
• Menjadikan sekitar marunda, menjadi kawasan yang bersih serta
bermartabat
• Meningkatkan kualitas hidup menuju Indonesia sehat, bersih dan
berkarakter
• Menjadikan pesisir laut Marunda sebagai salah satu destinasi kunjungan
wisatawan lokal maupun internasional.

5. Pengembangan Kebijakan Pariwisata dan Budaya Bahari

Pengembangan kebijakan wisata dan budaya bahari wisata khususnya


difokuskan pada upaya revitalisasi Budaya bahari Suku Bajo dan
kebijakan wisata Great Jakarta sebagai bagian dari destinasi wisata
unggulan nasional (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional/KSPN).
Kearifan lokal dan budaya masyarakat Suku Bajo dijadikan sebagai
bahan telaahan dan teladan bagi Indonesia dan negara-negara
di sekitar (Asia-Pasifik) dalam menjaga, merevitalisasi serta
pemberdayaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pesisir.
Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
(KSPN) Kepulauan Seribu telah dikoordinasikan suatu kebijakan
pengembangan pariwisata yang terintegrasi dengan memuat berbagai dimensi
baik dari sisi sosial budaya, ekonomi, ekologi/lingkungan, serta dari aspek
kelembagaan dan pemerintahan. Pengembangan Kepulauan Seribu sebagai

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 58


salah satu destinasi wisata unggulan di Jakarta diharapkan mampu mendorong
tingkat kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara mengingat lokasinya
yang cukup dekat dengan ibu kota negara.
Dari serangkaian FGD telah teridentifikasi beberapa program dan
kegiatan kedepan yang perlu menjadi prioritas, antara lain:
(1) Membuat Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten
Kepulauan Seribu dengan melakukan kerjasama yang solid antar Lembaga
terkait termasuk penetapan Branding;
(2) Membuat Development Plan Pengembangan Kepulauan Seribu;
(3) Mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur dan fasilitas pelayanan yang
dibutuhkan di Kepulauan Seribu; dan
(4) Memperhatikan Hospitality sebagai jaminan dalam memberikan pelayanan
bagi wisatawan.
6. Pengembangan kebijakan pendidikan, pelatihan dan sertifikasi profesi
kemaritiman
Dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia kemaritiman telah
disusun rekomendasi bagi pengembangan kebijakan nasional yang muaranya
ditujukan untuk mendorong tersedianya sumberdaya manusia yang terampil
dan siap untuk bekerja di sektor kemaritiman serta dapat berperan dalam
mendukung visi pemerintah untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai
negara maritim yang maju dan kuat. Telah teridentifikasi berbagai isu yang
terkait dengan bidang pendidikan dan pelatihan maritim, antara lain adalah
masih terbatasnya muatan kemaritriman pada kurikulum pendidikan umum,
ketersediaan dan sebaran sekolah-sekolah teknis/kejuruan bidang kemaritiman
(termasuk pelayaran, kelautan dan perikanan) yang masih sangat minim dan
belum tersebar secara merata di seluruh Indonesia, serta belum adanya
sinkronisasi dalam sertifikasi berbagai sertifikasi profesi kemaritiman.
Berdasarkan beberapa isu tersebut, telah disusun rekomendasi kebijakan
nasional untuk pembenahan dan penyiapan sumberdaya manusia kemaritiman
melalui:
1) Rekomendasi untuk memasukan muatan Kemaritiman dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah;
2) Rekomendasi pengembangan Lembaga Pendidikan dibidang Kemaritiman
dan Sertifikasi profesi tenaga kemaritiman.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 59


IKU. 5 Persentase peningkatan hilirisasi hasil penelitian dan
pengembangan bidang kemaritiman

1. Pengembangan pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk


energi laut
Kemenko Bidang Kemaritiman telah berhasil mengkoordinasikan program
pemanfaatan teknologi (hilirisasi) dalam pemanfaatan energi baru terbarukan
di Krueng Raya. Inisiatif program desa inovasi ini merupakan kegiatan
bersama yang telah dikoordinasikan sejak pertengahan tahun 2015 antara
Kemenko Bidang Kemaritiman, Badan Litbang ESDM, Ditjen EBTKE
Kementerian ESDM, Ditjen Dikti Kemenristek, Kementerian Kelautan dan
Perikanan serta Pemda Kab. Aceh Besar.
Acara peluncuran Desa Inovasi di Krueng Raya pada tanggal 13 Desember
2015 adalah realisasi dari rapat koordinasi dan beberapa pertemuan serta
kunjungan teknis dari tim untuk mewujudkan suatu desa nelayan yang
mandiri secara energi dengan mengembangkan potensi yang ada demi
mendukung perekonomian lokal.
Kegiatan desa inovasi di Krueng Raya ini adalah suatu langkah awal. Di masa
depan, diusulkan dibentuknya Tim ―Pengembangan Desa Inovasi melalui
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Hibrid berbasis Ekonomi
Masyarakat Pesisir‖, bertujuan untuk mewujudkan sinergi program-program
pemerintah lintas Kementerian/Lembaga serta mendukung cluster industri
maritim yang menitikberatkan pada infrastruktur energi untuk industri
perikanan, perhubungan, pariwisata dan pembangunan wilayah pesisir.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 60


2. Pengembangan kebijakan pemanfaatan energi baru terbarukan
termasuk energi laut
Beberapa sasaran pengembangan kebijakan pemanfaatan energi baru
terbarukan yang menjadi prioritas adalah untuk:
a. Sinkronisasi rencana pembangunan pembangkit listrik berbasis Energi Baru
dan Terbarukan berupa kondisi terkini serta keterlibatan pihak K/L dalam
mendukung pencapaian target ketahanan energi nasional;
b. Upaya pemenuhan pembangkit listrik dalam negeri dilakukan secara
terintegrasi dengan proyek pembangunan pembangkit listrik melalui upaya-
upaya antara lain: Diversifikasi sumber energi alternatif untuk produksi
listrik, serta desentralisasi pembangkit listrik skala kecil yang memanfaatkan
potensi sumber energi lokal di daerah seperti air, surya, angin, sampah,
geothermal, laut dan sebagainya,

Melalui serangkaian kegiatan koordinasi pada tahun 2015 yang ditujukan bagi
pengembangan kebijakan pemanfaatan energi baru terbarukan, telah dicapai
rekomendasi dan hasil-hasil hal sebagai berikut:
a. Upaya desentralisasi pembangkit listrik skala kecil yang
memanfaatkan potensi sumber energi lokal sebagai bagian dari
upaya peningkatan kemandirian energi serta pemanfaatan sumber
energi baru terbarukan sebagai energi alternatif yang tersedia secara
lokal. Hal ini telah dimulai dengan pencanangan Program
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) Pesisir
250 KW di Krueng Raya Aceh Besar telah dicanangkan pada 13
Desember 2015.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 61


b. Upaya dan strategi untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya energi
laut melalui percepatan dan pemerataan akses listrik bagi masyarakat
terpencil, terluar, daerah tertinggal dan pulau-pulau kecil, melalui energi
arus laut dan gelombang laut skala 20-100 KW; kesepakatan pengembangan
energi laut skala > 1 MW antara lain Percontohan Pemanfaatan Energi
Laut Skala Besar di Larantuka.
c. Terbentuknya Pokja RIPIN (Rencana Induk Pembangunan IPTEK
Nasional) bidang Kemaritiman yang bertujuan untuk
mengkoordinasikan program nasional pengembangan industri energi
laut; dan menyempurnaan roadmap nasional pengembangan industri
energi laut; serta mendukung klaster industri maritim.

3.1.3. Sasaran Strategis (SS) 3:


Meningkatnya pengelolaan dan nilai tambah sumber daya alam

Sebagai pewujudan implementasi Sasaran Strategis 2, maka disusun


sasaran atau keluaran utama dan Indikator Kinerja Utama seperti dalam tabel
berikut:

Tabel 9. Sasaran dan Indikator Kinerja SS3


Sasaran/Outcome/
Indikator Kinerja Utama
Kinerja Utama
Terwujudnya sinergi antar sektor, 6) Persentase Rekomendasi kebijakan SDA dan Jasa
tersedianya rekomendasi solusi atas Kemaritiman yang ditindaklanjuti
permasalahan sektoral, serta 7) Persentase regulasi SDA dan jasa bidang
termonitornya implementasi kebijakan kemaritiman yang diharmonisasikan dan
mengenai sumberdaya hayati, sumberdaya ditindaklanjuti
mineral, energi dan nonkonvensional, jasa
kemaritiman, dan lingkungan dan
kebencanaan maritim melalui koordinasi
kebijakan yang efektif dan produktif.
*) Rumusan sasaran strategis berdasarkan rumusan dalam dokumen perjanjian kinerja yang
ditetapkan sebelum tersusunnya Renstra Kemenko Bidang Kemaritiman

Tabel 10. Target dan capaian IKU SS 3 adalah sebagai berikut:


Target Realisasi Capaian
Indikator Kinerja Utama
(%) (%) (%)
6) Persentase Rekomendasi kebijakan SDA dan Jasa Kemaritiman 100 100 100
yang ditindaklanjuti
Komponen Indikator Kinerja:
a. Penurunan lama masa tunggu (Dwelling Time) 1 1
b. Penerbitan Kebijakan Bebas Visa Kunjungan 1 1
c. Pengaturan Kunjungan Kapal 1 1
d. Penanganan Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara 1 1

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 62


Target Realisasi Capaian
Indikator Kinerja Utama
(%) (%) (%)
Ilegal (Illegal Fishing)
e. Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan 1 1
Bakar Gas untuk Transportasi Jalan
f. Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG 1 1
untuk Kapal Perikanan Bagi Nelayan Kecil
7) Persentase regulasi SDA dan Jasa bidang Kemaritiman yang 100 83,33 83,33
diharmonisasikan dan ditindaklanjuti
Komponen Indikator Kinerja:
a. Tata Niaga Garam 1 1
b. Kawasan Konservasi Perairan yang terkelola 1 1
c. Tata kelola BMKT 1 -
d. Telaah Peraturan Turunan dari UU No. 32/2014 Tentang 1 1
Kelautan
e. Ruang Laut yang tertata (Pemanfaataan Ruang Laut 1 1
di Wakatobi)
f. Benefisiasi dan Hilirisasi Mineral Dalam Negeri (Hilirisasi 1 1
Mineral bauksit)
12 11 91,67

Gambar 10. Diagram Batang Capaian Kinerja SS3

Capaian persentase kinerja SS3 Kementerian Koordinator Bidang


Kemaritiman adalah sebesar 91,67% dari target yang telah ditetapkan. Pada
Indikator point (7) nilai capaian adalah sebesar 83,33% dari target 100%. Hal ini
dikarenakan terdapat komponen indikator kinerja yang belum terealisasi yaitu
pada komponen ―Tata Kelola BMKT‖ karena belum adanya kesepahaman dalam

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 63


pengelolaan Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) dari instansi terkait
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Kementerian Perhubungan dan TNI Angkatan Laut). Rincian
faktor-faktor yang mendukung keberhasilan pencapaian target indikator ini dilihat
pada penjelasan berikut.

IKU No. 6 Persentase Rekomendasi Kebijakan SDA dan Jasa


Kemaritiman yang Ditindaklanjuti

Dalam perhitungan untuk menilai capaian IKU No. 6 terdapat beberapa


target capaian kegiatan seperti tercantum dalam tabel di atas. Hasil capaian pada
akhir tahun anggaran adalah 100% dari target yang ditetapkan. Rincian capaian
dari masing-masing komponen kinerja dapat dilihat pada penjelasan berikut.

1. Penurunan Lama Masa Tunggu di Pelabuhan (Dwelling Time)


Dwelling Time adalah masa tunggu peti kemas sejak turun dari kapal,
diletakkan di lapangan peti kemas hingga keluar pelabuhan. Dwelling Time
dihitung dari tiga (3) komponen pelayanan perijinan:
• Pre Customs Clearance
• Customs Clearance
• Post Customs Clearance

Pemerintah menargetkan bahwa dwelling time di Tanjung Priok harus dapa


diturunkan menjadi kurang dari 4,7 hari pada Desember 2015. Sehubungan
dengan hal tersebut, Menko Bidang Kemaritiman telah membentuk Kelompok
Kerja (task force) dwelling time yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi
Sumber Daya Alam dan Jasa berdasarkan SK Menko Bidang Kemaritiman
nomor 22 tahun 2015.
Gambar 11. Diagram Pencapaian Penurunan Dwelling Time (hari)

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 64


Sesuai hasil koordinasi dan peninjauan ke lapangan telah dirumuskan 4
strategi penanganan Dwelling Time, yaitu:
a) Penyederhanaan Peraturan
Strategi yang dipakai adalah: penghapusan ketentuan yang ganda atau
tidak perlu dan pergeseran pengawasan ke tahap post-clearance audit
Ketentuan/peraturan larangan dan pembatasan yang berhubungan
langsung dengan impor yang telah dan sedang direvisi:
2) 30 Peraturan Kementerian Perdagangan
3) 12 Peraturan Kementerian Perindustrian
4) 2 Peraturan Kepala Badan POM
Peraturan larangan dan pembatasan sebagaimana tersebut diatas
mengalami menurun sebesar 23% dari jumlah sebelumnya 51%.
b) Optimalisasi INSW
INSW (Indonesian National Single Windows) adalah sistem elektronik
yang ter-integrasi secara nasional, yang dapat diakses melalui jaringan
Internet (public-network), yang akan melakukan integrasi informasi berkaitan
dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan dokumen lain yang
terkait dengan ekspor-impor, yang menjamin keamanan data dan informasi
serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara
otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan/
kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses pelayanan
dan pengawasan kegiatan ekspor-impor.
Koordinasi dalam rangka optimalisasi INSW menghasilkan keputusan
sebagai berikut:

1) Sistem single submission akan dimulai pada tanggal 30 September 2015


2) Importir cukup 1 kali memasukan data melalui INSW dan akan
dibagikan ke instansi terkait
3) Tampilan baru website http://insw.go.id
4) Pengawasan atas izin edar dan post-clearance audit akan disampaikan
melalui INSW ke Kementerian terkait.
c) Akses Kereta Api
Saat ini sudah ada kesepakatan tertulis antara PT KAI dan PT Pelindo II
tentang akses kereta api ke PT Jakarta International Container Terminal
(JICT). Dari proses pembebasan lahan sebanyak 7 bagian, telah selesai
sebanyak 5 bagian dan 2 bagian dalam proses. Selanjutnya penertiban
penduduk di sekitar rel, sosialisasi, perbaikan rel lama sudah dimulai.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 65


Pembangunan jalur rel baru kereta telah dilakukan sejak Oktober 2015 dan
telah menjalani uji coba operasi pada pertengahan Februari 2016.
d) Optimalisasi Cikarang Dry Port (CDP)
Bea Cukai akan meningkatkan volume peti kemas yang mempunya tujuan
akhir langsung ke Cikarang Dry Port. Kantor Bea Cukai Cikarang sudah
beroperasi secara penuh utnuk mendukung pengoperasian CDP.
Administrasi pengangkutan menuju CDP sudah disederhanakan dan
targetnya Cikarang akan menjadi Pusat Logistik Berikat.

