Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PENYELESAIAN BANDING ATAS

SENGKETA HUTANG PAJAK


PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PT.
RMS DI PENGADILAN PAJAK)
Vita Arina Anzelica, Gustian Djuanda
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Keuangan, Bina Nusantara University, Jl. Kebon Jeruk
Raya No. 9, +6283808435542 vitaarinaanzelica@yahoo.com

ABSTRACT

Product law issued after tax inspection in the form of: STP, SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN.
The purpose of this study is to analyze how the process has been done by PT. RMS in an
attempt to obtain justice by filling to the Directorate General of Taxation which was followed
by the filling appeals to the Tax Court. This research is a type qualitative research using field
studies and literature research. Reseach field studies conducted by studying the documents
contained in the Tax Court PT. RMS taxes. Literature research study conducted by comparing
the data with the theory of corporate taxation and tax laws and regulations. This research uses
primary data in the form of underpayment, and secondary data in the form of tax regulations.
The result showed that tax calculation is done by PT. RMS is correct and the legal remedy of
appeal has been filed in accordance with article 25 of law KUP. But, PT. RMS not show
evidence of complete support, so as to resolve the tax dispute PT. RMS appealed in accordance
with article 27 of law KUP.

ABSTRAK

Produk hukum yang diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan pajak berupa STP, SKPKB,
SKPKBT, SKPLB, dan SKPN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana
proses yang dilakukan oleh PT. RMS dalam usaha memperoleh keadilan dengan cara
mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang dilanjutkan dengan pengajuan
banding kepada Pengadilan Pajak. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode penelitian studi lapangan dan literatur. Penelitian studi lapangan
dilakukan dengan mempelajari dokumen PT. RMS yang terdapat di Pengadilan Pajak.
Penelitian studi literatur dilakukan dengan membandingkan data perpajakan perusahaan
dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan data primer berupa
SKPKB, dan data sekunder berupa peraturan perpajakan. Hasil penelitian menunjukkan
perhitungan pajak yang dilakukan oleh PT. RMS sudah benar dan telah diajukan upaya hukum
keberatan sesuai dengan pasal 25 UU KUP. Akan tetapi PT. RMS tidak menunjukan bukti
pendukung yang lengkap, sehingga untuk menyelesaikan sengketa pajak tersebut PT. RMS
mengajukan banding sesuai dengan pasal 27 UU KUP.

Kata kunci: sengketa pajak, Pengadilan Pajak


PENDAHULUAN
Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011) menuliskan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. Selain itu, menurut Andriani dalam Waluyo (2011) berpendapat bahwa pajak merupakan iuran
masyarakat kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunakanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.

Sedangkan pengertian pajak dalam pasal 1 angka 2 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
yang diperluas menjadi pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk
bea masuk dan cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Dari beberapa definisi tersebut sebenarnya mempunyai arti yang sama, sehingga dapat disumpulkan
bahwa pajak memiliki unsur-unsur: (1) iuran dari rakyat kepada negara, dan hanya negaralah yang berhak
untuk memunggut pajak berupa uang (bukan barang); (2) pajak dipungut berdasarkan atau dengan
kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya; (3) digunakan untuk membiayai keperluan negara;
(4) tanpa adanya jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara. Selain itu, pemungutan pajak juga
mempunyai fungsi yaitu yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran (Budgetair) yaitu pajak sebagai
alat untuk memasukkan uang ke kas negara dan yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (Regulerend)
yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi.

