Anda di halaman 1dari 81

MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN GUM

ARAB, KARAGENAN DAN TEPUNG TERIGU


PADA PEMBUATAN "UDANG CETAK"

Oleh:

HARDIYONO MlRAN SOEMARTO

C.34101304

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI BASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
RINGKASAN

HARDIYONO MlRAN SOEMARTO. C.34101304. Mempelajari Pengaruh


Penambahan Gum Arab, Karagenan, dan Tepung Terigu pada Pembuatan
"Udang Cetak". Dibawah Bimbingan RUDDY SUWANDI.

Udang merupakan salah satu jenis seafood yang sangat digemari bukan
hanya di luar negeri, oleh karena itu udang masih merupakan primadona ekspor
Indonesia dalam sektor perikanan. Mayoritas udang diolah kedalam bentuk
headless product (udang tanpa kepala). Pada saat dilakukan pemotongan kepala
udang (deheading), ada daging di antara kepala udang dan badan udang yang oleh
dunia pengolahan udang sering disebut "genjer". Daging genjer ini adalah daging
yang bebentuk seperti genjer ayam, dan ini harus dihilangkan karena pembeli atau
importir di Iuar negeri tidak mau menerima udang headless dengan daging genjer
yang terlalu panjang.
Selama ini dalam industri pengolahan udang daging genjer tersebut hanya
dikumpulkan dan bila akan mendekati waktu lebaran diberikan kepada karyawan
secara cuma-cuma, ada juga yang berusaha mengolah daging tersebut misalnya
menjadi krupuk namun output value-nya tidak maksimal. Berdasarkan hal tersebut
di atas suatu penelitian dengan topik "Pemanfaatan daging genjer udang
untuk produk udang cetak dengan bahan pengikat gum arab, karagenan dan
tepung terigu " perlu dilakukan.
Tahap penelitian meliputi penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui jenis bahan pengikat yang
terbaik. Bahan pengikat yang digunakan yaitu gum arab, karagenan, dan tepung
terigu. Konsentrasi yang digunakan yaitu 5 %, 10 %, dan 15 % untuk setiap jenis
bahan pengikat, Penentuan jenis bahan pengikat dilakukan dengan menggunakan
uji organoleptik.
Pada penelitian utama, dilakukan analisis proksimat pada bahan pengikat
terbaik yang merupakan hasil dari penelitian pendahuluan.
Metode pembuatan udang cetak terdiri dari beberapa tahap yaitu
pencucian, penggilingan, pencampuran bahan pengikat, pencetakan, pernbekuan,
pemotongan, dan tahap penggorengan. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap Tunggal (RAL tunggal) dengan satu perlakuan
dan dua ulangan, hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut
Beda Nyata Jujur. Sedangkan hasil pengujian organoleptik dianalisis dengan
uji Kruskal-Wallis dan hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut
Multiple Comparison (Steel and Torrie, 1989).
Pada penelitian pendahuluan diperoleh hasil dari UJI organoleptik
menunjukkan bahwa penambahan bahan pengikat yang berbeda memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang diujikan. Parameter yang
dipengaruhi yaitu penampakan, warna, tekstur, aroma, dan penerimaan umum,
sedangkan parameter rasa tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Dengan melihat dari rata-rata nilai organoleptik, dapat disimpulkan bahwa bahan
pengikat yang terbaik yaitu tepung terigu dengan konsentrasi 15 %.
Pada penelitian utama diamati kadar air, protein, abu, dan lemak dari
produk terpilih dari hasil uji organoleptik yaitu produk dengan bahan pengikat
tepung terigu. Konsentrasi tepung terigu yang digunakan yaitu 5 %, 10 %, dan
15 %. Pengamatan pada kadar air udang cetak berkisar antara 53,00 % sampai
64,73 %. Udang cetak dengan penambahan tepung terigu sebesar 10 % memiliki
nilai rata-rata kadar air paling rendah yaitu 53,00 %. Sedangkan udang cetak
dengan penambahan tepung terigu sebesar 5 % memiliki nilai rata-rata kadar air
paling tinggi yaitu 65 %. Kadar air udang cetak memiliki tren menurun, hal ini
disebabkan karena tepung terigu mernpunyai sifat mengikat dan menahan air.
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan tepung yang memberikan kondisi
beda nyata adalah perlakuan tepung terigu 5 % dan 15 %. Kadar protein
cenderung memiliki tren menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi
tepung terigu yang diberikan. Hal ini mungkin disebabkan karena penambahan
tepung terigu dan proses penggorengan diduga menyebabkan terjadinya ikatan
antara molekul protein dengan pati dalam reaksi Maillard sehingga dapat
menurunkan kadar protein produk (Ibrahim, 2002). Uji lanjut BN] menunjukkan
perbedaan yang nyata pada setiap konsentrasi tepung terigu yang digunakan.
Berdasarkan hasil analisis kadar abu terhadap udang cetak, nilai kadar abu
berkisar antara 2,1 % sampai 3 %. Nilai kadar abu tertinggi terdapat pada
perlakuan dengan penambahan tepung terigu sebesar 15 % dengan nilai 3 %,
sedangkan yang terkecil terdapat pada konsentrasi 5 % dengan nilai sebesar
2,1 %. Dari hasil pengukuran analisa kadar abu, penambahan tepung terigu pada
udang cetak mampu meningkatkan nilai kadar abunya. Peningkatan kadar abu
pada udang cetak cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena tepung terigu mampu
meningkatkan zar anorganik pada produk, sehingga kadar abu produk menjadi
tinggi. Hasil uji lanjut BN] menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung
terigu 5 % dan 10 % menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sedangkan
perlakuan 5 % dan 15 % tidak berbeda nyata, begitu pula dengan perlakuan 10 %
dan 15 %.
Berdasarkan hasil analisis kadar lemak pada produk udang cetak dengan
menggunakan bahan pengikat tepung terigu berkisar antara 1,7 % hingga 3,1 %.
Nilai rata-rata lemak tertinggi dicapai pada perlakuan penambahan tepung terigu
sebanyak 15 % yaitu 3,1 % dan terendah pada perlakuan penambahan tepung
terigu sebanyak 10 %. Berdasarkan analisis statistik didapatkan hasil yang
berbeda nyata pada perlakuan berbagai konsentrasi tepung terigu (selang
kepercayaan 95 %). Hasil uji lanjut BN] menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan tepung terigu 5 % dan 15 % menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
Begitu juga dengan penambahan tepung terigu 10 % dan 15 %. Beda tertinggi
dicapai pada perlakuan penambahan tepung terigu 15 %. Kadar lemak pada
produk ini cukup tinggi diduga karena adanya proses penggorengan menggunakan
minyak yang menambah kadar lemak produk.
Berdasarkan h asil analisis karbohidrat terhadap udang cetak, nilai
kadar karbohidrat berkisar antara 8,72 % sampai 19,4 %. Nilai kadar karbohidrat
tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan tepung terigu sebesar 10 %
dengan nilai 19,64 %, sedangkan yang terkecil terdapat pada konsentrasi 5 %
dengan nilai sebesar 6,97 %. Penambahan tepung terigu kadar karbohidrat
memiliki tren meningkat. Hal ini disebabkan karena tepung memiliki komponen
karbohidrat yaitu pati yang jumlahnya cukup tinggi dalam tepung terigu. Pati
dalam tepung terigudapat mencapai 70 % (PT. ISM-Bogasari flour mills, 1993).
Basil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung terigu 5 % dan
15 % menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sedangkan perlakuan 5 % dan 10 %
tidak berbeda nyata, begitu pula dengan perlakuan 10 % dan 15 %.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan pemberian tepung
terigu memberikan nilai rata-rata tertinggi secara organoleptik dibandingkan
dengan penggunaan bahan pengikat gum arab dan karagenan, baik dalam
penampakkan, warna, tekstur, aroma, dan rasa. Penambahan konsentrasi tepung
terigu sebagai bahan pengikat secara umum akan menurunkan kadar protein,
menurunkan kadar air, menungkatkan kadar abu, menungkatkan kadar lemak, dan
meningkatkan kadar karbohidrat.
Saran yang bisa diberikan yaitu perlu adanya penelitian lanjutan untuk
mengetahui pengaruh penambahan tepung terigu terhadap karakteristik kekuatan
gel, uji lipat, dan sebagainya. Perlu dilakukan usaha pengurangan kadar air
produk, mengingat tingginya kadar air (sekitar 60 %) dapat mempengaruhi
daya simpan produk. Perlu dilakukan suatu modifikasi proses setelah udang eetak
dibekukan, seperti perebusan untuk memperoleh mutu udang eetak yang lebih
baik.
SKRIPSI

Judul Mempelajari Pengaruh penambahan Gum Arab, Karagenan


dan Tepung Terigu pada pembuatan "Udang Cetak".
Nama Hardiyono Miran Soemarto
NomorPokok .. C.34101304
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan

Menyetujui,

Ir. Ruddv Suwandi, MS. M.Phil.

Tanggallulus
KATAPENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena berkat
Rahmat dan HidayahNya, skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.
Skripsi merupakan karya ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa Institut
Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar sarjana. Skripsi dengan judul
Mempelajari Pengaruh penambahan Gum Arab, Keragenan dan Tepung
Terigu pada pcmbuatan 'Udang Cetak' merupakan karya ilmiah yang dibuat
oleh penulis untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar -
besarnya, kepada:
1. Ir. H. Ruddy Suwandi, MS.MPhil., selaku dosen pembimbing.
2. Dra. Pipih Suptijah, MBA., sebagai dosen penguji.
3. 11'.Djoko Purnomo, sebagai dosen penguji.
4. 11'.Nazori Jazuli, Msc. Selaku Kepala BPPMHP Muara Bam, Jakarta.
5. Ir. Rusmana, dan staff BPMHP Cirebon.
6. Ibunda tercinta, Soeminah Miran Soemarto atas cinta kasih dan doa -doa nya
yang tak pernah henti, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di IPB,
almarhum Bapak tercinta, Miran Soemarto yang selalu menanamkan nilai -
nilai kebenaran, keberanian dan keadilan.
7. Miss Anita, Bp. Djoko Susanto, Bp. Yulius Edi P. atas bantuan dan
penyediaan sampel "Genjer Udang" nya.
8. Isteriku Diani Rahayu yang dengan kesabarannya selalu memberikan
dorongan dan semangat sehingga penulis bisa menyelasaikan skripsi ini serta
anak-anakku Aqil Brilliant Hardian dan Maritza Lutfiah Rafa Hardian yang
merelakan waktunya untuk berpisah dengan ayah. Terima kasih sayang.
9. Mbah Kakung dan Mbah Yayi atas kasih sayang dan kesabarannya.
10. Mas Andri, Mba Werdi, Ardan dan De Nis, segala dukungannya selama om
kuliah di IPB sampai dengan selesai.
11. Mas Yoc dan Mba Tati yang tak tidak pernah berhenti memberikan dorongan
untuk segera menyelesaikan skripsi ini, juga Mas Tono, Mas Hal', Mas Yadi,
Mba Yani, Mba Moel, Mba Watri.

I
-:1.,.
12. Om Hery atas install dan up grade softwarenya sehingga kornputernya lancar
juga Mba Rochayah, Mas Wahcyadi, Mas Tresno, Mas Darto, Mas Rukun
dan Mas Rids atas Doa Restunya ..
13. Anton Wapres BEM, Ferdis, Edris, Indra, dan Lisna, Arfan Haras, Pak Arief,
Pak Albert, Iren Andria Sabda, serta ternan-ternan Angkatan 36 THP, yang
selama ini membantu dalam perkuliahan, seminar sampai dengan Sidang
Skripsi.
14. R. Andika dan James Riwu atas perhatiannya dalam proses pendaftaran
"Program Alih Jenjang" dan selama perkuliahan.
15. Ternan - ternan Al-Inayah 2, Kampus Dalam.
Akhirul kata, sernoga Alloh SWT, membalas segala kebaikan
Bapak Ibu sekalian dan Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan.

Bogor, Januari 2004

Penulis

11
DAFTARISI

Halaman
KATA PENGANTAR .
DAFT AR TABEL . v
DAFT AR GAMBAR . Vl

DAFTAR LAMPlRAN vn
1. PENDAHULUAN ..
1.1 Latar Belakang . 1
1.2 Tujuan , , , . 2
1.3 Waktu dan Tempat , . 2
2. TrNJAUAN PUSTAKA .
2.1 Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) . 3
2.2 Gum Arab , . 6
2.3 Karagenan . 8
2.4 Gandum danTepung Terigu..................................................................... 10
2.5 Produk Perikanan Tiruan.............. 13
3. METODOLOGI 15
3.1 Alat dan Bahan ;....................................................................... 15
3.2 Metode Penelitian.............. 15
3.2.1 Proses pembuatan udang cetak..................................................... 16
3.2.2 Prosedur analisis........................................................................... 17
3.3 Analisis Data 22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 24
4.1 Penelitian Pendahuluan 24
4.1.1 Komposisi genjer udang windu (Penaeus monodon) penelitian.. 24
4.1.2 Organoleptik................................................................................. 25
4.2 Penelitian Utama ,............... 35
4.2.1 Kadar air 36
4.2.2 Kadar protein ,.............................. 38
4.2.3 Kadar abu , ,..' 40
4.2.4 Kadar lemak , , , , , ,.... 41
4.2.5 Kadar karbohidrat 43

III
5. KESIMPULAN DAN SARAN 45
5.1 Kesimpulan................................ 45
5.2 Saran....................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 46
LAMPlRAN 49

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Komposisi Kimia Daging Udang Segar 6


2. Komposisi Kimia Tepung Cap Cakra Kembar, Segitiga Biru dan
Kunci Biru . 12
3. Komposisi Bumbu yang Digunakan 16
4. Score Sheet Organoleptic Test "Udang Cetak" 21
5. Skala Hedonik (Uji Kesukaan) 21
6. Data komposisi campuran Bahan Pengikat dengan daging udang cetak 24
7. Komposisi kandungan gizi daging udang cetak (Penaeus monodon) 25
8. Komposisi Kimia Daging Udang Segar 25
9 Perbandingan Kadar Air Bahan Baku dengan Kadar Air Produk. 37
10 Perbandingan Kadar Protein Bahan Baku dengan Kadar Protein
Produk Berdasarkan produk kering 39
11 Perbandingan Kadar Abu Bahan Baku dengan Kadar Abu Produk
Berdasarkan Berat Kering 41
12 Perbandingan Kadar Lemak Bahan Baku dengan Kadar Lemak Produk
Udang Cetak , ~ 42
13 Perbandingan Kadar Karbohidrat Bahan Baku dengan Kadar
Karbohidrat Produk Udang Cetak 44
14 Perbandingan Kadar Air, Protein, Abu, Lemak dan Karbohidrat
Bahan Baku dengan Produk Udang Cetak 45

v
DAFTARGAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Udang Windu (Penaeus monodon) 3