Koordinasi yang intensif dalam rangka pengendalian dwelling time di


Pelabuhan Tanjung Priok saat ini telah membuahkan hasil yang
menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian hasil dwelling time
sudah mencapai 3,36 hari. Capaian ini sudah melampui target yang
diberikan oleh Presiden, yaitu sebesar 4,7 hari. Keberhasilan capaian
dimaksud dapat dilihat pada dashboard online dengan alamat
http://dwelling.indonesiaport.co.id/.

2. Penerbitan Kebijakan Bebas Visa Kunjungan


Pemerintah menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara ke tanah air
pada tahun 2019 mencapai 20 juta orang. Salah satu cara yang paling efektif
diyakini dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
adalah dengan memberikan Bebas Visa Kunjungan bagi beberapa negara.
Beberapa capaian dari kebijakan penerbitan bebas visa adalah sebagai berikut:
a. Peraturan Presiden yaitu Peraturan Presiden (Perpres) No. 69 Tahun 2015
tentang Bebas Visa Kunjungan Wisata dan Perpres No. 104 Tahun 2015
tentang Perubahan Perpres No. 69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa
Kunjungan Wisata. Sebelum Kebijakan tersebut diterbitkan, pemerintah
Indonesia juga telah memberikan fasilitas Bebas Visa Kunjungan bagi 15
negara (13 negara dan 2 pemerintah wilayah administratif khusus dari
Negara tertentu), dengan prinsip pemberian BVK adalah azas resiprokal.
Capaian tersebut merupakan hasil koordinasi intensif yang dilakukan
Deputi SDA dan Jasa dengan berbagai pihak terkait seperti Kementerian
Pariwisata, Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi, BIN, BNN, Polri,
Bea Cukai, Setkab dan Setneg, maka pada tahun 2015 telah berhasil
ditetapkan dua.
Dengan dikeluarkannya Perpres No. 69 Tahun 2015, fasilitas Bebas Visa
Kunjungan dapat diberikan kepada warga dari 30 negara. Melalui Perpres
No. 104 Tahun 2015, pemerintah kembali menambah pemberian fasilitas

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 66


Bebas Visa Kunjungan bagi 45 negara. Sehingga negara-negara yang
mendapatkan Bebas Visa Kunjungan berjumlah 90 negara.
b. Saat ini juga sedang diusulkan oleh Kemenko Maritim untuk menambah
kembali pemberian fasilitas Bebas Visa Kunjungan kepada 84 negara,
sehingga jika ditotal menjadi 174 negara, dengan menunda pemberian
Bebas Visa Kunjungan kepada 5 negara, yaitu Korea Selatan, Pakistan,
Somalia, Guinea dan Kamerun berdasarkan surat yang diterima dari
Menteri Luar Negeri.

Salah satu hasil dari pemberian fasilitas bebas visa adalah berperan dalam
peningkatan jumlah wisatawan sebesar 19,73% pada periode 23 September-23
November 2015 (data Kementerian Pariwisata), yaitu 684.373 orang
dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebanyak 571.565 kunjungan.

Gambar 12 : Diagram Jumlah Negara yang Memperoleh Bebas Visa Kunjungan

3. Peraturan Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing ke Indonesia

Sebagai salah satu Kebijakan Pariwisata Bahari dalam rangka meningkatkan


jumlah kunjungan wisata bahari adalah dengan membuat pengaturan tentang
kunjungan kapal wisata (YACHT) yang masuk ke wilayah Indonesia. Sebagai
tindak lanjut atas kebijakan tersebut, Pemerintah telah melakukan telaahan
Peraturan Kementerian Perhubungan untuk tindak lanjut implementasi
Peraturan Presiden (Perpres) No. 105 Tahun 2015 tentang Kapal wisata (yacht)
asing ke Indonesia.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 67


Bahwa pemerintah RI telah mencanangkan target kontribusi sektor pariwisata
terhadap PDB nasional menjadi 8% pada tahun 2019. Target kunjungan
wisatawan mancanegara (wisman) menjadi 20 juta orang dan wisatawan
nusantara (wisnus) menjadi 275 juta orang. Berdasarkan data United National
World Tourism Organization/UNWTO World Tourism Barometer 2014, tahun
2014 kunjungan wisatawan Internasional sebesar 11,38 juta. Kedatangan
tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,7 % bila dibandingkan dengan tahun
2013 sebesar 1.087 juta. Kunjungan wisatawan tahun 2014 ke wilayah Eropa
sebesar 588 juta (51,67%), wilayah Asia-Pasifik 263 juta (23,11%), wilayah
Amerika 181 juta (15,91%), wilayah Afrika 56 juta (4,92%), dan Timur Tengah
50 juta (4,39%) .
Pencapaian Indonesia pada tahun 2014 adalah sebesar 9,4 juta wisatawan, atau
setara dengan 0,8% dari jumlah wisatawan dunia dan 3,4% dari jumlah
wisatawan Asia Pasifik. Dengan diberlakukannya Bebas Visa Kunjungan bagi
90 negara dengan Perpres No. 104 Tahun 2015 ini telah mempermudah
wisatawan mancanegara untuk dapat berkunjung ke Indonesia. Maka perlu
mendorong masuknya kunjungan kapal wisata (yacht) asing ke Indonesia
dengan merubah peraturan terkait terutama dalam pencabutan CAIT (Clearance
and Approval for Indonesian Territory).
Untuk itu Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 105 tentang
Kapal Wisata (Yacht) Asing ke Indonesia menggantikan Perpres No. 180 tahun
2014. Pemberian kemudahan perijinan kapal wisata (yacht) asing untuk masuk
ke Indonesia baik di pelabuhan masuk maupun pelabuhan keluar sebagaimana
ditentukan dalam Peraturan Presiden ini meliputi 18 pelabuhan, yaitu:
1) Pelabuhan Sabang, Sabang, Aceh;
2) Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara;
3) Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat;
4) Nongsa Point Marina, Batam, Kepulauan Riau;
5) Bandar Bintan Telani, Bintan, Kepulauan Riau;
6) Pelabuhan Tanjung Pandan, Belitung, Bangka Belitung.
7) Pelabuhan Sunda Kelapa dan Marina Ancol, DKI Jakarta;
8) Pelabuhan Benoa, Badung, Bali;
9) Pelabuhan Tenau, Kupang, Nusa Tenggara Timur;
10) Pelabuhan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah;
11) Pelabuhan Tarakan, Tarakan, Kalimantan Utara;
12) Pelabuhan Nunukan, Bulungan, Kalimantan Timur.
13) Pelabuhan Bitung, Bitung, Sulawesi Utara;
14) Pelabuhan Ambon, Ambon, Maluku;

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 68


15) Pelabuhan Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, Maluku;
16) Pelabuhan Tual, Maluku Tenggara, Maluku;
17) Pelabuhan Sorong, Sorong, Papua Barat;
18) Pelabuhan Biak, Biak, Papua.

4. Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Unreported


Unregulated Fishing/IUU Fishing)
Indonesia mempunyai luas laut sebesar 3,544 juta km2 (Perikanan dan
kelautan dalam angka, 2010) dan juga memiliki garis pantai terpanjang
kedua di dunia setelah Kanada dengan panjang 104 ribu km (Bakosurtanal,
2006), serta garis pantai yang panjang, Indonesia memiliki jumlah pulau
terbanyak yaitu 17.504 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke
(Kemendagri, 2008). Potensi sumberdaya laut tersebut, termasuk kekayaan
keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar, secara ekonomis
sangat besar. Sayangnya adanya aktifitas IUU Fishing membuat manfaat
dari potensi tersebut belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Adanya IUU Fishing, yang dihadapi bangsa ini setiap tahun membuat
sumberdaya kita dijarah negara lain. Kementerian Kelautan dan Perikanan
sendiri menengarai terdapat sekira $30 milyar kerugian dari aktifitas IUU
Fishing ini. Mereka dengan sengaja mencari ikan diperairan Indonesia
dengan menggunakan peralatan yang lengkap dan kapal yang besar
mereka. IUU Fishing mengakibatkan kerugian besar, baik secara ekonomi,
sosial maupun ekosistem. Dari hasil beberapa kali pertemuan/ koordinasi
dengan kementerian/lembaga teknis terkait serta pembahasan ditingkat
pimpinan, maka penanganan penangkapan Ikan secara Ilegal disepakati
dengan membentuk Satuan Tugas. Saat ini Pemerintah telah mengeluarkan
Peraturan Presiden No. 115 Tahun 2015 tentang Satgas Pemberantasan
Penangkapan Ikan Secara Ilegal. Tujuan adalah untuk melindungi
perairan Indonesia dan melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap
kejahatan IUU Fishing di perairan Indonesia.

5. Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar


Gas untuk Transportasi Jalan
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan diversifikasi energi berupa
penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Gas (BBG) untuk
transportasi jalan, Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 November 2015
telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 69


2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2012
tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar
Gas untuk Transportasi Jalan.
Menurut Perpres ini, penyediaan dan pendistribusian BBG dilaksanakan
oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan penugasan Menteri.
Selain penugasan pada BUMN, Menteri juga dapat melakukan penunjukan
langsung kepada Badan Usaha untuk melakukan penyediaan dan
pendistribusian BBG berupa CNG.

6. Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal


Perikanan Bagi Nelayan Kecil

Ketahanan energi nasional dan peningkatan kesejahteraan nelayan kecil


merupakan dua hal yang sangat penting untuk kelola dengan baik dalam
rangka mewujudkan ketahanan nasinonal. Sehubungan dengan hal tersebut,
pemerintah membuat program dan kebijakan penyediaan, pendistribusian, dan
penetapan harga LPG untuk kapal perikanan bagi nelayan kecil.

Dari hasil koordinasi dan pembahasan lintas pemangku kepentingan, Kemenko


Bidang Kemaritiman berhasil mendorong terbitnya peraturan yang
berhubungan dengan hal tersebut. Hasilnya adalah telah ditetapkannya Perpres
No 126 Tahun 2015 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan
Harga Liqiuefied Petroleum Gas (LPG/elpiji) untuk Kapal Perikanan bagi
Nelayan Kecil. Berdasarkan Perpres tersebut, Nelayan kecil akan mendapatkan
paket perdana LPG secara gratis berupa mesin kapal, konverter kit serta
pemasangannya, dan tabung khusus LPG beserta isinya. Perpres ini juga
menegaskan, penyediaan dan pendistribusian LPG dilaksanakan oleh BUMN
berdasarkan penugasan dari Menteri ESDM. Menteri ESDM juga dapat
melakukan penunjukan langsung kepada badan usaha untuk melakukan
penyediaan dan pendistribusian LPG.