Sistem pemungutan pajak dapat dilakukan berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, dan
menurut Mardiasmo (2011) ada tiga prinsip yaitu: (1) official assessment system adalah suatu sistem
pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terhutang oleh Wajib Pajak, dengan ciri: wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang
ada pada fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif, dan hutang pajak yang timbul setelah dikeluarkannya Surat
Ketetapan Pajak oleh fiskus; (2) self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak terhutang, dengan ciri:
wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada Wajib Pajak sendiri, Wajib Pajak aktif,
mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang, fiskus tidak ikut campur
dan hanya mengawasi; (3) withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. Ciri- cirinya wewenang menentukan
besarnya pajak yang terhutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

Di negara Indonesia menganut sistem Self Assessment dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
yang artinya negara memberikan kepercayaan sekaligus tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk
menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban perpajakannya. Dengan diberlakukannya sistem ini,
maka fiskus berhak melakukan pemeriksaan pajak sesuai dengan dasar hukum Pasal 29 UU No. 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu Direktorat Jenderal Pajak secara
jabatannya dapat melakukan pemeriksaan untuk menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak ataupun untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan terjadinya
pemeriksaan oleh fiskus maka akan diterbitkannya SKP yang harus disetujui oleh Wajib Pajak. Apabila
Wajib Pajak tidak setuju dengan hasil pemeriksaan fiskus maka dapat melakukan perlawanan pajak
sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.

Dalam penelitian terdahulu Bapak Hanggoro Pamungkas (2011) tentang penyelesaian sengketa pajak,
menyatakan bahwa sengketa pajak terjadi karena ketidaksamaan presepsi atau perbedaan pendapat antara
Wajib pajak dengan petugas pajak mengenai penetapan pajak terhutang melalui penerbitan SKP atau
tindakan penagihan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Adapun upaya hukum yang dapat
ditempuh oleh Wajib Pajak dalam melakukan upaya perlawanan pajak yaitu dengan pengajuan keberatan
sesuai dengan pasal 25 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP) hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak dan banding sesuai dengan pasal 27 UU KUP hanya
kepada Pengadilan Pajak.

Sedangkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dyah A.S Dewi (2010) tentang penyelesaian
sengketa pajak, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pemungutan pajak seringkali menimbulkan
ketidakpuasan bagi Wajib Pajak berkaitan dengan jumlah pajak yang sebenarnya terhutang. Untuk
mengatasi hal tersebut, pemerintah dengan berdasar pada UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak memberikan solusi pemecahan masalah tersebut, dengan harapan ada titik temu antara fiskus dan
Wajib Pajak.

Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak
atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Pengadilan Pajak mempunyai
tugas dan wewenang memeriksa dan memutuskan perkara Sengketa Pajak yang diajukan oleh Wajib
Pajak karena adanya rasa ketidakpuasan dalam keputusan yang dikeluarkan oleh fiskus kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang yang berlaku. Selain itu, Pengadilan Pajak dapat juga memeriksa dan
memutuskan banding atas keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh penjabat yang berwenang sepanjang
undang-undang yang berlaku. Peneliti akan membahas tentang bagaimana upaya yang dilakukan oleh
Pengadilan Pajak dalam mengatasi perkara sengketa pajak antara Wajib Pajak dengan fiskus serta
mengetahui hal apa yang melatarbelakangi terjadinya sengketa pajak. Sehubungan dengan latar belakang
ini, maka ditetapkan judul penelitian sebagai berikut: Analisis Penyelesaian Banding atas Sengketa
Hutang Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus PT. RMS di Pengadilan Pajak).

