Anda di halaman 1dari 89

BAB I

PENGANTAR METODE PENGUKURAN FISIKA

I.1. Pentingnya Eksperimen Dalam Ilmu Fisika

Metode Pemgukuran Fisika merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa


jurusan Fisika yang akan memberikan bekal bagi mahasiswa mengenahi dasar-
dasar pengukuran, pengenalan Alat ukur, dan cara-cara analisa data eksperimen
ataupun penelitian . Mata kuliah ini sebagai dasar ketrampilan eksperimen Fisika
juga sebagai bekal dalam analisa data eksperimen. Hal ini sangat penting bagi
mahasiswa fisika, karena ilmu fisika merupakan ilmu yang mempelajari gejala-
gejala alam yang dalam perkembangannya sangat diperlukan untuk diamati, di ukur
dan dianalisa gejala-gejala alam tersebut.

Eksperimen/Penelitian mengandung makna suatu tindakan pengamatan,


pengukuran, Analisa data, dan pengambilan kesimpulan dari hasil eksperimen
tersebut. Adapun bagian-bagian yang merupakan komponen Eksperimen dapat
dilaksanakan apabila didukung adanya :

- Obyek Pengamatan
- Alat Pengamatan
- Pengamat ( orang yang mengamati)
- Data pengamatan

Obyek Pengamatan :

Perlu dicermati gejala apa yang muncul dari obyek, sehingga gejala tersebut dapat
diamati / diukur dengan baik. ( observable ).

Alat Pengamatan :

Disiapkan / dipilih peralatan dilakukan penyusunan ( set-up ) sehingga dapat


dipergunakan untuk mengamati gejala yang muncul dari obyek fisis. Misalnya
mempunyai jangkauan ukur yang sesuai, kepekaan yang memadahi, dan
sebagainya.

Pengamat ( Eksperimentator ) :

Perlu memiliki sikap yang menjadi nalurinya ( Comonsense ) benar dan sehat, dan
dalam pelaksanaannya perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Persiapan ( Eksperimen awal/pendahuluan ) : yaitu langkah awal dengan


menyiapkan / cek alat-alat yang digunakan apakah jalan baik, spesifikasi alat
apakah sesuai, set-up alat, dicoba input apa ada respon, dsb.
b. Pengujian Set-up Alat :

INPUT PROSES OUTPUT ??

1 BAHAN AJAR MPF-S1;


Apakah ketika ada input dapat terdeteksi outputnya, apakah output secara
kasar sudah merupakan fungsi dari input dan sesuai dengan gejala yang
diharapkan.

Apabila hal tersebut tidak / belum jalan dengan baik, maka sebagai
eksperimentator harus melakukan peninjauan kembali ( cek ) apakah set-up
ada yang salah. Melakukan langkah-langkah selanjutnya agar input, proses,
output berjalan sesuai harapan ( berkelakuan sesuai fungsi fisis yang
diharapkan ). Hal ini diperlukan kemampuan instrumentasi dari
eksperimentator.

c. Menyadari bahwa dalam pengukuran selalu ada ketidakpastian ukur


( ralat pengukuran ) :

Pengamat perlu mencermati sumber-sumber ralat dari pengukuran yang


dilakukan, berusaha meminisasi faktor-faktor penyebabnya sehingga
diperoleh hasil pengukuran yang akurasinya tinggi. Diantara faktor-faktornya
sangat banyak misalnya dapat dari alatnya, obyeknya, lingkungannya,
bahkan sikap pengamat dalam metode pengukuran.

d. Melakukan pengulangan pengamatan :

Pengamatan sebaiknya diulang-ulang untuk menyakinkan apakah gejala


dapat terdeteksi dengan baik dan konsisten, sekaligus juga untuk menguji
kekonsistenan alat ( set-up) eksperimen.

e. Melakukan analisa data / hasil yang sifatnya pemula; tidak perlu menunggu
seluruh data terkumpul sehingga secara dini dapat terdeteksi adanya
kekurangan-kekurangan yang muncul. Bila hal ini terjadi maka kita dapat
melakukan perbaikan langsung, tanpa men-set-up alat baru.
f. Syarat mutlak sebagai seorang pengamat adalah : bersikap jujur terhadap
data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan ( sebelum dianalisa lebih
lanjut ).
g. Merancang dan men-desain system yang lebih lengkap dan akurat dengan
berkonsultasi kepada yang ahli-ahli yang terkait, seperti Bengkel, teknisi
laboratorium, dan yang lainnya.
h. Menguasai kaidah-kaidah analisa data; grafik; dsb. Sehingga sebagai peneliti
akan cermat dan teliti dalam mengolah data yang diperoleh. Akhirnya
menghasilkan nilai yang berketepatan tinggi dan validitasnya bisa
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

I.2. Common Sense dalam Pengukuran

Pengertian Common Sense pada pengukuran, tidak mudah dijelaskan


dengan kata-kata, namun lebih mudah diberikan contoh-contoh tindakan dalam

2 BAHAN AJAR MPF-S1;


proses pengukuran yang menunjukkan adanya common Sense yang tinggi yang
dimiliki oleh seorang pengamat.

Misal : Ada seseorang yang pergi ke bengkel untuk memperbaiki motor/mobil nya,
orang tersebut tidak mengerti apa yang rusak ( tidak beres ) atas motor/mobilnya.
Setelah sampai di Bengkel ditanya sama teknisi bengkel apa yang rusak ? si pemilik
motor/mobil tidak dapat menjelaskan; akhirnya teknisi bengkel tersebut
menyalakan mesin motor/mobil tersebut dan mendengarkan suara mesin, tanpa
membuka cap mesin mobil, selanjutnya teknisi langsung dapat memberi
keterangan kepada pemilik mobil bahwa kelainan mobil berada pada bagin tertentu.
Sikap seorang teknisi bengkel yang seperti itu menunjukkan bahwa dia sudah
mempunyai common sense yang tinggi terhadap mesin mobil/motor tersebut.
Sehingga ketika akan melakukan perbaikan cukup tertuju pada bagian yang dia
duga kuat ada kelainan (penyebab kelainan)., sehingga proses perbaikan menjadi
efisien dan akurat.

Bagaimana halnya dengan seorang pengamat yang memiliki common


sense tinggi; berarti pengamat tersebut akan terasa bila data yang diamati salah
meskipun belum melakukan analisa lebih lanjut. Atau alat yang digunakan tidak
cocok meskipun alat tersebut belum digunakan untuk melakukan pengukuran,
Bahkan ketika ditengah jalan ketika melakukan pengamatan terjadi gangguan
mereka (pengamat) akan mengetahui hal tsb. sehingga data tidak terjadi
penyimpangan berarti.

Adapun tahapan-tahapan seorang pengamat/peneliti dapat memiliki


common sense tinggi terhadap yang diamati/diteliti yaitu :

Menguasai persoalan yang akan diamati


Menguasai peralatan yang digunakan untuk pengamatan
Mengerti set-up alat secara detail
Memiliki waktu yang cukup panjang terhadap pekerjaannya yang dilakukan
penuh ketekunan ( jam terbang tinggi, pada pekerjaan tsb.)

Dapat disimpulkan bahwa ketika seorang pengamat memiliki common sense


tinggi, akan menghasilkan pengamatan yang akurasinya tinggi, dan jauh dari
kesalahan.

I.3. Ralat Pengukuran

Apa yang dimaksud Ralat Pengukuran ?

Sebelum menjawab pertanyaan diatas, marilah kita cermati beberapa


langkah(keadaan) ketika kita harus melakukan suatu pengukuran :

3 BAHAN AJAR MPF-S1;


Pertama : adanya pelaku pengukuran (pengamat); seberapa kemampuan
pengamat melakukan pekerjaan pengukuran yang akan dilakukan, kapasitas
keahliannya akan mempengaruhi hasil pengukuran.

Kedua : adanya obyek yang akan diukur; keadaan obyek pengukuran juga
akan mempengaruhi hasil pengukuran. Apakah obyek dalam kondisi
sempurna atau kurang sempurna untuk diamati?

Ketiga : adanya Alat ; yang akan digunakan untuk mengukur keadaan obyek;
apakah alat dalam kondisi baik, memiliki ketelitian tinggi atau tidak cukup
teliti (misalnya dapat dilihat dari keadaan skala alat tsb.); hal ini sangat
berpengaruh terhadap hasil pengukuran.

Keempat : adanya metode pengukuran ( bagaimana pengamat melakukan


set-up alat dalam mengamati obyek ); hal ini juga akan mempengaruhi hasil
pengukurannya.

Kelima : keadaan lingkungan pengukuran ( suhu; kelembaban udara;


tekanan; waktu; dan sebagainya ) hal ini akan sedikit banyak berpengaruh
terhadap hasil ukur.

Dengan memperhatikan lima keadaan yang akan mempengaruhi hasil


pengukuran yang kita lakukan, tentu kita tidak dapat berharap banyak bahwa hasil
pengukuran akan sempurna. Hal ini sangat sulit untuk dicapai apalagi kalau
mengingat bahwa tidak ada yang sempurna kecuali yang maha sempurna yaitu
YANG MENCIPTAKAN ALAM INI TERMASUK MENCIPTAKAN KITA.

Ketidakmungkinan tersebut akan memberikan konsekuensi bahwa setiap kita


melakukan pengukuran PASTI ADA KETIDAKTEPATAN hasil pengukuran; inilah yang
dinamakan RALAT-PENGUKURAN atau KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN, di dalam
bahasa pengukuran disebut sebagai RALAT-PENGUKURAN.

Hasil pengukuran pasti akan selalu muncul ralat-pengukuran dan hal ini tidak
akan dapat dihilangkan, namun pengaruhnya dapat diperkecil dengan
mengupayakan kesempurnaan kelima faktor yang disebutkan diatas yaitu :
pengamat; obyek; alat; metode; dan faktor lingkungan.

Sebagai ilustrasi sederhana misalkan kita akan melakukan pengukuran


panjang suatu obyek menggunakan alat ukur panjang ( Rol-meter; Mistar; Jangka-
sorong; Mikrometer; Mikroskup-geser.), tentunya akan memberikan nilai hasil yang
berbeda antara alat satu dengan lainnya, hal ini disebabkan tingkat ketelitian alat
masing-masing berbeda.

ALAT UKUR PENGAMATAN KETERANGAN

Angka setelah koma tidak

4 BAHAN AJAR MPF-S1;


Rol-meter 1,.. cm dapat dibaca karena skala
terkecil alat (1cm)
Angka setelah (6) tidak
Mistar 1,6. Cm dapat dibaca karena skala
terkecil alat (1mm)
Angka setelah (3) tidak
Jangka-sorong 1,63 cm dapat dibaca karena skala
terkecil alat (0,1mm)
Angka setelah (5) tidak
Mikrometer 1,635.. cm dapat dibaca karena skala
terkecil alat (0,01mm)
Angka setelah (7) tidak
Mikrokop-geser 1,6357. Cm dapat dibaca karena skala
terkecil alat (0,001mm)

Dari tabel diatas, menunjukkan bahwa faktor alat akan menyebabkan hasil
yang berbeda-beda. Hal ini karena alat satu dengan lainnya mempunyai tingkat
ketelitian berbeda, lantas berapa hasil yang benar (tepat) ?!!!, apakah akan bisa
tercapai ? bagaimana kalau digunakan alat lain yang lebih teliti ? Kalau kita
berusaha menjawabnya pasti akan mengatakan bahwa hasil pengamatan dengan
alat hasilnya relative dengan alat yang digunakan.

Apabila faktor-faktor lain seperti : keadaan obyek; kelemahan pengamat;


metode pengukuran yang dilakukan; pengaruh lingkungan; semuanya
diperhitungkan, maka akan semakin memperbesar penyimpangan hasil
pengukuran. Hal ini semakin meyakinkan kita bahwa apapun upaya manusia tidak
akan dapat memberikan hasil ukur yang benar-mutlak, kebenaran mutlak dari
hasil pengukuran tidak pernah akan tercapai, dengan kata lain kita tidak pernah
dapat menemukan nilai benar-mutlak melalui pengukuran. Kesimpulan yang dapat
diambil adalah setiap melakukan pengukuran SELALU ADA RALAT-NYA, sehingga
hasil pengukuran besaran obyek
SEKARANG selalu harus
KITA SUDAH disajikan
MENYADARI DANdalam bentuk :
MEYAKINI
BAHWA SETIAP PENGUKURAN PASTI TIMBUL NILAI
RALAT
BILA DIUKUR BESARAN (X) MAKA HASIL UKURNYA
DISAJIKAN
X= x X

I.4. Jenis Ralat dan Sumbernya

Dari banyaknya faktor yang menyebabkan timbulnya ralat pengukuran, dapat


dipilah menjadi beberapa jenis sesuai dengan sumber dan penyebabnya sbb:

Ralat bersistem ( ralat sistematis ) :

5 BAHAN AJAR MPF-S1;


Jenis ralat ini memberi pengaruh yang tetap terhadap hasil pengukuran,
penyebabnya lebih pada keadaan alat yang kurang normal, kesalahan cara
membaca skala (pengamat); keadaan lingkungan yang berbeda (misal tekanan,
suhu, dsb.); adapun rincian masalahnya sebagai berikut.

1. Kesalahan kalibrasi alat


2. Keadaan off-set bergeser (jarum penunjuk pada alat tidak pada skala
nol ketika belum digunakan)
3. Kelelahan komponen alat yang sudah sering digunakan untuk
mengukur
4. Adanya faktor gesekan yang selalu timbul pada bagian alat ukur

Ralat Rambang :

Jenis ralat ini merupakan flutuasi pengukuran akibat adanya pengaruh alamiah
misalnya :
1. Adanya gerak Brown melekul-molekul udara yang senantiasa bergerak
dan sifatnya tidak teratur, keadaan ini menyebabkan adanya getaran
jarum penunjuk karena adanya tumbukan molekul-molekul tersebut.
2. Fluktuasi pada tegangan listrik baik PLN maupun ACCU, secara alamiah
ada perubahan yang sifatnya rambang dan secara cepat.
3. Landasan alat yang bergetar, akibat getaran gelombang samudra,
aktivitas gunung berapi yang aktif; kesibukan lalu lintas, dsb.
4. Bising, pada alat elektronik yang berfrekuensi getar, juga karena suhu
yang cukup panas.
5. Radiasi latar, beruparadiasi cosmos dari angkasa lua ang akan
mengganggu alat-alat pencacah elektronik.

Untuk mengatasi adanya ralat yang bersumber dari keadaan alamiah tersebut,
dilakukan pengukuran ber-ulang; semakin banyak pengulangan akan semakin
mendapatkan nilai yang mendekati benar.

Ralat Akibat dari Pengamat


Kesalahan ini sifatnya sangat subyektif; sehingga secara ideal seorang
pengamat harus mengerti tentang metodologi pengukuran, dan menguasai
peralatan yang digunakan untuk mengukur. Hal ini sangat diperlukan agar
tidak terjadi Human error.

TIDAK ADA HARAPAN BAGI KITA


UNTUK MENEMUKAN NILAI BENAR (XO)
MELALUI PENGUKURAN;
YANG DAPAT DIPEROLEH HANYALAH NILAI
YANG SERING MUNCUL PADA PENGUKURAN
BER-ULANG, YAITU YANG DISEBUT SEBAGAI
NILAI RATA-RATA PENGUKURAN ( X .

SOAL-SOAL LATIHAN :

6 BAHAN AJAR MPF-S1;


1. Nilai apakah yang ditunjukkan oleh ke-empat alat di bawah ini?
Bacaan pada skala utama Gores skala
Jumlah gores nonius yang
Tepat di depan
Alat pada skala Tepat di belakang berimpit
gores nol
nonius gores nol nonius dengan gores
nonius
skala utama
1 10 12 mm 13 mm ke 4
2 5 12 mm 13 mm ke 4
3 20 14 10 14 30 ke 7
4 10 14 10 14 30 ke 7

2. Jangka sorong dengan skala yang dikalibrasi dalam mm akan dilengkapi


dengan nonius hingga hingga nilai skala terkecil yang dapat dicapai adalah

1
5 mm. Berapakah nilai antara dua gores terdekat skala nonius itu? Ada

berapa gores pembagi pada skala nonius itu?

3. Jarak terdekat antara 2 gores skala jangka sorong adalah 1 mm. Berapakah
ketidakpastian mutlak setiap pengukuran dengan alat ini?
4. Termometer (pembagian skala sampai 0,5 C saja) dipakai mengukur titik
didih air (pada 1 atmosfer). Berapakah ketidakpastian mutlak pada
pengukuran ini? Dan ketidakpastian relatifnya? Berapakah ketelitian yang
tercapai dalam pengukuran ini?
5. Stopwatch memiliki pembagian skala sampai 0,2 detik. Tentukanlah selang
waktu yang dapat diukur dengan ketelitian 5%; 1%.
6. Diameter pipa (lebih kurang 20 mm) harus diukur dengan ketelitian 1%.
Dapatkah dipakai mistar biasa? Jangka sorong? Jelaskan.
7. Suatu meter ampere mempunyai skala 0-5 A dengan pembagian skala
sampai 0,1 A. Berapakah ketelitian yang dicapai apabila alat dipakai pada
skala penuh? Dan pada pertengahan skala?
8. Pada suatu saat barometer menunjukkan tepat 1 atmosfer. Berapakah
ketelitian pembacaan itu kalau nilai terkecil skalanya 1mm?

7 BAHAN AJAR MPF-S1;


BAB II
METODE PENENTUAN RALAT PENGUKURAN

II.1. Pengukuran Tunggal dan Taksiran Ralatnya

Dalam ilmu pengukuran, hasil yang baik dapat dicapai apabila pegukuran
dilakukan berulang-ulang namun tetap memberikan nilai ukur yang konsisten. Hal
ini kadang-kadang sulit dicapai dalam praktek pengukuran yang riil, karena ketidak
sempurnaan obyek maupun kendala alat, dan lainnya sehingga kadang pada kasus
tertentu kita tidak dapat melakukan pengukuran berulang.

Khusus pada pengukuran yang hanya dapat dilakukan sekali (tidak bisa
diulang) atau data tunggal, nilai ralat pengukuran boleh ditaksir(diperkirakan) oleh
pengamat, dengan mempertimbangkan keadaan skala alat yang digunakan. Kita
sadar bahwa nilai taksiran sangat subyektif terhadap siapa yang menaksir, namun
harus di-ingat bahwa pengamat yang boleh memberikan taksiran mempunyai
beberapa persyaratan yang terkait dengan kepakaran pada ilmu tentang
pengukuran, paling tidak harus mempunyai common senseyang tinggi dalam
pengukuran.

8 BAHAN AJAR MPF-S1;


Dalam hal ini, keadaan alat yang dimaksud adalah keadaan skala pada alat
tersebut, kasar dan halusnya skala pada alat akan menentukan besar dan kecilnya
ralat penaksiran. Jarak terdekat dari dua goresan skala pada alat yang menentukan
halus dan kasarnya alat ukur. Batas pengelihatan normal mata kita dapat melihat
dengan jelas sekitar (1mm); sehingga rata-rata alat ukur ditampilkan dengan skala
terkecilnya 1mm. Mayoritas para ahli menyepakati bahwa dengan skala terkecil
1mm, diperbolehkan mengambil nilai taksiran dengan setengahnya, namun bila
skala terkecil lebih besar atau lebih kecil dari 1mm, maka nilai taksiran tidak harus
setengahnya ( bisa 1 skala,
HASIL atauPENGUKURAN
ANALISA bahkan skala) bergantung
TUNGGAL kasus(X)
BESARAN yang dihadapi.
SBB:
NILAI TERBAIK ( x ) YANG MERUPAKAN NILAI RATA-
RATA ADALAH: NILAI PENGUKURAN TUNGGAL (X1);
SEDANGKAN RALAT PENGUKURAN BERUPA NILAI
TAKSIRAN PENGAMAT.
DISAJIKAN : X = x X

Bagaimana dengan Skala NONIUS ?

Upaya pembacaan skala yang ada pada alat ukur agar memperoleh nilai
yang lebih teliti, digunakan tambahan skala-nonius. Adapun fungsi skala-nonius
sebagai pembagi skala terkecil alat menjadi bagian yang lebih kecil yang masih
dapat diamati dengan baik.

Pada alat yang ada skala-nonius, berarti jarak skala terkecil alat yang dapat
diamati berupa skala-noniusnya. Jadi pengertian ralat penaksiran juga berdasar dari
kondisi skala-noniusnya.

