Anda di halaman 1dari 20

Bandung, 2016

Meningkatkan skill street


photography ala tomi saputra
(@udatommo)

Banyak hal tentunya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan


kemampuan fotografi khususnya street photography, setiap orang
punya cara belajar sendiri, berikut di bawah ini adalah upaya yang
saya lakukan pada tahap pembelajaran:

Rajin mencoba
Sebagus apapun bakat yang anda miliki atau secanggih apapun
peralatan yang anda punya, semuanya akan menjadi sia-sia jika
tanpa mencoba melakukan pengambilan gambar. Semakin sering
turun ke jalan maka perlahan insting menjadi terlatih.

Anda ibarat sebatang logam dan terbentuk setelah diasah


sedemikian rupa, tentunya dengan proses yang berulang sehingga
menjadi sebuah benda yang cukup tajam, jika tidak diasah maka
logam tersebut akan hancur berkarat sebelum menjadi apapun.

Latih kepekaan situasional


Ada kalanya harus meluangkan waktu sejenak untuk tidak
mengambil gambar, tapi hanya mengamati dan menikmati
suasana yang sedang terjadi di suatu ruang publik, apakah itu
interaksi antar sesama manusia, perilaku dan pola hidup
masyarakat, manusia dengan alam sekitarnya, elemen visual
pendukung seperti arsitektur, lampu jalan dan hal lainnya.

Diberbagai kesempatan saya selalu mengalihkan pandangan mata


pada hal-hal yang menurut saya menarik, apakah ketika sedang
berada dikendaraan umum, perkantoran, pasar dll. Dan tentunya
ketika meluangkan waktu seperti ini saya bisa merasakan emosi
suatu kota, dari raut wajah orang-orang di suatu tempat tersebut
maupun dari segala perubahan dan rutinitas yang sedang terjadi.
Banyak hal yang bisa dipelajari, misalnya kesemrawutan sebuah
tata kota, infrastruktur yang tidak memadai, kemacetan yang
semakin parah, minimnya upah yang tidak bisa menutupi
kebutuhan, ditambah dengan suhu yang sangat panas disiang
dan malam, hal-hal seperti ini bisa menjadi salah satu pemicu
untuk stres.
Pekanbaru, 2013

Jangan tergesa-tergesa
Cukup banyak rekan street photographer yang saya temui ketika
kegiatan hunting bersama cenderung tergesa-tergesa untuk
melakukan pengambilan gambar, dengan alasan takut akan
kehilangan momen sehingga terlihat berjalan kesana kemari dan
mengambil banyak gambar, hal ini sangat berbeda dengan pegiat
street photography senior, cenderung yang lebih senior tidak
begitu terlihat mencolok dalam pengambilan gambar dan bahkan
seakan tidak pernah menekan tombol rana ketika hunting
bersama, ketika kembali berbincang pada masa istirahat setelah
sesi hunting apa yang saya dapatkan dari senior? Hasil foto yang
ditunjukkan sangat diluar dugaan dan selalu membuat berdegak
kagum, dari sini saya belajar bahwa pada street photography juga
butuh perhitungan yang pas sebelum melakukan pengambilan
gambar, meskipun momen tidak bisa diulang karena memang
momen pada street photography tidak dibuat, tapi kesabaran juga
sangat diperlukan untuk mendapatkan momen terbaik.
Meningkatkan kualitas bukan kuantitas
Saya lebih cenderung untuk memilih tidak banyak menekan
tombol rana, ketika belum merasa cukup pas saya tidak akan
mengambil gambar, sebagian orang berpendapat menghasilkan
gambar banyak memberikan peluang lebih besar untuk
mendapatkan foto yang lebih berkualitas, namun bagi saya
kualitas tetap lebih penting dari pada kuantitas.