2. Morfologi Udang Windu 5
3. Unit karagenan mengandung 3 hubungan bolak-balik
-c-Degalaktopiranosa dan 4-~-D-galaktopiranosa 8
4. Pembentukan K-Karagenan 9
5. Pembentukan Iota-Karagenan 10
6. Pembentukan Theta-Karagenan dari Lambda-Karagenan 10
7. Diagram Alir Proses Pembuatan Udang Cetak 17
8. Grafik Organoleptik Penampakan Udang Cetak 26
9. Grafik Organoleptik Warna Udang Cetak ,.28
10. Grafik Organoleptik Tekstur Udang Cetak : 30
11. Grafik Organoleptik Aroma Udang Cetak 32
12. Grafik Organoleptik Rasa Udang Cetak ,.34
13. Grafik Organoleptik Penerimaan Umum Udang Cetak 35
14. Grafik Kadar Air pada Berbagai Penambahan Kadar Tepung Terigu .37
15. Grafik Kadar Protein pada Berbagai Penambahan Kadar
TepungTerigu 38
16. Grafik Kadar Abu pada Berbagai Penambahan Kadar Tepung Terigu .40
17. Grafik Kadar Lemak pada Berbagai Penambahan Kadar Tepung Terigu...42
18. Grafik Kadar Karbohidrat pada Berbagai Penambahan Kadar
Tepung Terigu 43

VI
DAFTAR LAMPlRAN

Nomor Halaman

1. Contoh Lembar Penilaian Uji Kesukaan (hedo 49


2. Contoh Lembar Penilaian Uji Organoleptik......... 50
3. Basil Penilaian Organoleptik Penambahan Bahan Pengikat 5 %.... 51
4. Basil Penilaian Organoleptik Penambahan Bahan Pengikat sebesar 10 %.. 52
5. Basil Penilaian Organoleptik Penambahan Bahan Pengikat sebesar 15 %
dan Analisis Proksimat Udang Cetak Basil Penelitian... 53
6. Analisis Ragam dan Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Kadar Air dan Protein
Produk Udang Cetak Basil Penelitian '" 54
7. Analisis Ragam dan Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Kadar Lemak dan Abu
Produk Udang Cetak Hasil Penelitian....... 55
8 Analisis Ragam dan Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Kadar Karbohidrat
Produk Udang Cetak Hasil Penelitian........ .. 56
9. Analisis Varian Rangking Kruskal Wallis Penampakan Udang Cetak Basil
Penelitian........................................................................... ... 57
10. Analisis Varian Rangking Kruskal Wallis Warna Udang Cetak Basil
Penelitian. .. .. .. .. .. .. .. ... . .. .. .. .. ... .. .. .. .. . .. .. .. .. . .. .. .. . .. . .. . .. . .. .. . .. ........ 58
11 Analisis Varian Rangking Kruskal Wa1lisTekstur Udang Ceta Basil
Penelitian ;...... 59
12 Analisis Varian Rangking Kruskal Wallis Aroma Udang Cetak Hasil
Penelitian. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .... . .. .. .. . .. .. .. ... .. .. .. . .. . .. . .. . .. .. . .. .. . ..... 60
13 Analisis Varian Rangking Kruskal Wallis Rasa dan Penerimaan umum
Udang Cetak Hasil Penelitian............................................... 61
14. Contoh Perhitungan dengan Berat Kering.................................. 62
15. Data Proksimat Genjer dan Tepung terigu serta contoh Penghitungan
Analisis Proksimat Adonan. .. ... . .. .. .. .. . .. .. .. .. . .. .. . .. ... .. . .. .. . . .. .. . .. .. . ... 63
16. Foto - foto Genjer dan Bahan Pengikat..................................... ...... 64
17. Foto Adonan Cetak Beku dan Udang Cetak Goreng Bahan pengikat
Tepung Terigu....................................... 65
18. Foto Udang Cetak Goreng Bahan Pengikat Keragenan dan Gum arab....... 66

Vll
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Udang merupakan salah satu jenis seafood yang sangat digemari bukan
hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri, oleh karena itu udang masih
merupakan primadona ekspor Indonesia dalam sektor perikanan. Hal ini terbukti
dengan besarnya proporsi udang, khususnya udang budidaya untuk memberikan
devisa negara yaitu hampir 70 % dari seluruh total pendapatan yang diharapkan.
Udang windu (Penaeus monodon) atau black tiger merupakan jenis yang paling
umum dan populer dalam perdagangan internasional (GEMA PROTEKAN 2003).
Udang merupakan jenis komoditi budidaya yang terkait dengan musim
(alam). Besarnya ketergantungan terhadap alam, menyebabkan pada suatu periode
tertentu terjadi kekosongan bahan baku udang (low season) dan pada saat yang
lain terjadi kelimpahan bahan baku (peak season).
Mayoritas udang diolah kedalam bentuk headless product (udang tanpa
kepala). Hal ini disebabkan oleh ketatnya standar untuk produk dengan kepala
(head on) dan kepala udang merupakan pusat pembusukan, sehingga dengan
memotong kepala udang akan mengurangi pertumbuhan bakteri pada saat
penyimpanan dan distribusi.
Pada saat dilakukan pemotongan kepala udang (deheading), ada daging di
antara kepala udang dan badan udang yang oleh industri pengolahan udang sering
disebut "genjer". Daging genjer ini adalah daging yang berbentuk seperti genjer
ayam, dan ini harus dihilangkan karena pembeli/importir di luar negeri tidak mau
menerima udang headless dengan daging genjer yang terlalu panjang.
Persentase dari daging genjer ini untuk setiap ekor udang sebesar 1 %.
Dapat dibayangkan berapa kilogram genjer yang akan dihasilkan oleh suatu unit
pengolahan yang mengolah udang untuk dipotong kepalanya sebanyak 60 ton.
Selama ini dalam industri pengolahan udang daging genjer tersebut hanya
dikumpulkan dan bila akan mendekati waktu lebaran diberikan kepada karyawan
secara cuma-cuma, ada juga yang berusaha mengolah daging tersebut misalnya
rnenjadi kerupuk namun output value- nya tidak maksimal.
2

Berdasarkan hal tersebut di atas suatu penelitian dengan topik "


Pemanfaatan Daging Genjer Udang untuk Produk Udang Cetak dengan Bahan
Pengikat Gum Arab, Keragenan dan Tepung Terigu "perlu dilakukan.

1.2 Tujuan Penelirian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gum arab,


keragenan dan tepung terigu terhadap rasa dan tekstur produk udang cetak dan
mengetahui komposisi bahan pengikat terbaik dalam menghasilkan produk udang
cetak dari genjer udang.

1.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Pembuatan produk dilakukan dirurnah sendiri dan uji proksimat serta


organoleptik dilakukan di Laboratorium Lembaga Pengkajian dan Pengujian
Mutu Hasil Perikanan, Cirebon dari tanggal 5 Nopember sid tanggal
30 Desember 2002.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udang Windu (Penaeus monodon Fab.)

Menurut Passano (1960), udang windu merupakan Kelas Crustacea yang


berenang dengan lima pasang kaki renang, bercangkang (eksternal skeleton) yang
selama pertumbuhan selalu diganti secara periodik (molting) dan termasuk Famili
Penaeid.
Famili Penaeid di Perairan Indonesia terdiri dari 45 jenis, diantaranya
14 jenis termasuk cukup penting. Dalam perdagangan, udang digolongkan atas
tiga golongan besar yaitu udang jerbung (banana shrimp), udang raja atau
udang kembung dan udang windu. Udang windu (Penaeus monodon) oleh
Holtius (1982), diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum: Arthropoda
Class: Crustacea
Ordo : Decapoda
Family: Penaeidea
Sub Family: Penaeidae
Genus: Penaeus
Spesies: Penaeus monodon
Foto udang windu secara utuh dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Gambar Udang Windu (Penaeus monodon), (FAO, 2003).


4

Ciri spesifik dad udang windu adalah rostrum dengan rumus gigi 7/3,
artinya jumlah gigi pada sisi atas tanduk ada 7 sedangkan pada sisi bawah ada 3.
Badan berwama loreng-Ioreng besar, vertikal, hijau kebiruan atau kehitaman
dengan kulit yang relatifkuat dan tebal (Poernomo, 1979).
Pada dasarnya badan udang dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian
cephalothorax dan bagian abdomen. Cephalothorax merupakan gabungan dari
kepala dan dada, sedangkan bagian abdomen merupakan bagian terbesar dari
tubuh udang yang di dalamnya terkandung sebagian besar daging yang dapat
dimakan dan bagian ekor (telson). Bagian kepala merupakan 34 - 44 % dari
seluruh berat badan, daging keseluruhan 24 - 41 %, sedangkan kulit dan ekor
antara 17 - 23 % (Zaitzev et.al., 1969).
Bagian kepala udang terdiri dari 6 ruas, 3 ruas pertama merupakan
penyangga mata dan perangkat mulut, sedangkan 3 ruas terakhir dilengkapi
dengan anggota badan yang berfungsi sebagai pembantu mulut. Bagian dada
udang terdiri atas 8 ruas yang tiap ruasnya memiliki sepasang anggota badan
(tracopoda), tracopoda pada ruas pertama sampai dengan ketiga (maxipila)
berperan sebagai pelengkap mulut dan memegang makanan sedangkan tracopoda
pada ruas keempat sampai kedelapan (periopoda) berperan sebagai kaki jalan
(Toro dan Sugiarto, 1979).
Bagian abdomen terdiri dari 6 ruas. Ruas pertama sampai kelima
mempunyai sepasang anggota badan pendek sebagai kaki renang (pleopoda).
Pleopoda pada ruas keenam berubah menjadi pipih melebar yang bersama dengan
telson berfungsi sebagai kemudi renang (Toro dan Sugiarto, 1979). Untuk lebih
jelasnya mengenai udang windu dapat dilihat pada Gambar 2.
Menurut F.A.O. nama dagangnya adalah : giant tiger prawn, crevette
giante tigre, camaron tigre gigante (Solis, 1988). Dalam perdagangan
international udang windu dikenal dengan nama tiger. shrimp. Udang windu ini
terdiri dari dua spesies yaitu Penaeus monodon dan Penaeus semisucatus
(Naamin, 1979). Menurut Poernomo (1979), perbedaan Penaeus monodon dan
Penaeus semisucatus adalah pada pola pita kecepatan pertumbuhannya. Penaeus
semisucatus memiliki pola pita lebih tegas, dibandingkan Penaeus monodon dan
5

perturnbuhan di tarnbak biasanya lebih lambat sehingga ukurannya dalarn waktu


yang sarna lebih kecil daripada Penaeus monodon.

25

-----23

......- 27

'" <, 32
TAMPAKATAS
29 30

Keteranzan: I. Mata; 2. Rostrum; 3. Gigi rostrum; 4. Bulu cambuk antenuIar; 5. Antena;


6-7. Eksopoda maksipiia ke 2 dan 3; 8-12. Periopoda ke 1-5; 13-17. Pleopoda ke 1-5;
8.Duri hepatik; 19. Postrostral karina; 20. Karapas; 21-26. Ruas abdomen 1- 6; 27.
Telson; 28. Uropoda; 29. Sisik antenal; 30. Sungut mandibular; 31. Petasma; 32.
Eksopodit uropoda; 33. Endopodit uropoda.

Gambar 2. Morfologi Udang Windu (Condover dan Brick, 1972, dalarn Toro dan
Sugiarto, 1979)

Udang merupakan bahan pangan yang mudah busuklrusak. Cepatnya


kernunduran mutu dan kerusakan tersebut terutama disebabkan oleh enzim yang
ada pada jaringan dan enzirn yang dihasilkan oleh bakteria (Novak, 1973 dalam
Weiser et al., 1976).
Walaupun mudah busuk, udang merupakan sumber gizi yang baik karena
banyak mengandung unsur-unsur yang diperlukan dalam metabolisme tubuh,
'.....___--
6

terutama protein. Selain sebagai zat pengatur dan pembangun, protein juga
merupakan sumber kalori yang cukup penting untuk proses kelangsungan
metabolisme sel pada makhluk hidup. Secara umum komposisi kimia daging
udang segar disajikan pada Tabell.

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Udang Segar


.Zat Gizl- ) _.)2:/i, .....
: i,:,:Juriilah.(dalamlO_O/gram daging udang)
Kalori (kkal) 91,0
Protein (g) 21,0
Lemak (g) 0,2
Karbihidrat (g) 0,1
Kalsium (mg) 136,0
Fosfor (mg) 170,0
Besi (mg) 8,0
Vitamin A (SI) 60,0
Vitamin B 1 (mg) 0,01
Air (g) 75,0
Bagian dapat dimakan (g) 68,0
Sumber: Direktorat Gizi Depkes (1991)

2.2 Gum Arab

Gum arab (gum akasia) merupakan gum alami yang paling dikenal. Gum
arab berasal dari getah alami, yang dihasilkan dari berbagai spesies pohon-pohon
Acacia. Gum arab keluar dari pohon akasia sebagai getah yang membentuk bola-
bola seperti titik-titik air mata. Dari banyak spesies akasia yang ditemukan, hanya
tiga jenis yang dimanfaatkan secara komersial yaitu Acacia senegal, Acacia seyaZ
dan Acacia laeta. Secara fisik, gum arab merupakan molekul bercabang banyak
dan kompleks. Dengan bentuk struktur yang demikian menyebabkan gum arab
memiliki kekentalan yang rendah. Bentuk molekul dari gum arab berupa spiral
yang kaku dengan panjang rantai utama molekulnya berkisar antara 1.050A dan
2.400Ao tergantung padajumlah muatannya (Fardiaz, 1989).
Menurut Glicksman (1969), gum arab mempunyai bobot molekul
bervariasi antara 250.000-100.000 merupakan garam yang bersifat netral atau
sedikit asam (karena adanya asam D-glukoronat) dari suatu kompleks polisakarida
yang mengandung ion-ion kalsium, magnesium, dan kalium. Struktur molekulnya
terdiri dari rantai utama yang tersusun dari unit ~-galaktopiranosa yang berikatan
pada posisi (l,3) dengan rantai - rantai cabang yang terdiri dari unit - unit
7

