Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di


antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Proses
penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan serta
banyak jenis kista dan tumor primer. Kelainan sistemik seperti karsinoma metastatic dan
banyak penyakit granulomatosa juga bisa terlibat dalam mediastinum. Lesi terutama
berasal dari esophagus, trakea, jantung dan pembuluh darah besar biasanya
berhubungan dengan susunan organik spesifik yang terlibat pada mediastinum, karena
pertumbuhannya yang sering lambat tumor mediastinum biasanya lambat memberikan
keluhan.1

Penelitian yang dilakukan oleh Asgari R dkk menunjukkan diantara 101 pasien
dengan tumor mediastinum, usia rata-rata adalah 35,84 1,71tahun, 57 pasien (56,4%)
adalah laki-laki dan 44 pasien (43,6%) adalah perempuan. Pada 79 pasien (78,2%),
tumor mediastinum terletak pada mediastinum anterior. Lokasi terendah tumor
mediastinum adalah mediastinum tengah (5%).

Tumor mediastinal memberikan gejala, setengahnya adalah maligna.Sebagian besar


tumor yang asimptomatik adalah benigna.Diagnosis yang lebih dini dan lebih tepat dari
proses mediastinum telah dimungkinkan dengan peningkatan penggunaan rontgen dada,
tomografi komputerisasi (CT Scan), teknik sidik radioisotope dan magnetic resonance
imaging (MRI), serta telah memperbaiki keberhasilan dalam mengobati lesi
mediastinum. Bersama dengan kemajuan dalam teknik diagnostik ini, kemajuan dalam
anestesi, kemoterapi, immunoterapi, dan terapi radiasi telah meningkatkan
12
kelangsungan hidup serta memperbaiki kualitas hidup.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi & Etiologi

Berbagai penyakit bisa muncul atau melibatkan mediastinum. Penyakit ini bisa
meliputi tumor primer, tumor metastatik, kista atau infeksi akut dan kronis. Massa
mediastinum adalah istilah untuk massa di mediastinum, yaitu ruang antara paru-paru
kanan dan kiri. Ruang mediastinum sempit dan tidak dapat diperluas, sehingga
pertumbuhan di ruang ini akan saling menekan organ dan menyebabkan keadaan darurat
yang mengancam jiwa. Sebagian besar massa mediastinal tumbuh perlahan, dan dengan
demikian pasien sering mencari pertolongan medis karena massanya cukup besar,
disertai tanda gejala akibat kompresi massa ke organ yang berdekatan. Faktor yang
diketahui terkait dengan tingkat morbiditas yang meningkat adalah infeksi, keadaan
darurat paru, keadaan darurat kardiovaskular, dan keadaan darurat neurologis. Infeksi
meliputi sepsis, syok septik, pneumonia, dan tuberkulosis paru.1

2.2 Epidemiologi
Massa primer mediastinum serta tumor dan tumor metastatik muncul di ketiga
bagian mediastinum dan termasuk jinak pada lesi ganas. Jenis massa mediastinal primer
berbeda dengan usia pasien. Misalnya, tumor neurogenik adalah tumor yang paling Commented [dnn1]: Dibedakan?
Commented [dnn2]:
umum terjadi pada bayi dan anak-anak sementara timus dan limfoma tampak sebagai
massa paling umum pada orang dewasa.2
Penelitian yang dilakukan oleh Asgari R dkk menunjukkan diantara 101 pasien
dengan tumor mediastinum, usia rata-rata adalah 35,84 1,71tahun (kisaran, 7
sampai79), 57 pasien (56,4%) adalah laki-laki dan 44 pasien (43,6%) adalah
perempuan. Pada 79 pasien (78,2%), tumor mediastinl terletak pada mediastinum
anterior. Lokasi terendah tumor mediastinum adalah mediastinum tengah (5%). Metode
diagnosa dalam rangka penurunan frekuensi adalah biopsi terbuka (40 pasien, 39,6%),
operasi pengangkatan (36 pasien, 35,6%) dan biopsi jarum transthoracic (25 pasien,
24,8%). Dalam penelitian kami, tumor mediastinum yang paling umum adalah limfoma
2
non Hodgkin (30,7%) dan kemudian frekuensi penurunan adalah thymoma (13,8%) dan
limfoma Hodgkin (12,9%).3
Sebagai perbandingan, penelitian yang dilakukan Aroor dkk menunjukkan
bahwa jumlah maksimum pasien (25,71%) terlihat pada dekade ke 3 dan mayoritas
(94,3%) bergejala saat presentasi. Lesi ganas (68,57%) lebih sering terjadi daripada
jinak (31,43%) dan limfoma adalah tumor ganas yang paling umum (50%). Pelebaran
mediastinum pada rontgen dada terlihat pada 27 kasus (77,14%), efusi pleura dan massa
paru-paru pada masing-masing 5 kasus (14,29%). Pada pencitraan dan subkelas CT,
mediastinum anterior adalah kompartemen yang paling umum yang terlibat (42,86%).4
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas massa adalah lesi ganas dan
gejala obstruksi mediastinum secara signifikan lebih tinggi pada lesi ganas dan massa
mediastinal anterior. Limfoma adalah massa mediastinum primer yang paling sering dan
timus merupakan tumor mediastinum anterior yang paling umum. Usia yang paling
sering terkena adalah usia muda utamamanya dekade ke 3 yang paling banyak
diantaranya adalah laki-laki.

2.3 Anatomi
Mediastinum adalah bagian dari toraks yang terletak di antara kantung pleura
kanan dan kiri dan dibatasi secara ventral oleh sternum dan dorsal olehbadan vertebra
toraks. Batas superior mediastinum terdiri atasapertura thoraks superior toraks, dan
batas inferiornya dibentuk oleh diafragma. Dengan konvensi, mediastinum dibagi
menjadi bagian superior dan inferior dengan sebuah bidang yang memanjang secara
horisontal dari dasar badan vertebral keempat ke sudut sternum.

3
Sumber : Snell clinical anatomy by region, 9th ed. 2012
Mediastinum superior mengandung lengkungan aorta; Arteri brachiocephalic
(innominate); Permulaan arteri karotis kiri dan arteri subklavia kiri; Batang arteri
pulmonalis kanan; Vena brachioceohalica kanan dan kiri yang nantinya menyatu
menjadi vena cava superior; ;Trakea dengan nervus vagus kiri dan kanan, cardiac,
phrenicus dan nervus rekuren laryngeus kiri; Kerongkongan dan saluran toraks;
Sebagian besar timus; Bagian dangkal dari pleksus jantung; Dan beberapa kelenjar
getah bening.

Mediastinum inferior berada di bawah


mediastinum superior di daerah yang dibatasi
oleh pericardium posterior dan badan sternum
anterior, terbagi menjadi tiga bagian yaitu
mediastinum anterior, media dan posterior.
Mediastinum anterior mengandung sejumlah
kecil fasia, ligamensternoperikardial, beberapa
kelenjar getah bening, dan jumlah yang
bervariasi dari timus. Mediastinum media
mengandung jantung dan perikardium, awal
aorta asenden, bagian bawah vena kava
superior dengan vena azygos yang masuk ke

Tampilan mediastinum tampak lateral, (a) kanan, (b)


dalamnya, bifurkasi trakea ke bronkus
kiri. Sumber : Netter`s Concise of Human Anatomy : kanandan kiri, menjadi cabang kanan dan kiri,
Respiratory System. 2nd ed. 2012.
bagian terminal kanan meninggalkan vena
pulmonalis, dan saraf frenik kanan dan kiri.
4
Mediastinum posterior dibatasi bagian anterior oleh bifurkasi trakea dan posterior oleh
kolom vertebralis. Mediastinum posterior berisi bagian toraks dari aorta, kerongkongan,
azygos dan hemiazygos vena, saraf kanan dan kiri, saraf splanchnic, duktus toraks, dan
banyak kelenjar getah bening. Hubungan antara kompartemen dan struktur yang
termasuk sangat penting secara klinis karena lesi yang menempati ruang dalam salah
satu dari ini dapat mempengaruhi struktur tetangga. 5,6

2.4 Patogenesis
Tumor yang berkembang pada mediastinum dapat berupa tumor primer ataupun
sekunder, hal ini membedakan pathogenesis awal dari massa itu sendiri, dimana tumor
primer biasanya masih melalui tahap tumorigenesis sedangkan tumor sekunder
merupakan hasil metastasis dari keganasan lain yang telah memasuki siklus
carsinogenesis.
Tumor bisa timbul dari sel somatik melalui mutasi genetik yang kritis terhadap
gen kanker. Selain itu, disregulasi faktor lingkungan mikro dapat berkontribusi pada
proses karsinogenik. Peristiwa semacam itu mungkin terutama mempengaruhi sel induk
somatik berumur panjang, yang dapat mewakili sel kanker asal. Namun, definisi sel
tumor tidak menyiratkan hubungan spesifik antara sel tumor dan sel punca fisiologis.
Temuan pada model penyakit lain mendukung tipe sel somatik yang terdiferensiasi
sebagai sumber transformasi ganas. sel tumor diposisikan secara eksklusif berkaitan
dengan kemampuan mereka untuk pembaharuan jangka panjang, (kemampuan mereka
untuk berdiferensiasi menjadi populasi massal tumor tanpa karakteristik sel tumor, dan
potensi tak terbatas mereka untuk proliferasi dan pertumbuhan tumorigenik.

