Tujuan
Menetukan kecepatan cahaya di udara
B. Dasar Teori
Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata
dengan panjang gelombang sekitar 380750 nm. Pada bidang fisika, cahaya adalah
radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombangkasat mata maupun yang
tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang disebut foton. Kedua definisi
tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut
"dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian
dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya
dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern.
Pada tahun 1638, Galileo Galilei berusaha untuk mengukur laju cahaya dari
waktu tunda antara sebuah cahaya lentera dengan persepsi dari jarak cukup jauh. Pada
tahun 1676, sebuah percobaan awal untuk mengukur laju cahaya dilakukan oleh Ole
Christensen Rmer, seorang ahli fisika Denmark dan anggota grup astronomi dari
French Royal Academy of Sciences. Dengan menggunakan teleskop, Ole Christensen
Rmer mengamati gerakan planet Jupiter dan salah satu bulan satelitnya, bernama
Io.[6][7] Dengan menghitung pergeseran periode orbit Io, Rmer memperkirakan jarak
tempuh cahaya pada diameter orbit bumi sekitar 22 menit.[8] Jika pada saat itu Rmer
mengetahui angka diameter orbit bumi, perhitungan laju cahaya yang dibuatnya akan
mendapatkan angka 227106 meter/detik. Dengan data Rmer ini, Christiaan Huygens
mendapatkan estimasi kecepatan cahaya pada sekitar 220106 meter/detik.
Penemuan awal penemuan grup ini diumumkan oleh Giovanni Domenico Cassini
pada tahun 1675, periode Io, bulan satelit planet Jupiter dengan orbit terpendek,
nampak lebih pendek pada saat Bumi bergerak mendekati Jupiter daripada pada saat
menjauhinya. Rmer mengatakan hal ini terjadi karena cahaya bergerak pada kecepatan
yang konstan.
Pada tahun 1849, pengukuran laju cahaya, yang lebih akurat, dilakukan di Eropa
oleh Hippolyte Fizeau. Fizeau menggunakan roda sprocket yang berputar untuk
meneruskan cahaya dari sumbernya ke sebuah cermin yang diletakkan sejauh beberapa
kilometer. Pada kecepatan rotasi tertentu, cahaya sumber akan melalui sebuah kisi,
menempuh jarak menuju cermin, memantul kembali dan tiba pada kisi berikutnya.
Dengan mengetahui jarak cermin, jumlah kisi, kecepatan putar roda, Fizeau
mendapatkan kalkulasi laju cahaya pada 313106 meter/detik.
Albert Abraham Michelson melakukan percobaan-percobaan dari tahun 1877
hingga tahun 1926 untuk menyempurnakan metode yang digunakan Foucault dengan
penggunaan cermin rotasi untuk mengukur waktu yang dibutuhkan cahaya pada 2 x
jarak tempuh antara Gunung Wilson dan Gunung San Antonio, di California. Hasil
pengukuran menunjukkan 299.796.000 meter/detik. Pengukuran laju cahaya secara
tidak langsung, yang dilakukan pada tahun itu prinsipnya mengikuti persamaan:
, bila berkas
cahaya itu masuk ke dalam medium lain, maka cepat rambatnya bergantung pada
indeks bias mediumnya. Pada percobaan pengukuran kecepatan cahaya menggunakan
sinar laser, berkas sinar laser yang berasal dari emitter diarahkan ke cermin pemantul
dengan panjang lintasan
L2
OSILOSKOP
EMITTER
L1
Sinyal ketika berkas laser dipancarkan akan dideteksi oleh osiloskop melalui
input 1 dan sinyal yang ditangkap oleh detector (receiver) akan dideteksi oleh
osiloskop melalui input 2. Gambar yang akan ditampilkan osiloskop akan seperti
berikut:
t2 t1
, karena pada praktikum
T2 T1
ini menggunakan laser dan salah satu sifat laser adalah monokromatis maka laser
yang keluar dari emitter dan laser yang diterima oleh receiver itu sama dalam arti
memiliki panjang gelombang yang sama sehingga periodanya pun sama juga (T2 = T1
= T) sebab v =
.
T
Jadi =
1
t2 t1 , sehingga beda fase yang dimaksud disini adalah
T
.T = t2 t1 karena bila tidak seperti itu maka beda fase yang tanpa memiliki satuan
akan salah pengertiannya sebab pada percobaan ini beda fasenya itu memiliki satuan
yaitu dalam nanosekon.
Dengan mengetahui jarak lintasan sinar laser dan waktu tempuhnya maka akan
dapat ditentukan kecepatan sinar laser tersebut.
Laju cahaya di dalam medium seperti misalnya kaca, air atau udara ditentukan
oleh indeks bias n, yang didefinisikan sebagai permbandingan laju cahaya dalam
ruang hampa c terhadap laju tersebut dalam mendium v:
Jumlah
1.
Transmiter
2.
Receiver
3.
4.
Power Supply
5.
Penggaris
6.
Cermin Pemantul
7.
Kabel Konektor
D. Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Menyusun dan merangkai alat percobaan seperti sketsa
RECEIVER
OSILOSKOP
EMITTER
E. Data Praktikum
No
(mm)
(mm)
(ns)
1.
698
804
4,8
2.
781
874
5,2
3.
782
890
5,4
4.
791
890
5,6
5.
803
901
5,8
6.
813
909
6,0
7.
822
917
6,0
8.
872
936
6,2
9.
909
978
6,4
10.
954
1011
6.6
F. Pengolahan Data
No.
L1 (m)
L2 (m)
L1 + L2 (m)
t (ns)
t (s)
1.
0.698
0.804
1.502
4.8
4.8E-09
2.
0.781
0.874
1.655
5.2
5.2E-09
3.
0.782
0.89
1.672
5.4
5.4E-09
4.
0.791
0.89
1.681
5.6
5.6E-09
5.
0.803
0.901
1.704
5.8
5.8E-09
6.
0.813
0.909
1.722
6E-09
7.
0.822
0.917
1.739
6E-09
8.
0.872
0.936
1.808
6.2
6.2E-09
9.
0.909
0.978
1.887
6.4
6.4E-09
10.
0.954
1.011
1.965
6.6
6.6E-09
l1 l 2
, sehingga diperoleh :
t
No.
L1 + L2 (m)
t x 10-9 (s)
v (x 108 m/s)
v v 108 m / s
v v 1016 m / s
1.502
4.8
3.129166667
0.133362
0.017785
1.655
5.2
3.182692308
1.062383
1.128658
1.672
5.4
3.096296296
1.033544
1.068214
1.681
5.6
3.001785714
1.001997
1.003997
1.704
5.8
2.937931034
0.980682
0.961737
1.722
2.87
0.958006
0.917776
1.739
2.898333333
0.967464
0.935987
1.808
6.2
2.916129032
0.973404
0.947516
1.887
6.4
2.9484375
0.984189
0.968628
10
1.965
6.6
2.977272727
0.993814
0.987666
29.95804461
8.937964509
Didapat :
0,315136029
sehingga :
v = ( 2,99 0,315 ) 108 m/s.
-
% kesalahan presisi
% kesalahan akurasi =
0.07 %
x L1 L2
t
t
x = v sin
y = v cos
Dari grafik tersebut diketahui bahwa : tan
x L1 L2
t
t
Dengan :
L1 : jarak antara emitter dengan cermin (m)
L2 : jarak antara receiver dengan cermin (m)
t
: beda fase antara cahaya yang keluar dari emitter dengan cahaya yang
Dari pengolahan data menggunakan Origin ProTM 6.0, didapatkan persamaan garis
linier :
). Sumbu x di dalam
persamaan tersebut adalah selang waktu (t). Sehingga kecepatan cahaya di udara hasil
percobaan adalah kemiringan garis dari persamaan garis linier di atas.
ketidakpastiannya :
Sehingga :
- % kesalahan akurasi =
26.18 %
G. Analisis
Pengolahan pada percobaan ini adalah dengan perhitungan menggunakan
persamaan pada gerak lurus beraturan (GLB) yaitu
yang cukup signifikan dari hasil pengolahan data antara kecepatan cahaya hasil
percobaan dengan kecepatan cahaya dalam medium udara di literatur. Hal tersebut
dikatakan signifikan karena dari hasil yang diperoleh diperhitungkan cukup besar jadi
bila terdapat perbedaan atau selisih sedikit saja maka perbedaannya akan cukup besar.
Berikut adalah hal-hal yang dapat menyebabkan perbedaan antara hasil pengolahan
data dengan literatur:
1. Cahaya pantulan dari cermin tidak tepat terdeteksi oleh receiver karena posisi
antara cermin dan receiver yang kurang tepat sehingga dapat membuat gelombang
yang ditampilkan oleh osiloskop menjadi buram dan sulit atau tidak tepat dalam
pentuan beda fase gelombang.
2. Pengukuran jarak tempuh cahaya yang kurang tepat. Hal ini dapat dikarenakan
acuan yang digunakan setiap kali pengambilan data tidak sesuai dengan
sebelumnya (tidak konsisten). Jarak yang diukur adalah jarak dari emitter ke
cermin dan dari cermin ke receiver. Kesalah dalam penentuan acuan pengukuran
ini pun dapat mempengaruhi besar kecepatan cahaya hasil perhitungan.
3. Gelombang yang ditangkap oleh osiloskop tidak jelas (berbayang) sehingga untuk
penetuan puncak gelombang lebih sulit dan ada kemungkinan paralaks.
4. Angin kencang yang berhembus dalam ruangan laboratorium juga mempengaruhi
berubah dan bergesernya posisi cahaya yang dipantulkan dari emitter ke receiver.
Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan bahwa besar kecepatan cahaya
yang mendekati literatur adalah hasil dari pengolahan statistik yaitu
N .m2
A2
0 0
dengan 0 : permeabilitas
) sehingga
0.07 %
Penyebab perbedaan antara hasil percobaan dengan literatur kecepatan cahaya di
ruang vakum, sama seperti pada literatur di medium udara, namun penyebab lainnya
adalah karena indeks bias udara lebih besar, maka jelas cahaya akan merambat lebih
rambat di udara daripada di ruang vakum.
H. Kesimpulan
I. Daftar Pustaka
Tipler, Paul A. 2001. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta :
Erlangga.
Halliday, David.1997.Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga.Jakarta:Erlangga.
(2013). Cahaya. [Online]. Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Cahaya. [29 April
2013]
J. Lampiran