1,6 galaktopiranosa dan mempunyai gugus terminal asam glukoronat atau asam
4-0 metil glukoronat. Kadang-kadang ada gugus tambahan yang melekat pada
posisi C-3 galaktosa yang terdapat pada rantai cabangnya.
Gum arab dapat digunakan untuk memperbaiki viskositas, tekstur dan
bentuk dari makanan. Selain itu, gum arab dapat mernpertahankan flavor
dari makanan yang dikeringkan dengan pengering semprot. Viskositas larutan
gum arab dipengaruhi oleh pH, garam, suhu, atau elektrolit. Peningkatan suhu
akan menurunkan viskositas dan berat jenis gum arab. Penurunan viskositas
berarti penurunan tegangan antar permukaan akan memberikan kondisi sistem
emulsi yang baik. Gum arab membentuk lapisan yang dapat melapisi
(enkapsulasi) partikel flavor, sehingga partikel flavor terlindungi dari oksidasi dan
evaporasi. Gum arab juga mengurangi absorpsi air dari udara terutama untuk
produk yang higroskopis (Glicksman dan Shachat, 1959). Gum arab termasuk
golongan GRAS (Generally Recognized As Safe), tidak beracun dan tidak
berbahaya untuk dikonsumsi manusia.
Gum arab mudah larut ketika diadukdalam air. Gum ini sifatnya unik jika
dibandingkan dengan gum lain, hal ini dikarenakan gum arab dapat membentuk
larutan dengan kekentalan yang rendah sehingga dapat membentuk larutan dengan
konsentrasi sampai 50 % (Be Miller dan Whistler, 1996). Gum lain akan
membentuk larutan yang sangat kental pada konsentrasi yang rendah (1-5 %),
sedangkan gum arab baru mencapai kekentalan maksimum pada konsentrasi
40-50 %.
Menurut Fardiaz (1989), secara umum larutan gum arab akan mencapai
kekentalan maksimum pada pH sekitar 4,5-5,5. Kurang dan lebih dari pH ini akan
menyebabkan kekentalannya rendah. Adanya elektrolit dalam larutan gum arab
juga mengakibatkan turunnya kekentalan, meskipun dalam larutan sangat encer
penurunan kekentalan ini lebih nyata pada larutan dengan konsentrasi yang lebih
tinggi. Kemampuannya untuk membentuk larutan pekat tersebut menyebabkan
gum arab merupakan pemantap dan pengemulsi yang baik jika dicampurkan
dengan sejumlah besar bahan-bahan yang tidak larut. Gum arab mempunyai sifat
daya gabung (compatible) yang luas seperti halnya dengan kebanyakan gum dan
pati, juga dengan kebanyakan karbohidrat dan protein. Tetapi gum arab tidak
8

mempunyai sifat daya gabung dengan beberapa gum seperti natrium alginat dan
gelatin. Dengan gelatin misalnya membentuk. endapan atau kekeruhan. Dalam
banyak hal sifat daya gabung atau tidak bergabung dikontrol dengan pH dan
konsentrasinya.

2.3 Karagenan

Karagenan adalah suatu unit polisakarida yang dibuat dari perlakuan alkali
(dan modifikasi) dari rumput laut merah (Rhodophycae), kebanyakan jenis yang
menghasilkan karagenan antara lain Chondrus, Eucheuma, Gigartina dan Iridaea.
Rumput laut yang berbeda menghasilkan karagenan berbeda (Suptijah, 2002).
Unit struktural karagenan dapat dilihat dari Gambar 3.

H H H

Gambar 3. Unit Karagenan Mengandung 3 Hubungan Belak-Balik -a-D-


galaktopiranosa dan 4-~-D-galaktopiranosa (Ceamsa, 2001).

Karagenan dapat diaplikasikan pada berbagai produk sebagai pembentuk


gel atau penstabil, pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi dll, terutama pada
produk-produk jeli, jamu, saus, permen, sirup, puding, dodol, salad dressing, gel
ikan, nugget, produk. susu, dll. Bahkan juga untuk industri kosmetik, tekstil, cat,
obat-obatan, pakan ternak dll (Ceamsa, 2001).
Karagenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya,
yaitu: kappa: 25-30 %, ~:,,f~_=~5 % dan lambda: 32 -39 %. Larut dalam air
panas (700C), air dingin, susu, dan larutan gula, sehingga sering digunakan
sebagai pengental/penstabil pada berbagai minuman atau makanan. Dapat
membentuk. gel dengan baik, sehingga banyak digunakan sebagai peng-gel dan
thickener (Suptijah, 2002).
Kappa-karagenan berasal dari rumput laut E. Cottonii yang terbentuk dari
~-D-galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhydro-a-D-galaktosa melalui ikatan (1-73)
9

dan (1--+4) (Ceamsa,2001), dengan kandungan sulfat sekitar 25 - 30 %


(Glicksman, 1983). Kappa-karagenan terbentuk dalam rumput laut sebagai aksi
'.
enzim dekinkase yang mengkatalisis perubahan u-karagenan menjadi
K-karagenan. Konversi tersebut secara kimiawi dapat juga terjadi karena adanya
alkali (Rees, 1969), seperti terlihat pada Gambar 4.
H

p..
H

H
fO
H H

-20xk J Off H

H__ o
H

H OH
H

Gambar 4. Pembentukan x-Karagenan (Ceamsa, 2001)


Iota karagenan berasal dari rumput laut jenis Eucheuma spinosum yang terbentuk
dari ~-D-Galaktosa-4-sulfat dan 3,6-anhydro-a-D-galaktosa-2-sulfat melalui
ikatan (1--+3) dan (1--+4) (Ceamsa, 2001). Pembentukan iota dari v-karagenan
ditunjukkan pada Gambar 5.
H

cd
p ,....,..,
,,-Jo
H/ (}
0

Cl.1 ...,
(}
....-....
Ii 0

l. H
Ii H

Gambar 5. Pembentukan Iota-Karagenan (Ceamsa, 2001)


Lambda karagenan berasal dari beberapa jenis Chondrus dan Gigartina yang
terbentuk dari ~-D-Galaktosa-2-sulfat dan a-D-galaktosa-2,6-disulfat melalui
ikatan (1--+3) dan (l--+4) (Ceamsa, 2001). Struktur lambda-karagenan yang
berubah menjadi theta-karagenan dapat dilihat pada Gambar 6.
10
..
.'

H H

Gambar 6. Pembentukan Theta-Karagenan dari Lambda-Karagenan


(Ceamsa, 2001).

2.4 Gandum dan Tepung Terigu

Gandum yang baik diperoleh dari kondisi tanah lernpung, curah hujan
sedang pada masa pertumbuhan, dan masih ada hujan selama musim panas. Jadi
iklim dan tanah dapat mempengaruhi tipe pertumbuhan gandum dan tepung yang
dihasilkan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi adalah tempat tumbuh,
waktu penanaman, dan warna gandum (Whitely, 1971). Beberapa jenis gandum
yang paling umum dan dikenal sebagai gandum termasuk kedalam ordo
Graminales (Leonard dan Martin, 1963).Menurut Pomeranz dan Shellenberger
(I971), Gandum dibagi menjadi tujuh kelas yaitu hard red spring, durum, red
durum, hard red winter, soft red winter, putih dan campuran.
Gandum jenis hard red spring dan hard red winter digunakan secara
khusus untuk pembuatan roti karena mengandung gluten yang tinggi, dan
mempunyai kandungan protein yang tinggi pada masa pertumbuhan dan mudah
sekali beradaptasi. Soft'red winter dan white wheat keduanya mempunyai protein
yang rendah, tepung yang dihasilkan baik untuk produk pastries, cracker, cake
dan biskuit. Durum wheat digunakan utnuk pembuatan semolina yang digunakan
pada pembuatan makaroni, spagheti, dan beberapa produk pasta. Varietas red
durum digunakan hanya untuk bahan persediaan atau makanan ternak unggas
(Leonard dan Martin, 1963).
II

Tepung terigu merupakan bahan baku dasar dalam pembuatan roti dan
biskuit. Tepung ini diperoleh dari biji gandum (Triticum sp) yang digiling.
Berdasarkan sifat kekuatannya, tepung terigu dapat dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu keras dan lunak. Di Indonesia sendiri menurut Wiriano .(1;:~1:),..rjenis
tepung terigu dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu tepung keras, medium dan
lunak. Pengelompokan ini berdasarkan pada kandungan proteinnya. Dimana
tepung keras mempunyai kandungan protein yang rendah,
Tepung terigu dalam keadaan baik merupakan tepung yang
"""'__.w .-----, ..__...'~' .,.
berwarna putih
krem dengan bau yang enak, rasa sedikit manis, dan bila diremas dengan kuat
dalam tangan cenderung bersatu dengan baik dan kemudian dengan mudah dapat
berderai.Bila-~-.-tepung terigu dicampur
..." .. ---
.,--, _._.- _. .
dengan air sebanyak setengah dad beratnya
maka akan terbentuk masa yang plastis yang disebut adonan (Whitely, 1971).v
Menu rut Leonard dan Martin (1963), penggilingan gandum menjadi
tepung terigu melalui beberapa tahap proses yaitu pembersihan gandum,
pengeringan, pemecahan gandum, penghancuran, penyaringan, pemisahan tepung,
pemutihan tepung yang dihasilkan, serta penambahan vitamin dan mineral yang
dibutuhkan untuk memperkaya kandungan gizi tepung tersebut.
Komposisi kimia tepung terigu meliputi kadar air, 13~15,5 % ; pati,
65~75 % ; protein, 8~13 %; selulosa, 0,2 % ; lemak 0,8~1,5 % ; gula, 1,5-2 % ;
dan mineral, 0,3-0,6 % (Leonard dan Martin, 1963).
Tepung terigu sebagai produk utama terdiri atas tiga jenis, didasarkan
atas .kadar proteinnya, yaitu tepung keras (Cap Cakra Kembar), tepung lunak
(Cap Kunci Biru), dan tepung setengah keras (Cap Segitiga Biru). Ketiga jenis
tepung di atas tidak dianggap sebagai kelas-kelas kuaitas tepung, tetapi lebih
ditekankan pada tujuan tepung yang berbeda ( PT. ISM-Bogasari flour-
mills, 1993 ).
Tepung Cap Cakra Kembar berkadar protein tinggi (12~14 %) dan
digunakan untuk produk-produk yang memerlukan pengembangan, seperti roti
dan mie instan. Pengembangan roti memerlukan gluten yang kuat, elastis dan
ekstensibel, agar selama pemanggangan dapat menahan dan membentuk sel-sel
udara. Sebaliknya tepung Capk Kunci Biru yang berkadar protein rendah (7-8 %)

......."\
-"i"
12

digunakan untuk produk-produk yang tidak memerlukan pengembangan tersebut,


seperti cake, cookies, wafer, bapao, dan lain-lain (PT. ISM-Bogas~i flour-
mills, 1993 ).
Tepung Cap Segitiga Biru berkadar protein sedang (9-10,5 %), dan
dimaksudkan sebagai penengah dari kedua ekstrim di atas. Produk ini dapat
digunakan untuk produk yang memerlukan pengembangan maupun tidak,
sehingga disebut sebagai tepung untuk segala keperluan (all purposes flour).
Komposisi kimia dari ketigajenis tepung tersebut disajikan dalam Tabel2.

Tabel 2 Komposisi kimia tepung Cap Cakra Kembar, Cap Segitiga Biru dan Cap
Kunci Biru*)

Jenis Tepung
Komponen Kimia Cakra Kembar Segitiga Biru Kunci Biru
Air 13,0 - 14,0 12,0 - 14,0 12,0 - 13,0
Protein 12,0 - 14,0 9,0 - 10,5 7,0 - 8,0
Pati 65,0 -70,0 68,0 -70,0 68,0 -70,0
Abu 0,45 - 0,5 0,45 - 0,49 0,4 - 0,5
Gula 1,2 - 2,0 1,2-2,0 0,2 - 2,0
*) PT. ISM-Bogasariflour mills, 1993

Gandum merupakan salah satu jenis serealia yang unik, karena tepungnya
dapat membentuk adonan yang dapat menahan gas yang terbentuk selama
fennentasi dan pemanggangan, sehingga menghasilkan roti yang mengembang,
ringan, dan beraerasi baik. Keunikan tersebut disebabkan karena proteinnya yang
bila bersenyawa dengan air akan menghasilkan gluten yang mampu menahan gas-
.gas yang terbentuk (Pyler, 1973).
Gluten merupakan suatu massa yang besar terdiri dari protein. Lengket
seperti karet, dan dapat diperoleh dari tepung gandum dengan cara membuat
adonan dan mencucinya dengan air mengalir (Pyler, 1973).
Karbohidrat dari tepung terdiri dari pati, dekstrin, selulosa, gula, dan
pentosa. Pati memegang peranan penting karena merupakan building material
(jaringan dan kerangka) roti. Komponen gula disakarida seperti sukrosa, maltosa
merupakan substrat ragi yang dapat dipecah menjadi alkohol dan C02.
13

Karbondioksida ini selanjutnya berperan dalam proses pengembangan adonan


(Ahza, 1983).

2.5 Produk Perikanan Tiruan

Sebagian besar hasil perikanan memiliki sifat spesifik mudah sekali rusak,
apabila tidak diberikan penanganan yang tepat. Untuk menghindari kerusakan itu,
dapat diberikan alternatif penanganan yaitu pengolahan sehingga produk dapat
dimakan.
Di dalam dunia perikanan secara umum, khususnya dalam bidang
pengoIahan hasil perikanan berbagai macam usaha dilakukan untuk meningkatkan
nilai tambah suatu produk. Salah satu cara untuk menambah niIai suatu produk
adalah pembuatan makanan Iaut buatan, atau sering disebut oleh praktisi dunia
perikanan adalah "Artificial Seafood". Artificial Seafood dapat dikelompokkan
Iebih spesifik lagi menjadi 3 bagian yaitu artificial crab, artificial shrimp, dan
artificial abalon. Ketiga pendefinisian ini sebenarnya memiliki arti pengoIahan
yang hampir sama yaitu pembuatan daging udang buatan, kepiting buatan dan
abalon buatan dengan bahan utama "Surimi/daging ikan cacah" yang dicampur
dengan bahan bahan pengikat, aroma dan pewarna. Bahan bahan tersebut
kemudian dicampur bersama untuk menghasilkan satu produk yang memiliki
warna, rasa dan tekstur seperti daging kepiting, daging udang dan daging abalon
(Lanier. et.al.,1993).
Bahan tambahan bisa berasal dari bahan buatan seperti esters, ketones,
aminoacids, dan bahan organik yang lain atau bahan alami seperti kaldu dari
udang, telur, jeruk, mustard, garam dan saus. Pada cacahan ikan ini biasanya
ditambahkan cryoprotectan seperti gula dan garam yang dapat meningkatkan
pembentukan gel, atau juga putih telor. Pada tahap ini produk masih disebut
surimi. Langkah selanjutnya agar produk dapat disebut artificial crab adalah
pengolahan dengan penambahan berbagai macam tambahan (Lanier. et.al.,1993).
3. METODOLOGI

3.1. Bahan dan Alat

Bahan baku utama yang dipergunakan dalam pembuatan udang cetak


adalah daging genjer udang windu (Penaeus monodon) yang diperoleh dad
PT Dipasena Citra Darmaja, Lampung. Bahan penunjang yang digunakan sebagai
tambahan adalah gum arab, keragenan dan tepung terigu serta minyak goreng dan
ail'.

