SPO_MATERNAL
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari harapan, ditandai dengan masih
tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu 228 per 100,000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Meskipun telah
mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2002-2003 yaitu 307 per 100.000 KLH, angka ini
masih merupakan angka tertinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia (62),
Srilanka (58), and Philipina (230). Kondisi Angka Kematian Bayi (AKB) tidak jauh berbeda, saat ini
kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2007) dan terjadi stagnasi penurunan bila kita
bandingkan dengan SDKI 2003 (35 per 1000 kelahiran hidup).AKB di Indonesia masih tergolong tinggi
jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu Singapura (3 per 1.000),
Brunei,Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000), dan Thailand (20 per
1.000).
Angka kematian ibu di Indonesia tahun 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan menurun
menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, dan 307 per 100.000 kelahiran hidup di
tahun 2003, sedangkan data terakhir pada tahun 2007 menunjukkan angka 228 per 100.000 kelahiran
hidup (SDKI2007). Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan angka kematian ibu di Indonesia
masih jauh dari yang diharapkan untuk dapat mencapai target MDG, yaitu 102 per 100.000 kelahiran
hidup di tahun 2015. Jika tidak dilakukan intervensi yang signifikan dan efektif, maka target tesebut sulit
untuk dicapai karena proyeksi BPS berdasarkan kecenderungan penurunan diatas, angka kematian ibu di
Indonesia hanya akan turun sampai 163 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (BPS, 2007)
Untuk menurunkan angka kematian ibu, salah satu faktor utama adalah mengatasi komplikasi
persalinan. Diperkirakan bahwa dari sekitar 529.000 kematian ibu, sekitar 9,5 juta wanita mengalami
kesakitan yang berhubungan dengan kehamilan dan 1,4 juta mengalami nyaris mati (near-miss) (Filippi,
dkk., 2007). SDKI tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 37% ibu mengalami persalinan tak maju ketika
proses persalinan, 17% mengalami ketuban pecah dini (KPD) 6 jam sebelum melahirkan, dan 9%
mengalami perdarahan hebat. Komplikasi lain yang tercatat adalah demam dan cairan vagina berbau
(7%) dan kejang (2%). Sementara itu, komplikasi yang tercatat selama kehamilan, sekitar 10,6% ibu
didiagnosis memiliki komplikasi. Diantara mereka, 3% mengalami perdarahan hebat dan 2% ibu
mengalami persalinan pre-term. Komplikasi lain yang dilaporkan dalam laporan SDKI tersebut adalah
demam, sungsang, kejang, lemah, bengkak, hipertensi dan sakit kepala.
Terdapat tiga jenis area intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan
kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui: (1) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi
dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai, (2) pertolongan persalinan yang bersih dan aman
oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran, serta (3) pelayanan
emergensi kebidanan dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau.
Beberapa program penurunan AKI dan AKN di Indonesia telah dilakukan melalui kebijakan
Making Pregnancy Safer (MPS). Salah satunya adalah dengan meningkatkan mutu dan menjaga
kesinambungan pelayanan kesehatan ibu serta neonatal di tingkat pelayanan dasar dan pelayanan
rujukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep Audit Maternal
Perinatal/Neonatal (AMP) tingkat Kabupaten/Kota. Ruang lingkup AMP yang dikembangkan dalam
pedoman ini mencakup audit untuk ibu, bayi pada masa perinatal, hingga neonatal.
Kabupaten Bandung merupakan salah satu Kabupaten yang terpilih dalam program EMAS
(Extending Maternal and Newborn Survival) di tahun 2012 ini. Program ini intinya meningkatkan
kualitas pelayanan obstetrik dan bayi baru lahir dengan memperkuat sistem rujukan yang efisien dan
efektif antar Puskesmas dan Rumah Sakit.Diharapkan program ini dapat menurunkan AKB sebesar 25%.
Untuk mendukung semua program tersebut maka dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
perlu adanya Standar Prosedur Opersioanl (SPO) pelayanan kesehatan Ibu. Oleh karena itu Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung menyusun Standar Prosedur Operasional pelayanan kesehatan Ibu
bagi Puskesmas wilayah Kabupaten Bandung. Standar Prosedur Operasional ini memberikan langkah
yang benar dan terbaik berdasarkan konsesus bersama untuk melaksanakan berbagai pelayanan yang
dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi. Diharapkan dengan SPO ini dapat
menurunkan kematian Ibu di Kabupaten Bandung.
2. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi operasional indikator pelayanan kesehatan Ibu.
b. Mengetahui standar pelayanan kesehatan ibu oleh bidan
c. Mengetahui standar pelayanan kesehatan ibu di Puskesmas Poned
3. Sasaran
a) Penanggung jawab dan pengelola program kesehatan anak tingkat Kabupaten
b) Kepala Puskesmas
c) Bidan Koordinator
d) Bidan Puskesmas
e) Bidan Desa
f) Bidan PONED
g) Dokter PONED
BAB II
DEFINISI OPERASIONAL
INDIKATOR PELAYANAN KESEHATAN IBU
a. PENGERTIAN
1) Ibu hamil K-4 adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar
paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah
minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada
triwulan ketiga umur kehamilan
2) Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal : (1)
Timbang badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah, (3) Skrining status
imunisasi tetanus (dan pemberian Tetanus Toksoid), (4) (ukur) tinggi fundus uteri, (5)
Pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan), (6) temu wicara (pemberian
komunikasi interpersonal dan konseling), (7) Test laboratorium sederhana (Hb, Protein
urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC).
3) Jumlah sasaran Ibu Hamil dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,10 x Crude Birth
Rate x Jumlah Penduduk (pada tahun yang sama). Angka CBR dan jumlah penduduk
Kab/Kota didapat dari data BPS masing masing Kab/Kota/Provinsi pada kurun waktu
tertentu.
4) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi ibu hamil
b. DEFINISI OPERASIONAL
Cakupan kunjungan ibu hamil K-4 adalah cakupan Ibu hamil yang telah memperoleh
pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
c. CARA PERHITUNGAN/RUMUS
1) Rumus
2) Pembilang
Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai standar minimal 4
kali di satu wilayah kerja, pada kurun waktu tertentu.
3) Penyebut
Jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
a. PENGERTIAN
1) Komplikasi yang dimaksud adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas yang
dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi;
2) Komplikasi dalam kehamilan : a) Abortus, b) Hiperemesis Gravidarum, c) perdarahan per
vaginam, d) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), e) kehamilan lewat
waktu, f) ketuban pecah dini.
Komplikasi dalam persalinan : a) Kelainan letak/presentasi janin, b) Partus macet/
distosia, c) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), d) perdarahan pasca
persalinan, e) Infeksi berat/ sepsis, f) kontraksi dini/persalinan prematur, g) kehamilan
ganda.
Komplikasi dalam Nifas : a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), b)
Infeksi nifas, c) perdarahan nifas.
3) Ibu hamil, ibu bersalin dan nifas dengan komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil,
bersalin dan nifas dengan komplikasi yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada
tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah
bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK);
4) PONED : Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi kemampuan untuk
menangani dan merujuk : a) Hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsia, Eklampsia), b)
Tindakan Pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada Pertolongan Persalinan,
c) Perdarahan post partum, d) Infeksi nifas, e) BBLR dan Hipotermi, Hipoglikemia, Ikterus,
Hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi, f) Asfiksia pada bayi, g)
Gangguan nafas pada bayi, h) Kejang pada bayi baru lahir, i) Infeksi neonatal, j) Persiapan
b. DEFINISI OPERASIONAL
Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani adalah ibu dengan komplikasi kebidanan di
satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang mendapat penanganan definitif sesuai
dengan standar oleh tenaga kesehatan terlatih pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan
(Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK).
c. CARA PERHITUNGAN/RUMUS
1) Rumus
2) Pembilang
Jumlah komplikasi kebidanan di satu wilayah tertentu yang mendapat penanganan
definitif pada kurun waktu tertentu.
3) Penyebut
Jumlah ibu dengan komplikasi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang
sama.
d. RUJUKAN
1) Buku acuan pelatihan PONED, 2007;
2) Buku KIA tahun 2006
3) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal tahun 2002.