Belajar menggunakan kamera analog


Ketika fotografi digital lebih mudah dan lebih murah kenapa masih
menggunakan kamera analog? Ini adalah suatu pertanyaan yang
paling sering saya temui, sekedar informasi pada saat ini
(September 2016) ketika saya menulis artikel ini, harga roll film
paling murah di Bandung berkisar antara 25-35 ribu Rupiah bisa
mendapatkan Fujifilm Superia 200 expired tahun 2014, tentunya
ketika menggunakan film expired kemungkinan besar kualitas
gambar yang dihasilkan tidak memuaskan dibandingkan film
fresh/baru, jika anda ingin mendapatkan roll film fresh warna
dengan harga lebih murah bisa menjadikan Kodacolor Plus 400
fresh seharga 45 ribu Rupiah. Untuk biaya cuci+scan berkisar
antara 30-47 ribu Rupiah, jika ditotal maka biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan karya dari awal sampai diproses ke digital
pada 1 roll film expired berkisar antara 55-82 ribu Rupiah dan
untuk 1 roll film fresh berkisar 75 ribu Rupiah sampai 200 ribu
Rupiah dan bahkan bisa lebih. Itu biaya yang dikeluarkan jika anda
menggunakan negative film 35mm, film 120mm tentunya dengan
harga lebih mahal.
Bandung, 2016

Dengan biaya yang mesti dikeluarkan tersebut anda hanya


berkesempatan maksimal 36x untuk menghasilkan frame gambar
atau 36x untuk menekan tombol shutter setelah dikokang,
tentunya karena keterbasan yang ada anda dipaksa untuk
memaksimalkan hasilnya, ketika menggunakan kamera full manual
dan tanpa lightmeter sudah pasti harus menguasai pemahaman
dasar expsosure seperti ASA/ISO, Aperture dan shutter speed,
bagaimana saya menentukan exposure yang tepat jika lightmeter
mati? Hal paling mudah untuk dipelajari adalah Sunny 16, lebih
lengkapnya bisa dibaca dan dipelajari sendiri.

Selain memaksa untuk mempelajari exposure tentunya


menggunakan kamera analog juga melatih kesabaran, karena hasil
gambar yang tidak bisa dilihat dengan instant layaknya kamera
digital, ada proses developed dan scan roll film yang mesti dilalui
terlebih dahulu barulah foto yang anda hasilkan bisa dilihat satu
persatu, berhasilkah menjadi sebuah gambar yang cukup bagus
atau roll anda menjadi hangus tanpa menghasilkan sesuatu? Hal
inilah yang menjadi tantangan tersendiri.

Pengalaman saya menggunakan analog selalu mengabaikan


lightmeter dari kamera dan sangat menyukai SLR yang full manual,
karena kamera SLR memiliki suara shutter yang membuat saya
ketagihan menekan tombol rana, sedangkan lensa manual fokus
memberikan tantangan untuk mendapatkan fokus yang pas pada
street photography maupun foto portrait. Karena menggunakan
kamera analog tidak instant dan cukup sulit maka ketika anda
menggunakan kamera digital semuanya akan terasa lebih mudah,
karena dasar dari fotografi tetaplah sama, yang membedakan
kemajuan teknologi hanyalah fitur dan kemudahan yang diberikan.

Bandung, 2016

Popularitas bukanlah prioritas


Saya aktif di Instagram mulai pertengahan tahun 2015, saya cukup
sadar media sosial sangat memberikan peluang yang besar untuk
mendapatkan popularitas, pada awalnya saya juga menikmati like
yang didapatkan dari Instagram, namun seiring berjalannya waktu
saya merasa bahwa popularitas bukanlah prioritas yang ingin saya
raih, tapi berkarya yang lebih baik dan tidak berhenti berkarya
hanya di dunia maya belaka yang menjadi prioritas utama. Ketika
mengejar like saya hanya berkembang dari sebatas like yang
diterima, hanya semata-mata untuk menyenangkan orang lain, tapi
tidak berkarya demi diri sendiri, alhasil kejenuhan mulai timbul,
akhirnya saya
berkarya menurut apa yang saya suka, like berkurang namun saya
menjadi lebih bahagia karena berkarya mengikuti kata hati.