Bahan kimia yang dipergunakan dalam analisa antara lain: K2S04, HgO,
H2S04, NaOH, HN03, H3B03, HC1, NaCI, heksana dan lain-lain.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan udang cetak antara lain:
blender, timbangan, bak-bak plastik dan pisau stainless steel. Sedangkan alat-alat
yang digunakan dalam analisis sampel antara lain: gelas ukur, labu erlenmeyer,
labu kjeldahl, labu soxhlet, cawan porselen, cawan conway, lumpang, desikator,
alat sentrifusi, alat destilasi, pH meter, termometer, neraca analitik, oven, tanur,
pengaduk, dan lain-lain.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan kondisi
perlakuan yang akan diberikan dalam penelitian utama. Pada penelitian
pendahuluan dilakukan analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak dan
karbohidrat) daging genjer udang dan percobaan pembuatan udang cetak untuk
menentukan komposisi bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian utama.
Udang cetak dibuat dengan penambahan tiga jenis bahan pengikat yaitu
gum arab, keragenan, dan tepung terigu. Uji yang dilakukan untuk menentukan
bahan pengikat terbaik yaitu dengan menggunakan uji organoleptik.
Pada penelitian utama, udang cetak dibuat dengan menggunakan satujenis
bahan pengikat dengan konsentrasi tertentu yang sesuai dengan penelitian

pendahul uan.
, :

15

Pada penelitian pendahuluan perlakuan yang diberikan adalah :


(1). Gum Arab : 5 %, 10 %, 15 %
(2). Keragenan : 5 %, 10 %, 15 %
(3). Tepung Terigu : 5 %, 10 %,15 %
Kombinasi terbaik dari penambahan bahan pengikat yang disukai oleh
panelis akan digunakan dalam penelitian utama.

1.2.1 Proses pembuatan udang cetak

Pada dasarnya tahapan dalam pembuatan udang cetak meliputi : pencucian


genjer daging udang, penggilingan, pencampuran bahan pengikat, pencetakan,
pernbekuan, dan penggorengan.
Mula-mula genjer udang dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran atau
kulit udang yang ikut terbawa. Daging genjer udang kemudian digiling dengan
menggunakan penggiling daging. Penggilingan genjer udang dilakukan pada suhu
yang rendah. Tujuannya adalah untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin
oleh panas yang ditimbulkan karena proses penggilingan. Daging genjer udang
yang telah digiling kemudian dicampur bahan pengikat dan ditambah air sebanyak
50 ml. Campuran diaduk sampai merata dan homogen, dengan cara diremas remas
dengan menggunakan tangan yang bersih sambil ditambahkan air dan bumbu,
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3. Adonan selanjutnya dituang ke dalam
cetakan dan diratakan. Adonan dimasukan ke dalam freezer, setelah beku
dikeluarkan dari cetakan kemudian dipotong sesuai selera. Udang cetak digoreng
sampai matang atau sampai berwarna coklat. Proses pembuatan udang cetak dapat
dilihat pada Gambar 7.

Tabe13. Komposisi bumbu yang digunakan (dalam setiap 100 gram adonan)

JUMLAH
BAHAN
(GRAM)
Bawang putih 2,2
Garam 1,5
Sumber: Tanoto (1994)
16

Pencampuran bahan Penambahan


pengikat Bumbu

Pencetakan

Pembekuan

Pemotongan

Gambar 7. Diagram Alir Proses Pembuatan Udang Cetak

3.2.2 Prosedur Analisis

Untuk melihat kualitas produk yang dihasilkan, dilakukan uji fisik,kimia,


dan organoleptik. Prosedur pengujian sampel dicantumkan dibawah ini.

(1). Kadar air (AOAC, 1985)

Cara penentuan kadar air adalah sebagai berikut :


Cawan porselen beserta tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15
menit.
Didinginkan selama 20 menit dalam desikator. Setelah dingin beratnya
ditimbang.
Sampel sebanyak lima gram dimasukkan ke dalam cawan dan ditutup.
Disimpan dalam oven selama enam jam pada suhu 100C - 102C.
Cawan beserta tutupnya dipindahkan ke dalam desikator dan setelah
dingin ditimbang kembali,
17

Pengeringan diulangi lagi hingga diperoleh berat cawan beserta


tutupnya yang konstan.

Perhitungan Kadar Air:


A-B
Kadar Air Berat Basah = x 100 %
A
A = Berat awal bahan
B = Berat bahan setelah dikeringkan

(2). Kadar protein (AOAC, 1985)

Cara kerj a penentuan kadar protein adalah sebagai berikut :


Sampel ditimbang sebanyak dua gram dan dimasukkan ke dalam labu
kjeldahl.
Ditambahkan 1,9 gram K2S04, 40 miligram HgO, dan dua ml H2S04.
Ke dalam labu kjeldahI dimasukkan batu didih.
Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih.
Setelah warna sampel jernih didinginkan.
Ditambahkan air sebanyak 5-10 ml secara perlahan-lahan melalui
dinding labu kjeldahl dan didinginkan kembali.
lsi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi kemudian dicuci dan
dibilas sebanyak 5-6 kali dengan 1-2 ml air.
Air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi.
Erlenmeyer yang berisi lima ml larutan H3B03 dan 2-4 tetes indikator
(campuran dua bagian metil merah dalam alkohol dan satu bagian
metil biru 0,2 % dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor.
Ujung tabung kondensor direndam dalam larutan H3B03.
Ditambahkan 8-10 mllarutan NaOH, Na2S203.
Dilakukan destilasi sampai tertampung 15 ml destilat dalam
erlenmeyer.
Tabung kondensor dibilas dengan air dan air bilasan ini ditampung
dalam labu yang sama.
lsi labu erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml.
18

Dititrasi dengan HCI 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi


abu-abu,

Perhitungan Nitrogen Total (NT) :


% N = (ml HCl- blanko) x N HCI x 14,007
x 6,25 x 100 %
mg sampel

(3). Kadar lemak (AOAC, 1985)

Cara penentuan kadar lemak adalah sebagai berikut :


Labu lemak dikeringkan dalam ovenJdalam desikator.
Setelah dingin ditimbang beratnya.
Sampel ditimbang sebanyak lima gram, dibungkus dengan kertas
saring dengan bagian ujungnya tertutup (seperti corong).
Sampel diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet.
Alat kondesor dipasang dan labu lemak diletakkan di bawahnya.
Pelarut petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya
sesuai ukuran soxhlet yang digunakan.
Reflux dilakukan minimal lima kali sampai pelarut yang turun ke labu
lemak berwarnajernih.
Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan pelarutnya
ditampung.
Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven
pada suhu lOSoC.
Dikeringkan sampai beratnya tetap dan didinginkan dalam desikator.
Labu beserta lemaknya ditimbang.

Perhitungan Kadar Lemak :


berat akhir - berat awal
Kadar Lemak BB x 100 %
berat sampel

kadar lemak BB
Kadar Lemak BK = -------- x 100 %
100 - kadar Iemak BB
19

(4). Kadar abu (AOAC, 1985)

Cara penentuan kadar abu adalah sebagai berikut :


Cawan pengabuan dibakar dalam tanur.
Dinginkan daIam desikator dan ditimbang beratnya.
Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram dalam cawan.
Diletakkan dalam tanur dan dibakar sampai diperoleh abu atau sampai
beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada
suhu 400C dan pada suhu 550C.
Cawan pengabuan didinginkan kemudian ditimbang.

Perhitungan Kadar Abu:


'b berat abu (gram)
Ka dar A u = --------=-__;__ x 100 %
berat sampel (gram)

(5). Kadar karbohidrat (Winarno, 1988)

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan metode tak


langsung yaitu :
Karbohidrat (%) = 100 % - % (abu + lemak + protein + air + serat kasar)

(6). D.ii organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik terhadap produk menggunakan uji kesukaan yang


disebut juga uji hedonik. Tingkat kesukaan ini disebut dengan skala hedonik
dan diberi nilai 1-7. Penilaian yang diberikan dicantumkan dalam Tabel 4
dan TabeI 5..
20

Tabe14. Score Sheet Organoleptik Test "Udang Cetak"

Nama Panelis :
Tgl Pengujian :
Produk : Udang Cetak (Genjer)
No. Jenis Uji Nilai I 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Rasa
Pahit 2
Hambar 4
Sedikit manis gurih 6
Manis, Gurih 8
Sangat manis, Gurih 10
2. Bau
Busuk/arnrnonia 2
Tak ada bau khas udang goreng 4
Sedikit bau khas udang 6
Bau gurih khas udang goreng 8
Sangat khas udang goreng 10
3. Warna
Coklat kehitaman 3
Coklat 6
Kuning Keemasan 9
4. Tekstur
Lembek, mudah pecah 2
Keras/a lot/padat 4
Lembek sedikit kenyal 6
Kenyal/kornpak/elastis 8
5. Penampakan
Tidak rnenarik 2
Tidak seragam 4
Utuh/tidak merata 6
U tuh/ sera gam/ merata 8

Tabe15. Uji Kesukaan dengan Skala Hedonik.


Skala Hedonik Nilai
Amat Sangat Suka 7
Sangat Suka 6
Suka 5
Agak Suka 4
Agak Tidak Suka 3
Tidak Suka 2
Sangat Tidak Suka 1
21

3.3 Analisis Data

Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah rancangan


acak lengkap dengan satu faktor dengan ulangan percobaan 2 kali, Model
rancangan yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1993) adalah sebagai
berikut:

Y ij = j.!. + 'tj + E:ij


Dimana : i = taraf 1, 2, dan 3 (perlakuan)

j = pengamatan 1 dan 2 (ulangan)


Keterangan : Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
j.!. = Pengaruh rata-rata pengamatan

'tj = Pengaruh perlakuan ke-i


E:ij = Pengaruh galat dari satuan pengamatan ke-j yang
memperoleh perlakuan ke-i.

Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis ragam. Jika analisisnya


berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ), formula uji
BNI menurut Steel dan Torrie (1993) adalah :

Dimana : qa = Ditentukan dari tabel

p = Jumlah perlakuan
fe = Derajat bebas galat

Sv= ~K~G

Dimana : KTG = Nilai kuadrat tengah galat


r = Jumlah ulangan
Analisis non parametrik yang dilakukan adalah pengujian organoleptik
dengan metode uji mutu hedonik menggunakan uji Kruskal Wallis (Steel dan
Torrie, 1989) dengan rumus sebagai berikut :
22

H- [ 12
n(n + 1)
LiR~]
m
H Pembazi = 1 _ l:,T
H'=---
Pembagi o (n -1)( n + 1)

Keterangan : n = J umlah data


n, = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke- i
Rr= Jumlah rangking dalam perlakuan ke- I
T = Banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok
H'=
Hterkoreksi

Jika hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata,
selanjutnya dilakukan uji Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut
(Steel dan Torrie, 1993) :

IRi - Rjl x Z a/2p ~(N : l)k

Keterangan : R, = Rata-rata rangking perlakuan ke-i


Rj = Rata-rata rangking perlakuan ke- j
k = Banyaknya ulangan
N = Jumlah total data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan, dilakukan analisis proksimat terhadap bahan


baku dan penentuan bahan pengikat terbaik pada udang cetak dengan
menggunakan uji organoleptik. Jenis bahan pengikat dan konsentrasi yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Data komposisi campuran Bahan Pengikat dengan genjer udang.

Sampel Genjer Udang Gum Arab Keragenan Terigu

(g) (g) (g) (g)

1 200 10 ~ -
2 200 20 - -
3 200 30 - ~

4 200 10 -
5 200 - 20 -
6 200 - 30 ~

7 200 - - 10
8 200 - - 20
9 200 - - 30

4.1.1. Komposisi genjer udang windu (Penaeus monodony

Pada penelitian pendahuluan, genjer udang sebagai bahan baku dianalisis


komposisi proksimatnya untuk menentukan nilai gizi yang terkandung dalam
udang tersebut. Hasil analisis proksimat dari bahan baku udang dalam berat basah
dan berat kering dapat dilihat pada Tabel 7 (komposisi proksimat dalam berat
kering dihitung dengan asumsi bahwa kadar air = 0 %).
24

Tabel 7. Komposisi Kandungan Gizi Daging Udang Cetak (Penaeus monodon)

Komposisi Gizi Jumlah (%) berat Jumlah (%) berat


basah kering
Air 82,00 % 0%
Protein 11,35 % 63,05 %
Lemak 0,13 % 0,72 %
Abu 3,88 % 21,55 %
Karbohidrat 2,64 % 14,67 %

Jika dibandingkan dengan komposisi udang segar menurut Direktorat Gizi


Depkes (1991), kandungan gizi udang pada penelitian ini lebih rendah. Hal ini
mungkin disebabkan karena bahan yang diperoleh dari PT Dipasena Citra
Darmaja telah mengalami beberapa perlakuan. Diantaranya pencucian,
pembekuan dan transportasi. Hilangnya protein ini diduga karena terjadinya
drip/oss pada saat pelelehan dan transportasi. Komposisi kimia udang segar dapat
dilihat pada Tabel 8

Tabel 8. Komposisi Kimia Daging Udang Segar


Zat Gizi Jumlah (dalam 100 ~ram daging udang)
(g) Berat basah Berat kering
75,0 0
Air
21,0 98,59
Protein
0,2 0,94
Lemak
0,1 0,47
Karbohidrat
Sumber : Direktorat Gizi Depkes (1991)

4.1.2 Uji organoleptik

Pada penelitian pendahuluan udang cetak dibuat dengan menggunakan tiga


jenis bahan pengikat yang dipergunakan, yaitu gum arab, karagenan dan tepung
terigu pada tingkat konsentrasi 5 %, 10 % dan 15 % (persentase dari genjer
udang). Bahan pengikat selanjutnya dicampur dengan genjer udang yang telah
digiling. Adonan tersebut ditambah bumbu, yang terdiri dari garam dan bawang
putih kemudian dimasukkan ke dalam cetakan kemudian dibekukan.
25

Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menentukan bahan pengikat


terbaik menurut penilaian panelis dengan menggunakan uji organoleptik.
Parameter yang digunakan yaitu penampakan, warna, tekstur, aroma, warna dan
penerimaan umum atau tingkat kesukaan panelis terhadap produk.

1) Penampakan

Nilai rata-rata penilaian panelis terhadap parameter penampakan


udang cetak yang telah digoreng berkisar antara 3,67 - 6,33. Secara
deskriptif nilai rata-rata ini terletak pada kategori tidak seragam (4) sampai
utuh tapi tidak merata (6). Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan
dengan menggunakan terigu. Sedangkan yang terendah terdapat pada
perlakuan dengan menggunakan gum arab. Histogram hasil penilaian
organoleptik terhadap penampakan udang cetak dapat dilihat pada
Gambar 8.