4) Acuan Asuhan Persalinan Normal/APN tahun 2007
5) Standar Pelayanan Kebidanan (th. 2003);
6) Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat (PWS-KIA) tahun 2004
7) Pedoman Pengembangan PONED tahun 2004
8) Pedoman Teknis Audit Maternal-Perinatal di tingkat Kab/kota 2007
9) Buku Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender tahun
2004
10) Buku Pedoman Manajemen PONEK 24 jam di Kab/Kota (2006)
11) Pedoman sistem rujukan maternal dan neonatal di RS Kab/Kota (2006)
12) Buku pedoman penyelenggaraan RS
13) Buku pedoman penyelenggaraan RS PONEK 24 jam.
14) Buku Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan.
a. PENGERTIAN
1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kompeten, yaitu : dr. SpOG, dr umum dan bidan
2) Pertolongan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan.
3) Jumlah seluruh Ibu Bersalin dihitung melalui estimasi dengan rumus : 1,05 x Crude Birth
Rate x Jumlah Penduduk
4) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan
pelayanan persalinan yang profesional.
5) Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah tenaga kesehatan yang
memiliki kemampuan klinis kebidanan sesuai standar.
b. DEFINISI OPERASIONAL
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
kebidanan adalah Ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
c. CARA PERHITUNGAN/RUMUS
1) Rumus
2) Pembilang
Jumlah ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
3) Penyebut
Jumlah seluruh sasaran ibu bersalin di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama
d. RUJUKAN
1) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2002);
2) Acuan Asuhan Persalinan Normal/APN.(2007)
3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) (2003);
4) Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender tahun 2004;
5) PWS KIA th 2004;
1) Nifas adalah periode mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan.
2) Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3 kali, pada
6 jam pasca persalinan s.d 3 hari; pada minggu ke II, dan pada minggu ke VI termasuk
pemberian Vitamin A 2 kali serta persiapan dan/atau pemasangan KB Pasca Persalinan.
3) Jumlah seluruh Ibu Nifas di hitung melalui estimasi dengan rumus: 1,05 x Crude Birth
Rate (CBR) x Jumlah Penduduk . Angka CBR dan jumlah penduduk Kab/Kota didapat dari
data BPS masing masing Kab/Kota/Provinsi pada kurun waktu tertentu. 1,05 adalah
konstanta untuk menghitung Ibu Nifas.
4) Dalam pelaksanaan pelayanan nifas dilakukan juga pelayanan neonatus sesuai standar
sedikitnya 3 kali, pada 6-24 jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada 28 hari setelah lahir
yang dilakukan difasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah.
5) Pelayanan kesehatan neonatal adalah pelayanan kesehatan neonatal dasar (ASI ekslusif,
pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1 injeksi bila
tidak diberikan pada saat lahir, pemberian imunisasi hepatitis B1 (bila tidak diberikan
pada saat lahir), manajemen terpadu bayi muda.
6) Neonatus adalah bayi berumur 0-28 hari.
7) Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan
pelayanan nifas yang profesional.
b. DEFINISI OPERASIONAL
Cakupan pelayanan nifas adalah pelayanan kepada ibu dan neonatal pada masa 6 jam
sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai standar.
c. CARA PERHITUNGAN/RUMUS
1) Rumus
2) Pembilang
Jumlah ibu nifas yang telah memperoleh 3 kali pelayanan nifas sesuai standar di satu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
3) Penyebut
Jumlah seluruh ibu nifas di satu wilayah kerja dalam kurun waktu yang sama.
d. RUJUKAN
1) Buku Pedoman Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
tahun 2008
2) Buku Pegangan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
3) Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) tahun 2003;
4) Pelayanan Kebidanan Dasar berbasis HAM dan Keadilan Gender
5) PWS KIA tahun 2004
6) Buku Pedoman Pemberian Vit A pada Ibu Nifas tahun 2005
DOKUMEN TERKAIT Jan M. Kriebs dan Caqrolyn L Gegor, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Varney,
Edisi Kedua
Petugas kesehatan melakukan identifikasi faktor yang dapat dicegah pada kematian /
kesakitan maternal dan perinatal/neonatal:
Diperlukan :
PELAPOR PUSKESMAS
POLI KIA
AUTOPSI VERBAL
(oleh Bidan)
FASILITAS
MENINGKATKAN
SDM
PENGETAHUAN
PASIEN
OBAT
ALAT KESEHATAN
MENINGKATKAN
MUTU PELAYANAN
KEBIDANAN
KEBIJAKAN
PROSEDUR PERSIAPAN
1. Sapa ibu dengan ramah dan sopan
2. Beritahukan ibu pada apa yang akan dikerjakan dan berikan
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan.