Satu hal yang saya pahami bahwa kualitas tidak akan terbantahkan
dan apresiasi maupun popularitas akan mengiringinya, namun jika
mengejar popularitas maka yang ada hanya terbuai pada pujian
dan upaya untuk peningkatan kualitas tidak begitu lagi menjadi
prioritas.

Temukan teman untuk berdiskusi


Saya belajar banyak dari rekan-rekan di Instastreetid maupun
FotoEmperan tentang street photography, dan beberapa forum
lainnya seperti Forum Sederhana, Bandung Analog, Bandoeng
Photostreet Shooter, Geonusantara, Gabut Project, Indonesia On
The Street dan tentunya MaklumFoto serta masih banyak forum
lainnya yang membantu saya memahami street photograhy .
Pembahasan yang lebih mendalam dan paling berkesan bagi saya
ketika bisa menikmati suasana dinginnya kota Bandung ditemani
dengan segelas kopi sambil mengulas buku dan karya foto orang
lain, tentunya hal ini dilakukan dengan dialog terbuka
dipertemuan secara langsung, berbeda ketika saya berdiskusi
pada chat group Gabut Project, diskusi terhubung melalui dunia
maya dan bahkan kita tidak pernah bertemu satu sama lain,
meskipun demikian topik diskusi juga beragam, dan berbagi
referensi mengenai foto-foto yang memiliki visual yang cukup
nyeleneh, dan bagi kita itu menjadi karya yang sangat menarik,
karena bukan hanya menyajikan visual yang berbeda dan
cenderung liar, tapi juga mempunyai kedalaman rasa dan
penyampaian pesan yang dikemas dengan teknik-teknik kreatif.
Sepanjang tahun 2016 ini saya sering berdiskusi bersama om Chris
Tuarissa (@chriss_tuarissa) dan om Agan Dayat (@agandayat.id).
Bersama om Chris Tuarissa saya membahas banyak hal dari sejarah
fotografi, perilaku pegiat street photography dunia maupun
Indonesia, memantau perkembangan street photography maupun
pegiat para street photography, teknis dan masih banyak hal
lainnya, tidak jarang jika kita diskusi bisa berlangsung sampai
menjelang dini hari, diskusi bisa saja terjadi secara langsung
maupun hanya difasilitasi oleh aplikasi messenger. Berbeda
dengan om Agan Dayat, kita tidak pernah bertemu secara
langsung di dunia nyata, Agan Dayat di Banda Aceh dan saya di
Bandung, hanya dipertemukan oleh chat group dari aplikasi LINE
messenger, berawal dari sana kita selalu berdiskusi berbagai hal
yang berhubungan dengan fotografi, saling bertukar referensi,
informasi maupun sudut pandang. Tentunya kemudahan yang
diberikan pada era informatika memberikan kesempatan yang
lebih baik untuk saling terhubung dengan siapapun dan
dimanapun sehingga anda bisa memanfaatkan kecanggihan
teknologi ini untuk mendapatkan kesempatan berdiskusi dengan
berbagai orang.

Perbanyak referensi
Di era informatika kemudahan tidak hanya diberikan untuk
berkomunikasi tapi juga untuk mengakses informasi juga sangat
mudah sekali, tinggal mengetik keyword pada kolom pencarian
maka akan muncul banyak pilihan yang tinggal di klik untuk
mengaksesnya.

Harus diakui bahwa sangat minim sumber bacaan berbahasa


Indonesia mengenai street photography, apakah itu dari buku fisik
maupun sumber dari internet, hal seperti ini membuat kita di
Indonesia jika ingin belajar harus berusaha untuk mengakses
konten dari luar, jangan lagi berasalan bahwa tidak bisa berbahasa
Inggris karena bisa dibantu oleh website translator yang pada saat
ini memiliki kemampuan penerjemahan yang semakin membaik.
Sangat bayak artikel maupun e-Book yang disediakan secara
gratis, bosan dengan membaca anda bisa menonton beragam
tutorial dari YouTube.