115%
[! 10%

015%

Gum Arab Karagenan Terigu


Perlakuan

Gambar 8. Grafik Organoleptik Penampakan Udang Cetak

Dari hasil penilaian organoleptik, ternyata perlakuan dengan


menggunakan tepung terigu menghasilkan nilai rata-rata tertinggi, yang
berarti perlakuan tersebut lebih disukai dalam hal penampakan
dibandingkan dengan menggunakan perlakuan yang lain.
Hasil analisis Kruskal Wallis pada selang kepercayaan 95 %
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bahan pengikat pada udang
26

cetak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 9).


Berdasarkan uji lanjut Multiple Comparison dapat diketahui bahwa tiap
perlakuan yang dilakukan tidak memberikan pengaruh yang berbeda
nyata.
Perlakuan penambahan bahan pengikat yang berbeda memberikan
pengaruh terhadap penampakan udang cetak. Dad ketiga jenis bahan
pengikat yang digunakan ternyata panelis lebih menyukai udang cetak
dengan menggunakan bahan pengikat tepung terigu dibandingkan gum
arab dan karaginan. Karena tepung terigu dapat membentuk adonan yang
dapat menahan gas yang terbentuk, keunikan tersebut disebabkan karena
proteinnya yang bila bersenyawa dengan air akan menghasilkan gluten
yang mampu menhan gas-gas yang terbentuk (Pyler, 1973). Bila tepung
terigu dicampur dengan air sebanyak setengah dari beratnya maka akan
terbentuk masa yang plastis yang disebut adonan (Whitely, 1971).
Sedangkan gum arab dan karagenan tidak tercampur dengan baik.
Pada saat penggorengan untuk udang cetak dengan bahan pengikat gum
arab mengalami fragmentasi sebagian (ada bagian adonan yang berukuran
kecil yang terlepas dari adonan). Sehingga penampakan udang cetak tidak
kompak. Sedangkan untuk penampakan udang cetak dengan bahan
pengikat karagenan lebih kompak dibandingkan gum arab. Pada saat
pengadonan, karagenan ini dapat tercampur dengan genjer tetapi hanya
pada satu bagian adonan dan tidak merata pada seluruh adonan. Sehingga
penampakan udang cetak menjadi lebih kompak, tetapi masih kurang
kompak j ika dibandingkan dengan bahan pengikat tepung terigu yang
dapat tercampur secara merata dengan adonan.

2) Warna

Warna merupakan parameter pertama yang menentukan penerimaan


konsumen untuk memberikan penilaian secara subjektif melalui penglihatan
dan sangat menentukan penilaian suatu bahan. Sebelum faktor lain
dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dulu dan kadang-
kadang sangat menentukan (Winarno, 1997)
27

Nilai rata-rata penilaian panelis terhadap parameter wama udang


cetak yang telah digoreng berkisar antara 3,00 -7,50. Secaradeskriptifnilai
rata-rata ini terletak pada kategori pucat (3) sampai pink kecoklatan (6).
Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan dengan menggunakan
terigu. Sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan dengan
menggunakan gum arab. Histogram hasil penilaian organoleptik terhadap
wama udang cetak dapat dilihat pada Gambar 9.

1115%
~ 10%
015%

Gum Arab Karagenan Terigu


P erlakuan

Gambar 9. Grafik Organoleptik Warna Udang Cetak

Dari hasil penilaian organoleptik, temyata perlakuan dengan


menggunakan tepung terigu menghasilkan nilai rata-rata tertinggi, yang
berarti perlakuan tersebut lebih disukai dalam hal warna dibandingkan
dengan menggunakan perlakuan yang lain.
Hasil analisis Kruskal Wallis pada selang kepercayaan 95 %
menunjukkan bahwa perlakuan penarnbahan bahan pengikat pada udang
cetak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 10.).
Berdasarkan uji lanjut Multiple Comparison dapat diketahui bahwa
perlakuan gum arab 5 %, 10 % dan 15 % berbeda nyata dengan perlakuan
tepung terigu 5 %, sedangkan perlakuan yang lain tidak berbeda nyata.
Perbedaan bahan pengikat akan menyebabkan perbedaan warna
pada produk akhir. Hal ini disebabkan karena perbedaan warna pada bahan
pengikat, dimana warna karagenan dan tepung terigu berwarna lebih putih
sedangkan gum arab berwarna lebih kuning. Setelah mengalami proses
penggorengan, warna udang cetak dengan bahan pengikat karagenan dan
28

tepung terigu akan berwarna kuning kecoklatan. Sedangkan udang cetak


dengan bahan pengikat gum arab akan berwarna coklat. Dengan hasil
seperti itu maka panelis lebih menyukai produk dengan bahan pengikat
karagenan dan tepung terigu. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 9, dimana
panelis memberikan nilai yang hampir sama pada udang cetak dengan
bahan pengikat tepung terigu dan karagenan.
Perubahan warna setelah penggorengan disebabkan karena
terjadinya reaksi Maillard. Reaksi Maillard ini akan merubah warna
produk menjadi kuning kecoklatan. Warna produk ini juga dipengaruhi
oleh suhu penggorengan dan lama penggorengan, sehingga dengan suhu
yang tinggi dan proses penggorengan yang lama akan menghasilkan warna
yang lebih coklat, yang kemungkinan disebabkan oleh reaksi Maillard
yang berlangsung lebih cepat. Menurut Ketaren (1986) tingkat intensitas
warna tergantung dari lama dan suhu penggorengan serta komposisi kimia
pada permukaan bahan pangan tersebut.

3) Tekstur

Tekstur suatu bahan pangan merupakan hal yang penting dalam


penerimaan konsumen setelah warna. Tekstur juga dapat menjadi
pertimbangan penting dalamjaminan mutu termasuk HACCP dan keamanan
pangan (Haryadi, 2001). Evaluasi sensori terhadap tekstur dipandang sebagai
proses dinamis dari tanggapan terhadap waktu, suhu dan energi.
Rata-rata penilaian pane1is terhadap parameter tekstur udang cetak
yang telah digoreng berkisar antara 3,67 - 7,67. Secara deskriptif ni1ai rata-
rata ini terletak pada kategori keras atau alot (4) sampai kenyal atau elastis
(8). Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan dengan menggunakan
terigu. Sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan dengan
menggunakan gum arab. Histogram hasil penilaian organoleptik terhadap
tekstur udang cetak dapat dilihat pada Gambar 10.
29

10 ,--------------------------
8 +-------------------1
6 +-------1 &5%
!Sl10%
4 HIII:!:::b=:;---I tK::~_,-___88B_::oi
015%
2
o
Gum Arab Karagenan Terigu
Perlakuan

Gambar 10. Grafik Organoleptik Tekstur Udang Cetak

Hasil analisis Kruskal Wallis pada selang lcepercayaan 95 %


menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bahan pengikat pada udang
cetak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 11.).
Berdasarkan uji lanjut Multiple Comparison dapat diketahui bahwa
perlakuan dengan karagenan sebesar 15 % berbeda nyata dengan
perlakuan tepung terigu sebesar 5 %, sedangkan untuk perlakuan lain
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.
Dari hasil penilaian organoleptik, ternyata perlakuan dengan
menggunakan tepung terigu menghasilkan nilai rata-rata tertinggi, yang
berarti perlakuan tersebut lebih disukai dalam hal tekstur dibandingkan
dengan menggunakan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena
udang cetak dengan tepung terigu memiliki tekstur yang lebih kenyal dan
elastis dibandingkan dengan perlakuan lain. Udang cetak dengan tepung
terigu memiliki tekstur yang kenyal disebabkan karena adonan yang
terbentuk antara tepung terigu dan genjer udang yang memiliki kadar air
yang tinggi bersifat plastis dan tidak alot atau keras (Whitley, 1971).
Tekstur udang cetak dengan bahan pengikat gum arab lebih lunak
dan jika ditekan akan mudah hancur. Pada saat pembuatan adonan dengan
gum arab, adonan berbentuk seperti bubur dan tidak tercampur secara
merata. Sehingga saat penggorengan gum arab ini terpisah dari adonan,
yang membuat kandungan gum arab dalam adonan menjadi sedikit
30

sehingga membuat udang cetak hasil penggorengan memiliki tekstur yang


lembek dan mudah hancur ..
Sedangkan untuk bahan pengikat karagenan, saat pengadonan
karagenan dapat tercampur dengan adoanan tetapi hanya pada satu bagian
saja tidak merata pada seluruh adonan. Karena sifat dari keragenan yang
sangat cepat menyerap air sehingga tepung keragenan menggumpal
sebagian, sehingga sulit dibuat homogen. Beberapa saat setelah
penggorengan tekstur udang cetak akan kenyal, tetapi setelah udang cetak
dingin tekstumya akan menjadi keras dan alot. Hal ini kemungkinan yang
menyebabkan panelis lebih menyukai udang cetak dengan bahan pengikat
tepung terigu dibandingkan bahan pengikat karagenan.

4) Aroma
Aroma yang timbul pada produk hasil proses penggorengan dengan
minyak disebabkan oleh adanya reaksi pencoklatan yang terjadi selama
proses pemasakan (penggorengan) (Erawaty, 2001)
Rata-rata penilaian panelis terhadap parameter aroma udang cetak
yang telah digoreng berkisar antara 4,67 - 7,67. Secara deskriptif nilai rata-
rata ini terletak pada kategori tidak ada bau khas udang goreng (4) sampai
bau gurih khas udang goreng (8). Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada
perlakuan dengan menggunakan terigu. Sedangkan yang terendah terdapat
pada perlakuan dengan menggunakan gum arab. Histogram hasil penilaian
organoleptik terhadap aroma udang cetak dapat dilihat pada Gambar 11.
31

1115%
~ 10%
D 15%

Gum Arab Karagenan Terigu


Perlakuan

Gambar 11. Grafik Organoleptik Aroma Udang Cetak

Dari hasil penilaian organoleptik, temyata perlakuan dengan


menggunakan tepung menghasilkan nilai rata-rata tertinggi, yang berarti
perlakuan tersebut lebih disukai dalam hal tekstur dibandingkan dengan
menggunakan perlakuan yang lain.
Hasil analisis Kruskal Wallis pada selang kepercayaan 95 %
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bahan pengikat pada udang
cetak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 12.).
Berdasarkan uji lanjut Multiple Comparison dapat diketahui bahwa tiap
perlakuan yang dilakukan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Perbedaan bahan pengikat yang digunakan mempengaruhi penilaian
panelis terhadap aroma dari udang cetak. Namun sebagaimana dapat dilihat
dad Gambar 11, perbedaan nilai yang diberikan panelis tidak terlalu jauh
berbeda. Hal ini disebabkan karena ketiga bahan pengikat yang digunakan
tidak memiliki perbedaan bau atau aroma yang mencolok, sehingga tidak
terlalu mempengaruhi aroma dari produk.
Aroma udang cetak dengan bahan pengikat gum arab kurang disukai
oleh panelis dibandingkan udang cetak dengan karagenan maupun tepung
terigu. Hal ini disebabkan longgarnya fungsi pengikatan pada sampel gum
arab yang menyebabkan terjadinya pengurangan komponen aroma udang
cetak selama proses penggorengan. Semakin banyak gum arab yang
ditambahkan maka penilaian panelis terhadap aroma udang cetak akan
32

berkurang. Longgarnya fungsi pengikatan pada sampel gum arab


menyebabkan terjadinya pengurangan komponen aroma sampel selama
penggorengan.
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11, dimana untuk konsentrasi
gum arab sebesar 5 % rata-rata penilaian panelis sebesar 5,67. Pada
konsentrasi 10 % rata-rata penilaian panelis sebesar 5 dan pada konsentrasi
15 % rata-rata penilaian panelis sebesar 4,67.
Aroma yang timbul berasal dari aroma udang sendiri dan bumbu
yang digunakan yaitu bawang putih. Aroma bumbu-bumbu seperti bawang
putih, bawang bombay, lada dan lain-lain dapat berfungsi sebagai penambah
aroma pada produk yang dihasilkan dan meningkatkan cita rasa yang
disebabkan oleh kandungan minyak volatil dan minyak oleoserin, Minyak
volatil akan memberikan karakteristik aroma pada masing-masing bumbu
(Pruthi, 1980). Selain itu aroma udang cetak ini dipengaruhi oleh adanya
reaksi pencoklatan selama proses penggorengan.

5) Rasa

Rasa dari bahan pangan juga tergantung dari tekstur dan konsistensi
suatu bahan yang dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan
terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur (Winamo, 1997). Rasa
rnerupakan parameter dari organoleptik yang terpenting yang menjadi dasar
pengambilan keputusan oleh konsumen.
Nilai rata-rata penilaian panelis terhadap parameter rasa udang cetak
yang telah digoreng berkisar antara 5,33 - 7,33. Secara deskriptif nilai rata-
rata ini terletak pada kategori hambar (4) sampai manis gurih (8). Nilai rata-
rata tertinggi terdapat pada perlakuan dengan menggunakan terigu.
Sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan dengan menggunakan
gum arab. Histogram hasil penilaian organoleptik terhadap rasa udang cetak
dapat dilihat pada Gambar 12.
33

a5%
~ 10%
D 15%

Gum Arab karaqenan Terigu


Perlakuan

Gambar 12. Grafik Organoleptik Rasa Udang Cetak

Dari hasil penilaian organoleptik, ternyata perlakuan dengan


menggunakan tepung menghasilkan nilai rata-rata tertinggi, yang berarti
perlakuan tersebut lebih disukai dalam hal tekstur dibandingkan dengan !
menggunakan perlakuan yang lain.
Hasil analisis Kruskal Wallis pada selang kepercayaan 95 %
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bahan pengikat pada udang
cetak rnemberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (Lampiran 13.).
Penggunaan bahan pengikat yang berbeda tidak mempengaruhi
penilaian panelis terhadap rasa udang cetak. Hal ini disebabkan karena
ketiga bahan pengikat yang digunakan tidak memiliki rasa tertentu atau
netral, sehingga penambahan ketiga jenis bahan pengikat tersebut tidak
memberikan rasa yang berbeda pada produk. Rasa yang timbuI
kemungkinan berasal dari bumbu yang digunakan yaitu garam dan bawang
putih.

6) Penerimaan umum (Uji Kesukaan)

Rata-rata penilaian panelis terhadap kesukaan panelis pada udang


cetak yang telah digoreng hasil penelitian ini berkisar antara 3,17 - 5,5.
Secara deskriptif nilai rata-rata ini terletak pada kategori agak suka (4)
sampai sangat suka (6). Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan
dengan menggunakan terigu. Sedangkan yang terendah terdapat pada
perlakuan dengan menggunakan gum arab. Histogram hasil penilaian
34

organoleptik terhadap kesukaan panelis pada udang cetak dapat dilihat


pada Gambar 13.