Angka taksiran tidak boleh hanya semata-mata mempertimbangkan keadaan


skala alat, namun karena ralat pengamatan mempunyai faktor yang lain seperti
keadaan obyek, maka boleh juga nilai taksiran didasarkan dengan keadaan obyek,
bahkan faktor pengamat juga sangat pengaruh, sehingga dapat terjadi taksiran
pengamat satu berbeda dengan pengamat lainnya.

Dalam hal pengukuran tunggal maka nilai benar (terbaik) adalah hasil ukur
tunggal, dan ralatnya adalah merupakan hasil taksiran pengamat yang tentunya
ada unsure subyektifitas pengamat, namun hal ini tidak perlu dikawatirkan karena
pengamat yang sudah memiliki pengalaman panjang dengan peralatannya akan
tepat dalam penaksirannya, jadi tidak sembarang pengamat boleh menaksir kondisi
alat yang digunakan.

Catatan : dalam praktek pengukuran , lebih baik dilakukan pengukuran ber-ulang


untuk mendapatkan nilai yang baik, kecuali hal itu tidak memungkinkan maka boleh
melakukan pengukuran tunggal, namun kalau belum ahli dalam menaksir ralat,
tanyakan padaALAT
ahlinya., prisipnya
UKUR YANG hindariDENGAN
DILENGKAPI pengukuran
SKALAtunggal
NONIUS,, kecuali ada
keterbatasan. BERARTI SKALA TERKECIL PADA ALAT TERSEBUT
ADALAH :
9 BAHAN AJAR MPF-S1;
( SKALA TERKECIL ALAT TANPA NONIUS )
N
II.2. Pengukuran Berulang

Dikatakan pengukuran berulang apabila pengamatan besaran suatu obyek


terjadi pengulangan pengukuran lebih dari satu kali (minimal 2 kali pengamatan),
yaitu : 2 kali; 3 kali; 4 kali; dan seterusnya smpai N kali. ( N = jumlah pengulangan
pengukuran )

A). Khusus untuk N = 2 :

Misalnya dilakukan pengukuran besaran ( X ) diulang 2 kali, dengan hasil


pengukuran sbb:

Pengukuran Hasil pengukuran


ke-i ( Xi )
1 X1
2 X2

HASIL ANALISA PENGUKURAN 2 KALI YAITU : X1 DAN X2


NILAI TERBAIK ( x ) YANG MERUPAKAN NILAI RATA-
RATA ADALAH:
x = [ X1 + X2 ]
DAN RALAT PENGUKURANYA (X) ADALAH:

B). Untuk jumlah pengulangan N 3 :

Dalam hal ini, secara teori sudah dapat menggunakan kaidah statistic dengan
rumusan deviasi (Sx); secara lengkap rumus-rumus deviasi akan dibahas pada sub-
bab berikutnya. Namun secara praktek jumlah pengulangan yang terlalu sedikit
akan menyebabkan nilai ralat yang cukup besar, sehingga terkadang berapa jumlah
yang harus dilakukan pengulangan tergantung keputusan pengamat ( ada yang
cukup dengan 5 kali, 7 kali, 9 kali , dsb. ) namun tetap memperhatikan keadaan
obyek pengamatan.

Mayoritas pengamat hampir merasa cukup dengan pengulangan sekitar 10 kali


pengukuran untuk menggunakan analisa dengan kaidah statistic ( N = 10 ).

10 BAHAN AJAR MPF-S1;


SECARA TEORI ,PENGULANGAN PENGUKURAN 3 KALI
DAPAT MENGGUNAKAN NILAI DEVIASI (STATISTIK) DALAM
MENENTUKAN RALAT PENGUKURANNYA.
NAMUN SECARA PRAKTEK; MINIMAL PENGULANGAN
SEKITAR 10 KALI, HAL INI JUGA MEMPERTIMBANGKAN
KEADAAN OBYEK YANG DIAMATI.
SECARA PRINSIP LEBIH BANYAK DATA PENGULANGAN
AKAN MEMBERIKAN NILAI RALAT SEMAKIN KECIL

II.3. Standar Deviasi dan Standar nilai rata-rata

X = x X
x = NILAI TERBAIK ( RATA-RATA )

Nilai ralat pengukuran (X) dengan jumlah data ( N ) yang sudah memenuhi
kaidah statistic, dapat didekati dengan nilai deviasi pada ilmu statistic. Telah
dijabarkan dengan lengkap pada analisa statistic yang memberikan hasil banyaknya
model deviasi pada analisa data diantaranya :

1. Nilai deviasi (simpangan) terhadap nilai rata-rata ( x )


Didefinisikan sebagai :

i = [ X i x ]

2. Nilai deviasi rata-rata ( ) dari jumlah data pengulangan (N),


Didefinisikan sebagai :


i [ X i x ]
= N = N
;nilai ini harus dimutlakkan agar memperoleh nilai positif, karena nilai ralat
harus bernilai positif.
3. Nilai varian (
Didefinisikan sebagai :
2

=
2i [ X i Xo]
=
N N
4. Nilai deviasi baku atau simpangan baku atau terkenal dengan sebutan
deviasi standar semesta ( )
Didefinisikan sebagai :

11 BAHAN AJAR MPF-S1;



2

= =
[ X i Xo]
N
dengan X0 sebagai nilai benar ( hal ini sulit didapatkan )

Semua definisi di atas dapat digunakan sebagai nilai ralat pengukuran, tergantung
kasus yang dihadapi pada analisa datanya ( ber-ragam model data yang akan
dianalisa ); deviasi yang mana yang dirasa sesuai dengan model analisa yang
digunakan oleh pengamat.

Yang biasa digunakan oleh para pengamat adalah deviasi yang berupa
deviasi standar universal (), artinya jumlah data harus tak berhingga; dan hal ini
tidak mungkin dicapai dalam eksperimen riil., dan nilai benar (X 0) juga mustahil
diperoleh. Dengan kajian teori statistic lanjut, dapat dihasilkan persamaan yang
memenuhi untuk data dengan jumlah tertentu ( N kali ), dengan nilai benar (X 0)
didekati dengan nilai rata-rata dari jumlah data pengamatan yaitu ( x );
menghasilkan nilai deviasi standar-( Sn ) dan deviasi standar-( Sn-1 ) ditulis
sebagai :

Rumus deviasi standar dengan jumlah data ( N ) besar :

Sn =
[ X i X ]
N

Rumus deviasi standar dengan jumlah data ( N ) tertentu; tidak terlalu


besar(sekitar 10 data).

Sn-1 =
[ X i X ] ; dengan : x = nilai rata-rata jumlah pengukuran;
N 1

dengan rumusan :
N

Xi RUMUS UNTUK MENGHITUNG RALAT PENGUKURAN


x= i=1 DAPAT MENGGUNAKAN RUMUS (1) ATAU (2)
N
UNTUK DATA YANG JUMLAHNYA LEBIH DARI 10
DATA ,SELISIH NILAINYA KEDUA RUMUS INI TIDAK
BEGITU SIGNIFIKAN.

RUMUS (1) : Sn =
[ X i X ]
N

RUMUS (2) : Sn-1 =


[ X i X ]
12 BAHAN AJAR MPF-S1; N 1

DENGAN ( X ) = NILAI RATA-RATA PENGUKURAN


Untuk jumlah data yang bertingkat ( misal : pengulangan 8 kali pertama,

dihitung nilai rata-rata (


x 1 ); kemudian dilanjutkan data pengulangan 8 kali kedua

dihitung nilai rata-rata (


x 2 ); dan seterusnya , misal diulang sampai 10 kali )

sehingga ada 10 nilai rata-rata, seperti contoh table data berikut :

Dat Pengamatan ke : i Nilai rata-


a rata ke : i
( Xi )
ke:
(
x i )
i
1 11,4 12,5 12,1 12,8 11,3 12,4 12,5 12,0 12,1250
2 11,7 11,3 13,3 13,3 11,4 13,0 12,7 11,5 12,2750
3 11,0 12,5 10,9 13,0 10,6 12,7 11,4 12,0 11,7625
4 12,0 13,2 12,7 12,4 12,6 11,8 12,3 12,3 12,4125
5 9,7 11,4 12,0 11,6 13,7 12,5 13,5 12,7 12,1375
6 14,9 12,2 12,1 13,0 13,0 11,0 13,2 11,5 12,6125
7 13,1 12,3 12,3 12,3 12,2 13,1 11,2 12,0 12,3125
8 12,4 10,8 13,5 11,9 11,2 12,8 11,4 12,1 12,0125
9 14,9 12,2 12,1 13,0 13,0 11,0 13,2 11,5 12,6125
10 12,0 13,2 12,7 12,4 12,6 11,8 12,3 12,3 12,4125

Pengolahan data yang seperti contoh table diatas, memerlukan analisa yang
bertingkat, yaitu perlu dihitung lagi sebaran nilai rata-rata ( x ) dan akan

menghasilkan nilai standar deviasi dari nilai rata-rata (


S x ) dengan

rumusan :


2
S N 1 [ X i x ] 0,26655
S x = = = = 0,084
N N (N1) 10

Dengan = 12,2675; sehingga hasilnya ditulis sebagai : X = 12,27


0,08

Rumusan model ralat yang terakhir ini yang akan menghasilkan nilai ralat paling
kecil; namun diperlukan data yang bertingkat seperti contoh diatas ( 8 x 10 ) data.

13 BAHAN AJAR MPF-S1;


II.4. Program SD pada Calculator

Perkembangan teknologi computer yang begitu cepat, muncul alat-alat


elektronik yang berbasis komputasi semakin banyak dan mudah didapat,
diantaranya mesin analitik berupa calculator yang sudah memuat berbagai program
aplikasi statistic, diantaranya dapat digunakan untuk menghitung nilai ralat
pengukuran berupa standar deviasi, baik yang nilai standar maupun nilai rata-rata,
bahkan juga memuat program regresi dan yang lainnya.

Proses analisa data biasanya diperlukan tingkat ketekunan, kecermatan, dan


cepat bagi para pengamat, hal ini dikarenakan data yang cukup banyak dan cukup
rumit, apalagi biasanya pengamat sudah kelelahan pada proses pengambilan
datanya. Untuk itu sangat dianjurkan menggunakan alat bantu seperti calculator
dalam memproses datanya.

Yang perlu diperhatikan ketika menggunakan program calculator adalah,


pengamat harus sudah menguasai sisten operasianal calculator , disamping
memahami kerja program yang digunakan dalam menghitung. Hal ini penting
karena bila operator salah ( tidak menguasai masalahnya ) hasil juga dapat salah,
meskipun mesin calculator sudah canggih.

CONTOH PROGRAM APLIKASI SD PADA CALCULATOR :

Misal mengadakan pengukuran besaran ( X ) dengan pengulangan 10 kali, data


pada table berikut :

Data Hasil ukur : Xi


Pengukuran
ke : i
1 12,0
2 12,3
3 12.0
4 11,7
5 12,0
6 11,8
7 12,0
8 11,8
9 12,3
10 11,7
Setelah dilakukan analisa dengan program SD pada calculator diperoleh hasil :

Sn =
[ X i X ] = 0,2059
N

14 BAHAN AJAR MPF-S1;


N

Xi
2

Sn-1 =
[ X i X ] = 0,2170 x = i =1 = 11,96
N 1 N

CONTOH PROSEDUR ANALISA DATA


PROGRAM SD CALCULATOR
1. Aktifkan pada menu SD MODE 2
2. Hapus data lama yang mungkin masih tersimpan
pada menu tsb. SHIFT-CLR-1-(scl)=
3. Mulailah memasukkan data DT
4. Yakinkan bahwa data anda sudah masuk semua,
cek jumlah yang sudah masuk ( melihat nilai n = ?
) DT=
5. Teliti ulang data anda, jangan sampai salah.
6. Bila sudah benar, berarti tinggal menampilkan
nilai yang anda kehendaki pada proses analisa
tsb.
7. Tampilkan nilai rata-rata ( X ) AC-SHIFT-[S-

VAR]-1( X )=
8. Tampilkan nilai ralat (Sn) AC-SHIFT-[S-VAR]-2(
S n )=

SOAL-SOAL LATIHAN :

1. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran sebuah besaran (x )sebanyak 5


kali, dengan hasil :
Data ke-i : 5, 7, 9, 7, 8
Hitunglah nilai rata-rata ( x ) dan standar deviasinya ( x ) ?
2. Hitunglah nilai rata-rata dan standar deviasi dari data dibawah ini : lakukan
dengan cara menghitung biasa, dan juga dengan menggunakan program
SD pada kalkulator anda ? bandingkan kedua hasilnya, apakah ada
perbedaan yang berari ? Jelaskan semuanya.
Data ; 86, 85, 84, 89, 86, 88, 88, 85, 83, 85.
3. Seorang mahasiswa menghitung waktu ayunan sebuah pendulum sebanyak 3
kali dan mendapatkan hasil ( dalam detik ) sebagai berikut : (1,6) ; (1,8) ; dan
(1,7)
a. Hitunglah nilai rata-ratanya dan standar deviasinya ?
b. Apabila dilakukan pengukuran waktu untuk keempat kalinya, berapa
probabilitas hasil yang didapatkan akan bernilai diluar rentang nilai (1,6 -
1,8) ?
4. Dengan menggunakan data di soal nomor-1, tentukan nilai rata-rata dan
standar deviasinya untuk besaran:
a. (x) ?

15 BAHAN AJAR MPF-S1;


b. (5x2) ?
c. (10 X + 3X3)
5. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran kecepatan suara dengan :

= f , dimana (f) adalah frekuensi yang ditunjukkan oleh oscillator dan ( )


adalah panjang gelombang. Hasilnya adalah = (11,2 0,1) cm dan f =
3000 Hz. Oscillator memiliki ketidakpastian sistem sebesar 1%.
a. Bagaimanakah hasil yang didapatkan untuk nilai ( ) ?
b. Apakah nilai ketidakpastian 1% pada oscillator penting ?

BAB III
METODE PERAMBATAN RALAT

Pada pembahasan bab yang lalu ,kita telah meyakini bahwa setiap
pengukuran selalu menghasilkan nilai yang mengandung ralat; kita telah mengenal
jenis dan sumber-sumber yang menyebabkan timbulnya ralat; juga telah
mengetahui bagaimana cara menentukan nilai ralat dengan berbagai model
pengukuran yang dilakukan. Yang telah kita bicarakan di depan , semuanya
menyangkut persoalan besaran obyek yang dapat diamati ( diukur ) secara
langsung.

Bagaimana jika besaran-besaran obyek tidak dapat diamati ( diukur ) secara


langsung ? Misalnya pengamatan gravitasi bumi dengan eksperimen ayunan
matematis dengan rumus pendekatan teorinya adalah :

16 BAHAN AJAR MPF-S1;


4 2
g= T2 L

Besaran panjang tali bandul ( L ) dapat diukur langsung dengan alat ukur panjang,
( T ) besaran waktu periode ayunan yang dapat diukur langsung dengan alat ukur
waktu, tetapi kita tidak dapat langsung mengukur besaran ( g) karena tidak ada alat
ukurnya. Dengan demikian untuk menentukan besaran ( g ) melalui pengukuran
besaran ( L ) dan ( T ); dengan kata lain penentuan ( g) melalui perambatan dari
besaran yang terukur langsung. Proses analisa semacam ini dinamakan proses
perambatan.

Nilai ralatnya juga melalui proses perambatan ralat , yaitu dihitung dengan
merambatkan nilai ralat dari masing-masing besaran yang terukur secara langsung
dengan alat ukur. Dalam contoh kasus kita diatas, nilai ralat ( g ) dirambatkan
terhadap nilai ralat ( L ) dan nilai ralat ( T ).

Dalam konteks persamaan matematik dapat dikatakan bahwa :

g = f ( L, T ) ; f = fungsi

Bagaimana cara perambatan dilakukan, dan seperti apa pengaruh dari keterkaitan (
korelasi ) antar variable dalam kontribusi ralat perambatannya, hal ini akan
diuraikan pada bab berikut.

III.1. Teori Perambatan

Misalkan besaran fisis ( V ) merupakan besaran yang nilainya bergantung dari


besaran-besaran variable ( x ); ( y ); ( z ); ( t ) ; dan seterusnya. Dalam bahasa
matematik dapat ditulis bahwa :

V = f ( x,y,z,t, ) dengan f = fungsi

Karena variable ( x ); ( y ); ( z ); dan ( t ) merupakan variable yang dapat diamati


secara langsung dengan alat ukur, berarti nilai dari masing-masing besaran
tersebut adalah :

x= x x ; y = y y

z= z z ; dan t = t t

Nilai besaran ( V ) dinyatakan sebagai :

V= v V ; dan v = f( x , y , z , t )

Deviasi dari besaran-V yaitu ( V ) juga dapat dinyatakan dalam persamaan :

17 BAHAN AJAR MPF-S1;


V = f(x,y,z,t,) f( x x; y y; z z; t t )

Persamaan terakhir ini merupakan persamaan perambatan yang cukup rumit


dalam penyelesaian matematiknya, namun kalau kita ambil logika tentang ralat
pengukuran kita dapat menyatakan bahwa V adalah sebuah ralat pengukuran
tidak langsung dari besaran V. Selanjutnya dengan ketekunan kita dalam olah
rumusan matematik akan diperoleh rumusan penyelesaian untuk ralat perambatan.

III.2. Rumus-rumus Ralat Perambatan

Bila ralat besaran ( V ) yaitu (V) didekati dengan nilai deviasi standar ( S V );
didapat penyelesaian sebagai berikut :

Bila besaran ( V ) hanya bergantung variable tunggal ( x )

SV = |Vx | ; dengan (
V
x ) merupakan deferensial parsial dari V = f

(x,y,z,t)

Bila besaran ( V ) bergantung dari dua variable misal ( x, y )

(
2 2
V V
SV = x )(
. Sx +
y
. S y +2
V
x ) ( )( Vy ) xy Sx Sy

Dengan : xy = faktor korelasi antara besaran (x) dan (y), yang dirumuskan
sebagai;
N
1
xy = ( N 1 ) S x S y xi yi
1

nilai faktor korelasi ( yang sering disebut sebagai faktor kegayutan dalam
perambatan ralatnya ) akan berkisar antara : nol ( 0 ) dan ( 1 ) yang
mengandung pengertian sbb.:
xy
Faktor korelasi : ( =0)
Berarti antara variable x dan y tidak saling ber-korelasi dengan kata lain
pengaruhnya terhadap ralat besaran V tidak ada ke-gayutan ( tak gayut /
saling bebas ). Hal ini akan memberikan penyelesaian rumus
perambatannya :

(
2 2
V V
SV = x )(
. Sx + .S
y y )
xy
Faktor korelasi : ( = 1 )

18 BAHAN AJAR MPF-S1;


Berarti antara variable x dan y ber-korelasi penuh dengan kata lain
pengaruhnya terhadap ralat besaran V tidak ber-gayutan ( gayut / saling
terikat ). Hal ini akan memberikan penyelesaian rumus perambatannya :

SV = |Vx |S +|Vy |S
x y

Bila besaran V bergantung dari banyak variable pengukuran ( x, y, z, t, );


maka secara umum rumus ralat perambatan SV adalah :

A). RUMUS TAK-GAYUT ( SALING BEBAS )

(
2 2 2 2
V V y V
SV = x
. Sx +
y )(
.Sy +
z )(
. Sz + .S
t t ) ( )
B). RUMUS BER-GAYUT ( SALING TERIKAT )

SV = |Vx |S +|Vy |S
x y + |Vz |S Z +|Vt |St

III.3. Ralat Gayut dan tak-Gayut

Dalam praktek dapat dikondisikan apakah analisa yang digunakan gayut atau
tak-gayut , hal ini dapat diatasi dengan metode pengukuran yang dilakukan oleh
pengamat. Namun secara umum rumus perambatan ralat untuk variable-variabel
bebas yang memeliki ralat secara rambang, mayoritas pengamat menggunakan
rumusan tak-gayut. Pengertian rumus gayut juga diperlukan untuk analisa
yang bersifat teoritik.

