- Obyek Pengamatan
- Alat Pengamatan
- Pengamat ( orang yang mengamati)
- Data pengamatan
Obyek Pengamatan :
Perlu dicermati gejala apa yang muncul dari obyek, sehingga gejala tersebut dapat
diamati / diukur dengan baik. ( observable ).
Alat Pengamatan :
Pengamat ( Eksperimentator ) :
Perlu memiliki sikap yang menjadi nalurinya ( Comonsense ) benar dan sehat, dan
dalam pelaksanaannya perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Apabila hal tersebut tidak / belum jalan dengan baik, maka sebagai
eksperimentator harus melakukan peninjauan kembali ( cek ) apakah set-up
ada yang salah. Melakukan langkah-langkah selanjutnya agar input, proses,
output berjalan sesuai harapan ( berkelakuan sesuai fungsi fisis yang
diharapkan ). Hal ini diperlukan kemampuan instrumentasi dari
eksperimentator.
e. Melakukan analisa data / hasil yang sifatnya pemula; tidak perlu menunggu
seluruh data terkumpul sehingga secara dini dapat terdeteksi adanya
kekurangan-kekurangan yang muncul. Bila hal ini terjadi maka kita dapat
melakukan perbaikan langsung, tanpa men-set-up alat baru.
f. Syarat mutlak sebagai seorang pengamat adalah : bersikap jujur terhadap
data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan ( sebelum dianalisa lebih
lanjut ).
g. Merancang dan men-desain system yang lebih lengkap dan akurat dengan
berkonsultasi kepada yang ahli-ahli yang terkait, seperti Bengkel, teknisi
laboratorium, dan yang lainnya.
h. Menguasai kaidah-kaidah analisa data; grafik; dsb. Sehingga sebagai peneliti
akan cermat dan teliti dalam mengolah data yang diperoleh. Akhirnya
menghasilkan nilai yang berketepatan tinggi dan validitasnya bisa
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Misal : Ada seseorang yang pergi ke bengkel untuk memperbaiki motor/mobil nya,
orang tersebut tidak mengerti apa yang rusak ( tidak beres ) atas motor/mobilnya.
Setelah sampai di Bengkel ditanya sama teknisi bengkel apa yang rusak ? si pemilik
motor/mobil tidak dapat menjelaskan; akhirnya teknisi bengkel tersebut
menyalakan mesin motor/mobil tersebut dan mendengarkan suara mesin, tanpa
membuka cap mesin mobil, selanjutnya teknisi langsung dapat memberi
keterangan kepada pemilik mobil bahwa kelainan mobil berada pada bagin tertentu.
Sikap seorang teknisi bengkel yang seperti itu menunjukkan bahwa dia sudah
mempunyai common sense yang tinggi terhadap mesin mobil/motor tersebut.
Sehingga ketika akan melakukan perbaikan cukup tertuju pada bagian yang dia
duga kuat ada kelainan (penyebab kelainan)., sehingga proses perbaikan menjadi
efisien dan akurat.
Kedua : adanya obyek yang akan diukur; keadaan obyek pengukuran juga
akan mempengaruhi hasil pengukuran. Apakah obyek dalam kondisi
sempurna atau kurang sempurna untuk diamati?
Ketiga : adanya Alat ; yang akan digunakan untuk mengukur keadaan obyek;
apakah alat dalam kondisi baik, memiliki ketelitian tinggi atau tidak cukup
teliti (misalnya dapat dilihat dari keadaan skala alat tsb.); hal ini sangat
berpengaruh terhadap hasil pengukuran.
Hasil pengukuran pasti akan selalu muncul ralat-pengukuran dan hal ini tidak
akan dapat dihilangkan, namun pengaruhnya dapat diperkecil dengan
mengupayakan kesempurnaan kelima faktor yang disebutkan diatas yaitu :
pengamat; obyek; alat; metode; dan faktor lingkungan.
Dari tabel diatas, menunjukkan bahwa faktor alat akan menyebabkan hasil
yang berbeda-beda. Hal ini karena alat satu dengan lainnya mempunyai tingkat
ketelitian berbeda, lantas berapa hasil yang benar (tepat) ?!!!, apakah akan bisa
tercapai ? bagaimana kalau digunakan alat lain yang lebih teliti ? Kalau kita
berusaha menjawabnya pasti akan mengatakan bahwa hasil pengamatan dengan
alat hasilnya relative dengan alat yang digunakan.
Ralat Rambang :
Jenis ralat ini merupakan flutuasi pengukuran akibat adanya pengaruh alamiah
misalnya :
1. Adanya gerak Brown melekul-molekul udara yang senantiasa bergerak
dan sifatnya tidak teratur, keadaan ini menyebabkan adanya getaran
jarum penunjuk karena adanya tumbukan molekul-molekul tersebut.
2. Fluktuasi pada tegangan listrik baik PLN maupun ACCU, secara alamiah
ada perubahan yang sifatnya rambang dan secara cepat.
3. Landasan alat yang bergetar, akibat getaran gelombang samudra,
aktivitas gunung berapi yang aktif; kesibukan lalu lintas, dsb.
4. Bising, pada alat elektronik yang berfrekuensi getar, juga karena suhu
yang cukup panas.
5. Radiasi latar, beruparadiasi cosmos dari angkasa lua ang akan
mengganggu alat-alat pencacah elektronik.
Untuk mengatasi adanya ralat yang bersumber dari keadaan alamiah tersebut,
dilakukan pengukuran ber-ulang; semakin banyak pengulangan akan semakin
mendapatkan nilai yang mendekati benar.
SOAL-SOAL LATIHAN :
1
5 mm. Berapakah nilai antara dua gores terdekat skala nonius itu? Ada
3. Jarak terdekat antara 2 gores skala jangka sorong adalah 1 mm. Berapakah
ketidakpastian mutlak setiap pengukuran dengan alat ini?
4. Termometer (pembagian skala sampai 0,5 C saja) dipakai mengukur titik
didih air (pada 1 atmosfer). Berapakah ketidakpastian mutlak pada
pengukuran ini? Dan ketidakpastian relatifnya? Berapakah ketelitian yang
tercapai dalam pengukuran ini?
5. Stopwatch memiliki pembagian skala sampai 0,2 detik. Tentukanlah selang
waktu yang dapat diukur dengan ketelitian 5%; 1%.
6. Diameter pipa (lebih kurang 20 mm) harus diukur dengan ketelitian 1%.
Dapatkah dipakai mistar biasa? Jangka sorong? Jelaskan.
7. Suatu meter ampere mempunyai skala 0-5 A dengan pembagian skala
sampai 0,1 A. Berapakah ketelitian yang dicapai apabila alat dipakai pada
skala penuh? Dan pada pertengahan skala?
8. Pada suatu saat barometer menunjukkan tepat 1 atmosfer. Berapakah
ketelitian pembacaan itu kalau nilai terkecil skalanya 1mm?
Dalam ilmu pengukuran, hasil yang baik dapat dicapai apabila pegukuran
dilakukan berulang-ulang namun tetap memberikan nilai ukur yang konsisten. Hal
ini kadang-kadang sulit dicapai dalam praktek pengukuran yang riil, karena ketidak
sempurnaan obyek maupun kendala alat, dan lainnya sehingga kadang pada kasus
tertentu kita tidak dapat melakukan pengukuran berulang.
Khusus pada pengukuran yang hanya dapat dilakukan sekali (tidak bisa
diulang) atau data tunggal, nilai ralat pengukuran boleh ditaksir(diperkirakan) oleh
pengamat, dengan mempertimbangkan keadaan skala alat yang digunakan. Kita
sadar bahwa nilai taksiran sangat subyektif terhadap siapa yang menaksir, namun
harus di-ingat bahwa pengamat yang boleh memberikan taksiran mempunyai
beberapa persyaratan yang terkait dengan kepakaran pada ilmu tentang
pengukuran, paling tidak harus mempunyai common senseyang tinggi dalam
pengukuran.
Upaya pembacaan skala yang ada pada alat ukur agar memperoleh nilai
yang lebih teliti, digunakan tambahan skala-nonius. Adapun fungsi skala-nonius
sebagai pembagi skala terkecil alat menjadi bagian yang lebih kecil yang masih
dapat diamati dengan baik.