115%
~10%
D 15%

GUill Arab Karagenan Terigu


Perlakuan

Gambar 13. Grafik Organoleptik Penerimaan Umum Udang Cetak

Hasil analisis Kruskal Wallis pada selang kepercayaan 95 %


menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bahan pengikat pada udang cetak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 14.). Berdasarkan uji lanjut
Multiple Comparison dapat diketahui bahwa perlakuan gum arab 15 % dan tepung
terigu 15 % memiliki perbedaan yang nyata, sedangkan perlakuan yang lain tidak
berbeda nyata.
Dari hasil uji organoleptik ini, dapat disimpulkan bahwa pada parameter
penampakan, warna, tekstur, aroma, rasa dan penerimaan umum (uji kesukaan)
panelis lebih menyukai perlakuan dengan menggunakan tepung terigu
dibandingkan menggunakan gum arab dan karagenan terutama pada konsentrasi
sebesar 5 %. Sehingga bahan pengikat yang diuji pada penelitian utama yaitu
udang cetak dengan menggunakan bahan pengikat dengan menggunakan tepung
terigu.

4.2 Penelitian Utama

Pada penelitian utama diamati kadar air, protein, abu dan lemak dari
produk terpilih dari hasil uji organoleptik yaitu produk dengan bahan pengikat
tepung terigu. Konsentrasi tepung terigu yang. digunakan yaitu 5 %, 10 % dan
15 %.
35

4.2.1. Kadar air

Kadar air penting dalam menentukan daya awet makanan, karena faktor
ini mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) serta sifat fisiko-
kimia (pencoklatan enzimatis, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis)
(Buckle et al ., 1978). Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan
yang dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, aroma dan citarasa makanan.
Kadar air menyatakan tingkat atau banyaknya air yang terkandung dalam
suatu produk. Ada dua cara menyatakan kadar air atau cara mendefinisikan kadar
air yaitu kadar air basis basah dan kadar air basis kering (Soekarto, 1978).
Hasil Analisis kadar air, terlihat bahwa rata-rata kadar air udang cetak
berkisar antara 53 % sampai 65 %. Udang cetak dengan penambahan tepung
terigu sebesar 10 % memiliki nilai rata-rata kadar air paling rendah yaitu 53 %,
sedangkan udang cetak dengan penambahan tepung terigu sebesar 5 % memiliki
nilai rata-rata kadar air paling tinggi yaitu 65 %. Hasil analisis kadar air udang
cetak dapat dilihat pada Gambar 14.
Kadar air udang cetak memiliki tren menurun, hal ini disebabkan karena
tepung terigu mempunyai sifat mengikat dan menahan air. Wilson (1960) dalam
Wilson et al. (1981) menjelaskan bahwa tepung yang baik digunakan untuk
produk-produk emulsi adalah tepung terigu dan maizena karena mampu mengikat
air dan menahan air tersebut selama pemasakan.
Disamping itu pengaruh proses penggorengan juga dapat mempengaruhi
kadar air yang terkandung. Suhu penggorengan merupakan salah satu faktor yang
menentukan hasil produk. Semakin tinggi suhu maka akan semakin cepat laju
pengeringan produk. Tetapi suhu yang terlalu tinggi bisa menyebabkan
pengerasan pada permukaan, sehingga medium minyak sebagai transfer panas
tidak dapat terserap kedalam produk. Semakin lama waktu penggorengan maka
akan semakin banyak minyak sebagai medium transfer panas diserap. Hal ini
seiring dengan peningkatan laju penguapan air dalam produk. Dalam penelitian
ini suhu dan lama waktu yang digunakan untuk proses penggorengan relatif sama.
Oleh karena itu faktor utama yang diduga mempengaruhi kadar air produk adalah
kadar tepung terigu yang diberikan.

-~
--- ...
36

5% 10 % 15 %
Tepung Terigu

Gambar 14. Grafik Kadar Air pada Berbagai Penambahan Kadar Tepung Terigu.

Jika ditelusuri sejak bahan dasarnya, maka perubahan kadar air dari
produk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Perbandingan Kadar Air Bahan Baku dengan Kadar Air Produk
Genjer Tepung Adonan Kadar Air Kadar Air
(g) Terigu (g) (g) Bahan Baku Produk
200 10 210 78,43 % 64,73 %
200 20 220 75,18 % 53,005 %
200 30 230 72,22 % 61,075 %

Dad Tabel 9 terlihat bahwa kadar air dari bahan baku (adonan) cenderung
menurun seiring dengan penambahan tepung terigu. Sedangkan terdapatnya data
kadar air udang cetak dengan penambahan tepung terigu sebesar 15 % yang lebih
besar dibandingkan dengan konsentrasi tepung terigu sebesar 10 % karena diduga
pada saat pengadonan adonan tidak homogen. Hal ini disebabkan karena
pengadonan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Dengan
homogenitas adonan yang rendah maka kemungkinan kadar air pada tiap bagian
adonan akan berbeda.
Dari hasil analisis ragam (RAL) pada selang kepercayaan 95 % pada
lampiran, memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan tepung terigu pada
udang cetak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air udang
cetak. Hasil uji lanjut BN] menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung
37

terigu 5 % dan 15 % menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sedangkan


perlakuan 5 % dan 10 % tidak berbeda nyata, begitu pula dengan perlakuan 10 %
dan 15 %.
Secara umum diduga bahwa pengaruh perlakuan yang berbeda akan terjadi
apabila terdapat perbedaan konsentrasi perlakuan yang cukup lebar. Hal ini
ditunjukkan oIeh perbedaan pada perlakuan konsentrasi tepung 5 % dan 15 %.
Sedangkan pada pasangan perlakuan 5 % dan 10 % tidak terdapat perbedaan yang
nyata, begitu juga dengan pasangan perlakuan 10 % dan 15 %.

4.2.2. Kadar protein

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kadar tepung terigu yang


diberikan dalam pembuatan udang cetak (udang cetak) memberikan pengaruh
yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % terhadap kadar protein produk,
Grafik rata-rata kadar protein yang dihasilkan dari berbagai perlakuan
penambahan tepung terigu ditunjukkan pada Gambar 15.

- 24,----------------------------------------------------------------1
-
r/.

...~
'0 22,5 -j---I;

~
2 22-1-~
~
e:::::
I 21,5 -I--~
~
~ 21 ..1--__ -"

5% 10 % 15 %
Tepung Terigu

Gambar 15. Grafik Kadar Protein pada Berbagai Penambahan Kadar Tepung
Terigu Produk Udang Cetak.
38

Jika ditelusuri sejak bahan dasarnya, maka perubahan kadar protein dari
produk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10.

TabellO. Perbandingan Kadar Protein Bahan Baku dengan Kadar Protein


Produk Berdasarkan produk kering .

Genjer Tepung Adonan Kadar Protein Kadar Protein


(g) Terigu (g) (g) Bahan Baku Produk
200 10 210 60,59 % 23,49 %
200 20 220 58,35 % 23,01 %
200 30 230 56,31 % 22,15 %
Ket: Contoh perhitungan dicantumkan pada lampiran (17)

Pada Gambar 15 di atas kadar protein cenderung memiliki tren menurun


seiring dengan meningkatnya konsentrasi tepung terigu yang diberikan. Hal ini
mungkin disebabkan karena penambahan tepung terigu dan proses penggorengan
diduga menyebabkan terjadinya ikatan antara molekul protein dengan pati dalam
reaksi Maillard sehingga dapat menurunkan kadar protein produk (Ibrahim,
2001). Semakin banyak kadar tepung terigu yang ditambahkan maka akan
semakin banyak molekul protein yang terikat dengan patio
Disamping itu minyak sebagai medium pemanasan dapat melarutkan
protein larut lemak bila diiringi dengan peningkatan suhu pemanasan. Dengan
demikian protein dalam produk akan semakin menurun. Jika dibandingkan dengan
kadar protein pada berat keringnya, masing-masing konsentrasi perlakuan 5 %,
10 %, dan 15 % mengandung protein sebanyak 60,59 %, 58,35 %, dan 56,31 %
(Lampiran 15). Terbukti bahwa terjadi penurunan jumlah protein setelah proses
penggorengan.
Uji lanjut BNJ menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap konsentrasi
tepung terigu yang digunakan. Perlakuan penambahan tepung terigu sebanyak 5
% merupakan perbedaan yang tertinggi bila dibandingkan dengan perlakuan
penambahan tepung terigu sebanyak 15 %. Hal ini diduga karena protein yang
terkandung dalam daging udang mengalami koagulasi dan denaturasi oleh suhu
tinggi dan berinteraksi dengan biomolekullainnya. (Zaitsev et al., 1969).
39

4.2.3. Kadar abu

Abu dan mineral merupakan komponen yang tidak mudah menguap pada
waktu pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Dalam penentuan kadar abu,
bahan-bahan organik dalam makanan akan terbongkar, sedangkan bahan-bahan
anorganik tidak (Winarno, 1992). Unsur-unsur yang termasuk abu atau mineral
yaitu zat anorganik seperti kalsium, kalium, natrium, besi, mangan magnesium
dan iodium.
Berdasarkan hasil analisis kadar abu terhadap udang cetak, nilai kadar abu
berkisar antara 2,1 % sampai 3 %. Nilai kadar abu tertinggi terdapat pada
perlakuan dengan penambahan tepung terigu sebesar 15 % dengan nilai 3 %,
sedangkan yang terkecil terdapat pada konsentrasi 5 % dengan nilai sebesar
2,1 %. Hasil analisis kadar abu dapat dilihat pada Gambar 16.

~~--~--------------'.---'--"~-~ ..--.--'--'~.-".----.,-----_._.-
1-
;~ 3,5
l..........
!:J 2,95
'.0 3
:<
I~
:0 2,5
,C'\1
:~ 2
'C'\1
.....
,C'\1
,~
I
1,5
'....
,C'\1
'('II 1
0::
,('II
".:= 0,5
z
5% 10% 15 %
Tepung Terigu

Gambar 16. Grafik Kadar Abu pada Berbagai Penambahan Kadar Tepung Terigu
Produk Udang Cetak.

Jika ditelusuri sejak bahan dasarnya, maka perubahan kadar abu dari
produk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 11.

....,.
_"'-':'
40

Tabel 11. Perbandingan Kadar Abu Bahan Baku dengan Kadar Abu
ProdukBerdasarkan Berat Kering

Genjer (g) Tepung Adonan (g) Kadar Abu Kadar Abu


Terigu (g) Bahan Baku Produk
200 10 210 21,37 % 2,2 %
200 10 220 21,20 % 2,65 %
200 10 230 21,06 % 2,95%

Dari hasil pengukuran analisa kadar abu, penambahan tepung terigupada


udang cetak mampu meningkatkan nilai kadar abunya. Peningkatan kadar abu
pada udang cetak cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena tepung terigu mampu
meningkatkan zat anorganonik pada produk, sehingga kadar abu produk menjadi
tinggi, dan juga peningkatan kadar abu dapat dimungkinkan disebabkan oleh
penambahan bumbu yang terdiri dari garam dan bawang putih, dimana garam
mengandung unsur abu atau mineral yaitu natrium, sehingga akan menambah
kandungan abu pada bahan. Penyebab lain meningkatnya kadar abu adalah asupan
elemen-elemen bumbu-bumbu yang mengandung mineral atau abu yaitu bawang
putih.
Dari hasil analisis ragam (RAL) pada selang kepercayaan 95 %,
memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan tepung terigu pada udang cetak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu udang cetak. Hasil
uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung terigu 5 % dan
10 % menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sedangkan perlakuan 5 % dan 15 %
tidak berbeda nyata, begitu pula dengan perlakuan 10 % dan 15 %.

4.2.4. Kadar lemak

Lemak merupakan zat makanan yang penting karena dapat menghasilkan


energi bagi tubuh manusia (Winarno, 1988). Lemak yang terkandung dalam
udang cetak yang dihasilkan berasal dari minyak yang digunakan dalam proses
penggorengan. Hasil uji kadar lemak berdasarkan rata-rata kadar lemak setiap
perlakuan ditunjukkan pada Gambar 17.
41

Kadar lemak pada produk udang cetak dengan menggunakan bahan


pengikat tepung terigu berkisar antara 1,7 % hingga 3,1 %. Nilai rata-rata lemak
tertinggi dicapai pada perlakuan penambahan tepung terigu sebanyak 15 % yaitu
3,1 % dan terendah pada perlakuan penambahan tepung terigu sebanyak 10 %.

3,5
-
~
0

~
ctS
E
3
Q) 2,5
...ItS
...J
2
"tl
ItS
~ 1,5
.....
ItS
ItS
a:= 1

- I
ItS
('l
0:::
0,5
a
~
z 5% 10 % 15 %
Tepung Terigu

Gambar 17. Grafik Kadar Lemak pada Berbagai Penambahan Kadar Tepung
Terigu.

Jika ditelusuri sejak bahan dasarnya, maka perubahan kadar Iemak dad
produk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel12

.Tabel 12. Perbandingan Kadar Lernak Bahan Baku dengan Kadar Lemak
Produk Udang Cetak
Genjer Tepung Terigu Adonan Kadar Lemak Kadar Lemak
(g) (g) (g) Bahan Baku Produk
200 10 210 0,69 % 2,2%
200 20 220 0,67 % 1,7%
200 30 230 0,65 % 3,1 %

Berdasarkan analisis statistika didapatkan hasil yang berbeda nyata pada


perlakuan berbagai konsentrasi tepung terigu (selang kepercayaan 95%). Hasil uji
lanjut BNJ menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung terigu 5 % dan
42

15 % menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Begitu juga dengan penambahan


tepung terigu 10 % dan 15 %. Beda tertinggi dicapai pada perlakuan penambahan
tepung terigu 15 %.
Jika dilakukan pembandingan antara kadar Iemak bahan baku dengan
kadar lemak setelah proses penggorengan. Kadar lemak yang terdapat dalam
bahan baku pada konsentrasi perlakuan 5 %, 10 %, dan 15 % adalah 0,69 %,
0,67 %, dan 0,65 % dan produk pada konsentrasi perlakuan 5 %, 10 %, dan 15 %
adalah 2,2 %, 1,67 %, dan 3,1 % (Lampiran 16) kecenderungannya menurun.
Namun produk pada perlakuan 15% kadar lemaknya 3,1 %, hal ini disebabkan
oleh adanya proses penggorengan menggunakan minyak yang menambah kadar
lemak produk. Proses pemanasan yang dilakukan juga akan meningkatkan
penyerapan molekul-molekul minyak ke dalam bahan. Disamping itu terjadi
pengurangan perbandingan bobot air dan protein sehingga lemak pada produk
udang cetak meningkat.
Lemak yang terdapat dalam produk berkurang setelah proses pemanasan
dilakukan. Hal ini mungkin disebabkan oleh terjadinya proses oksidasi lemak
akibat peningkatan suhu pemanasan. Proses oksidasi yang terjadi akibat
pemanasan akan menyebabkan terbentuknya radikal-radikal bebas. Kemudian
radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk
hiperoksida yang sangat tidak stabil dan mudah menjadi senyawa dengan rantai
karbon yang lebih pendek oleh radikal energi tinggi atau energi panas
(Winarno, 1997).

4.2.5. Kadar Karbohidrat

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan metode tak langsung.


Berdasarkan hasil analisis kadar karbohidrat terhadap udang cetak, nilai kadar
karbohidrat berkisar antara 6,97 % sampai 20,4 %. Nilai kadar karbohidrat
tertinggi terdapat pada perlakuan dengan penambahan tepung terigu sebesar 10 %
dengan nilai 20,4 %, sedangkan yang terkecil terdapat pada konsentrasi 5 %
dengan nilai sebesar 6,97 %. Hasil analisis kadar Karbohidrat dapat dilihat pada
Gambar l S.
43

~ 25
....I'll
"- 19,64
:E 20
.c:
0
..0
"-
I'll 15
~
"-
I'll
-c 10 9,39
I'll
~
....
I'll
. 1'11 5
a:::I
....I'llra 0
0::
5% 10 % 15 %
~
z Tepung Terigu !
iI
-----
Gambar 18. Grafik Kadar Karbohidrat pada Berbagai Penambahan Kadar Tepung
Terigu Produk Udang Cetak.

Jika ditelusuri sejak bahan dasarnya, maka perubahan kadar lemak dari
produk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Perbandingan Kadar Karbohidrat Bahan Baku dengan Kadar


Karbohidrat Produk Udang Cetak.
Genjer Tepung Terigu Adonan Karbohidrat Karbohidrat
(g) (g) (g) Bahan Baku Produk
200 10 210 18,1 % 8,72 %

200 20 220 21,21 % 19,64 %


200 30 230 24,05 % 9,39%

Berdasarkan Gambar 18 dan Tabel 13 di atas dapat diketahui bahwa


dengan penambahan tepung terigu kadar karbohidrat memiliki tren meningkat.
Tepung terigu merupakan salah satu sumber karbohidrat yang cukup baik, hal ini
disebabkan karena tepung memiliki komponen karbohidrat yaitu pati yang
jumlahnya cukup tinggi dalam tepung terigu. Pati dalam tepung terigu dapat
mencapai 70 % CPT. ISM-Bogasari flour mills, 1993). Pada grafik terlihat
kandungan karbohidrat meningkat pada penambahan tepung terigu 10 %, hal ini
disebabkan oleh akumulasi kandungan karbohidrat tepung terigu dan bahan
(udang), dan menurun kandungannya pada penambahan tepung terigu 15 %, hal
ini dapat disebabkan oIeh pengaruh suhu penggorengan yang terlalu panas
44

sehingga struktur-struktur senyawa penyusun (monosakarida) dapat


dimungkinkan rusak, sehingga menurunkan jumlah kandungan karbohidrat pada
bahan.
Dari hasil analisis ragam (RAL) pada selang kepercayaan 95 %,
memperlihatkan bahwa perlakuan penambahan tepung terigu pada udang cetak.
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar karbohidrat udang
cetak. Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung
terigu 5 % dan 15% menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sedangkan perlakuan
5 % dan 10 % tidak berbeda nyata, begitu pula dengan perlakuan 10 % dan 15 %.
Secara menyeluruh, perubahan komposisi kimia mulai dari bahan baku
sampai produk udang cetak dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel14. Perbandingan Kadar Air, Protein, Abu, Lemak dan Karbohidrat


Bahan Baku dengan Produk Udang Cetak dalam Berat Kering
(asumsi kadar air = 0).

BAHAN BAKU (%) PRODUK UDANG CETAK (%)


Kadar Kadar Kadar Karbo Kadar Kadar Kadar Karbo
Protein Abu Lemak hidrat Protein Abu Lemak hidrat
60,59 21,37 0,69 18,I 64,16 6,01 6,01 23,82
58,35 21,20 0,67 21,21 48,96 5,64 3,62 41,78
56,31 21,06 0,65 24,05 58,92 7,85 8,25 24,98
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dad hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan


pengikat tepung terigu untuk pembuatan udang eetak merupakan produk yang
paling disukai konsumen, Perlakuan pemberian tepung terigu memberikan nilai
rata-rata tertinggi secara organoleptik dibandingkan dengan penggunaan bahan
pengikat gum arab dan karagenan, baik dalam penampakan, warna, tekstur,
aroma, dan rasa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, konsentrasi tepung terigu yang
optimal jika dilihat dari proporsi komposisi proksimat produk adalah konsentrasi
tepung terigu 5 %. Penambahan tepung terigu sebanyak 5 % menghasilkan kadar
protein sebanyak 23,49 %, kadar lemak sebanyak 2,2 %, kadar air sebanyak 64,73
%, kadar abu sebanyak 2,2 % , dan kadar karbohidrat sebanyak 8,72 %.
Penambahan konsentrasi tepung terigu sebagai bahan pengikat seeara
umum akan menurunkan kadar protein, menurunkan kadar air, meningkatkan
kadar abu, meningkatkan kadar lemak, dan meningkatkan kadar karbohidtrat,

5.2 Saran

Saran-saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah :


(1) Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh penambahan
tepung terigu terhadap karakteristik kekuatan gel, uji lipat dan sebagainya.
(2) Perlu dilakukan usaha pengurangan kadar air produk, mengingat tingginya
kadar air (sekitar 60 %) dapat mempengaruhi daya simpan produk.
(3) Perlu dilakukan suatu modifikasi proses setelah udang eetak dibekukan,
seperti perebusan untuk memperoleh mutu udang cetak yang lebih baik.
(4) Pengemas yang cocok.
DAFTAR PUSTAKA

Ahza, A.B. 1983. Pengolahan Mie dan Roti. Didalam Pendidikan dan Latihan
Tenaga Pembinaan Wilayah Bina Swadaya dalam Bidang Pengolahan
Pangan Tradisioanal. 28 November-12 Desember, Bogor.

____ (1983). Substitusi Parsial Tepung Gandum (Triticum aestivum L.)


dengan Tepung Sorgum (Sorgum bicolor L.) dan Tepung Kacang
Tunggak (Vigna unguiculata) pada Pembuatan Roti. Tesis Fakultas Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anggraini, N. 2002. Pengaruh Konsentrasi Tepung Tapioka, Suhu dan Waktu


Perebusan terhadap Mutu Kamaboko Ikan Bawal Air Tawar (Colorsoma
macropomum). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. 16th edition. Association of Official


Chemical Inc. Arlington. Virginia.

Be Miller, J. N. dan R.L Whistler (1996). Carbohydrates. Dalam Fennema, O.R.


(Ed). Food Chemistry (3rd ed). Marcel Dekker, New York.

Bogasari Flour Mills, PT. 1993. Didalam Tanti Damayanti (1999) : Pengendalian
RH (Relative Humidity) dan Aplikasi Kemasan Terhadap Mutu Simpan
Tepung Terigu. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Buckle, K. A.,R. A. Edwards.,G. H. Fleet., dan M. Wooton. 1978. Food Science.


Australian Vice-Chancellor Committee.

Ceamsa, 2001. Gelation. Dalam Carrageenan : Technical Information. Spanyol.


http://www.ceamsa.com

Erawaty, W.R. 2001. Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan dan Daya
Simpan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Produk Nugget Ikan Sapu-
sapu (Hyposascus pardalis). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogar. Bogor.

FAO. 2003. www.fao.org.

Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat


Antar Universitas Pangan dan Gizi-IPB. Bogar.
47

Glicksman, M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. Academic Press.


New York.

-vGlicksman, M and R.E. Schachat. 1959. Gum Arabic in : R.L Whistler and J.N.
Be Miller (Eds). Industrial Gums: Polysaccharides and Their Derivatives
2nd Ed. Academic Press. New York.

Haryadi, P. 2001. Sifat Fisik dan Kimia Pangan. Diktat. Kuliah Pasca Sarjana.
PAU IPB. Bogor. .

Ibrahim, 1. 2002. Studi Pembuatan Kamaboko Ikan Belut (Monopterus albus)


dengan berbagai Suhu Perebusan dan Konsentrasi Tepung Terigu.
Fakultas Perikanan dan IImu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. VI Press.


Jakarta.

Lanier, Tyre, and Chong Lee. (199~) eds. Surimi technology, Marcel Dekker.
Didalam http://www.gale-edit.com

Mantell, L. H. 1947. The water soluble gums. Didalam Nuraini (1994)_ :


Pengaruh Jenis Hidrokoloid Terhadap Pembentukan Gel Cincau Hitam
(Mesona palustris BL). Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Nuraini, D. J 994. Pengaruh Jenis Hidrokoloid Terhadap Pembentukan Gel Cincau


Hitam (Mesona palustris BL). Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Poernomo A. 1979. Budidaya Udang di Tambak. Dalam Udang:.... bj~~gi, potensi,


budidaya, produksi, dan udang sebagai baham makanan Indonesia. Editor
M. Muljoharjo. Lembaga Oseanologi Nasional. LIPI. Jakarta. -

Pomeranz, Y. Dan J.A. Shellenberger. 1971. Bread science and technology. Di


dalam Tanti Damayanti (1999) : Pengendalian RH (Relative Humidity)
dan Aplikasi Kemasan Terhadap Mutu Simpan Tepung Terigu. Skripsi
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pruthi, J. S. 1980. Spice and Condiment: Chemistry, Microbiology, Advanced in


Food Research. Volume IV. Academi Press. New York.

Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Solis, N. B. 1988. Biology and Ecology. Chapter One. Pp. 3-36. In: Biology and
Culture of Penaeus monodon. Brackishwater Aquaculture Information

-~
48

System, Aquaculture Department, Southeast Asian Fisheries


Development Center, Tigbauan, Iloilo, Philippines.

Steel, R.Q.D. dan 1. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan
B. Sumantri. PT. Gramedia, Jakarta.

.Juptijah, P. 2002. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program


Pascasarjana /S3 , Institut Pertanian Bogar.

Tanoto, E. 1994. Pembuatam Fi'sh Nugget dari Ikan Tenggiri (Scomberomorus


commersoni). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Taro, V dan K.A. Sugiarto, 1979. Biologi Udang, Sistimatika, Morfologi, Daur
Hidup, Habitat dan Makanan Dalam Udang Biologi, Potensi, Budidaya,
Produksi dan Udang Sebagai Bahan Makanan Indonesia. Lembaga
Oseanografi Nasional. LIPI. Jakarta.

Weiser, H.H., OJ. Mountney, dan W. B. Goulg, 1976. Practical Food


Microbiology and Technology, Edisi ke-2. The Avi Publishing Company,
Inc. Westport. Connecticut.

Whiteley, P.R. 1971. Biscuit Manufacture: Fundamentals of in-line production.


Didalam Tanti Damayanti (1999) : Pengendalian RH (Relative Humidity)
dan Aplikasi Kemasan Terhadap Mutu Simpan Tepung Terigu. Skripsi
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wilson, O. D. 1960. Sausage and meat product. Dalam The Science of Meat and
Meat Product. Editors: 1. B. Evans, B. S. Scuegert, C. V. Livens and D.
M. Duty. H. W. Freeman and Co. San Francisco.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Jakarta.

------
1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Zaitsev, V., 1. Kizevetter, L. Lagunov, T. Makarova, L. Minder, dan V.


Podsevalov.1969. Fish Curing and Processing. Translator Mir Publisher.
Moscow.
49

Lampiran 1. Contoh Lembar Penilaian Uji Kesukaan (hedonik)

UJI SKALA HEDONIK

Nama Panelis :
TgI Pengujian :
Produk : Udang Cetak (Genjer)
Produk Warna Penampakan Tekstur Aroma Rasa
215
324
543
235
321
435
278
498
372

Kriteria:

7 = Amat Sangat Suka


6 = Sangat suka
5 = Suka
4 = Agak k suka
3 = Agak tidak suka
2 = Tidak suka
1 = Sangat tidak suka
50

Lampiran 2. Contoh Lembar Penilaian Uji Organoleptik

UJIORGANOLEPTIK

Nama Panelis :
TgJ Pengujian :
Produk : Udang Cetak (Genjer)
No. Uji 215 324 543 235 321 435 278 498 372

1. Rasa
2. Pahit
4. Hambar
6. Sedikit manis gurih
8. Manis, Gurih
10. Sangat manis, Gurih
2. Bau
2. Busuk/amrnonia
4. Tak ada bau khas udang goreng
6. Sedikit bau khas udang
8. Bau gurih khas udang goreng
10. Sangat khas udang goreng
3. Warna
3. Coklat kehitaman
6. Coklat
9. Kuning Keemasan
4. Tekstur
2. Lembek, rnudah pecah
4. Keras/a lot/padat
6. Lembek sedikit kenyal
8. Kenyal/kompaklelastis
5. Penampakan
2. Tidak menarik
4. Tidak seragam
6. Utuh/tidak merata
8. Utuh!seragamlmerata
51

Lampiran 3. Data Hasil Penilaian Organoleptik Penambahan Bahan Pengikat 5%

un GENJER + GUM ARAB 5 %


PANELIS RASA BAU WARNA TEKSTUR TAMPAK
I 8 6 3 6 6
II 8 6 3 6 6
III 4 4 3 2 2
IV 6 8 3 6 6
V 8 8 3 6 4
VI 4 2 3 2 2

un GENJER + KERAGENAN 5 %
PANELIS I RASA BAU WARNA TEKSTUR TAMPAK
I 6 8 6 8 6
II 6 6 6 6 6
III 6 8 6 6 6
I
IV 6 6 6 8 6
V 6 8 9 4 4
VI 8 8 6 8 6

un GENJER + TERIGU 5 %
PANELIS RASA BAU \VARNA TEKSTUR TAMPAK
I 6 6 6 8 6
II 6 I 6 6 6 6
III 6 6 9 8 6
IV 6 8 6 8 6
V 10 8 9 8 6
VI 8 8 9 8 8

L
52

Lampiran 4. Data Hasil Penilaian Organoleptik Penambahan Bahan Pengikat


sebesar 10 %

UII GENJER + GUM ARAB 10 %


PANELIS RASA BAU \VARNA TEKSTUR TAMPAK
I 6 4 3 6 4
II 6 4 3 6 4
III 4 4 _,.... 2 2
IV 6 6 3 6 6
V 8 6 3 6 4
VI 4 6 3 2 2

un GENJER + KERAGENAN 10 %
PANELIS RASA BAU \VARNA TEKSTUR TAMPAK
I 6 8 6 8 6
II 6 6 6 6 6
III 4 6 6 4 6
IV 8 8 6 8 6
V 6 8 9 8 4
I VI 6 4 6 6 4

UJ! GENJER+ TERIGU 10 %


PANELIS RASA BAU \VARNA TEKSTUR TAMPAK
I 6 6 6 8 6
II 6 6 6 8 6
III 6 4 6 G 6
IV 6 6 6 6 4
V 8 8 9 8 6
VI 6 6 6 6 6
53

Lampiran 5. Hasil Penilaian Organoleptik Penambahan Bahan Pengikat sebesar


15 % dan Analisis Proksimat Udang Cetak Hasil Penelitian.

un GENJER + GUM ARAB 15 %


IPANELIS RASA BAU WARNA TEKSTUR TAMPAK
I 6 6 3 6 6
....
II 6 6 .) 4 6
....
III 4 2 .) 2 2
IV 6 6 3 6 4
V 6 4 3 2 2
VI 4 4 3 2 2

UJI GENJER + KERAGENAN 15 %


PANELIS RASA BAU \VARNA TEKSTUR TAMPAK
I 6 6 6 4 6
II 6 6 6 4 6
III 4 6 6 4 4
IV 6 8 6 4 4
V 6 6 9 4 4
VI 4 6 6 4 4

un GENJER + TERIGU 15 %
PANELIS RASA BAU \VARNA TEKSTUR TAMPAK
I 8 8 6 8 6
II 6 8 6 6 6
III 6 6 6 6 6
IV 8 8 6 8 6
V 8 8 9 4 4
VI 8 8 6 6 6

A. Analisis Proksimat Udang Cetak.


Kadar
Terigu Ulng Kadar Air Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Abu
Karbohidrat
1 64,46 23,4 2,25 2,1 7,79
5%
2 65 23,58 2,15 2,3 6,97
1 53,86 22,87 1,8 2,6 18,87
10%
2 52,15 23,15 1,6 2,7 20,4
1 62,1 22,35 3 3 9,55
15%
2 60,05 21,95 3,2 2,9 11,9
54

Lampiran 6. Analisis Ragam dan Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Kadar Air dan
Protein Produk Udang Cetak Hasil Penelitian,

A. Analisis Ragam Kadar Air

B. Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Kadar Air


Intervals for (column level mean) - (row level mean)

1 2

2 7,078
16,372

3 -0,992 -12,717
8,302 -3,423

C. Analisis Ragam Kadar Protein

* = Berbeda nyata

D. Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Kadar Protein


Intervals for (column level mean) - (row level mean)

1 2

2 -1,7478
0,0278

3 -2,2278 -1,3678
-0,4522 0,4078
55

Lampiran 7. Analisis Ragam dan Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Kadar Lemak dan
Abu Produk Udang Cetak Hasil Penelitian.

A. Analisis Ragam Kadar Lemak

:I< = Berbeda nyata

B. Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Kadar Lemak


Intervals for (column level mean) - (row level mean)

1 2

2 -0,0118
1,0118

3 -1,4118 -1,91l8
-0,3882 -0,8882

C. Analisis Ragam Kadar Abu

* = Berbeda nyata

D. Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Kadar Abu


Intervals for (column level mean) - (row level mean)

1 2

2 -0,7179
0,1179

3 0,0321 0,3321
0,8679 1,1679
56

Lampiran 8. Analisis Ragam dan Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Kadar Karbohidrat
Produk Udang Cetak Hasil Penelitian.

A. Analisis Ragam Kadar Karbohidrat

B. Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Karbohidrat

Intervals for (column level mean) - (row level mean)

1 2

2 -17,143
-7,667

3 -9,283 3,122
0,193 12,598
57

Lampiran 9. Analisis Varian Rangking Kruskal Wallis Penampakan Udang Cetak


Hasil Penelitian.

Kruskal-Wallis Test on Penampakan


Perlakuan N Median Ave Rank Z
1 6 5,000 22,5 -0,83
2 6 4,000 14,8 -2,09
3 6 3,000 16,9 -1,75
4 6 6,000 33,7 1,02
5 6 6,000 29,8 0,39
6 6 4,000 22,2 -0,88
7 6 6,000 40,3 2,11
8 6 6,000 33,7 1,02
9 6 6,000 33,7 1,02
Overall 54 27,5

H = 14,74 DF = B P = 0,064
H = 19,08 DF = 8 P = 0,014 (adjusted for ties)

Uji Lanjut Multiple Comparisson

Rumus perhitungan :

p=k(k-1)/2= 9(9-1)/2= 36
N= nxk = 6 x 9 = 54
ZoJ2p = ZO,OSf2(S4)= 0,00046 Tabel A4 = 3,35
[Ri-Rj]>< 3,22 [(54+ 1)9/6 ],'0,5 = 30,42
58

Lampiran 10. Analisis Varian Rangking Kruskal Wallis Warna Udang Cetak Hasil
Penelitian.

Kruskal-Wallis Test on Warna


Perlakuan N Median Ave Rank Z
1 6 3,000 9,5 -2,97
2 6 3,000 9,5 -2,97
3 6 3,000 9,5 -2,97
4 6 6,000 35,5 1,32
5 6 6,000 35,5 1,32
6 6 6,000 35,5 1,32
7 6 7,500 41,5 2,31
8 6 6,000 35,S 1,32
9 6 6,000 35,5 1,32
Overall 54 27,5

H = 36,07 DF = 8 P = 0,000
H = 43,96 DF = 8 P = 0,000 (adjusted for ties)

Uji Lanjut Multiple Comparisson

* = berbeda nyata
59

Lampiran 11. Analisis Varian Rangking Kruskal Wallis Tekstur Udang Cetak Hasil
Penelitian.
Kruskal-Wallis Test on Tekstur
Perlakuan N Median Ave Rank Z
1 6 6,000 20,0 -1,24
2 6 6,000 20,0 -1,24
3 6 3,000 13,4 -2,33
4 6 7,000 34,7 1,18
5 6 7,000 34,7 1,18
6 6 4,000 12,5 -2,48
7 6 8,000 43,4 2,63
B 6 7,000 37,3 1,61
9 6 6,000 31,6 0,67
Overall 54 27,S

H = 24,33 DF = 8 p 0,002
H = 26,83 DF = 8 P 0,001 (adjusted for ties)

Uji Lanjut Multiple Comparisson


60

Lampiran 12. Analisis Varian Rangking Kruskal Wallis Aroma Udang Cetak Hasil
Penelitian.

Kruskal-Wallis Test on Aroma


Perlakuan N Median Ave Rank Z
1 6 6,000 24,0 -0,58
2 6 5,000 14,8 -2,11
3 6 5,000 13,9 -2,24
4 6 8,000 37,7 1,68
5 6 7,000 31,3 0,62
6 6 6,000 26,7 -0,14
7 6 7,000 34,0 1,07
8 6 6,000 23,9 -0,59
9 6 8,000 41,3 2,28
Overall 54 27,5

H 17,55 DF '" 8 p = 0,025


Ii = 20,54 DF = 8 p = 0,008 (adjusted for ties)

Uji Lanjut Multiple Comparisson

* = berbeda nyata
61

Lampiran 13. Analisis Varian Rangking Kruskal Wallis Rasa dan Penerimaan
Umum Udang Cetak Hasil Penelitian.

A. Rasa

Kruskal-IvallisTest on rasa
Perlakuan N Median Ave Rank Z
1 6 7,000 29,7 0,36
2 6 6,000 22,3 -0,85
3 6 6,000 18,7 -1,46
4 6 6,000 29,2 0,28
5 6 6,000 25,8 -0,29
6 6 6,000 18,7 -1,46
7 6 6,000 33,9 1,06
8 6 6,000 29,2 0,28
9 6 8,000 40,2 2,09
Overall 54 27,5

H 9,64 OF 8 P 0,291
H 12,41 OF :: 8 P 0,134 (adjusted for ties)

B. Penerimaan Umum

Kruskal-Wallis Test on Umum


Perlakuan N Median Ave Rank Z
1 6 5,000 28,3 0,14
2 6 4,000 18,3 -1,51
3 6 3,500 9,8 -2,92
4 6 5,000 33,3 0,96
5 6 5,000 25,2 -0,39
6 6 4,000 14,5 -2,15
7 6 5,500 40,3 2,11
8 6 5,000 37,S 1,65
9 6 5,500 40,3 2,11
Overall 54 27,5

H 24,98 DF = B P = 0,002
H 27,16 DF = 8 p = 0,001 (adjusted for ties)

Uji Lanjut Multiple Comparisson


62

Lampiran 14. Contoh Perhitungan dengan Berat Kering.

Hasil Proksimat genjer udang (Berat basah) :


Air = 82 %
Protein= 11,35 %
Abu = 3,88 %
Lemak = 0,13 %
Karbohidrat = 2,64 %
Dengan bera! kering :
Kadar air menjadi 0 % dan yang dibandingkan yaitu kadar protein, lemak, abu dan
karbohidrat,
Jumlah = kadar protein + Abu + lemak + karbohidrat = 11,35 + 3,88 + 0,13 + 2,64 = 18
Jadi Proksimat pada berat kering :
Kadar Protein = I 1,35118x 100 = 63,05 %
Kadar Abu = 3,88/18 x 100 = 21,56 %
Kadar Lemak = 0,13118 x 100 = 0,72 %
Karbohidrat == 2,64118 x 100 = 14,67 %
Hal ini dilakukan untuk membandingkan hasil uji proksimat dari suatu produk dengan
produk lain,
63

Lampiran 15. Data Proksimat Genjer dan Tepung Terigu serta Contoh
Penghitungan Analisis Proksimat Adonan

A. Analisis Proksimat Genjer dalam Basis Basah dan Basis Kering


iW';~<H;i;Pf6ksiman~F;F'Y;1'rtF:-:: . j( -):;t: .'...:,;-:'{7~Basiskei'ii1g '..... .....
.'Basis';13as~lh
Kadar Air 82,00 % 0%
Kadar Protein I 1,35 % 63,05 %
Kadar Abu 3,88 % 21,55 %
Kadar Lemak 0,13 % 0,72 %
Kadar Karbohidrat 2,64 % 14,67 %

B. Anal isis Proksimat Tepung Terigu dalam Basis Basah dan Basis Kering
qi.Y!:,;ii;;Pf91(Sim~hi~\1;}i;;, ):')'-:;';:; /:Basisi:Sasiih .:. ',':. .<:::, ,/'/,Hasiskei'ihg>.
...
'.
.. '......
Kadar Air 7% 0%
Kadar Protein 10,57 % 11,37 %
Kadar Abu 1,66 % 1,78 %
Kadar Lemak 0,18 % 0,19 %
Kadar Karbohidrat 80,59 % 86,65 %

C. Contoh Perhitungan Analisis Proksimat Adonan

li~~t~:~~r~;,Geli}e'rr(ID_~!~i~i{j
~1:mepu'ngja;erigii1;(~):i~~ 01!~ti)~},~a'q~t;~tQ1~in;,::
Mii-'::~@A:aarn;alt?(Rl~jR~!;3~
200 10 210 127,24 x 100 = 60,59 %
63,05%x200= 126,1 11,37%x 10= 1,14 126,i + 1,14=127,24 210
200 20 220 128,37 x 100 = 58,35 %
63,05 % x 200 = 126,1 11,37% x 20 =- 2,27 126,1 + 2,27 =128,37 220
200 30 230 129.51 x 100 = 56,31 %
63,05 % x 200::: 126,1 11,37% x 30 = 3,41 126,1 + 3,41 =129,51 230

Cara perhitungan untuk Kadar Abu, Lemak dan Karbohidrat Sama seperti diatas.
64

Lampiran 16. Foto - foto Genjer dan Bahan Pengikat

A. Foto Genjer setelah di Blending

B. Foto Bahan Pengikat

GUM ARAB
65

Lampiran 17. Foto Adonan Cetak Beku dan Udang Cetak Goreng Bahan
pengikat Tepung Terigu

A. Foto Adonan Setelah Dibekukan

B. Foto Udang Cetak Goreng Bahan Pengikat Tepung Terigu


66

Lampiran 18. Foto Vdang Cetak Goreng Bahan Pengikat Keragenan dan
Gum Arab

A. Udang Cetak Goreng Bahan Pengikat Keragenan

B. Udang Cetak Goreng Bahan Pengikat Gum arab


DAFTARRIWAYATHIDUP

Penulis dilahirkan di Gombong, Kebumen, Jawa


Tengah pada tanggal 5 Agustus 1969 dari ayah Kapten (Int)
Miran Soemarto (Almarhum) dan ibu Soeminah. Penulis
merupakan putra ke sembilan dari sembilan bersaudara.
Penulis mempunyai seorang isteri Diani Rahayu, AKS. dan dikarunai dua orang
anak Aqil Brilliant Hardian dan Maritza Lutfiah Rafa Hardian.
Tahun 1987 penulis lulus dari SMA Negeri Gombong dan pada tahun
yang sarna penulis lulus seleksi masuk Diklat AUP (sekarang Sekolah Tinggi
Perikanan- Jakarta) dan dinyatakan Iulus pada tahun 1990. Pada tahun 1990
sarnpai dengan Oktober 1992 penulis bekerja di PT. Fega Aquafarmindo sebagai
Assistant Production Manager, Sushi Product Division. Mulai November 1992
penulis bekerja di PT. Dipasena Citra Darmaja, Larnpung sarnpai dengan
Desenber 2001, dengan jabatan terakhir Processing Manager dan Assistant Plant
Manager-Plant-2. Selama bekerja, penulis telah mengikuti berbagai kursus dan
pelatihan baik di dalarn maupun luar negeri, yang berkaitan dengan Industri
perikanan.
Pada tahun 1993, penulis mengikuti pelatihan Total Quality Management
and HACCP Training Program diselenggarakan oleh Asian Canada Fisheries
dan Direktorat Jendral Perikanan. Tahun 1996, penulis mengikuti seminar
HACCP di Bangkok Thailand, dalarn rangka World Aquaculture Society Annual
Meeting. Pada tahun yang sarna penulis mengikuti pelatihan ISO 9002 For Food
Industry Training, diselengggarakan oleh Badan Pengembangan Ekspor NasionaL
Pada tahun 1998 Production /Operation Management Training, di LPPM Jakarta.
Tahun 1999 penulis mengikuti pelatihan Production Supervisor in HACCP of
Processed Food Industry, yang diselenggarakan oleh Ministry of Agriculture of
France dan Departernen Perindustrian dan Perdagangan RI, serta pelatihan
Holding Orders Short Course- Phase 1 and Phase 2 , diselenggarakan oleh
Indonesia Australia Spesialis Training Project II (IASTP2).
Pada tahun 2000 penulis mengikuti kursus bahasa Inggris selarna tiga
bulan; Pre - Departure Training di IALF (Indonesia Australia Language
Foundation), Jakarta Dan pada tahun 2001 penulis mengikuti kursus
International Trade di Royal Melbourne Institute of Technology (RlvUT) -
Business Melbourne, Australia, Selama tiga bulan.
Pada bulan Agustus 2001 penulis melanjutkan studi pada program alih
jenjang untuk meraih gelar S1, pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dan dinyatakan
lulus pada bulan Januari 2004, dengan gelar SPi (Srujana Perikanan).

Anda mungkin juga menyukai