RALAT GAYUT :
Apabila dalam eksperimen yang kita lakukan tidak dapat menghindari
adanya korelasi antara variable satu dengan lainnya, seperti misalnya :
pengukuran Volume benda berbentuk balok dengan dimensi V( x; y; z ).
Pengukuran besaran-besaran tersebut menggunakan alat yang sama, dengan
cara mengamatinya juga sama, dalam tempo yang sama; dilakukan oleh
pengamat yang sama; dsb. Hal ini sangat mungkin kontribusi ralat dari
RUMUS
masing-masing variable UMUM
( x; y; RALAT
z ) akan BER-GAYUT
memberikan korelasi penuh terhadap
ralat besaran volume (V) tsb. Kasus yang sangat khusus ini; diperbolehkan
V = f ( X, Y, Z )
pengamat menggunakan rumus perambatan
BESARANralat ber-gayut.
X ; Y; DAN Z MERUPAKAN VARIABEL SEJENIS
YANG TERKORELASI (GAYUT); DENGAN NILAI MASING-
MASING :
X= x X ; Y = Y Y DAN Z = Z Z

V= V V
19 BAHAN AJAR MPF-S1;

V = |Vx | X+|Vy | Y +|VZ | Z


RALAT TAK-GAYUT ( tidak terkorelasi )

Sedangkan bila fungsi besaran V yang bergantung dengan besaran


variable ( x, y,z ), namun besaran variable yang terukur langsung saling
bebas antara satu dengan lainnya maka ralat dari besaran ( V ) merupakan
ralat perambatan yang tak-gayut atau tidak ada korelasi sama sekali antara
ralat X; ralat Y maupun ralat Z.
Sebagai contoh riil ; misalnya eksperimen yang menentukan nilai percepatan
gravitasi bumi dengan rumusan eksperimen :

4 2
g= T2 L

Pengukuran panjang tali ( L ) digunakan alat ukur panjang, dan


pengukuran periode ayunan ( T ) dengan alat ukur waktu. Kita mengetahui
bahwa hasil ukur kedua besaran tidak saling mempengaruhi, dapat dikatakan
saling bebas. Alasan yang dapat diajukan misalnya kedua besaran tersebut
diukur dengan alat yang berbeda, disamping memang keduanya tidak
sejenis, hal ini akan memberikan nilai ralat masing-masing besaran yang
saling bebas. Akibatnya ralat dari besaran gravitasi ( g ) merupakan kasus
ralat perambatan yang saling bebas atau tak-gayut.
RUMUS UMUM RALAT TAK-GAYUT

V = f ( X, Y, Z )

X ; Y; DAN Z ,MERUPAKAN BESARAN VARIABEL YANG


SALING BEBAS ; DENGAN NILAI MASING-MASING :

X= X X ; Y = Y Y DAN Z = Z
Z
V= V V

(
2 2 2
V V V
V=
x
X + )(
y
.Y +
Z )(
. Z )
20 BAHAN AJAR MPF-S1;
III.4. Rumus-rumus Khusus

Bila kita cermati rumus-rumus model perambatan selalu mengandung


operator deferensial parsial, sehingga diperlukan ketelitian tinggi dalam analisa
disamping ketrampilan matematik tentang deferensial. Untuk antisipasi bagi
pengamat yang kurang trampil dalam olah matematik, maka diturunkan rumus-
rumus khusus dalam menghitung ralat perambatan sebagai berikut :

Rumus khusus yang dimaksud misalnya menyangkut persamaanpersamaan


tentang fungsi penjumlahan; pengurangan; perkalian; pembagian; pangkat;
eksponesial; dan lainnya.


RUMUS PENJUMLAHAN-PENGURANGAN
Misal : V = aX bY dengan : a ; b = konstanta
Rumus perambatan ralat dari besaran V menjadi :

SV = ( a S ) +( b S )
x
2
y
2
; untuk : X dan Y saling bebas ( tak-gayut )

SV = a Sx + b Sy ; untuk : X dan Y gayut ( terkorelasi )

RUMUS PERKALIAN-PEMBAGIAN

Misal : V = a X Y atau V = a ( YX ) ;dengan ( a ) = konstanta

Rumus perambatan ralat dari besaran V menjadi :

( Sx 2 S y 2
SV
V
=
x ) ( )
+
Y ; untuk : X dan Y saling bebas ( tak-gayut )

SV Sx Sy
V = X + Y ; untuk : X dan Y gayut ( terkorelasi )

RUMUS FUNGSI PANGKAT


Misal : V = a Xb ; a dan b merupakan konstanta.
Rumus perambatan ralat dari besaran V adalah :

SV S
V
=b x
X ( )
RUMUS FUNGSI EKSPONENSIAL

21 BAHAN AJAR MPF-S1;


Misal : V = a ebX ; a dan b merupakan konstanta.
Rumus perambatan ralat dari besaran V adalah :

SV S
V ( )
=b x
X

RUMUS FUNGSI LOGARITMA


Misal : V = a ln ( b X ) ; a dan b merupakan konstanta.
Rumus perambatan ralat dari besaran V adalah:

Sx
S V =a ( )
X

SOAL-SOAL LATIHAN :

1. Dalam sebuah eksperimen untuk mengetahui penyimpangan sudut


momentum, mahasiswa memperoleh hasil :
L (awal ) L (akhir) (L L)
3,0 0,3 2,7 0,6
7,4 0,5 8,0 1
14,3 1 16,5 1
25 2 24 2
32 2 31 2
37 2 41 2
Tabel menunjukkan momentum awal dan momentum akhir, tentukan selisih
( L L) dan ketidakpastiannya. Apakah hasil tersebut sesuai dengan
penyimpangan dari sudut momentum ?
2. Jika sebuah batu dilemparkan keatas dengan kecepatan( v), maka batu
tersebut akan naik setinggi (h), yang memenuhi persamaan : v 2 = 2gh.
Dengan kata lain, (v2) seharusnya sebanding dengan (h). untuk menguji hal
ini, mahasiswa mengukur (v2) dan (h) untuk 7 kali lemparan dengan hasil
sebagai berikut :
(h) dalam meter (V2) dalam (m2/s2)
( semuanya ralatnya 0,05 )
0,4 73
0,8 17 3

22 BAHAN AJAR MPF-S1;


1,4 25 3
2,0 38 4
2,6 45 5
3,4 62 5
3,8 72 6
a. Buat grafiknya. Apakah grafik yang Anda buat konsisten dengan
pernyataan bahwa (v2) lurus terhadap (h )?
b. Apakah hasil Anda konsisten terhadap nilai : 2g = 19,6 m/s 2 ? g=gravitasi
bumi.
3. Untuk mengukur akselerasi dari sebuah kendaraan, mahasiswa mangukur
kecapatan awal dan akhir dari kendaraan tersebut ( v i dan vf ), dan
menghitung perbedaannya ( vf vi ). Percobaan dilakukan 2 kali. Semua hasil
mempunyai ketidakpastian pengukuran sebesar 1 %. Hasil dapat dilihat di
tabel berikut :
vi ( cm/s ) vf ( cm/s )
Percobaan pertama 14,0 18,0
Percobaan kedua 19,0 19,6
a. Hitung ketidakpastian absolut dari semua pengukuran !
b. Hitung prosentase ketidakpastian untuk setiap ( v i vf ) ?
4. 2 orang mahasiswa diperintahkan untuk mengukur tingkat emisi dari partikel-
dari sampel radioaktif tertentu. mahasiswa A menghitung selama 2 menit
dan mendapatkan 32 partikel-. Mahasiswa B menghitung selama 1 jam dan
mendapatkan 786 partikel- (tingkat emisi diasumsikan konstan selama
pengukuran ).
a. Hitung ketidakpastian dari hasil yang didapatkan mahasiswa A ?
b. Hitung ketidakpastian dari hasil yang didaparkan mahasiswa B ?
c. Hitung emisi partikel per menitnya. Berapa hasil dan ketidakpastiannya
?
5. Dengan aturan yang ada, hitunglah hasilnya :
d. ( 5 1 ) + ( 8 2 ) ( 10 4 )
e. ( 5 1 ) x ( 8 2 )
f. ( 10 1 ) / ( 20 2 )
g. 2( 10 1 )
catatan: pada nomor soal 2.d., angka 2 dan merupakan tetapan
yang tepat(dianggap tidak mempunyai ralat).
6. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran dengan hasil sebagai berikut :
a = (5 1) cm
b = (18 2) cm
c = (12 1) cm
t = (3,0 0,5) detik
m =( 18 1) gram

23 BAHAN AJAR MPF-S1;


dengan menggunakan aturan yang ada, hitung nilai dari persamaan berikut ,
sajikan masing-masing dengan model ralat mutlak dan ralat relatifnya .
a. (a + b + c) c. (4a) e. (ct)
b. (a + b c) d. (b/2) f. (mb/t)
7. Seorang pengunjung dari sebuah istana abad pertengahan memutuskan
untuk mengukur kedalaman sebuah sumur dengan menjatuhkan sebuah batu
dan mengukur waktu jatuhnya. Hasil yang didapatkan adalah : t = (3,0 0,5)
detik. Apa yang bisa dia simpulkan tentang kedalaman sumur tersebut ?
8. Derivatif parsial (q/x) dari : q(x,y) didapatkan dari hasil diferensiasi dari (q)
fungsi ( x) dengan (y) konstan. Tuliskan derivative parsial (q/x) dan (q/y)
dari ketiga fungsi berikut :
a. q(x,y) = x + y
b. q(x,y) = xy dan c. q(x,y) = x2 y3
BAB IV
PENYAJIAN HASIL AKHIR & ANGKA BER-ARTI (ANGKA PENTING)

IV.1. Model Penyajian Hasil Akhir Pengamatan


Telah dibahas dengan detail pada bab didepan, bahwa suatu pengukuran
dikatakan sempurna dengan ditandai dengan kesempurnaan dalam tampilan hasil
akhir yang disajikan. Model penyajian yang memenuhi kaidah pengukuran adalah
menuliskan hasil perhitungan yang terbaik disertai dengan toleransi hasil
pengukuran berupa ralat pengukuran, yang disajikan dalam :

X= X X

Dengan : X = symbol besaran yang diamati


X = nilai terbaik ( nilai rata-rata pengamatan )

X = toleransi pengukuran ( ralat pengukuran )

Nilai terbaik pengukuran ( X ):

Merupakan nilai pengukuran tunggal bila metode pengamatannya hanya


mampu satu kali pengukuran.
Merupakan nilai rata-rata dari jumlah data pengukuran, bila metode
pengamatannya berulang ( misal N data )

X =
Xi
N

24 BAHAN AJAR MPF-S1;


Merupakan nilai rata-rata berbobot bila dilakukan proses perbandingan antar
metode ukur ( dibahas pada bab IX )
Toleransi pengukuran / Ralat ( X ) :
Merupakan nilai taksiran skala terkecil alat, bila metode satu kali pengukuran.
Merupakan nilai deviasi standar , bila metode pengukuran ber-ulang dengan
N data
X =
S N 1

Merupakan nilai deviasi standar rata-rata, bila metode pengukuran


memenuhi data populasi ( data bertingkat )
S N 1
X =
S x = N
Merupakan nilai ralat berbobot bila pada proses analisa perbandingan
metode ukur
( dibahas pada bab IX )

IV.2. Model Penyajian Mutlak (Absolut)


Bentuk penyajian akhir dari suatu pengukuran, akan memberikan gambaran
penting dari pengukuran tersebut. Dari bentuk penyajian dapat dimengerti apakah
hasil pengukuran tepat atau menyimpang jauh dari yang diharapkan.

Model penyajian akhir dalam bentuk angka mutlak yaitu : X = X X

Misal : pengukuran panjang yang disajikan dengan L = (6,400 0,005) mm adalah


pengukuran yang memiliki ketepatan lebih tinggi daripada yang disajikan dengan L
= (6,40 0,05) mm, maupun L = (6,4 0,5) mm. Demikian pula hasil pengukuran
arus yang disajikan dengan I = (6,4 0,1) A dikatakan mempunyai ketepatan
yang lebih tinggi daripada hasil yang dituliskan I = (6,4 0,3) A.
Model penyajian seperti diatas disebut sebagai model penyajian absolute
atau mutlak yang mengandung arti bahwa nilai angka ralat semakin kecil
menunjukkan bahwa pengukuran dilakukan semakin tepat.

X = ( X X )
GRAVITASI: g = ( 9,82 0,02 )m/s2
MAKIN KECIL NILAI RALAT MUTLAK
MENUNJUKKAN BAHWA PENELITIAN
25 BAHAN AJAR MPF-S1;
MENGHASILKAN KETEPATAN MAKIN TINGGI
Dapat diambil kesimpulan bahwa model penyajian hasil akhir dengan metode
penyajian absolut (mutlak); menunjukkan adanya tingkat akurasi pengukuran, hal
ini sangat berhubungan dengan metode pengukuran, misalkan pengulangan data
yang banyak, kecermatan analisa, dan ketrampilan pengamatan yang dimiliki
pengamat.

IV.3. Model Penyajian Relatif

X
Model penyajian hasil dengan : X = )

Disebut sebagai model penyajian relative; dengan nilai dalam prosen (%).

Cara lain menyatakan ketidakpastian suatu besaran ialah dengan menyebut

dengan ketidakpastian relatifnya, yakni : ( ) , yang jelas tidak bersatuan.

Seringkali ketidakpastian (ralat) relatif dinyatakan dalam % (atau ) dengan


mengalikan hasil pengukuran dengan 100% (atau 1000). Ketidakpastian relatif
dihubungkan dengan ketelitian pengukuran:

Misal : Beda potensial


V 1 = (5,00 0,05) volt, ketidakpastian mutlak di sini 0,05

0,05
volt sedangkan ketidakpastian relatif pengukuran ini adalah
( ) atau 1%.
5

Kalau voltmeter ini dipakai mengukur beda potensial yang lebih besar, misalkan

V 2 = (10,00 0,05) volt, ketidakpastian mutlak tetap sama seperti tadi, namun

0,05
ketidakpastian relatif pengukuran kedua ini (
atau 0,5%. Karena
10

ketidakpastian relatif pada pengukuran kedua ini lebih kecil daripada ketidakpastian
relatif pengukuran pertama, maka dikatakan pengukuran beda potensial kedua

26 BAHAN AJAR MPF-S1;


lebih teliti (memiliki ketelitian yang lebih besar) daripada pengukuran pertama (dua

kali lebih besar). Untuk dapat mengukur


V 1 dengan ketelitian yang sama dengan

V2
ketelitian yang dicapai pada pengukuran
V 2 , haruslah ( ) = 0,5%, atau
V1

1
V 1 = 0,5% 5,0 volt = volt, maka diperlukan voltmeter dengan skala
40

1
terkecil 20 volt (minimum); dengan kata lain, diperlukan alat yang lebih tepat.

X
X= )

NILAI TEGANGAN : V = ( 5 1% ) Volt

MAKIN KECIL RALAT RELATIF DISAJIKAN DALAM


PENGUKURAN
MENUNJUKKAN MAKIN TINGGI KETELITIAN
PENGUKURAN YANG DICAPAI ALAT UKURNYA
Dapat disimpulkan bahwa penampilan hasil akhir dalam model relatif, lebih
menunjukkan informasi yang berhubungan deangan ketelitian alat ukur dalam
pengamatan. Apakah hasil dengan alat tersebut dapat memberikan ketelitian yang
tinggi, atau perlu ditingkatkan dengan alat yang lebih teliti lagi.

IV.4. Angka Ber-arti dan Metode Pembulatan


Angka ber-arti (angka penting)
Cara menulis nilai ( x ) dan ( x ) dibatasi sampai angka decimal tertentu
dibelakang koma; agar mempunyai nilai yang ber-arti. Hal ini sesuai dengan
kedudukan angka ralat yang jelas-jelas menunjukkan suatu ketepatan pengukuran
maupun keakuratan alat ukurnya. Sehingga penulisan angka perlu diatur

22
(disesuaikan), misalkan suatu pengukuran menghasilkan nilai : x = 7 = 3,142

27 BAHAN AJAR MPF-S1;


85.... ( angka decimal di belakang koma tidak akan selesai, sampai panjang tak
terbatas ) , lantas berapa angka desimalkah harus dilaporkan pada penulisan hasil
akhir ? Tentu saja hai ini bergantung pada ketepatan yang tercapai dalam
pengukuran itu, yakni pada ralat pengukuan ( x ) dan harus disesuaikan dengan
nilai rata-rata pengukuran yang sudah tertentu .
Misalnya : x = 0,01, maka nilai ( x ) harus dilaporkan dengan dua angka
desimal juga, jadi disajikan x = (3,14 0,01); sebab dengan ketidakpastian x =
0,01 diartikan angka desimal kedua mulai diragukan hingga pada x juga angka
desimal kedua harus diragukan (yakni angka 4). Semua angka di depan angka yang
diragukan, diketahui dengan pasti; dalam contoh diatas adalah : angka 3 dan 1
pada ( 3,14 ). 3,14285... 0,01
PADA ANGKA 3,14285 ,ANGKA 4 MULAI DIRAGUKAN
APALAGI ANGKA 2; 8; DAN ANGKA 5, SANGAT MERAGUKAN
SEDANGKAN ANGKA 3,1 PASTI KEBERADAANNYA
SEHINGGA PENYAJIAN HASIL AKHIR MENJADI

3,14 0,01

Dapat dikatakan bahwa penyajian besaran x = ( 3,14 0,01 ) disebutkan


dengan nilai (x = 3,14) terdiri dari 3 angka berarti (sering juga disebut angka
penting).
Pengertian angka berarti mencakup semua angka yang diketahui dengan
pasti dan angka pertama yang diragukan. Angka selanjutnya yang lebih diragukan
(sangat meragukan) tidak perlu dituliskan dalam penyajian akhir.
Kalau karena sesuatu hal, misalnya pengulangan yang cukup banyak,
sehingga memdapatkan ralat x diketahui dengan lebih teliti, misalnya x = 0,003,
maka hasil akhir nilai ( x ) dapat dilaporkan sebagai : x = (3,143 0,003); jadi
jumlah angka berarti adalah 4 angka yaitu : ( x = 3,143 )

ANGKA PENTING
ATAU
ANGKA BER-ARTI
ADALAH : SEMUA ANGKA YANG SUDAH PASTI
DITAMBAH SATU ANGKA YANG MULAI
MERAGUKAN
X = 3,1428 0,0007
NILAI BESARAN (X) DISAJIKAN DENGAN 5 ANGKA
28 BAHAN AJAR MPF-S1;
PENTING
Perhatikan nilai ( x = 3,1) dan ( x = 3,10 ) berbeda artinya dilihat dari sudut
ketepatan, pengukuran pertama (x = 3,1) berarti angka 3 diketahui dengan pasti
tetapi angka 1 diragukan sedangkan pada (x = 3,10) berarti angka 3, dan angka 1
diketahui dengan tepat/pasti ; sedangkan angka (0) diragukan keberadaannya.
Namun dalam ilmu metode pengukuran; ( hasil: 3,10) lebih tepat daripada yang
menghasilkan (3,1).

Makin tinggi ketepatan pengukuran


( makin kecil ralat mutlak), makin besar
jumlah angka berarti yang dapat
dituliskan pada penyajian nilai akhir
22
Sering ketelitian pengukuran dinyatakan dengan (%), misalnya: x = 7

1% )
22
Apa artinya? x = 7 = 3,142 85...dan x = 0,0314285 dengan kaidah angka

penting dalam penyajian nilai akhir, maka nilai x = 0,03. Dengan demikian x
disajikan sebagai x = (3,14 0,03) yang memang memiliki ketelitian 1% dan
mengandung 1 angka saja yang meragukan.
Seandainya ketelitian meningkat, misalnya 1, maka x = 3,142 85... dan x =
0,003 142... akan disajikan menjadi x = (3,142 0,003); jadi ada 4 angka berarti,
sebaliknya dengan ketelitian hanya 10%, maka nilai x = (3,1 0,3) sehingga ada
dua angka berarti. Dalam ini kita dapat menyimpulkan bahwa semakin kecil ralat
relative suatu pengukuran akan memberikan peluang untuk dapat menuliskan
semakin banyak jumlah angka berarti pada penyajian nilai akhir, kita dapat
berpegang pada RALAT
aturan RELATIF & ANGKA BERARTI/PENGTING
praktis berikut:
RALAT 10% memberi hak atas dua angka
berarti; RALAT 1% memberi hak atas tiga
angka berarti; RALAT 1 memberi hak atas
empat angka berarti;

29 BAHAN AJAR MPF-S1;


Aturan pembulatan angka pada penyajian hasil akhir.
Dalam menyajikan hasil akhir suatu pengukuran harus benar-benar
menunjukkan tingkat kecermatan dan ketelitian yang jelas dan pasti. Untuk itu
diperlukan suatu aturan yang baku tentang bagaimana kita harus membuang angka
yang tidak penting.
Aturan yang dimaksud adalah cara pembulatan angka yang harus dibuang
dalam penyajian hasil pengamatan akhir, yaitu sebagai berikut :

o Bila angka yang akan dihilangkan lebih besar lima ( 5 ); maka

angka degit didepannya naik nilainya satu degit.