5
Sumber : Frank N, et all. The therapeutic promise of the cancer stem cell concept. J.
Clin. Invest. 120 :4150 (2010)

Selanjutnya, sel tumor pada keganasan tertentu memiliki kemampuan untuk


mendorong respons angiogenik tumor dan / atau untuk terlibat dalam mimikri
vaskulogenik, sarana potensial untuk mendorong pertumbuhan tumor. Selain itu, fitur
immunoevasive dari sel tumor mungkin berkontribusi pada tumorigenesis dan pada
akhirnya mengarah pada perkembangan tumor. Sel tumor dapat menunjukkan
peningkatan ketahanan terhadap agen kemoterapi dan / atau radiasi pengion. sel tumor
mungkin juga memiliki kapasitas preferensialuntuk menahan penolakan yang dimediasi
oleh kekebalan.7
Karsinogenesis adalah proses multistep yang diakibatkan oleh akumulasi
beberapa perubahan genetik yang secara kolektif menghasilkan fenotip yang berubah.
Banyak kanker muncul dari lesi prekursor non-neoplastik, yang analisis molekulernya
telah menunjukkan beberapa mutasi yang diperlukan untuk membangun kanker yang
penuh sesak. Agaknya mutasi ini memberikan sel-sel lesi prekursor dengan keunggulan
selektif. Dalam 30 tahun terakhir - beberapa tahun, ratusan gen terkait kanker telah
ditemukan.Setiap gen kanker memiliki fungsi spesifik, disregulasi yang berkontribusi
pada asal atau perkembangan keganasan. Oleh karena itu, yang terbaik adalah
mempertimbangkan gen terkait kanker dalam konteks beberapa perubahan mendasar
dalam fisiologi sel, yang disebut keunggulan kanker, yang sekaligus
menentukanfenotipe ganas.

Sumber : Kumar, V., & Robbins,


S. L. 1. Robbins basic pathology
6
(9th ed.). Philadelphia, PA:
Saunders/Elsevier. (2013)
Enam di antaranya adalahKetahanan diri pada sinyal pertumbuhan,
ketidakpekaan terhadap sinyal penghambatan pertumbuhan, Penghindaran kematian sel,
Potensi replikasi tanpa batas,
Pengembangan angiogenesis
berkelanjutan, kemampuan untuk
menyerang dan bermetastasis.
Untuk daftar ini dapat ditambahkan
dua keunggulan "munculnya"
kanker, pemrograman ulang
metabolisme energi dan
penghindaran sistem kekebalan
tubuh, dan dua karakteristik yang
memungkinkan, ketidakstabilan
genomik dan peradangan yang
mendorong tumor.Selama perkembangan, sel tumor dikenai tekanan seleksi kekebalan
dan nonimun. Sebagai contoh, sel-sel yang sangat antigenik dihancurkan oleh
pertahanan inang, sedangkan yang memiliki persyaratan faktor pertumbuhan rendah
secara positif dipilih.
Kanker yang tumbuh, oleh cenderung diperkaya untuk subclone yang
"mengalahkan kemungkinan" dan mahir dalam bertahan hidup, pertumbuhan, invasi,
dan metastasis. Akhirnya, pengalaman telah menunjukkan bahwa ketika kanker kambuh
setelah kemoterapi, sel rekuren tersebut hampir selalu resisten terhadap rejimen obat
7
jika diberikan lagi. Resistansi yang didapat ini juga merupakan manifestasi seleksi,
karena subclone yang kebetulan memiliki mutasi (atau mungkin perubahan epigenetik)
yang memberikan resistansi obat bertahan dan bertanggung jawab atas pertumbuhan
kembali tumor. Dengan demikian, evolusi dan seleksi genetik dapat menjelaskan dua
sifat kanker yang paling merusak: kecenderungan kanker menjadi lebih agresif dan
kurang responsif terhadap terapi. 8

Tumor primer homogen atau yang terdiri dari populasi non-kooperatif mungkin
memiliki kemampuan terbatas untuk membentuk metastase di organ. Sebaliknya,
potensi metastasis tumor primer heterogen yang tersusun dari populasi sel kanker
kooperatif adalah promotor metastasis non-sel-otonom yang meningkatkan potensi
metastasis. Dari populasi tetangga. Lesi metastatik yang terjadi mungkin monoklonal
atau poliklonal. Hipotesis, operasi klonal juga dapat mengubah potensi metastasis
populasi individual sehingga kita bisa menjajah organ sekunder yang berbeda.9

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala pada tumor mediastinum sendiri terdiri atas gejala repirasi dan non
respirasi, gejala gejala respirasi timbul dikarenakan kompresi massa terhadap organ
intramediastinal salah satunya adalah paru sehingga mengganggu fungsinya sedangkan
gejala non respirasi adalah gejala sistemik yang merupakan respon pertahanan tubuh
terhadap keganasan. Pasien mungkin awalnya asimtomatik. Nyeri dada dan kepenuhan
adalah gejala penyajian yang umum. Limfoma dapat terjadi dengan riwayat demam,
menggigil, keringat malam dan penurunan berat badan. Myasthenia mungkin hadir
dengan kelemahan otot, ptosis, diplopia. Palpitasi, berkeringat, takikardia dan gejala
tirotoksik mungkin ada pada massa retrosternal. Gejala mungkin muncul karena efek
tekan atau keterlibatan ganas struktur di dekatnya. Kompresi trakea dapat terwujud
seperti batuk, stridor, dyspnoea, orthopnoea, dyspnoea postural, sianosis, suara serak
atau infeksi saluran pernapasan rekuren. Kompresi jantung dapat menyebabkan
disritmia, sianosis atau sinkop. Kembalinya vena dapat dikompromikan dengan
kompresi atau peningkatan tekanan intra-toraks secara umum dengan massa besar. Pada
beberapa kasus, pasien dapat mengalami penyumbatan SVC, ditandai dengan
pembengkakan pembuluh darah leher, lengan kanan atas, dinding dada dan edema leher,
8
kepala dan lengan atas. Kasus-kasus ini
mungkin terkait dengan keganasan yang
dianggap sebagai kasus berisiko tinggi dan
penanganan yang tepat diperlukan sebelum
operasi. Pada kasus sindroma vena kava
superior dan inferior karena perluasan
intracaval dan intracardiac dari timus
invasif. Kompresi atau keterlibatan ganas rantai simpatis dapat terwujud sebagai
sindrom Horner (ptosis, miosis, anhydrosis, enopthalmos jelas, tidak adanya dilatasi
pupil pada naungan mata dan penghapusan refleks siliospinal). Gradasi gejala ringan,
sedang atau berat tergantung pada toleransi pasien terhadap posisi telentang. Pasien
dengan gejala berat sulit berbaring telentang bahkan untuk durasi yang pendek.10

.Kehadiran gejala merupakan prediktor keganasan yang mana ditemukan bahwa


85% pasien dengan tumor mediastinum ganas bergejala dibandingkan 46%pasien
dengan tumor jinak. Juga, 83% massa mediastinum pada pasien asimtomatik tidak
berbahaya, sedangkan 57% pada pasien simtomatik ganas .Mungkin ada gejala
lokalisasi (dari kompresi tumor atau invasi langsung ke struktur yang berdekatan) atau
gejala sistemik (sindrom paraneoplastik dari pelepasan hormon / sitokin / antibodi).
Gejala yang paling umum adalah nyeri dada, batuk, dyspnea dan demam dan
menggigil.11

2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Imaging

Mediastinum relatif tidak dapat diakses untuk pemeriksaan atau


eksplorasi. Dengan demikian, studi pencitraan memainkan peran penting dalam
evaluasi awal penyakit mediastinum. Ini termasuk studi radiografi konvensional,