Meskipun bahan bacaan di internet bisa diakses dengan mudah


dan gratis, tidak jarang buku fisik mempunyai informasi yang jauh
lebih mendalam dan lebih baik, tentunya seringkali hal demikian
tidak ditemukan di internet, oleh karena itu buku fisik tetap
mendapatkan tempat tersendiri dan masih digemari, harga buku
fisik cenderung lebih mahal apa lagi jika buku tersebut bukanlah
terjemahan dan hanya bisa didapatkan di toko buku tertentu atau
langsung diimport dari publisher bukunya, kisaran harga bisa
ratusan ribu bahkan jutaan Rupiah. Saya cukup beruntung karena
di Bandung ada Goodlife Caf yang memiliki koleksi buku yang
cukup beragam dan bisa dibaca gratis di tempat, atau saya bisa
meminjam dari teman untuk menikmati buku-buku tersebut.

Sebagian orang berbendapat semakin banyak referensi maka


semakin besar kemungkinan karya akan meniru dari referensi yang
dipelajari, sehingga orang-orang yang memiki pandagan seperti
ini menolak untuk mempelajari dan memperbanyak referensi.
Namun, bagi saya referensi yang bagus cukup menarik untuk
dijadikan perpustakaan visual, pengulangan dari karya yang ada
seperti dari referensi tidaklah menjadi permasalahan, bukankah
belajar adalah mengulang? Tidak ada yang benar-benar original
100% pada saat ini, yang ada hanyalah pengulangan dan
pengembangan.

Harus gagal
Pembelajaran yang baik adalah mendapatkan kegagalan, dari sini
bisa mengerti kesalahan dan mengoreksi karya, sudah sangat
familiar bagi anda tentunya kalimat trial and error, mencoba untuk
gagal sebelum menemukan cara terbaik, tentunya untuk berkarya
lebih baik.
Jabarkan foto anda
Esensi fotografi juga suatu bentuk dari proses komunikasi, media
untuk menyampaikan pesannya adalah foto anda, belajarlah untuk
menjabarkan apa yang anda foto, apa tujuan anda melakukan
pemotretan, dengan melakukan hal ini anda bisa memahami
bahwa fotografi bukan hanya sekedar menekan tombol rana atau
hanya menghasilkan sebuah foto yang cukup bagus dan enak
dilihat belaka.

Bandung, 2016

Jangan terbelenggu oleh defenisi dan teknis baku


Tidak jarang rekan-rekan yang saya temui memperdebatkan
defenisi apa itu street photography dan human interest, hal seperti
ini bisa menghambat perkembangan anda dalam berkarya. Yang
perlu anda ketahui hanyalah beberapa poin sederhana,
diantaranya:
- Pengambilan gambar dilakukan bukan hanya di jalanan, tetapi
diruang publik mencakup akses transportasi umum, taman,
sekolah dll.
- Momen yang diambil murni candid bukan diseting/dikonsep.
- Tidak selalu terfokus kepada manusia, bisa saja benda mati yang
berhubungan dengan keseharian manusia tanpa sedikitpun
memunculkan unsur manusianya ke dalam frame (street without
people).

Jika anda memahami hal ini maka yang anda lakukan adalah tetap
mengambil gambar tanpa harus memusingkan defenisi yang
simpang siur.

Kemudian mengenai teknis baku perlu dipahami melalui perspektif


street photographer, diantaranya sebagai berikut:

- Street photography tidak seperti foto salon yang menuntut


ketajaman gambar, kesempurnaan exposure maupun
komposisinya.
- Berbeda dengan foto landscape, pada street photography
penempatan point of interest (PoI) tidak harus selalu mengacu
pada rule of third (RoT).
- Kebocoran pada frame adalah elemen visual pendukung.
- Street photography lebih dinamis karena selalu memicu lahirnya
ide baru, cenderung bebas dalam mengembangkan kreativitas
maupun gaya tersendiri, karena hal seperti inilah tidak jarang
orang yang awam terhadap street photography cukup sulit untuk
menikmati sebuah karya street photography.