Misal : angka 0,81578190555; bila harus dipotong sampai (3-digit)
dibelakang koma menjadi ( 0,816 ); bila (4-digit) dibelakang koma
menjadi ( 0,8158 ); bila (6-digit) dibelakang koma menjadi
( 0,815782 ); dan seterusnya.
o Bila angka yang akan dihilangkan sama dengan lima ( =5 ); maka
angka degit didepannya menjadi 2 kemungkinan sbb. :
1. Jika angka degit didepannya GENAP , maka angka genap
tersebut TETAP nilainya.
2. Jika angka degit didepannya GASAL , maka angka gasal tersebut
menjadi NAIK NILAINYA satu degit.
Misal : angka 0,81578190555; bila harus dipotong sampai (2-degit)
dibelakang koma menjadi ( 0,82 ) karena angka didepannya ( angka 1)
merupakan angka gasal; sedangkan bila harus dipotong sampai (8-
degit) dibelakang koma menjadi ( 0,81578190 ) karena angka
didepannya (angka 0) merupakan angka genap.

o Bila angka yang akan dihilangkan lebih kecil lima ( 5 ); maka

angka degit didepannya tetap nilainya.


Misal : angka 0,81578190555; bila harus dipotong sampai (1-degit)
dibelakang koma menjadi ( 0,8 ); sedangkan bila (5-degit) menjadi
( 0,81578 ) dan seterusnya.

ATURAN PEMBULATAN ANGKA


BILA YANG DIBUANG :

( 5 ANGKA DEGIT TETAP

( 5 ANGKA DEGIT NAIK

30 BAHAN AJAR(=5)
MPF-S1; ANGKA DEGIT TETAP BILA ANGKA
GENAP
(=5) ANGKA DEGIT NAIK BILA ANGKA
SOAL-SOAL LATIHAN :

1. Tuliskan kembali jawaban berikut ini dalam bentuk yang paling bagus, dengan
angka signifikan (angka ber-arti) yang sesuai :
a. Tinggi = (5,03 0,04329) m.
b. Waktu = (19,5432 1 ) s
c. Muatan = (-3,21 x 10-19 2,67 x 10-2 ) 0 C.
d. Panjang gelombang = (0,000000563 0,00000007) m.
e. Momentum = (3.267 x 103 42) g cm/s
2. Pengukuran atas besaran A, B, C, dan D memberi hasil:
A = 2807,5 0,4 C = 83,675 0,008
B = 0,0640 0,0006 D = 525,0 0,5
a. Tuliskan kembali empat bilangan itu dengan memakai notasi
eksponensial.
b. Urutkan keempat bilangan di atas menurut ketepatannya yang menaik.
c. Tentukan juga ketidakpastian relatif masing-masing besaran.
d. Buat urutan berdasarkan ketelitian pengukurannya.
3. Dengan berpegang pada kebiasaan hanya menggunakan satu angka yang
diragukan, tulislah dengan tepat:
a. 3,456 0,2
b. 78 000 20
c. 0,002 468 0,000 01
d. 6543,410 0,3
e. 7777,7 0,2
4. Keempat bilangan di bawah ini diketahui dengan ketelitian sekitar 1%.
Tulislah bilangan itu sebagai (x x) :
x 1 = 1202 x 3 = 2,05

22
x2 = x4 = 25
7

31 BAHAN AJAR MPF-S1;


BAB V
GRAFIK PENGAMATAN DAN ANALISA

Grafik merupakan bagian yang penting pada pengolahan data pengamatan,


karena grafik merupakan visualisasi data yang menggambarkan kelakuan hasil
pengamatan terhadap variable yang mempengaruhi. Dari visualisasi kelakuan ini,
mengandung banyak informasi tentang fenomena fisis yang sedang diteliti.

Untuk dapat menggambarkan hasil secara visual dari data pengamatan


dengan benar, diperlukan pengertian tentang alur data yaitu data-data yang telah
terlukis pada sumbu-sumbu grafik akan membentuk alur garis yang mempunyai
fungsi tertentu.

Pengambaran grafik yang benar dan teliti, akan sangat mempengaruhi hasil
analisa yang diperoleh. Untuk itu seorang pengamat/peneliti harus menguasai
tentang metode analisa grafik. Tidak semua grafik dapat dipergunakan untuk dasar
analisa, tergantung jenis pengamatan ( kelakuan fisis ). Apakah kelakuan fisis
merupakan variable-variabel yang berfungsi secara matematis, atau tidak
berfungsi. Grafik analisa biasanya mempunyai fungsi matematik tertentu. Dari
keterangan tersebut dapat dibedakan ada 2 jenis grafik yaitu :

1. Grafik ; sekedar tampilan data ( tanpa fungsi matematik )


2. Grafik; sebagai Sumber analisa data (Grafik-analisa); mempunyai fungsi
matematik tertentu; missal linear; eksponen; kwadrat; dsb.

Dalam tulisan ini, akan disampaikan / dibahas tentang jenis grafik analisa. Jenis
grafik ini sangat sering dijumpai pada dunia sain-tek; khususnya pengamatan
fenomena-fenomena fisis.

V.1. Prosedur Pegambaran Grafik Analisa

Untuk memperoleh grafik yang benar yaitu merupakan visualisasi data yang
mempunyai pola persamaan garis tertentu, dan memgambarkan kelakuan data
data fisis diperlukan beberapa langkah dalam proses pembentukannya
diantaranya :

Pertama :

Menentukan persamaan grafik ; yaitu persamaan yang menjadi dasar untuk


menarik garis grafik setelah data terlukis pada grafik. Persamaan grafik mengacu

32 BAHAN AJAR MPF-S1;


pada persamaan teori atau hypotesa yang di ajukan pada penelitian. Apabila
tidak/belum ada dasar persamaan teorinya, yang menjadi dasar penarikan garis
adalah alur data yang terjadi.

Kedua :

Menentukan sumbu-sumbu grafik dengan benar, sumbu mana sebagai sumbu


vertical yaitu sumbu tempat kedudukan data pengamatan, yang sering disebut
sebagai sumbu akibat atau kodomain. Juga sumbu mana sebagai sumbu
horizontal yaitu sumbu tempat kedudukan data variable pengamatan, yang sering
disebut sumbu sebab atau domain.

Ketiga :

Pemilihan skala grafik yang tepat, yaitu : (a). Angka skala sederhana, mudah dibaca
misal : 1, 2, 3, dan seterusnya, atau 0.1, 0.2, 0.3, dan seterusnya. (b). Jarak angka
skala satu dengan lainnya cukup jelas. (c). Titik-titik data pada grafik secara visual
terlihat jelas, tidak saling berdepetan. (d). Titik data yang terlukis pada grafik harus
jelas, misal dengan tanda khusus (tebal) sehingga tidak tertutup oleh garis grafik.

Keempat :

Pengaturan skala grafik diperlukan juga untuk membuat penampilan garis grafik
berada pada daerah yang tepat/benar yaitu daerah yang sensitivitasnya tinggi.
Sebagai grafik analisa garis grafik yang dapat dipertanggungjawabkan adalah
berada pada kemiringan antara [ 30 (kemiringan) 60 ]. Garis grafik yang
berada diluar daerah tersebut merupakan garis grafik yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kecermatannya (tidak teliti).

Kelima :

Garis grafik merupakan garis yang dibentuk oleh Alur Data yang merupakan garis
yang ditarik lewat data secara halus (smooth) dan merata menelusuri daerah
sebaran data pengamatan. Sebaliknya garis yang ditarik secara patah-patah yaitu
garis yang menghubungkan titik data satu dengan data yang berdampingan lainnya
secara berturutan, ini bukan merupakan garis grafik, artinya kita tidak dapat
menganalisa secara grafik dari model garis garfik yang patah-patah.

Keenam :

Kecermatan dalam menarik garis grafik sesuai dengan dasar persamaan grafik yang
telah dirumuskan. Pada grafik analisa, belum tentu garis grafik menenuhi (sesuai)
dengan seluruh alur data yang terbentuk (kemungkinan hanya sebagian alur yang
sesuai dengan dasar persamaan grafik yang dirumuskan).

V.2. Manfaat Grafik Sebagai Analisa Data

33 BAHAN AJAR MPF-S1;


Sebelum kita bahas tentang bagaimana cara menganalisa data lewat grafik,
perlu dibahas terlebih dahulu mengenahi fungsi/manfaat adanya grafik; diantaranya
:

1. Visualisasi data
Maksudnya dengan melihat tampilan gambar grafik, pengamat sudah dapat
mengambil informasi, kelakuan variable data pengamatan. Hal ini tidak
kentara ketika hanya melihat table data pengamatan.

2. Grafik sebagai pembanding Eksperimen-Teori


Dengan tampilan grafik, dapat dengan jelas daerah keberlakuan teori cocok
atau sesuai dengan hasil pengamatan. Atau bias berlaku sebaliknya yaitu
daerah mana hasil eksperimen sesuai dengan pendekatan teorinya.

3. Grafik sebagai kurva kalibrasi besaran fisis satu dengan lainnya.


Apabila ada besaran fisis satu sama lain saling ada pengaruhnya, dan berapa
besar factor pengaruh tersebut, maka hal ini dapat dibuat grafik hubungan
dua besaran yang saling berpengaruh tersebut, dan dihitung faktornya lewat
grafik yang ada.

4. Grafik sebagi penentuan rumus empiris besaran-besaran yang belum


dipikirkan rumusan secara teoritis.

V.3. Metode Grafik Sebagai Analisa Data

Grafik analisa merupakan grafik yang terbentuk dari hasil olahan data
pengamatan, kemudian di-plot sesuai dengan sumbu-sumbu yang dikehendaki yang
akan menjadi dasar untuk menghitung/ menganalisa data.

Grafik analisa biasanya mempunyai fungsi (persamaan) teori; sehingga


dalam penarikan garis data pada grafik sudah mempunyai bentuk kurva tertentu,
missal linear atau lainnya. Akan tetapi bentuk garis linear lebih memberikan banyak
informasi analisis, sehingga ketika persamaan teori bukan persamaan linear, perlu
dilakukan pe-linearan terlebih dahulu dalam penggambaran grafik analisa.

Kenapa garis linear lebih baik disbanding model grafik lainnya, hal ini karena
garis linear lebih mudah dilihat secara visual (tepat/menyimpang); juga garis linear
mempunyai besaran-besaran grafik paling komplit dan mudah dihitung. Besaran-
besaran garfik yang ada pada garis linear berupa titik potong dan gradient grafik;
besaran-besaran inilah yang digunakan sebagai dasar analisa untuk menghitung
besaran fisis yang dikehendaki dalam pengamatan.

Beberapa contoh sederhana penggunaan grafik sebagai dasar analisa


adalah :

34 BAHAN AJAR MPF-S1;


1. Hukum Boyle : PV = k
Persamaan tersebut akan diselidiki dengan grafik linear, untuk itu perlu
1
pelinearan menjadi : P = k (
; yang akhirnya dipilih besaran ( P ) pada
V

1
sumbu vertikal grafik, dan (
sebagai sumbu horizontal grafik. Gradien
V

grafik adalah = (k), dan grafik akan memotong di titik origin grafik.
2. Hukum Coulomb : F = k (1/r2)
Dengan memilih sumbu horizontal grafik sebagai (1/r 2) dan sebagai sumbu
vertical besaran (F) ; maka grafik analisa berupa garis linear dengan gradient
grafiknya adalah sama dengan (k), dan grafik akan melalui titik origin grafik.
3. Persamaan pada rangkaian listrik sederhana yang terdiri atas battery (E)
sebagai sumber tegangan DC, hambatan luar (RVariabel) , hubungan tegangan
(V) pada hambatan (R) yang dialiri arus dari battery tersebut adalah :

1 1 r1 1
= +
V E E R( )
Dengan E = tegangan battery; r 1 = hambatan dalam battery. Untuk membuat
1
grafik analisa dipasang sebagai sumbu horizontal grafik adalah ( R
dan

1
sebagai sumbu vertical grafik adalah ( V
, sehingga diperoleh gradient

grafik linear sebagai ( Er ) ; dan grafik akan memotong pada sumbu vertical

1
dengan nilainya sama dengan nilai besaran ( E
.

35 BAHAN AJAR MPF-S1;


4. Persamaan umum : Y = a 10 kX ; dengan (a) dan (k) sebagai konstanta, dan
variable (X) berada pada eksponen. Untuk melakukan pelinearan persamaan
tersebut diambil fungsi logaritma sehingga didapat :
log Y = log a + k X

Dengan memasang (X) sebagai sumbu horizontal dan (log Y) sebagai sumbu
vertical grafik, maka akan diperoleh grafik lurus dengan gradient (k) dan titik
potong grafik bernilai sama dengan (log a).

5. Persamaan umum : Y = a LP ; dengan a,P konstan


Perubahan persamaan agar menjadi linear dengan mengambil fungsi
logaritmis sbb.
ln Y = ln a + P ln L
Diambil sumbu horizontal sebagai (ln L), sedangkan sumbu verticalnya (ln Y),
sehingga diperoleh grafik lurus dengan gradient (P) dan titik potongnya (ln a)

6. Persamaan : I = Io e-d ; dan d merupakan tetapan.


Linear dari persamaan tersebut adalah : ln I = ln I o d , selanjutnya dengan
memasang sumbu grafik horizontal pada (d) dan sumbu vertical pada (ln I) ;
maka didapat grafik linear dengan gradient sama dengan (-) dan titik
potong pada nilai (ln Io).

V.4.Ralat Grafik

Yang dimaksudkan ralat grafik adalah ralat yang menyangkut nilai dari
besaran-besaran grafik yaitu gradient dan titik potongnya. Jadi ralat grafik sama
dengan ralat dari gradient grafik dan ralat titik potong grafik.

Kenapa timbul ralat grafik ?

Jawabnya ya mesti ada ralat grafik, bukankah garis grafik terbentuk dari pasangan
data pengamatan, sedangkan kita telah bahas panjang lebar tentang ralat data
pengamatan, sehingga logika mengakatan bahwa kalau titik-titik data grafik
mempunyai ralat maka garis grafik yang terbentuk dari titik-titik tersebut pasti ber-
ralat.

Perhatikan beberapa ilustrasi berikut, bahwa titik data yang ber-ralat akan
memberikan dampak terhadap garis grafik yang terbentuk dari titik-titik tersebut.

36 BAHAN AJAR MPF-S1;


Pada gambar-A : ralat titik-titik data pada grafik cukup jelas tergambar
dikarenakan nilai ralatnya cukup besar sehingga secara keseluruhan fluktuasi titik
tidak kelihatan pada garis grafik, namun lain dengan gambar-B : karena ralat titik-
titik data kecil sehingga fluktuasi data secara signifikan jelas terlihat pada garis
grafik yang diambil.

Karena garis grafik terbentuk dari alur titik-titik data, sedangkan titik-titik
data mempunyai ralat maka logika kita akan mengatakan bahwa garis grafik yang
terbentuk juga akan menyimpang (ber-ralat). Titik data yang ber-ralat digambarkan
dengan suatu titik yang mempunyai batang (lihat gambar), sehingga titik tersebut
dapat dipandang sebagai sebuah titik yang nilainya terbentang antara nilai (max-
min).
GAMBAR TITIK DATA BER-RALAT
TITIK DATA DAPAT DIPANDANG SEBAGAI SUATU TITIK YANG BERNILAI (MAX-MIN), PADA GRAFIK DIGAMBAR SEB

Akibat dari titik data yang secara visual pada grafik digambarkan sebagai
titik yang bernilai max-min, maka garis grafik yang dihasilkan juga garis-max dan
garis-min.

37 BAHAN AJAR MPF-S1;


Garis max-min pada grafik

Dalam grafik berbentuk garis lurus, hampir dalam semua keadaan, anda
berkepentingan memperoleh kemiringan (gradient) dan perpotongan dengan
sumbu-sumbu koordinat. Juga ada baiknya anda memberikan perkiraan ralat dari
dua atau tiga besaran tersebut. Suatu cara yang sederhana dan cepat ialah
menarik garis ekstrim (garis batas) melalui pusat berat (center of gravity) dari
titik-titik data. (lebih detail akan dibahas pada mata kuliah Metode Analisa Grafik di
program S1-Fisika; F.MIPA-UGM)
Jika semua ralat pada titik data sama besar, maka pusat berat ini terletak
di sekitar tengah-tengah, jika ralat tidak sama besar, maka pusat berat ini tergeser
ke arah titik-titik dengan ralat terkecil. Kemiringan dan perpotongan dapat
ditentukan secara grafis dari dua ekstrim ini. Garis terbaik terletak kira-kira di
tengah-tengah dua ekstrim ini.

Contoh grafik diatas, dengan metode analisa max-min diperoleh hasil :

Kemiringan : (0,8 0,2) gram/cm

Perpotongan dengan sumbu-x : -(1,2 1,2) cm

Perpotongan dengan sumbu-y : (0,8 0,8) gram

V.5. Pengertian Alur Data; Garis Grafik; dan Regresi

Grafik merupakan visualisasi data yang akan memberikan gambaran


hubungan antara besaran satu (pada sumbu vertical) terhadap besaran lainnya
(pada sumbu horizontal). Dari gambar data-data kemudian ditarik garis untuk
mendapatkan fungsi kurva yang terjadi, yang akhirnya kurva inilah merupakan hasil
dari grafik tsb.

38 BAHAN AJAR MPF-S1;


Analisa grafik berarti melakukan analisa terhadap kurva grafik, bila diperoleh
kurva linear maka dianalisa sesuai dengan kaidah garis linear, bila diperoleh kurva
eksponensial juga akan dianalisa dengan aturan kurva tsb. dan seterusnya. Untuk
itu sangat penting kita menguasai bagaimana cara menarik garis grafik yang benar
agar kurva yang dihasilkan menjadi benar. Hal ini diperlukan pengertian tentang
Alur data; Garis grafik juga garis regresi

Alur data : adalah pola yang terbentuk dari deretan data yang tergambar
pada grafik, ini merupakan kelakuan asli dari data pengamatan ( apakah akan
terbentuk pola lurus, lengkung, fluktuatif, atau acak ). Alur data akan terbentuk
dengan jelas ketika jumlah deretan data banyak dan saling berdekatan secara
kontinyu. Sebaliknya alur data tidak tampak jelas bila deretan data sangat jauh satu
dengan lainnya.

Garis Grafik : merupakan garis analisa yang ditarik sesuai dengan kaidah
teorinya dengan mengacu pada bagian alur data yang sesuai, mungkin tidak
seluruh garis grafik dapat sesuai dengan alur data yang terjadi ( artinya
keberlakukan garis grafik tidak selalu terpenuhi dengan data yang ada pada grafik).

Apabila seluruh alur data yang terjadi sesuai (dapat dilalui) garis grafik, maka
dapat dikatakan bahwa hasil data pengamatan memenuhi kaidah teori yang ada,
berarti tidak ada penyimpangan antara teori dan eksperimennya.

Garis Regresi : garis yang dibentuk dari rumusan regresi sebagai fungsi dari
pasangan data pada sumbu horizontal (sb-X) dan sumbu vertical (sb-Y), bila
dicermati garis ini akan merupakan garis yang mengakomodasikan seluruh sebaran
data, berupa rata-rata daerah sebaran yang ada. Sehingga data dengan model alur
apapun, bila diambil regresinya akan memberikan garis lurus.

Untuk itu diperlukan seleksi data yang ada pada grafik, apabila akan ditarik
dengan regresi, tentunya terbatas terhadap data-data yang memiliki alur linear saja
yang dianalisa dengan rumus regresi.

Dari ketiga pengertian garis tersebut (alur data, garis grafik dan garis
regresi), dapat diambil pengertian bahwa:

Alur data terbentuk secara alami dari data hasil pengamatan, penyimpangan
terjadi bila pengamatan tidak cermat, atau mengandung ralat besar.
Garis Grafik terbentuk, menurut pemilihan pengamat dengan mengacu pada
landasan teori yang ada pada eksperimen, juga memperhatikan alur yang
ada sebagai acuan untuk menarik garis tersebut.
Garis Regresi terbentuk dari analisa rumus regresi yang merupakan nilai rata-
rata dari sebaran data pengamatan yang ada, sehingga diperlukan
kecermatn peneliti ketika menggunakan metode ini.

39 BAHAN AJAR MPF-S1;


Dalam situasi ideal akan dapat ditunjukkan bahwa ketiga garis tersebut berimpit,
yaitu situasi yang mana teori dan praktek tidak ada penyimpangan sama sekali.