Pada alat yang ada skala-nonius, berarti jarak skala terkecil alat yang dapat
diamati berupa skala-noniusnya. Jadi pengertian ralat penaksiran juga berdasar dari
kondisi skala-noniusnya.
Dalam hal pengukuran tunggal maka nilai benar (terbaik) adalah hasil ukur
tunggal, dan ralatnya adalah merupakan hasil taksiran pengamat yang tentunya
ada unsure subyektifitas pengamat, namun hal ini tidak perlu dikawatirkan karena
pengamat yang sudah memiliki pengalaman panjang dengan peralatannya akan
tepat dalam penaksirannya, jadi tidak sembarang pengamat boleh menaksir kondisi
alat yang digunakan.
Dalam hal ini, secara teori sudah dapat menggunakan kaidah statistic dengan
rumusan deviasi (Sx); secara lengkap rumus-rumus deviasi akan dibahas pada sub-
bab berikutnya. Namun secara praktek jumlah pengulangan yang terlalu sedikit
akan menyebabkan nilai ralat yang cukup besar, sehingga terkadang berapa jumlah
yang harus dilakukan pengulangan tergantung keputusan pengamat ( ada yang
cukup dengan 5 kali, 7 kali, 9 kali , dsb. ) namun tetap memperhatikan keadaan
obyek pengamatan.
X = x X
x = NILAI TERBAIK ( RATA-RATA )
Nilai ralat pengukuran (X) dengan jumlah data ( N ) yang sudah memenuhi
kaidah statistic, dapat didekati dengan nilai deviasi pada ilmu statistic. Telah
dijabarkan dengan lengkap pada analisa statistic yang memberikan hasil banyaknya
model deviasi pada analisa data diantaranya :
i = [ X i x ]
i [ X i x ]
= N = N
;nilai ini harus dimutlakkan agar memperoleh nilai positif, karena nilai ralat
harus bernilai positif.
3. Nilai varian (
Didefinisikan sebagai :
2
=
2i [ X i Xo]
=
N N
4. Nilai deviasi baku atau simpangan baku atau terkenal dengan sebutan
deviasi standar semesta ( )
Didefinisikan sebagai :
= =
[ X i Xo]
N
dengan X0 sebagai nilai benar ( hal ini sulit didapatkan )
Semua definisi di atas dapat digunakan sebagai nilai ralat pengukuran, tergantung
kasus yang dihadapi pada analisa datanya ( ber-ragam model data yang akan
dianalisa ); deviasi yang mana yang dirasa sesuai dengan model analisa yang
digunakan oleh pengamat.
Yang biasa digunakan oleh para pengamat adalah deviasi yang berupa
deviasi standar universal (), artinya jumlah data harus tak berhingga; dan hal ini
tidak mungkin dicapai dalam eksperimen riil., dan nilai benar (X 0) juga mustahil
diperoleh. Dengan kajian teori statistic lanjut, dapat dihasilkan persamaan yang
memenuhi untuk data dengan jumlah tertentu ( N kali ), dengan nilai benar (X 0)
didekati dengan nilai rata-rata dari jumlah data pengamatan yaitu ( x );
menghasilkan nilai deviasi standar-( Sn ) dan deviasi standar-( Sn-1 ) ditulis
sebagai :
Sn =
[ X i X ]
N
Sn-1 =
[ X i X ] ; dengan : x = nilai rata-rata jumlah pengukuran;
N 1
dengan rumusan :
N
RUMUS (1) : Sn =
[ X i X ]
N
Pengolahan data yang seperti contoh table diatas, memerlukan analisa yang
bertingkat, yaitu perlu dihitung lagi sebaran nilai rata-rata ( x ) dan akan
rumusan :
2
S N 1 [ X i x ] 0,26655
S x = = = = 0,084
N N (N1) 10
Rumusan model ralat yang terakhir ini yang akan menghasilkan nilai ralat paling
kecil; namun diperlukan data yang bertingkat seperti contoh diatas ( 8 x 10 ) data.
Sn =
[ X i X ] = 0,2059
N
Xi
2
Sn-1 =
[ X i X ] = 0,2170 x = i =1 = 11,96
N 1 N
VAR]-1( X )=
8. Tampilkan nilai ralat (Sn) AC-SHIFT-[S-VAR]-2(
S n )=
SOAL-SOAL LATIHAN :
BAB III
METODE PERAMBATAN RALAT
Pada pembahasan bab yang lalu ,kita telah meyakini bahwa setiap
pengukuran selalu menghasilkan nilai yang mengandung ralat; kita telah mengenal
jenis dan sumber-sumber yang menyebabkan timbulnya ralat; juga telah
mengetahui bagaimana cara menentukan nilai ralat dengan berbagai model
pengukuran yang dilakukan. Yang telah kita bicarakan di depan , semuanya
menyangkut persoalan besaran obyek yang dapat diamati ( diukur ) secara
langsung.
Besaran panjang tali bandul ( L ) dapat diukur langsung dengan alat ukur panjang,
( T ) besaran waktu periode ayunan yang dapat diukur langsung dengan alat ukur
waktu, tetapi kita tidak dapat langsung mengukur besaran ( g) karena tidak ada alat
ukurnya. Dengan demikian untuk menentukan besaran ( g ) melalui pengukuran
besaran ( L ) dan ( T ); dengan kata lain penentuan ( g) melalui perambatan dari
besaran yang terukur langsung. Proses analisa semacam ini dinamakan proses
perambatan.
Nilai ralatnya juga melalui proses perambatan ralat , yaitu dihitung dengan
merambatkan nilai ralat dari masing-masing besaran yang terukur secara langsung
dengan alat ukur. Dalam contoh kasus kita diatas, nilai ralat ( g ) dirambatkan
terhadap nilai ralat ( L ) dan nilai ralat ( T ).
g = f ( L, T ) ; f = fungsi
Bagaimana cara perambatan dilakukan, dan seperti apa pengaruh dari keterkaitan (
korelasi ) antar variable dalam kontribusi ralat perambatannya, hal ini akan
diuraikan pada bab berikut.
x= x x ; y = y y
z= z z ; dan t = t t
V= v V ; dan v = f( x , y , z , t )
Bila ralat besaran ( V ) yaitu (V) didekati dengan nilai deviasi standar ( S V );
didapat penyelesaian sebagai berikut :
SV = |Vx | ; dengan (
V
x ) merupakan deferensial parsial dari V = f
(x,y,z,t)
(
2 2
V V
SV = x )(
. Sx +
y
. S y +2
V
x ) ( )( Vy ) xy Sx Sy
Dengan : xy = faktor korelasi antara besaran (x) dan (y), yang dirumuskan
sebagai;
N
1
xy = ( N 1 ) S x S y xi yi
1
nilai faktor korelasi ( yang sering disebut sebagai faktor kegayutan dalam
perambatan ralatnya ) akan berkisar antara : nol ( 0 ) dan ( 1 ) yang
mengandung pengertian sbb.:
xy
Faktor korelasi : ( =0)
Berarti antara variable x dan y tidak saling ber-korelasi dengan kata lain
pengaruhnya terhadap ralat besaran V tidak ada ke-gayutan ( tak gayut /
saling bebas ). Hal ini akan memberikan penyelesaian rumus
perambatannya :
(
2 2
V V
SV = x )(
. Sx + .S
y y )
xy
Faktor korelasi : ( = 1 )
SV = |Vx |S +|Vy |S
x y
(
2 2 2 2
V V y V
SV = x
. Sx +
y )(
.Sy +
z )(
. Sz + .S
t t ) ( )
B). RUMUS BER-GAYUT ( SALING TERIKAT )
SV = |Vx |S +|Vy |S
x y + |Vz |S Z +|Vt |St
Dalam praktek dapat dikondisikan apakah analisa yang digunakan gayut atau
tak-gayut , hal ini dapat diatasi dengan metode pengukuran yang dilakukan oleh
pengamat. Namun secara umum rumus perambatan ralat untuk variable-variabel
bebas yang memeliki ralat secara rambang, mayoritas pengamat menggunakan
rumusan tak-gayut. Pengertian rumus gayut juga diperlukan untuk analisa
yang bersifat teoritik.