IKU No. 7 Persentase Regulasi SDA dan Jasa Bidang Kemaritiman yang
Diharmonisasikan dan Ditindaklanjuti

Dalam perhitungan untuk menilai capaian IKU No. 7 ini, terdapat


beberapa target capaian kegiatan, seperti tercantum dalam tabel 10 di atas. Hasil
capaian pada akhir tahun anggaran adalah 100% dari target yang ditetapkan.
Adapun rincian capaian dari masing-masing item adalah seperti berikut ini:

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 70


1. Tata Niaga Garam
Walaupun memiliki garis pantai yang cukup panjang, dan musim kering yang
berkisar enam bulan, Indonesia belum dapat memproduksi garam untuk
mencukupi kebutuhan dalam negeri (Swasembada Garam). Salah satu
penyebabnya adalah tata niaga garam yang tidak berpihak kepada petambak
garam yang mengakibatkan rendahnya harga garam di tingkat petambak
garam rakyat. Hal ini mengakibatkan rendahnya minat petambak untuk
memproduksi garam. Beberapa permasalahan prioritas dalam tata niaga
garam adalah terletak pada:
1) Proses importasi garam;
2) Pemerintah belum menunjuk atau menetapkan salah satu badan atau
instansi yang bertugas melakukan kontrol dan pengawasan terhadap
proses importasi garam dalam negeri;
3) Pelanggaran dilakukan oleh impotir garam;
4) Industri garam nasional belum dapat memproduksi salt refinery yang
mampu memenuhi kebutuhan garam industry;
5) Pemberian insentif kepada pelaku usaha refinery;
6) Penentuan volume atau jumlah importasi garam;
7) Terdapat indikasi penyelewengan garam industri aneka pangan yang
dijual ke pasaran konsumsi akibat Harmonized System (HS) yang sama;
8) Kegiatan importasi garam selama ini dikuasai oleh 7 (tujuh) pelaku usaha
yang bersifat oligopoly; dan
9) Karakteristik ketujuh pelaku usaha garam impor ini adalah melakukan
importasi garam ketika panen raya.
Dalam rangka memecahkan permasalahan tersebut, Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman telah melakukan koordinasi dan langkah
langkah kongkrit dengan kementerian teknis terkait untuk menyejahterakan
petambak garam. Beberapa tahapan penting dan hasil yang telah dilakukan
meliputi:
1) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah menyampaikan hasil
rapat koordinasi kepada beberapa Kementerian terkait, sebagai tindak
lanjut hasil Rakor Masalah Tata Niaga Garam kepada Kementerian
Perdagangan, Kementerian Peridustrian, Kementerian Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Kepolisian RI dan Kementerian Keuangan
berturut-turut tanggal 20 dan 30 Oktober 2015, dengan nomor surat
97.1/Menko/Maritim/X/2015 dan nomor 99/Menko/Maritim/X/2015.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 71


2) Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa bersama tim, telah
melakukan kunjungan ke beberapa sentra yang terkait permasalahan
garam.
3) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, terakhir telah melakukan
Koordinasi dan Supervisi melalui penyampaian surat kepada Menteri
Keuangan tertanggal surat 25 Januari 2016 Nomor
6.1/Menko/Maritim/I/2016 perihal Deferensiasi Harga Yang Jelas Untuk
Komoditas Garam Impor (Kode HS yang berbeda untuk jenis garam
Industri dan garam Konsumsi) dan surat Nomor
3/Menko/Maritim/I/2016, tanggal 19 Januari 2016 perihal Pembentukan
Pokja Safeguard Measures terkait Bea masuk Impor Garam yang ditujukan
kepada Menteri Perdagangan.
4) Dalam rangka mendukung rencana PT Garam tersebut Kementerian
Kelautan dan Perikanan dalam tahun 2016, mengalokasikan pembangunan
Salt Washing Plant dan Salt Refinery dengan anggaran sebesar 220 M,
termasuk penyerapan garam rakyat dan rencana perluasan areal lahan
produksi garam PT Garam di Nusa Tengara Timur
5) Kementerian Perdagangan, telah menerbitkan Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 125/M-DAG/PER/12/2015
tentang Ketentuan Impor Garam, dan mencabut Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 58/M-DAG/PER/9/2012 tentang ketentuan Impor
Garam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 88/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Garam.

2. Kawasan Konservasi Perairan yang Terkelola


Kemenko Bidang Kemaritiman menetapkan target kawasan konservasi yang
terkelola dengan alasan adanya rencana Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) menyerahkan tanggungjawab pengelolaan kepada
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hasil dari koordinasi yang
dilakukan Kemenko Bidang Kemaritiman adalah KLHK telah menyerahkan
pengelolaan 8 kawasan konservasi perairan, dari 40 kawasan konservasi
perairan yang dikelola, kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Secara
prinsip penyerahan tersebut sudah disetujui, namun dalam implementasinya
masih dalam proses, terutama administrasi kepegawaian dan penganggaran
operasional.
Delapan kawasan konservasi perairan yang akan diserahkan adalah:
1) Kawasan Perairan Laut Banda seluas 2.500 Ha,

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 72


2) Sebagian Kepulauan Aru Bagian Tenggara dan Laut di sekitarnya seluas
114.000 Ha Maluku,
3) Kawasan Perairan Kepulauan Raja Ampat di Papua dan laut sekitarnya
seluas 60.000 Ha,
4) Pulau Gili Ayer, Gili Meno, dan Gili Trawangan di NTB seluas 2.954 Ha,
5) Kepulauan Kapoposan dan laut sekitarnya seluas 50.000 Ha,
6) Kepulauan Padaido beserta perairan sekitarnya seluas 183.000 Ha,
7) Kepulauan Panjang di Irian Jaya seluas 271.630 Ha, dan
8) Pulau Pieh di Sumatera Barat dan perairan sekitarnya seluas 39.900 Ha.
Sampai saat ini masih terdapat 32 kawasan konservasi perairan yang belum
diserahkan dari KLHK kepada KKP. KLHK menyampaikan bahwa
penyerahan tersebut masih menunggu selesainya revisi UU Nomor 5 tahun
1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Setelah itu Surat dari Sekretaris Kabinet kepada Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman No. B-411/Seskab/8/2015 yang meminta agar Pengalihan TNL
tidak perlu menunggu selesainya revisi UU 5/1990 Tentang Konservasi SDA
Hayati dan Ekosistemnya, dan Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman diminta mengkoordinasikan penyelesaian kewenangan TNL
dan Konservasi SDI.
Menindaklanjuti hal ini, Kemenko Bidang Kemaritiman telah mengadakan
rapat koordinasi dengan K/L terkait dan mengirimkan surat dari Menko
Maritim kepada Menteri LHK dan Menteri KP tanggal 11 September 2015
tentang permintaan masukan terhadap draft Berita Acara Serah Terima
(BAST) Pengalihan Kewenangan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
dan TSL Perairan. Menteri LHK menjawab surat tersebut pada tanggal 21
September 2015 yang intinya menyampaikan bahwa mengingat pengalihan
kewenangan tersebut berdampak pada perubahan/penataan organisasi
kementerian, maka kewenangannya diserahkan ke Menteri PAN dan RB.
Menanggapi hal tersebut, Menko Maritim mengirim surat kepada Men PAN
dan RB pada tanggal 15 Oktober 2015 dan 9 November 2015 yang meminta
percepatan proses pengalihan kewenangan tersebut. Namun, sampai saat ini
belum ada tanggapan dari Menteri PAN dan RB.

3. Pengkajian Peraturan Tindak Lanjut UU No. 32/2014 Tentang


Kelautan
Tujuan kajian ini adalah untuk menilai kesesuaian peraturan turunan yang
sudah diterbitkan dengan amanat pada pasal 74 Undang-undang Nomor 32
Tahun 2014 Tentang Kelautan. Dalam Undang-undang tersebut dinyatakan

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 73


bahwa Peraturan pelaksanaan Undang-undang ini harus sudah ditetapkan
paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya undang-undang ini.
Kekuatan berlakunya undang-undang ini sudah sangat jelas karena
mempunyai kekuatan mengikat sejak diundangkannya didalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294. Ini berarti bahwa sejak
dimuatnya dalam lembaran Negara setiap orang terikat untuk mengakui
eksistensinya.
Untuk menjalankan Undang-undang tersebut sebagaimana mestinya ternyata
masih diperlukan beberapa Peraturan Pemerintah sebagai aturan "organik"
daripada Undang-Undang dan tidak boleh tumpang tindih atau bertolak
belakang. Keberadaan Peraturan Pemerintah atau Peraturan lainnya harus
segera disusun guna efektifitas terlaksananya Undang-Undang khususnya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman RI, khususnya Deputi Bidang
Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa menyelenggarakan koordinasi dan
sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian
pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan
implementasi Undang-undang Nomor 32 tentang Kelautan dalam bentuk
Seminar dalam rangka identifikasi Peraturan Pemerintah atau Peraturan
lainnya sebagai pendukung Implementasi Undang-undang.
Adapun Rekomendasi dari telaahan adalah sebagai berikut:
1) Aturan pelaksanaan UU Kelautan khususnya Pasal 27 Ayat (5) terkait
Industri maritim dan jasa maritim memperhatikan dan atau mengadopsi
regulasi tentang keamanan dan keselamatan pelayaran serta
ketenagakerjaan.
2) Jumlah aturan pelaksanaan UU Kelautan sebanyak 50 buah yang dibagi
kedalam 8 (delapan) kelompok, yakni:
a) Mandat Peraturan
b) Mandat Pengaturan Wilayah Laut
c) Mandat Pengaturan Kebijakan
d) Mandat Pengaturan Pengelolaan Laut
e) Mandat Pengaturan Pengembangan Kelautan
f) Mandat pengaturan pengelolaan ruang laut dan pelindungan lingkungan
laut
g) Mandat pengaturan Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan
Keselamatan di Laut
h) Mandat pengaturan tata kelola dan kelembagaan laut.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 74


4. Tata Ruang Laut di Kabupaten Wakatobi
Pemanfaatan Ruang Laut berkaitan dengan penerapan Undang-Undang No.
32 tahun 2014 tentang Kelautan dan lahirnya Undang-undang lain yakni UU
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-undang No. 27 tahun
2007 yang direvisi dengan Undang-undang No. 1 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Indonesia tercatat bahwa lautnya seluas 6.315.222 km2 itu dihuni oleh 700
jenis terumbu karang dan 263 jenis ikan hias. Maka dari itu Indonesia menjadi
salah satu panorama bawah laut terindah di dunia dan menjadi kategori ke 3
dunia untuk Diver Destination of The Year. World Tourism Organization (WTO)
menempatkan 6 lokasi ekosistem terumbu karang sebagai bagian dari 10
ekosistem terumbu karang terindah yaitu :
1) Raja Ampat (Papua Barat)
2) Wakatobi (Sulawesi Tenggara)
3) Taka Bone Rate (Sulawesi Selatan)
4) Bunaken (Sulawesi Utara)
5) Karimun Jawa (Jawa Tengah)
6) dan Pulau Weh (Nanggroe Aceh Darussalam).
Sementara permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan tata ruang laut
adalah maraknya IUU Fishing, over fishing, terjadinya degradasi lingkungan
laut, terjadinya konflik pemanfaatan lingkungan ruang laut, terjadinya
kesenjangan antara wilayah, serta adanya ancaman bencana dan perubahan
iklim.
Dari Undang-undang No. 27 tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No. 1 tahun 2014, dan sekarang sudah disesuaikan dengan
Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mana
pengelolaan Ruang Laut 0-12 mil menjadi kewenangan Provinsi, maka
RZWP3K ditetapkan oleh Provinsi. Sehingga inisiasi penataan Ruang Laut,
masih perlu dilanjutkan pembahasannya.

5. Benefisiasi dan Hilirisasi Mineral Dalam Negeri (Hilirisasi Mineral


Bauksit)

Hasil capaian dari Hilirisasi dan Benefisiasi mineral bauksit adalah:


1) PT. Antam (Persero) Tbk Tayan di Kabupaten Sanggau dan Toho
Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat akan segera
menyelesaikan Proyek Hilirisasi Baksit Tayan yang menelan biaya sebesar

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 75


US$ 490 juta, atas Joint Venture PT. Antam (Persero) Tbk 80% dan Showa
Denko KK Japan 20%.
2) Industry pengolahan dan Pemurnian CGA memproduksi jenis Hydrate
(Al2O3.3H2O) dan Alumina (Al2O3), didukung dengan potensi cadangan
yang cukup besar, luas IUP 36,410 Ha atau 34.000 Ha APL.
Selain hal tersebut, juga telah berhasil diidentifikasikan permasalahan hilirisasi
bauksit di Indonesia, yaitu:
1) Pemerintah belum membuat regulasi atau kebijakan kebijakan mengenai
hilirisasi bauksit
2) Data cadangan Bauksit Indonesia 6,99 milyar ton (APB3I) sementara
Bauksit yang di ekspor pada tahun 2013 hanya 40 juta metrik ton
3) Pada tanggal 7 Oktober 2015 Tim Kemenko Bidang Kemaritiman
melakukan Rapat Terbatas dengan PT. Well Harvest Winning Alumina
Refinery dan perwakilan Kadin Kalimantan Barat.
Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 96 dan Pasal 112C angka 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun
2014 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral
melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di Dalam Negeri
memiliki beberapa permasalahan. Beberapa rekomendasi dalam rangka
pelaksanaan Hilirisasi Mineral Bauksit sebagai berikut :
1) PT Antam (Persero) yang sedang merencanakan penyelesaian
pembangunan Proyek Chemical Grade Alumina (CGA) di Tayan
Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat dengan rencana kapasitas
produksi sebesar 300.000 Ton CGA per tahun dan nilai investasi US $ 490
juta. Sayangnya kemampuan dana PT. Antam belum dapat menutupi
kekurangan tersebut untuk membiayai penyelesaian proyek Hilirisasi
tersebut baik melalui ekuitas maupun melalui hutang baru. Oleh sebab itu
beberapa rekomendasinya adalah antara lain:
• Penyertaan Pemerintah sebagai pendukung modal pemegang saham
atau penyertaan Modal Negara,
• Relaksasi ekspor bijih mentah untuk sementara akan sangat membantu
penyelesaian Hilirisasi,
• Dukungan kebijakan pemerintah atas kemudahan proyek hilirisasi
seperti, insentif perpajakan, Royalti, PPN dan lain lain
2) Assosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I)
berpandangan kebijakan larangan eksport Bauksit yang bertujuan agar

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 76


pemegang IUP melakukan proses pengolahan dan pemurnian di dalam
negeri akan menjadi tidak efektif, disebabkan besarnya nilai investasi
Alumina Refinery yang dan harga aluminium yang rendah. Oleh sebab itu
Pemerintah harus mencabut larangan eksport mineral mentah Bauksit
dengan pertimbangan bahwa ;
• Sumber Daya dan Cadangan Bauksit di Indonesia yang sangat besar,
sehingga walaupun kegiatan eksport dilakukan dalam waktu yang relatif
lebih lama cadangan tidak akan habis.
• Larangan eksport Bauksit di Indonesia akan dimanfaatkan dan akan
menguntungkan bagi negara-negara pengeksport kompetitif seperti
Malaysia, Australia dan Jamaika.
• Ketersediaan infrastruktur terutama sumber daya energi yang sangat
terbatas, sehinga tidak banyak memberi dukungan terhadap Hilirisasi
mineral dalam Negeri.
3) Assosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) juga
menyarankan untuk hilirisasi Bauksit maka diperlukan beberapa jhal
sebagai berikut:
• Menentukan Roadmap kebutuhan industri Alumina di Indonesia,
• Pemerintah perlu menentukan sentra Produksi Alumina, agar
percepatan hilirisasi dan kebutuhan produksi dapat terpenuhi
• Memberikan Kesempatan untuk sementara kepada para pemegang IUP
Bauksit untuk melakukan ekspor bahan mentah
• Pelaku Usaha yang membangun Smelter atau refinery sebaiknya
diberikan insentif fiskal dan non fiscal, seperti Tax holiday, tax allowance,
pembebasan bea masuk, pinjaman lunak dan kemudahan perizinan.

6. Pengelolaan Blok Masela

Sampai dengan berakhirnya tahun anggaran, masih belum diputuskan


bagaimana bentuk pengelolaan Blok Masela akan dilaksanakan. Seperti
bentuk plant (teknik produksi LNG), apakah dengan pengembangan floating
LNG Plant atau on shore LNG Plant. Selain mempertimbangkan tingkat
kandungan alat yang diproduksi di dalam negeri (TKDN) dan dampak
ekonomi terhadap masyarakat sekitar, nilai investasi menjadipetimbangan
utama. Review oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak
dan Gas Bumi (SKK) Migas. Pengembangan On Shore LNG Plant memerlukan
investasi instalansi pipa sejauh 600 km, namun demikian memerlukan biaya
investasi yang lebih kecil, berdampak ekonomi yang lebih besar serta
pengembangan Kepulauan Aru serta potensi TKDN yang relatif tinggi.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 77


3.1.4. Sasaran Strategis (SS) 4:
Terjadinya percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros
maritim

Sebagai pewujudan implementasi Sasaran Strategis 4, maka disusun


Sasaran atau Keluaran Utama dan Indikator Kinerja Utama seperti dalam tabel
berikut:

Tabel 11. Sasaran dan Indikator Kinerja SS4


Sasaran/Outcome/
Indikator Kinerja Utama
Kinerja Utama*)
Terwujudnya sinergi antar sektor, 8) Persentase Rekomendasi kebijakan
tersedianya rekomendasi solusi atas percepatan pembangunan dan pemerataan
permasalahan sektoral, serta infrastruktur poros maritim yang
termonitornya implementasi kebijakan ditindaklanjuti
mengenai infrastruktur konektivitas dan
9) Persentase KEK dan KIK yang
sistem logistik, infrastruktur
dikembangkan di luar jawa
pertambangan dan energi, infrastruktur
pelayaran, perikanan dan pariwisata, dan 10) Persentase infrastruktur energi,
industri penunjang melalui koordinasi pertambangan dan industri penunjang
kebijakan yang efektif dan produktif. infrastruktur yang dikembangkan

*) Rumusan sasaran strategis berdasarkan rumusan dalam dokumen perjanjian kinerja yang
ditetapkan sebelum tersusunnya Renstra Kemenko Bidang Kemaritiman

Tabel 12. Target dan capaian indikator SS4


Target Realisasi Capaian
Indikator Kinerja Utama
(%) (%) (%)
8) Persentase Rekomendasi kebijakan percepatan
pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros 100 100 100
maritim yang ditindaklanjuti
Komponen Indikator Kinerja:
a. Penguatan Konektivitas dan Sistem Logistik Papua 1 1
b. Pembangunan Infrastruktur Pariwisata Danau 1 1
Toba
c. Revitalisasi Pelabuhan Bebas Sabang 1 1
d. Pengembangan New Port Makassar 1 1
e. Koordinasi Penguatan Kedaulatan Sumber Daya 1 1
Energi dan Poros Maritim
f. Peningkatan Daya saing Industri Galangan Kapal 1 1
g. Inventarisasi Ketersediaan Infrastruktur Kawasan 1 1
Industri di Luar Jawa 1 1
h. Pengembangan Industri Maritim

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 78


9) Persentase KEK dan KIK yang dikembangkan di luar 100 100 100
jawa
Komponen Indikator Kinerja:
a. Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus [KEK] 2 2
Sorong dan KEK Lhokseumawe
b. Koordinasi infrastruktur Pelayaran, Perikanan dan 1 1
Pariwisata
10) Persentase infrastruktur energi, pertambangan dan 100 120 120
industri penunjang infrastruktur yang dikembangkan
Komponen Indikator Kinerja:
a. Percepatan Pembangunan PLTU Batang 2 x 1.000 1 1
MW
b. Pembangunan jalan tol dalam Kota Bandung 1 1
c. Terlaksananya koordinasi infrastruktur 1 1
Pertambangan dan Energi
d. Pengembangan PLTG Cilacap 1 1
e. Peningkatan kemampuan industri Enginering
Procurement and Construction (EPC) di Sektor 1 1
Migas
f. Dukungan peningkatan kapasitas daerah untuk - 1
realisasi rencana umum ketenagalistrikan daerah
16 17 106,25

Capaian kinerja SS4 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman


adalah sebesar 106,25% dari target yang telah ditetapkan. Keberhasilan
pencapaian target kinerja SS4 ini secara umum berasal dari indikator kinerja
utama pada indikator Persentase infrastruktur energi, pertambangan dan
industri penunjang infrastruktur yang dikembangkan. Pencapaian diatas target
disebabkan adanya penambahan isu prioritas yang diarahkan Menteri
Koordinator. Rincian capaian dari masing-masing komponen kinerja dapat
dilihat pada penjelasan berikut.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 79


Gambar 13. Diagram Batang Capaian Kinerja SS4

Sejalan dengan RPJM 2014–2019, Nawacita adalah merupakan panduan


dan payung hukum dalam penyusunan program kegiatan dan sasaran pada setiap
kementerian dan lembaga yang ada di Indonesia, termasuk di Pemerintah
Provinsi, Kota dan Kabupaten. Bidang infrastruktur jika di kaitkan dengan RPJM
dan Nawacita, dimana pada RPJM terkait pada sektor 6 dan 7 sedangkan pada
Nawacita terkait pada (1) Kementerian Energi dan Sumber Daya,
(2) Kementerian Pariwisata, (3) Kementerian Perhubungan.
Sementara isu-isu yang dimasukan sebagai Sasaran Strategis III Kemenko
Kemaritiman yang ditangani, adalah:
1. Pembangunan jalan tol dalam kota Bandung;
2. Percepatan Pembangunan PLTU Batang;
3. Pembangunan Infrastruktur Pariwisata Danau Toba;
4. Revitalisasi Pelabuhan Bebas Sabang;
5. Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus [KEK] Sorong dan KEK
Lhokseumawe;
6. Penguatan Konektivitas dan Sistem Logistik Papua;
7. Peningkatan Daya saing Industri Galangan Kapal;
8. Diversifikasi dan Desentralisasi Energi.

Adapun hasil yang dicapai pada tahun 2015, sesuai dengan indikator
kinerja adalah sebagai berikut:

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 80


IKU. 8. Persentase Rekomendasi kebijakan percepatan pembangunan dan
pemerataan infrastruktur poros maritim yang ditindaklanjuti

1. Terlaksananya koordinasi infrastruktur konektivitas dan sistem logistik


Koordinasi infrastruktur konektivitas dan sistem logistik pada tahun anggaran
2015 telah dilaksanakan, dengan hasil capaian terdiri atas :
1) Koordinasi Landasan hukum Pelayanan Publik Angkutan Barang dalam
rangka Tol Laut: Peraturan Presiden No. 106 Tahun 2015;
2) Koordinasi penurunan biaya logistik di daerah terpencil: angkutan semen
di Papua;
3) Koordinasi Percepatan Pembangunan Kereta Api Borneo: Revisi Peraturan
Pemerintah No. 56 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan perkeretaapian;
4) Koordinasi Revisi PP No 98 tahun 2015 tentang LRT (Light Rail Transit)
terintegrasi Jabotabek dan LRT (Light Rail Transit) Bandung Raya tentang
percepatan penyelenggaraan Kereta Api Ringan terintegrasi di wilayah
Jabotabek dan Bandung Raya; dan
5) Koordinasi Percepatan Pembangunan Jalan Tol dalam Kota Bandung.

2. Koordinasi Pembangunan Infrastruktur Danau Toba.


Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana
Induk Pembangunan Nasional (RIPPARNAS) 2010–2015.
Kawasan Danau Toba terdapat 7 (tujuh) kabupaten yaitu: Kabupaten
Samosir; Kabupaten Karo; Kabupaten Tapanuli Utara; Kabupaten Toba
Samosir; Kabupaten Simalungan; Kabupaten Humbang Hasundutan;
Kabupaten Dairi.
Beberapa potensi yang dimiliki oleh Danau Toba :
1) Danau Toba adalah danau vulkanik;
2) Terletak di jalur khatulistiwa berukuran panjang 87 kilometer dan lebar 27
kilometer; dan
3) Potensi alam, budaya serta kesenian yang unik dan khas;
Sedangkan eberapa masalah yang dihadapi dalam pengembangan Danau
Toba untuk kesejahteraan masyarakat sekitar adalah.
1) Keterbatasan infrastruktur, yakni fasilitas bandara udara, akses jalan
pencapaian ke Danau Toba;
2) Belum adanya konsep pengembangan kawasan danau toba secara
bersama–sama dengan keterlibatan 7 (tujuh) kabupaten di sekitar kawasan
Danau Toba;

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 81


3) Fasilitas Hotel yang belum mendukung;
4) Adanya masyarakat nelayan yang menanamkan keramba ikan di danau
menyebabkan keindahan danau Toba berkurang. Perlu adanya penataan
nelayan air tawar dalam mengembangkan usaha perikanan air tawar; dan
5) Transportasi, baik udara, darat dan perairan.

Capaian infrastruktur dan sarana penunjang di Danau Toba dan sekitarnya


adalah:
1) Peraturan presiden tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata
Danau Toba
2) Pembangunan landasan Bandara udara Sibisa
3) Pembangunan Tourist Resort
4) Pembangunan Jalan Toll Kualanamu-Parapat
5) Pendalaman Tano Ponggol
6) Pembersihan Danau Toba
7) Penyediaan wilayah Wisata Toba 500 Ha untuk Eco Tourism
8) Penggalakkan Kampanye Bersih senyum
9) Promosi Sejarah Terbentuknya Danau Toba

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 82


3. Tersusunnya Rencana Pengembangan Strategis Pelabuhan Bebas Sabang
Undang–undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan bebas
dan Pelabuhan bebas Sabang, pasal 7 Fungsi Kawasan: Kawasan Sabang
mempunyai fungsi sebagai tempat untuk mengembangkan usaha–usaha di
bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi,
maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi,
pariwisata dan bidang-bidang lainnya.
Undang – undang Nomor 11 tahun 2006, tentang Pemerintah Aceh (pasal 167
s/d pasal 170); Pasal 169 (1): Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Aceh,
mengembangkan Kawasan Perdagangan Sabang sebagai Pusat Pertumbuhan
Ekonomi Regional melalui kegiatan di bidang perdagangan, jasa, industri,
pertambangan dan energi, transportasi maritim, pos dan telekomunikasi,
perbankan, asuransi, Pariwisata, pengelolaan, pengepakan, dan gudang hasil
pertanian, perkebunan, perikanan dan industri dari kawasan sekitarnya.
Pengembangan strategis Pelabuhan Sabang diawali pada saat kunjungan
bapak Presiden Jokowi di Pulau Sabang.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 83


Gambar 14. Peta Lokasi Strategis Sabang

Gambar 15. Peta Wilayah kepulauan Sabang

Dalam rangka mengembangkan Sabang melibatkan dengan berbagai


sektor, yakni (1) sektor pariwisata, (2) sektor pelabuhan bebas, (3) sektor
perikanan. Kegiatan FGD di laksanakan di ruang rapat Deputi bidang
koordinasi infrastruktur dan di kantorPemerintah Provinsi Aceh dan
Pemerintah Kabupaten Sabang.
Beberapa point–point yang telah di sepakati adalah:
1) Sektor Transportasi.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 84


Pengalokasian 2 bus pemandu moda dari Kementerian Perhubungan
diperlukan surat permohonan dari Pemerintah Kota Sabang kepada
Dinas Perhubungan Aceh, dan selanjutnya Dinas Perhubungan Aceh
mengirimkan surat permohonan kepada Dirjen Perhubungan Darat,
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
2) Sektor Pelabuhan/Konektivitas
• Revitalisasi pelabuhan penyebrangan Balohan, sudah ada Master
Plan dan AMDAL.Revitalisasi pelabuhan direncanakan
groundbreaking pada tahun 2016.
• Penambahan frekwensi armada kapal penyebrangan dapat
dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan penumpang, dan
dapat di koordinasikan dengan PT. ASDP, Dinas perhubungan
provinsi Aceh. Jika memungkinkan adalah penambahan armada
kapal penyebrangan.
• Perbaikan tempat sandar kapal feri diharapkan dilakukan oleh
Pemko Sabang sebelum Desember 2015.
• Ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana di pelabuhan.
3) Sektor Bandara Maimun Saleh.
• Untuk revitalisasi bandara Maimun Saleh belum terpasangnya
lampu runway, dan belum adanya saluran pembuangan air
dilandasan.
• Sejak bulan Februari 2015 Maskapai Garuda Indonesia telah
melakukan penerbangan dari Aceh ke Sabang. Sekarang sedang
menunggu surat izin dari Pangkalan Udara (Lanud), tergantung
MoU TNI AU-Dirjen Perhubungan Udara.
• Perlunya pemikiran konektivitas dengan jadwal penerbangan
Penang-Banda Aceh. Dan peningkatan jalur langsung ke Sabang
yaitu 2 kalidalamseminggu (Saatinipenerbangan Penang –Banda
Aceh 7 kali seminggu).
• Target pembukaan jalur penerbangan baru dari Phuket–Krabi–
Langkawi–Sabang- Banda Aceh.
4) Sektor Pariwisata.
• Jumlah wisatawan ke Sabang mencapai 500 (lima ratus) ribu orang
pertahun. Keluhan yang diterima dari wisatawan antara lain,
wisatawan bisa datang tetapi belum tentu bisa pulang karena
jadwal penyeberangan yang tidak connect dengan jadwal
penerbangan dan frekwensi penyeberangan yang terbatas