SOAL-SOAL LATIHAN :

1. Impedansi rangkaian R-L adalah Z2 = R2 + 4 2 2 L2 . Suatu

percobaan direncanakan untuk mengukur R dan L dengan menggunakan


rangkaian R-L. diubah-ubah dan z diukur. Data akan digrafikkan sebagai
2 2
garis lurus z terhadap . Data yang diperoleh adalah sebagai berikut

(setiap ber- Hz, dan setiap z ber- Z. 0,2 ohm).


a. Sebelum digrafikkan, lengkapilah dahulu daftar di bawah.
(Hz) Z (ohm)
2 2 2 2
= 2 z z = 2z z


123 4 7,4 0,2
158 8,4
194 9,1
200 9,6
229 10,3
245 10,5
269 11,4
292 11,9
296 12,2

b. Gambarkan semua titik percobaan dengan mengikutsertakan


ketidakpastiannya.
c. Tentukan (dengan cara visual atau pun titik sentroid) garis lurus
terbaik.
d. Dapatkah kemiringan garis itu dalam ketidakpastiannya (m m).
e. Dengan memakai = 3,142, hitunglah (L L) dengan
memperhatikan jumlah angka berarti yang tepat.
f. Tentukan (R R).

2. Dengan rumus bandul matematik T = 2 L


g , percepatan gravitasi g

hendak ditentukan dalam suatu eksperimen. Period T diukur pada beberapa


nilai panjang bandul L. Data yang diperoleh adalah sebagaimana tercantum
di bawah. Pakailah metoda kuadrat terkecil untuk menghitung (g g),
dengan mengetahui = 3,142 tepat.

40 BAHAN AJAR MPF-S1;


L T
(m) (sekon)
0,60 1,56
0,70 1,68
0,80 1,80
0,90 1,90
1,00 2,00
1,10 2,11
1,20 2,20
1,30 2,28

3. Rumus atau hukum di bawah ini harus anda luruskan. Sebutkan besaran
mana yang anda pilih sebagai perubah bebas, dan mana perubah tidak
bebas. Sebutkan juga bagaimanakah menentukan nilai besaran yang dicari
itu dari grafik yang anda peroleh.
Tabel :
No Hukum Rumus Diketah Diukur Dicari
ui
1 Hukum Ohm V=IR - V dan I R
2 Bandul
matematik T = 2 L
g L dan T g

3 Pemuaian L2 = L1
L2 dan
L1
( 1+ t ) t

4 Lensa tipis 1 1
f = s +

- s dan s'
1
s'
5 Tegangan 2
h= rg
permukaan dan g r dan h
dalam kapiler
6 Hukum Coulumb 1 ,
Q1 , F dan r 0
F= 4 0
Q2

41 BAHAN AJAR MPF-S1;


Q1 Q2
2
r
7 Hukum 2 Q /kT A dan
J=A T e k J dan T
Richardson Q
8 Hukum Ampere 0
F= 2
F, L,
I1 I2

0
I1 I2 L dan r
r
9 Resonansi listrik 0 =
0 dan
- L
1
C
LC
10 Rumus Z=
impedansi R dan
- dan Z

R 2+
i
C22
C

Misal bandul matematik (no.2 dalam daftar di atas) :


2 2 L
L perubah bebas; T perubah tak bebas; T =4 .
g

T2 digrafikkan terhadap L, yang menghasilkan garis lurus melalui titik awal

4 2
dengan sudut miring () yang memenuhi : tan = . maka (g =
g

4 2
tan ).

4. Buatlah semacam instruksi pendek (secara garis besar saja) bagaimanakah


melakukan percobaan untuk memeriksa hukum Ampere dan rumus
impendansi (no.7 dan 10 dalam daftar di atas).

42 BAHAN AJAR MPF-S1;


BAB VI
PENGGUNAAN METODE REGRESI LINEAR PADA ANALISA DATA

VI.1. Pengantar

Metode regresi linear sering digunakan dalam analisa data hasil eksperimen
dalam segala kasus, bahkan apabila fenomena yang muncul tidak linear maka
dalam analisa data dilinearkan dahulu kemudian dianalisa dengan metode linear.
( dilakukan proses pelinearan terlebih dahulu sebelum di aplikasikan pada metode
regresi linear ).
Sering didapati, bahkan banyak para penganalisa data yang menggunakan
metode ini masih kurang cermat ( ceroboh) bahkan cenderung salah dalam
mengolah data eksperimen. Hal ini terjadi karena data ( semua data ) langsung
dianalisa dengan metode tersebut tanpa mengecek terlebih dahulu apakah data
data tersebut memenuhi kriteria linear sesuai teori yang diharapkan.

43 BAHAN AJAR MPF-S1;


Kesalahan diatas menjadi fatal ketika eksperimenter hanya berpegang pada
pendekatan teori eksperimen, tidak ada upaya dengan baik waktu melakukan
pengambilan data dengan teliti. Padahal teori merupakan suatu pendekatan yang
disederhanakan ( diidealkan ), sedangkan ekpserimen merupakan feomena riil yang
lebih kompleks, dan menggambarkan fenomena yang sebenarnya.
Contoh sederhana misalnya pada kasus osilasi bandul matematis, sebagai
dasar teori diberikan persamaan pendekatan :
2
T2= ( )4
g
l

Secara teori hubungan T2 fungsi l merupakan hubungan yang linear,


artinya berapa pun nilai l akan memberikan fenomena linear pada nilai T2 .
Padahal bila diamati betul pada eksperimen tidak semua variasi l akan
2
memberikan nilai T yang memberikan hubungan linear, hal ini bisa terjadi karena
sifat fisis ayunan yang akan dipenuhi untuk panjang tali tertentu ( terlalu panjang
ayunan menjadi sangat lambat, sedang terlalu pendek ayunan menjadi cepat dan
segera berhenti ) atau adanya kesalahan pengamatan.
Kasus lain misalnya fenomena fisis yang sederhana pada perubahan panjang
pegas bermassa dengan dasar persamaan :

l= ( gk ) m
Secara teori , berapapun nilai m dipasang pada sistem pegas, akan memberikan
perubahan panjang l yang memberikan hubungan yang linear. Akhirnya yang biasa
dilakukan para penganalisa data, pasangan data ( m ; l ) langsung dianalisa
menggunakan metode regresi ( untuk semua data ). Padahal dalam pengamatan
eksperimen belum tentu semua nilai m akan memberikan fenomena linear pada
l.
Perlu difahami bahwa teori regresi akan memberikan penyesesaian pasangan
data (Xi;Yi) untuk dianalisa pada regresi yang diharapkan; untuk itu bila di-inginkan
akan dianalisa dengan linear maka data pasangan (X i;Yi) harus diyakinkan berfungsi
linear ( secara visual dapat di tampilkan pada grafik pengamatan). Bila pada
persamaan teori belum secara langsung menggambarkan hubungan yang linear,
maka dilakukan proses pelinearan terlebih dahulu.

VI.2. Linearitas Persamaan


Dalam pengamatan penentuan variable pengamatan menjadi bagian pokok,
yang mana sebagai variable bebas dan variable terikat, hal ini yang akan
menentukan bentuk persamaan eksperimen yang selanjutnya akan menjadi dasar
atas analisa datanya.

44 BAHAN AJAR MPF-S1;


Kadang persamaan fisis yang menggambarkan suatu fenomena mempunyai
varibel yang cukup kompleks, namun dalam pengamatan eksperimen bentuk
persamaannya dapat disederhanakan sesuai dengan variable ukur yang dapat
diamati ( variable yang observable ). Misal contoh kasus : fenomena peluruhan zat
radioaktif dengan persamaan :

Mt = M0 e- t

Dengan: Mt = massa sumber setelah meluruh selama t detik


M0 = massa awal sebelum meluruh
= tetapan peluruhan
Persamaan tersebut merupakan persamaan eksponensial; bila diamati
keadaan massa zat setiap kurun waktu berjalan, maka akan menggambarkan
hubungan / fungsi yang eksponensial. Bentuk ini akan menjadi model hubungan
yang linear apabila diambil fungsi logaritmisnya.

ln Mt = ln M0 t

Bila diubah Y=ln Mt ; dan ln M0 = A (konstan); maka diperoleh persamannya


menjadi linear sebagai :
Y=A- t
Contoh lainnya misal :

T=2 L
g diubah menjadi T2 = 4
L
2( )
g ;

4 2
dengan diganti Y=T dan ( g =K (tetapan) ,
2

diperoleh persamaan linear dalam bentuk :


Y=KL

Proses yang kita lakukan demikian itu merupakan proses pelinearan


persamaan yang awalnya belum linear diubah menjadi linear, dengan tujuan
tertentu dalam eksperimen yang akan dilakukan. Misalnya dengan menjadi
persamaan linear kita dapat menentukan mana variable yang harus diukur sebagai
variable bebas, dan juga mana yang sebagai variable terikat. Hal ini sangat penting
untuk dasar analisa terutama dalam analisa model grafik.

VI.3. Rumus Regresi Linear

45 BAHAN AJAR MPF-S1;


Persamaan regresi linear diturunkan untuk menghitung pasangan data X i dan
Yi yang memenuhi hubungan linear, yaitu :
Y=AX+B
Dalam penampilan grafik Y = f ( X ) sebagai berikut :

A = Gradien

X
- B/A 0 Gambar : Grafik fungsi Y = A X + B

Gradient grafik :
N ( x i y i ) x i y i
A= 2
N x 2 ( x i)

N = cacah data yang dianalis


Titik potong grrafik terhadap sumbu y :

2
N xi y i x i ( xi y i )
B= 2
N x2( x i )

Titik potong grafik terhadap sumbu x :

2
B N x i y i x i ( xi y i )
( )
A
=
N ( x i y i ) x i y i

Teori regresi linear dapat dipergunakan untuk menentukan garis lurus terbaik
dari sebaran data pasangan ( x i : yi ) yang secara eksplisit tidak membatasi, apakah
pasangan data tersebut betul betul nmembentuk garis lurus. Hal ini akan
berakibat bahwa pasangan data ( x i ; yi ) sembarang dapat dipilih garis lurusnya
( artinya teori regresi tetap akan dapat menginformasikan hasil linear ). Inilah yang
sering menimbulkan kesalahan dalam penggunaan analisa data eksperimen.
Untuk itu perlu kehati-hatian ketika rumus rumus regresi linear akan
digunakan untuk analisa pasangan data hasil eksperimen yang diharapkan akan

46 BAHAN AJAR MPF-S1;


memberikan hasil linear. ( perlu adanya cek! Data melalui plot grafik agar dapat
terlihat alur data yang memberikan garis linear )
Dengan kecermatan penganalisa data akhirnya dengan mudah pasangan
data ( xi ; yi ) mana yang layak untuk diregresikan, sehingga akan memperoleh hasil
analisa yang tepat sesuai teori yang diharapkan.

VI.4. Ralat Regresi Linear

Persamaan regresi yang secara umum ditulis sebagai :

Y=AX+B

Memberikan pengertian bahwa apabila dilakukan penggambaran grafik


antara besaran ( Y ) dan besaran variable ( X ) akan memberikan hubungan linear,
dengan gradient grafiknya ( A ) dan titik potong grafik terhadap sumbu-Y adalah
( B ). Nilai besaran gradient ( A ) dan titik potong ( B ) sudah dijabarkan pada sub
bab diatas; namun bagaimana dengan nilai toleransi ( ralat ) dari besaran-besaran
tsb.

Data yang diamati secara berturutan dari Y kita tulis sebagai ( Y i ) dan
tentunya hal ini karena kita menentukan nilai variable bebas yang berturutan juga
yaitu ( Xi ) sehingga persamaan regresi dapat ditulis sebgai :

Yi = A Xi + B

Bila pasangan data ( Xi , Yi ) merupakan populasi data yang memenuhi distribusi


normal pada statistic, maka penyimpangan nilai- Y yaitu ( Y ) dapat didekati

dengan deviasi (
y ) yang dituliskan dengan :

Y i A X i B
yi = )

Selanjutnya seperti pada proses penurunan rumus ralat deviasi standar ( S N ) di bab

II. diperoleh pendekatan terbaik untuk nilai (


yi ) adalah nilai rata-rata
kwadratnya yaitu ditulis :

1
yi
2
= ( Y i A X iB )2
N

Dengan proses penjabaran matematik seperti pada metode penurunan rumus ralat
statistic didepan, untuk persamaan linear persamaan tsb. lebih baik dengan
pendekatan ( lihat R. Taylor; chapter:8.3 ) sebagai :

47 BAHAN AJAR MPF-S1;


6

Sy =
5 ( yi )2
N 2
; ini merupakan tetapan ( Sy )

N
1
Sy =
2
( y A X i B )2
N2 i=1 i

2 2
SA = N Sy /

2 xi 2
SB = S y2

2
=N ( x i2 )( x i)

Keterangan : A = gradient ; B = titik potong

SA = ralat gradient ; SB = ralat titik potong

N = banyaknya data regresi

VI.5. Contoh penggunaan metode regresi linear

Sebagai salah satu contoh kasus sederhana pada fenomena pegas terbebani
massa. Data pengamatan berupa variasi massa beban m dan dicatat panjang
pegas berbeban tersebut sebagai lm dengan dasar teori :, ditunjukkan dalam Tabel
I.

l m=l 0 + ( gk )m
Tabel I:Data Pengamatan Eksperimen Pegas
l0 = 10 cm
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
m(g) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200
l 0.05 0.1 0.2 0.4 0.75 1.13 1.5 1.8 2.0 2.25 2.40 2.70 2.85 3.10 3.25 3.60 3.75 4.10 4.25 4.50

48 BAHAN AJAR MPF-S1;


Bila hanya berpedoman teori dan langsung menganalisa pasangan data m ;
lm maka tidak dapat diketahui alur data linear. Kalau hal ini terus dilakukan dengan
data rumus regresi untuk mendapatkan gradient ( g/k )dan titik potong ( l 0 ) maka
diperoleh :
( g/k ) = 0,03 12 % cm/g
l0 = 9,5 cm
Hasil ini menyimpang dari yang diharapkan. Mestinya l0 = 10 cm ( sesuai data ).
INILAH ANALISA YANG SALAH
Dari penampilan grafik terlihat jelas alur linearnya baru dimulai dari data ke-6,
sehingga data ke-1 sampai dengan data ke-5 tidak perlu dianalisa dengan regresi
linear. Hasil analisa dengan rumus regresi didapat nilai
( g/k ) = 0,02 1 % cm/g
l0 = 10 cm
hasil ini akan sesuai dengan keadaan riil pegas ketika tidak ada beban yaitu l 0 = 10
cm ( lihat data ).
INILAH ANALISA YANG BENAR
Dari contoh kasus yang sederhana ini dapat ditemukan bahwa seorang
penganalisa data tidak boleh berbuat ceroboh , harus cermat menyikapi data
pengamatan.
Dalam kasus kasus lainnya, penulis sering menemui kecerobohan para
analis data dalam menggunakan teori regresi linear.
Dalam kasus ini ( fenomena pegas ) apabila langsung semua data dianalisa
dengan rumus regresi akan menghasilkan nilai yang menyimpang bahkan bisa
menjadi salah. Karena ternyata untuk massa m )yang masih kecil, pegas belum
terkontraksi secara kompak ( masih sebagian ). Hal ini akan memberikan nilai
tetapan pegas k yang belum tetap, seperti ditunjukkan oleh data ke-1, ke-2, ke-3,
ke-4 dan ke-5.
Pegas mulai terkontraksi seluruh bagiannya sejak dibebani sekitar 60 g yaitu
ditunjukkan mulai data ke-6 dan seterusnya. Artinya nilai tetapan pegas k
mencapai tetap ( konstan ).

49 BAHAN AJAR MPF-S1;


Nilai ( k ) pegas akan menjadi berubah lagi ketika beban sudah mencapai
overload yaitu terjadi deformasi bagian bagian pegas. Data data pada bagian
ini juga akan menyimpang dari alur linear.
Dari pembahasan kasus sederhana ini jelas diperoleh informasi bahwa tidak
semua titik data pengamatan bisa dianalisa langsung dengan metode regresi linear,
harus dilakukan seleksi data sesuai dengan alur grafik yang diperoleh.

SOAL-SOAL LATIHAN :

1. Gunakan metode kwadrat terkecil untuk menemukan garis y = A + Bx


,yang paling memenuhi untuk titik-titik (Xi , Yi) sebagai :
(1, 12) ; (2, 13); (3, 18); (4, 19)
2. Sebuah kereta, diasumsikan berjalan dengan kecepatan konstan dihitung
waktunya pada 4 posisi, dengan hasil :
Jarak ( feet ) 0 3000 6000 9000
Waktu ( detik ) 17,6 40,4 67,7 90,1
Dengan menggunakan metode kwadrat terkecil yang memenuhi garis d =
d0 + vt, tentukan estimasi kecepatan kereta dan ketidakpastiannya ?
3. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran tekanan ( P ) dari suatu gas pada
temperatur ( T ) yang berbeda beda, dengan volume ( V ) tetap. Hasilnya
adalah sebagai berikut :

Pi ( mm of 79 82 85 88 90
mercury )
Ti ( C ) 8 17 30 37 52
Data yang dihasilkan seharusnya memenuhi persamaan linear dari T = a + b
P, dimana a merupakan nilai temperatur absolute ( absolute zero ) dimana
nilai yang diterima adalah -273C. Tentukan :
a. Nilai yang memenuhi untuk data tersebut ?
b. Estimasi dari nilai temperatur absolute dan ketidakpastiannya ?
4. Nilai dari (R) pada sebuah sample bahan radioaktif berkurang secara
eksponensial :
t /
R = R0 e
Dimana () adalah tetapan waktu dari sample. Seorang mahasiswa
melakukan observasi selama 3 jam dengan hasil sebagai berikut :
t ( jam ) 0 1 2 3
R 13,8 7,9 6,1 2,9
Dengan menggunakan metode kwadrat terkecil yang memenuhi garis lurus
: ln R = ln R0 t/ , tentukan estimasi terbaik untuk () ?
5. Rumus atau hukum di bawah ini harus anda luruskan. Sebutkan besaran
mana yang anda pilih sebagai perubah bebas, dan mana perubah tidak
bebas. Sebutkan juga bagaimanakah menentukan nilai besaran yang dicari
itu dari grafik yang anda peroleh.

50 BAHAN AJAR MPF-S1;


Tabel :
No Hukum Rumus Diketah Diukur Dicari
ui
1 Hukum Ohm V=IR - V dan I R
2 Bandul
matematik T = 2 L
g L dan T g

3 Pemuaian L2 = L1
L2 dan
L1
( 1+ t ) t

4 Lensa tipis 1 1
f = s +
'
- s dan s
1
s'
5 Tegangan 2
h= rg
permukaan dan g r dan h
dalam kapiler
6 Hukum Coulumb 1
F= 4 0
,
Q1 ,

F dan r
0
Q1 Q2 Q2
r2
7 Hukum 2 Q /kT A dan
J=A T e k J dan T
Richardson Q
8 Hukum Ampere 0
F= 2
F, L,
I1 I2

0
I1 I2 L dan r
r
9 Resonansi listrik 0 =
0 dan
- L
1
C
LC

51 BAHAN AJAR MPF-S1;


10 Rumus Z=
impedansi R dan
- dan Z

R 2+
i
C2
2
C

Misal bandul matematik (no.2 dalam daftar di atas) :


2 2 L
L perubah bebas; T perubah tak bebas; T =4 .
g

T2 digrafikkan terhadap L, yang menghasilkan garis lurus melalui titik awal

2
4
dengan sudut miring () yang memenuhi : tan = . maka (g =
g

4 2
tan ).

6. Buatlah semacam instruksi pendek (secara garis besar saja) bagaimanakah


melakukan percobaan untuk memeriksa hukum Ampere dan rumus
impendansi (no.7 dan 10 dalam daftar di atas).

52 BAHAN AJAR MPF-S1;


BAB VII
DISTRIBUSI NORMAL DAN FUNGSI GAUSSIAN

Suatu pengukuran tidak lepas dengan urusan tentang pengumpulan data


pengamatan, sedangkan bila dalam melakukan pengukuran dilakukan pengulangan-
pengulangan akan berakibat terjadi fluktuasi data. Keadaan ini bila dalam jumlah
data yang sangat banyak (tak berhingga) akan terjadi distribusi data yang akan
terbentuk suatu kurva distribusi, di dalam ilmu statistic dikenal berbagai jenis fungsi
dari kurva distribusi, diantaranya : kurva frekuensi ( histogram ); distribusi Gauss;
distribusi ternormalisasi; distribusi Binomial; distribusi Poisson ; dsb.

Dengan mengetahui kurva distribusi data, kita akan dapat menemukan nilai
benar dari besaran yang diamati berulang atau kisaran nilai benar berada pada
kurva tersebut. Salah satu kurva distribusi yang banyak memenuhi data-data fisika
adalah kurva distribusi Gauss. Hampir semua pengukuran besaran fisis memenuhi
hokum distribusi gauss, kecuali pengukuran besaran radioaktif yang dilakukan
dengan pencacah Geiger dan Scaler, menggunakan kaidah hokum distribusi
Poisson.

VII.1. Histogram dan table frekuensi

Didalam usaha untuk mengetahui nilai benar dari jumlah data yang
membentuk suatu distribusi diperlukan pengolahan yang cermat, langkah-langkah
untuk mengolah data yang jumlahnya sangat banyak diperlukan adanya
pengelompokan data yang sesuai, misalnya dikelompokkan dalam selang tertentu,
kemudian dihitung jumlah masing-masing selang dan dihitung frekuensi data pada
selang tersebut, sebagai contoh perhatikan table data berikut :

Tabel Data ( data asli, masih belum diolah )

75 94 98 10 10 10 10 10 11 11
0 3 5 5 7 2 7
79 94 98 10 10 10 10 10 11 11

53 BAHAN AJAR MPF-S1;


1 3 5 5 8 2 7
82 95 98 10 10 10 10 10 11 11
1 3 5 6 8 3 8
84 95 99 10 10 10 10 10 11 11
1 3 5 6 8 3 8
86 95 99 10 10 10 10 10 11 11
1 3 5 6 8 4 9
87 96 99 10 10 10 10 10 11 12
2 4 5 6 9 4 0
91 96 99 10 10 10 10 11 11 12
2 4 5 7 0 5 1
92 97 10 10 10 10 10 11 11 12
0 2 4 5 7 0 5 2
93 97 10 10 10 10 10 11 11 12
0 2 4 5 7 1 5 4
93 97 10 10 10 10 10 11 11 12
0 3 5 5 7 1 6 4

Bila kita melihat kumpulan data pada table diatas, masih sangat sulit untuk
menyimpulkan data mana yang menjadi wakil untuk dipilih sebagai data terbaik,
bahkan mendekati benar. Untuk itu perlu ada usaha olahan yang lanjut. Misalnya
kumpulan data tersebut dikelompokan lagi menjadi selang nilai tertentu yaitu dalam
table frekuensi.

Tabel Frekuensi :

No Selang data Frekuensi Frekuensi relatif


(X)
(
fi )
fi
( N )

1 71 80 2 2/100 = 2%
2 81 90 4 4/100 = 4%
3 91 100 21 21/100 = 21 %
4 101 110 51 51/100 = 51 %
5 111 120 18 18/100 = 18 %
6 121 130 4 4/100 = 4%
f i=100
( Nf )=1
i

Dengan mencermati pada table frekuensi tersebut; mulai terlihat bahwa nilai
benar berada dalam selang data ( 101 110 ) pada selang inilah nilai frekuensi
paling besar yaitu f = 51, sedang pada selang lainnya nilai frekuensi lebih rendah.

54 BAHAN AJAR MPF-S1;


Sedangkan pada kolom frekuensi relative juga menyatakan peluang data
berada pada selang tertentu, misalnya peluang untuk mendapatkan nilai data (x)
berada dalam selang ( 81 90 ) adalah 4 %; sedangkan data yang berada dalam
selang ( 111 120 ) adalah 18 %, dan seterusnya.

Cara lain untuk memperjelas analisa data tersebut adalah dengan


menggambarkan grafik dari table frekuensi tersebut. Model tampilan grafik seperti
ini yang disebut sebagai Histogram, yaitu grafik histogram frekuensi-mutlak
(histogram-A) dan grafik histogram frekuensi-relatif (histogram-B).

Histogram-A Histogram-B

Pada histogram-A bila data pada grafik ini diperbesar sampai (N) maka nilai
frekuensi pada setiap tangga (selang data) akan semakin tinggi, sedangkan pada
histogram-B hal ini tidak akan mempengaruhi karena merupakan frekuensi relative (
selalu dibagi jumlah data). Keadaan seperti histogram-B ini sangat bermanfaat ,
apalagi selang data semakin dipersempit dalam jumlah data yang cukup banyak
,sehingga akan memberikan tampilan tangga yang semakin halus.

Bila jumlah data menjadi limit tak hingga maka akan muncul kurva frekuensi-
relatif yang kontiyu dan inilah yang menjadi dasar teori untuk pendekatan dalam
pengukuran yang riil.
f(X)

X
Kurva distribusi dengan data ( N )

55 BAHAN AJAR MPF-S1;


VII.2. Fungsi Distribusi Gauss

Untuk memperoleh kurva distribusi data (X) sampai jumlah tak terhingga
jelas tidak dapat dicapai secara riil dalam pengukuran, lantas bagaimana cara
mendapatkan nilai pengukuran yang mendekati nilai benar ?

Marilah kita tinjau suatu fungsi distribusi gauss yaitu suatu fungsi teori yang
menggambarkan distribusi data secara rambang ( setiap data memiliki ralat yang
kecil, dan jumlah yang banyak ), dan masing-masing sama besar peluangnya terjadi
deviasi positif maupun negative terhadap nilai benar.

Adapun bentuk fungsi Gauss adalah :

Y ( x ) =Y 0 exp
{ 1
2
( x x )2
}
Bila fungsi tersebut dinormalisasi maka menjadi fungsi Gauss yang ternormalisasi
yaitu :

f ( x )=
1
2
exp
1
2
2{( xx )2
}
+

f ( x ) dx=1

Beberapa aplikasi dari adanya fungsi distribusi gauss tersebut dalam proses
analisa data pengukuran adalah sbb.:

f ( x ) dx = fraksi suatu pengukuran berada pada ( x + dx )

f ( x ) dx = fraksi suatu pengukuran berada pada ( x = a ) s/d ( x = b )


a f(X)
f(X)
( luas daerah dibawah kurva gauss )

56 BAHAN AJAR MPF-S1;


X
Kurva Distribusi Gauss
Beberapa catatan tentang kurva distribusi Gauss :

1. Lebar kurva ( ) merupakan parameter eksperimen yang berkaitan


dengan ketepatan alat ukur, dalam bahasa analisa data berhubungan
dengan besar-kecilnya ralat (x).
2. Semakin sempit kurva ( semakin runcing ) menunjukkan bahwa ralat
pengukuran rambang semakin kecil, hal ini dapat ditempuh bila jumlah
data pengulangan semakin besar.

f(X)
f(X)

X
3. Bentuk kurva yang mempunyai simetri ,memberikan informasi bahwa
Kurva Distribusi Gauss
suatu pengukuran berulang data yang paling banyak muncul
( frekuensi besar ) akan mendominasi nilai terbaik /benar ( x ) dan
berada di sumbu simetri kurva; dan fluktuasi disekitar nilai terbaik
dengan ralat (x). Sehingga penyajian hasil pengukuran ditulis sebagai
; x = ( x ) (x)
4. Kurva distribusi Gauss menjadi sangat penting dalam olah data, karena
banyak gejala dan fenomena pengamatan besaran-besaran fisis yang
sesuai dengan kaidah ini, artinya model distribusi data sesuai dengan
pendekatan teori gauss.

VII.3. Probabilitas Pengukuran

57 BAHAN AJAR MPF-S1;


Setelah didapat pendekatan teori distribusi yang sesuai, misalkan dalam
kebanyakan data-data fisis mayoritas mengikuti aturan Gauss dengan fungsi yang
sudah dinormalisasi ke nilai = 1, yaitu bentuk fungsi nya :

f ( x )=
1
2
exp
{
1
2 2
( xx )2
}
Hal ini mempunyai makna statistika bahwa persamaan Gauss dalam bentuk :

f ( x ) dx=
1
2
exp
{
1
2
2
( x x )2 dx
}
mengandung arti sebagai peluang (probabilitas) bagi suatu pengukuran untuk
menghasilkan suatu nilai berada antara batas (x) s/d (x+dx). Peluang ini bila
dilukiskan pada grafik Gaussian merupakan bagian luasan dibawah kurva (yang
diarsir).
f(X)

X
dx)

Selanjutnya probabilitas bagi suatu pengukuran untuk menghasilkan nilai (x) berada
antara batas (x1) s/d (x2) ditulis sebagai P(x1;x2):
x2 x2
1 1
{ }
2
P(x1;x2)= f ( x ) dx= 2 exp 2 2 ( x x ) dx
x 1 x 1

f(X)

58 BAHAN AJAR MPF-S1;


Penafsiran P(x1;x2) tersebut memang sudah tepat dan benar, sebab bila batas
integral diambil dari ( - ) s/d (+ ) akan didapat P(- ; + ) = 1 atau ( 100% )
+ +
1 1
{
P(- ; +)= f ( x ) dx= 2 exp 2 2 ( xx ) dx

2
} = 1 atau (100%)

Bentuk integral dari P(x;x), yang berhubungan dengan fungsi ralat pengukuran
memang sangat sulit untuk dihitung, kecuali batasnya menjadi takberhingga.
Integral ini harus dihitung secara numeric (pendekatan numeric), yakni integral
didekati dengan suatu deret matematik yang konvergen, kemudian deret ini
diintegralkan suku demi suku (perlu ketelitian menghitung), beberapa misal
hasilnya seperti tercantum dalam table probabilitas berikut:

Batas bawah Batas atas P ( x1;x2 )


integral integral
xo xo 0,00 = (0%)
xo 0,1 xo + 0,1 0,0797.= 8%
xo 0,2 xo + 0,2 0,1585 = 16%
xo 0,3 xo + 0,3 0,2358 = 24%
xo 0,4 xo + 0,4 0,3108 = 31%
xo 0,5 xo + 0,5 0,3829 = 38%
xo 0,6 xo + 0,6 0,4515 = 45%
xo 0,7 xo + 0,7 0,5161 = 52%
xo 0,8 xo + 0,8 0,5763 = 58%
xo 0,9 xo + 0,9 0,6319 = 63%
xo 1,0 xo + 1,0 0,6827 = 68%
xo 1,5 xo + 1,5 0,8664 = 87%
xo 2,0 xo + 2,0 0,9545 = 95%
xo 2,5 xo + 2,5 0,9876 = 98,8%
xo 3,0 xo + 3,0 0,9973 = 99,7%

Kita cermati pada P[ (xo 1,0); (xo + 1,0) ] = 68%


+ +


{
f ( x ) dx= 12 exp 21
2 }
( x x )2 dx = 68%

Ini mempunyai arti bahwa ada peluang sebesar 68% untuk sekali pengukuran
menghasilkan nilai yang berada dalam selang antara (x o- ) s/d (xo +); atau
dengan kata lain: seandainya besaran (x) diukur berulang 100x, maka 68 data dari
100 nilai pengukuran tsb. dapat diperkirakan akan berada pada selang (x o ).
f(X)

59 BAHAN AJAR MPF-S1; 68%


X
Begitu pula pada P[(xo2);(xo+2)] = 95% ; berarti ada jaminan sebesar 95%
bahwa satu kali pengukuran jatuh pada daerah selang (x o 2).

f(X)

95%
X

Karena selang batas di sekitar xo bertambah besar maka jaminan untuk melakukan
pengukuran menghasilkan nilai berada pada kisaran itu juga bertambah besar.

VII.4. Tabel Prosentase Probabilitas P() dan Q()


f(X)
Fungsi Gauss yang telah kita bicarakan didepan merupakan fungsi yang
menghasilkan kurva yang simetri, sehingga penyelesaian integrasinya dapat
dirumuskan sebagai :
f(X)

f(X)

X
b

Rumus- rumus Integral fungsi Gaussian :


x b
f ( x ) dx= f ( x ) dx+ f ( x ) dx
a x
b

60 BAHAN AJAR MPF-S1;


b x

f ( x ) dx=2 f ( x ) dx ; ini karena simetri.


a a

+ x +

f ( x ) dx=100 maka f ( x ) dx=50 atau juga f ( x ) dx=50


x

Hal ini akan memberikan pendekatan model fungsi lain seperti adanya :
error function (lihat pada AppendixA dan Appendix-B; hal 244 s/d 247; John R.
Taylor; An Introduction to Error Analysis; University Science Books; Mill Valley,
California; 1982.

Berikut hasil scanner (copy) dari buku referensi John R. Taylor; An


Introduction to Error Analysis; University Science Books; Mill Valley, California;
1982.

61 BAHAN AJAR MPF-S1;


62 BAHAN AJAR MPF-S1;
63 BAHAN AJAR MPF-S1;
64 BAHAN AJAR MPF-S1;
SOAL-SOAL LATIHAN :

1. Di bawah ini ditabelkan hasil pungutan 20 butir kelereng dari suatu kotak
berisi sejumlah besar kelereng putih dan merah, masing-masing dalam
jumlah yang sama. Pada setiap pungutan jumlah kelereng MERAH dicatat.
Kedua puluh kelereng kemudian dikembalikan sebelum pungutan berikutnya
dilakukan. Setelah diadakan 100 x pungutan, hasilnya seperti tercantum
pada table dibawah ini :
10 10 10 10 10 8 10 10 10 10
11 8 10 8 8 9 10 9 11 10
10 10 11 11 10 11 11 10 10 11
11 10 9 10 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 9 10 11 10 10
10 11 10 10 8 9 11 10 13 10
10 10 9 10 9 11 9 10 12 10
9 13 11 12 9 10 10 7 7 11
10 10 10 8 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 9 11 11 12 10

a Buat tabel frekuensi dan histogram.


b Kalau jumlah pungutan sangat diperbanyak, nilai manakah anda
ramalkan sebagai nilai benar?
c Jika di antara nilai di atas terdapat satu nilai 19, akan anda
sertakankah nilai itu atau tidak? Apa alasan anda?
d Seandainya pada waktu anda mencatat jumlah kelereng merah, rekan
anda mencatat jumlah kelereng putih dari cabutan yang sama,
hubungan apakah kiranya dapat anda temukan antara histogram anda
dan histogram rekan?
2. Data di bawah ini adalah suatu contoh populasi Gauss untuk besaran y.
34 35 45 40 46 38
47 36 38 34 33 36
43 43 37 38 32 38
40 33 38 40 48 39
32 36 40 40 36 34

a Buat histogram y.

65 BAHAN AJAR MPF-S1;


b Tentukan rataan, median dan modus.
c Hitung simpangan baku.
d Berapakah y y menurut pengukuran ini?
e Kita ukur y sekali lagi dengan hasil
y 1 ; ramalkan dengan keyakinan

68%, saling tempat


y 1 akan jatuh.

f Kita buat satu contoh lagi (dengan jumlah anggota yang sama) yang

rataannya ternyata
y 1 ; buat ramalan seperti pada e).

g Misalkan dari pengukuran y dikehendaki suatu ketelitian yang 4x lebih


baik. Berapakah jumlah pengukuran yang harus kita ambil?
3. Suatu fungsi distribusi terbatas memberikan hasil suatu hipotesis
pengukuran dalam bentuk :

f(x) = C untuk |x| < a


a. Gunakan kondisi normalisasi untuk menghitung nilai konstan C sebagai
fungsi a ?
b. Gambarkan distribusi tersebut. Apakah nilai a siqnifikan?
c. Hitung nilai rata-rata dan standar deviasi yang dihasilkan setelah
dilakukan banyak pengukuran ?

4. Sebuah survey menunjukkan bahwa tinggi pria di negara tertentu adalah

terdistribusi normal, dengan tinggi rata-ratanya h = 169 cm dan standar


deviasi = 2 cm. Di antara 1000 sampel pria yang diambil secara acak, berapa
banyak pria yang memiliki tinggi :

a. Diantara 167cm dan 171cm ?


b. Lebih dari 171cm ?
c. Lebih dari 175cm ?
d. Diantara 165cm dan 167cm ?

5. Dibawah ini adalah hasil pengukuran dari waktu sebuah batu jatuh dari
jendela hingga menyentuh tanah ( dalam 10 -2 detik ) :

63 58 74 78 70 74 75 82 68 69
76 62 72 88 65 81 79 77 66 76
86 72 79 77 60 70 65 69 73 77
72 79 65 66 70 74 84 76 80 69

a. Hitung standar deviasinya (seluruh data)?


b. Hitunglah nilai rata-rata dari setiap kolomnya. Hitung standar deviasi nilai
rata-ratanya ?

66 BAHAN AJAR MPF-S1;


6. Mahasiswa mengukur percepatan gravitasi ( g ) secara berulang, dan
mendapatkan hasil akhir 9,5 m/s2 dengan standar deviasi 0,1 m/s2 . Jika
pengukurannya adalah terdistribusi normal, dengan nilai yang diterima : 9,8 m/s 2
dan lebar kurva = 0,1 :
a. Bagaimana probabilitas mendapatkan nilai percepatan gravitasi yang
berbeda dari 9,8 ?
b. Dengan asumsi tidak ada kesalahan dalam pengukuran, adakah
kemungkinan terdapat kesalahan sistematis yang tidak terdeteksi ?
7. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran panas ( Q ) yang dilepaskan oleh
suatu proses tertentu sebanyak 50 kali. Nilai rata-rata dan standar deviasi yang

didapatkan adalah Q = 4,8 dan Q = 0,4 ( semua dalam kalori ).


a. Dengan asumsi hasil pengukuran adalah terdistribusi normal, cari
Q
probabilitas hasil pengukuran akan berada dalam 0,8) ?, ada

berapa pengukuran yang diperkirakan akan memiliki nilai seperti itu ?

67 BAHAN AJAR MPF-S1;


BAB VIII
METODE PENOLAKAN DATA PENGUKURAN

VIII. 1. Masalah Penolakan Data Pengukuran

Suatu pengukuran dikatakan akurat bila hasil pengukuran mempunyai nilai


ketidakpastian kecil, tentunya hal ini sudah dilakukan dengan cara pengukuran
yang benar dan metode analisa data yang cermat. Ketidakpastian ukur atau yang
sering kita sebut sebagai ralat tidak pernah dapat dihindari dalam pengukuran, hal
ini disebabkan adanya banyak faktor dalam pengukuran dan faktor satu dengan
lainnya saling berkaitan. Faktor yang satu dikondisi tertentu dapat dilemahkan
bahkan dieliminasi tetapi berdampak faktor yang lain menguat dan sebaliknya.
Sehingga di dalam bahasa pengukuran ralat tidak dapat serta merta dihilangkan
tetapi dapat diupayakan untuk diperkecil.

Pengukuran yang dilakukan ber-ulang, merupakan salah satu upaya untuk


memperkecil ralat, semakin banyak pengulangan secara statistic akan
menghasilkan nilai terbaik yang ralat nya mengecil. Namun apabila jumlah
pengulangan terbatas, maka perlu diseleksi data per-data apakah ada yang nilainya
menyimpang terhadap data lainnya. Toleransi penyimpangan dapat ditentukan
sesuai criteria data yang diperoleh, juga sifat-sifat data dalam perolehannya
( pengamat sangat mengerti masalah data yang diamati ).

Banyak model analisa data untuk membatasi toleransi penyimpangan agar


dapat menentukan apakah suatu data diterima atau ditolak, diantaranya :

- Metode penolakan data dengan criteria t


- Metode penolakan data dengan criteria Chauvenet

Kedua metode tersebut mempunyai aturan yang berbeda, masing-masing


mempunyai kelemahan dan keunggulan. Sedang dalam penggunaan metode
tersebut, kita sebagai pengolah data dapat memilih criteria yang cocok untuk
model data yang ada agar dapat dicapai nilai terbaik.

VIII.2. Teori Penolakan Data

Untuk memudahkan cara penolakan data akan didefinisikan fungsi error


dengan cara memodifikasi fungsi distribusi Gauss sebagai berikut : ( cermati
Appendix-A dan B, pada bab VII )
b b
1
{
1
}
Fungsi Gauss : P(a;b)= f ( x ) dx= 2 exp 2 2 ( xx ) dx
f(X)
a a
2

68 BAHAN AJAR MPF-S1; P(a;b)

X
Integral fungsi distribusi normal diatas kita sebut sebagai integral fungsi
error normal dan probabilitas suatu pengukuran berada antara x=a dan x=b,
ditulis sebagai :
b

P(a x b) = f ( x ) dx
a

Bila : a=( xt ) dan , b=( x+ t )

Maka dapat dikatakan bahwa probabilitas pengukuran berada didalam (t); t


= angka tetapan , dituliskan sebagai :

P(dalam t) = P [ ( xt ) x ( x +t ) ]

x+t

P(t) =
1

2 xt
exp
1
2 2 {
( xx )2 dx
}
2
t z
1
P(t) = 2 e
2
dz ; ini merupakan fungsi error ditulis sebagai : erf(t)
t

( x x )
dengan : z =

Fungsi erf(t) secara numeric dapat dihitung dan hasil perhitungan secara
lengkap sudah ditabelkan pada Appendix-A maupun B.