Abaikan kritik
Disuatu perkuliahan saya masih mengingat jelas pesan seorang
dosen, ketika kamu berkarya tidak perlu selalu mendengar kritik
atau masukan dari orang lain, belum tentu kritik itu benar, bisa saja
orang tersebut hanya iri dengan bagusnya karya kamu, atau bisa
juga karena mereka tidak mengerti tentang karya kamu, pesan
sederhana tapi sangat membuka mata.
Tidak jarang kritikan yang masuk kepada anda bernada mendikte,
ingat satu hal bahwa anda berkarya bukan untuk klien yang ingin
dipuaskan. Hati anda pasti sangat tahu bahwa karya anda cukup
bagus sehingga anda berani memposting di dunia maya, karya
anda adalah diri anda sendiri, sehingga tidak ada orang lain yang
mengenal karya tersebut kecuali kamu sendiri. Ada kalanya anda
harus mendengarkan kritikan dan ada kalanya hanya
mengabaikannya.

Jadilah diri sendiri/temukan gaya fotografimu


Ketika mengidolakan seseorang tentu sedikit banyaknya ada
pengaruh dari idola kepada karya kita, atau ketika melihat karya
orang lain yang bagus ada keinginan juga untuk menghasilkan
karya sebagus orang tersebut, percayalah hati tidak bisa
dibohongi untuk menjadi orang lain, menjadi diri sendiri selalu
lebih menyenangkan.

Beberapa rekan mengeluhkan belum menemukan apa yang


bakalan menjadi karakter atau gaya fotografi seperti apa yang
menjadi daya tarik utama mereka, hal ini sama seperti sebuah
proses pencarian jati diri, jati diri anda tidak pernah hilang,
permasalahannya adalah hanya tidak mengenal diri lebih baik,
sehingga tidak tahu apa yang benar-benar diinginkan.
Kita pasti sangat paham bahwa setiap fotografer besar tentunya
dikenal karena karya mereka kuat, punya karakter yang sangat kuat
sehingga melihat karya tersebut orang langsung mengenal siapa
pemilik fotonya.
Pulau Pari, 2016

Mendalami apa yang menjadi daya tarik terkuat


Ketika saya telah menemukan bahwa ketertarikan lebih kuat
terhadap foto hitam putih dan permainan light & shadow maka
saya menekuni dan serius pada gaya fotografi seperti ini sampai
sekarang, saya mencoba mempelajari bagaimana memulai
menghasilkan fotografi hitam putih yang baik, dimulai dari awal
seperi memperhitungkan cahaya matahari berdasarkan jam
kemunculan, posisi matahari dan intensitas cahaya, kemudian
mempelajari warna apa saja yang cocok jika dijadikan hitam putih,
langkah selanjutnya bagaimana menghasilkan contrast yang kuat
tanpa harus bergantung pada software edit, dan masih ada
beberapa hal lainnya yang mesti dipelajari. Untuk mendapatkan
segala sesuatu yang diinginkan tentunya kita harus mempelajari
dulu proses bagaimana cara mendapatkan hal tersebut.

Kembali menjadi anak kecil


Masih ingatkah ketika anda kecil? Ketika tidak memikirkan hal-hal
rumit, anda tidak mengenal stres, yang anda tahu hanyalah apa
yang anda tahu dan anda menginginkan itu. Segala sesuatunya
menjadi menyenangkan, apapun terlihat menarik tanpa
memikirkan hal lain yang membuat hal menyenangkan itu menjadi
tergerus, cobalah untuk kembali seperti ini, lepaskan pemikiran
anda terhadap hal-hal yang membelenggu anda untuk berkarya,
hanya mengikuti kata hati, menikmati segalanya dan ketika ada hal
sangat menarik baru melakukan pengambilan gambar. Tentunya
anda akan mendapatkan cukup banyak foto yang bagus atau
setidaknya anda akan mendapatkan sebuah momen yang
menyenangkan pada proses pengambilan gambar. Karena hal ini
kuat dengan pendekatan personal maka kemungkinan yang cukup
besar karya yang anda hasilkan cenderung sangat personal dan
tidak biasa, tentunya tidak mudah ditiru oleh orang lain.

