Anda di halaman 1dari 8

BAB 2 : KEWAJIBAN PEMBUKUAN

KEWAJIBAN PEMBUKUAN
Pembukuan pasal 1 angka 29 UU KUP adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
tearatur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi aset, kewajiban,
modal, penghasilan, dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahab barang atau jasa
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk
periode tahun pajak
Kewajiban pencatatan bagi wajab pajak orang pribadi
Wajib pajak OP menyelenggarakan pencatatan yaitu:
1. WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sesuai dengan peraturan
perundangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilannya dengan
menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto
2. WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Peran Akuntansi Dalam Perpajakn Indonesia
Pemungutan pajak di Indonesia dibagi dalam 2 periode:
- Periode sebelum 1984 = prinsip perpajakan masih menggunakan UU perpajakn
produk kolonial/ penjajahan belanda (menekankan fungsi pada segi penerimaan
keruangan untuk keperluan pemerintah Belanda, meletakkan dasar kekuatan
administras perpajakan, WP tidak diberikan kepercayaan dalam perhitungan utang
pajaknya.
Tahun 1979 melaui inpres no 6 tahun 1979 dan keputusan Menteri Keuangan no
108/KMK/077/79, WP diberikan keringan dalam penetapan pajak apabila yg
bersangkutan menggunakan lap. Akuntan pblik.
- Sejak reformasi UU Perpajakan 1983, babak baru perpajakn Indonesia ditandai
dengan asas perpajakan : asas kegongtoyongan, keadilan dan kepastian hukum.
Untuk mewujudkan asas tersebut pemungutan pajak di Indonesia menggunakan Self
Assestment System (WP di beri kepercayaan penuh melksanakan kewajiban
perpajakannya)
Penggunaan Norma Perhitungan Penghasilan
Norma perhitungan penghasilan neto hanya boleh digunakan oleh WP OP yang melakukan
kegiatan usahaatau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya <Rp4,8 M

Ketentuan terkait penyelenggaraan pembukuan (Pasal 28 UU KUP) tersebut adalah


sebagai berikut:

1. Pembukuan/ pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan


iktikad baik dan mencerminkan keadaan /kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan
huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas
4. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
6. Pembukuan dengan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah diselenggarakan oleh
Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan, dimana bahasa asing yang
dapat digunakan dalam pembukuan Wajib Pajak adalah bahasa Inggris.
7. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 thn di
Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal WP OP, atau di tempat
kedudukan WP badan.

BAB III : PRINSIP DASAR AKUNTANSI PAJAK


APB statement No 4 menyatakan terdapat 9 prinsip dasar akuntansi
1. Cost prinsciple
2. Revenue principle
3. Matching principle
4. Objectivity principle
5. Consistency principle
6. Disclosure principle
7. Conservatism principle
8. Materiality principle
9. Unformity and Comparabilty principle

Prinsip dasar akuntansi dapat digunakan atau berlaku bagi akuntansi pajak, hanya
terdapat karakteristik dan tujuan pelaporan keuangan fiskal yang berbeda. (merujuk Pasal 13
UU PPh dengan prinsip dasar pembukuan, haruslah diselenggarkan dengan cara atau sistem
yang lazim di pakai di Indonesia yaitu SAK kecuali perundang-undangan perpjakan
menentukan lain.
Hubungan Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Pajak
Akuntansi pajak, merupakan bagian dalam akuntansi yang timbul dari unsur spesialisasi
yang menuntut keahlian dalam bidang tertentu. Akuntansi pajak tercipta karena adanya suatu
prinsip dasar yang diatur dalam UU perpajakan dan pembentukannya terpengaruh oleh fungsi
perpajakan dalam mengimplementasikan sebagai kebijakan pemerintah. Tujuan dari
akuntansi pajak adalah menetapkan besarnya pajak terutang berdasarkan laporan keuangan
yang disusun oleh perusahaan.
Akuntansi pajak digunakan untuk mencatat transaksi yang berhubungan dengan
perpajakan.Akuntansi Komersial disusun dan disajikan berdasarkan SAK. Namun untuk
kepentingan perpajakan, akuntansi komersial harus disesuaikan dengan aturan perpajakan
yang berlaku di indonesia. Oleh karena itu, jika terdapat perbedaan antara ketentuan
akuntansi dengan ketentuan perpajakan untuk keperluan pelaporan dan pembayaran pajak,
maka UU perpajakan memiliki prioritas untuk dipatuhi agar tidak menimbulkan kerugian
materia bagi wp yang bersangkutan.