2
t z
1
P(t) = 2 e
2
dz P(t)
t

69 BAHAN AJAR MPF-S1; Q(t)


2
t z
1
Q(t) = e
2 0
2
dz

KESIMPULAN

MISALKAN UNTUK : t=1


P(t) = 68%
Q(t) = 34%
P(t) = 2 Q(t)

VIII.3. Kriteria Penolakan Data

Deretan data pengukuran : x1; x2; x3; x4; x5; x6 xn , mempunyai nilai
terbaik yang didekati dengan nilai rata-ratanya ( x ); dan deviasi standar (),
masing-masing rumusan sbb:
n

xi
1
x=
n


2
= S = (x i x )
n-1
n1

Data tersebut setelah dilakukan analisa yang cermat dengan


mempertimbangkan hasil akhir yang ingin lebih teliti lagi, maka perlu ada beberapa
nilai xi yang ditolak dengan suatu criteria penolakan. Setelah dilakukan penolakan
kemudian dihitung ulang nilai ( x ) dan ( ) yang baru, langkah ini dapat
memberikan hasil akhir yang lebih baik.

Adapun criteria yang digunakan untuk penolakan ada banyak macamnya,


kita sebagai pengamat dapat memilih dan menentukan model penolakan yang
digunakan. Dalam bab ini akan disajikan dua macam metode penolakan data sbagai
berikut :

1. Kriteria (t

70 BAHAN AJAR MPF-S1;


Dalam criteria ini kita bebas menentukan nilai (t) misalkan kita pilih (t=1)
berarti data yang diterima dalam criteria kita adalah nilai data (x i) yang
berada pada kisaran :
( x ) xi ( x+ ) atau probabilitas nilai x yang ditulis P(x ) P().
i i

Dalam bahasa Penolakan data ,berarti criteria (t) adalah criteria yang akan
menolak data pengukuran (xi) yang mempunyai pbobabilitas pengukurannya
P(xi) >P()

KRITERIA ( t )

DATA (xi) DITOLAK BILA

P(xi) > P(t) atau


xi < ( xt ) dan xi >

( x+ t ) deretan data : x = (10,5 0,5); dari deretan


Contoh : hasil analisa dari suatu
tersebut ada yang bernilai data ke-3 dan ke-7
( xi x )masing-masing x 3 = 9 dan x7
=11,5; maka menurut kriteria
dengan (t): didapat
t=| analisa| sbb.:

Untuk: t = 1; P() = 68% ; sedang P(x 3) =P(1,5) = 87% jadi data (x3)
DITOLAK
; sedang P(x7) = P(2) = 95% jadi data (x7) DITOLAK
Dengan cara yang lain diperoleh bahwa : x 3 = 9 <10 ; dan x7 =
11,5 >11, jadi semua ditolak.

Untuk : t = 2; P(2) = 95% ; maka P(x 3) =P(1,5) = 87% < P(2) ; jadi
data( x3) ini DITERIMA
;sedangkan (x7) dengan P(x7) =95% = P(2) ; jadi data ini juga
masih diterima.
Bagi pengamat dipebolehkan menentukan batasan criteria yang akan
digunakan, hal ini lebih disesuaikan dengan karakteristik dari data yang ada.
Keadaan data, mudah dan sulitnya data diamati, ketelitian alat, dan
sebagainya yang lebih mengetahui adalah pengamat, inilah yang menjadi
bagian dari variable karakter datanya.

2. Kriteria Chauvenet
Pada criteria ini jumlah data merupakan bagian variable yang akan ikut
berperan dalam diterima/ditolaknya data pengamatan. Hal ini karena dasar
penolakannya akan dibandingkan dengan prosentase jumlah data.

Adapun aturan penolakan sebagai berikut :

Bila ada sederetan data pengukuran : yang jumlahnya (k); kemudian


akan dicermati beberapa data untuk di-cek , misalkan data (x c) akan di-cek; maka
data tersebut akan diterima bila memenuhi P(x c) (100% - k) atau Q(x c) (50%-

71 BAHAN AJAR MPF-S1;


k). Dengan bahasa penolakan dapat dinyatakan bahwa (x) ditolak bila [ 100% -
P(xc) ] < k atau [ 50% - Q(xc) ] < k.

KRITERIA CHAUVENET

DATA (XC) DITOLAK DARI DERETAN DATA


YANG JUMLAHNYA (k)
BILA:
P(t) DARI (XC) MEMENUHI
[100% - P(t)] < k
Q(t) DARI (XC) MEMENUHI
[50% - Q(t)] < k
( X Cx )
DENGAN : t = |

3. PROSEDUR PENOLAKAN DATA :

Misal data pengamatan x1; x2; x3; x4; dan x5 , akan di-cek data mana yang
ditolak dengan criteria dibawah ini :

Kriteria (t) :

( x1 + x 2 + x 3 + x 4 + x 5 )
Tentukan nilai rata-rata : x= dan ralatnya ()
5
Setelah dilakukan cek ternyata data x 3 ditolak, sehingga data tinggal 4
buah (tanpa x3)
( x1 + x 2 + x 4 + x 5 )
Akhirnya hasil analisanya adalah : x= dan hitung
4

kembali ralatnya dengan 4 data tersebut.

Kriteria Chauvenet :

Teliti data tersebut , tentukan data yang akan di-cek (x c) yaitu data
yang terbesar dan data terkecil. Misalnya x 1 (data terbesar) dan x3
(data terkecil)
Cek data tersebut dengan criteria chauvenet, apabila ternyata ada
salah satu yang ditolak ( misal x1) maka data yang baru tinggal 4 buah
tanpa x1.
Lakukan analisa ulang tanpa (x 1) dan cek lagi data x c yang baru seperti
langkan yll.
Kalau dengan xc yang besar diterima, maka cek xc yang kecil, bila juga
diterima maka berarti ke 4 data tersebut diterima dalam criteria

72 BAHAN AJAR MPF-S1;


Akhirnya selesai analisa anda dan simpulkan hasil akhir yaitu : hitung
nilai rata-rata tebaru juga ralatnya.

VIII.4. Contoh Aplikasi :

Deretan data : 46, 48, 44, 38, 45, 47, 58, 44, 45, 43

1
1. Dihitung
x=45,8 dan x =5,1 ; k=10 jadi ( 2 k
=0,05 atau5 ); akan dicek x =
c

( xc x ) 5845,8
58(data terbesar) , nilai t= = =2,4 ; berarti P(2,4)
x 5,1

=98,4% ; sehingga nilai syarat chauvenet yaitu :


[100%-P(2,4)] = 100% - 98,4% = 1,6% dan ini lebih kecil dari nilai (
1
=0,05 atau5 ); kesimpulan bahwa data x = 58 (DITOLAK)
2k c

2. Lakukan langkah sama dengan (1) untuk cek data xc=38; P(t)= 86,64%
ternyata dengan probabilitas itu data x=38 diteima ( silahkan coba !)
1
3. Data tinggal k=9 (tanpa data 58) nilai ( 2 k
=0,0555 atau 5,6 ); dihitung ulang

44,438
nilai rata-ratanya
x=44,4 dan x =2,9 ; cek data xc =38 dan t= =
2,9
2,2; beraarti P(t) = 97,2%; sehingga nilai syarat chauvenet :
[100%-P(2,2)] = 100% - 97,2% =2,8 % ini lebih kecil dari 5,6% sehingga
data xc=38 (DITOLAK pada langkah ke-3 ini)
1
4. Selanjutnya data masih (k=8); dan ( 2 k
=0,0625 atau6 ; dihitung ulang nilai

x=45,25 dan x =1,67 ; cek data x =43 yang merupakan data terkecil
c

(lakukan langkah seperti diatas akhirnya bahwa x c=43 DITERIMA);


kemudian lakukan untuk xc=48 (data terbesar) ternyata data ini juga
DITERIMA pada criteria chauvenet.
5. KESIMPULAN : setelah dilakukan analisa data penolakan maka dari 10 data
tersebut , 2 data ditolak yakni xc=58 dan xc=38; sedangkan sisanya semua
diterima; sehingga hasil akhir dari analisa adalah ( x = 45,25 1,67 )
dengan pembulatan berarti : ( x = 45 2 )

SOAL-SOAL LATIHAN :

1. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran panas ( Q ) yang dilepaskan oleh


suatu proses tertentu sebanyak 50 kali. Nilai rata-rata dan standar deviasi

yang didapatkan adalah Q = 4,8 dan Q = 0,4 ( semua dalam kalori ).

73 BAHAN AJAR MPF-S1;


a. Dengan asumsi hasil pengukuran adalah terdistribusi normal, cari
Q
probabilitas hasil pengukuran akan berada dalam 0,8) ?, ada

berapa pengukuran yang diperkirakan akan memiliki nilai seperti itu ?


b. Apabila salah satu pengukurannya memiliki hasil : Q= 6,0 kal

;apakah hasil tersebut akan ditolak ?


2. Seorang mahasiswa mengukur tegangan ( V ) tertentu sebanyak 10 kali,
dengan hasil sebagai berikut ( dalam volt ) :
0,86 ; 0,83 ; 0,87 ; 0,84 ; 0,82 ; 0,95 ; 0,83 ; 0,85 ; 0,89 ; 0,88
a. Hitunglah nilai rata-rata dan standar deviasinya ?
b. Apabila mahasiswa tersebut menggunakan kriteria Chauvenet, apakah
dia harus menolak sebuah pengukuran yang nilainya 0,95 ? jelaskan !
3. Seorang mahasiswa melakukan pengukuran terhadap periode oscillator
sebanyak 14 kali dengan hasil sebagai berikut ( dalam unit 10 -1 detik ) :
7, 3, 9, 3, 6, 9, 8, 7, 8, 12, 5, 9, 9, 3
Mahasiswa tersebut merasa nilai 12 dalam pengukuran tersebut terlalu
tinggi, dengan menggunakan kriteria Chauvenet. Apakah hasil tersebut
tertolak ? jelaskan !

74 BAHAN AJAR MPF-S1;


BAB IX
PERBANDINGAN METODE UKUR & NILAI RATA-RATA BERBOBOT

IX.1. Syarat Membandingkan Metode Ukur

Di dalam eksperimen, metode pengukuran, analisa data, merupakan


persoalan yang sangat penting untuk dikuasai oleh para pelaku penelitian.
Ketepatan, kecermatan dalam pengukuran harus dapat dicapai dengan baik agar
memperoleh hasil penelitian dengan tingkat kevalitan tinggi.

Banyak persoalan yang muncul dalam penelitian, diantaranya para peneliti


kadang hanya menguasai teori tapi tidak faham tentang metode pengukurannya,
atau mengerti metode ukurnya tapi tidak cermat dalam hal anlisa datanya, ini
semua akan sangat besar pengaruhnya dalam hasil penelitian yang dilakukan, yang
dapat menyebabkan tidak valid bahkan salah hasilnya.

Sering kita jumpai di lapangan, karena tidak faham tentang metode


pengukuran, ketika melakukan pengukuran hasilnya tidak sesuai dengan harapan
teori, maka langsung menyalahkan alat ukurnya pada hal alat ukurnya tidak ada
masalah. Hal ini merupakan tindakan yang salah bagi dan ceroboh, mestinya harus
dicermati se-berapa toleransi pengukuran dengan alat tersebut, sehingga ketika
terlalu jauh maka kita bisa mengganti alat lain yang toleransi ukurnya lebih teliti.
Persoalan-persoalan semacam ini banyak kita jumpai dalam penelitan yang pelaku
peneliti tidak menguasai metode pengukuran dan analisa data.

Masalah yang lain, sering kita menganggap metode ukur yang kita lakukan
sudah sangat hebat, teliti, tanpa punya keinginan membandingkan hasil kita
dengan yang dilakukan oleh orang lain, atau hasil kita perlu dicek dengan metode
yang lain sebagai penbanding sekaligus untuk menguji validitas hasil pengukuran
kita. Mestinya ini harus dilakukan pada setiap penelitian bila mungkin, karena hasil
pengamatan dengan banyak metode ukur akan memberikan kesimpulan yang nilai
validitasnya tinggi dari pada hanya satu metode ukur tanpa ada pembanding.

Adapun suatu metode ukur dapat saling dibandingkan hasilnya satu dengan
lainnya, tentu harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

Topik dan tujuan penelitian harus sama.


Metode yang dilakukan masing-masing harus benar ( memenuhi kaidah-
kaidah ilmiah )
Faktor-faktor lingkungan yang dominan berpengaruh terhadap hasil, harus
sudah diantipasi, jangan sampai yang satu melakukan antipasti tetapi yang
lain membiarkan. Hal ini akan membuat hasil akhir sangat berbeda dari
kedua metode yang akan dibandingkan, bila tidak ditemukan pembanding
lain ( referensi ) maka semua akan meng-klaim benar.

75 BAHAN AJAR MPF-S1;


Apabila obyek yang diamati mempunyai fungsi variable yang banyak, maka
perlu juga ditinjau kesamaan variable yang akan dibandingkan, juga tetapan
yang dipilih, dan syarat-syarat batas lainnya.
Kesimpulan dari hasil perbandingan metode adalah akan didapatkan metode
yang benar atau salah; metode yang sesuai atau menyimpang; dan akhirnya
dapat dikompromikan antar metode yang ada kesesuaian nilai ukurnya, untuk
mendapatkan hasil akhir yang berbobot.

Pengertian Metode Berbobot :

Metode berbobot merupakan metode analisa data pengamatan yang dapat


mengkompromikan /mengkombinasikan dua atau lebih hasil pengamatan terhadap
satu besaran fisis, dengan metode pengamatan yang berbeda dan saling
independen. Dengan metode ini, dapat ditentukan hasil pedekatan terbaik yang
merupakan kompromi dari beberapa hasil metode pengamatan yang saling
independen dengan memberikan nilai rata-rata berbobot dari pengukuran-
pengukuran tersebut.

Rata-rata berbobot merupakan nilai terbaik hasil kombinasi dari berbagai nilai
yang dihasilkan dengan metode pengamatan yang berbeda terhadap satu besaran
fisis yang diamati.
Misalkan : Suatu besaran fisis (X) diamati dengan dua metode yang berbeda dan
saling bebas, dengan hasil akhir masing-masing :

Metode I : XI = xI I

Metode II : XII = xII II

Nilai akhir besaran fisis (X) dapat dihitung dari dua hasil diatas dengan menghitung
nilai terbaiknya yang merupakan kombinasi dari X I dan XII , apabila dipenuhi syarat
kesesuaian antara dua nilai tersebut. Adapun syarat kesesuaian akan dibahas pada
uraian di sub bab berikut.

IX.2. Diskrepansi Hasil Ukur

Hasil akhir suatu pegukuran disajikan dalam bentuk X = x x , x = merupakan


nilai terbaik, yang merupakan nilai rata-rata pengukuran ber-ulang, x = deviasi
standar dari pengukuran ber-ulang. Bila suatu besaran fisis (X) diamati dengan lebih
dari satu metode pengamatan yang saling independen satu dengan lainnya, maka
kemungkinan nilai hasil pengamatan yang satu saling berbeda. Hal ini perlu ada
peninjauan apakah perbedaan hasil tersebut masih dalam toleransi , ada
kesesuaian diantaranya atau sama sekali berbeda nilainya (tidak ada kesesuaian).
Untuk memdapatkan nilai terbaik dari kedua metode yang dibandingakan, perlu
ditinjau dahulu Beda Nilai (BN) atau istilah lain Diskrepansi dari X I dan XII , ditulis
:

BN = l XI XII l

76 BAHAN AJAR MPF-S1;


Syarat kesesuaian antara dua nilai ditentukan oleh BN, yaitu dua nilai ukur
dikatakan saling ada kesesuaian apabila dipenuhi :

BN < ( I + II )

Hasil yang memenuhi persamaan diatas, menunjukkan bahwa nilai besaran X


yang dihasilkan oleh metode I bersesuaian dengan metode II, dan saling konsisten;
artinya kedua hasil dapat diperhitungkan atau dikompromikan untuk memperoleh
nilai terbaik dari X dengan metode berbobot.

Sebaliknya dua nilai tidak saling sesuai atau berbeda sama sekali bila dipenuhi,

BN > ( I + II )

Hasil yang memenuhi persamaan itu, menunjukkan bahwa nilai besaran X


yang dihasilkan oleh metode I berbeda dengan metode II. Hal ini menunjukkan
bahwa kedua nilai tersebut saling tidak konsisten, artinya kemungkinan ada salah
satu metode yang salah (menyimpang), atau bahkan dua duanya menyimpang,
sehingga perlu pengujian lebih lanjut tentang masing-masing metode.

Dalam bab ini dapat diambil kesimpulan bahwa, nilai nilai hasil pengukuran
dengan berbagai metode yang ditinjau bila telah ada kesesuaian antara satu
dengan lainnya maka analisa berikut dilakukan perhitungan rata-rata berbobot
sebagai hasil terbaik yang mengkombinasikan diantara nilai niai yang sudah saling
sesuai. Sedangkan bila diantara nilai nilai yang dibandingkan ternyata berbeda
( tidak sesuai satu dengan lainnya), maka perlu diulangi metode pengukurannya
dengan hati-hati. Hal ini dapat salah satu metode atau dua-duanya metode yang
dipertentangkan, sehingga dapat diketahui dengan jelas mana metode yang
menyimpang. Bila hal itu (pengulangan eksperimen) tidak mungkin dapat dilakukan
lagi, maka perlu dicari pembanding ke tiga (misalkan adanya hasil referensi).

IX.3. Formula Ralat Berbobot

Suatu pengukuran yang diulang sampai N kali dengan terpenuhi distribusi induk
Gaussian dengan fungsi :
f(xi)
1
f(x) = 2 Exp [(x-)2/22]

77 BAHAN AJAR MPF-S1;

xi
x
Gambar-1: Kurva Gaussian

Kebolehjadian untuk mendapatkan hasil pengukuran X i , dipenuhi persamaan :

1
Pi = i 2 Exp [(xi-)2/2i2]

Dengan : = nilai rata-rata populasi induk

= lebar distribusi Gaussian

Dalam penggunaan pada pengukuran data , nilai didekati dengan nilai terbaik dari
pengukuran yaitu nilai rata-rata data pengukuran dan nilai merupakan nilai
deviasi pengukuran ( deviasi standar ). Sehingga persamaan di atas dituliskan :

1
Pi = i 2 Exp [(xi-X)2/2i2]

Marilah kita tinjau persoalan ini dengan pendekatan yang sederhana, misal dua
pengukuran yang sudah memenuhi syarat kesesuaian dengan masing-masing hasil
seperti pada persamaan (1), dengan indeks (I) diganti (A) dan indeks (II) diganti (B);
kebolehjadian untuk memperoleh hasil ukur x A berada dalam distribusi induk
Gaussian adalah :

1
PA = A 2 Exp [(xA-X)2/2A2]

Sedangkan kebolehjadian untuk memperoleh hasil ukur x B berada dalam distribusi


induk Gaussian adalah :

1
PB = B 2 Exp [(xB-X)2/2B2]

Kebolehjadian untuk memperoleh hasil ukur set data x A dan xB dalam distribusi
induk Gaussian dapat dituliskan sebagai :

PAB = PA PB

78 BAHAN AJAR MPF-S1;


1
PAB = A B 2 Exp [{(xA-X)/A}2+{(xB-X)/B}2]

Dapat dituliskan sebagai PAB sebanding dengan nilai eksponennya yaitu :

PAB 1/AB Exp [- 2]

Nilai kebolehjadian PAB akan maximum apabila nilai eksponen yaitu 2 menjadi
minimum, hal ini dapat dipenuhi dengan syarat minimum adalah deferensial
terhadap X sama dengan nol.

(d 2/dX) = 0

Sehingga diperoleh hasil deferensial tersebut sebagai :

X = (xA/A2 + xB/B2) (1/A2 + 1/B2)-1

Persamaan tersebut, disebut sebagai nilai rata-rata berbobot dari hasil kompromi
dari nilai xA dan nilai xB yang sudah saling sesuai satu sama lain. Dengan factor
bobot untuk masing-masing pengukuran adalah w A untuk pengukuran xA dan wB
untuk pengukuran xB, ditulis sebagai :

wA = 1/A2 dan wB = 1/B2

Selanjutnya persamaan (16) dapat ditulis menjadi :

X = (wAxA+wBxB) (wA+wB)-1
Bila ralat dari masing-masing pengamatan sama besar, akibatnya faktor
bobot kedua pengukuran bernilai sama; hal ini akan memberikan arti bahwa nilai
rata-rata berbobot pada persamaan diatas seperti nilai rata-rata dari kedua nilai x A
dan xB ditulis :

X = ( xA + xB )/2

pengukuran satu dengan lainnya memberikan ralat yang saling tidak gayut (saling
bebas). Perambatan dari persamaan (17) memberikan :

X(berbobot) = [1/(wA +wB)]-1/2

Secara umum untuk hasil pengukuran besaran fisis dengan berbagai metode
ukur, dan telah memenuhi criteria kesesuaian satu dengan lainya dengan hasil
masing-masing : x1 ; x2 ; x3 ; . . . . . . x N, akan mempunyai nilai rata-rata berbobot
sebagai :

Xb = wi xi / wi dengan wi = 1/i2

Dengan ralat rata-rata berbobotnya :

x = ( wi )-1/2

79 BAHAN AJAR MPF-S1;


Persamaan (20) juga memberikan nilai rata-rata biasa apabila dalam set
pengukuran mempunyai ralat sama, misal pengukuran x i mempunyai ralat sebesar
i , nilai rata-rata menjadi :

Xb = 1/n xi ; n = jumlah set pengukuran

Dengan ralat rata-ratanya merupakan ralat nilai rata-rata biasa,


x = n

IX.4. Contoh Aplikasi Metode Berbobot

Pengukuran besaran fisis sering diamati dengan lebih dari satu metode ukur,
kadang-kadang hasil yang diperoleh metode satu dengan lainnya berbeda sehingga
terjadi kesulitan mana metode yang benar dan yang salah. Untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan cara menseleksi antara metode-metode tersebut
dengan cara membandingkan satu dengan lainnya. Hasil dari perbandingan akan
dapat menyimpulkan mana metode yang menyimpang dan yang saling sesuai, lebih
lanjut persoalan ini akan diselesaikan dengan metode berbobot untuk memperoleh
hasil tunggal dari besaran fisis yang diamati.

Adapun langkah-langkah yang perlu dalam penggunaan metode berbobot


sebagai berikut :

1. Membandingkan nilai dari beberapa metode, dengan cara meninjau


diskrepansi antara nilai metode satu dengan lainnya.
2. Dari langkah pertama, akan dapat dihasilkan metode-metode ukur yang
saling sesuai dan metode-metode ukur yang menyimpang.
3. Hasil-hasil dari metode yang saling sesuai dianalisa dengan metode
berbobot, sedang yang menyimpang perlu dilakukan kajian ulang tentang
metode yang digunakan (perlu dicermati kembali)
4. Dengan menggunakan rumus-rumus berbobot, diperoleh msing-masing nilai
rata-rata berbobot besaran fisis yang diamati dan ralat pengukuran
berbobotnya.
5. Hasil yang didapat dengan analisa berbobot akan mempunyai nilai dengan
tingkat validitas tinggi, karena nilai ini merupakan kombinasi dari beberapa
nilai dengan metode pengukuran yang saling independen, dan masing-
masing metode sudah terseleksi sehingga mempunyai nilai yang saling ada
kesesuaian secara ilmiah.

Akhirnya dengan menggunakan metode analisa berbobot, tidak akan ada


yang menyatakan metode yang paling benar, paling baik, merasa tidak
tertandingi dengan lainnya , bahkan malah sebaliknya harus mencari
pembanding dengan hasil yang dilakukan lainnya untuk menguji validitas
hasil yang diperoleh. Semakin banyak pembanding, akan semakin

80 BAHAN AJAR MPF-S1;


meningkatkan validitas hasil dari metode yang digunakan dalam
pengamatan.

Contoh Membandingkan Metode : disini kita akan bandingkan beberapa topic


eksperimen yang masing-masing topic menggunakan lebih dari satu metode
pengukuran.

TABEL : 1

Topik Hasil Hasil Hasil Hasil


Eksperimen Metode-1 Metode-2 Metode-3 Metode-4
Eksperimen- 975 5 960 15 990 20 1100
A 50
Eksperimen- 140 5 150 15 130 15 -
B
Eksperimen- 575 5 560 15 585 15 -
C
Eksperimen- 100 10 85 15 110 10 -
D

Eksperimen-A

Nilai hasil pengamatan eksperimen-A pada metode-4 menunjukan bahwa nilai


tersebut tidak ada kesesuaian dengan nilai pada metode-metode lainnya, sehingga
tidak ditampilkan pada grafik. Nilai-nilai pada metode-1, metode-2, dan metode-3
terdapat saling sesuai antara satu dengan lainnya.

9,4 9,5 9,6 9,7 9,8 9,9 10 10,1


Skala :

9,75 0,05

9,6 0,15

Eksperimen-B 9,9 0,2

Ketiga metode yang dihasilkan dari pengamatan eksperimen-B, menunjukkan


adanya kesesuaian antara nilai satu dengan lainnya. Hal ini ditunjukkan pada
gambar grafik dibawah00,0
ini, 00,0 00,0 00,0 00,0 00,0 00,0

Skala :

1405

81 BAHAN AJAR MPF-S1; 15015

13015 15 15 15
Eksperimen-C

Ketiga metode yang dihasilkan dari pengamatan eksperimen-C menunjukkan hasil


yang saling ada kesesuaian satu dengan lainnya, seperti ditunjukkan gambar grafik
di bawah ini,

Skala : 540 550 560 570 580 590 600

575 5

56015 15115

58515 5
Eksperimen-D

Ketiga metode yang dihasilkan dalam pengamatan eksperimen-D, mempunyai nilai-


nilai yang saling bersesuaian satu dengan lainnya. Hal ini seperti yang ditunjukkan
pada gambar berikut :
0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3
Cp
Skala :

1.0 + 0.1

0.85+ 0.15

1.1 0.1

Perhitungan nilai berbobot untuk masing-masing metode pengukuran


diperoleh hasil yang dituliskan pada table-2 sebagai berikut :

TABEL HASIL AKHIR

TOPIK PENGAMATAN HASIL BERBOBOT


Eksperimen-A A = ( 9.74 0.02 )

82 BAHAN AJAR MPF-S1;


Eksperimen-B B = ( 140 5 )
Eksperimen-C C = ( 574 5 )
Eksperimen-D D = ( 1.01 0.01 )

SOAL-SOAL LATIHAN :

1. Pengukuran kecepatan suara ( ) memberikan hasil : (334 1) m/s dan


(336 2) m/s.
a. Apakah kedua hasil tersebut konsisten ?
b. Hitunglah nilai estimasi terbaik untuk ( dan ketidakpastiannya ?

2. Dua orang mahasiswa melakukan pengukuran hambatan dengan


menggunakan metode yang berbeda. Setiap mahasiswa melakukan 10 kali
pengukuran dan menghitung nilai rata-rata dan standar deviasinya dengan
hasil sebagai berikut :
Mahasiswa A : R = (72 8) ohm
Mahasiswa B : R = (78 5) ohm
a. Berapakah nilai estimasi terbaik untuk R dan ketidakpastiannya ?
b. Berapa kalikah mahasiswa A harus melakukan pengukuran untuk
memberikan hasil yang sama dengan B ?
3. Tentukan nilai estimasi terbaik dan ketidakpastiannya berdasarkan hasil ke-4
pengukuran berikut ini :
(1,4 0,5) ; (1,2 0,2); (1,0 0,25); (1,3 0,2)

BAB X
LAPORAN EKSPERIMEN

Bab ini membicarakan beberapa hal yang penting bagi pembuatan laporan
suatu eksperimen. Apakah tujuan suatu laporan? Tujuannya tidak lain ialah

83 BAHAN AJAR MPF-S1;


meneruskan hasil yang diperoleh dari eksperimen kepada dunia luar. Maka
persyaratan utama ialah laporan itu harus jelas, maksudnya, tujuan cara mengukur,
pengumpulan dan pengolahan data, serta penghitungan dan penyajian hasil
percobaan haruslah disusun dan ditulis sedemikian rupa hingga menjadi jelas bagi
setiap orang yang membacanya. Kalau ini tidak tercapai hingga orang malah
bingung setelah membaca laporan, dapat dikatakan laporan tersebut merupakan
kegagalan besar (meskipun eksperimennya sendiri mungkin saja tidak). Gaya
penuturan yang menarik sangatlah penting, hal ini berlaku juga dalam laporan yang
bersifat ilmiah dan teknik seperti laporan penelitian.
Laporan jangan terlalu panjang, model penulisannya yang singkat dan jelas,
jangan bertele-tele karena hal ini hanya akan menjengkelkan pembaca. Panjangnya
laporan disesuaikan dengan isi eksperimen yang dilakukan; mungkin panjang
dikarenakan banyaknya sampel pengamatan yang harus dibahas, atau juga
kedalaman dalam pembahasan.
Adakah suatu bentuk yang terbaik untuk laporan? Pertanyaan ini sukar
dijawab, selera orang berlainan. Pada setiap taraf penulisan laporan, kita haruslah
bertanya pada diri kita sendiri: apakah sesungguhnya yang hendak saya sampaikan
di sini? Dengan sikap itu kita dapat mengharapkan laporan kita akan bermutu cukup
baik.
Suatu laporan eksperimen atau penelitian sebaiknya meliputi komponen berikut:
Judul / Topik Eksperimen
Tujuan Eksperimen
Dasar Teori / Hypotesis
Peralatan dan Metode Pengamatan
Pengolahan data dan Grafik pengamatan
Pembahasan dan Kesimpulan
Saran-saran ( bila ada )

X.1. Judul / Topik Eksperimen


Judul sebaiknya singkat saja karena sifatnya merupakan identifikasi atau
tanda pengenal laporan. Misalnya untuk eksperimen pemeriksaan Hukum Ohm
cukuplah ditulis sebagai judul Hukum Ohm, dan bukan Pemeriksaan Hukum
Ohm dengan arus searah. Judul yang kedua terlalu panjang, penjelasan yang
lebih detail dari judul, dapat disampaikan pada bagian pendahuluan atau pengantar
laporan.

84 BAHAN AJAR MPF-S1;


JUDUL

SINGKAT; JELAS; MENGANDUNG MAKNA TENTANG


MASALAH YANG DIKERJAKAN DALAM PENELITIAN.

X.2. Tujuan Eksperimen


Dalam bagian tujuan diterangkan secara spesifik apa tujuan eksperimen kita
itu. Dengan mengambil judul eksperimen di atas yaitu Hukum Ohm, tujuan
mungkin dapat berbentuk:
1. Pemeriksaan Hukum Ohm V = R I pada kawat Cu;
2. Pemeriksaan hubungan formula : Hambatan Serial dan Paralel
Rseri = R1 + R2
1 1 1
= +
R p R1 R2

Sehingga seperti layaknya judul; tujuan eksperimen juga cukup singkat, namun
jelas, ini akan lebih baik dan menarik.

TUJUAN

MENGANDUNG APA YANG HENDAK DICAPAI DALAM


PENELITIAN YANG DILAKUKAN.

DAPAT MEMUAT LEBIH DARI SATU TUJUAN, ASALKAN


SEMUA DAPAT DITUNJUKKAN PADA HASIL
PENELITIAN.

X.3. Dasar Teori / Hypotesis


Dasar Teori :
Di bagian teori diberikan uraian singkat tetapi lengkap tentang teori
eksperimen. Uraian akan bertambah jelas apabila disertai gambar, rangkaian,
diagarm, dan sebagainya, hal ini untuk lebih mempermudah pemahaman materi
yang akan dikerjakan. Kalau ada beberapa rumus penting, sebaiknya rumus itu
diberi nomor urut. Rumus yang harus dibuktikan, kita beri buktinya, kalu perlu
dengan menyebut buku acuannya.
Teori pada instruksi praktikum, sebaiknya mengandung penjelasan tentang
teori, yang disadur dan dilengkapi dengan bahan yang diambil dari buku acuan; hal
ini akan memudahkan praktikan untuk mendalami lebih jauh dan menambah
wawasan ketika akan melakukan pembahasan dari hasil analisa eksperimennya.

85 BAHAN AJAR MPF-S1;


ISI DASAR TEORI DALAM LAPORAN
URAIAN MASALAH SECARA SINGKAT; JELAS; TETAPI
CUKUP LENGKAP.
GAMBAR; SKEMA; RANGKAIAN; YANG BERKAITAN
DENGAN MASALAHNYA.
RUMUS-RUMUS PENTING DAN PENJABARANNYA.
DIBERIKAN BAHAN ACUAN.

Hypotesis :
Hypotesis merupakan dugaan secara ilmiah berdasarkan gejala-gejala yang
dapat teramati, dan kebenarannya baru akan terungkap bila hasil analisa data
pengamatan menunjukkan adanya kecocokan. Hypotesis dapat berupa ramalan
hubungan fungsi matematik yang menghubungkan besaran fisis satu dengan
lainnya, juga dapat berupa statemen yaitu kalimat yang menjelaskan sesuatu
yang ilmiah dan berlandasan hukum ilmu pengetahuan yang jelas.
Misalkan : Fenomena fisis pada getaran dawai gitar, dari gejala yang ada
dapat dibuat suatu hypotesa rumusan : bahwa frekuensi bergantung dari panjang
dawai, diameter dawai, jenis bahan dawai, tegangan dawai, dsb. Sehingga dalam
rumusan hypotesa ditulis :

f =Lw dx y Tz ...

Dengan : f = frekuensi dawai


L = panjang dawai ( jarak antar dua simpul )
d = diameter kawat dawai
= rapat jenis bahan dawai

T = tegangan dawai
w; x; y; z = merupakan angka tetapan
Dengan data pengamatan yang menghubungkan (f) terhadap besaran-

besaran variable (L); (d); ( ); dan (T), diperoleh nilai tetapan-tetapan pangkatnya

yaitu : w; x; y; dan z. Bila hal ini dapat ditemukan dengan eksperimen maka
terbuktilah kebenaran yang diajukan.

86 BAHAN AJAR MPF-S1;


X.4. Peralatan dan Metode Pengamatan
Peralatan :
Peralatan yang dipakai boleh dijelaskan secara singkat. Pertama, megenai
ketelitiannya. Terutama alat yang memegang peran penting dalam eksperimen itu,
uraikan dengan detail dalam usaha mengurangi timbulnya kesalahan sistematis dan
kesalahan pengamatan yang disebabkan oleh alat tersebut, hal ini sangat penting
karena alat yang pokok dalam pengambilan data. Beri keterangan singkat-jelas
bagaimana pengukuran dilaksanakan, sehingga orang lain yang membaca cukup
dapat meniru dengan baik tanpa ada keraguan prosedur. Data yang dihasilkan
dicatat beserta ketidakpastian dan satuan/unit dari besaran yang diamati. Data ini
jangan diolah dahulu, tetapi sajikan dalam bentuk yang menarik, misalnya dalam
bentuk tabulasi. Beri nomor urut apabila diperlukan daftar lebih dari satu.

PERALATAN

DIDISKRIPSIKAN DENGAN RINCI PERALATAN


YANG UTAMA DIGUNAKAN ( TUNJUKKAN
SPESIFIKASI ALAT DENGAN JELAS )
GAMBARKAN SUSUNAN / RANGKAIAN ALAT
SECARA KOMPLIT DAN JELAS , DAN
TERANGKAN CARA KERJA MASING-MASING
ALAT DALAM SUSUNAN TSB.
FOTO ALAT SEBAGAI PELENGKAP
KETERANGAN.
Metode Pengamatan :
Suatu langkah-langkah yang menjelaskan secara urut mengenai tata cara
untuk memperoleh data pengamatan. Hal ini harus diuraikan dengan rinci dan
berurutan, apalagi mengenahi persoalan angka yang harus dicermati dalam
pengukurannya. Kadang perlu kata perhatian misalnya : tunggu 5 menit kemudian
campurkan bahan berikut ; dsb.

X.5. Pengolahan Data dan Grafik Pengamatan


Pengolahan Data :
Pengolahan data atau perhitungan dilakukan dan dilaporkan langsung tanpa
banyak komentar, sebutkan bentuk rumus yang menjadi dasar pengamatan , dan

87 BAHAN AJAR MPF-S1;


data yang berkenaan serta hasil perhitungan langsung diisikan ke dalam laporan.
Uraikan metode perhitungan ketidakpastian atau ralat pengukuran anda. Hasil
terakhir yang merupakan hasil penyajian nilai dan ralatnya ditulis dengan jelas,
dengan angka berarti yang tepat, agar percobaan dapat dinilai dengan akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam perhitungan awal (sebelum final) sebaiknya seluruh angka
perhitungan diikutsertakan (jangan melakukan pembulatan). Baru pada akhir
perhitungan akhir, jumlah angka yang penting kita tentukan (hal ini perlu
memperhatikan nilai ralat pengukurannya).
Kalau hasil akhir didapatkan dengan metode grafik, perhitungan dilakukan
dengan grafik, sehingga diperlukan gambar grafik yang benar (memenuhi kaidah
grafik analisa). Nilai skala pada grafik memegang peran terhadap analisa, sehingga
pemasangan skala yang teliti akan banyak mempengaruhi analisa hasilnya.
Grafik Pengamatan :
Grafik pengamatan menjadi bagian yang sangat penting apabila analisa data
dilakukan dengan metode grafik. Dalam hal ini grafik bukan sekedar sebagai
tampilan data, namun benar-benar merupakan fenomena dari gejala yang teramati
untuk di analisa, sehngga cara menggambaran grafiknya harus benar, memenuhi
kaidah grafik analisa. ( hal ini sudah dibahas secara detail pada bab V).

GRAFIK ANALISA

CARA MELUKIS HARUS BENAR ; SKALA GRAFIK


TEPAT; GARIS GRAFIK SESUAI DENGAN ALUR
DATA YANG DIPERLUKAN DALAM PENGAMATAN;
VISUAL GRAFIK HARUS BERADA PADA DAERAH
SENSITIF UNTUK DIANALISA; PENGAMAT HARUS
MENGUASAI METODE ANALISA GRAFIK

X.6. Pembahasan dan Kesimpulan


Pembahasan :
Pembahasan merupakan tanggapan dari pengamat untuk menelaah apakah
hasil sesuai dengan harapan ilmiah; atau ada penyimpangan. Bila ternyata sudah
sesuai namun belum mencapai ketelitian yang tinggi, maka perlu dijelaskan titik-
titik kelemahannya, dan kenapa hal itu tidak dapat tercapai dengan baik atau
sempurna. Apa kendala-kendala untuk mencapainya. Sebaliknya apabila hasil yang

88 BAHAN AJAR MPF-S1;


diperoleh menyimpang jauh dari harapan ilmiah, maka harus dapat menunjukkan
sumber kesalahan, dan usaha yang sudah dilakukan untuk mengatasi sumber
kekurangan tsb. Dengan demikian pembaca tidak kecewa dan tetap mengapresiasi
kita dalam melakukan eksperimen, dan tidak menganggap kesalahan yang kita
lakukan karena kita bodoh; tetapi karena terhambat oleh keterbatasan peralatan
yang ada. Sehingga ketika alat yang lebih baik/teliti/canggih kita dapatkan, maka
problem kita dapat diatasi.

Kesimpulan :
Dalam kesimpulan mengandung beberaka keterangan yang isinya :
1. Apakah hasil eksperimen anda sudah dapat mencapai tujuan .
2. Tunjukkan hasil anda dan berapa ketelitian yang anda capai ?
3. Tunjukkan keunggulan dan kekurangan yang anda capai
4. Bandingkan dengan nilai referensi ( bila ada ); dan berikan keterangan
bila terjadi diskripansi yang besar.

Saran-saran :
Dalam hali ni tanggapilah hasil anda secara detail. Misalnya dapat
dikemukakan saran memperbaiki eksperimen, baik mengenai metoda ukuran,
maupun peralatan yang dipakai. Atau kita dapat menyarankan pengukuran atau
eksperimen berikutnya yang diadakan sebagai tindak lanjut. Intinya saran-saran
yang kita sampaikan merupakan langkah penyempurnaan dari eksperimen yang
kita lakukan agar dikemudian hari dapat dilanjutkan untuk memperoleh nilai yang
lebih sempurna.

TUGAS MENULIS KARYA ILMIAH :

Buatlah tulisan ilmiah yang susunannya sesuai dengan keterangan diatas


berupa :
1. Laporan eksperimen ( judul bebas)
2. Makalah ilmiah ( judul bebas)

89 BAHAN AJAR MPF-S1;

Anda mungkin juga menyukai