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 85


(Konektivitas bias menimbulkan costakibat frekuensi kapal yang
terbatas).
• Sabang sebagai destinasi Cruise, terkait permasalah regulasi,
sebaiknya mengundang operator-operator cruise untuk
membicarakan tentang persiapannya dan operator luar harus
bermitradengan operator lokal.
• Atraksiditingkatkanuntukmengisi 4-6 jam keberadaan di Sabang.
• Perlu adanya variasi tempat / lokasi tujuan wisata ke sabang
• Direncanakan pembangunan Marina di Sabang dan tindak lanjut
penggunaan Singapore cruise Terminal
• Pelebaran jalan menuju KM.0 (Nol), perlu di bahas dengan
kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan mengenai
kawasan hutan.
5) Ketersediaan pelayanan air minum.
• Untuk mengembangkan wisata di Sabang, perlu di perhatikan
ketersediaan air minum dan jangkauan pelayanan.
6) Sektor Perikanan
• Koordinasi dan Sinergifitas Program BPKS dengan Kementerian
Kelautan dan Perikanan;
• Konservasi Ekosistem Terumbu Karang;
• Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan;
• Potensi laut yang kaya ikan membutuhkan cold storage dan
docking yard
• Pelabuhan pengolahan ikan segar (sea and air cargo);
• Kebijakan Pemerintah untuk memasukkan Pelabuhan Perikanan
Gugop Pulo Aceh sebagai salah satu dari 100 sentra perikanan
nasional;
• Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan tentang pelimpahan
wewenang izin tangkap di perairan Aceh (Turunan PP 83 tahun
2010).
4. Pengembangan New Makassar Port (NMP)
Pelaksanaan Koordinasi Pembangunan New Makassar Port
Rombongan Kemenko Maritim pertama langsung berkunjung kelapangan
untuk melihat secara langsung pelaksanaan pekerjaan konstruksi
pembangunan NMP, perkembangan NMP yang dapat dilaporkan
diantaranya:

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 86


1) Pekerjaan fisik yang dilakukan saat ini baru pekerjaan sisi darat berupa
pembuatan Causeway, setelah sebelumnya pembebasan tanah untuk akses
masuk pekerjan Causeway;
2) Progres fisik saat ini secara keseluruhan baru 1,59 %; masih sesuai dengan
rencana;
3) Diperkirakan akhir September atau awal Oktober 2015, pekerjaan sisilaut
dimulai, dengan perkiraan progres 8%;
4) Tidak terdapat hambatan, dan masyarakat sekitar proyek juga menyambut
baik keberadaan proyek NMP, disamping sosialisasi yang cukup oleh
pelaksana proyek (PT. PP).

5. Koordinasi Penguatan Kedaulatan Sumber Daya Energy dan Poros Maritim


Hasil capaian koordinasi kedaultan sumber daya energi dan poros maritim
adalah:
1) Harmonisasi regulasi industri migas;
2) Harmonisasi regulasi industri maritim;
3) Tinjau ulang TKDN;
4) Komite Penguatan Industri Maritim;
5) Kawasan Industri Maritim;
6) Kawasan Industri Migas;
7) Pembentukan Tim: Ditjen Migas, Ditjen ILMATE, Kementerian
Perindustrian, Maritim; dan

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 87


8) Fasilitator: difasilitasi oleh Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman.

6. Penguatan Industri Galangan Kapal


Capaian dari isu bidang galangan kapal adalah:
1) Bahwasanya PP 69 tahun 2015 adalah merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2OO9 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
2) Bahwasanya pada PP 146 tahun 2000 BKP/JKP ( BKP = Barang yang di
kenakan Pajak) dan (JKP = Jasa yang di kenakan Pajak) tertentu di
bebaskan, sementara pada PP 69 Tahun 2015 alat angkutan / JKP tertentu
tidak di pungut dan mulai berlaku sejak 17 oktober 2015
3) Latar Belakang dari di terbitkannya PP 69 tahun 2015: Mendorong
Pengembangan, meningkatkan daya saing, periode SKB yang lama, dan
beban administrasi
4) PPN tidak dipungut atas import/penyerahan alat angkutan tertentu,
dengan ketentuan:
• Alat angkutan di air, bawah air, udara, kereta api, suku cadang
(Kemenhan, TNI, polri)
• Kapal laut, kapal angkuta sungai dan penyeberangan (ASDP),
penangkap ikan, pandu, tunda, tongkang, suku cadang, alat keselamatan
( Perusahaan Pelayaran, penangkapan ikan, jasa kepelabuhanan, ASDP)

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 88


• Pesawat udara, suku cadang, alat keselamatan, peralatan untuk
perbaikan dan pemeliharaan ( Perusahaan angkutan udara, pihak yang
di tunjuk)
• Kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan,
komponen /bahan import.
5) PPN tidak di pungut atas penyerahan Jasa Kena Pajak terkait Alat
Angkutan tertentu
• Jasa persewaan kapal, jasa kepelabuhanan, jasa perawatan atau reparasi
(docking) kapal. (Perusahaan Pelayaran, penangkap ikan, jasa
kepelabuhanan, asdp).
• Jasa persewaan pesawat, jasa perawatan dan reparasi pesawat.
(Perusahaan angkutan udara )
• Jasa perawatan dan reparasi kereta api (Badan usaha perkeretaapian)
6) Kementerian Kelautan dan Perikanan merencanakan pembuatan kapal
tangkap nelayan sebanyak 3.000 buah, dengan ukuran 3 GT sebanyak
1.000 buah, 5 GT sebanyak 1.000 buah dan 10 GT sebanyak 1.000 buah
pada tahun anggaran 2016. Tahun 2015. Tahapannya adalah pembuatan
desain kapal kerja sama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dan
PT. PAL sebagai pelaksana desain dan sekaligus pelaksana pembuatan
kapal. Direncanakan juga pada saat pembuatan kapal akan dilaksanakan
pelatihan peningkatan sumber daya manusia sebagai alih tehnologi
sehingga dapat dilakukan perawatan kapal tangkap dan mesin.

7. Pengembangan Industri Maritim


Pengembangan industri maritim dilakukan dengan program tol laut sebagai
program prioritas. Konsep tol laut guna dalam memperkuat konektivitas ada
beberapa hal yang perlu di perhatikan, antara lain:
1) Keberadaan Pelabuhan

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 89


Pelabuhan sebagai nucleas area atau zona inti untuk aktivitas industri dan
pengembangan kota kota sejak masa silam. Pelabuhan adalah merupakan
pintu masuk terjadinya bongkar muat. Semakin baik infrastruktur yang
menunjang suatu pelabuhan yang di topang dengan manajemen pelabuhan
yang baik akan memberikan nilai positif terhadap pergerakan barang atau
peti kemas dalam suatu pelabuhan. Kapasitas daya tampung lapangan
pelabuhan terhadap bongkar muat/petikemas akan memberikan pengaruh
positif terhadap pergerakan perekonomian. Semakin cepat proses bongkar
muat maka akan meringankan biaya logistik. Akan tetapi sebaliknya jika,
semakin lama proses pembongkaran suatu kapal maka akan memberikan
kenaikan atau kemahalan pada sistem logistik.
Untuk mendukung program pencanangan Tol Laut, harus di ikuti dengan
pembangunan infrastruktur penunjang dalam pelabuhan. Pemerintah dan
Pelindotelah berkoordinasi untuk mengembangkan 24 Pelabuhan strategis
sebagai bagian dari implementasi konsep konsep tol laut yang akan
dikembangkan pada 2015 – 2019.

Tabel 13. Lokasi program pengembangan 24 pelabuhan


No Pelabuhan No Pelabuhan
1 Belawan 13 Kijing, Pontianak
2 Tanjung Perak 14 Banjarmasin
3 Tanjung Priok 15 Sampit
4 Makasar New Port 16 Kariangau, Balikpapan
5 Sorong 17 Palaran, Samarinda
6 Malahayati 18 Tenau, Kupang
7 Batu Ampar, Batam 19 Pantoloan,
8 Muara Sabak, Jambi 20 Ternate
9 Tanjung Carat, Palembang 21 Kendari
10 Panjang, Lampung 22 Bitung
11 Teluk Bayur 23 Ambon
12 Tanjung Emas, Semarang 24 Jayapura

Ke dua puluh empat pelabuhan strategis direncanakan dikembangkan


dengan konsep sebagai berikut :

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 90


• Pembangunan pelabuhan bertaraf internasional yang berkapasitas
besar dan modern untuk eksport berbagai komoditas dan berfungsi
juga sebagai international seaport-Hub
• Pengerukan kolam dan alur pelabuhan
• Peningkatan draft pelabuhan feeder
• Modernisasi fasilitas dan peralatan bongkar muat
• Perluasan penerapan INSW
• Restrukturisasi dan rasionalisasi tarif jasa kepelabuhanan
2) Hinterland
Pelabuhan tidak dapat dipisahkan dengan dengan daerah hinterland. Yaitu
daerah–daerah yang terletak di sekitar (belakang) pelabuhan, termasuk
di dalamnya adalah kota pelabuhan itu sendiri dan kota–kota serta daerah-
daerah pedalaman di luar kota pelabuhan yang saling memiliki hubungan
ekonomi dengan pelabuhan.
Konsep pengembangan adalah adanya saling interkoneksi antara
pelabuhan–pelabuhan kecil dengan pelabuhan pelabuhan besar, 5
Pelabuhan Hub dan 19 Pelabuhan Feeder. Daerah atau pelabuhan
hinterland dapat juga di maknai sebagai daerah/pelabuhan penyangga
yang merupakan produsen dan konsumen komoditas eksport import
3) Sistem Informasi Pelabuhan
Sistem informasi yang akan di kembangkan adalah dengan dua system,
yaitu system online dan system ofline. Pengembangan dua sistem ini
dimaksudkan untuk mengantisipasi terbatasnya koneksi internet,
kerahasiaan data, dan memberi pilihan kepada pemegang kebijakan.
Sistem informasi pelabuhan yang dipergunakan adalah menggunakan peta
dari openstreet.org baik untuk system online maupun offline, OpenStreet Map
adalah data terbuka, berlisensi di bawah Open Data Common Open Database
License (ODbL) oleh OpenStreetMap Foundation (OSMF).
Saat ini pemerintah sedang memantau kinerja pelabuhan strategis guna
menjamin kelancaran konektivitas dan logistik antar pulau atau kawasan,
Oleh karena itu permasalahan yang timbul adalah :
• Belum teridentifikasinya beberapa pelabuhan startegis
• Belum terinformasikannya data lalu lintas barang, penumpang dan
kapal terkini
• Belum terinformasikannya tren proyeksi pelabuhan
• Belum terinformsikan rencana induk masing – masing pelabuhan
• Belum terinformasikannya kajian kebencanaan

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 91


• Belum tersedianya analisis data metocean yang lengkap.
Dengan adanya informasi tentang status pelabuhan, kedudukan pelabuhan,
luasan dan kemampuan pelabuhan dalam mendukung program
pengembangan jaringan Tol Laut, maka akan menjadi bahan dalam
pengambilan keputusan guna menciptakan Indonesia menjadi negara
maritim dengan Konsep Tol Laut. Di samping itu, yang perlu di kaji lagi
adalah daya dukung kapal kapal dalam melakukan transportasi baik
eksport maupun penyebaran distribusi produsen dan konsumen ke dalam
wilayah indonesia sehingga dapat menekan harga jual suatu komoditi dan
kemampuan daya beli masyarakat sehingga tujuan di canangkannya
program Tol Laut dapat tercapai.
Kementerian Perindustrian merencanakan membangun 2 kawasan khusus
industri maritim:
1. Lamongan, Jawa Timur : saat ini telah beroperasi beberapa galangan
kapal: PT. Dok Pantai Lamongan; PT. Daya Radar Utama; PT. Dok
Perkapalan Surabaya; PT. Lamongan Marine Shipyard.
2. Tanggamus, Lampung

IKU. 9 Persentase KEK dan KIK yang dikembangkan di Luar Jawa

1. Pengembangan KEK Lhokseumawe berbasis kawasan industri


Latar Belakang pengusulan KEK Lhokseumawe adalah adanya instruksi dari
Presiden RI, yang telah berkunjung ke Aceh pada tanggal 9-10 Maret 2015,
kepada Kemenko Kemaritiman agar melakukan langkah terkait dengan
revitaslisasi aset yang ada di Lhokseumawe dan secara khusus ditugaskan
untuk membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berbasis kawasan
industri yang sudah ada.
KEK Lhokseumawe diarahkan kepada prioritas sektor energi, industri
pengolahan pupuk dan produk pertanian (hilirisasi kelapa sawit, kakao,
padi) dan pusat logistik yang didukung fasilitas dan infrastruktur pendukung
pengembangan kawasan.
KEK Lhokseumawe merupakan satu hamparan hamparan Industri yang
terdiri atas: (1) PT. Arun, (2) PT. PIM, (3) PT. AAF dan (4) PT. Pelindo
dalam wilayah administrasi Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara.
Luasan wilayah KEK Lhokseumawe adalah 2.031 Ha.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 92


KEK Lhokseumawe di bentuk untuk mengantisipasi:
1) Berkurangnya produksi gas dan berakhirnya kontrak usaha pengelolaan gas
antara Exxon Mobil dan Pemerintah Indonesia, PT Arun NGL yang
selama ini sebagai operator ekspor LNG dari Lhokseumawe berhenti
beroperasi.
2) Agar fasilitas yang ada tidak sia-sia dan dapat dimanfaatkan untuk
menggerakkan ekonomi regional maka pemerintah Indonesia telah
mengambil inisitatif untuk merivatilisasi usaha di bawah payung PT. Perta
Arun Gas (PAG), sebuah joint venture yang kepemilikan usahanya 70%
Pertamina dan 30% Pemerintah Aceh.
3) Penyaluran gas sebagai hasil regasifikasi telah diuji coba seiring dengan
selesainya proyek pembangunan pipa gas Aru-Belawan. Direncanakan
sumber gas LNG Tangguh dan Bontang akan jadi pemasok kebutuhan gas
untuk usaha ini. Selain itu PAG juga masih dapat memanfaatkan cadangan
gas yang ditinggalkan Exxon Mobil Indonesia di Kawasan Lhokseumawe
dan Aceh Utara serta Produksi Minyak dan Gas PT. MEDCO di Aceh
Timur dan Tamiang.