Jakarta, 2016

Manjakan imajinasi
Imajinasi seringkali menjadi kekuatan tersendiri pada karya
fotografi yang kuat dengan visual yang unik, jika imajinasi
digabungkan dengan kreatifitas akan menghasilkan karena yang
tampak berbeda. Jika ingin bermain dengan imajinasi anda
tentunya tidak terbelenggu oleh hal-hal yang telah saya jabarkan
pada paragraf pada penjelasan di awal.

Bandung, 2016

Jangan hanya berdecak kagum, tapi mencari tahu


Ketika melihat karya seseorang bagus anda jangan hanya berhenti
pada kalimat, wah bagus ya?, sebaiknya anda tambahkan
pertanyaan kok bisa ya sebagus ini?, bagusnya dimana ya?.
Dengan beberapa pertanyaan sederhana ini anda sudah
melakukan suatu kegiatan untuk mencari tahu bagaimana karya
seseorang itu bisa menarik perhatian, temukan jawabannya sendiri
sehingga anda bisa menciptakan karya sebagus bahkan lebih baik
dari itu.

Menilai karya orang lain


Ketika anda telah memahami komposisi dan teknis dasar maupun
pemahamahan fotografi lainnya, maka anda sudah bisa untuk
menilai karya orang lain, jangan takut untuk menilai atau
mengkritik karya orang lain, meskipun orang tersebut mempunyai
kemampuan fotografi yang jauh lebih mumpuni dari anda, jika
suatu karya dilempar ke publik maka karya tersebut sudah
sepenuhnya menjadi konsumsi publik. Kegiatan menilai karya
orang lain juga suatu bentuk pembelajaran untuk meneliti dan
melatih kejelian serta menangkap pesan dari karya tersebut.

Nikmati kejenuhan berkarya


Anda sampai pada proses jenuh dalam berkarya, jika demikian
saya mengucapkan selamat, kenapa demikian? Harus anda syukuri
karena ketika kejenuhan datang yang sebenarnya terjadi adalah
diri anda sudah tidak puas dengan hasil karya yang ada, ada
pemberontakan yang cukup kuat untuk meminta upgrade
kemampuan fotografi, tentunya hal seperti ini dialami oleh banyak
orang. Apa yang saya lakukan ketika mencapai fase ini? Saya
terdiam cukup lama, mengamati apa saja yang telah saya foto,
mengingat semua momen ketika saya mengambil gambar,
kemudian saya bandingkan dengan karya rekan-rekan lainnya, dari
sana saya tersadar banyak kekurangan yang mesti saya pelajari,
dan tentunya kembali lagi untuk mencoba dari awal dan sedikit
lebih keras untuk menantang diri untuk menghasilkan karya yang
lebih baik dari kumpulan karya terdahulu.
Bandung, 2016

Traveling
Seringkali kejenuhan juga terjadi ketika menghabiskan waktu yang
cukup lama melakukan pengambilan gambar yang cukup lama di
suatu kota yang sama, jalan keluarnya adalah liburan ke kota yang
berbeda untuk mendapatkan suasana lebih baru dengan elemen
visual yang berbeda, demografis yang berbeda, dan cuaca yang
berbeda tentunya. Hal seperti ini bisa menjadi penyegaran dalam
berkarya.

