Anda di halaman 1dari 12

SEMINAR PERPAJAKAN

RESUME & CONTOH KASUS

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

OLEH :

KELOMPOK 6

1. ADELINA PUTRI ZUSRIADI B1C1 14 057


2. HALIN BAHAYULANDA B1C1 14 059
3. RYAN PURNAMA INDAH B1C1 14 061
4. RAHMAT FAJRIL B1C1 14 070

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2017

1
BAB V : PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

1. PENGERTIAN
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi subyek pajak dalam negeri.

2. PEMOTONGAN PAJAK PPh PASAL 21


1) Pemberi kerja yang terdiri dari:
a. orang pribadi dan badan;
b. cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau
seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan,
atau unit tersebut.
2) Bendahara atau pemegang kas pemerintah;
3) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-
badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua
atau jaminan hari tua;
4) Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
a. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri;
b. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi
dengan status Subjek Pajak luar negeri;
c. Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan
pelatihan, serta pegawai magang;
5) Penyelenggara kegiatan.

Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan pajak adalah:

2
a) kantor perwakilan Negara asing,
b) organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan,
c) pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

3. HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PAJAK


Hak Pemotong Pajak, yaitu:
a. Pemotong pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh pasal 21 yang
terjadi karena jumlah PPh pasal 21 yang terutang dalam 1 tahun takwim lebih
kecil daripada jumlah PPh pasal 21 yang disetor.
b. Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka
waktu penyampaian SPT PPh pasal 21.
c. Pemotong pajak dapat mengajukan keberatan kepada direktur jenderal pajak dan
permohonan banding kepada badan peradilan pajak.

Kewajiban Pemotong Pajak, yaitu:

a. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak


setempat.
b. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam
rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
c. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh 21 yang
terutang untuk setiap akhir bulan takwim.
d. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak
setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
e. Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 baik diminta
maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi
bukan sebagai pegawai tetap, penerimaan uang tembusan pensiun, penerimaan
Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.

3
f. Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 Tahunan kepada
pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan
formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan
setelah tahun pajak berakhir.

4. PENERIMA PENGHASILAN WAJIB PAJAK PPh PASAL 21


1) Pegawai;
2) Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3) Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pemberian jasa;
4) Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama.
5) Mantan pegawai;
6) Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan;

5. TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPh PASAL 21


a. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing
dan orang orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain
di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik.
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1)
huruf c Undang Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.

6. HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK


Hak Wajib Pajak
a. Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada
Pemotong Pajak;

4
b. Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal
Pajak;
c. Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak.

Kewajiban Wajib Pajak

a. Wajib Pajak (penerima penghasilan) wajib menyerahkan surat pernyataan


kepada Pemotong Pajak, yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada
suatu tahun takwim, untuk mendapatkan pengurangan berupa Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP).
b. Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan SPTTahunan PPh Wajib Pajak Orang
Pribadi, jikaWajib Pajak mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi
kerja.

7. PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN PPh PASAL


21
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun
yang diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah.
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan
hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia
yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
e. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib
Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi dikecualikan dari obyek pajak penghasilan.

5
8. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 FINAL
PPh yang bersifat final adalah jumlah pajak yang telah dibayarkan dalam tahun
berjalan melalui pemotongan ( oleh pemberi kerja atau pemotongan yang lain ) yang
tidak tidak dapat dikreditkan dari total PPh terutang pada akhir tahun saat mengisi
Surat Pemberitahuan ( SPT ). Contoh penghasilan yang dipotong PPh 21 yang bersifat
final antara lain :
a) Penghasilan berupa uang pesangon, u7ang tebuan pension, serta tunjangan
hari tua.
b) Penghasilan berupa honorarium, uang perangsang,uang sidang, uang hadir,
uag lembur, imbalan prestasi kerja yang diterima Pegawai Negeri Sipil.
c) Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaga barang dan petugas
dinas luar asuransi.

9. PENGHASILAN PPh 21 YANG DITANGGUNG PEMERINTAH


PPh yang ditanggung pemerintah , terdiri atas :
a) Pejabat Negara beruapa kehormatan atau tunjangan lain, atau imbalan tetap.
b) PNS dan anggota ABRI berupa gaji dan tunjangan lain yang bersifat tetap.
c) Pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak anak berupa uang pensiun
atau tunjangan lain yang sifatnya tetap.
Besarnya biaya jabatan yaitu 5% dari penghasilan bruto atau setinggi-tingginya
Rp60,000,000 setahun atau Rp5,000,000/bulan. Sedangkan biaya pensiun yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pajak penghasilan bagi
pensiunan yaitu sebesar 5% dari penghasilan broto, atau setinggi-tingginya
Rp24,000,000/tahun atau Rp200,000/bulan.

10. TARIF PAJAK DAN PENERAPANNYA


Tarif pajak berdasarkan pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, diterapkan atas
penghasilan kena pajak dari :
a) Pegawai tetap
PPh Pasal 21 = ( Penghasilan bruto biaya jabatan iuran pensiun dan THT
yang dibayar sendiri PTKP ) x tarif pasal 17 UU PPh
b) Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan
PPh Pasal 21 = ( Penghasilan bruto biaya pensiun PTKP ) x tarif pasal 17
c) Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja yang dibayarkan secara bulanan

6
PPh Pasal 21 = ( penghasilan bruto PTKP ) x Tarif pasal 17 UU PPh
d) Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
PPh Pasal 21 = ( penghasilan bruto PTKP ) x tariff pasal 17 UU PPh
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


sampai dengan Rp 50 juta 5%
diatas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta 15%
diatas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta 25%
diatas Rp 500 juta 30%

Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20 % lebih tinggi
dari tarif PPh Pasal 17.

11. TARIF PEMOTONGAN PPH PASAL 21 BAGI PENERIMA PENGHASILAN


YANG TIDAK MEMILIKI NPWP
Berikut ini adalah tarif PPh 21 bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki
NPWP:
Bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP, dikenakan
pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang
diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP.
Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana yang dimaksud pada
adalah sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong
dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.
Pemotongan PPh Pasal 21 hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21
yang bersifat tidak final.
Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima
penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam tahun kalender yang bersangkutan
paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Desember,
PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20%
(dua puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21
yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.

7
12. CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21
a) Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai
Tetap Dengan Gaji Bulanan
Contoh :
Ahmad Zakaria pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi
dengan memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000,00 dan membayar iuran pensiun
sebesar Rp 100.000,00. Ahmad Zakaria menikah tetapi belum mempunyai anak.
Penghitungan PPh Pasal 21
Gaji Sebulan 10.000.000

Pengurangan :
Biaya Jabatan 500.000
Iuran Pensiun 100.000
Jumlah Pengurangan 600.000

Penghasilan Neto Sebulan 9.400.000


(10.000.000 600.000)
Penghasilan Neto Setahun 112.800.000

PTKP Setahun :
WP Sendiri 54.000.000
Status Kawin 4.500.000
Jumlah PTKP Setahun 58.500.000

Penghasilan Kena Pajak Setahun 54.300.000


(112.800.000 58.500.000)
PPh Pasal 21 Terutang :
5 % x 50.000.000 = 2.500.000

15 % x 4.300.000 = 645.000

PPh Pasal 21 Terutang Setahun 3.145.000

PPh Pasal 21 sebulan 262.083


(3.145.000 : 12)
b) Dengan Gaji Mingguan dan Gaji Harian
Contoh :
Andi Maharani, belum menikah pada tahun 2016 bekerja sebagai Pegawai Tetap
pada Perusahaan PT. Mahagoni Gemilang menerima gaji yang dibayar mingguan
sebesar Rp. 1,000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21
Gaji sebulan : 4 x Rp. 2.000.000,00 Rp. 8.000.000,00
Pengurangan :

8
Biaya Jabatan :
5% x Rp. 8.000.000,00 Rp. 400.000,00
Penghasilan netto sebulan Rp. 7.600.000,00
Penghasilan netto setahun
12 x Rp. 7.600.000,00 Rp. 91.200.000,00
PTKP (TK/0)
- WP Sendiri Rp. 54.000.000.00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 37.200.000
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp. 37.200.000,00 Rp. 1.860.000
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp. 1.860.000 : 12 Rp. 155.000
PPh Pasal 21 atas gaji/upah minggu pertama
Rp. 155.000 : 4 Rp. 38.750

c) Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel


Arief, status kawin belum punya anak, pada bulan Juni 2015 menerima kenaikan
gaji, menjadi Rp6.000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2015.
Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Arief menerima
rapel sejumlah Rp5.000.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d. Mei
2015). Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu
dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2015 atas dasar
penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Tentukan PPh 21 atas Rapel. Penghitungan
PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut :

Sebelum Kenaikan Gaji

Gaji Rp 5.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 5.000.000,00 Rp250.000,00
2. luran Pensiun Rp100.000,00(+)
Rp 350.000,00(-)
Penghasilan neto sebulan Rp 4.650.000,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp


Rp55.800.000,00
4.650.000,00

PTKP setahun

9
- untuk WP sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00(+)
Rp 58.500.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak Rp NIHIL

Setelah Kenaikan Gaji

Gaji Rp 6.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% x Rp 6.000.000,00 Rp300.000,00
2. luran Pensiun Rp100.000,00(+)
Rp 400.000,00(-)
Penghasilan neto sebulan Rp 5.600.000,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp


Rp67.200.000,00
5.600.000,00

PTKP setahun (K/0)


- untuk WP sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00(+)
Rp 58.500.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 8.700.000,00

PPh 21 terutang setahun : 5% x Rp8.700.000,00 = Rp435.000,00


PPh 21 terutang sebulan : Rp435.000,00 : 12 = Rp36.250,00

PPh Pasal 21
Januari s.d Mei 20xx seharusnya adalah 5 x Rp 36.250,00 Rp 181.250,00
yang sudah dipotong Januari s.d. Mei 20xx Rp NIHIL (-)
PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp 181.250,00
d) PPh Pasal 21 Seluruh atau Sebagian Ditanggung Oleh Pemberi Kerja

Contoh :

Sari adalah seorang pegawai dari PT Sukses Makmur dengan status menikah dan
mempunyai 3 orang anak. Dia menerima gaji Rp10.000.000,00 sebulan dan PPh
ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar
Rp150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Juli 2015 dalam hal Sari
hanya menerima pembayaran gaji saja, maka PPh 21 untuk Jadul dihitung seperti
perhitungan berikut ini.

Gaji sebulan Rp 10.000.000,00

Pengurang
1. Biaya Jabatan 5% x Rp10.000.000,00 Rp 500.000,00
2. luran pensiun Rp 150.000,00(+)

10
Rp 650.000,00(-)
Penghasilan neto sebulan Rp 9.350.000,00

Penghasilan neto setahun 12 x


Rp 112.200.000,00
Rp9.350.000,00

PTKP (K/3)
-untuk WP Sendiri Rp 54.000.000,00
-tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
-tambahan 3 anak Rp13.500.000,00(+)
Rp 72.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 40.200.000,00

PPh Pasal 21 setahun adalah 5% x Rp40.200.000,00 = Rp2.010.000,00


PPh Pasal 21 bulan Juli: Rp570.000,00 : 12 = Rp167.500,00

e) Penghitungan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap yang Baru Memiliki NPWP
pada Tahun Berjalan
Contoh :
Narto, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja
pada PT Rap dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar
Rp9.500.000,00, dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada
perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan setiap bulan sebesar Rp200.000,00. Narto baru memiliki NPWP
pada bulan Juni 2015 dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT Rap
untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni
Pembahasan
Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan
Januari- Mei 2015 adalah sebagai berikut:

Gaji dan tunjangan sebulan Rp 9.500.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan: 5% x
Rp 475.000,00
Rp9.500.000,00
2. luran pensiun Rp 200.000,00(+)
Rp 675.000,00(-)
Penghasilan neto sebulan Rp 8.825.000,00

Penghasilan neto setahun adalah 12


Rp 105.900.000,00
x Rp8.825.000,00

11
PTKP setahun (TK/0)
- untuk WP sendiri Rp 54.000.000,00*(-)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 51.900.000,00

PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun:


5% x Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00
15%x Rp1.900.000,00 = Rp 285.000,00 (+)
Total =Rp2.785.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan Rp2.785.000,00 : 12 = Rp232.083,33
PPh Pasal 21
yang harus dipotong sebulan karena tidak ber NPWP: 120% x Rp232.083,33 = Rp278.500,00
yang dipotong dari Januari - Mei 20xx =5 x Rp278.500,00 Rp 1.392.500,00
PPh Pasal 21 terutang apabila ber NPWP 5 x Rp232.083,33 Rp 1.160.416,65(-)
Selisih (20% x 5 x Rp232.083,33) Rp 232.083,35

Daftar Pustaka

Awaluddin,Ishak. 2017. PERPAJAKAN PEMBAHASAN SESUAI ATURAN PELAKSANAAN


PERPAJAKAN TERBARU 2017. K-media. Yogyakarta
Cendekian, MS. 2016. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak. [online]. Tersedia dalam :
http://mscendikia.blogspot.co.id/2016/10/hak-dan-kewajiban-pemotong-pajak.html.
diakses tanggal 15 Oktober 2017

Direktorat Jendral Pajak.2012.Penghitungan Penghasilan PPh 21.[online].tersedia dalam :


http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-penghitungan-pajak-penghasilan-pasal-21.
diakses tanggal : 17 Oktober 2017

Puspa, Dian. 2016. PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21). online]. Tersedia dalam :
https://www.online-pajak.com/id/pph-pajak-penghasilan-pasal-21. diakses tanggal
15 Oktober 2017
Puspa, Dian. 2016. Tarif PPh 21. [online]. Tersedia dalam : http://www.online-
pajak.com/id/tarif- pajak-pph-21. Diakses tanggal 17 Oktober 2017

https://sites.google.com/site/referensipajak/.[online]. Diakses tanggal : 18 Oktober 2017


12

Anda mungkin juga menyukai