9
computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), transthoracic
dan endoscopic ultrasonography, PET, dan studi radionuklida lainnya.12

2.6.1.1Teknik Radiografi Konvensional

Sebagian besar kelainan mediastinum pertama kali


dideteksi oleh radiograf dada posteroanterior dan lateral standar,
dan lesi massa mediastinum tertentu memiliki temuan
karakteristik. Misalnya, teratoma biasanya anteriordan mungkin

mengandung daerah kalsium (kadang-kadang gigi atau tulang),


lemak, dan jaringan lunak. Tumor saraf terletak di posterior dan
memiliki margin yang tajam. Kista bronkogenik cenderung
terletak pada trakea, carina, atau bronkus utama. Temuan ini
memberi petunjuk tentang kemungkinan kemungkinan adanya
mediastinum, namun evaluasi pencitraan lebih lanjut biasanya
diperlukan. Dalam pengaturan klinis yang tepat, studi kontras
tetap menjadi alat diagnostik penting dalam penyakit
mediastinum. Barium esophagrams dapat menunjukkan kompresi
ekstrinsik, divertikulum esofagus, invasi tumor, atau
pembentukan fistula.6 Angiografi dapat mengidentifikasi
kompresi vaskular atau invasi, dapat menentukan suplai vaskular
tumor, dan dapat memberi contoh darah untuk lokalisasi hormon
pada tumor tertentu. Myelografi dapat membantu
menggambarkan perluasan intraspinal tumor mediastinum
posterior dan membedakan neoplasma neurogenik dari
meningoceles. Untuk sebagian besar, teknik ini telah digantikan
oleh CT dan MRI.12,13

10
Radiografi dada (A) yang menunjukkan pelebaran
mediastinum menyebar (panah) dan CT scan dada (B)
menunjukkan deposisi lemak (panah) pada mediastinum anterior
pada pasien dengan mediastinum lipomatosis. Murray`s and
Najeb Textbook of respiratory medicine. Philadelpia : USA
(2010)

2.6.1.2 Computed Tomography

Pencitraan CT merupakan andalan evaluasi radiografi


mediastinum, karena modalitas ini dapat menentukan secara pasti
lokasi anatomi, morfologi, dan kepadatan jaringan massa. Bidang
transaxial CT sangat sesuai untuk penilaian struktur mediastinum,
yang sebagian besar berorientasi tegak lurus terhadap bidang ini.
Pemberian kontras intravena membantu menggambarkan struktur
vaskular karena berhubungan dengan massa dan struktur
mediastinum lainnya. Pola CT yang teridentifikasi dengan mudah
mencakup kepadatan jaringan kalsifikasi yang tinggi dan
pembuluh darah yang disempurnakan dengan kontras, dan
karakteristik kerapatan lemak rendah. Variasi anatomis normal
dan kista berisi cairan dapat dibedakan dengan percaya diri dari
massa padat yang besar, yang mungkin tidak beraturan dan
memiliki daerah nekrotik. Selain itu, situs asal massa mediastinal
dapat diidentifikasi dengan lebih baik. Temuan CT karakteristik
dalam berbagai kelainan mediastinum telah dijelaskan. Misalnya,
spesifisitas penampilan CT teratoma, timololoma, dan herniasi
omental fat adalah 100%, namun keakuratan keseluruhan CT
untuk memprediksi diagnosis semua massa mediastinum masih
kurang.12,13

2.6.1.3 Magnetic Resonance Imaging


11
Meskipun jauh lebih jarang digunakan daripada CT dalam
mengevaluasi lesi mediastinum, MRI menawarkan beberapa
keunggulan potensial dibandingkan CT. MRI menilai jaringan
dengan mengukur emisi resonansi nuklir yang dikoreksi oleh
frekuensi radio, dan resolusi kontras CT yang lebih baik
menguntungkan dalam mengevaluasi struktur jaringan lunak dan
batas jaringan. Pembuluh darah dapat diidentifikasi tanpa
memerlukan kontras tambahan, sehingga MRI dapat memberikan
alternatif kepada pasien yang tidak dapat diberikanbahan kontras
iodinasi yang dibutuhkan oleh CT. Radiasi radiasi ionisasi juga
dieliminasi. MRI memiliki kegunaan dalam mengevaluasi tumor
neurogenik, dan mungkin juga berguna dalam mengevaluasi
timoma dan membedakannya dari kista kongenital atau
karsinoma timus.

Obstruksi vena kava superior (SVC) setelah penempatan kateter


vena sentral dalam rumah untuk persiapan transplantasi sumsum tulang.
Struktur yang berorientasi vertikal dapat dilihat dengan jelas, di dalam
jantung dan pembuluh besar. SVC benar-benar terhalang oleh trombus
(panah). Murray`s and Najeb Textbook of respiratory medicine.
Philadelpia : USA (2010)

MRI dapat membantu untuk menentukan anatomi sebelum


reseksi bedahtumor sulkus superior atau yang menyerang mediastinum,
dinding dada, atau diafragma.Sebuah studi multisenter besar yang
membandingkan CT dan MRI pada pasien kanker paru menemukan

12
akurasi yang serupa untuk mendeteksi keterlibatan nodus mediastinum,
namun MRI lebih unggul untuk mendeteksi invasi tumor mediastinum
secara langsung. Diferensiasi MRI dibedakan antara lesi mediastinum
ganas dan jinak berdasarkan tingkat koefisien difusi yang jelas dengan
sensitivitas 95% dan spesifisitas 87% pada penelitian terhadap 53 lesi
mediastinum, 24 dengan bukti nilai koefisien difusi lebih rendah yang
menunjukkan adanya difusi lebih lambat dari molekul air di lesi
ganas.12,13

2.6.1.4 Ultasonografi
Ultrasonografi dapat mengkonfirmasi sifat kistik massa
mediastinum, namun tidak dapat dengan mudah membedakan antara lesi
kistik jinak dan ganas. Probe ultrasound transthoracic dan endoskopi
berguna dalam evaluasi penyakit mediastinum dalam konteks
12,
membimbing prosedur biopsi endoskopi..

2.6.1.5 Pencitraan Nuklir


Studi pencitraan nuklir bergantung pada lokalisasi penanda
berdasarkan sifat metabolik atau imunologis spesifik dari jaringan target
untuk memberi gambaran fungsional pada lesi. Resolusi spasial
pemindaian radionuklida relatif buruk, namun akurasi diagnosis secara
keseluruhan mungkin tinggi jika tersedia probe yang cukup spesifik.
Studi nuklir menawarkan potensi untuk mengidentifikasi keganasan
primer dan mengidentifikasi metastasis jauh dengan pemindaian tunggal
seluruh tubuh. PET adalah teknik pencitraan nuklir yang banyak
digunakan yang mengandalkan probe pemancar foton berenergi tinggi,
seperti 18F-fluorodeoxyglucose (FDG), yang secara kimia terperangkap
dalam sel neoplastik yang aktif secara metabolik. Hasilnya adalah rasio
signal-to-background yang tinggi dan resolusi spasial yang sangat baik
untuk citra fungsional tumor. .12,

13
Dari Vansteenkiste JF, Stroobants SG, De Leyn PR, dkk: P
Stadium kelenjar getah bening mediastinum dengan pemindaian FDG-
PET pada pasien dengan kanker paru sel non-kecil yang berpotensi
beroperasi: sebuah analisis prospektif dari 50 kasus. Leuven Lung
Cancer Group. : 1480-1486, 1997.)

Baru-baru ini, penggunaan gambar PET dan CT gabungan dan


co-registered telah memungkinkan pelokalan anatomi yang lebih akurat
dari lesi yang bersangkutan namun dengan biaya spesifisitas yang lebih
rendah dan hasil positif-positif yang meningkat. Penggunaan PET dalam
evaluasi mediastinum Sebagian besar difokuskan pada penyakit
metastatik dari keganasan thoraks, karena berguna dalam perencanaan
stadium dan pra operasi untuk kanker paru-paru. Dalam evaluasi dugaan
kanker paru-paru, PET dapat mengidentifikasi fokus metastasis di situs
mediastinum dan ekstrathoracic dan membantu menentukan pendekatan
biopsi optimal yang akan membuat diagnosis histologis dan juga tahap
penyakitnya. Meskipun penggunaan PET secara luas, kriteria kuantitatif
standar untuk menentukan pemindaian abnormal kurang, dan akurasinya
jauh dari sempurna. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh kondisi
granulomatosa, inflamasi, atau infeksi..12,13
Commented [dnn3]: Klasifikasinya dinaikin keatas ya..