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis hal yang menyebabkan sengketa antara Wajib Pajak
dengan fiskus, tahapan apa yang ditempuh oleh Wajib Pajak sebelum Wajib Pajak mengajukan banding
kepada Pengadilan Pajak dalam upaya menyelesaikan perkara sengketa pajak atas diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak serta bagaimana cara penyelesaian yang dilakukan oleh
Pengadilan Pajak dalam upaya menyelesaikan perkara sengketa pajak yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hal apa yang menyebabkan Wajib Pajak
dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak, untuk mengetahui tahapan yang ditempuh oleh Wajib
Pajak sebelum Wajib Pajak mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak sebagai upaya penyelesaian
sengketa pajak atas diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak, serta untuk
mengetahui cara yang dilakukan oleh Pengadilan Pajak dalam upaya menyelesaikan perkara sengketa
pajak.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan objek penelitian dari salah satu sengketa pajak yang telah diselesaikan oleh
Pengadilan Pajak yakni PT.RMS yang telah mengalami sengketa pajak dibidang perpajakan untuk tahun
pajak 2007 setelah sebelumnya PT. RMS juga telah mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat
Jenderal Pajak namun hasil dari keberatan yang diajukan oleh PT. RMS tersebut ternyata ditolak oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Metode penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif dengan menggunakan data
primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumentasi perkara
banding yang diajukan oleh PT. RMS dalam upaya menyelesaikan sengketa pajak dengan fiskus.
Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi literature dengan cara
mengumpulkan dan mempelajari literature dan buku mengenai peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah diketahui
bahwa dalam persidangan PT. RMS di Pengadilan Pajak dapat menyampaikan data yang lengkap selain
itu juga dapat memberikan fakta yang relevan dalam persidangan sehingga putusan yang dikeluarkan
oleh Pengadilan Pajak dalam upaya menyelesaikan perkara sengketa pajak yang terjadi adalah
mengabulkan permohonan banding yang diajukan oleh PT. RMS.

HASIL DAN BAHASAN


Dalam pelaporan SPT Badan 2007 PT. RMS menyatakan bahwa PT. RMS mengalami kerugian sehingga
tidak membayar pajak. Dengan ini, maka fiskus melakukan pemeriksaan pajak terhadap PT. RMS pada
bulan juni 2008 sampai dengan juni 2009 untuk tahun pajak 2007. Pada mulanya, Wajib Pajak mengakui
Peredaran Usaha untuk tahun 2007 adalah sebesar Rp1.154.829.500, untuk pos Harga Pokok Penjualan
menurut Wajib Pajak adalah sebesar Rp1.211.076.604, dan untuk pos Biaya Usaha adalah sebesar
Rp64.722.702. Setelah fiskus melakukan pemeriksaan selama bulan juni 2008 - juni 2009, terjadi
perbedaan pengakuan dalam Peredaran Usaha sebesar Rp19.173.725.081 yang menurut fiskus berasal
dari adanya penjualan yang belum dilaporkan oleh Wajib Pajak pada tahun pajak 2007 karena tidak
ditemukannya bukti fisik barang tersebut pada saat pemeriksa melakukan pemeriksaan lapangan.
Selanjutnya, pada pos Harga Pokok Penjualan sebesar Rp20.862.694 yang menurut fiskus dasar
dilakukannya koreksi penjualan dihitung berdasarkan daftar sektoral/subsektoral benchmark sesuai
dengan Surat Keputusan Kepala Kanwil DJP Sumut I sebesar 8%, Peredaran Usaha yang dihitung
termasuk penjualan persediaan akhir yang tidak ditemukan pada saat pemeriksaan. Setelah itu fiskus juga
mempunyai pendapat berbeda dengan Wajib Pajak dalam pos Biaya Usaha sebesar Rp81.987 yang
menurut fiskus terdapat salah hitung biaya penyusutan dan amortisasi oleh Pemohon Banding. Setelah
diterbitkannya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan oleh fiskus maka Wajib Pajak diberi jangka
waktu 7 hari untuk melakukan sanggahan, akan tetapi oleh kuasa hukum PT. RMS menyetujui seluruh
hasil pemeriksaan dengan menerbitkan menerbitkan Surat Persetujuan Hasil Pemeriksaan. Selain itu
dalam Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan Wajib Pajak juga menyatakan setuju atas hasil
pemeriksaan. Maka langkah selanjutnya yang ditempuh oleh fiskus adalah menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) tanggal 2 Juli 2009. Berikut adalah hasil SKPKB yang diterbitkan oleh
fiskus atas data pemeriksaan:

Tabel 1 SKPKB Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2007

Jumlah Rupiah Menurut


No. Uraian Pemohon
Terbanding
Banding
1. Peredaran Usaha 1.154.829.500 22.017.624.300
2. Harga Pokok Penjualan 1.211.076.604 20.384.801.685
3. Laba Bruto (56.247.104) 1.632.822.615
4. Biaya Usaha 64.722.702 64.640.715
5. Penghasilan Netto Dalam Negeri (120.969.806) 1.568.181.900
6. Penghasilan Netto Dalam Negeri Lainnya:
a. Penghasilan dari Luar Usaha - -
b. Penghasilan Jasa/Pekerjaan Bebas - -
c. Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan - -
d. Lain-lain - -
e. Jumlah - -
7. Fasilitas Penanaman Modal berupa Pengurangan
- -
Penghasilan Netto
8. Penyesuaian Fiskal: - -
a. Penyesaian Fiskal Positif - -
b. Penyesuaian Fiskal Negatif - -
c. Jumlah - -
9. Penghasilan Netto Luar Negeri - -
10. Jumlah Penghasilan Netto (120.969.806) 1.568.181.900
11. Zakat - -
12. Kompensasi Kerugian - -
13. Penghasilan Tidak Kena Pajak (atau Nihil) - -
14. Penghasilan Kena Pajak (120.969.806) 1.568.181.900
15. PPh Terutang - 452.954.300
16. Kredit Pajak:
a. PPh Ditanggung Pemerintah - -
b. Dipotong/Dipungut oleh Pihak Lain:
PPh Pasal 21 - -
PPh Pasal 22 - -
PPh Pasal 23 - -
PPh Pasal 24 - -
Lain-lain - -
Jumlah - -
c. Dibayar Sendiri:
PPh 22 - -
PPh 25 - -
PPh 29 - -
STP (Pokok Kurang Bayar) - -
Fiskal Luar Negeri - -
Lain-lain - -
Jumlah - -
d. Diperhitungkan:
SKPPKP - -
e. Jumlah Pajak yang Dapat Dikreditkan - -
17. Pajak yang Tidak/Kurang Bayar - 452.954.300
18. Sanksi Administrasi:
a. Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP - 217.418.064
b. Kenaikan Pasal 13 ayat (3) KUP - -
c. Bunga Pasal 13 ayat (5) KUP - -
d. Kenaikan Pasal 13A KUP - -
e. Kenaikan Pasal 17C ayat (5) KUP - -
f. Kenaikan Pasal 17D ayat (5) KUP - -
g. Jumlah Sanksi Administrasi - 217.418.064
19. Jumlah PPh Yang Masih Harus Dibayar - 670.372.364
Sumber: Putusan Pengadilan Pajak Hal ke-6 dari 31
SKPKB ini diterbitkan oleh fiskus dalam jangka waktu 1 bulan sejak diterbitkannya Surat Persetujuan
Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan pada tanggal 23 Juni 2009. Jumlah pajak yang terhutang juga harus
dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 bulan, apabila tidak maka akan terjadi tindakan
penagihan oleh fiskus. Akhirnya pada tanggal 1 Oktober 2009, PT. RMS mengajukan upaya hukum
keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Pasal 25 UU No. 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Namun pada tanggal 3 September 2010 Direktorat Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan yang isinya menolak permohonan keberatan yang
diajukan oleh PT. RMS terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 2 Hasil Perhitungan PPh dalam Keputusan Terbanding

Uraian Semula (Rp) Ditambah/(Dikurangi) (Rp) Menjadi (Rp)


Penghasilan Netto 1.568.181.900 - 1.568.181.900
Penghasilan Kena Pajak 1.568.181.900 - 1.568.181.900
Pajak Penghasilan yang 452.954.300 - 452.954.300
terutang
Kompensasi Tahun Pajak - - -
PPh Kurang (Lebih) Bayar 452.954.300 - 452.954.300
Jumlah Sanksi Administrasi 217.418.064 - 217.418.064
Jumlah PPh yang (Lebih) 670.372.364 - 670.372.364
dibayar
Sumber: Putusan Pengadilan Pajak Hal ke-8 dari 31

Dengan hasil tersebut diatas, Pemohon Banding merasa tidak puas atas hasil keberatan yang telah
diterbitkan sehingga pada tanggal 22 November 2010 Pemohon Banding mengajukan banding melalui
Pengadilan Pajak dengan data yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa banding adalah koreksi
positif Peredaran Usaha dan koreksi negatif terhadap Harga Pokok Penjualan.