Gambar 16. Peta Sebaran KEK di Indonesia

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 93


Gambar 17. Foto udara KEK Lhokseumawe

Gambar 18. Foto Wilayah Zonasi KEK Lhokseumawe

Proses pengusulan telah menyampaikan 7 dokumen dari syarat 9 dokumen


usulan. Dokumen tersebut adalah deskripsi rencana pengembangan, peta
detail lokasi dan luas yang diusulkan, rencana peruntukan ruang dan
peraturan zonasi, studi kelayakan ekonomi dan finansial, rencana dan sumber
pendanaan, dokumen AMDAL, serta rencana jangka waktu beroperasi dan
rencana strategis pengembangan.
Capaian yang diharapkan terealisasi adalah :

1) Program regastifikasi Terminal Gas Arun,


2) Energi; untuk sektor energi, fasilitas dan infrastruktur yang terdapat
(existing) di kawasan KEK Lhokseumawe akan memungkinkan untuk
dikembangkan setidaknya 4 jenis usaha, yaitu: regasifikasi LNG, LNG

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 94


Hub/ Trading, LPG Hub/ Trading, Mini LNG Plant, Condensate Splitter
dan PLTG;
3) Industri pendukung ketahanan pangan; dengan adanya ketersediaan gas,
listrik dan lahan serta bahan baku akan dimungkinkan untuk dibangunnya
berbagai jenis usaha pendukung ketahanan pangan, seperti: usaha
pengolahan kakau, usaha pengolahan padi, usaha pengolahan CPO, dan
lain-lain;
4) Logistik; lokasi yang tidak jauh dari jalur perdagangan internasional dan
telah tersedianya pelabuhan yang memiliki standard memadai
memungkinkan dikembangkannya sektor logistik di kawasan KEK
Lhokseumawe.

2. KEK Sorong
Untuk mempercepat akselerasi pembangunan di wilayah indonesia khususnya
di wilayah indonesia bagian timur maka di lakukan dengan berbagai stategis
kebijakan guna mendorong dan mempercepat pembangunan dengan
memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dan di dukung dengan
ketersediaan infrastruktur yang strategis.
Berdasarkan undang – undang nomor 39 tahun 2009 tentang kawasan
ekonomi khusus menegaskan bahwa untuk mempercepat pengembangan
ekonomi diwilayah tertentu yang bersifat strategis bagi perkembangan
ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah
dalam kesatuan ekonomi nasional, maka perlu di kembangkan Kawasan
Ekonomi Khusus.
Salah satu lokasi pengembangan KEK adalah KEK Sorong. Kabupaten
sorong mempunyai letak yang strategis dengan di dukung oleh potensi sumber
daya alam yang melimpah. Kabupaten Sorong terletak di jalur lintasan
perdagangan internasional Asia Pasifik – Australia. Potensi yang dimiliki
adalah sektor perikanan, sektor perhubungan laut, sektor pariwisata bahari,
pertambangan dan industri maritim. Dengan mengkaji kedudukan Kabupaten
Sorong yang terletak di perlintasan jalur pelayaran internasional dan dengan
kemampuan potensi sumber daya alam yang ada serta adanya potensi
destinasi pariwisata bahari Raja Ampat, maka sepatutnyalah bahwa
Kabupaten Sorong dapat lebih berkembang baik secara fisik infrastruktur
maupun tingkat pertumbuhan perekonomian.
Analisis keterkaitan hulu–hilir Komoditas Unggulan: Industri Perikanan;
Industri Rumput Laut; Industri Pariwisata; Industri Sagu; Industri Hasil
peternakan Sapi; Industri Galangan Kapal. Sementara analisis ketersediaan

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 95


dan kebutuhan sistem infrastruktur wilayah: Jaringan Transportasi (darat, laut
dan udara): Energi listrik; Telekomunikasi; Air bersih; Jaringan Gas Rumah
Tangga
Dampak potensial kegiatan KEK Sorong pada lingkungan sekitarnya
sebaiknya diantisipasi lebih dini sehingga jika mengakibatkan perusakan
ekologi lingkungan dapat diminimalisasi atau jika memungkinkan dapat di
lakukan dengan perlakukan memindahkan vegetasi flora dan fauna pada
daerah lainnya sehingga tetap terjaga kesimbangan alam lingkungan
sekitarnya.

Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong ditujukan untuk


menyeimbangkan pertumbuhan antar wilayah di Indonesia melalui
pendekatan ―Pusat Pertumbuha‖. KEK Sorong tidak hanya ditujukan untuk
kepentingan Kabupaten Sorong tetapi juga mencakup wilayah yang luas,
yakni wilayah Papua dan Maluku. Terciptanya keseimbangan ―pertumbuhan
dan perkembangan‖ antar wilayah di Indonesia akan mempunyai implikasi
terhadap struktur ekonomi wilayah yang semakin kokoh.
Dengan potensi yang dimiliki baik di darat maupun di laut, KEK Sorong akan
sangat lebih berkembang jika menjadikan sektor maritim untuk menjadi
andalan pertumbuhan perekonomian sehingga dapat tercipta akselerasi antar
potensi maritim dan potensi darat.
Keberadaan KEK Sorong sangat di harapkan untuk dapat melepaskan adanya
ketimpangan antar wilayah, baik internal Kabupaten Sorong dan sekitarnya
maupun KEK Sorong dengan daerah lainnya di Indonesia khususnya di
Indonesia Tengah dan Barat, serta KEK Sorong dapat memberikan arti
pentingnya berada di jalur jaringan akses Asia Pasifik–Australia dan Selandia
Baru. Dengan KEK Sorong, diharapkan akan mampu mendorong dan
meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian di kawasan Indonesia Timur
dan dapat bersaing dengan derah lainnya di Indonesia.

3. Terlaksananya koordinasi infrastruktur Pelayaran, Perikanan dan


Pariwisata
Untuk mencapai target indikator koordinasi infrastruktur Pelayaran,
Perikanan dan Pariwisata pada tahun ini dilakukan dengan pengembangan
Destinasi Borobudur. Badan Otorita Destinasi Pariwisata Nasional
Borobudur telah berhasil menyusun:
1) Perencanaan Terpadu  Zonasi dan Delineasi Kawasan Borobudur dan
sekitarnya

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 96


2) Pembangunan Infrastruktur Bersama: Bandara Kulonprogo, Pelabuhan
Cruise Semarang, Jalan Semarang-Magelang-Yogyakarta
3) Pelayanan Satu Pintu (One Stop Service)
4) Skema insentif untuk investasi dan bisnis dengan melibatkan masyarakat
5) Kampanye ―Bersih – Senyum‖
6) Telah terbentuk Tim Kerja akan terdiri dari 5 bagian: Legal &
Kelembagaan (Setkab); Tata Ruang: ATR; Pengusahaan: Pariwisata;
Infrastruktur; serta Sosial, Budaya & masyarakat: Pemprov Jateng (Sekda
Jateng), Dikbud.

IKU. 10 Persentase Infrastruktur Energi, Pertambangan dan Industri


Penunjang Infrastruktur yang Dikembangkan

1. Koordinasi Percepatan Penyelesaian Pembangunan PLTU Batang


2 x 1.000 MW

Pembangunan PLTU Batang adalah merupakan model pembangunan


kerjasama antara Pemerintah Swasta (KPS) pertama yakni Peraturan
Presiden nomor 65 tahun 2005. Pembangunan PLTU Batang termasuk
dalam program pengadaan listrik 35.000 MW. PLTU Batang seharusnya di
mulai tahun 2012 dan selesai pada tahun 2016, namun karena adanya
masalah mengenai pembebasan lahan, sehingga menyebabkan tertundanya
pembangunan. PLTU di biayai dengan dana jepang.
Presiden Jokowi memerintahkan kepada Kemenko Kemaritiman, Indroyono
Soesilo untuk secepatnya menyelesaikan permasalahan pembangunan PLTU
Batang dengan kapasitas 2 x 1.000 MW. Deputi bidang koordinasi
infrastruktur di serahi tugas oleh Bapak Menteri untuk menelusuri sekaligus
melakukan koordinasi atas permasalahan yang dihadapi oleh PLTU Batang
2 x 1.000 MW.
Setelah di lakukan rapat koordinasi dengan Kementerian ESDM Dirjen
kelistrikan, Pemerintah Kabupaten Batang, Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah, Direktur PLN, di telusuri bahwa masalah utama dalam masalah
pembangunan PLTU Batang adalah pada fase pembebasan lahan.
1) Proses pembebasan lahan berlarut-larut (2012 – 2016)
2) Lahan yang belum dibebaskan 13 Ha.
3) Presiden RI melakukan Kick Off Pembangunan, 28 Agustus 2015
4) Komnas HAM menyurati PM dan Parlemen Jepang (Desember 2015),
bahwa terjadi pelanggaran HAM dalam pelaksanaan pembebasan lahan.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 97


Rencana Aksi dalam rangka mempercepat pembangunan PLTA Batang
adalah:
1) Deputi 3 telah bertemu dengan Komisioner Komnas HAM, sehubungan
surat Komnas HAM kepada Perdana Menteri dan Parlemen Jepang, yang
dapat membuat Investor merasa tidak ada kepastian hukum untuk
berinvestasi di Indonesia.
2) Deputi 3 akan mengundang investor untuk membicarakan langkah
terbaik dan solusi untuk pembebasan sisa lahan yang tersisa, sesuai
masukan dari Komisioner Komnas HAM.

2. Percepatan Rencana Pengembangan Jalan Tol dalam Kota Bandung


Rencana pengembangan pembangunan jalan Tol dalam Kota Bandung di
dasarkan pada surat Walikota Bandung tertanggal 20 Nopember 2015.
Beberapa bahan pertimbangan di laksanakan perencanaan pembangunan
jalan Tol dalam kota Bandung adalah :
1) Laju Pertumbuhan perekonomian kota Bandung
2) Laju Pertumbuhan fisik kota Bandung
3) Tingkat kemacetan dalam kota Bandung
4) Rencana Pengembangan wilayah kota Bandung
5) Destinasi wisata kota di Kota Bandung
Permasalahan yang akan di hadapi pada saat pelaksanaan pembangunan jalan
tol dalam kota Bandung adalah pembebasan lahan, yaitu lahan masyarakat
dan lahan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan milik Kementerian dan
lembaga negara.
Berkenan dengan adanya lahan – lahan milik kementerian dan lembaga
negara yang masuk pada areal kawasan pengembangan rencana jalan Tol
dalam kota Bandung, maka di serahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa
Barat dan Walikota Bandung untuk respon melakukan negosiasi dengan
pemilik lahan dari kementerian. Untuk mempercepat proses pelaksanaan
pembangunan jalan Tol dalam kota Bandung, baik dari sisi administrasi,
yakni pembebasan lahan, maupun pada fisik lapangan, pra konstruksi dan
konstruksi, di sepakati bahwa akan di laksanakan rapat bulanan untuk
memantau proses perkembangan kemajuan jalan Tol dalam kota Bandung,
dan pemprakarsa adalah dari pemerintah wilayah Propinsi Jawa Barat dan
atau Walikota Bandung.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 98


Gambar 19. Dokumentasi Koordinasi dan Peta Rencana jalan tol dalam Kota Bandung

3. Terlaksananya koordinasi Infrastruktur Pertambangan dan Energi


Capaian koordinasi infrastruktur pertambangan dan energi ini adalah:
1) Koordinasi mengenai Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di
Dalam Negeri: Perpres No. 146/2015, 22 Desember 2015
2) Koordinasi Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan:
Perpres No. 4/2016, 8 Januari 2016
3) Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis sampah
di 7 daerah : (Revisi Perpres sedang diproses, Kemenkomars Ketua Tim
Koordinasi)
4) Koordinasi Revisi Perpres Krisis dan Darurat Energi : dalam pembahasan
5) Koordinasi Revisi Perpres tentang KPPIP : Kemenkomars masuk dalam
KPPIP
6) Koordinasi Pembangunan PLTU Batang : Peletakan Batu Pertama 20
Agustus 2015. Penyelesaian proses pengadaan tanah terkait surat
komisioner Komnas HAM kepada PM dan Parlemen Jepang
7) Koordinasi Pembangunan PLTU Cilacap : terkendala perbedaan pendapat
antara Pemkab Cilacap dengan BPN terkait landasan hukum proses
pengadaan lahan
8) Koordinasi Pembangunan PLTU Serang: terkendala perencanaan yang
tidak sinkron dengan industri tetangga
9) Koordinasi Peningkatan Nilai Tambah produk PT Freeport Indonesia:
Evaluasi status kemajuan pembangunan smelter dibawah target minimum
dari rencana karena pemilihan lokasi yang masih berupa alternatif

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 99


10) Koordinasi Pembangunan fasilitas pengolahan gas blok Masela: Diusulkan
pembentukan tim nasional dan pembuatan rencana induk pembangunan
kawasan pertumbuhan berbasis gas alam
11) Koordinasi Pembangunan KEK Lhok Seumawe: Inventarisasi Status dan
Kondisi aset milik PT ARUN LNG
12) Koordinasi Program 35 GW, FTP 1, FTP 2: Evaluasi bulanan terhadap
permasalahan yang membutuhkan koordinasi, sinkronisasi dan
pengendalian dari Kemenkomars
13) Koordinasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan: Telaahan potensi
energi nuklir [thorium] sebagai pembangit listrik energi baru

4. Pengembangan PLTG Cilacap.


Surat Bupati Cilacap perihal adanya kendala dalam penerbitan izin lokasi oleh
Badan Pertanahan mengenai status tanah yang akan di jadikan sebagai lokasi
pembangkit listrik tenaga gas. Pihak swasta yang berinisiatif pada
pembangunan PLTU dengan kapasitas 5 x 1.000 MW dengan model Private
Power Utility (PPU), dan tidak masuk pada program Rencana Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 35.000 MW.
Berdasarkan surat Bupati Cilacap, Deputi 3 melakukan rapat koordinasi
dengan mengundang semua pihak yang mempunyai peranan dalam
permasalahan yang di hadapi oleh Pemerintah Cilacap. Permasalahan yang
ada bahwa Badan Pertanahan Cilacap tidak dapat memberikan pertimbangan
teknis sebagai dasar dalam penerbitan izin lokasi. BPN Cilacap menjadikan
bahan pertimbangan pada masalah ini berpegang pada:
(1). Undang–Undang Nomor 22 tahun 2012 tentang pembebasan lahan untuk
kepentingan umum dan,
(2). Undang – Undang nomor 30 tahun 2009 tentang kelistrikan bahwasanya
untuk mendirikan bangunan pembangkit listrik kerjasama antara Pihak
swasta dan PLN, maka tanah tersebut adalah milik dari PLN dan bukan
milik pihak swasta. Saat sekarang bahwa tanah/lahan yang ada adalah
milik pihak swasta dan bukan milik PLN.

Berkenan dengan hal tersebut maka Bupati Cilacap telah meminta bahan
pertimbangan kepada jaksa agung dan telah memberikan pendapat
hukum/legal opinion, namun oleh Kepala Badan Pertanahan Cilacap belum
sependapat. Oleh sebab itu, maka Kepala Pertanahan Cilacap akan meminta
pendapat kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan
pertanahan Nasional (BPN) tentang penggunaan Undang Undang nomor 22

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 100


tahun 2012 dan Undang–Undang nomor 30 tahun 2009, dan oleh
Kementerian ATR/BPN berpendapat bahwa untuk kasus pengadaan tanah
untuk pembangkit listrik di Cilacap memakai Undang– Undang Nomor 22
tahun 2012.
Setelah di laksanakan beberapa kali rapat koordinasi dengan berbagai pihak
stakeholder mengenai permasalahan PLTU Cilacap, dan tidak dapat di
putuskan mengenai masalahnya, maka di sarankan agar di lakukan rapat
koordinasi tingkat menteri untuk memutuskan masalah ini.

5. Koordinasi Peningkatan Kemampuan Industri Engineering Procurement and


Construction (EPC) di Sektor Migas

Capaian yang direalisasikan adalah:


Rencana Pembangunan kilang baru dan upgrading kilang
1) Kilang Bontang. Direncanakan dibangun Bontang, Kalimantan Timur
dengan kapasitas 300.000 BCPD dengan biaya sekitar US$ 12 Milyard.
2) Kilang Tuban. Direncanakan dibangun dengan kapasitas 300.000 BCPD
dengan biaya sekitar US$ 10 Milyard. Bahan baku kilang Tuban 100.000
bpd arabian light, 100.000 bpd arab extra light dan 100,000 open source.
3) Kilang Mini. Merupakan salah satu alternatif untuk peningkatan
kapasitas produksi BBM nasional, khususnya solar. Secara teknis
karakteristik proses pengolahan BBM dengan kilang mini adalah sebagai
berikut :
• Kapasitas kecil
• Proses sederhana (terdiri atmospheric Destilation Unit/ADU &
Vacuum destilation unit / VCU)
• Produk yang dihasilkan terbatas (Nafta, Kerosene, Diesel Oil dan
Residual Oil)
• Kilang minyak mini dibangun dari beberapa bagian atau modul
sehingga dapat dengan mudah diangkut dan dipindahkan
• Dibangun di wilayah remote / di mulut tambang
4) Peningkatan (Upgrading) Kilang yang ada (existing)
Beberapa infrastruktur gas bumi strategis yang telah dibangun pada
periode 2010– 2014, antara lain :
• FSRU Jawa Barat 3 MTPA, dibangun oleh Nusantara Regas,
merupakan FSRU pertama di Indonesia yang beroperasi pada Juli
2012. FSRU pertama kali mendapatkan alokasi gas dari LNG
Tangguh dan LNG Bontang untuk di salurkan ke PLTGU Muara
Karang dan PLTGU Tanjung Priok.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 101


• FSRU Lampung 3 MTPA dibangun PT. PGN dan beroperasi pada
Agustus 2014. Tahap awal mendapatkan pasokan gas dari Tangguh
dan disalurkan bagi industri di Lampung. Kemudian gas juga di
salurkan ke pembangkit listrik, rumah tangga dan UMKM
• LNG Regasification Unit Arun 3 MTPA dan pipa transmisi gas Arun
– Belawan, dibangun oleh Pertamina dan beroperasi pada awal
2015. Alokasi gas di tahap awal berasal dari Bontang dan Tangguh
untuk kemudian disalurkan ke pembangkit listrik dan industri,
• Pipa Gas Kalija I (Kepodang-Tambak Lorok) dengan panjang
sekitar 207 km, diameter 14 inchi dan kapasitas desain 150
MMSCFD di targetkan dapat beroperasi pada tahun 2015.
Dari pelaksanaan kegiatan dan capaian peningkatan kemampuan industri
EPC, dapat diambil kesimpulan bahwa:.
1) Sebagian besar proyek Migas/Petrokimia dengan skala besar dan tingkat
kompleksitas tinggi, dari sisi pekerjaan enjiniring masih dominan EPC
asing. Proyek migas/petrokimia nasional seperti RFCC Cilacap, LNG
Tangguh, LNG Masela, LNG Dongi Senoro, Pabrik pupuk PKT 5 (unit
Ammonia & Urea), Pabrik Pusri Iib (unit ammonia & Urea) masih
menggunakan EPC asing dalam pekerjaan enjiniring. EPC lokal lebih
berperan dalam project manajemen serta supporting pada pekerjaan
enjiniring
2) Ada dua aspek utama yang merupakan driving force terkait dengan upaya
peningkatan kemampuan EPC yakni :
• Faktor kemampuan finansial keuangan
• Kemampuan enjiniring perusahaan
3) Kemampuan finansial perusahaan EPC lokal masih terbatas, sehingga
sulit untuk menjadi lead consortium. Hal ini berakibat pada sulitnya
perusahaan EPC untuk terlibat dalam porsi yang lebih besar dari segi
enjiniring
4) Kemampuan enjiniring EPC untuk proyek dengan skala besar dan
kompleksitas masih terbatas, kecuali utuk pekerjaan sipil/struktur.
Sehingga walaupun dalam sejumlah proyek, EPC lokal menjadi lead
concortium, namun dalam pekerjaan teknis (FEED, DED) leader teknis
masih di kuasai oleh pihak EPC asing.
5) Untuk proyek proyek dengan skala kecil s/d sedang dengan kompleksitas
yang sedang, EPC lokal sudah mampu menangani pekerjaan enjiniring
hingga 100 %, untuk proyek dengan skala sedang dengan kompleksitas
tinggi, EPC lokal baru menguasai sekitar 40–50 % pekerjaan. Enjiniring

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 102


untuk proyek skala besar dengan kompleksitas tinggi enjiniring lokal
masih sangat terbatas kemampuannya, sehingga pekerjaan enjiniring
masih dominan EPC asing.
6) Rencana pembangunan kilang baru yang merupakan upaya untuk
peningkatan ketahanan ketersediaan BBM masih banyak menghadapi
kendala, yang mengakibatkan jadwal penyelesaian proyek mundur dari
jadwal semula
7) Jumlah perusahaan jasa enjiniring (EPC) lokal masih terbatas dan jika
dibandingkan dengan negara lain masih rendah.
Adapun rekomendasi yang disarankan adalah:
1) Diperlukan regulasi yang memberikan arah untuk proses innovasi dalam
industri migas/petrokimia. Diperlukan koordinasi antara kementerian
sektor industri, pertambangan dan energi serta riset dan teknologi
2) Industri migas, industri petrokimia serta industri lain yang sejenis
khususnya BUMN dengan kapitalisasi besar untuk membuat atau
memperkuat Divisi/Direktorat Enjiniring,
3) Perusahaan EPC nasional perlu mendapat prioritas dalam mengerjakan
proyek proyek percepatan infrastruktur migas. Diperlukan dukungan
dalam bentuk regulasi maupun finansial/perbankan
4) PT. Pertamina yang merupakan Industri Energi dengan kapitalisasi besar
serta dengan visi untuk menjadi perusahaan skala multi nasional dapat
membentuk anak perusahaan enjiniring serta melakukan innovasi terkait
teknologi proses migas dan petrokimia
5) Perusahaan Migas nasional perlu menjamin kerjasama dengan Badan
Litbang/Rekayasa untuk setiap pembangunan proyek baru atau
upgrading pabrik yang ada, sehingga proses alih teknologi terjadi secara
lebih riil
6) Memberikan tingkat gaji yang lebih kepada enjiner lokal ex luar negeri,
agar tenaga ahli tersebut tidak diambil oleh pihak EPC asing atau
operator asing yang beroperasi di Indonesia
7) Terkait dengan TKDN diperlukan road map TKDN untuk pembangunan
industri Migas/Petrokimia
8) Pembuatan program monitoring secara periodik terkait kemampuan
enjiniring (EPC) lokal dengan metode yang disepakati pemangku
kepentingan untuk melihat tren kemampuan EPC lokal.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 103


6. Dukungan peningkatan kapasitas daerah untuk realisasi rencana umum
ketenagalistrikan daerah (RUKD)

Dengan pemberlakuan UU Nomor 22 tahun 1999 dan telah di revisi dengan


UU nomor 32 tahun 2004, memberikan otonomi kepada pemerintah
kabupaten untuk dapat mengusahakan pemenuhan energi listrik untuk
daerahnya dan sekaligus menyelesaikan permasalahan yang muncul, termasuk
perencanaan pembangunan sektor energi dan kelistrikan. Adanya pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi atau
kabupaten/kota.
Sesuai dengan Undang–undang nomor 30 tahun 2009 tentang Kelistrikan
bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk:
1) Penetapan peraturan daerah di bidang kelistrikan;
2) Penetapan rencana umum kelistrikan daerah;
3) Penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan usaha yang
wilayah usahanya lintas kabupaten/kota;
4) Penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dari pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik yang ditetapkan oleh pemerintah daerah; dan
5) Penetapan persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga
listrik untuk badan usaha yang menjual tenaga listrik dan/atau
menyewakan jaringan tenaga listrik kepada badan usaha yang izinnya
ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Pemerintah daerah perlu mempersiapkan program penyusunan dokumen
Rencana Umum Kelistrikan Daerah (RUKD) seperti yang di amanatkan oleh
UU Nomor 30 tahun 2009. Perencanaan tenaga listrik yang tertuang dalam
dokumen RUKD akan memberikan arahan atau pedoman yang jelas untuk
pemerintah daerah untuk jangka panjang sehingga dapat mengantisipasi
lonjakan permintaan akan kebutuhan energi listrik dari tahun ke tahun.
Model perencanaan kelistrikan daerah dalam mendukung kelistrikan nasional
diharapkan akan memberikan keluaran sebagai berikut :
1) Model untuk perencanaan kelistrikan daerah
2) Prakiraan kebutuhan atau permintaan tenaga listrik di wilayah provinsi.
Prakiraan penyediaan tenaga listrik dan rencana pengembangan sistem
kelistrikan di wilayah provinsi.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 104


3.1.5. Sasaran Strategis (SS) 5:
Terwujudnya Tata Kelola Pemerintahan yang Baik di Lingkungan Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritman.

Sasaran Strategis V ini adalah sasaran yang berusaha diwujudkan oleh


seluruh bagian di kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, dengan di
koordinir oleh Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
Adapun indikator utama dari Sasaran Strategis V ini adalah seperti dalam tabel 14
berikut ini:
Tabel 14. Sasaran dan Indikator Kinerja SS5
Sasaran/Outcome/
Indikator Kinerja Utama
Kinerja Utama
Terwujudnya tata kelola 11. Indeks persepsi korupsi
pemerintahan yang baik di 12. Opini BPK atas Laporan Keuangan Kemenko Maritim
Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman 13. Nilai Akuntabilitas Kinerja
14. Indeks Reformasi Birokrasi

SS5 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman belum dapat


dievaluasi pencapaiannya, mengingat bahwa sebagai kementerian baru
kementerian ini belum pernah menyusun laporan yang dapat dievaluasi oleh pihak
eksternal.

1. Indeks Persepsi Korupsi


Pengukuran Indeks Persepsi Korupsi dilakukan oleh KPK. Sampai saat
Laporan Kinerja ini disusun, KPK belum memberikan penilaian untuk
Kementerian Koordinator Kemaritiman. Namun demikian, kementerian
koordinator telah melaksanakan sejumlah agenda, antara lain: penyampaian
LHKPN, penandatangan pakta integritas oleh seluruh pejabat, dan
implementasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Pencegahan Korupsi
Nasional.

2. Opini BPK atas Laporan Keuangan Kemenko Maritim


Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada tahun 2015 merupakan
tahun pertama mengelola DIPA sendiri terhitung mulai Mei 2015. Oleh
karena itu, sampai dengan Desember tahun 2015 belum pernah menyusun
laporan keuangan yang diaudit oleh BPK sehingga belum menerima Opini
BPK. Namun demikian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah
menjalankan sistem pelaporan keuangan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 105


3. Nilai Akuntabilitas Kinerja
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
sebagai lembaga yang berwenang memberikan penilaian kinerja
kementerian/lembaga dan pemerintahan daerah, untuk tahun 2015 belum
memberikan penilaian Akuntabilitas Kinerja Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman. Hal ini disebabkan Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman sebagai kementerian baru belum menyusun Laporan Kinerja
yang dapat dievaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi.
Walaupun demikian, dalam rangka meningkatkan akuntabilitas kinerja
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah melakukan langkah-
langkah antara lain: penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah sesuai ketentuan Perpres No. 29 tahun 2014 dan telah menyiapkan
sejumlah peraturan menteri terkait hal tersebut. Selain itu, Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman juga telah mengimplementasikan Reformasi
Birokrasi yang meliputi 8 area perubahan.

4. Indeks Reformasi Birokrasi


Implementasi Reformasi Birokrasi sudah mendapatkan persetujuan dari
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
namun belum pernah dilakukan penilaian. Dalam rangka Reformasi Birokrasi
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sudah melaksanakan berbagai
kegiatan di 8 area perubahan. Beberapa capaian dari pelaksanaan kegiatan
Reformasi Birokrasi dimaksud adalah:
1) Penerbitan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman No. 1
tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman
2) Penilaian evaluasi jabatan untuk 91 (sembilan puluh satu) jenis jabatan
3) Penerbitan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor 29
tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja
Pegawai di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
4) Penyusunan nilai faktor jabatan terkait penetapan kelas jabatan masing-
masing jabatan bagi PNS lingkup Kemenko Maritim
5) Menyelesaikan beberapa dokumen/buku yang berhubungan dengan
penyelenggaraan organisasi kementerian dan reformasi birokrasi, yaitu:
a) Penyusunan Buku Dokumen Usulan Penilaian/Evaluasi
Roadmap/Grand Design reformasi Birokrasi

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 106


b) Penyusunan Buku Peta Bisnis Proses
c) Penyusunan Buku Grand Design dan Roadmap Reformasi Birokrasi
d) Penyusunan Perjanjian Kinerja antara Menteri dengan pejabat eselon I
e) Penyusunan Rencana Strategis Kementerian tahun 2015-2019

3.2 KINERJA KEUANGAN

Pada Tahun Anggaran 2015, Kementerian Koordinator Bidang


Kemaritiman mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 125.000.000.000,- untuk
pelaksanaan 2 (dua) program, yaitu:
1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; dan
2. Program Koordinasi Pengembangan Kebijakan Kemaritiman

Sebagai kementerian baru yang dibentuk pada tahun 2015 sesuai dengan
Perpres No. 10 tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Peraturan Menko Kemaritiman No. 1 tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, secara
efektif penggunaan anggaran di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
baru dimulai sejak bulan Juni 2015. Sampai dengan akhir Desember 2015, dari
total pagu anggaran sebesar Rp 125.000.000.000, realisasi yang dibelanjakan oleh
Kemenko Bidang Kemaritiman adalah Rp 106.121.139.780 atau 84,90%,
sebagaimana tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 20. Realisasi Keuangan Kemenko Bidang Kemaritiman Tahun 2015

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 107


Adapun rincian realisasi penggunaan anggaran Kemenko Maritim adalah
sebagai berikut:

Tabel 15 Realisasi DIPA 2015 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman


PERSENTASE
REALISASI
No KODE PROGRAM PAGU (Rp) REALISASI
(Rp)
(%)
Peningkatan Dukungan
1 5601 Manajemen dan Pelaksanaan 62.728.877.000 56.488.748.220 90,05
Peningkatan Dukungan

2 5602 Manajemen dan Pelaksanaan 4.272.842.000 2.955.162.737 69,16

3 5603 Tugas Teknis Lainnya. 5.624.931.000 4.295.498.609 82,93

4 5604 Pengawasan dan Peningkatan 373.350.000 372.945.828 99,89


Akuntabilitas Aparatur
Kegiatan Peningkatan
5 5605 Koordinasi Kebijakan 8.419.757.000 7.482.223.189 88,87
Kedaulatan Maritim

Kegiatan Peningkatan
6 5606 Koordinasi Kebijakan Sumber 5.303.940.000 3.288.612.780 62,00
daya Alam dan Jasa

Kegiatan Peningkatan
7 5607 Koordinasi Kebijakan 9.680.445.000 7.339.646.508 75,82
Infrastruktur

Kegiatan Peningkatan
8 5608 Koordinasi Kebijakan SDM, 28.595.858.000 23.898.301.909 83,57
Iptek, dan Budaya Maritim

Total 125.000.000.000 106.121.139.780 84,90


Sumber: Laporan Keuangan, Biro Umum Kemenko Kemaritiman dan Emonev
Kemenkeu.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 108


Gambar 21. Diagram Batang Realisasi DIPA 2015 Kemenko Bidang Kemaritiman Berdasarkan
Akun Belanja

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman memiliki alokasi pagu


sebesar Rp125 Milyar dari total alokasi pagu untuk seluruh
Kementerian/Lembaga (K/L) Non Badan Usaha Negaran (BUN) sebesar
Rp836,65 triliun, atau menempati urutan ke-83 pagu terbesar dari 86 K/L Non
BUN. Dari sisi realisasi, Kemenko Bidang Kemaritiman memiliki tingkat
penyerapan anggaran sebesar 84,90% dan menempati urutan ke-50 dari 86 K/L
Non BUN. Tingkat penyerapan tersebut di bawah rerata penyerapan nasional
Triwulan IV sebesar 86,80%, (DJPB, 2016).
Sedangkan dari sisi pagu perjenis belanja, belanja barang memiliki pagu
terbesar sebesar Rp 787 Milyar (52,63 %) kemudian belanja modal sebesar 41,3
Milyar (33.1%) dan yang terkecil belanja pegawai sebesar Rp 4,8 Milyar (3,9%) .
Realisasi per jenis belanja yang tertinggi pada belanja modal sebesar 97,8% (Rp
40,4 Milyar), kemudian belanja barang sebesar 81,5% (Rp 64,1 Milyar) dan
belanja pegawai 32,1% (Rp 1,5 Milyar).

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 109


Jika dilihat dari sisi Kelompok, alokasi pagu terbesar pada Belanja Barang
Jasa sebesar Rp 29,76 milyar (23,8%) diikuti Belanja Modal Fisik Lainnya sebesar
Rp 24,9 milyar (19,9%) dan Belanja Perjalanan Dalam Negeri Rp 18,3 milyar
(14,6%). Alokasi Pagu terkecil pada Belanja Tunjangan Khusus & Belanja
Pegawai Transito Rp 44 Juta (0,04%), Belanja Persediaan Rp 1,1 milyar (0,93%)
dan Belanja Lembur Rp 1,2 milyar (1,02%).Dari sisi realisasi.Terbesar, Belanja
Perjalanan Dalam Negeri sebesar 114,5% (pagu Rp 18,3 milyar), diikuti Belanja
Barang Operasionhal 110,48% (dari pagu Rp 10,16 milyar), dan Belanja Modal
Peralatan dan Mesin 98,65% (pagu Rp 16,46 milyar, Belanja Persediaan 16,60%
sedangkan Belanja lembur 0%,
Dari data dalam tabel di bawah, terlihat bahwa masih terdapat anga
realisasi yang melebihi pagu, walaupun jika dihitung dalam pagu total
kementerian masih dibawah anggaran. Hal tersebut terjadi karena masih adanya
kekeliruan pelaporan administrasi, yaitu dalam bidang pembebanan pembiayaan
bukan pada mata akun anggaran yang semestinya. Kekeliruan ini terjadi karena
sangat terbatasnya staf pengelola keuangan. Sebagian besar staf pengelola
keuangan adalah tenaga honorer yang baru melakukan kegiatan
pertanggungjawaban pelaporan dengan sistim akuntansi keuangan negara.
Tabel 16. Rincian Persentase Pagu dan Realisasi Belanja Tahun Anggaran 2015

Kode Belanja % Pagu % Real

5111 Belanja Gaji dan Tunjangan PNS 2,87 38,09


5122 Belanja Lembur 1,02 0,00
Belanja Tunjangan Khusus & Belanja Pegawai
5124 00,4 6,06
Transito
5211 Belanja Barang Operasional 4.11 110,48
5212 Belanja Barang Non Operasional 8.13 48,68
5218 Belanja Barang Persediaan 0.93 16,60
5221 Belanja Jasa 23,81 72,42
5231 Belanja Pemeliharaan 1,03 89,80
5241 Belanja Perjalanan Dalam Negeri 14,69 114,50
5242 Belanja Perjalanan Luar Negeri 10,26 74,85
5321 Belanja Modal Peralatan dan Mesin 13,17 98,65
5361 Belanja Modal Fisik Lainnya 19,94 97,26
TOTAL 100,00 84,98
Sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 110


Gambar 22. Diagram Batang Nilai Realisasi Anggaran Bulanan Kemnko Bidang Kemaritiman

Sumber: Laporan Emonev di Website Kemenkeu.

Gambar 23. Grafik Persentase Realisasi Penyerapan Anggaran Bulanan Tahun 2015

Sumber: Laporan Emonev di Website Kemenkeu.

Sebagai kementerian yang baru terbentuk dan efektif bekerja serta


membelanjakan anggaran yang ada baru pada bulan keenam, maka jumlah
realisasi tersebut di atas termasuk tinggi, apalagi dengan kondisi staf yang masih
jauh dari kondisi ideal dan banyak yang merupakan staf-staf baru yang belum
berpengalaman dalam pengelolaan administrasi dan pengajuan serta
pertanggungjawaban laporan keuangan.

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 111


BAB 4 PENUTUP
Laporan Akuntabilitas Kinerja Kemenko Kemaritiman Tahun 2015
merupakan wujud pertanggungjawaban pelaksanaan pelaksanaan tugas dan
fungsi, kebijakan, program dan kegiatan selama tahun anggaran 2015 dalam
mewujudkan visi dan misi sesuai rencana strategis 2015-2019. Sehubungan
dengan Renstra 2015-2019 baru selesai disusun pada bulan Agustus 2015, maka
pelaksanaan kegiatan berpedoman pada Perjanjian Kinerja antara Menteri dengan
para Eselon I di lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

Hasil pengukuran kinerja dalam laporan ini diperoleh melalui laporan dari
seluruh unit kerja lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
(masing-masing Deputi, Sekretariat Menteri dan Biro-Biro di bawah Sekretaris
Menteri), serta pemaparan langsung dan diskusi. Hasil dari laporan, pemaparan
dan diskusi tersebut kemudian dianalisis dan disajikan menjadi laporan lengkap
yang terintegrasi.Penyusunannya laporan ditujukan dalam 2 (dua) kelompok
sasaran yaitu:
a. Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dalam lingkup
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
b. Terwujudnya sinergi antar sektor, tersedianya rekomendasi solusi atas
permasalahan sektoral, serta termonitornya implementasi kebijakan di
bidang tugas kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
Pada tahun 2015, disebabkan karena waktu efektif kegiatan Kementerian dan
keterbatasan sumberdaya manusia (pegawai) maka unit kerja eselon 1 dan 2
belum dapat menyiapkan laporan akuntabilitas kinerja masing-masing.
Melalui laporan ini, diharapkan bisa menjadi umpan balik dalam proses
penyusunan perencanaan kinerja tahun berjalan, sehingga sistem akuntabilitas
kinerja instansi Pemerintah (SAKIP) di Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman dapat berjalan dengan baik dan dapat merealisasikan sasaran dan
target kegiatan yang sesuai tugas dan fungsinya, serta masyarakat dapat
merasakan manfaat yang baik akan keberadaan Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman.
Semoga laporan ini, bermanfaat untuk semua pihak yang menjadi pemangku
kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan kegiatan masyarakat Indonesia.

Terima kasih

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 112


LAMPIRAN

LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 113


LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 114
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 115
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 116
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 117
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 118
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 119
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 120
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 121
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 122
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 123
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 124
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 125
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN Halaman 126

Anda mungkin juga menyukai