3. Dengarkan apa yang disampaikan oleh ibu
4. Berikan dukungan emosional dan jaminan pelayanan.
5. Sebelum tindakan gunakan Alat perlindungan diri (APD)
PENGELOLAAN SEGERA
1. Minta bantuan pada yang lain
2. Baringkan ibu pada sisi kiri untuk mengurangi risiko aspirasi
ludah,muntahan dan darah
3. Pastikan bahwa jalan nafas ibu terbuka: bila ibu tidak bernafas, segera
lakukan tindakan resusitasi.
4. Berikan Oksigen 4-6 liter/menit melalui sungkup atau kanula.
5. Bila kejang: - Lindungi dari risiko jatuh, ikat tangan dan kaki, Isap
lendir mulut dan tenggorokan , sesuai kebutuhan setelah kejang.
6. Pasang Infus intravena dengan menggunkan larutan Ringer Laktat
atau glukosa 5%
7. Lakukan pemeriksaan pembekuan darah
ALUR PROSES
PERSIAPAN IBU
RUANG VK
TUJUAN Sebagai acuan pada penanganan pasien dengan kasus DISTOSIA BAHU.
KEBIJAKAN
dilahirkan.
d. Bahu depan dapat lahir dengan mudah setelah bahu dan
lengan belakan dilahirkan.
e. Bila bahu depan sulit dilahirkan, putar bahu belakang ke depan
(jangan menarik lengan bayi tetapi dorong bahu posterior) dan
putar bahu depan ke belakang (mendoronganterior bahu
depan dengan jari telunjuk dan jari tengah operator) mengikuti
arah punggung bayi sehingga bahu depan dapat dilahirkan.
6. Dekontaminasi dan pencegahan infeksi pasca tindakan
7. Perawatan pasca tindakan
DOKUMEN TERKAIT 1. Jan M. Kriebs dan Caqrolyn L Gegor, Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Varney, Edisi Kedua
2. SPK
3. BUKU PANDUAN PELATIHAN PONED
SPO KIA Puskesmas Dinkes Kab.Bandung
Penurunan kepala pada stasion O atau tidak lebih dari 2/5 diatas
simpisis
TUJUAN Sebagai acuan pada penanganan pasien dengan kasus dengan indikasi
vakum.
KEBIJAKAN
DOKUMEN TERKAIT Jan M. Kriebs dan Caqrolyn L Gegor, Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Varney, Edisi Kedua
SPK
BUKU PANDUAN PELATIHAN PONED
SPO KIA Puskesmas Dinkes Kab.Bandung
PENGERTIAN Merupakan salah satu cara efektif untuk pengobatan abortus inkomplit
KEBIJAKAN
o Tenakulum (1)
Lampu sorot
2. Penolong
3. Pra tindakan
a) Pasien
Posisi litotomi
Pasang alas bokong dan penutup perut bawah serta pastikan aliran
darah tertampung pada tempatnya
b) Penolong
1. Penilaian Awal
2. Penilaian Klinis
5. Nilai keadaan umum, tanda vital, inspeksi perut bawah, palpasi tinggi
fundus uteri, massa/tumor, nyeri tekan atau cairan bebas
4. Tindakan
Bila bukaan serviks cukup besar, jepit bibir atas serviks dengan
klem ovum atau klem Fenster/Foerster
5. Evakuasi
a) Tarik ujung kanula dari fundus kemudian pegang dengan ibu jari
dan telunjuk tangan kiri (Jari-Jari lain tetap memegang tenakulum
atau klem ovum/Fenster)
Perhatikan
2) Pantau tanda vital dan keluhan pasien setiap 10 menit dalam jam
pertama pascatindakan. Pantau sisa perdarahan atau perdarahan
baru pervaginam
3) Tanyakan apakah masih ada rasa nyeri atau hal yang kurang
nyaman (agar dapat diamnbil tindakan yang sesuai) berikan
Medika mentosa apabila telah tersedia
TUJUAN Memberikan acuan penanganan atau tindakan pada kasus pasien dengan solusio
plasenta
KEBIJAKAN
DOKUMEN TERKAIT 1. Jan M. Kriebs dan Caqrolyn L Gegor, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Varney,
Edisi Kedua
PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG
DINAS KESEHATAN
PENGERTIAN Plasenta belum sepenuhnya terlepas dan tidak menimbulkan perdarahan nyata
dan waktu pelahiran bayi dan pelahiran plasenta >30 menit
TUJUAN Sebagai acuan dalam penanganan pada kasus dengan retensio plasenta
1) Pasien
2) Penolong
3) Peralatan
4) Bayi
3. Jepit tali pusat dengan kocher, tegangkan tali pusat dengan tangan kiri
(sejajar lantai)
MELEPAS PLASENTA
MENGELUARKAN PLASENTA
1. Gunakan tangan luar atau minta asisten untuk menarik tali pusat untuk
mengeluarkan plasenta dan sementara tangan dalam masih di kavum uteri,
lakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sisa plasenta
2. Bila bukaan serviks tidak memungkinkan olasenta dilahirkan sementara
tangan dalam masih di dalam kavum uteri maka lahirkan plasenta sambil
mengeluarkan tangan dalam (pegang pangkal tali pusat pada plasenta) dan
tangan luar menahan korpus uterus pada supra simfisis.
3. Lahirkan plasenta dan letakkan pada tempat yang tersedia
4. Perhatikan kkontraksi uterus dan kemungkinan perdarahan
DEKONTAMINASI DAN PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN
DOKUMEN TERKAIT 1. Jan M. Kriebs dan Caqrolyn L Gegor, Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Varney, Edisi Kedua
2. Buku panduan PONED
3. SPK
SOP KIA Puskesmas Dinkes Kab.Bandung
KRITERIA Suatu tindakan yang dilakukan pada pasien dengan cara meremas uterus melalui
dinding abdomen dengan jalan menjepitnya diantara kedua belah telapak tangan
yang melingkupi uterus
TUJUAN Untuk memberikan acuan pada penanganan kasus dengan perdarahan pasca
persalinan
KEBIJAKAN
1. Pasien
2. Penolong
3. Peralatan
4. Bayi
TINDAKAN
2. Tekan dindng perut bawah untuk menaikan fundus uteri agar telapakkiri
dapat mencakup dinding belakang uterus.
3. Pindahkan posisi tangan kanan sehingga telapak tangan kiri dan kanan
dapat menekan korpus uteri bagian depan.
4. Tekan korpus uteri dengan jalan mendekatkan telapak tangan kiri dan
kanan dan perhatikan perdarahan yang terjadi.
PERAWATAN LANJUTAN
DOKUMEN TERKAIT 1. Jan M. Kriebs dan Caqrolyn L Gegor, Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Varney, Edisi Kedua
3. SPK
DINAS KESEHATAN
Perhatikan :
PERAWATAN LANJUTAN
DOKUMEN TERKAIT 1. Jan M. Kriebs dan Caqrolyn L Gegor, Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Varney, Edisi Kedua
2. Buku panduan PONED
3. SPK
10
PENGERTIAN
TUJUAN Se
1. Pasien
2. Penolong
3. Peralatan
4. Bayi
TINDAKAN
2. Jepit porsio dengan klem ovum secara bergantian sehingga porsio dapat
diperiksa menurut arah putaran jarum jam. Pasanag klem ovum kanan
dan kiri, masing-masing 2 cm dari tepi luka
4. Penjahitan mulai dari ujung luka, satu cm ke atas (proksimal porsio) dari
kanan luar menembus permukaan dalam, menyilang ke kiri dalam
(proksimal) tembus ke kiri luar, menyebrang ke kana luar (proksimal)
3. Bersihkan porsio dari lumen vagina dengan kapas dan larutan antiseptic
3. Beri tahukan pada suami/ walinya bahwa tindakan telah selesai dan
pasien masih memerlukan perawatan dan pengobatan lanjut.
DOKUMEN TERKAIT 1. Jan M. Kriebs dan Caqrolyn L Gegor, Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Varney, Edisi Kedua
2. Buku panduan PONED
3. SPK
11
Tanggal Terbit DISETUJUI UPTD PELAYANAN KESEHATAN KECAMATAN
MARGAASIH
1 FEBRUARI 2014
PENGERTIAN
TUJUAN Se
1. Pasien
2. Penolong
3. Peralatan
4. Bayi
2. Jepit porsio dengan klem ovum secara bergantian sehingga porsio dapat
diperiksa menurut arah putaran jarum jam. Pasanag klem ovum kanan dan
kiri, masing-masing 2 cm dari tepi luka
4. Penjahitan mulai dari ujung luka, satu cm ke atas (proksimal porsio) dari
kanan luar menembus permukaan dalam, menyilang ke kiri dalam
(proksimal) tembus ke kiri luar, menyebrang ke kana luar (proksimal)
menembus permukaan dalam kanan, menyilang ke kiri dalam (distal),
menembus luar kiri (distal) baru dibuat simpul kunci dengan pangkal benang
di kanan luar (distal)
3. Bersihkan porsio dari lumen vagina dengan kapas dan larutan antiseptic
3. Beri tahukan pada suami/ walinya bahwa tindakan telah selesai dan pasien
masih memerlukan perawatan dan pengobatan lanjut.
UNIT TERKAIT 1. Jan M. Kriebs dan Caqrolyn L Gegor, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Varney, Edisi
Kedua
2. Buku panduan PONED
3. SPK
12
1 FEBRUARI
2014
Dr. Nita Emilia Thamrin
NIP 19701203 200701 2 008
PENGERTIAN
TUJUAN Se
A. MEDIKA MENTOSA
Set Infus
Cairan infus: RL, NaCL
Antibiotika: Ampicilin, Gentamycin, Metrnidasol.
B. PASIEN
1. Lakukan pemeriksaan fisik: kesdaran, tensi, nadi, nafas, suhu
buat analisis/dignosasumber infeksi.
2. Buat rekam medik termasuk rencana pengobtan secara rinci.
C. PENOLONG
1. Baju kamar tindakan dan perlengkapan kamar tindakan.
2. Sarung tangan DTT
3. Instrumen : - Lampu sorot (1 buah)
- Stetoskop dan tensimeter(1 buah)
PENYIAPAN INFUS
PEMASANGAN INFUS
1. Oleskan Povidon iodin 10% atau alkohol 70% pada tempat yang sudah
ditentukan.
2. Pegang pangkal kateter intravena dengan tangan kanan arahkan
ujungnya pada vena yang telah difiksasi dengan tangan kiri.
3. Tusukan ujung jarum kateter intravena dengan sudut 30 hingga
menembus dinding vena (tabung terisi darah vena) kemudian dorong
kateter sejajar dengan jalan vena.
4. Tarik ujung jarum kedalam selubung elastis kateter.
5. Dorong kateter hingga masuk
6. Tekan kanula (dariluar) sambil menarik jarum/madrin hingga keluar
seluruhnya.
7. Ambil tabung suntik yang berisi cairan infus, hubungkan dengan pangkal
kateter, kemudian bilas darah yang ada pada tabung elastis dengan
larutan NaCL 0,9%.
8. Lepaskan tabung suntik dan hubungkan pangkal kateter dengan ujung
slang infus.
9. Buka katup aliran cairan dan atur kecepatan aliran, sesuai dengan
kebutuhan dan fiksasi kateter intravena.
a. Basal 2000ml/24 jam
b. Tambahan 500ml/1 C+
10. Berikan suntikan ampicilin 2g/iv tiap 6 jam + gentamicyn 5mg/kgBB/iv/24
jam + metronidazol 500mg/iv/8jam.
11. Lakukan pemantauan suhu
12. Terapi suportif: a.Kompres
b.antipiretik
Catat dalam rekam medik, daftar kontrol istimewa: Kesadaran, Tensi, nadi, suhu,
nafas, jumlah urin, obat, cairan yang masuk/keluar dan rencana pengobatanserta
pemeriksaan.
UNIT TERKAIT 1. Jan M. Kriebs dan Caqrolyn L Gegor, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Varney,
Edisi Kedua
2. Buku panduan PONED
3. SPK
3 Distosia bahu
4 Ekstraksi vakum
6 Plasenta Manual