Pertanyaan: Kenapa dengan adanya hubungan istimewa mengakibtkan posisi keuangan dan
hasil usaha perusahaan dapat terpengaruh atau dampak terhadap posisi keuangandan hasil
usaha pelapor?

BAB 4 : LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL

Laporan Keuangan Komersial Laporan keuangan fiskal


- adalah Laporan Keuangan yang - Adalah laporan keuangan yang disusun
disusun berdasarkan prinsip akuntansi sesuai peraturan perpajakan dan
yang berlaku umum yang digunakan untuk keperluan penghitungan
dimaksudkan untuk keperluan pajak
berbagai pihak bersifat netral atau
tidak memihak.
- Berdasarkan PSAK - berdasarkan Undang-undang dan
Peraturan Perpajakan lain
- meliputi neraca, laporan laba-rugi, - meliputi laba/ penghasiln neto fiskal
laporan perubahan modal, laporan
arus kas dan catatan atas Laporan
Keuangan

AKUNTANSI PERSEDIAAN
Dari sisi akuntansi komersial dan akuntansi pajak , tidak ada perbedaan prinsip dalam metode
pencatatannya sehingga metod epencatatn yang dapat digunakan adalah sistem perpetual baik
rata arat atau FIFO atau metode pencatatan fiskal (kolektif) yang telah dijelaskan Pasal 10
ayat 6 UU PPh, namun mengacu pada batang tubuh Pasal 10 ayat 6 UU PPh tsb persediaan
dan pemakain persediaan untuk menhitung harga pokok berdasarkan harga perolehan:
1. Dilakukan secara rata rata
2. Dengan cara mendahulukan persediaan yang diperolehn pertama

Pasal 10 ayat 6 UU PPh menyatakan bahwa persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan.
Jika WP melakukan penilaian berdasarrkan metode selain harga perolehan maka harus
dilakukan penyesuaian.

UU PPh tidak menyarankan untuk menggunakan metode perppetual sebagai dasar


perhitungannya
SAK memberlakukan alternatif dasar penilaian persediaan: harga perolehan dan metode
harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar.
UU PPh memberlakuakn satu metode yaitu nilai perolehan. Dasar ini menimbulkan
perbedaan awaktu yang memunculkan pajak tangguhan pada neraca komersial.

1. Perlakuan Pajak KAS dan Bank


Untuk keperluan penyusunan neraca komersial dan neraca fiskal, kas dan bank
dilaporkan sebesar nilai nominal. Perlakuan terhadap kas dan bank dalam perpajakan dan
akuntansi pada umumnya tidak jauh berbeda. Ketentuan perpajakan tidak mengatur secara
rinci mengenai teknik dan metode pembukuan kas dan bank. Oleh karena itu, praktik
akuntansi komersial yang mengatur tentang teknik dan metode bpembukuan kas dan bank
dapat diikuti sepenuhnya.

Peraturan Perpajakan Mengenai Bunga Bank


Berdasarkan PP Nomor 131 Tahun 2000 dan KMK Nomor 51/KMK.04/2001, penghasilan
dalam bentuk bunga yang didapat dari deposito/tabungan, diskonto Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), dan jasa giro (dengan pengecualian yang disebutkan di bagian selanjutnya) dikenakan
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 Undang-undang PPh. Pengenaan pajak atas penghasilan
tersebut adalah:
1. sebesar 20 persen dari jumlah bruto dan bersifat final apabila penerima penghasilan
adalah WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, dan
2. sebesar 20 persen dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan bersifat final apabila penerima penghasilan
adalah WP luar negeri. Dan bersifat final

Penghasilan atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI, dan jasa giro dipotong langsung
oleh bank pembayar pada saat pembayaran atau pembebanan biaya; pihak bank tersebut yang
akan membayar atau menyetor PPh 4 ayat 2 tersebut ke Kas Negara menggunakan Surat
Setoran Pajak dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak menggunakan Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa PPh 4 ayat 2. Pemotongan pajak tidak dilakukan terhadap:
1. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah deposito dan
tabungan serta SBI tersebut tidak melebihi Rp. 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu
rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
2. Bunga data diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
3. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya
diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU Nomor
11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sedehana, kaveling siap bangun untuk rumahn sederhana dan
sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
untuk dihuni sendiri.

TAMBAHAN KAS DAN BANK


Dalam pengertian kas dan bank tidak termasuk dana yang disisihkan untuk tujuan tertentu,
persediaan prangko, cek mundur, cek kosong dari pihak ketiga, dan rekening giro pada bank
di luar negri yang tidak dapat segera dipakai. Dalam peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
1994, rekening giro dimasukkan dalam kelompok tabungan. Kepada penabung, tabungan,
termasuk rekening giro, memberikan penghasilan berkala berupa bunga. Dalam akutansi
komersial, penghasilan bunga itu bukan merupakan motivasi utama pembukaan rekening giro
di bank, karena barangkali jumlahnya tidak begitu berarti. Kalau terdapat bunga dari rekening
giro, akuntansi komersial akan mencatatnya sebagai penghasilan. Sesuai dengan ketentuan
perpajakan, bunga itu dikenakan pajak penghasilan dengan tarif final 15% dan tidak
boleh digabung dengan penghasilan yang lain (yang dikenakan tarif umum). Oleh
karena itu, untuk tujuan akuntansi perpajakan penghasilan itu tidak perlu dicantumkan dalam
kelompok penghasilan(kena pajak) pada akhir tahun.

1. Perlakuan Pajak Atas PIUTANG


Piutang dalam perpajakan diatur dalam UU No 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat 1 huruf h
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf k;

yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf h:
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang
Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah
melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional,
melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya. Tata cara pelaksanaan persyaratan
yang ditentukan dalam ayat (1) huruf h ini diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
Adapun Peraturan Menteri Keuangan terkait dengan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh
dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-105/2009 Tentang Piutang Yang
Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. PMK-
105/2009 ini telah diubah dua kali yaitu dengan PMK-57/PMK.03/2010 yang mengubah
ketentuan Pasal 1, Pasal 3, dan menambah Pasal 5A pada PMK-105/PMK.03/2009 dan
terakhir dengan PMK-207/PMK.010/2015 yang mengubah ketentuan Pasal 3, 4, dan 5.

Tarifnya sa nda dapat ksian, trus sa kurang tau juga ini bersifat final atau angsuran, tpi
kayaknya angsuiran krna da tidak singgung PPH pasal 4 ayat 2.

2. Perlakuan Pajak Atas Persediaan


Diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 10 Ayat 6
Pada umumnya terdapat 3 (tiga) golongan persediaan barang, yaitu barang jadi atau
barang dagangan, barang dalam proses produksi, bahan baku dan bahan pembantu.
Ketentuan pada ayat ini mengatur bahwa penilaian persediaan barang hanya boleh
menggunakan harga perolehan. Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga
pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan
persediaan yang didapat pertama (first-in first-out atau disingkat FIFO). Sesuai dengan
kelaziman, cara penilaian tersebut juga diberlakukan terhadap sekuritas.

BAB VIII : AKUNTANSI ASET TETAP BERWUJUD

Penyusutan menurut akuntansi pajak tidak mempertimbangkan nilai sisa , sehingga


diartikan bahwa seluruh harga perolehan tersebut disusutkan.
Menurut Pasal 11 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan,
tarif penyusutan yaitu :

Masa Tarif Depresiasi


No Kelompok Harta Berwujud
Manfaat Garis Lurus Saldo Menurun
1. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
2. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% -
Tidak permanen 10 tahun 10% -

Metode penyusutan menurut ketentuan perpajakan sebagaimana diatur dalam pasal 11


UU PPh yaitu :
Metode garis lurus atau metode saldo menurun untuk asset tetap berujud
bukan bangunan
Metode garis lurus untuk asset tetap berwujud berupa bangunan.

Cara menghitung penyusutan dengan metode garis lurus

Biaya penyusutan = Tarif x Dasar perhitungan perolehan ( nilai perolehan )

Jika diketahui masa manfaat, tarif dapat dicari dengan rumus


Tarif = 100 / masa manfaat

BAB 10 : REVALUASI ASET TETAP

Revaluasi adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya
kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap
dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain,
sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang
wajar.
Wajib Pajak dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan
dengan mendapatkan perlakuan khusus apabila permohonan penilaian kembali
diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015.
Tarif dan Jangka Waktu Permohonan Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Berikut ini tabel tarif PPh Final dan Jangka waktu perlakuan khusus yang diberikan
kepada Wajib Pajak atas permohonan penilaian kembali aktiva tetap:
Tarif Permohonan Diajukan
3% 20 Oktober 2015 s.d 31 Desember 2015
4% 01 Januari 2016 s.d 30 Juni 2016
6% 01 Juli 2016 s.d 31 Desember 2016

Pajak Penghasilan bersifat Final ini harus dilunasi sebelum permohonan


penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan diajukan kepada
Direktur Jenderal Pajak.

BAB 11 : AKUNTANSI ASET TETAP TAK BERWUJUD


1. YANG TERMASUK ASET TETAP TAK BERWUJUD :
Hak Paten, hak yang diberikan kepada pihak yang menemukan hal untuk
menjual, membuat, atau mengawasi penemuannya selama jangka waktu
tertentu ( umumnya selama 17 tahun ).
Hak cipta, hak yang diberikan kepada seorang pengarang atau pencipta untuk
menerbitkan, menjual, atau mengawasi hasil ciptaannya.
Merek dagang
Waralaba, hak yang diberikan pihak tertentu ( franchisor ) kepada pihak lain
atas fasilitas yang dimiliki franchisor.
Leasehold, hak dari penyewa untuk menggunakan asset tetap dalam perjanjian
sewa-menyewa.
Goodwill

2. AMORTISASI (UNTUK ASET TETAP TAK BERWUJUD SEPERTI DIATAS )


Tarif Amortisasi
Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat
Garis Lurus Saldo Menurun
Kelompok 1 4 Tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 Tahun 5% 10%

Biaya penyusutan = Tarif x Dasar perhitungan perolehan ( nilai perolehan )


Metode penyusutan yang ddigunakan dalam amortisasi asset takberwujud menurut
akuntansi pajak , yaitu :
a) Metode garis lurus ( diutamakan )
b) Metode saldo menurun

BAB 12 : LIABILITAS
Utang pajak dapat mencakup hal-hal :
a. Utang pajak penghasilan yang dibayar sendiri (PPh Pasal 25 dan 29)
b. Utang pajak penghasilan yang dipungut atau dipotong dari pihak ketiga (PPh
Pasal 21, 22, dan 23)
c. Utang pajak yang wajib dipungut atau dipotong dari pihak ketiga (PPh Pasal
21, 22, 23 dan 26)
d. Utang PPn dan PPnBM
e. Utang PBB
Perbandingan Utang dan Modal
a. Besarnya perbandingan antara utang dan modal ditetapkan paling tinggi
sebesar 4 : 1 , dikecualikan bagi :
Wajib pajak bank
Wajib pajak lembaga pembiayaan
Wajib pajak asuransi dan reasuransi
Wajib pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak
dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang
terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerja sama
perusahaan pertambangan.
BAB 13 : AKUNTANSI INVESTASI JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG
Menurut pasal 3 ayat 1 UU PPh huruf f , dividen atau laba yang diterima oleh wajib
pajak pribadi ayau badan yang diperoleh melalui penyertaan model tidak termasuk
objek pajak penghasilan, dengan syarat :
a. Dividen berasal dari cadangan laba ditahan
b. Bagi perseroan terbatas, BUMN atau BUMD yang memberikan dividen ,
kepemilikan saham bagi badan yang memberikan dividen paling rendah ( 25
% ) dari jumlah modal yang disetor

Pajak penghasilan atas bunga obligasi yang dipungut tidak dikapitalisasi tetapi
dikenai pajak penghasilan pasal 23
Penghasilan dari bunga obligasi yang diperdagangkan dibursa efek tidak termasuk
objek penghasilan sehingga tidak dikenakan pajak.
Akan tetapi, apabilan penerima penghasilan obligasi tersebut adalah wajib pajak
orang pribadi yang melebihi PTKP, maka dividen yang diterima dikenai pajak
penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai