SKRIPSI
Oleh
PUTRI SITI RAHMA
056186
BANDUNG
2010
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Oleh :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Mengetahui,
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat dan keberkahan-Nya Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini
diajukan sebagai syarat kelulusan program strata 1 dengan judul Magnitudo dan
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu penulis dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tak
(Alm) dan Mama, kedua orang tua penulis yang senantiasa tak henti-hentinya
melimpahkan kasih sayangnya sejak dalam kandungan hingga saat ini, disaat suka
maupun duka, baik penulis berada di dekat maupun jauh. Penulis juga ingin
ii
4. Mas Hanindyo Kuncarayakti, M.Si yang telah berbaik hati menjadi rekan
diskusi sejak memulai penelitian hingga akhir pengerjaan tugas akhir ini
6. Keluarga besar Program Studi Astronomi FMIPA ITB The Happy Few
yang banyak memberikan bantuan, saran, dan juga dengan senang hati
berbagi ilmunya.
8. Sahabat-sahabat tercinta penulis, Hani, Resti, Hety, Evih, Sarah, dan Lia
yang selalu memberi dukungan dan bantuan kepada penulis terus menerus.
10. Semua pihak yang turut membantu penulis yang tidak dapat dituliskan satu
per satu.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena
itu saran dan kritik sangat penulis harapkan demi terciptanya karya yang lebih
baik lagi.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
v
II.9. Image Reduction and Analysis Facility (IRAF) .............................. 22
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 68
vii
DAFTAR TABEL
Tabel
di sekitar M6 .................................................................................................. 51
di sekitar M7 .................................................................................................. 52
M6.................................................................................................................. 59
M7.................................................................................................................. 60
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 NGC 4755 (Kappa Crux) salah satu contoh gugus terbuka ............................. 7
ix
3.11 Kurva linearitas integritas waktu pengambilan citra terhadap
3.12 Pola difraksi objek sebelum dilakukan kolimasi pada teleskop ................... 34
M6.................................................................................................................. 52
M7 ................................................................................................................ 57
x
4.12 Garis linier kurva data bintang-bintang medan di sekitar M7 ..................... 58
M6 ................................................................................................................ 61
M7 ................................................................................................................ 62
xi
MAGNITUDO DAN WARNA INSTRUMEN
BINTANG-BINTANG MEDAN DI SEKITAR GUGUS TERBUKA
M6 (BUTTERFLY CLUSTER) DAN M7 (PTOLEMYS CLUSTER)
ABSTRAK
Dalam penelitian astronomi, salah satu pekerjaan yang dapat dilakukan adalah
penentuan kecerahan suatu objek langit yang berkaitan dengan peneraan
secara akurat kuat cahaya menurut panjang gelombang tertentu yang dikenal
sebagai fotometri. Telah dilakukan pengambilan citra bintang-bintang medan
di sekitar gugus bintang terbuka M6 dan M7 pada panjang gelombang BVRI
menggunakan teleskop portabel (D: 203 mm, f/10) yang dilengkapi kamera
CCD ST-8XME. Citra bintang yang diperoleh dalam filter B dan V telah
diidentifikasi menggunakan katalog Tycho2 yang terdapat dalam perangkat
lunak Cartes du Ciel. Terdapat 13 buah bintang yang berhasil dicocokkan
dengan katalog Tycho2 dari bintang-bintang medan di sekitar gugus bintang
terbuka M6 untuk masing-masing filter B dan V. Sementara itu, terdapat
masing-masing 14 buah bintang-bintang medan di sekitar gugus bintang
terbuka M7 yang berhasil dicocokkan dengan katalog dalam filter B dan V.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil rajah antara magnitudo baku terhadap
magnitudo instrumen. Terlihat adanya hubungan yang linear antara magnitudo
baku dan magnitudo instrumen yang menjadi indikasi bahwa sistem fotometri
yang dipergunakan dalam penelitian akan mampu mereproduksi nilai-nilai
baku dalam katalog.
i
BAB I
PENDAHULUAN
Gugus bintang (stellar cluster) adalah suatu kelompok bintang yang berada di
bawah interaksi gravitasi bersama dan berasal dari suatu awan gas yang sama
yang menjadi tempat kelahirannya. Ada dua macam gugus bintang, yaitu gugus
komposisi kimia yang sama. Gugus bola dan gugus terbuka terdistribusi berbeda
di Galaksi. Bila gugus bola dengan bentuknya yang mendekati simetri bola
dengan keanggotaan yang lebih sedikit (ratusan hingga ribuan bintang) dan
umumnya terdiri atas bintang-bintang muda. Gugus terbuka memiliki bentuk yang
tidak simetris dan memiliki magnitudo yang terang (sekitar +10). Gugus terbuka
terdistribusi di bidang Galaksi dimana bidang Galaksi ini berada di dekat ekuator
langit pada waktu pengamatan berlangsung (Maret hingga Juni) sehingga akan
untuk gugus terbuka M6 dan M7. Hal ini disebabkan dalam pengamatannya
1
2
informasi yang pasti mengenai ukuran dan jarak kedua gugus tersebut. Gugus
teleskop (magnitudo sekitar +10). Selain itu juga kedua gugus ini berdekatan
(hanya selisih jarak 20) yang merupakan pasangan gugus terbuka yang terletak di
34049.
Apabila kita mengamati suatu gugus terbuka tidak terlepas dari bintang-
dengan bintang medan tidak bisa dibedakan secara kasat mata. Dibutuhkan
penelitian lebih lanjut dari pengamatan gugus itu sendiri maupun bintang medan
yang pertama kali di dapat dalam suatu pengamatan objek langit adalah
magnitudo instrumen. Objek akan diamati melalui pengambilan citra dalam tempo
tempat yang sesuai dengan keinginan pengamat)-nya yang lazim digunakan oleh
para astronom pemula/amatir. Namun jenis teleskop ini cenderung sulit digunakan
berlangsung seperti kolimasi teleskop dan drift alignment. Jika kedua hal tersebut
tidak dilakukan dengan sempurna maka data yang dihasilkan juga tidak layak
untuk dianalisis.
dalam penelitian ini adalah bagaimana magnitudo dan warna instrumen bintang-
bintang medan di sekitar gugus terbuka M6 dan M7?. Adapun rumusan masalah
baku katalog?
4
I.3 Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui magnitudo dan warna
magnitudo baku yang terdapat di dalam katalog serta mengetahui bentuk kurva
baku katalog.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan profil data hasil
I.6 Asumsi
ekstingsi dan titik nol yang sama. Kedua magnitudo tersebut menggambarkan
I.7 Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
dengan gugus bola (globular cluster) adalah bentuknya yang tidak simetris karena
ikatan gravitasi bersama yang tidak sekuat ikatan gravitasi di dalam gugus bola.
Semua bintang yang terdapat di dalam gugus, baik dalam gugus terbuka maupun
gugus bola, memiliki usia dan komposisi kimia yang relatif seragam karena
terbentuk dari awan gas yang sama. Yang membedakan hanyalah massa awal dari
merupakan gugus bintang dengan usia yang relatif muda dengan banyak bintang-
bintang terang di dalamnya. Berbeda dengan gugus bola (globular cluster), letak
gugus terbuka terkonsentrasi di bidang galaksi. Hal ini dikarenakan gugus terbuka
6
7
muda dengan komposisi kimia yang seragam, gugus ini tepat dijadikan sebagai
(Ptolemys Cluster).
Messier 6 atau biasa disingkat M6 merupakan salah satu gugus terbuka yang
terang yang terletak di bagian ekor rasi Scorpius. Gugus terbuka ini memiliki
nama lain NGC6405 dan dikenal pula dengan julukan The Butterfly Cluster
karena bentuk gugus terbuka ini menyerupai kupu-kupu. M6 adalah salah satu
objek terang di kawasan pusat galaksi Bima Sakti. Bintang-bintang anggota gugus
terbuka ini termasuk kedalam tipe kelas spektrum B dan A dengan 28 bintang di
rekta (Right Ascension bujur langit) 17h40m dan deklinasi (Declination lintang
langit) -32013. Beberapa parameter fisis dari gugus terbuka M6 sudah diketahui,
8
di antaranya jarak gugus, diameter gugus, dan juga usia gugus. Untuk jarak gugus
diperkirakan mencapai 460 pc atau sekitar 1500 tahun cahaya, diameter gugus
Messier 7 atau disingkat M7 juga merupakan salah satu gugus terbuka yang
terang yang terletak di rasi yang sama. Nama lain dari M7 adalah NGC6475 dan
dikenal pula sebagai Ptolemys Cluster. M7 terletak di dekat M6, sehingga bila
diamati menggunakan binokuler kedua gugus ini terlihat sebagai pasangan gugus
terbuka di rasi Scorpius. M7 terletak di koordinat langit asensio rekta 17h53m dan
deklinasi -34049. Gugus terbuka ini membentang seukuran sekitar 1,30, berada di
jarak sekitar 800 tahun cahaya, dan ditaksir berusia tidak kurang dari 220 juta
magnitudo +10, dengan bintang paling terang bermagnitudo 5,6 dengan kelas
spektrum B.
9
anggota gugus terbuka dalam satu frame citra. Jika dilihat dari sudut arah
belakang gugus atau lebih dekat jaraknya di depan gugus. Gugus terbuka memiliki
bentuk yang tidak simetris dan memiliki pola yang menyebar, sehingga sulit
II.4 Fotometri
energi foton. Dari sini, yang dimaksud dengan fotometri astronomi adalah
yang digunakan dalam penentuan kecerahan suatu bintang atau objek langit
lainnya. Ada dua metode yang dapat digunakan di dalam fotometri, yaitu
fotometri absolut (all sky photometry) dan fotometri diferensial. Secara umum,
Telescope
Photometric observation
Photometric detector
Data retrieval
Raw data
Gambar 2.5 Fotometri Astronomi (Malasan, H.L., 2003 dalam Tesis Aviyanti, 2006)
seperti bintang. Ada sejumlah tahapan yang harus ditempuh untuk memperoleh
nilai magnitudo baku suatu objek langit. Nilai magnitudo dapat diketahui melalui
persamaan dasar:
m1 q 2.5log F1 2.2)
magnitudo dengan fluks. Fluks objek langit yang diterima detektor di Bumi sudah
dipengaruhi oleh serapan atau ekstingsi materi antarbintang dan atmosfer Bumi.
Saat menghitung kecerahan dari sebuah objek langit, besaran yang dapat langsung
Fotometri absolut atau disebut juga dengan all sky photometry merupakan
salah satu metode dalam fotometri yang biasa digunakan di lokasi pengamatan
(Warner, 2006). Meskipun demikian, metode ini tetap bisa digunakan di lokasi
pengamatan yang tidak memiliki kondisi langit yang cukup bagus (terdapat sedikit
malam dengan kondisi langit yang ideal). Selain itu, dengan metode ini juga akan
Bintang target dan bintang pembanding harus terdapat di dalam satu medan
pandang dari suatu bingkai citra CCD. Karena bintang-bintang berada di dalam
13
satu bingkai yang sama, maka massa udara yang diperhitungkan pun akan
seragam.
Sistem fotometri UBV pertama kali ditemukan oleh H.L. Johnson dan W.W.
Morgan pada tahun 1950-an. Sistem fotometri ini mendefinisikan tiga filter
berpita lebar yang terdiri atas filter U (ultraviolet) dengan puncak panjang
gelombang di sekitar 3500 , filter B (blue) dengan puncak panjang
gelombang di sekitar 4400 , dan filter V (visual) dengan puncak panjang
gelombangnya disekitar 5500 (Henden dan Kaitchuck, 1982).
Sistem fotometri UBV Johnson diperluas dengan adanya tambahan dua filter
lain, yaitu filter R (red) dan I (infrared). Filter R berada pada panjang gelombang
berada di 9000 .
Citra yang digunakan dalam fotometri berbasis CCD merupakan citra yang
telah direduksi. Terdapat empat citra observasi yang harus diambil untuk
1. Citra bias (bias image), yaitu citra yang direkam pada tempo pencahayaan
nol detik
2. Citra dark (dark image), yaitu citra yang direkam pada tempo pencahayaan
3. Citra flat (flat image), yaitu citra yang direkam dengan menyinari CCD
4. Citra objek (raw image), yaitu citra objek target dalam tempo pencahayaan
tertentu
sekaligus berpresisi tinggi, terutama bila medan tidak terlalu rapat. Bagaimanapun
yang digunakan tidak representatif (badly sampled), yang ditandai dengan nilai
FWHM (Full Width at Half Maximum) kurang dari 3 piksel. Dalam hal medan
cukup rapat, metode lain yang dikenal sebagai metode Point Spread Function
(PSF) dapat digunakan. Metode PSF bertujuan untuk memperoleh fungsi profil
atau lingkaran digital dengan radius yang dapat diatur untuk mengukur magnitudo
suatu sumber cahaya titik. Cincin tersebut diletakkan sedemikian rupa sehingga
diusahakan dekat dengan bintang asal. Selisih intensitas dari pengukuran dengan
dua buah cincin digital di atas akan memberikan nilai intensitas bintangnya.
Dapat pula digunakan tiga buah cincin digital sekaligus dengan radius yang
cincin terluar untuk intensitas langit. Cincin yang terletak di tengah (cincin ke
dua), berperan sebagai pembatas wilayah untuk meyakinkan tidak adanya sinyal
dari objek yang akan mengotori estimasi sinyal langit atau sebaliknya.
kualitas langit malam yang disebut juga sebagai transparasi langit di lokasi
langit yang bagus. Untuk mengidentifikasi transparasi langit di suatu tempat pada
bintang-bintang yang biasa terlihat. Transparasi langit yang bagus akan membuat
baik membuat bintang-bintang yang biasanya terlihat terang menjadi redup, atau
bintang redup yang biasanya dapat diamati justru menjadi tidak dapat dilihat.
16
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transparasi langit, salah satu
Diagram Hertsprung Russel (yang selanjutkan akan disebut sebagai Diagram HR)
indeks warna B-V dan ordinatnya menyatakan magnitudo mutlak. Dalam bentuk
elektromagnetik dalam daerah cahaya tampak. Prinsip kerja dari instrumen ini
cahayanya, ada dua jenis teleskop optik yaitu teleskop refraktor dan teleskop
1. Focal ratio
f
focal ratio 2.4)
d
waktu yang lama dalam melakukan pemotretan objek langit, oleh karena
dengan focal ratio yang kecil (< 6) )membutuhkan integritas waktu yang
2. Skala bayangan
ditentukan oleh panjang fokus lensa atau cermin objektif teleskop yang
206265
skala bayangan 2.5)
f
18
1983).
3. Medan pandang
milimeter.
cerminan sistem koordinat langit yang diacu oleh teleskop yang bersangkutan,
dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu. Ada dua macam mounting teleskop,
1. Azimuthal mounting
dan azimut (azimuth). Teleskop dengan sistem sangga ini memiliki dua
19
sumbu yang saling tegak lurus, yaitu sumbu ketinggian (horisontal) dan
2. Equatorial mounting
langit dalam asensio rekta (right ascension, ekivalen dengan garis bujur
lintang). Pada sistem sangga ini, salah satu sumbu teleskop dibuat
bergerak bebas mengikuti gerak semu benda langit dari timur ke barat,
dan selatan.
Dengan sistem sangga ekuatorial ini, sekali suatu obyek langit seperti
mengoreksi gerak semu harian benda langit akibat rotasi Bumi. Jadi,
Kamera CCD (charge coupled device) merupakan sebuah chip yang tersusun
dari sejumlah MOS (metal oxide semiconductor) yang terbuat dari substrat
silikon yang membentuk satu rangkaian terintegrasi yang dapat menyimpan
elektron hasil efek fotolistrik pada sumur potensial yang dibentuk olah medan
listrik (Sterken dan Manfroid, 1992 dalam Tesis Aviyanti, 2006).
Konsep muatan terkopling (coupled) ini pertama kali digagas oleh Willard S.
Boyle dan George E. Smith dari Bell Laboratories pada tahun 1969. Pada
elektron yang akan digerakkan tersebut dapat terbentuk akibat interaksi foton
dengan substrat semikonduktor; suatu fenomena yang dikenal sebagai efek foto
listrik. Berangkat dari fakta ini terdapat kemungkinan menjadikan CCD sebagai
detektor cahaya.
Bagian terpenting dari suatu kamera CCD yaitu chip yang terdapat di dalam
kamera. Chip tersebut berukuran beberapa milimeter yang terdiri dari ribuan
piksel yang peka cahaya dan tersusun dalam array dua dimensi, di mana terdapat
curah hujan di suatu tempat (Janesick and Blouke, 1987 dalam Tesis Aviyanti,
2006). Prinsip kerja ini dikenal sebagai water bucket, di mana ember-ember
penampung yang tersusun rapi atas kolom dan baris menggambarkan piksel-piksel
(elemen gambar) pada array CCD. Air hujan yang tertempung menujukkan foton
yang terdeteksi oleh piksel. Prinsip kerja water bucket ini diilustrasikan dalam
gambar 2.5.
S N*
2.7)
N N* n pix ( N S ND N R2 )
yang diamati, npix menyatakan jumlah pixel yang terkena pancaran foton, NS
menyatakan jumlah foton per piksel dari langit latar, ND menyatakan jumlah
22
elektron dark current per piksel, serta NR2 merupakan jumlah elektron per piksel
dari derau yang terekam. S/N yang baik memiliki rasio sedikitnya 100.
dalam chip CCD. Persentase efisiensi kuantum ini berbeda dalam mendeteksi
berupa data digital, oleh karenanya diperlukan suatu perangkat lunak computer
untuk mengolah data digital tersebut. Perangkat lunak yang digunakan adalah
program Image Reduction and Analysis Facility (IRAF) yang didistribusikan oleh
perintah text.
Secara umum, pengolahan citra digital terdiri dari dua tahap, yaitu :
23
METODOLOGI PENELITIAN
Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung dengan posisi 6049 LS,
2010.
dari pusat gugus terbuka M6 (dalam tanda persegi panjang pada gambar 3.1) dan
80 dari pusat gugus terbuka M7 (dalam tanda persegi panjang pada gambar 3.2)
yang pada saat penelitian berlangsung (sekitar pukul 01.00 WIB pada bulan Juni)
pengambilan citra. Salah satu citra terbaik dari masing-masing filter akan dipilih
24
25
bintang dalam citra hasil pengamatan yang terukur dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak IRAF dari citra yang diperoleh dalam filter V. Sedangkan warna
26
2. Kamera CCD ST-8 XME, ukuran chip (13,8 mm x 9,2 mm), ukuran
3. Komputer
6. Due Cap
III.4.1 Teleskop
Gambar 3.5 Kamera CCD SBIG ST-8XME Gambar 3.6 Filter Bessel BVRI
http://www.sbig.com/sbwhtmls/online.htm http://www.sbig.com/sbwhtmls/online.htm
karakteristik dari kamera CCD ST-8XME serta sifat transmisi dari masing-masing
Berdasarkan grafik pada gambar 3.8 jelas terlihat bahwa CCD ST-8XME
akan memiliki efisiensi kuantum yang tinggi apabila cahaya yang masuk ke dalam
30
detektor CCD memiliki panjang gelombang sekitar 650 nm atau 6500 . Apabila
grafik tersebut dipadukan dengan grafik yang terdapat pada gambar 3.7 maka
dapat dilihat bahwa daerah kuantum efisiensi tertinggi berada di daerah filter R.
III.4.3 Mounting
Teori
Kolimasi Teleskop
Drift Alignment
Pengambilan Citra
Reduksi Citra
III.5.1 Teori
penelitian, dan teknik reduksi data dari berbagai sumber antara lain buku, jurnal,
Bosscha. Proses ini meliputi pengambilan citra bias sebanyak 5 buah, citra flat
dalam filter V dalam integritas waktu yang bervariasi, citra dark sebanyak 5 buah,
median count dari masing-masing citra flat. Adapun data integritas waktu
Gambar 3.11 Kurva linearitas integritas waktu pengambilan citra terhadap median count citra
Hasil dari uji in-situ ini diperoleh kurva linearitas antara integritas waktu
pengambilan citra terhadap median count citra. Hal ini berarti kinerja kamera
menghasilkan citra bintang yang bulat utuh. Untuk melakukan kolimasi teleskop
dibutuhkan objek terang. Bintang terang yang berada di dekat zenit adalah objek
yang sangat cocok untuk melakukan kolimasi teleskop, hal ini bertujuan untuk
pandang.
simetris
teleskop portable adalah melakukan drift alignment. Hal ini dilakukan untuk
menempatkan teleskop tepat pada sumbu polar atau disebut juga dengan teknik
pada bentuk citra objek titik (point source) yang agak lonjong manakala direkam
dengan integritas waktu yang cukup lama. Citra yang seperti ini tidak layak untuk
teleskop pada sumbu polar yang benar tergambarkan seperti gambar berikut.
azimut dan latitud. Garis biru menunjukkan koordinat langit yang benar
ekuator langit
4. Lihat bintang di eyepiece kemudian pelajari arah utara, selatan, timur, dan
timur-barat
5. Jika bintang bergeser ke arah utara di eyepiece, maka berarti arah sumbu
6. Jika bintang bergeser ke arah selatan di eyepiece, maka berarti arah sumbu
7. Atur arah azimut sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi pergeseran
2. Jika bintang bergeser ke arah utara, maka berarti sumbu polar terlalu
rendah
3. Jika bintang bergeser ke arah selatan, maka berarti sumbu polar terlalu
tinggi
4. Atur arah latitud sumbu polar teleskop sedemikian rupa sehingga tidak ada
Citra mentah yang diperoleh dari hasil pengamatan merupakan citra yang
adalah:
IRAF/DAOphot
paket IRAF ada dua jenis analisis fotometri yang dapat digunakan, antara lain
fotometri citra dari gugus bintang pada umumnya digunakan paket DAOPHOT,
hal ini dikarenakan citra gugus bintang merupakan citra yang crowded field.
39
yang dilibatkan.
I R A F
Image Reduction and Analysis Facility
PACKAGE = daophot
TASK = fitskypars
I R A F
Image Reduction and Analysis Facility
PACKAGE = daophot
TASK = findpars
I R A F
Image Reduction and Analysis Facility
PACKAGE = daophot
TASK = daofind
mengambil salah satu dari sepuluh citra yang diambil dengan masing-masing
instrumen yang setidaknya terukur dalam tiga filter. Untuk bintang-bintang medan
berikut ini.
44
45
memiliki nomor yang berbeda di setiap filter. Hal ini karena penomoran bintang
dalam koordinat citra objek. Oleh karena itu di masing-masing filter nomor urutan
46
ini berbeda-beda untuk setiap bintang yang sama. Seperti yang telah diketahui
Jika tabel 4.1 diperhatikan lebih lanjut, terlihat tertulis INDEF untuk
bintang nomor 1 di filter I. Hal ini berarti bintang tersebut tidak teridentifikasi
karena terletak di tepi citra sehingga tidak dapat dihitung dengan bukaan yang
Ukuran kualitas data yang dihasilkan dari sebuah kamera CCD dapat dilihat
dari S/N citra bintang yang diperoleh. Data citra bintang yang baik adalah data
dengan S/N lebih dari 100. Untuk mengetahui S/N dari sebuah data bintang
Gain adalah faktor koreksi keping CCD (dalam elektron per ADU- Analog Digital
Unit). Nilai Gain ini dapat diketahui dari kamera CCD yang digunakan. Berikut
No v S/N No v S/N
memiliki S/N lebih dari 100, meskipun ada pula beberapa data bintang yang
memiliki S/N kurang dari 100. Untuk data bintang yang memiliki S/N kurang dari
100 (angka yang dicetak tebal pada tabel 4.5 dan 4.6) akan dieliminasi untuk tidak
dianalisis. Secara teori S/N akan semakin besar apabila tempo pencahayaan dalam
pengambilan citra besar pula. Karena semua citra yang diamati memiliki tempo
pencahayaan yang sama dalam setiap filter maka akan dianalisis pengaruh S/N
300
250
200
S/N
150
100
50
0
17 16.5 16 15.5 15 14.5 14 13.5 13
v
700
600
500
400
S/N
300
200
100
0
17 16 15 14 13 12 11
v
singkat untuk mengambil suatu citra gugus terbuka, yakni hanya 10 detik. Padahal
menit. Penggunaan tempo pencahayaan yang singkat ini didasarkan pada hasil
eksperimen bahwa untuk tempo pencahayaan 1 menit diperoleh citra bintang yang
lonjong.
suatu sistem baku berupa sistem magnitudo standar. Magnitudo standar ini
titik nol, koefisien ekstingsi atmosfer, serta koefisien transformasi warna yang
Pada pengamatan gugus bintang kali ini tidak disertai pengamatan bintang
chart bintang yang terdapat dalam perangkat lunak Cartes Du Ciel. Kesesuaian
bintang-bintang hasil pengamatan yang terdapat di dalam chart dapat terlihat dari
No V V verr
12 13,709 9,62 0,007
57 14,689 10,82 0,013
22 15,517 11,31 0,024
78 14,047 10 0,009
30 16,165 11,74 0,042
48 16,702 11,84 0,065
33 15,46 11,26 0,023
59 14,429 10,45 0,011
7 14,76 10,67 0,014
37 14,943 10,27 0,01
66 13,85 9,8 0,008
73 14,537 10,56 0,012
69 14,943 10,98 0,016
24 15,603 11,37 0,026
56 14,163 10,08 0,009
52
No V V verr
40 12,033 7,9 0,003
85 12,855 8,77 0,004
81 13,885 10,03 0,008
25 13,831 9,65 0,008
56 14,374 10,37 0,011
108 15,643 11,47 0,026
122 14,508 10,5 0,012
134 16,385 12,33 0,051
97 16,624 11,48 0,059
102 12,301 8,2 0,003
104 14,906 11,01 0,015
34 14,816 10,72 0,014
33 14,192 9,91 0,01
45 13,642 9,51 0,007
86 14,331 10,18 0,01
88 15,554 10,76 0,024
dapat dilihat dari kurva linearitas magnitudo instrumen terhadap magnitudo baku
13
13.5
14
v
14.5
15
15.5
16
16.5
17
12 11.5 11 10.5 10 9.5 9
V
magnitudo standar. Dari grafik tersebut terdapat dua data (bintang nomor 30 dan
48 pada citra V M6) yang melenceng dari kelinearan garis. Hal ini dikarenakan
kedua data tersebut memiliki S/N yang rendah. Ketidakberkualitasan data citra
bintang tersebut tergambar dari surface bintang dan radius profile sebagai berikut.
Gambar 4.6 dan gambar 4.7 di atas merupakan surface dan radius profile
bintang nomor 30. S/N yang rendah mengakibatkan citra bintang terlihat seperti
gambar 4.2, surface bintang yang terlihat seperti gambar tersebut menunjukkan
count bintang rendah. Count bintang yang rendah ini juga dibuktikan dengan
radius profile (gambar 4.7 ). Dari gambar tersebut terlihat count bintang yang
tidak jauh lebih tinggi dari count langit. Data seperti ini tidak layak untuk
dianalisis. Oleh sebab itulah dua data pada grafik gambar 4.5 tidak akan
dipergunakan.
Untuk data bintang yang layak untuk dianalisis tergambar dalam surface dan
Gambar 4.8 dan gambar 4.9 di atas menunjukkan surface dan radius profile
bintang no 102 pada citra V M7. S/N yang baik mengakibatkan surface data
bintang terlihat seperti gambar 4.8, profil bintang yang terlihat seperti gambar
56
tersebut menunjukkan count bintang yang tinggi. Count bintang yang tinggi ini
ditunjukkan oleh penampakkan radius profil seperti gambar 4.9. Dari gambar
tersebut count bintang dengan count langit terlihat perbedaan yang cukup tinggi.
16,0
15,5
15,0
v
14,5
14,0
13,5
9,4 9,6 9,8 10,0 10,2 10,4 10,6 10,8 11,0 11,2 11,4 11,6
V
Linear Regression for Data1_B:
Y = A + B * X
R SD N P
------------------------------------------------------------
0,98711 0,10431 13 <0.0001
------------------------------------------------------------
Gambar 4.10 Garis linear kurva data magnitudo bintang-bintang medan di sekitar M6
57
y 1,058x 3, 453 ,
atau dengan kata lain kurva tersebut melenceng sebesar 6,60. Secara teoritis kurva
kemiringan sudut sebesar 450 karena keduanya memiliki nilai yang sebanding.
12
12.5
13
13.5
14
14.5
v
15
15.5
16
16.5
17
13 12 11 10 9 8 7
V
gugus terbuka M7 yang membentuk kurva linear. Dari grafik tersebut terdapat dua
data yang memiliki S/N yang rendah ( bintang nomor 134 dan 97 pada citra V
M7). Sehingga kedua data tersebut tidak dilibatkan kedalam perhitungan dalam
16,0
15,5
15,0
14,5
14,0
v
13,5
13,0
12,5
12,0
11,5
7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0 11,5 12,0
R SD N P
------------------------------------------------------------
0,97928 0,22887 14 <0.0001
------------------------------------------------------------
Gambar 4.12 Garis linear kurva data bintang-bintang medan di sekitar M7
y 1,019x 3,946 ,
45,50 atau dengan kata lain kurva tersebut menyimpang sebesar 0,50. Secara
teoritis kurva yang dibentuk antara magnitudo instrumen dengan magnitudo baku
membentuk kemiringan sudut sebesar 450 karena keduanya memiliki nilai yang
sebanding. Jika dilihat kembali ada satu data yang melenceng dari kelinearan
kurva. Data tersebut sebenarnya memiliki S/N yang baik sebesar 119. Diduga hal
halnya magnitudo standar, warna standar pun dijadikan sebagai sistem baku
Tabel 4.7 Warna instrumen dengan warna baku bintang-bintang medan di sekitar M6
Tabel 4.8 Warna instrumen dengan warna baku bintang-bintang medan di sekitar M7
2,0
1,8
1,6
1,4
b-v
1,2
1,0
0,8
B-V
61
R SD N P
------------------------------------------------------------
0,7658 0,20797 12 0,00369
------------------------------------------------------------
Gambar 4.13 Garis linear kurva data warna bintang-bintang medan di sekitar M6
y 0,537 x 0,879 ,
Artinya kemiringan kurva tersebut menyimpang cukup besar dari nilai yang
seharusnya yaitu 450. Selain itu dalam grafik tersebut terdapat beberapa data yang
menyimpang jauh tersebut merupakan data warna instrumen dan warna baku yang
memiliki nilai yang relatif tinggi dibandingkan data lainnya. Hal ini dikarenakan
besar. Presisi ini dapat kita lihat pada tabel 4.7 dimana dari tabel tersebut nilai
error magnitudo yang terukur di filter B berkisar antara 0,03 hingga 0,06.
2,0
1,8
1,6
1,4
b-v
1,2
1,0
0,8
0,6
-0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4
B-V
R SD N P
------------------------------------------------------------
0,90606 0,17417 14 <0.0001
------------------------------------------------------------
Gambar 4.14 Garis linear kurva data warna bintang-bintang medan di sekitar M7
y 0,659x 0,777 ,
Artinya kemiringan kurva tersebut menyimpang cukup besar dari nilai yang
seharusnya yaitu 450. Seperti halnya kurva linear data warna bintang-bintang
63
medan di sekitar M6, dalam kurva linear data warna bintang-bintang medan di
sekitar M7 pun terdapat beberapa data yang menyimpang jauh dari garis
instrumen dan warna baku yang memiliki nilai yang relatif tinggi dibandingkan
memiliki presisi data yang cukup besar. Presisi ini dapat kita lihat pada tabel 4.8
dimana dari tabel tersebut nilai error magnitudo yang terukur di filter B berkisar
adalah magnitudo instrumen yang terukur dalam filer B dan V serta terdapat di
Tabel 4.9 Kelas spektrum bintang- Tabel 4.10 Kelas spektrum bintang-
bintang medan di sekitar M6 bintang medan di sekitar M7
12 0,26 A 40 0,22 A
57 0,26 A 85 0,01 A
22 0,39 F 81 0,02 A
78 0,07 A 25 1,33 K
59 0,29 F 56 0 A
69 0,48 F 34 1,12 K
24 0,23 A 33 0,44 F
56 1,16 K 45 0,06 A
86 1,36 K
88 1,11 K
65
HR dalam bentuk asli, karena pada sumbu ordinatnya yang digunakan adalah
V.1 Kesimpulan
V.2. Saran
pengamatan bintang standar. Akan lebih baik pula apabila disertai perhitungan
66
DAFTAR PUSTAKA
Februari 2010]
Aviyanti, Lina. (2006). Uji In-Situ dan Kinerja Astronomi Sistem Fotometri
Kamera CCD ST-237 Advance. Tesis Magister pada FMIPA ITB : Institut
Teknologi Bandung.
Henden, A.A., Kaitchuck, R.H. (1982). Astronomical Photometry. Van New York
: Nostrand Reinhold.
Irfan, M, et al. (2003). Reduksi dan Analisis Data CCD ST-6B. Bandung : Institut
Teknologi Bandung.
Mathis, Hillary dan Sharp, N.A. The Messier Catalog : Open Star Clusters.
Springer.
67
LAMPIRAN
68
69
LAMPIRAN A
Jurnal Pengamatan
LAMPIRAN B
Instrumen Penelitian
LAMPIRAN C
Filter B
Filter V
72
Filter R
Filter I
73
Filter B
Filter V
74
Filter R
Filter I
75
LAMPIRAN D
Filter B
Filter V
76
Filer R
Filter I
77
Filter B
Filter V
78
Filter R
Filter I
79
LAMPIRAN E