RALAT GAYUT :
Apabila dalam eksperimen yang kita lakukan tidak dapat menghindari
adanya korelasi antara variable satu dengan lainnya, seperti misalnya :
pengukuran Volume benda berbentuk balok dengan dimensi V( x; y; z ).
Pengukuran besaran-besaran tersebut menggunakan alat yang sama, dengan
cara mengamatinya juga sama, dalam tempo yang sama; dilakukan oleh
pengamat yang sama; dsb. Hal ini sangat mungkin kontribusi ralat dari
RUMUS
masing-masing variable UMUM
( x; y; RALAT
z ) akan BER-GAYUT
memberikan korelasi penuh terhadap
ralat besaran volume (V) tsb. Kasus yang sangat khusus ini; diperbolehkan
V = f ( X, Y, Z )
pengamat menggunakan rumus perambatan
BESARANralat ber-gayut.
X ; Y; DAN Z MERUPAKAN VARIABEL SEJENIS
YANG TERKORELASI (GAYUT); DENGAN NILAI MASING-
MASING :
X= x X ; Y = Y Y DAN Z = Z Z
V= V V
19 BAHAN AJAR MPF-S1;
4 2
g= T2 L
V = f ( X, Y, Z )
X= X X ; Y = Y Y DAN Z = Z
Z
V= V V
(
2 2 2
V V V
V=
x
X + )(
y
.Y +
Z )(
. Z )
20 BAHAN AJAR MPF-S1;
III.4. Rumus-rumus Khusus
RUMUS PENJUMLAHAN-PENGURANGAN
Misal : V = aX bY dengan : a ; b = konstanta
Rumus perambatan ralat dari besaran V menjadi :
SV = ( a S ) +( b S )
x
2
y
2
; untuk : X dan Y saling bebas ( tak-gayut )
RUMUS PERKALIAN-PEMBAGIAN
( Sx 2 S y 2
SV
V
=
x ) ( )
+
Y ; untuk : X dan Y saling bebas ( tak-gayut )
SV Sx Sy
V = X + Y ; untuk : X dan Y gayut ( terkorelasi )
SV S
V
=b x
X ( )
RUMUS FUNGSI EKSPONENSIAL
SV S
V ( )
=b x
X
Sx
S V =a ( )
X
SOAL-SOAL LATIHAN :
X= X X
X =
Xi
N
X = ( X X )
GRAVITASI: g = ( 9,82 0,02 )m/s2
MAKIN KECIL NILAI RALAT MUTLAK
MENUNJUKKAN BAHWA PENELITIAN
25 BAHAN AJAR MPF-S1;
MENGHASILKAN KETEPATAN MAKIN TINGGI
Dapat diambil kesimpulan bahwa model penyajian hasil akhir dengan metode
penyajian absolut (mutlak); menunjukkan adanya tingkat akurasi pengukuran, hal
ini sangat berhubungan dengan metode pengukuran, misalkan pengulangan data
yang banyak, kecermatan analisa, dan ketrampilan pengamatan yang dimiliki
pengamat.
X
Model penyajian hasil dengan : X = )
Disebut sebagai model penyajian relative; dengan nilai dalam prosen (%).
0,05
volt sedangkan ketidakpastian relatif pengukuran ini adalah
( ) atau 1%.
5
Kalau voltmeter ini dipakai mengukur beda potensial yang lebih besar, misalkan
V 2 = (10,00 0,05) volt, ketidakpastian mutlak tetap sama seperti tadi, namun
0,05
ketidakpastian relatif pengukuran kedua ini (
atau 0,5%. Karena
10
ketidakpastian relatif pada pengukuran kedua ini lebih kecil daripada ketidakpastian
relatif pengukuran pertama, maka dikatakan pengukuran beda potensial kedua
V2
ketelitian yang dicapai pada pengukuran
V 2 , haruslah ( ) = 0,5%, atau
V1
1
V 1 = 0,5% 5,0 volt = volt, maka diperlukan voltmeter dengan skala
40
1
terkecil 20 volt (minimum); dengan kata lain, diperlukan alat yang lebih tepat.
X
X= )
22
(disesuaikan), misalkan suatu pengukuran menghasilkan nilai : x = 7 = 3,142
3,14 0,01
ANGKA PENTING
ATAU
ANGKA BER-ARTI
ADALAH : SEMUA ANGKA YANG SUDAH PASTI
DITAMBAH SATU ANGKA YANG MULAI
MERAGUKAN
X = 3,1428 0,0007
NILAI BESARAN (X) DISAJIKAN DENGAN 5 ANGKA
28 BAHAN AJAR MPF-S1;
PENTING
Perhatikan nilai ( x = 3,1) dan ( x = 3,10 ) berbeda artinya dilihat dari sudut
ketepatan, pengukuran pertama (x = 3,1) berarti angka 3 diketahui dengan pasti
tetapi angka 1 diragukan sedangkan pada (x = 3,10) berarti angka 3, dan angka 1
diketahui dengan tepat/pasti ; sedangkan angka (0) diragukan keberadaannya.
Namun dalam ilmu metode pengukuran; ( hasil: 3,10) lebih tepat daripada yang
menghasilkan (3,1).
1% )
22
Apa artinya? x = 7 = 3,142 85...dan x = 0,0314285 dengan kaidah angka
penting dalam penyajian nilai akhir, maka nilai x = 0,03. Dengan demikian x
disajikan sebagai x = (3,14 0,03) yang memang memiliki ketelitian 1% dan
mengandung 1 angka saja yang meragukan.
Seandainya ketelitian meningkat, misalnya 1, maka x = 3,142 85... dan x =
0,003 142... akan disajikan menjadi x = (3,142 0,003); jadi ada 4 angka berarti,
sebaliknya dengan ketelitian hanya 10%, maka nilai x = (3,1 0,3) sehingga ada
dua angka berarti. Dalam ini kita dapat menyimpulkan bahwa semakin kecil ralat
relative suatu pengukuran akan memberikan peluang untuk dapat menuliskan
semakin banyak jumlah angka berarti pada penyajian nilai akhir, kita dapat
berpegang pada RALAT
aturan RELATIF & ANGKA BERARTI/PENGTING
praktis berikut:
RALAT 10% memberi hak atas dua angka
berarti; RALAT 1% memberi hak atas tiga
angka berarti; RALAT 1 memberi hak atas
empat angka berarti;
30 BAHAN AJAR(=5)
MPF-S1; ANGKA DEGIT TETAP BILA ANGKA
GENAP
(=5) ANGKA DEGIT NAIK BILA ANGKA
SOAL-SOAL LATIHAN :
1. Tuliskan kembali jawaban berikut ini dalam bentuk yang paling bagus, dengan
angka signifikan (angka ber-arti) yang sesuai :
a. Tinggi = (5,03 0,04329) m.
b. Waktu = (19,5432 1 ) s
c. Muatan = (-3,21 x 10-19 2,67 x 10-2 ) 0 C.
d. Panjang gelombang = (0,000000563 0,00000007) m.
e. Momentum = (3.267 x 103 42) g cm/s
2. Pengukuran atas besaran A, B, C, dan D memberi hasil:
A = 2807,5 0,4 C = 83,675 0,008
B = 0,0640 0,0006 D = 525,0 0,5
a. Tuliskan kembali empat bilangan itu dengan memakai notasi
eksponensial.
b. Urutkan keempat bilangan di atas menurut ketepatannya yang menaik.
c. Tentukan juga ketidakpastian relatif masing-masing besaran.
d. Buat urutan berdasarkan ketelitian pengukurannya.
3. Dengan berpegang pada kebiasaan hanya menggunakan satu angka yang
diragukan, tulislah dengan tepat:
a. 3,456 0,2
b. 78 000 20
c. 0,002 468 0,000 01
d. 6543,410 0,3
e. 7777,7 0,2
4. Keempat bilangan di bawah ini diketahui dengan ketelitian sekitar 1%.
Tulislah bilangan itu sebagai (x x) :
x 1 = 1202 x 3 = 2,05
22
x2 = x4 = 25
7
Pengambaran grafik yang benar dan teliti, akan sangat mempengaruhi hasil
analisa yang diperoleh. Untuk itu seorang pengamat/peneliti harus menguasai
tentang metode analisa grafik. Tidak semua grafik dapat dipergunakan untuk dasar
analisa, tergantung jenis pengamatan ( kelakuan fisis ). Apakah kelakuan fisis
merupakan variable-variabel yang berfungsi secara matematis, atau tidak
berfungsi. Grafik analisa biasanya mempunyai fungsi matematik tertentu. Dari
keterangan tersebut dapat dibedakan ada 2 jenis grafik yaitu :
Dalam tulisan ini, akan disampaikan / dibahas tentang jenis grafik analisa. Jenis
grafik ini sangat sering dijumpai pada dunia sain-tek; khususnya pengamatan
fenomena-fenomena fisis.
Untuk memperoleh grafik yang benar yaitu merupakan visualisasi data yang
mempunyai pola persamaan garis tertentu, dan memgambarkan kelakuan data
data fisis diperlukan beberapa langkah dalam proses pembentukannya
diantaranya :
Pertama :
Kedua :
Ketiga :
Pemilihan skala grafik yang tepat, yaitu : (a). Angka skala sederhana, mudah dibaca
misal : 1, 2, 3, dan seterusnya, atau 0.1, 0.2, 0.3, dan seterusnya. (b). Jarak angka
skala satu dengan lainnya cukup jelas. (c). Titik-titik data pada grafik secara visual
terlihat jelas, tidak saling berdepetan. (d). Titik data yang terlukis pada grafik harus
jelas, misal dengan tanda khusus (tebal) sehingga tidak tertutup oleh garis grafik.
Keempat :
Pengaturan skala grafik diperlukan juga untuk membuat penampilan garis grafik
berada pada daerah yang tepat/benar yaitu daerah yang sensitivitasnya tinggi.
Sebagai grafik analisa garis grafik yang dapat dipertanggungjawabkan adalah
berada pada kemiringan antara [ 30 (kemiringan) 60 ]. Garis grafik yang
berada diluar daerah tersebut merupakan garis grafik yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kecermatannya (tidak teliti).
Kelima :
Garis grafik merupakan garis yang dibentuk oleh Alur Data yang merupakan garis
yang ditarik lewat data secara halus (smooth) dan merata menelusuri daerah
sebaran data pengamatan. Sebaliknya garis yang ditarik secara patah-patah yaitu
garis yang menghubungkan titik data satu dengan data yang berdampingan lainnya
secara berturutan, ini bukan merupakan garis grafik, artinya kita tidak dapat
menganalisa secara grafik dari model garis garfik yang patah-patah.
Keenam :
Kecermatan dalam menarik garis grafik sesuai dengan dasar persamaan grafik yang
telah dirumuskan. Pada grafik analisa, belum tentu garis grafik menenuhi (sesuai)
dengan seluruh alur data yang terbentuk (kemungkinan hanya sebagian alur yang
sesuai dengan dasar persamaan grafik yang dirumuskan).
1. Visualisasi data
Maksudnya dengan melihat tampilan gambar grafik, pengamat sudah dapat
mengambil informasi, kelakuan variable data pengamatan. Hal ini tidak
kentara ketika hanya melihat table data pengamatan.
Grafik analisa merupakan grafik yang terbentuk dari hasil olahan data
pengamatan, kemudian di-plot sesuai dengan sumbu-sumbu yang dikehendaki yang
akan menjadi dasar untuk menghitung/ menganalisa data.
Kenapa garis linear lebih baik disbanding model grafik lainnya, hal ini karena
garis linear lebih mudah dilihat secara visual (tepat/menyimpang); juga garis linear
mempunyai besaran-besaran grafik paling komplit dan mudah dihitung. Besaran-
besaran garfik yang ada pada garis linear berupa titik potong dan gradient grafik;
besaran-besaran inilah yang digunakan sebagai dasar analisa untuk menghitung
besaran fisis yang dikehendaki dalam pengamatan.
1
sumbu vertikal grafik, dan (
sebagai sumbu horizontal grafik. Gradien
V
grafik adalah = (k), dan grafik akan memotong di titik origin grafik.
2. Hukum Coulomb : F = k (1/r2)
Dengan memilih sumbu horizontal grafik sebagai (1/r 2) dan sebagai sumbu
vertical besaran (F) ; maka grafik analisa berupa garis linear dengan gradient
grafiknya adalah sama dengan (k), dan grafik akan melalui titik origin grafik.
3. Persamaan pada rangkaian listrik sederhana yang terdiri atas battery (E)
sebagai sumber tegangan DC, hambatan luar (RVariabel) , hubungan tegangan
(V) pada hambatan (R) yang dialiri arus dari battery tersebut adalah :
1 1 r1 1
= +
V E E R( )
Dengan E = tegangan battery; r 1 = hambatan dalam battery. Untuk membuat
1
grafik analisa dipasang sebagai sumbu horizontal grafik adalah ( R
dan
1
sebagai sumbu vertical grafik adalah ( V
, sehingga diperoleh gradient
grafik linear sebagai ( Er ) ; dan grafik akan memotong pada sumbu vertical
1
dengan nilainya sama dengan nilai besaran ( E
.
Dengan memasang (X) sebagai sumbu horizontal dan (log Y) sebagai sumbu
vertical grafik, maka akan diperoleh grafik lurus dengan gradient (k) dan titik
potong grafik bernilai sama dengan (log a).
V.4.Ralat Grafik
Yang dimaksudkan ralat grafik adalah ralat yang menyangkut nilai dari
besaran-besaran grafik yaitu gradient dan titik potongnya. Jadi ralat grafik sama
dengan ralat dari gradient grafik dan ralat titik potong grafik.
Jawabnya ya mesti ada ralat grafik, bukankah garis grafik terbentuk dari pasangan
data pengamatan, sedangkan kita telah bahas panjang lebar tentang ralat data
pengamatan, sehingga logika mengakatan bahwa kalau titik-titik data grafik
mempunyai ralat maka garis grafik yang terbentuk dari titik-titik tersebut pasti ber-
ralat.
Perhatikan beberapa ilustrasi berikut, bahwa titik data yang ber-ralat akan
memberikan dampak terhadap garis grafik yang terbentuk dari titik-titik tersebut.
Karena garis grafik terbentuk dari alur titik-titik data, sedangkan titik-titik
data mempunyai ralat maka logika kita akan mengatakan bahwa garis grafik yang
terbentuk juga akan menyimpang (ber-ralat). Titik data yang ber-ralat digambarkan
dengan suatu titik yang mempunyai batang (lihat gambar), sehingga titik tersebut
dapat dipandang sebagai sebuah titik yang nilainya terbentang antara nilai (max-
min).
GAMBAR TITIK DATA BER-RALAT
TITIK DATA DAPAT DIPANDANG SEBAGAI SUATU TITIK YANG BERNILAI (MAX-MIN), PADA GRAFIK DIGAMBAR SEB
Akibat dari titik data yang secara visual pada grafik digambarkan sebagai
titik yang bernilai max-min, maka garis grafik yang dihasilkan juga garis-max dan
garis-min.
Dalam grafik berbentuk garis lurus, hampir dalam semua keadaan, anda
berkepentingan memperoleh kemiringan (gradient) dan perpotongan dengan
sumbu-sumbu koordinat. Juga ada baiknya anda memberikan perkiraan ralat dari
dua atau tiga besaran tersebut. Suatu cara yang sederhana dan cepat ialah
menarik garis ekstrim (garis batas) melalui pusat berat (center of gravity) dari
titik-titik data. (lebih detail akan dibahas pada mata kuliah Metode Analisa Grafik di
program S1-Fisika; F.MIPA-UGM)
Jika semua ralat pada titik data sama besar, maka pusat berat ini terletak
di sekitar tengah-tengah, jika ralat tidak sama besar, maka pusat berat ini tergeser
ke arah titik-titik dengan ralat terkecil. Kemiringan dan perpotongan dapat
ditentukan secara grafis dari dua ekstrim ini. Garis terbaik terletak kira-kira di
tengah-tengah dua ekstrim ini.