Berdasarkan fakta-fakta yang diuraikan oleh kedua belah pihak, majelis berpendapat bahwa koreksi
positif Terbanding atas Peredaran Usaha sebesar Rp20.862.794.800 yang angka koreksinya berasal dari
asumsi Terbanding tentang Persediaan Akhir per 31 Desember 2007 sebesar Rp19.173.725.081 telah
terjual dan tidak dilaporkan oleh Pemohon Banding sebagai penjualan karena pada saat pemeriksaan
dilakukan tidak ditemukannya persediaan gula tersebut tidak sesuai dengan fakta karena Pemohon
Banding dapat membuktikan bahwa persediaan yang dimaksud oleh Terbanding tidak terjual dalam tahun
2007, namun terbukti terjual dalam tahun 2009 dan telah dilaporkan dalam Laporan Keuangan tahun
2008 dan tahun 2009. Dengan demikian, terbukti Persediaan Akhir tahun 2007 sebagaimana diasumsikan
oleh Terbanding terjual, ternyata tidak terjual dalam tahun 2007 dan majelis berkesimpulan bahwa
koreksi Terbanding tidak dapat dipertahankan.

Selanjutnya, koreksi negatif atas Harga Pokok Penjualan sebesar Rp(19.173.725.081) merupakan
hubungan sebab akibat dengan koreksi positif terhadap Peredaran Usaha sebesar Rp20.862.794.800.
Karena koreksi positif terhadap Peredaran Usaha yang dilakukan oleh pihak Terbanding tidak dapat
dipertahankan di persidangan, maka koreksi negatif terhadap Harga Pokok Penjualan yang menurut
perhitungan Terbanding adalah sebesar Rp(19.173.725.081) juga tidak dapat dipertahankan.

Menimbang bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, majelis berkesimpulan untuk
mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan oleh Pemohon Banding, sehingga Pajak
Penghasilan Bandaing yang terhutang Tahun Pajak 2007 dihitung kembali menjadi sebagai berikut:

Tabel 3 Perhitungan Kembali Pajak Penghasilan Badan Terhutang Tahun Pajak 2007

Peredaran Usaha menurut Terbanding Rp22.017.624.300


Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Rp20.862.801.685
Peredaran Usaha menurut Majelis Rp1.154.829.500
Harga Pokok Penjualan menurut Terbanding Rp20.384.801.685
Koreksi yang tidak dapat dipertahankan Rp(19.173.725.081)
Harga Pokok Penjualan menurut Majelis Rp1.211.076.604
Laba Bruto Rp(56.247.104)
Biaya Usaha Rp64.640.715
Penghasilan Netto Rp(120.887.819)
Penghasilan Kena Pajak Rp0
Pajak Penghasilan terhutang Rp0
Kredit Pajak Rp0
Pajak yang kurang dibayar Rp0

SIMPULAN DAN SARAN


Adapun simpulan yang dicapai dalam penelitian ini adalah setelah dilakukan pemeriksaan pajak sesuai
dengan Pasal 29 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 oleh fiskus kepada PT. RMS terdapat koreksi positif
sebesar Rp20.862.794.800 untuk pos Peredaran Usaha dan koreksi negatif sebesar Rp19.173.725.081
pada sektor Harga Pokok Penjualan. Atas pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus tersebut PT. RMS
merasa tidak puas karena menurut perhitungan yang dilakukannya, untuk tahun 2007 PT. RMS
mengalami kerugian sebesar Rp(120.969.806).