Open Minded
Jangan selalu terfokus pada satu titik, saya sangat menikmati
berkarya dengan foto hitam putih, namun pada kamera film saya
malah lebih tertarik dengan film berwarna dan sangat minim
menggunakan film B&W, begitu juga ketika saya mencoba
mempelajari New Topographic Landscape pada akun Instagram
@fnd.it, karena saya lebih awal mempelajari street photography
malah akhirnya foto yang dihasilkan lebih cenderung ke urban
landscape atau seringkali juga diduga sebagai karya street without
people, terlepas dari pra duga apapun itu saya tetap mengambil
gambar dan tidak harus selalu dikemas dengan hitam putih.
Konsep yang disajikan adalah upaya observasi menemukan hal-hal
yang terlihat biasa dalam keseharian namun bagi saya terlihat
cukup indah dan menarik ditampilkan, tentunya yang menjadi khas
adalah kontras antara foreground & background yang cukup kuat.
Dan apakah itu street photography atau tidak, hal terpenting bagi
saya adalah ketika mengambil gambar tidak ada benda yang
diseting tata letaknya, difoto seperti bagaimana benda itu ketika
ditemukan. Pada project di akun @fnd.it saya kembali belajar
komposisi dan pengaplikasian teori warna, tentunya juga melatih
kepekaan observasi. Fotografi itu dinamis, saya tidak menutup
kemungkinan untuk mempelajari hal baru.

Jakarta, 2016

Gear hanyalah alat


Peralatan yang bagus tentunya memberikan kemudahan untuk
menghasilkan bagus dengan lebih mudah karya, peralatan yang
mahal memberikan kepercayaan diri yang melimpah dan tidak
jarang setelah upgrade peralatan malah mengurangi kualitas dan
motivasi dalam berkarya. Banyak teman yang saya saksikan
berkarya bagus dengan hanya bermodalkan smartphone kelas
entry level, kreativitas seringkali muncul pada keterbatasan
bukanlah dari kemudahan, pada akhirnya yang menjadi
pembicaraan utama adalah karyanya, bukan dari peralatan seperti
apa karya itu dihasilkan.

Tetaplah rendah hati


Hanya ketika masih rendah hati anda akan selalu ingin belajar dan
berbagi dengan orang lain, ketika kesombongan telah
menggerogoti maka tidak ada kemajuan lagi yang anda
didapatkan, karena merasa sudah menguasai segalanya, banyak
fotografer hebat dari luar negeri yang saya ajak berkomunikasi
masih memberikan respon hangat, sangat disayangkan jika di
negeri sendiri tidak selalu mendapatkan kesan seperti ini.

Lakukan dengan sepenuh hati


Semua poin pada paragraf terdahulu tidak akan menjadi
bermanfaat jika tidak dilakukan sepenuh hati, hati nurani tidak bisa
mendustai untuk memberikan apresiasi terhadap karya yang
sepenuh hati, meskipun indera tidak mengerti dan pikiran tidak
bisa menjelaskan kenapa karya itu menjadi sangat menarik untuk
anda simak.
Tentang penulis

Tomi Saputra lahir dan besar di Lintau, Sumatra Barat dan saat ini
menetap di Bandung. Pada awalnya sangat tertarik pada sastra
semenjak bangku Sekolah Dasar, mulai mengenal fotografi di
Sekolah Menengah Atas dengan menggunakan kamera VGA yang
kala itu masih menjadi sangat populer digunakan pada telepon
seluler Symbian yang sedang populer pada tahun 2005, serius
mendalami fotografi ketika mengeyam pendidikan Desain
Komunikasi Visual di Unikom Komputer Indonesia (UNIKOM)
Bandung pada tahun 2010, mempelajari street photography mulai
tahun 2013 ketika masih bekerja sebagai pewarto foto untuk salah
satu koran lokal di Pekanbaru. Dan pada tahun inilah mulai
mendalami fotografi hitam putih pada teknologi digital, kemudian
pada tahun-tahun berikutnya serius mempelajari fine art
photography.

Aktif menjadi kurator semenjak tahun 2015 untuk beberapa akun


Instagram diantaranya: @creative.idealism, @forumsederhana, dan
review + kurasi foto untuk @maklumfoto. Pada tahun 2016 berhasil
meraih penghargaan EyeEm Award 2016 / Finalist (Category : The
Photojournalism), karya yang terpilih pada event ini dipamerkan di
Berlin, Jerman dan dibubukan pada buku tahunan event EyeEm
Award 2016.

Anda mungkin juga menyukai