Anda di halaman 1dari 11

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG

RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA

PANDUAN PASIEN PADA AKHIR KEHIDUPAN


RUMAH SAKIT TK. III BALADHIKA HUSADA
JL. PB. SUDIRMAN No. 45 JEMBER
TELP/FAX/EMAIL (0331) 484674, 489207/ (0331) 425673
Email : rsadbaladhikahusada@yahoo.co.id

TA. 2015
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................Error! Bookmark not defined.


BAB I DEFINISI............................................................................................................................4
A. Pendahuluan.............................................................................................................4
B. Tujuan.......................................................................................................................4
C. Definisi......................................................................................................................4
BAB II. RUANG LINGKUP..............................................................................................................6
A. Ruang Lingkup Penerapan Panduan.........................................................................6
B. Penerima Informasi Pelayanan Akhir Kehidupan.....................................................6
C. Profesi Terkait...........................................................................................................6
D. Jenis-jenis Penyakit Terminal....................................................................................6
D. Fase-fase Menjelang Kematian.................................................................................6
BAB III TATA LAKSANA..................................................................................................................8
A. Tata Laksana Asesmen Pelayanan Akhir Kehidupan.................................................8
B. Tata Laksana Pemberian Hak-hak Pasien Pada Akhir Kehidupan.............................8
C. Tata Laksana Pelayanan Akhir Kehidupan.................................................................9
D. Tata Laksana Pengelolaan Akhir Kehidupan.............................................................9
E. Tata Laksana Pengkajian Pasien Akhir Kehidupan..................................................10
F. Tata Laksana Komunikasi Kepada Pasien................................................................10
BAB IV DOKUMENTASI.............................................................................................................11
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH MALANG
RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanallah taalah, atas segala rahmat dan hidayah yang telah
diberikan kepada semuanya, sehingga Buku Panduan Pasien Pada Akhir Kehidupan di Rumah Sakit
Tk. III Baladhika Husada ini dapat diselesaikan dan disusun dengan baik. Buku panduan ini
digunakan sebagai buku panduan yang dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam
melaksanakan tugas di rumah sakit khususnya terhadap kebutuhan pasien akan pelayanan rohani.
Kami berharap, dengan buku panduan ini dapat menjadikan peningkatan dalam proses
pelayanan kesehatan yang secara maksimal dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang
telah ada.

Jember, Januari 2015


Karumkit Tk. III Baladhika Husada,

dr. A. Rusli Budi Ansyah, Sp.B., MARS


Letnan Kolonel Ckm NRP 1920047940367
BAB I DEFINISI

A. Pendahuluan
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan
meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan
dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan hidup semakin
bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif
seperti kanker dan stroke. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses
pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan
dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak
berdayaan, dan akhirnya kematian.
Sebagian besar kematian di rumah sakit adalah kematian akibat penyakit kronis dan terjadi
perlahan-lahan. Pada umumnya, dokter dan perawat lebih mudah menghadapi kematian yang
muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak dipersiapkan dengan baik untuk berhadapan
dengan ancaman kematian. Ditengah keputusasaan, sering kali terdengar Kami sudah
melakukan segalanya yang bisa dilakukan .
Namun kini telah mulai disadari untuk pasien terminal pun profesi medis masih dapat
melakukan banyak hal. Jika upaya kuratif tidak dimunginkan lagi, masih luas kesempatan untuk
upaya paliatif. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas
tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak
hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang
dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care. Dalam perawatan paliatif maka peran
perawat adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk membantu
pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan seoptimal mungkin.

B. Tujuan
1. Mendefinisikan bagaimana kondisi seseorang yang mendekati kematian.
2. Mengetahui konsep teori dari kebutuhan terminal atau menjelang ajal.
3. Mengkaji dan memaparkan diagnosa dari kebutuhan terminal.
4. Memberi intervensi serta mengevaluasi pada klien yang menjelang ajal.
5. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
6. Memberi respon dalam hal psikologis, emosional, spiritual dan budaya dari pasien dan
keluarganya.

C. Definisi
1. Keadaan Terminal Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak
ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu
penyakit atau suatu kecelakaan.
2. Kematian Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan
merupakan suatu kehilangan.
3. Kondisi Terminal adalah satu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui
suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi indivudu (Carpenito,
1195)
4. Pasien Terminal adalah : Pasien-pasien yang dirawat, yang sudah jelas bahwa mereka
akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk. (P.J.M. Stevens,
dkk ,hal 282, 1999 )
5. Pendampingan dalam proses kematian adalah Suatu pendampingan dalam kehidupan ,
karena mati itu termasuk bagian dari kehidupan . Manusia dilahirkan , hidup beberapa
tahun , dan akhirnya mati. Manusia akan menerima bahwa itu adalah kehidupan, dan itu
memang akan terjadi, kematian adalah akhir dari kehidupan ( P.J.M. Stevens, dkk,
282,1999 ).
BAB II. RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup Penerapan Panduan


1. Pelayanan akhir kehidupan pasien rawat inap
2. Pelayanan akhir kehidupan pasien IGD

B. Penerima Informasi Pelayanan Akhir Kehidupan


1. Pasien
C. Profesi Terkait
1. Dokter
2. Perawat
3. Bidan
D. Jenis-jenis Penyakit Terminal
1. Diabetes Militus
2. Penyakit Kanker
3. Congestik Renal Falure
4. Stroke.
5. AIDS
6. Gagal Ginjal Kronik
7. Akibat Kecelakaan Fatal
8. Mati Batang Otak
9. Kanker stadium terminal
10. Asistole
11. Electro Mechanical Dissociation (EMD)
12. Pulseless Electrical Activity (PEA)

E. Fase-fase Menjelang Kematian


1. Denial (Fase Penyangkalan/pengingkaran dan Pengasingan Diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia tidak dapat menerima
informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin mengingkarinya. Reaksi pertama
setelah mendengar, bahwa penyakitnya diduga tidak dapat disembuhkan lagi adalah,
"Tidak, ini tidak mungkin terjadi dengan saya." Penyangkalan ini merupakan mekanisme
pertahanan yang biasa ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama
mendengar berita mengejutkan tentang keadaan dirinya. Hampir tak ada orang yang
percaya, bahwa kematiannya sudah dekat, dan mekanisme ini ternyata memang menolong
mereka untuk dapat mengatasi shock khususnya kalau penyangkalan ini periodik.
Normalnya, pasien itu akan memasuki masa-masa pergumulan antara menyangkal dan
menerima kenyataan, sampai ia dapat benar-benar menerima kenyataan, bahwa kematian
memang harus ia hadapi.

2. Anger (Fase Kemarahan)


Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan meninggal.
Jarang sekali ada pasien yang melakukan penyangkalan terus menerus. Masanya tiba
dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali
disertai dengan munculnya ketakutan dan kemarahan. "Mengapa ini terjadi dengan
diriku?", "Mengapa bukan mereka yang sudah tua, yang memang hidupnya sudah tidak
berguna lagi?" Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan mencari-cari
kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Bahkan kadang-kadang ditujukan
pada orang-orang yang dikasihinya, dokter, pendeta, maupun Tuhan. Seringkali anggota
keluarga menjadi bingung dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Umumnya mereka
tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien tidak masuk akal, meskipun normal, sebagai
ekspresi dari frustasi yang dialaminya. Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah
pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung oleh
karena kemarahannya.

3. Bargaining (Fase Tawar Menawar).


Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit lebih lama
lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-macam hal kepada
Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban kesembuhan-Mu, maka
aku akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk melayaniMu."

4. Depresion (Fase Depresi)


Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderita merasa putus
asa melihat masa depannya yang tanpa harapan. Sebagai orang percaya memang mungkin
dia mengerti adanya tempat dan keadaan yang jauh lebih baik yang telah Tuhan sediakan
di surga. Namun, meskipun demikian perasaan putus asa masih akan dialami.

5. Acceptance (Fase Menerima)


Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia alami. Pada
umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat menerima kenyataan, bahwa
kematian sudah dekat, sehingga mereka mulai kehilangan kegairahan untuk berkomunikasi
dan tidak tertarik lagi dengan berita dan persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien-pasien
seperti ini biasanya membosankan dan mereka seringkali dilupakan oleh teman-teman dan
keluarganya, padahal kebutuhan untuk selalu dekat dengan keluarga pada saat- saat
terakhir justru menjadi sangat besar
BAB III TATA LAKSANA

A. Tata Laksana Asesmen Pelayanan Akhir Kehidupan


1. Perawat harus memahami apa yang dialami pasien dengan kondisi akhir kehidupan agar
dapat memberikan dukungan dan bantuan sehingga pada saat terakhir dalam hidup bisa
bermakna, dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Pasien dalam kondisi akhir kehidupan akan mengalami masalah fisik, psikologis maupun
sosial-spiritual, meliputi problem oksigenasi, problem eliminasi, problem tanda-tanda vital,
proble nutrisi dan cairan, problem suhu, problem sensori, problem nyeri, problem
penglihatan kabur, probelm kulit dan mobilitas, dsb.
3. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien, yang
kemungkinan timbul berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi kematian.
4. Perawat harus menetahui terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
menanyakan tentang kondisinya atau prognosis dan pasien dapat mengekspresika
perasaan-perasaannya.
5. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi karena hal itu akan
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan pasien dalam pemeliharaan
diri.
6. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien, mengenali dari
ekspresi wajah yang ditunjukkan, sedih, depresi atau marah, dan kehilangan harga diri dan
harapan.
7. Perawat harus mengkaji interaksi pasien, karena pada kondisi ini pasien cenderung
menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi dan sering bertanya tentang
kondisi penyakitnya, ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku
isolasi
8. Perawat harus bisa mengenali tanda pasien mengisolasi diri, pemberian dukungan sosial
dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani pasien.
9. Perawat harus mengkaji keyakinan pasien akan proses kematian dengan cara
mendekatkan diri kepada Tuhan, memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritualnya.

B. Tata Laksana Pemberian Hak-hak Pasien Pada Akhir Kehidupan


1. Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal tiba,
2. Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang terjadi,
3. Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya, apapun yang
terjadi,
4. Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan kematian yang
sedang dihadapinya,
5. Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan perawatan,
6. Hak memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara
berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi tujuan
memberikan rasa nyaman,
7. Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian,
8. Hak untuk bebas dari rasa sakit,
9. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur,
10. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga yang
ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya,
11. Hak untuk meninggal dalam damai dan bermartabat,
12. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil keputusan yang
bertentangan dengan kepercayaan yang dianut,
13. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun artinya bagi
orang lain,
14. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati setelah yang
bersangkutan meninggal,
15. Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional, yang dapat mengerti
kebutuhan dan kepuasan dalam menghadapi kematian.

C. Tata Laksana Pelayanan Akhir Kehidupan


1. Berikan pasien perasaan tentang pemahaman dan empati terhadap penyakit atau
kondisi yang dideritanya.
2. Berikan kesempatan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan,
didiskusikan kehilangan secara terbuka dan gali makna pribadi dari kehilangan.
3. Berikan dorongan pada pasien untuk mengekspresikan atribut diri yang positif tentang
penerimaan kematian yang akan terjadi.
4. Bantu pasien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua
pertanyaan dengan jujur, proses berduka, proses berkabung.
5. Berikan pemahaman kepada keluarga pasien untuk meluangkan waktu bersama pasien
atau orang terdekatnya dan tunjukkan pengertian yang empati, kontak yang sering dan
mengkomunikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan
dan meningkatkan pembelajaran.
6. Tawarkan kepada pasien untuk melaksanakan praktek dan ritual keagamaan, dengan
cara mendatangkan pemuka agama yang diyakini/dianut oleh pasien.
7. Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan pasien agar
memudahkan pasien untuk refresi dan melakukan perenungan.
8. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan keluarga
9. Menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsy dan donasi organ
10. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya
11. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
12. Memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual dan budaya
dari pasien dan keluarganya.
13. Memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukan asesmen dan dikelola secara tepat.

D. Tata Laksana Pengelolaan Akhir Kehidupan


1. Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing
life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding life support).
2. Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang
rawat intensif (ICU dan HCU). Keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup
adalah keputusan medis dan etis.
3. Keputusan untuk penghentian atau penundaan bantuan hidup dilakukan oleh 3
(tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi dan 2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.
4. Prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan
klasifikasi setiap pasien di ICU atau HCU, yaitu:
a. Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan tetap
dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap. Walaupun sistem organ
vital juga terpengaruh, tetapi kerusakannya masih reversibel. Semua usaha yang
memungkinkan harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
b. Semua bantuan kecuali RJP (DNAR = Do Not Attempt Resuscitation), dilakukan pada
pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan harapan pemulihan
otak, tetapi mengalami kegagalan jantung, paru atau organ yang lain, atau dalam
tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika diterapi
hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang kehidupan. Untuk
pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan bantuan hidup. Pasien yang
masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik/paliatif agar
pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
d. Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang
otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada terpenuhi,
pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua terapi dihentikan.
Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru pasien diteruskan sampai
organ yang diperlukan telah diambil. Keputusan penentuan MBO dilakukan oleh 3
(tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk oleh
komite medis rumah sakit.
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 519/MENKES/PER/ III/2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif Di Rumah Sakit)

E. Tata Laksana Pengkajian Pasien Akhir Kehidupan


1. Melaksanakan pengkajian asesmen keadaan pasien sesering mungkin sesuai
kebutuhan untuk mengidentifikasi gejala-gejala yang timbul lainnya.
2. Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik
yaitu suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan
aspek pengobatan saja tetapi juga aspek psikososial lainnya. Salah satu metode untuk
membantu perawat dalam mengkaji psikososial pada klien terminal yaitu dengan metode
PERSON
P : Personal Stranghai, yaitu kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup,
kegiatan/ pekerjaan
E : Emotional Reaction, yaitu Reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien
R : Respon to Stres, yaitu Respon klien terhadap situasi saat ini atau di masa lalu.
S : Support Sistem, yaitu Keluarga atau orang lain yang berarti
O : Optimum Health Goal, yaitu Alasan untuk menjadi lebih baik ( motivasi )
N : Nexsus
3. Pengkajian pasien dilakukan dengan mengetahui riwayat psikososial, banyaknya
distress yang dialami dan respon terhadap krisis.
4. Merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola gejala-gejala

F. Tata Laksana Komunikasi Kepada Pasien


1. Listening, mendengarkan apa yang diungkapkan pasien
2. Sient, mengkomunikasikan minat perwat pada pasien secara non verbal
3. Broad Opening, mengkomunikasikan topik/pikiran yang sedang dipikirkan dan
harapan-harapan pasien
4. Focusing, membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan
menjaga agar tujuan komunikasi tercapai
5. Informing, membantu dalam memberikan penjelasan tentang aspek yang sesuai
dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien
6. Sharing perception, menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan
untuk meluruskan kerancuan informasi yang diberikan.

BAB IV DOKUMENTASI

Dokumentasi yang diperlukan untuk pasien pada akhir kehidupan, meliputi :


1. Dokumen rekam medis pasien

Anda mungkin juga menyukai