2.7 Klasifikasi
Commented [dnn4]: Klasifikasi dinaikka.mn diatas
14
Massa mediastinal dianggap primer, yaitu timbul dari struktur di mediastinum,
atau sekunder, biasanya sebagai penyakit metastatik dari keganasan intratoraks atau
ekstrathoracic.Klasifikasi klinis yang paling praktis dari kelompok mediastinal
primer mengelompokkan lesi yang secara khas ditemukan di kompartemen
mediastinum anterior, tengah, atau posterior, dengan pengakuan bahwa skema yang
disederhanakan tersebut mengabaikan fakta bahwa massa mediastinum tidak akan
selalu menghormati batas anatomis. Massa yang ditemukan di dalam kompartemen
mediastinum mungkin disebabkan oleh lesi yang lebih umum ditemukan di
kompartemen mediastinum lain atau karena area yang bersinggungan dari area lain
di mediastinum.14

2.7.1 Kompartemen Anterior


Tumor mediastinum anterior menyumbang 50% dari semua tumor
mediastinum. Mereka mungkin asimtomatik
saat diagnosis, atau pasien mungkin
mengeluh batuk, dyspnea, atau
ketidaknyamanan dada yang tidak jelas.
Thymoma adalah tumor mediastinum yang
paling umum pada orang dewasa. Dari 30%
sampai 50% pasien dengan timoma juga
memiliki myasthenia gravis. Dari pasien
yang didiagnosis dengan myasthenia gravis,
sekitar 15% memiliki timoma. Sindrom lain
yang terkait dengan timoma meliputi
hipogamaglobulinemia dan aplasia sel darah
merah murni. Persentase thymoma yang
signifikan adalah ganas dan telah menyebar
melampaui kapsul tumor pada saat diagnosis. Reseksi bedah adalah pengobatan
pilihan untuk tumor lokal. Penyakit yang tidak dapat diobati yang dirawat di
dada ditangani dengan kemoterapi dan radioterapi toraks. Tumor ini umumnya
cukup peka terhadap pengobatan. Kelangsungan hidup dengan stadium awal dan
15
tumor yang dapat direseksi sangat baik, namun thymoma ganas yang tidak dapat
diobati memiliki tingkat ketahanan hidup 50% 5 tahun dengan pengobatan.
Pengobatan dan hasil spesifik tergantung pada stadium dan histologi. Limfoma
mencakup 10% sampai 20% dari semua tumor mediastinum dan terjadi baik di
anterior dan tengahmediastinum Penyakit Hodgkin dan limfoma sel B yang
menyebar subur adalah tipe yang paling umum di mediastinum anterior. Pasien
mungkin hadir dengan gejala lokal atau gejala sistemik demam, berkeringat di
malam hari, dan penurunan berat badan. Sindrom vena kava superior mungkin
merupakan gejala atau tanda yang menyertainya dalam beberapa kasus. Tumor
sel germinal dapat terjadi pada mediastinum anterior.

Thymoma. A, Radiografi dada depan menunjukkan massa yang


diendapkan dengan mulus di sepanjang sisi kanan mediastinum (panah). B,
Gambar resonansi magnetik Axial T1 tertimbang melalui dasar jantung
16
menunjukkan bahwa massa (panah) sedikit hiperintimat dibandingkan dengan
otot rangka dan berada di dalam mediastinum anterior. Perhatikan margin
massa yang halus dan terdefinisi dengan baik, sesuai denganoma timus yang
terenkapsulasi.
Teratoma adalah tumor sel germinal yang paling umum dan biasanya
jinak. Teratoma terdiri dari jaringan dari lebih dari satu lapisan sel germinal.
Mereka biasanya terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda.
Sebagian besar bersifat
asimtomatik namun dapat
menyebabkan gejala lokal. Secara
radiografis, tumor ini lobulus dan
dibatasi dengan baik dan mungkin
mengandung kalsifikasi atau
struktur seperti gigi. Scan
computed tomography (CT) menunjukkan massa kistik multilokulasi yang
sering mengandung lemak. Reseksi bedah adalah pengobatan pilihan. Seminoma
atau neoplasma sel germinal nonseminomatosa juga dapat terjadi pada
mediastinum anterior. Ini hampir selalu terjadi pada laki-laki, dan sebagian besar
disertai dengan peningkatan kadar marker tumor darah -fetoprotein (AFP) atau
gonadotropin chorionik -manusia (HCG). Tumor ini sangat responsif terhadap
kemoterapi, yaitu pengobatan awal dan dapat diikuti dengan reseksi bedah
penyakit residual. Tingkat kesembuhan untuk seminoma tinggi, dan tumor sel
germinal nonseminomatosa dari mediastinum memiliki tingkat kelangsungan
hidup 50% 5 tahun yang mendekati.
Goiter intrathoraks sebagian besar disebabkan oleh perpanjangan dari
gondok goiter yang dapat dideteksi pada pemeriksaan leher yang teliti. Pasien
biasanya asimtomatik namun mungkin memiliki gejala yang berhubungan
dengan kompresi trakea atau kerongkongan seperti batuk, dyspnea, atau disfagia.
Sebagian besar tumor ini jinak. Mereka berada di mediastinum anterosuperior.
CT menunjukkan massa lobular, yang terdefinisi baik, yang mungkin memiliki
perubahan atau kalsifikasi kistik. Reseksi bedah adalah pengobatan pilihan.

17
Cystic hygromas (limfangioma) adalah kumpulan abnormal pembuluh limfatik
yang melebar dan mengumpulkan getah bening. Mereka biasanya terjadi di leher
pada anak tapi jarang terdeteksi pada orang dewasa. Mereka jarang terisolasi ke
mediastinum saja. CT dapat menunjukkan kista berlapis silikat atau beberapa
cairan. Jika asimtomatik, tidak perlu mengeluarkannya. Tumor langka lain dari
mediastinum anterior meliputi adenoma paratiroid; Kista perikardial; Dan
neoplasma mesenkim seperti lipoma, liposarcomas, angiosarcomas, dan
leiomioma. Foramen Morgagni hernia dari diafragma anterior dapat
14
menyebabkan herniasi isi perut ke mediastinum anterior rendah.

2.7.2. Kompartemen Medial Posterior


Mediastinum tengah-posterior
adalah kompartemen yang terletak di
antara kompartemen anterior dan
paravertebral. Kompartemen
paravertebralis terletak di posterior
garis imajiner yang ditarik hanya ke
arah anterior anterior dari badan
vertebral toraks. Sekitar 10% sampai
15% tumor mediastinum terjadi pada
mediastinum tengah-posterior.
Kelainan yang paling umum
disebabkan oleh pembesaran kelenjar
getah bening dari limfoma, penyakit
granulomatosa yang disebabkan oleh
Sumber : Netter Conscise
tuberkulosis, infeksi jamur, atau of Human Antomy :
kondisi sarkoidosis atau silikosis RespiratorySystem

noninfeksi. Limfadenopati metastatik


mungkin disebabkan oleh kanker paru-paru, ginjal, payudara, atau saluran cerna.
Penyebab langka limfadenopati adalah penyakit Castleman dan amyloidosis.
Gejalanya mungkin tidak ada atau terkait dengan proses penyakit sistemik yang
18
mendasarinya, seperti demam dan keringat malam yang disebabkan oleh
limfoma atau proses menular. Beberapa pasien mungkin mengeluhkan disfagia
akibat kompresi kerongkongan atau ketidaknyamanan dada yang tidak jelas.
Kista foregut kongenital adalah penyebab umum lesi mediastinum tengah. Ini
termasuk kista bronkogenik, kista duplikasi esofagus, dan (jarang) kista
neurenterika. Kista bronkogenik paling sering terjadi dan dianggap disebabkan
oleh pertumbuhan yang tidak normal dari foregut selama perkembangan.
Sebagian besar terletak paratrakeal atau subkarina. Kista ini dilapisi oleh epitel
pernafasan (pseudostratified, columnar, ciliated). Kista enterik (duplikasi
esofagus dan neurenterika) timbul dari foregut dorsal dan biasanya terletak di
mediastinum tengah-posterior. Kista enterik dilapisi oleh epitel skuamosa atau
enterik. Dinding kista memiliki lapisan otot polos dengan pleksus myenterik.
Kista duplikasi esofagus biasanya menempel pada kerongkongan. Kista
neurenterika dapat dikaitkan dengan kerongkongan atau kerongkongan vertebra
servikal atau leher rahim atas dengan lampiran atau penyempitan ke dalam
tulang belakang. Kebanyakan kista enterik didiagnosis selama masa kanak-
kanak. Secara radiografi, kista ini sangat terbatas, massa bola. Pada pemindaian
tomografi terkomputerisasi (CT), keduanya tidak beraturan, homogen, dan
nonenhancing. Kista asimtomatik dapat diamati, namun peluang atau tingkat
pembesarannya tidak pasti. Kista besar bisa menekan saluran napas dan
menyebabkan pneumonia atau disfagia dengan kompresi kerongkongan.
Pengobatan pilihan untuk pasien dengan kista simtomatik adalah reseksi bedah.
Kista yang tidak terjangkau jarang berubah menjadi lesi ganas. Kelainan
esofagus seperti achalasia, tumor jinak, divertikula, dan karsinoma adalah
penyebab umum lesi mediastinum tengah-posterior. Hiatal hernia sangat umum
dan muncul sebagai massa di mediastinum tengah-posterior inferior, biasanya
dilihat sebagai massa retrokardiak pada radiografi dada rutin. Penelitian menelan
barium dan endoskopi umumnya diagnostik. Lesi vaskular dapat terjadi sebagai
massa di mediastinum tengah-posterior dan harus selalu dipertimbangkan
sebelum mencoba biopsi. Aneurisma aorta toraks adalah yang paling umum, tapi
aneurisma arteri pulmonalis dan hemangioma mediastinum kadang kala
19
ditemukan. Pemeriksaan dada CT yang kontras dengan kontras umumnya
diagnostik untuk aneurisma vaskular dan kemungkinan menunjukkan sifat
vaskular hemangioma. Tumor kompartemen paravertebral umumnya disebabkan
oleh neoplasma neurogenik. Tumor neurogenik mencapai 20% orang dewasa
dan 40% anak-anak.

CT aksial dada menunjukkan karakteristik massa lemak homogen yang


dibatasi dengan baik dari lipoma mediastinum yang membentang ke hemithorax
kanan (panah)

Sebagian besar tumor ini pada orang dewasa jinak, tapi 50% tumor
neurogenik pada anak-anak ganas. Schwannomas (juga disebut neurilemmoma)
dan neurofi bromas adalah neoplasma neurogenik yang paling umum. Lebih dari
90% jinak, dan persentase kecil berlipat ganda. Mereka tumbuh dengan lambat
dan timbul dari akar saraf tulang belakang. Neurofibroma sering terjadi pada
individu dengan penyakit von Recklinghausen (neurofi bromatosis). Mereka
mungkin memiliki banyak tumor, dan transformasi ganas lebih sering terjadi
pada penyakit ini. Tumor ini paling sering asimtomatik dan terdeteksi secara
tidak sengaja. Kadang-kadang, mereka dapat menyebabkan rasa sakit yang
menyebabkan penemuan tumor. Bentuk ganas dari tumor neurogenik ini
diklasifikasikan sebagai sel saraf maligna neoplasma selubung. Secara
20
radiografi, schwannoma dan neurofi broma adalah massa paravertebral yang
marginated, bulat, atau lobular. Mereka biasanya kecil dan span satu sampai dua
vertebra tapi bisa tumbuh hingga ukuran besar. Mereka dapat menyebabkan
erosi tulang rusuk atau badan vertebral, dan 10% tumbuh melalui dan
memperbesar neuroforamina dan berkembang di kedua ujungnya untuk memberi
bentuk "dumbbell". Untuk alasan ini, pencitraan resonansi magnetik tulang
belakang ditunjukkan sebelum reseksi bedah dicoba. Pembedahan adalah
pengobatan pilihan.Ganglioneuroma adalah neoplasma jinak dari simpatiGanglia
yang biasanya terjadi pada anak yang lebih tua atau dewasa muda. Mereka
mungkin asimtomatik atau simtomatik karena efek tumor lokal. Mereka dibatasi
dengan baik, massa paravertebral lonjong yang biasanya menjangkau tiga
sampai lima vertebra.14

2.8 Tatalaksana
2.8.1 Evaluasi Dini
Dengan munculnya teknik pencitraan canggih seperti CT, MRI, dan
pencitraan nuklir, evaluasi massa mediastinum paling baik dilakukan dalam
setting multidisiplin yang melibatkan pulmonologist atau internist, radiologist,
dan ahli bedah toraks. Diagnosis banding dari massa mediastinum sangat
tergantung pada demografi pasien, adanya gejala klinis, serta lokasi anatomis,
ukuran dan morfologi. Untuk misa mediastinum yang ditemukan secara
kebetulan, perhatian utama seorang dokter adalah menentukan apakah itu jinak
atau ganas, dan jika jinak, apakah berpotensi menyebabkan gejala lokal.
Minimal, CT scan dada dengan kontras harus diperoleh untuk mengevaluasi
massa mediastinum yang dideteksi dengan radiografi konvensional. Ini
mempersempit diagnosis banding dan menyarankan pencitraan lebih lanjut atau
prosedur diagnostik dan / atau terapeutik. Penampilan yang stabil, jika
dibandingkan dengan film yang lebih tua, dapat meniadakan kebutuhan untuk
penyelidikan lebih lanjut pada pasien terpilih. Beberapa lesi jinak di
mediastinum dapat didiagnosis dengan percaya diri berdasarkan informasi klinis
dan penampilan CT scan; Lesi jinak seperti itu termasuk lesi vaskular,
21
hematopoiesis ekstramedulla, kista perikardial dan kista perkembangan, dan
lipomatosis mediastinum. Jaringan tiroid mediastinum yang dicurigai dapat
dikonfirmasi dengan pemindaian yodium radioaktif.12
2.8.2 Pembedahan
2.8.2.1 Kompartemen Anterior
2.8.2.1.1 Timektomi Robotik
Timektomi adalah salah satu indikasi langka dalam
operasi toraks. Timektomi paling sering dianggap sebagai
bagian dari pengobatan myasthenia gravis (MYASTENIA
GRAVIS) dan timoma yang kompleks. Jaringan thymic
ektopik dapat ditemukan di berbagai lokasi di seluruh
mediastinum anterior; Oleh karena itu, radikalisme Timektomi
sangat penting untuk reseksi tumor dan pengampunan lengkap
MYASTENIA GRAVIS. Robotic Timektomi adalah kemajuan
terbaru dalam operasi kelenjar thymus. Hal ini terutama
disebabkan oleh fakta bahwa ia memungkinkan dilakukannya
Timektomi radikal lengkap, yang memperbaiki tingkat remisi
total untuk MYASTENIA GRAVISbila dibandingkan dengan
teknik torakoskopik konvensional. Hasil onkologis dalam hal
kelangsungan hidup secara keseluruhan dan kelangsungan
hidup yang berhubungan dengan timus sangat menjanjikan,
namun tindak lanjut yang lebih lama diperlukan untuk
mempertimbangkan Timektomi robot sebagai pendekatan
standar.
Timektomi robot pertama diterbitkan pada tahun 2001
meskipun hanya Timektomi parsial untuk timoma dalam kasus
khusus ini. Pada tahun 2003, sebuah Timektomi robot lengkap
telah dijelaskan dan setelah itu banyak pusat torak telah
dimulai atau beralih ke pendekatan robotik. Sejak saat itu, ada
lebih dari 3.500 robot thymectomies yang terdaftar oleh
Intuitive Surgical.
22
Myastenia Gravisadalah penyakit autoimun yang
dimediasi antibodi pada sambungan neuromuskular. Pada
sebagian besar pasien (80% sampai 85%), autoantibodi
terhadap reseptor asetilkolin nikotin otot (AChR) hadir.
Antibodi ini menyebabkan kegagalan transmisi neuromuskular
dengan kelemahan otot. Minoritas pasien myastenia
gravisseronegatif untuk antibodi AChR. Kategori myastenia
gravisyang kedua adalah karena autoantibodi melawan protein
kinase spesifik otot (MuSK). Ini hadir pada 3% sampai 5%
pasien myastenia gravis. Timektomi dipertimbangkan untuk
pasien dengan seropositive AChR dan negatif untuk MuSK.15

Robotic Thymectomy. Douglas et all. Thoracic surgery :


Transplantation, tracheal resections, mediastinal tumors,
extended thoracic resections

Faktor lain yang memiliki relevansi untuk indikasi


Timektomi untuk myastenia gravisadalah klasifikasi klinis
menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (myastenia
gravis). Menurut tingkat keparahan myastenia graviskita
membedakan dua kelompok yang relevan, hanya bentuk okular
(myastenia gravisfa I) atau bentuk umum (Myastenia Gravisfa

23
II). Menurut meta-analisis dari Gronseth dan Barohn, pasien
dengan bentuk Myastenia gravisyang moderat sampai parah
mendapatkan keuntungan dari Timektomi tetapi bukan bentuk
okular. Namun, ada kontroversi karena 50% pasien myastenia
gravisawalnya hanya memiliki bentuk okular yang pada 50%
sampai 70% kasusnya berubah menjadi bentuk umum dalam 2
sampai 3 tahun pertama. Dalam kasus ini, Timektomi tidak
mungkin dilakukan dalam 2 tahun pertama diagnosis myastenia
gravisdimana manfaat dari Timektomi dapat tercapai. Oleh
karena itu, dan menurut penelitian retrospektif, Timektomi juga
diindikasikan untuk pasien dengan okular myastenia gravis.
Timektomi dilakukan di semua kategori umur menurut
banyak penelitian. Meskipun banyak buku teks membatasi
indikasi "terutama pasien antara 8 dan 60 tahun" tidak ada bukti
mengenai hal itu. Seri kami berisi kasus pasien yang dipilih
dengan sukses sampai usia 4 tahun atau di luar 60 tahun sampai
usia 85 tahun.Pembedahan merupakan andalan pengobatan untuk
timoma. Bila tumor pada tahap awal (Masaoka / Koga I sampai
IIB), operasi merupakan pilihan pengobatan yang pertama. Jika
tumor tersebut ternyata invasif dan besar (Masaoka / Koga II
melalui III), kemoterapi pra operasi (neoadjuvant) dan / atau
radioterapi dapat digunakan untuk mengurangi ukuran dan
memperbaiki reseksi, sebelum operasi diupayakan.Umumnya,
Timektomi untuk myastenia gravistanpa timoma relatif
ditunjukkan ketika tiga dari lima faktor berikut hadir: Bentuk
umum myastenia gravis, seropositif AChR, hiperplasia timus
yang mencurigakan, diagnosis awal kurang dari 2 tahun, dan usia
pasien antara 8 dan 60.15
2.8.2.1.2 Transervikal Timektomi
Pendekatan transcervical untuk Timektomi (TCT) hampir secara
eksklusif diperuntukkan bagi myasthenia gravis nonthymomatous
24
(myastenia gravis). TCT adalah pilihan bedah yang menarik karena
ini adalah pendekatan yang paling tidak invasif untuk operasi untuk
mengobati kelemahan umum dengan tingkat terendah dari krisis
myasthenic pascaoperasi, satu-satunya yang paling terkait dengan
penyakit morbiditas spesifik. Pencela TCT berpendapat bahwa teknik
yang kurang invasif ini membatasi reseksi lengkap jaringan timus.
Tidak ada perbandingan acak prospektif antara Timektomi dan terapi
medis, dan tidak ada antara berbagai pendekatan terhadap prosedur
ini.Pedoman praktik American Academy of Neurology menganggap
Timektomi sebagai "pilihan untuk meningkatkan kemungkinan
remisi atau perbaikan" myastenia gravis. Remisi lengkap dan
perbaikan klinis dari tingkat keparahan gejala telah dilaporkan dalam
beberapa penelitian observasional: Ini memberikan dasar untuk
reseksi selektif kelenjar. Timektomi untuk myastenia gravismurni
tidak didukung oleh beberapa ahli saraf; Namun, sekitar satu
setengah dari pasien ini kemudian berkembang menjadi myastenia
gravisumum; Timektomi awal dapat mengurangi proporsi ini.
Dengan kesimpulan, Timektomi juga merupakan pilihan pada
penyakit imunologi lain yang terkait dengan thymic hyperplasia,
anemia aplastik misalnya. TCT telah dilaporkan untuk reseksi
thymomas kecil terpilih, sebuah indikasi yang tidak disukai oleh
penulis. TCT dapat dipilih untuk reseksi paratiroid intrathim. Reseksi
adenoma paratiroid, yang diketahui atau dicurigai berada di dalam
timus mediastinum, telah direkomendasikan pada saat eksplorasi
leher, terutama bila kurang dari empat kelenjar ditemukan.

25
\

Transervikal thymektomi. Douglas et all. Thoracic surgery :


Transplantation, tracheal resections, mediastinal tumors, extended
thoracic resections
Hasil yang diukur setelah Timektomi untuk myastenia
gravisadalah (1) remisi lengkap yang diacu ke masa tindak lanjut; (2)
perbaikan dalam klasifikasi Osserman, ukuran keparahan myastenia
gravisterdiri dari lima nilai yang awalnya diajukan sebagai penilaian
pretreatment.Calhoun dk melaporkan hasil operasi pada 78 pasien
yang menjalani TCT lebih dari 12 bulan sebelum penilaian; Nilai
rata-rata Osserman meningkat dari 2.73 hingga 0,94 pra operasi
setelah rata-rata follow-up 5 tahun. Kebutuhan pyridostigmine
menurun dari 90% menjadi 54%, sedangkan proporsi pasien yang
mendapat prednison menurun dari 33% menjadi 27% dan dosis rata-
rata 27 sampai 16 myastenia gravisper pasien. Sementara lebih dari
setengah dari semua pasien memiliki hiperplasia timus, 80%
penggunaan prednison pra operasi diamati pada pasien dengan
kelenjar yang tidak rata.
Khicha et al. mengamati 151 pasien setelah memperpanjang TCT
selama interval rata-rata 53 bulan. Perkiraan Kaplan-Meier tentang
remisi stabil total adalah 33% pada 3 dan 35% pada usia 6 tahun.
Ketika mereka memasukkan pasien tanpa gejala pada terapi
imunosupresif dosis rendah dalam definisi remisi lengkap, tingkat
tersebut 43% pada 3 dan 45% pada usia 6 tahun. Hasil ini
26
dipertahankan pada pasien dengan follow up lebih lama.DeFilippi
dkk. melaporkan TCT pada 53 pasien terpilih dengan myastenia
gravisdengan rata-rata tindak lanjut 4,3 tahun. Kebebasan dari gejala
diamati pada 81% dan 43% (9 dari 21) telah sembuh total 5 tahun
atau lebih setelah operasi. Timektomi dalam tahun pertama
setelahonset gejala dikaitkan dengan tingkat perbaikan atau remisi
yang lebih tinggi. 15

2.8.2.2 Kompartemen Posterior


Tumor neurogenik posterior sering diklasifikasikan berdasarkan jaringan
asal dan jinak atau ganas, sehingga menentukan empat kelompok. Pada orang
dewasa, kebanyakan tumor neurogenik posterior berasal dari syaraf; Namun, sel
asal tidak memiliki kepentingan klinis. Fitur utamanya adalah bahwa sebagian
besar jinak. Pada anak-anak, kebanyakan tumor neurogenik posterior bersifat
ganas, terutama pada kelompok usia muda. Karena ahli bedah toraks umum
banyak berurusan dengan orang dewasa, bab ini tidak membahas kelompok
tumor yang berbeda yang dihadapi pada anak-anak.
2.8.2.2.1 Tumor Neurogenik jinak sederhana
Tumor jinak kecil pada pasien asimtomatik dapat diamati dengan
aman. Jika reseksi dipilih, disarankan pendekatan VATS. PPN aman,
terkait dengan masa inap rumah sakit yang lebih pendek (2,6 vs 4,5
hari) dan kembalinya pekerjaan yang lebih cepat (4,3 vs 7,7 minggu)
dibandingkan dengan torakotomi.4,27 Waktu operasional dilaporkan
sama dengan yang sama4 atau sedikit lebih lama dengan PPN . Tidak
ada batas ukuran absolut, dan bahkan tumor besar dapat dimobilisasi
secara toraksis dan kemudian dikeluarkan melalui insisi subxiphoid
tanpa menimbulkan morbiditas torakotomi.Tujuan pembedahan harus
dilakukan eksisi lengkap tumor. Margin jaringan normal tidak
diperlukan. Pleura di atasnya ditorehkan, diikuti oleh terutama
pembedahan tumpul di bidang kapsul lesi. Tumor ini umumnya
mudah dipisahkan dari jaringan sekitarnya. Jika kesulitan teknis
27
diantisipasi menuju reseksi yang tidak lengkap, patut dipertanyakan
apakah operasi harus dilakukan untuk lesi jinak asimtomatik
sederhana tanpa keterlibatan foraminal saraf atau efek massa.
Kekambuhan setelah reseksi lengkap tumor neurogenik jinak sangat
jarang terjadi. Bahkan di antara rekurensi lesi yang reseksi secara
tidak sempurna cukup rendah.15

2.8.2.2.2 Tumor dengan keterlibatan Intraspinal atau Neural Foraminal.


Sangat penting untuk menilai secara penuh kehadiran dan tingkat
keterlibatan intraspinal setiap kali ada kecurigaan bahwa ini mungkin
ada. Kurangnya kesadaran akan perpanjangan tulang belakang dapat
menyebabkan traksi yang tidak semestinya pada sumsum tulang
belakang, yang menyebabkan kerusakan permanen. Selain itu, hal itu
bisa menyebabkan reseksi yang tidak lengkap, meninggalkan
komponen intraspinal, yang merupakan perhatian sebenarnya di
tempat pertama. Akhirnya, perdarahan pada foramen vertebral sangat
sulit dikendalikan dari pendekatan toraks.19 Oleh karena itu,
perencanaan dan kolaborasi pra-operasi ahli bedah dengan
keterampilan yang tepat diperlukan.
Pendekatan yang lebih tua terhadap tumor dumbbell melibatkan
dua tahap - pertama adalah laminektomi melalui pendekatan posterior
yang diikuti kemudian oleh torakotomi standar. Operasi tahap
tunggal telah dijelaskan, termasuk prosedur dua posisi yang terdiri
dari insisi garis tengah posterior vertikal pada posisi rawan diikuti
oleh torakotomi pada posisi dekubitus lateral, 28 dan pendekatan
posisi tunggal (lateral decubitus) yang melibatkan garis tengah
posterior. insisi vertikal mulai 5 cm di atas foramen yang menarik
dan memanjang 5 cm secara kaudal sebelum melengkung untuk
memenuhi torokotomi posterolateral standar. Pendekatan ini dapat
memberikan visualisasi superior.19 Terlepas dari penentuan posisi,
laminektomi dan mobilisasi toraks pada tumor harus dilakukan
28
selama prosedur yang sama. Tidak ada komplikasi intraoperatif
spesifik yang dilaporkan dengan pendekatan satu tahap.
Teknik single-field, posterior-only lainnya telah dijelaskan untuk
tumor dumbbell, dengan laminektomi untuk akses ke komponen
intraspinal dan reseksi tulang rusuk untuk akses ke komponen
mediastinum; Kedua komponen dapat dilakukan dari sayatan midline
posterior vertikal. Keuntungan utama dari pendekatan ini adalah
menghindari torakotomi, diseksi ekstrapelural, dan stabilitas tulang
belakang laminectomized yang lebih besar. Beberapa pusat
menggunakan pendekatan dua lapangan thoracoscopic yang
menggabungkan laminektomi posterior dengan mobilisasi VATS dari
komponen intratoraks. Tidak ada komplikasi perioperatif utama yang
umum terjadi pada pendekatan ini.Hasil perioperatif dan jangka
panjang reseksi tumor dengan keterlibatan intraspinal sangat baik
terlepas dari teknik mana yang digunakan. Tidak ada kematian dan
tidak ada komplikasi neurologis atau komplikasi utama lainnya yang
terjadi pada satu rangkaian dari 16 tumor halter yang dipulihkan
dengan menggunakan torakotomi posterolateral baik sendiri atau
dengan perluasan garis tengah posterior. Tidak ada kekambuhan yang
terlihat pada tindak lanjut rata-rata 7,5 tahun, termasuk pasien dengan
schwannoma ganas yang diobati dengan radioterapi ajuvan dan
pasien dengan limfoma.15

2.8.2.2.3 Tumor Neurogenik Jinak Besar.


Tumor neurogenik yang jinak namun menimbulkan gejala karena
ukurannya menghadirkan masalah yang sulit. Sementara adanya
gejala lebih baik untuk dilakukan reseksi, seseorang harus
mempertimbangkan gejala terhadap kompleksitas dan risiko yang
terkait dengan reseksi tumor besar. 15

29
2.6.2 Biopsi Jaringan
Diagnosis pasti sebagian besar massa mediastinum memerlukan evaluasi
sampel jaringan.Namun, biopsi jaringan mediastinum harus disediakan untuk
kasus ketika hasil diagnostik akan mempengaruhi perawatan selanjutnya.
Keputusan untuk melakukan biopsi daripada reseksi bedah didasarkan pada
diagnosis dugaan. Jika reseksi bedah definitif adalah pilihan pengobatan terlepas
dari hasil biopsi, maka "penundaan diagnostik" harus dihindari. Pendekatan yang
tersedia untuk biopsi lesi mediastinum meliputi aspirasi jarum dan biopsi
melalui transbronkialperkutaneous, atau transesophageal. Biopsi bedah diperoleh
dengan prosedur yang lebih invasif termasuk pendekatan mediastinoskopi dan
thoracoskopi percutaneous, atau transesophageal..12,13

2.6.2.1 Biopsi jaringan dengan gambar

2.6.2.1.1 Endobronchial Ultrasound-Guided Transbronchial

Untuk evaluasi adenopati mediastinum atau lesi lainnya di


mediastinum tengah, aspirasi jarum transbronkial (TBNA) melalui
bronkoskop serat optik menawarkan pilihan yang kurang invasif untuk
bedah mediastinoskopi. Meskipun beberapa komplikasi yang signifikan
telah dilaporkan, sensitivitas TBNA masih rendah, berkisar antara 14%
sampai 50%. Aspirasi jarum transbronchial yang dipandu ultrasound
endobronchial (EBUS-TBNA) adalah teknologi terkini yang secara
signifikan meningkatkan kemampuan pulmonologists untuk
mendiagnosis dan stadium kanker paru non-sel kecil dengan cara yang
minimal invasif. Dengan munculnya probe ultrasound curvilinear yang
terintegrasi di akhir bronkoskop, TBNA dengan jarum 22-gauge dapat
dilakukan dengan panduan ultrasonografi pada saat yang sama.
Kemampuan untuk memvisualisasikan struktur vaskular yang berdekatan
telah jauh meningkatkan hasil diagnostik. Kelenjar getah bening
paratrakea atas, bawah, dan hilar bawah dapat diakses dengan mudah
oleh EBUS-TBNA, seperti juga lesi mediastinum atau hilar yang
30
bersebelahan dengan saluran udara besar. EBUS-TBNA memiliki
keuntungan lebih dari mediastinoskopi dalam mengakses kelenjar getah
bening subcarinal posterior serta nodus atau massa hilar, selain menjadi
prosedur ambulatory dengan biaya perawatan kesehatan yang lebih
rendah..12,13

2.6.2.1.2 Endoscopic Ultrasound-Guided Needle Aspiration and Biopsy

Ultrasonografi endoskopik (EUS) - sampling yang diarahkan


bergantung pada penempatan jarum biopsi yang melewati saluran kerja
gastroscope. Kedekatan esofagus ke situs mediastinum yang relatif tidak
dapat diakses oleh mediastinoskopi, seperti kelenjar getah bening
subcarinal posterior, membuat ini Pendekatan sangat berguna dalam
kasus tertentu. Biopsi yang dipandu oleh EUS memiliki kepekaan yang
sama dengan PET untuk menentukan kemampuan inoperabilitas pada
kanker paru-paru dan, yang terpenting, spesifitas superior (100% vs
72%). Pada kasus tertentu, dapat mengkonfirmasi adanya metastase
mediastinum dan dengan demikian menyingkirkan kebutuhan akan
pembedahan. .12,13

2.6.2.1.3 Aspirasi dan Biopsi jarum perkutan

Aspirasi jarum perkutan dan biopsi massa mediastinum, biasanya


di kompartemen anterior, dapat dilakukan dengan menggunakan
ultrasound atau, lebih sering lagi, CT guidanc. Aspirasi jarum perkutan
mediastinum memiliki morbiditas dan hasil yang sebanding dengan
biopsi perkutan dari lesi paru. Seperti TBNA, perdarahan serius jarang
ditemui, dan diagnosis yang akurat dari berbagai macam lesi telah
dilaporkan..12,13

2.6.2.2 Bedah Biopsi

2.6.2.2.1. Mediastinoskopi

31
Mediastinoskopi memungkinkan pemeriksaan langsung dan
biopsi kelenjar getah bening atau massa lainnya di bagian superior
mediastinum anterior. Pemeriksaan mediastinoskopi serviks memberikan
akses ke kelenjar getah bening paratrakeal dan subcarinal, sedangkan
mediastinotomi anterior (atau dikenal sebagai mediastinoskopi anterior
atau parasternal) memberikan akses ke kelenjar getah bening di jendela
aortopulmoner. Meskipun lebih invasif daripada pendekatan perkutan
atau endobronkial, mediastinoskopi memiliki keuntungan untuk
menyediakan seluruh nodus limfa untuk pemeriksaan histologis, dan
bukan aspirasi seluler atau fragmen jaringan kecil yang dihasilkan oleh
teknik biopsi jarum. Mediastinoskopi paling sering digunakan dalam
stadium karsinoma bronkogenik, namun memiliki kegunaan dalam
mengevaluasi adenopati mediastinum atau lesi massa etiologi lainnya.
Metode pembekuan beku atau implikologi dapat memberikan hasil yang
cepat dan akurat dan memudahkan keputusan segera mengenai kelayakan
reseksi kuratif..12,13

2.6.2.2.2 Bedah Thoracoscopic yang Dibantu Video

Biopsi kelenjar getah bening mediastinum juga dapat dilakukan


dengan operasi thoracoscopic dibantu video (VATS). PPN menyediakan
akses ke nodus hilar dan kelenjar getah bening paru inferior di kedua sisi.
Selain itu, di sisi kanan, PPN dapat memberikan akses ke kelenjar getah
bening paratrakeal kanan dan nodus subcarinal. VATS sisi kiri dapat
memberikan akses ke nodus aortopulmoner. PPN juga bisa menjadi alat
untuk evaluasi kelainan pleura dan paru dalam penanganan penyakit
mediastinum. Setelah diseksi melalui pleura mediastinum, kelenjar getah
bening mediastinum dapat dijadikan sampel untuk membantu
pementasan keganasan seperti karsinoma esofagus dan untuk diagnosis
dan reseksi tumor mediastinum primer dan kista. PPN membutuhkan
anestesi umum, penempatan tabung dada pada saat penutupan prosedur,
dan biasanya tinggal terbatas di rumah sakit..12,13

32
2.9 Komplikasi

Peningkatan risiko perioperatif komplikasi saluran napas dikaitkan dengan


dyspnoea, ortopnoea atau batuk saat terlentang. Peningkatan risiko perioperatif
komplikasi kardiovaskular dikaitkan dengan gejala syncopal atau efusi perikardial.
Gejalanya bisa dinilai ringan, sedang atau berat, tergantung kemampuan pasien
untuk berbaring datar. Seorang pasien dengan gejala berat tidak akan rela berbaring
telentang, bahkan untuk waktu yang singkat.
Komplikasi pasca operasi dapat dikaitkan dengan kompresi trakea lebih dari
50% pada CT scan dan gambaran campuran fungsi paru sebelum operasi.4
Kompresi simultan bronkus mainstem juga dapat secara signifikan mempengaruhi
risiko perioperatif, terutama bersamaan dengan kompresi trakea. Pasien dengan
gejala pra operasi berat mungkin berisiko tinggi mengalami komplikasi
pascaoperasi, seperti atelektasis, pneumonia dan sumbatan jalan nafas yang
sekunder akibat edema. 16

33
BAB III

KESIMPULAN

Mediastinum adalah bagian dari toraks yang terletak di antara kantung pleura
kanan dan kiri dan dibatasi secara ventral oleh sternum dan dorsal olehbadan vertebra
toraks. Batas superior mediastinum terdiri atasapertura thoraks superior toraks, dan
batas inferiornya dibentuk oleh diafragma. Massa mediastinum adalah istilah untuk
massa di mediastinum, yaitu ruang antara paru-paru kanan dan kiri. Ruang mediastinum
sempit dan tidak dapat diperluas, sehingga pertumbuhan di ruang ini akan saling
menekan organ dan menyebabkan keadaan darurat yang mengancam jiwa. Sebagian
besar massa mediastinal tumbuh perlahan, dan dengan demikian pasien sering mencari
pertolongan medis karena massanya cukup besar, disertai tanda gejala akibatkompresi
massa ke organ yang berdekatan. mayoritas massa adalah lesi ganas dan gejala obstruksi
mediastinum secara signifikan lebih tinggi pada lesi ganas dan massa mediastinal
anterior. Limfoma adalah massa mediastinum primer yang paling sering dan timus
merupakan tumor mediastinum anterior anterior yang paling umum. Usia yang paling
sering terkena adalah usia muda utamamanya dekade ke 3 yang paling banyak
diantaranya adalah laki-laki.
Tumor yang berkembang pada mediastinum dapat berupa tumor primer ataupun
sekunder, hal ini membedakan pathogenesis awal dari massa itu sendiri, dimana tumor
primer biasanya masih melalui tahap tumorigenesis sedangkan tumor sekunder

34
merupakan hasil metastasis dari keganasan lain yang telah memasuki siklus
carsinogenesis.Gejala pada tumor mediastinum sendiri terdiri atas gejala repirasi dan
non respirasi, gejala gejala respirasi timbul dikarenakan kompresi massa terhadap
organ intramediastinal salah satunya adalah paru sehingga mengganggu fungsinya
sedangkan gejala non respirasi adalah gejala sistemik yang merupakan respon
pertahanan tubuh terhadap keganasan. Pemeriksaan penunjang menggunakan
pemeriksaan pencitraan dan biopsy jaringan untuk menetuka lokalisasi tumor dan
grading. Penatalaksanaan tergantung dari hasil evaluasi awal pada tumor.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagheri R, Afghani R, Haghi SZ, Fattahi Masoum SH, Zarehparvar Moghaddam


S, Akhlaghi S. Evaluation of 95 Cases with Mediastinal Tumors. J Cardiothorac
Med. 2015; 3(1):249-253.
2. Singh G, Amin Zulkifli , Wuryantoro, et all. Profile and Factors Associated with
Mortality in Mediastinal Mass During Hospitalization at Cipto Mangunkusumo
Hospital, Jakarta. Acta Med Indones-Indones J Intern MedJanuary 2013 Vol 45 :
1.
3. Asgary M1*, Aghajanzadeh M,Hemmati H,Jafari Morteza, Epidemiology of
Mediastinal Tumors during Six Years (2006-2012) in Rasht City. emergencias
2014;2:88-94
4. Aroor A1, PrakashaS R.2, Seshadr Shubhai3, Teerthanath S.4, Uppoo
rRaghuraj5 A Study of Clinical Characteristics of Mediastinal Mass.Journal of
Clinical and Diagnostic Research. 2014 Feb, Vol-8(2):77-80
5. Kominsky A, MD. The Netter Collection Of Medical Illustrator :Respiratory
system.2nd ed.Chapter 20 :Mediastinum. USA : Elsevier. 2010 .
6. Snell Richard S. Clinical Anatomy by Regions. 9th Chapter Thorax. USA :
Little Brown. 2012
7. Frank N, Schetton T, Frank M,. The therapeutic promise ofcancer stem cell
concept. J clin Invest 2010. 120 : 41 - 50
8. Kumar, V., & Robbins, S. L. 1. Robbins basic pathology (9th ed.). Philadelphia,
PA: Saunders/Elsevier. (2013)
9. Tabassum B, Pulyak K. Tumorigenesis : It takes a Village. Nature Revies 2015;
doi : 10.1038/nrc3971
10. Kar et al., Cardiovascular and Airway Considerations in Mediastinal Mass
During ThoracicSurgery J Clin Exp Cardiolog 2014,
5:12http://dx.doi.org/10.4172/2155-9880.1000354.

35
11. Ong Cheng, Teo L. Imaging of anterior mediastinal tumour. Cancer imaging
2012 : 506 512
12. V.Courtney Broaddus, Robert J. Mason, Joel D Ernst. Murray and Nadel`s
Textbook of Respiratory Medicine. 6th ed. USA : Elsevier 2016.
13. F. D'alessandro1, M. Mereu2, M. Verdecchia3, A. Giammarini2, M.C.
Torrione2, R. L. Patea2, A. Cotroneo2; 1Notaresco/IT,
2Chieti/IT,3Avezzano/IT. A schematic approach to mediastinal masses. ESTI
June 2015. 10.1594/esti2015/P-0106.
14. A.L. Baert, Leuven . L.W. Brady, Philadelphia H.-P. Heilmann, Hamburg .

F.H.W. Heuck, Stuttgart . J.E. Youker, Milwaukee. Mediastinal Tumors Update

1995.USA : Springer 2012.

15. Douglas et all. Thoracic surgery : Transplantation, tracheal resections,

mediastinal tumors, extended thoracic resections. First ed. USA : Wolters-

Kluwer 2015.

16. M Castillo & P Slinger (2013) Myths of anterior mediastinal masses, Southern
African Journal of Anaesthesia and Analgesia, 19:1, 38-40, DOI:
10.1080/22201173.2013.10872889

36

Anda mungkin juga menyukai