Alur data : adalah pola yang terbentuk dari deretan data yang tergambar
pada grafik, ini merupakan kelakuan asli dari data pengamatan ( apakah akan
terbentuk pola lurus, lengkung, fluktuatif, atau acak ). Alur data akan terbentuk
dengan jelas ketika jumlah deretan data banyak dan saling berdekatan secara
kontinyu. Sebaliknya alur data tidak tampak jelas bila deretan data sangat jauh satu
dengan lainnya.
Garis Grafik : merupakan garis analisa yang ditarik sesuai dengan kaidah
teorinya dengan mengacu pada bagian alur data yang sesuai, mungkin tidak
seluruh garis grafik dapat sesuai dengan alur data yang terjadi ( artinya
keberlakukan garis grafik tidak selalu terpenuhi dengan data yang ada pada grafik).
Apabila seluruh alur data yang terjadi sesuai (dapat dilalui) garis grafik, maka
dapat dikatakan bahwa hasil data pengamatan memenuhi kaidah teori yang ada,
berarti tidak ada penyimpangan antara teori dan eksperimennya.
Garis Regresi : garis yang dibentuk dari rumusan regresi sebagai fungsi dari
pasangan data pada sumbu horizontal (sb-X) dan sumbu vertical (sb-Y), bila
dicermati garis ini akan merupakan garis yang mengakomodasikan seluruh sebaran
data, berupa rata-rata daerah sebaran yang ada. Sehingga data dengan model alur
apapun, bila diambil regresinya akan memberikan garis lurus.
Untuk itu diperlukan seleksi data yang ada pada grafik, apabila akan ditarik
dengan regresi, tentunya terbatas terhadap data-data yang memiliki alur linear saja
yang dianalisa dengan rumus regresi.
Dari ketiga pengertian garis tersebut (alur data, garis grafik dan garis
regresi), dapat diambil pengertian bahwa:
Alur data terbentuk secara alami dari data hasil pengamatan, penyimpangan
terjadi bila pengamatan tidak cermat, atau mengandung ralat besar.
Garis Grafik terbentuk, menurut pemilihan pengamat dengan mengacu pada
landasan teori yang ada pada eksperimen, juga memperhatikan alur yang
ada sebagai acuan untuk menarik garis tersebut.
Garis Regresi terbentuk dari analisa rumus regresi yang merupakan nilai rata-
rata dari sebaran data pengamatan yang ada, sehingga diperlukan
kecermatn peneliti ketika menggunakan metode ini.
SOAL-SOAL LATIHAN :
123 4 7,4 0,2
158 8,4
194 9,1
200 9,6
229 10,3
245 10,5
269 11,4
292 11,9
296 12,2
3. Rumus atau hukum di bawah ini harus anda luruskan. Sebutkan besaran
mana yang anda pilih sebagai perubah bebas, dan mana perubah tidak
bebas. Sebutkan juga bagaimanakah menentukan nilai besaran yang dicari
itu dari grafik yang anda peroleh.
Tabel :
No Hukum Rumus Diketah Diukur Dicari
ui
1 Hukum Ohm V=IR - V dan I R
2 Bandul
matematik T = 2 L
g L dan T g
3 Pemuaian L2 = L1
L2 dan
L1
( 1+ t ) t
4 Lensa tipis 1 1
f = s +
- s dan s'
1
s'
5 Tegangan 2
h= rg
permukaan dan g r dan h
dalam kapiler
6 Hukum Coulumb 1 ,
Q1 , F dan r 0
F= 4 0
Q2
R 2+
i
C22
C
4 2
dengan sudut miring () yang memenuhi : tan = . maka (g =
g
4 2
tan ).
VI.1. Pengantar
Metode regresi linear sering digunakan dalam analisa data hasil eksperimen
dalam segala kasus, bahkan apabila fenomena yang muncul tidak linear maka
dalam analisa data dilinearkan dahulu kemudian dianalisa dengan metode linear.
( dilakukan proses pelinearan terlebih dahulu sebelum di aplikasikan pada metode
regresi linear ).
Sering didapati, bahkan banyak para penganalisa data yang menggunakan
metode ini masih kurang cermat ( ceroboh) bahkan cenderung salah dalam
mengolah data eksperimen. Hal ini terjadi karena data ( semua data ) langsung
dianalisa dengan metode tersebut tanpa mengecek terlebih dahulu apakah data
data tersebut memenuhi kriteria linear sesuai teori yang diharapkan.
l= ( gk ) m
Secara teori , berapapun nilai m dipasang pada sistem pegas, akan memberikan
perubahan panjang l yang memberikan hubungan yang linear. Akhirnya yang biasa
dilakukan para penganalisa data, pasangan data ( m ; l ) langsung dianalisa
menggunakan metode regresi ( untuk semua data ). Padahal dalam pengamatan
eksperimen belum tentu semua nilai m akan memberikan fenomena linear pada
l.
Perlu difahami bahwa teori regresi akan memberikan penyesesaian pasangan
data (Xi;Yi) untuk dianalisa pada regresi yang diharapkan; untuk itu bila di-inginkan
akan dianalisa dengan linear maka data pasangan (X i;Yi) harus diyakinkan berfungsi
linear ( secara visual dapat di tampilkan pada grafik pengamatan). Bila pada
persamaan teori belum secara langsung menggambarkan hubungan yang linear,
maka dilakukan proses pelinearan terlebih dahulu.
Mt = M0 e- t
ln Mt = ln M0 t
T=2 L
g diubah menjadi T2 = 4
L
2( )
g ;
4 2
dengan diganti Y=T dan ( g =K (tetapan) ,
2
A = Gradien
X
- B/A 0 Gambar : Grafik fungsi Y = A X + B
Gradient grafik :
N ( x i y i ) x i y i
A= 2
N x 2 ( x i)
2
N xi y i x i ( xi y i )
B= 2
N x2( x i )
2
B N x i y i x i ( xi y i )
( )
A
=
N ( x i y i ) x i y i
Teori regresi linear dapat dipergunakan untuk menentukan garis lurus terbaik
dari sebaran data pasangan ( x i : yi ) yang secara eksplisit tidak membatasi, apakah
pasangan data tersebut betul betul nmembentuk garis lurus. Hal ini akan
berakibat bahwa pasangan data ( x i ; yi ) sembarang dapat dipilih garis lurusnya
( artinya teori regresi tetap akan dapat menginformasikan hasil linear ). Inilah yang
sering menimbulkan kesalahan dalam penggunaan analisa data eksperimen.
Untuk itu perlu kehati-hatian ketika rumus rumus regresi linear akan
digunakan untuk analisa pasangan data hasil eksperimen yang diharapkan akan
Y=AX+B
Data yang diamati secara berturutan dari Y kita tulis sebagai ( Y i ) dan
tentunya hal ini karena kita menentukan nilai variable bebas yang berturutan juga
yaitu ( Xi ) sehingga persamaan regresi dapat ditulis sebgai :
Yi = A Xi + B
dengan deviasi (
y ) yang dituliskan dengan :
Y i A X i B
yi = )
Selanjutnya seperti pada proses penurunan rumus ralat deviasi standar ( S N ) di bab
1
yi
2
= ( Y i A X iB )2
N
Dengan proses penjabaran matematik seperti pada metode penurunan rumus ralat
statistic didepan, untuk persamaan linear persamaan tsb. lebih baik dengan
pendekatan ( lihat R. Taylor; chapter:8.3 ) sebagai :
Sy =
5 ( yi )2
N 2
; ini merupakan tetapan ( Sy )
N
1
Sy =
2
( y A X i B )2
N2 i=1 i
2 2
SA = N Sy /
2 xi 2
SB = S y2
2
=N ( x i2 )( x i)
Sebagai salah satu contoh kasus sederhana pada fenomena pegas terbebani
massa. Data pengamatan berupa variasi massa beban m dan dicatat panjang
pegas berbeban tersebut sebagai lm dengan dasar teori :, ditunjukkan dalam Tabel
I.
l m=l 0 + ( gk )m
Tabel I:Data Pengamatan Eksperimen Pegas
l0 = 10 cm
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
m(g) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200
l 0.05 0.1 0.2 0.4 0.75 1.13 1.5 1.8 2.0 2.25 2.40 2.70 2.85 3.10 3.25 3.60 3.75 4.10 4.25 4.50
SOAL-SOAL LATIHAN :
Pi ( mm of 79 82 85 88 90
mercury )
Ti ( C ) 8 17 30 37 52
Data yang dihasilkan seharusnya memenuhi persamaan linear dari T = a + b
P, dimana a merupakan nilai temperatur absolute ( absolute zero ) dimana
nilai yang diterima adalah -273C. Tentukan :
a. Nilai yang memenuhi untuk data tersebut ?
b. Estimasi dari nilai temperatur absolute dan ketidakpastiannya ?
4. Nilai dari (R) pada sebuah sample bahan radioaktif berkurang secara
eksponensial :
t /
R = R0 e
Dimana () adalah tetapan waktu dari sample. Seorang mahasiswa
melakukan observasi selama 3 jam dengan hasil sebagai berikut :
t ( jam ) 0 1 2 3
R 13,8 7,9 6,1 2,9
Dengan menggunakan metode kwadrat terkecil yang memenuhi garis lurus
: ln R = ln R0 t/ , tentukan estimasi terbaik untuk () ?
5. Rumus atau hukum di bawah ini harus anda luruskan. Sebutkan besaran
mana yang anda pilih sebagai perubah bebas, dan mana perubah tidak
bebas. Sebutkan juga bagaimanakah menentukan nilai besaran yang dicari
itu dari grafik yang anda peroleh.
3 Pemuaian L2 = L1
L2 dan
L1
( 1+ t ) t
4 Lensa tipis 1 1
f = s +
'
- s dan s
1
s'
5 Tegangan 2
h= rg
permukaan dan g r dan h
dalam kapiler
6 Hukum Coulumb 1
F= 4 0
,
Q1 ,
F dan r
0
Q1 Q2 Q2
r2
7 Hukum 2 Q /kT A dan
J=A T e k J dan T
Richardson Q
8 Hukum Ampere 0
F= 2
F, L,
I1 I2
0
I1 I2 L dan r
r
9 Resonansi listrik 0 =
0 dan
- L
1
C
LC
R 2+
i
C2
2
C
2
4
dengan sudut miring () yang memenuhi : tan = . maka (g =
g
4 2
tan ).
Dengan mengetahui kurva distribusi data, kita akan dapat menemukan nilai
benar dari besaran yang diamati berulang atau kisaran nilai benar berada pada
kurva tersebut. Salah satu kurva distribusi yang banyak memenuhi data-data fisika
adalah kurva distribusi Gauss. Hampir semua pengukuran besaran fisis memenuhi
hokum distribusi gauss, kecuali pengukuran besaran radioaktif yang dilakukan
dengan pencacah Geiger dan Scaler, menggunakan kaidah hokum distribusi
Poisson.
Didalam usaha untuk mengetahui nilai benar dari jumlah data yang
membentuk suatu distribusi diperlukan pengolahan yang cermat, langkah-langkah
untuk mengolah data yang jumlahnya sangat banyak diperlukan adanya
pengelompokan data yang sesuai, misalnya dikelompokkan dalam selang tertentu,
kemudian dihitung jumlah masing-masing selang dan dihitung frekuensi data pada
selang tersebut, sebagai contoh perhatikan table data berikut :
75 94 98 10 10 10 10 10 11 11
0 3 5 5 7 2 7
79 94 98 10 10 10 10 10 11 11
Bila kita melihat kumpulan data pada table diatas, masih sangat sulit untuk
menyimpulkan data mana yang menjadi wakil untuk dipilih sebagai data terbaik,
bahkan mendekati benar. Untuk itu perlu ada usaha olahan yang lanjut. Misalnya
kumpulan data tersebut dikelompokan lagi menjadi selang nilai tertentu yaitu dalam
table frekuensi.
Tabel Frekuensi :
1 71 80 2 2/100 = 2%
2 81 90 4 4/100 = 4%
3 91 100 21 21/100 = 21 %
4 101 110 51 51/100 = 51 %
5 111 120 18 18/100 = 18 %
6 121 130 4 4/100 = 4%
f i=100
( Nf )=1
i
Dengan mencermati pada table frekuensi tersebut; mulai terlihat bahwa nilai
benar berada dalam selang data ( 101 110 ) pada selang inilah nilai frekuensi
paling besar yaitu f = 51, sedang pada selang lainnya nilai frekuensi lebih rendah.
Histogram-A Histogram-B
Pada histogram-A bila data pada grafik ini diperbesar sampai (N) maka nilai
frekuensi pada setiap tangga (selang data) akan semakin tinggi, sedangkan pada
histogram-B hal ini tidak akan mempengaruhi karena merupakan frekuensi relative (
selalu dibagi jumlah data). Keadaan seperti histogram-B ini sangat bermanfaat ,
apalagi selang data semakin dipersempit dalam jumlah data yang cukup banyak
,sehingga akan memberikan tampilan tangga yang semakin halus.
Bila jumlah data menjadi limit tak hingga maka akan muncul kurva frekuensi-
relatif yang kontiyu dan inilah yang menjadi dasar teori untuk pendekatan dalam
pengukuran yang riil.
f(X)
X
Kurva distribusi dengan data ( N )
Untuk memperoleh kurva distribusi data (X) sampai jumlah tak terhingga
jelas tidak dapat dicapai secara riil dalam pengukuran, lantas bagaimana cara
mendapatkan nilai pengukuran yang mendekati nilai benar ?
Marilah kita tinjau suatu fungsi distribusi gauss yaitu suatu fungsi teori yang
menggambarkan distribusi data secara rambang ( setiap data memiliki ralat yang
kecil, dan jumlah yang banyak ), dan masing-masing sama besar peluangnya terjadi
deviasi positif maupun negative terhadap nilai benar.
Y ( x ) =Y 0 exp
{ 1
2
( x x )2
}
Bila fungsi tersebut dinormalisasi maka menjadi fungsi Gauss yang ternormalisasi
yaitu :
f ( x )=
1
2
exp
1
2
2{( xx )2
}
+
f ( x ) dx=1
Beberapa aplikasi dari adanya fungsi distribusi gauss tersebut dalam proses
analisa data pengukuran adalah sbb.:
f(X)
f(X)
X
3. Bentuk kurva yang mempunyai simetri ,memberikan informasi bahwa
Kurva Distribusi Gauss
suatu pengukuran berulang data yang paling banyak muncul
( frekuensi besar ) akan mendominasi nilai terbaik /benar ( x ) dan
berada di sumbu simetri kurva; dan fluktuasi disekitar nilai terbaik
dengan ralat (x). Sehingga penyajian hasil pengukuran ditulis sebagai
; x = ( x ) (x)
4. Kurva distribusi Gauss menjadi sangat penting dalam olah data, karena
banyak gejala dan fenomena pengamatan besaran-besaran fisis yang
sesuai dengan kaidah ini, artinya model distribusi data sesuai dengan
pendekatan teori gauss.
f ( x )=
1
2
exp
{
1
2 2
( xx )2
}
Hal ini mempunyai makna statistika bahwa persamaan Gauss dalam bentuk :
f ( x ) dx=
1
2
exp
{
1
2
2
( x x )2 dx
}
mengandung arti sebagai peluang (probabilitas) bagi suatu pengukuran untuk
menghasilkan suatu nilai berada antara batas (x) s/d (x+dx). Peluang ini bila
dilukiskan pada grafik Gaussian merupakan bagian luasan dibawah kurva (yang
diarsir).
f(X)
X
dx)
Selanjutnya probabilitas bagi suatu pengukuran untuk menghasilkan nilai (x) berada
antara batas (x1) s/d (x2) ditulis sebagai P(x1;x2):
x2 x2
1 1
{ }
2
P(x1;x2)= f ( x ) dx= 2 exp 2 2 ( x x ) dx
x 1 x 1
f(X)
Bentuk integral dari P(x;x), yang berhubungan dengan fungsi ralat pengukuran
memang sangat sulit untuk dihitung, kecuali batasnya menjadi takberhingga.
Integral ini harus dihitung secara numeric (pendekatan numeric), yakni integral
didekati dengan suatu deret matematik yang konvergen, kemudian deret ini
diintegralkan suku demi suku (perlu ketelitian menghitung), beberapa misal
hasilnya seperti tercantum dalam table probabilitas berikut:
{
f ( x ) dx= 12 exp 21
2 }
( x x )2 dx = 68%
Ini mempunyai arti bahwa ada peluang sebesar 68% untuk sekali pengukuran
menghasilkan nilai yang berada dalam selang antara (x o- ) s/d (xo +); atau
dengan kata lain: seandainya besaran (x) diukur berulang 100x, maka 68 data dari
100 nilai pengukuran tsb. dapat diperkirakan akan berada pada selang (x o ).
f(X)
f(X)
95%
X
Karena selang batas di sekitar xo bertambah besar maka jaminan untuk melakukan
pengukuran menghasilkan nilai berada pada kisaran itu juga bertambah besar.
f(X)
X
b
+ x +
Hal ini akan memberikan pendekatan model fungsi lain seperti adanya :
error function (lihat pada AppendixA dan Appendix-B; hal 244 s/d 247; John R.
Taylor; An Introduction to Error Analysis; University Science Books; Mill Valley,
California; 1982.
1. Di bawah ini ditabelkan hasil pungutan 20 butir kelereng dari suatu kotak
berisi sejumlah besar kelereng putih dan merah, masing-masing dalam
jumlah yang sama. Pada setiap pungutan jumlah kelereng MERAH dicatat.
Kedua puluh kelereng kemudian dikembalikan sebelum pungutan berikutnya
dilakukan. Setelah diadakan 100 x pungutan, hasilnya seperti tercantum
pada table dibawah ini :
10 10 10 10 10 8 10 10 10 10
11 8 10 8 8 9 10 9 11 10
10 10 11 11 10 11 11 10 10 11
11 10 9 10 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 9 10 11 10 10
10 11 10 10 8 9 11 10 13 10
10 10 9 10 9 11 9 10 12 10
9 13 11 12 9 10 10 7 7 11
10 10 10 8 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 9 11 11 12 10
a Buat histogram y.
f Kita buat satu contoh lagi (dengan jumlah anggota yang sama) yang
rataannya ternyata
y 1 ; buat ramalan seperti pada e).
5. Dibawah ini adalah hasil pengukuran dari waktu sebuah batu jatuh dari
jendela hingga menyentuh tanah ( dalam 10 -2 detik ) :
63 58 74 78 70 74 75 82 68 69
76 62 72 88 65 81 79 77 66 76
86 72 79 77 60 70 65 69 73 77
72 79 65 66 70 74 84 76 80 69
X
Integral fungsi distribusi normal diatas kita sebut sebagai integral fungsi
error normal dan probabilitas suatu pengukuran berada antara x=a dan x=b,
ditulis sebagai :
b
P(a x b) = f ( x ) dx
a
P(dalam t) = P [ ( xt ) x ( x +t ) ]
x+t
P(t) =
1
2 xt
exp
1
2 2 {
( xx )2 dx
}
2
t z
1
P(t) = 2 e
2
dz ; ini merupakan fungsi error ditulis sebagai : erf(t)
t
( x x )
dengan : z =
Fungsi erf(t) secara numeric dapat dihitung dan hasil perhitungan secara
lengkap sudah ditabelkan pada Appendix-A maupun B.
2
t z
1
P(t) = 2 e
2
dz P(t)
t
KESIMPULAN
Deretan data pengukuran : x1; x2; x3; x4; x5; x6 xn , mempunyai nilai
terbaik yang didekati dengan nilai rata-ratanya ( x ); dan deviasi standar (),
masing-masing rumusan sbb:
n
xi
1
x=
n
2
= S = (x i x )
n-1
n1
1. Kriteria (t
Dalam bahasa Penolakan data ,berarti criteria (t) adalah criteria yang akan
menolak data pengukuran (xi) yang mempunyai pbobabilitas pengukurannya
P(xi) >P()
KRITERIA ( t )
Untuk : t = 2; P(2) = 95% ; maka P(x 3) =P(1,5) = 87% < P(2) ; jadi
data( x3) ini DITERIMA
;sedangkan (x7) dengan P(x7) =95% = P(2) ; jadi data ini juga
masih diterima.
Bagi pengamat dipebolehkan menentukan batasan criteria yang akan
digunakan, hal ini lebih disesuaikan dengan karakteristik dari data yang ada.
Keadaan data, mudah dan sulitnya data diamati, ketelitian alat, dan
sebagainya yang lebih mengetahui adalah pengamat, inilah yang menjadi
bagian dari variable karakter datanya.
2. Kriteria Chauvenet
Pada criteria ini jumlah data merupakan bagian variable yang akan ikut
berperan dalam diterima/ditolaknya data pengamatan. Hal ini karena dasar
penolakannya akan dibandingkan dengan prosentase jumlah data.
KRITERIA CHAUVENET
Misal data pengamatan x1; x2; x3; x4; dan x5 , akan di-cek data mana yang
ditolak dengan criteria dibawah ini :
Kriteria (t) :
( x1 + x 2 + x 3 + x 4 + x 5 )
Tentukan nilai rata-rata : x= dan ralatnya ()
5
Setelah dilakukan cek ternyata data x 3 ditolak, sehingga data tinggal 4
buah (tanpa x3)
( x1 + x 2 + x 4 + x 5 )
Akhirnya hasil analisanya adalah : x= dan hitung
4
Kriteria Chauvenet :
Teliti data tersebut , tentukan data yang akan di-cek (x c) yaitu data
yang terbesar dan data terkecil. Misalnya x 1 (data terbesar) dan x3
(data terkecil)
Cek data tersebut dengan criteria chauvenet, apabila ternyata ada
salah satu yang ditolak ( misal x1) maka data yang baru tinggal 4 buah
tanpa x1.
Lakukan analisa ulang tanpa (x 1) dan cek lagi data x c yang baru seperti
langkan yll.
Kalau dengan xc yang besar diterima, maka cek xc yang kecil, bila juga
diterima maka berarti ke 4 data tersebut diterima dalam criteria
Deretan data : 46, 48, 44, 38, 45, 47, 58, 44, 45, 43
1
1. Dihitung
x=45,8 dan x =5,1 ; k=10 jadi ( 2 k
=0,05 atau5 ); akan dicek x =
c
( xc x ) 5845,8
58(data terbesar) , nilai t= = =2,4 ; berarti P(2,4)
x 5,1
2. Lakukan langkah sama dengan (1) untuk cek data xc=38; P(t)= 86,64%
ternyata dengan probabilitas itu data x=38 diteima ( silahkan coba !)
1
3. Data tinggal k=9 (tanpa data 58) nilai ( 2 k
=0,0555 atau 5,6 ); dihitung ulang
44,438
nilai rata-ratanya
x=44,4 dan x =2,9 ; cek data xc =38 dan t= =
2,9
2,2; beraarti P(t) = 97,2%; sehingga nilai syarat chauvenet :
[100%-P(2,2)] = 100% - 97,2% =2,8 % ini lebih kecil dari 5,6% sehingga
data xc=38 (DITOLAK pada langkah ke-3 ini)
1
4. Selanjutnya data masih (k=8); dan ( 2 k
=0,0625 atau6 ; dihitung ulang nilai
x=45,25 dan x =1,67 ; cek data x =43 yang merupakan data terkecil
c
SOAL-SOAL LATIHAN :
Masalah yang lain, sering kita menganggap metode ukur yang kita lakukan
sudah sangat hebat, teliti, tanpa punya keinginan membandingkan hasil kita
dengan yang dilakukan oleh orang lain, atau hasil kita perlu dicek dengan metode
yang lain sebagai penbanding sekaligus untuk menguji validitas hasil pengukuran
kita. Mestinya ini harus dilakukan pada setiap penelitian bila mungkin, karena hasil
pengamatan dengan banyak metode ukur akan memberikan kesimpulan yang nilai
validitasnya tinggi dari pada hanya satu metode ukur tanpa ada pembanding.
Adapun suatu metode ukur dapat saling dibandingkan hasilnya satu dengan
lainnya, tentu harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
Rata-rata berbobot merupakan nilai terbaik hasil kombinasi dari berbagai nilai
yang dihasilkan dengan metode pengamatan yang berbeda terhadap satu besaran
fisis yang diamati.
Misalkan : Suatu besaran fisis (X) diamati dengan dua metode yang berbeda dan
saling bebas, dengan hasil akhir masing-masing :
Metode I : XI = xI I
Nilai akhir besaran fisis (X) dapat dihitung dari dua hasil diatas dengan menghitung
nilai terbaiknya yang merupakan kombinasi dari X I dan XII , apabila dipenuhi syarat
kesesuaian antara dua nilai tersebut. Adapun syarat kesesuaian akan dibahas pada
uraian di sub bab berikut.
BN = l XI XII l
BN < ( I + II )
Sebaliknya dua nilai tidak saling sesuai atau berbeda sama sekali bila dipenuhi,
BN > ( I + II )
Dalam bab ini dapat diambil kesimpulan bahwa, nilai nilai hasil pengukuran
dengan berbagai metode yang ditinjau bila telah ada kesesuaian antara satu
dengan lainnya maka analisa berikut dilakukan perhitungan rata-rata berbobot
sebagai hasil terbaik yang mengkombinasikan diantara nilai niai yang sudah saling
sesuai. Sedangkan bila diantara nilai nilai yang dibandingkan ternyata berbeda
( tidak sesuai satu dengan lainnya), maka perlu diulangi metode pengukurannya
dengan hati-hati. Hal ini dapat salah satu metode atau dua-duanya metode yang
dipertentangkan, sehingga dapat diketahui dengan jelas mana metode yang
menyimpang. Bila hal itu (pengulangan eksperimen) tidak mungkin dapat dilakukan
lagi, maka perlu dicari pembanding ke tiga (misalkan adanya hasil referensi).
Suatu pengukuran yang diulang sampai N kali dengan terpenuhi distribusi induk
Gaussian dengan fungsi :
f(xi)
1
f(x) = 2 Exp [(x-)2/22]
xi
x
Gambar-1: Kurva Gaussian
1
Pi = i 2 Exp [(xi-)2/2i2]
Dalam penggunaan pada pengukuran data , nilai didekati dengan nilai terbaik dari
pengukuran yaitu nilai rata-rata data pengukuran dan nilai merupakan nilai
deviasi pengukuran ( deviasi standar ). Sehingga persamaan di atas dituliskan :
1
Pi = i 2 Exp [(xi-X)2/2i2]
Marilah kita tinjau persoalan ini dengan pendekatan yang sederhana, misal dua
pengukuran yang sudah memenuhi syarat kesesuaian dengan masing-masing hasil
seperti pada persamaan (1), dengan indeks (I) diganti (A) dan indeks (II) diganti (B);
kebolehjadian untuk memperoleh hasil ukur x A berada dalam distribusi induk
Gaussian adalah :
1
PA = A 2 Exp [(xA-X)2/2A2]
1
PB = B 2 Exp [(xB-X)2/2B2]
Kebolehjadian untuk memperoleh hasil ukur set data x A dan xB dalam distribusi
induk Gaussian dapat dituliskan sebagai :
PAB = PA PB
Nilai kebolehjadian PAB akan maximum apabila nilai eksponen yaitu 2 menjadi
minimum, hal ini dapat dipenuhi dengan syarat minimum adalah deferensial
terhadap X sama dengan nol.
(d 2/dX) = 0
Persamaan tersebut, disebut sebagai nilai rata-rata berbobot dari hasil kompromi
dari nilai xA dan nilai xB yang sudah saling sesuai satu sama lain. Dengan factor
bobot untuk masing-masing pengukuran adalah w A untuk pengukuran xA dan wB
untuk pengukuran xB, ditulis sebagai :
X = (wAxA+wBxB) (wA+wB)-1
Bila ralat dari masing-masing pengamatan sama besar, akibatnya faktor
bobot kedua pengukuran bernilai sama; hal ini akan memberikan arti bahwa nilai
rata-rata berbobot pada persamaan diatas seperti nilai rata-rata dari kedua nilai x A
dan xB ditulis :
X = ( xA + xB )/2
pengukuran satu dengan lainnya memberikan ralat yang saling tidak gayut (saling
bebas). Perambatan dari persamaan (17) memberikan :
Secara umum untuk hasil pengukuran besaran fisis dengan berbagai metode
ukur, dan telah memenuhi criteria kesesuaian satu dengan lainya dengan hasil
masing-masing : x1 ; x2 ; x3 ; . . . . . . x N, akan mempunyai nilai rata-rata berbobot
sebagai :
Xb = wi xi / wi dengan wi = 1/i2
x = ( wi )-1/2
x = n
Pengukuran besaran fisis sering diamati dengan lebih dari satu metode ukur,
kadang-kadang hasil yang diperoleh metode satu dengan lainnya berbeda sehingga
terjadi kesulitan mana metode yang benar dan yang salah. Untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan cara menseleksi antara metode-metode tersebut
dengan cara membandingkan satu dengan lainnya. Hasil dari perbandingan akan
dapat menyimpulkan mana metode yang menyimpang dan yang saling sesuai, lebih
lanjut persoalan ini akan diselesaikan dengan metode berbobot untuk memperoleh
hasil tunggal dari besaran fisis yang diamati.
TABEL : 1
Eksperimen-A
9,75 0,05
9,6 0,15
Skala :
1405
13015 15 15 15
Eksperimen-C
575 5
56015 15115
58515 5
Eksperimen-D
1.0 + 0.1
0.85+ 0.15
1.1 0.1
SOAL-SOAL LATIHAN :
BAB X
LAPORAN EKSPERIMEN
Bab ini membicarakan beberapa hal yang penting bagi pembuatan laporan
suatu eksperimen. Apakah tujuan suatu laporan? Tujuannya tidak lain ialah
Sehingga seperti layaknya judul; tujuan eksperimen juga cukup singkat, namun
jelas, ini akan lebih baik dan menarik.
TUJUAN
Hypotesis :
Hypotesis merupakan dugaan secara ilmiah berdasarkan gejala-gejala yang
dapat teramati, dan kebenarannya baru akan terungkap bila hasil analisa data
pengamatan menunjukkan adanya kecocokan. Hypotesis dapat berupa ramalan
hubungan fungsi matematik yang menghubungkan besaran fisis satu dengan
lainnya, juga dapat berupa statemen yaitu kalimat yang menjelaskan sesuatu
yang ilmiah dan berlandasan hukum ilmu pengetahuan yang jelas.
Misalkan : Fenomena fisis pada getaran dawai gitar, dari gejala yang ada
dapat dibuat suatu hypotesa rumusan : bahwa frekuensi bergantung dari panjang
dawai, diameter dawai, jenis bahan dawai, tegangan dawai, dsb. Sehingga dalam
rumusan hypotesa ditulis :
f =Lw dx y Tz ...
T = tegangan dawai
w; x; y; z = merupakan angka tetapan
Dengan data pengamatan yang menghubungkan (f) terhadap besaran-
besaran variable (L); (d); ( ); dan (T), diperoleh nilai tetapan-tetapan pangkatnya
yaitu : w; x; y; dan z. Bila hal ini dapat ditemukan dengan eksperimen maka
terbuktilah kebenaran yang diajukan.
PERALATAN
GRAFIK ANALISA
Kesimpulan :
Dalam kesimpulan mengandung beberaka keterangan yang isinya :
1. Apakah hasil eksperimen anda sudah dapat mencapai tujuan .
2. Tunjukkan hasil anda dan berapa ketelitian yang anda capai ?
3. Tunjukkan keunggulan dan kekurangan yang anda capai
4. Bandingkan dengan nilai referensi ( bila ada ); dan berikan keterangan
bila terjadi diskripansi yang besar.
Saran-saran :
Dalam hali ni tanggapilah hasil anda secara detail. Misalnya dapat
dikemukakan saran memperbaiki eksperimen, baik mengenai metoda ukuran,
maupun peralatan yang dipakai. Atau kita dapat menyarankan pengukuran atau
eksperimen berikutnya yang diadakan sebagai tindak lanjut. Intinya saran-saran
yang kita sampaikan merupakan langkah penyempurnaan dari eksperimen yang
kita lakukan agar dikemudian hari dapat dilanjutkan untuk memperoleh nilai yang
lebih sempurna.