Selanjutnya PT. RMS telah melakukan upaya perlawanan pajak yaitu dengan mengajukan keberatan
hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Pasal 25 UU KUP namun kenyataannya ditolak
karena fiskus beranggapan bahwa dokumen-dokumen yang diberikan oleh Wajib Pajak merupakan
dokumen internal perusahaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kemudian PT.
RMS melanjutkan perlawanan pajak yaitu dengan pengajuan upaya hukum banding hanya kepada
Pengadilan Pajak seperti yang terdapat dalam Pasal 27 UU KUP dan hasil yang diperoleh adalah
Pengadilan Pajak mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh PT. RMS sehingga
PT. RMS tidak dibebankan pajak yang dinyatakan kurang bayar oleh pihak fiskus.

Adapun Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya pemeriksaan pajak untuk tahun pajak yang
dilakukan pada bulan Juni 2008 sampai dengan bulan Juni 2009 seharusnya dapat dilakukan lebih cepat
setelah tahun pajak berakhir. Hal tersebut bertujuan agar besarnya sanksi administrasi yang ditanggung
oleh Wajib pajak terhadap besarnya pajak yang kurang/tidak dibayar tidak terlalu besar dan dapat
mempermudah dalam mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan dalam pemeriksaan sehingga
memperkecil kemungkinan terjadinya misstatement yang dapat dilakukan oleh fiskus.

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa SPT Tahun Pajak 2008 disampaikan oleh Wajib
Pajak ketika mengajukan keberatan. Pada saat pemeriksaan, Wajib Pajak hanya memberikan Laporan
Stock dalam bentuk CD dan merupakan data internal perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa Wajib
Pajak hendaknya memberikan data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya ketika
dilakukannya pemeriksaan sehingga memudahkan fiskus dalam melakukan pemeriksaan serta
memberikan keputusan.

REFERENSI
Dewi, Dyah A. S. (2010). Penyelesaian Sengketa Pajak. Jurnal Fakultas Hukum, Jilid 05, Vol (02),
diakses 06 April 2015 dari http://www.jurnal.ummgl.ac.id.

Direktorat Jenderal Pajak. (2002). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak. (2008). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.

Ilyas, Wirawan B., Richard Burton. (2011). Hukum Pajak. (edisi-5). Jakarta: Salemba Empat.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak, diakses tanggal 24 Desember 2014
dari http://www.setpp.depkeu.go.id.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak. (2013). Buku Saku Untuk
Memahami Prosedur Dalam Pengadilan Pajak. Jakarta: Sekretariat Pengadilan Pajak.

Libra, Cinthya. (2013). Analisis Penyelesaian Sengketa Pajak Dalam Pengadilan Pajak oleh Kantor
Konsultan Pajak Panorama48:Skripsi S1. Jakarta: Program studi akuntansi dan keuangan Universitas
Bina Nusantara.

Mardiasmo. (2011). Perpajakan. (edisi-Revisi 2011). Yogyakarta: ANDI.

Pamungkas, Hanggoro. (2011). Penyelesaian Sengketa Pajak. Jurnal Binus Business Review, 02 (01).
2011 : 551-563

Pandiangan, Liberti. (2008). Cara Menghindari 37 Larangan Perpajakan. Jakarta: Elex Media
Komputindo.

Priantara, Diaz. (2011). Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, (jilid-2). Jakarta:
Indeks.

Rasfina, Mita. (2012). Analisis Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Banding Tarif Bea Masuk di
Pengadilan Pajak: Skripsi S1. Depok: Program studi administrasi fiskal Universitas Indonesia.

Resmi, Siti. (2014). Perpajakan. (edisi 8). Jakarta: Salemba Empat.

Suandi, Erly. (2009). Hukum Pajak. (edisi-5). Jakarta: Salemba Empat.

Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat.

RIWAYAT PENULIS

Vita Arina Anzelica lahir di kota Jakarta pada 4 Januari 1994. Penulis menamatkan pendidikan S1 di
Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi pada tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai