Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM TEBU

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN


KOMODITI PERKEBUNAN HULU

Disusun oleh :

THP-C/Kelompok 8
Ilham setiawan (151710101048)

Asisten :
1. Oriza Krisnata Wiwata
2. M. Dwi Nurcahyo
3. Qoimatul Fitriyah
4. Nurul Ummah Umaeroh
5. Wasilatu Imma

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Saat ini gula merupakan bahan pangan yang sering dikonsumsi baik untuk
pelengkap maupun sebagai bahan utama pada pembuatan makanan. Gula
diperoleh dari pengolahan tebu atau bit. Pada kehidupan sehari-hari jarang
orang mengetahui nama sukrosa, biasanya masyarakat lebih menyebutnya
sebagai gula pasir yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan
sehari-hari.
Konsumsi gula pasir oleh masyarakat terus meningkat, peningkatan
konsumsi ini disebabkan oleh peningkatan daya beli masyarakat terhadap gula
pasir serta meningkatnya pembuatan produk-produk yang memanfaatkan gula
pasir sebagai bahan bakunya. Pada umumnya masyarakat lebih menyukai gula
pasir yang berwarna coklat dari pada gula pasir yang berwarna putih.
Masyarakat menganggap bahwa gula pasir yang berwarna coklat lebih manis
dari pada yang berwarna putih. Padahal gula pasir yang berwarna putih
menunjukkan bahwa gula tersebut telah melalui proses pemurnian dengan
sempurna sehingga gula putih tersebut terbebas dari kotoran. Dengan kata lain
gula pasir putih lebih aman dikonsumsi dari pada gula pasir coklat.
Fungsi gula yang baik, tidak akan terlepas dari kualitas gula itu sendiri
Gula kualitas rendah tidak akan mampu memberikan peranannya secara
maksimal. Kualitas gula pasir dapat ditentukan melalui beberapa parameter,
seperti : warna, tingkat kemanisan dan ukuran butir kristal, jumlah residu
belerang oksida (SO2), dan derajat Brix nira.
Mengingat pentingnya peranan proses pengolahan gula maka praktikum
tentang pengolahan gula ini sangat diperlukan, sehingga kita dapat mengetahui
kualitas dari gula pasir yang memiliki mutu baik dan aman untuk dikonsumsi.

1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktikum Tebu adalah :
1. Mengetahui Pengaruh kondisi tebu terhadap derajat brix nira.
2. Mengetahui pengaruh perlakuan defekasi terhadap derajat brix nira.
3. Mengetahui warna (kecerahan) gula Kristal putih.
4. Mengetahui besar jenis butir gula Kristal putih.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tebu

1. A. Tanaman Tebu

Tanaman tebu merupakan tanaman sumber pemanis yang paling populer di


dunia. Selain itu tanaman yang nama latinnya Saccharum Officinaru Linn ini
memiliki tingkat produksi pemanis (kadar gula) yang paling tinggi dibanding
tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis dunia. Jenis ini termasuk
kedalam famili Graminae (Poaceae) atau lebih dikenal sebagai kelompok rumput-
rumputan. Secara morfologi tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu: batang, daun, akar, dan bunga. Klasifikasi ilmiah dari tebu yaitu :

Divisio : Spermatophyte
Class : Angiospermae
Sub Class : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Species : Saccharum Offcinarum L.

Tabel-1. komposisi batang tebu

Komponen Kandungan (%)


Monosakarida 0,5 1,5

Sukrosa 11 19

Zat-zat organik 0,5 1,5

Zat-zat anorganik 0,15

Sabut 11 19

Air 65 75
Bahan lain 12

Sumber : (Soejardi, 1985)


2.2 Nira Tebu

Menurut Herman (1984), nira adalah suatu jenis cairan atau ekstrak yang
berasal dari tanaman yang mengandung gula relatif tinggi. Kadar sukrosa akan
mengalami penurunan selama penyimpanan disebabkan terjadinya hidrolisa
sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa (Payne, 1953).Kerusakan nira ditandai
dengan rasa nira menjadi asam, berbuih putih dan berlendir (Goutara danWijandi,
1975). Kerusakan ini terjadi karena aktifitas mikroorganisme terhadap kandungan
sukrosa nira (Dachlan, 1984).
Adapun komposisi yang terkandung dalam nira menurut penelitian
(Soejoto1975 ) adalah :
Tabel 2. Komposisi Nira

Komposisi Besarnya
Brix 16,88 17,85 % HK Pol
Sukrosa 12,09 13,24 %
Gula Reduksi 79 1,35 %
Abu Fosfat 0,7 1,25 %

2.3 Derajat Brix


Derajat brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap
100 gr larutan. Jadi misalnya brix nira = 18, artinya bahwa dari 100 gram nira, 18
gram merupakan zat padat terlarut dan 82 gram adalah air. Untuk mengetahui
banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur.
Piknometer, hydrometer, refractometer

2.4 Pemurnian Gula

Pelaksanaan pemurnian dalam pembuatan gula dibedakan menjadi 3


macam yaitu :
a. Proses Defekasi
Pemurnian cara defekasi adalah cara pemurnian yang paling sederhana,
bahan pembantu hanya berupa kapur tohor. Kapur tohor hanya digunakan untuk
menetralkan asam-asam yang terdapat dalam nira. Nira yang telah diperoleh dari
mesin penggiling diberi kapur sampai diperoleh harga pH sedikit alkalis ( pH
7,2 ). Nira yang telah diberi kapur kemudian dipanaskan sampai mendidih.
Endapan yang terjadi dipisahkan.

b. Proses Sulfitas
Pada pemurnian cara sulfitasi pemberian kapur berlebihan . Kelebihan
kapur ini dinetralkan kembali dengan gas sulfit. Penambahan gas SO2
menyebabkan SO2 bergabung dengan CaO membentuk CaSO3 yang mengendap.
SO2 memperlambat reaksi antara asam amino dan gula reduksi yang dapat
mengakibatkan terbentuknya zat warna gelap. SO2 dalam larutan asam
dapat mereduksi ion ferrri sehingga menurunkan efek oksidasi. Pelaksanaan
proses sulfitasi adalah sebagai berikut :
Sulfitasi dingin
Nira mentah disulfitasi sampai pH 3,8 kemudian diberi kapur sampai Ph 7.
Setelah itu dipanaskan sampai mendidih dan kotorannya diendapkan
Sulfitasi panas
Pada proses sulfitasi terbentuk garam CaSO3 yang lebih mudah larut dalam
keadaan dingin, sehingga waktu dipanaskan akan terjadi endapan pada pipa
pemanas. Untuk mencegah hal ini pelaksanaan proses sulfitasi dimodifikasi
sebagai berkut :
Dimulai dengan nira mentah yang dipanaskan sampai 70-80 C, disulfitasi,
deberi kapur, dipanaskan sampai mendidih dan akhirnya diendapkan. Pada suhu
kira-kira 75C kelarutan CaSO3 paling kecil.
Pengapuran sebagian dan sulfitasi
Bila dicara sulfitasi panas tidak dapat memberikan hasil yang baik maka dipakai
cara modifikasi berikut : pengapuran pertama sampai pH 8,0 pemanasan sampai
50-70 0C, sulfitasi sampai pH 5,1 5,3 pengapuran kedua sampai pH 7 7,2
dilanjutkan dengan pemanasan dengan pemanasan sampai mendidih dan
pengendapan. ( E.Hugot , 1960 )
Pelaksanaan sulfitasi dipandang dari sudut kimia dibagi menjadi 3
yaitu :
Sulfitasi Asam
Nira mentah disulfitasi dengan SO2 sehingga dicapai pH nira 3,2. Sesudah
sulfitasi nira diberi larutan kapur sehingga pH 7,0 7,3.
Sulfitasi Alkalis
Pemberian larutan kapur sehingga pH nira 10,5 dan sesudah itu diberi SO2
pH nira menjadi 7,0 7,3
Sulfitasi netral
Pemberian larutan kapur sehingga pH nira 8,5 dan ditambah gas
SO2 pH nira menjadi 7,0 7,3. ( Halim K , 1973 )
c. Proses Karbonat

Secara umum, proses pemurnian nira dilakukan dengan defekasi, sulfitasi,


dan karbonatasi. Defekasi hanya menghasilkan gula kasar yang masih banyak
mengandung bahan pengotor. Pada sulfitasi, bahan pengotor yang dihilangkan
masih lebih rendah dibandingkan karbonatasi. Selain itu, sulfitasi akan
menyebabkan korosi besi pada pipa-pipa. Bahan pengotor yang dapat dihilangkan
dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi adalah 12,7 %, 11,7 %, dan 27,9 %
(Mathur, 1978).
Karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu kapur
(Ca(OH)2) dan gas CO2 membentuk endapan senyawa kalsium karbonat (CaCO3)
melalui mekanisme yang dapat dilihat pada persamaan di bawah. (Mathur, 1978).

3 Gula
Di Indonesia dikenal 3 macam jenis gula
2.5.1 Gula Kristal Putih

Persyaratan
No Parameter uji Satuan
KGP 1 GKP 2
1 Warna
1.1 Warna Kristal CT 4.0-7,5 7,6-10,0
1.2 Warna larutan IU 80-200 201-300
2 Besar jenis butir Mm 0,8-1,2 0,8-1,2
3 Susut Pengeringan
4 Polarisasi Z min.99,6 min.99,5
5 Abu konduktiviti % maks.0,10 maks.0,15
6
No Bahan Kriteria tambahan
uji Satuan Persyaratan
Warna
panaganlarutan (ICUMSA)
1 IU min. 1200
6.1 Susut
Belerang
Pengeringandioksida
(basis mg/kg maks 30 maks 30
2 % fraksi massa maks. 0,50
(SO2)
basah)
73 Cemaran logam Z mins. 97,50
Polarisasi (Z, 20C)
7.1
4 Timbal (pb) mg/kg % fraksi
maks 2
massa maks0,40
maks. 2
Abu konduktiviti
7.2
5 Tembaga (Cu) mg/kg % fraksi
maks 2
massa maks0.40
Maks. 2
Kandungan gula tereduksi
7.3 Arsen (As) mg/kg maks 1 maks 1

Sumber : SNI 3140.3:2010

2.5.2 Gula Kristal Mentah


Sumber : 3140.1:2008
Persyaratan
No Kriteria uji Satuan
I II
1 Keadaan
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Manis Manis
2 Polarisasi (Z, 20C) Z* min. 99,80 min. 99,70
3 Gula reduksi % maks. 0,04 maks. 0,04
4 Susut Pengeringan (b/b) % maks. 0,05 maks. 0,05
5 Warna larutan IU* maks.45 maks. 80
6 Abu konduktifitas (b/b) % maks. 0,03 maks. 0,05
7 Sedimen mg/kg maks. 7,0 maks. 10,0
8 Ukuran partikel***
8.1 Kasar (coarse grain) mm 1,21-2,20 1,21-2,20
8.2 Sedang (medium/fine
mm 0,51-1,20 0,51-1,20
grain)
8.3 Halus (castor/extra fine
mm 0,25-0,50 0,25-0,50
grain)
9 Belerang dioksida (SO2) mg/kg Maks. 2,0 Maks. 5,0
10 Cemaran logam
10.1 Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,2 maks 0,2
10.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,25 Maks 0,25
10.3 Timah (Sn) mg/kg Maks 4,0 Maks 4,0
10.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,03 Maks 0,03
11 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 1,0 Maks 1,0
12 Cemaran mikroba
12.1 Angka lempeng total Maks. 2
koloni/10g Maks. 2 102
(35C, 48 jam) 10 2

12.2 Bakteri Coliform APM/g <3 <3


12.3 Kapang koloni/ 10 g Maks. 10 Maks. 10
12.4 Khamir koloni/ 10 g Maks. 10 Maks. 10
2.5.3. Gula Kristal Rafinasi
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a Beaker Glass
b Alat pemanas
c Pengaduk magnetic
d Kertas lakmus
e Hand refractometer
f Colour reader
g Mesin pengayak
h Ayakan 16, 18, 20, 25, 40
i Timbangan analitik ketelitian 0,1 mg
j Erlenmeyer 300 mL
k Biuret mikro 10 mL
l Cawan timbang
3.1.2 Bahan
a Nira dari tebu dengan kulit
b Nira dari tebu tanpa kulit
c Larutan kapur
d 2 macam GKP berbeda warna
e 2 macam GKP berbeda ukuran Kristal
f Larutan Kanji 0,2%
g HCl 5%
h Larutan Tio sulfat
i Larutan Iodium 0,2 mg SO2/mL
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Derajat Brix (Tanpa Defekasi)

Nira dengan kulit Nira tanpa kulit

Refraktometer

Pengamatan (3x ulangan)


Langkah pertama yang dilakukan untuk melakukan pengukuran derajat
brix pada nira tebu yaitu dengan menyiapkan nira tebu yang diekstraksi dengan
kulitnya dan nira tebu yang diekstraksi tanpa kulit. Pada pengukuran derajat brix
nira tebu menggunakan 2 bahan yang berbeda agar dapat membedakan antara
derajat brix nira tebu yang diekstraksi dengan kulitnya dan nira tebu yang
diekstraksi tanpa kulit. Selanjutnya kedua nira tersebut di refraktometer untuk
kemudian diamati sebanyak 3 kali pengulangan.
3.2.2 Defekasi

150 ml Nira dengan kulit 150 ml Nira tanpa kulit

Pemanasan 750C

Penambahan larutan
kapur (pH netral)

Pemanasan 30 menit

Pengadukan

Pendinginan

Refraktometer (3x)

Pembandingan dengan sebelum defekasi


Untuk melakukan defekasi nira tebu tetap menggunakan 2 jenis nira yang
beda perlakuannya sebagai parameter perbandingan. Masing-masing
menggunakan nira sebanyak 150 ml. Kemudian dipanaskan pada suhu 75C
selanjutnya ditaambahkan larutan kapur sampai pH larutaan menjadi netral.
Penambahan larutan kapur bertujuan untuk menggumpalkan kotoran yang masih
terdapat dalam nira tebu. Kemudian larutan nira dengan pH netral dipanaskan
kembali selama 30 menit sambil diaduk. Setelah dipanaskan selama 30 menit
larutan nira dengan pH netral didinginkan sambil memberi kesempatan kotoran
untuk mengendap. Selanjutnya ambil beberapa tetes sampel nira jernih untuk
diteteskan pada hand refraktometer kemudian amati derajat brixnya sebanyak 3
kali pengulangan. Kemudian banddingkan nira yang ditambah larutan kapur dan
dipanaskan (defekasi) dengan nira sebelum defekasi.
3.2.3. Warna Gula Kristal

GKP 1 GKP2

Color reader (3kali pengulangan)

Pengamatan
Untuk mengukur derajat keputihan gula kristal putih menggunakan produk
gulaku sebagai GKP 1 dan gula curah sebagai GKP 2 untuk diukur derajat
keputihannya. Perlakuan tersebut bertujuan agar dapat membandingkan derajat
keputihan dari kedua GKP. Kedua GKP diambil untuk diukur derajat
keputihannya sebanyak 10g pada setiap pengulangan, pada praktikum kali ini
dilkukan 3 kali pengulangan pada masing-masing GKP. Kedua GKP diukur
derajat keputihannya dengan mengunakan color reader sebanyak 3 kali
pengulangan. Selanjutnya diamati perbedaan warna kedua GKP.

3.2.4. Besar Jenis Butir Gula Kristal Putih

60 gram GKP 60 gram GKP

Pengayakan 10 menit

Penimbangan pada setiap fraksi

Pengukuran besar jenis GKP dilakukan menggunakan ayakan mesh


ukuran 16, 18, 20, 25, dan 40 mesh. Pengukuran besar jenis GKP menggunakan 2
GKP yg berbeda mutunya. Sebanyak 60 g pada masing-masing GKP dilakukan
pengayakan menggunakan ayakan mesh bertingkat selama 10 menit untuk
mengetahui ukuran GKP yang diamati. Kemudian dilakukan penimbangan pada
setiap fraksi.
3.2.5. Residu Belerang Oksida (SO2)
a) Blanko

150 ml aquadest
Penambahan 10 ml
indikator amilum +
10 ml HCl

Titrasi dengan I2 (warna


ungu muda) (V)

Pengukuran residu belerang oksida (SO2) menggunakan blanko.


Sebanyak 150 ml aquadest ditambah 10 ml indikator amilum (kanji) dan dan 10
ml HCl, kemuduan dilakukan titrasi dengan larutan iodium, hingga mencapai titik
akhir, yaitu pada saat timbul warna ungu muda misal memerlukan v ml.

b) Contoh

50 gr GKP 1 50 gr GKP 2

Penambahan 10
mlPenambahan
HCl + 10 ml
Titrasi dengan I2 (warna
amilum
150 ml aquadest
ungu muda) (t)
Pengukuran residu belerang oksida (SO2) dengan menggunakan contoh 2
macam GKP yaitu gulaku sebagai GKP 1 dan gula curah sebagai GKP 2.
Sebanyak 50 g pada kedua macam GKP tersebut ditambahkan 150 aquadest.
Larutan tersebut ditambahkan 10 ml indikator amilum (kanji) dan dan 10 ml HCl,
kemuduan dilakukan titrasi dengan larutan iodium, hingga mencapai titik akhir,
yaitu pada saat timbul warna ungu muda misal memerlukan t ml.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Derajat Brix Nira dan Defekasi

Nira Derajat Brix sebelum Derajat Brix setelah


defekasi defekasi
Nira tebu bersama kulitnya 1. 17,8 1. 20,0
2. 17,9 2. 20,6
3. 18,2 3. 20,4
Rata-rata 17,97 20,33

Nira tebu yang dikupas kulitnya 1. 16,1 1. 16,81


2. 16,2 2. 16,8
3. 17,0 3. 16,8
Rata-rata 16,43 16, 8

4.1.2 Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih

Gula kristal putih dl


A 1. -2,5

2. -3,5

3. -3,0
B 1. -7,9

2. -7,7

3. -7,8
4.1.3 Besar Jenis Butir Gula Kristal Putih

Gula kristal putih Berat (gram) ulangan 1 Berat (gram) ulangan 2

A (Gulaku) Fraksi I (16 mesh ): 6,99 Fraksi I (16 mesh ): 5,54

Fraksi II (18 mesh ): 17,65 Fraksi II (18mesh ): 14,52

Fraksi III (20 mesh ): 0,67 Fraksi III (20mesh ): 0,69

Fraksi IV (25 mesh ): 10,66 Fraksi IV (25mesh ): 10,71

Fraksi V (40 mesh ): 22,55 Fraksi V (40 mesh ): 24,36

Fraksi VI (baki ): 4,06 Fraksi VI (baki ): 7,29

B (Gula Curah) Fraksi I (16 mesh ): 11,17 Fraksi I (16 mesh ): 10,02

Fraksi II (18mesh ):15,45 Fraksi II (18 mesh ): 15,24

Fraksi III (20 mesh ): 0,02 Fraksi III (20 mesh ): 0,16

Fraksi IV (25mesh ): 8,9 Fraksi IV(25 mesh ) : 8,17

Fraksi V (40 mesh ): 20,66 Fraksi V (40 mesh ): 19,97

Fraksi VI (baki ): 3,47 Fraksi VI (baki ): 5,77


4.1.4 Residu Belerang Oksida (SO2)

1 ml Iod setara dengan = 0,162SO2/ml


Berat contoh = 50 g

Gula Titran (ml) contoh Titran (ml) blanko Kadar SO2


Gula kristal putih 2,8 1,2 5,184
A
Gula kristal putih 10,8 1,2 31,104
B

4.2 Hasil Perhitungan


4.2.1 Derajat Brix Nira dan Defekasi
Nira Derajat Rata-rata Derajat Brix Rata-rata
Brix setelah defekasi
Nira tebu bersama 1. 17,8 17,97 1. 20,0 20,33
kulitnya
2. 17,9 2. 20,6

3. 18,2 3. 20,4
Nira tebu yang 1. 16,1 16,37 1. 16,8 16,8
dikupas kulitnya
2. 16,2 2. 16,8

3. 16,8 3. 16,8
4.2.2 Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih
a Gula Kristal Putih A
Gula kristal Ulangan dl L Rata-rata
putih
A 1 -2,5 96,85 97,35
2 -3,5 97,85
3 -3,0 97,35
B 1 -7,9 102,25 102,15
2 -7,7 102,05
3 -7,8 102,15

4.2.3 Besar jenis butir gula kristal putih

Gula Berat (g) BJB (mm)


Kristal Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2

Putih
A Fraksi I (16 mesh ): 6,99 Fraksi I (16 mesh ): 5,54 0,68 0,59
Fraksi II (18 mesh ): 17,65 Fraksi II (18mesh ): 14,52
Fraksi III (20 mesh ): 0,67 Fraksi III (20mesh ): 0,69
Fraksi IV (25 mesh ): 10,66 Fraksi IV (25mesh ): 10,71
Fraksi V (40 mesh ): 22,55 Fraksi V (40 mesh ): 24,36
Fraksi VI (baki ): 4,06 Fraksi VI (baki ): 7,29
B Fraksi I (16 mesh ): 11,17 Fraksi I (16 mesh ): 10,02 0,71 0,65
Fraksi II (18mesh ):15,45 Fraksi II (18 mesh ): 15,24
Fraksi III (20 mesh ): 0,02 Fraksi III (20 mesh ): 0,16
Fraksi IV (25mesh ): 8,9 Fraksi IV(25 mesh ) : 8,17
Fraksi V (40 mesh ): 20,66 Fraksi V (40 mesh ): 19,97
Fraksi VI (baki ): 3,47 Fraksi VI (baki ): 5,77

4.2.4 Residu Belerang Oksida (SO2)


Gula Titran (ml) Titran (ml) Kadar SO2
contoh blanko (ppm)

Gula kristal putih A 2,8 ml 1,2 ml 5,184

Gula kristal putih B 10,8 ml 1,2 ml 31,104


BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Derajat Brix Nira


Nira tebu pada dasarnya terdiri dari dua zat yaitu zat padat terlarut yang
(terdiri atas gula dan bukan gula) dan air. Brix merupakan zat padat kering
terlarut (dalam gr) dalam setiap 100 gr larutan dan sebagai yang dihitung
sebagai sukrosa, selain terdiri dari gula brix juga mengandung zat padat terlarut
lainnya (Subagio 2008). Zat yang terlarut sebagai gula (sukrosa, glukosa,
fruktosa, dan lain-lain), atau garam-garam klorida atau sulfat dari kalium, natrium,
kalsium, dan lain-lain merespon dirinya sebagai brix dan dihitung sebagai
sukrosa, jadi kadar sukrosa pada suatu larutan sama dengan kadar brix. Baik
buruknya kualitas nira.Berdasarkan data praktikum, derajat brix pada nira tebu
bersama kulitnya dengan rata-rata 17,97% lebih besar daripada derajat brix nira
tebu dikupas kulitnya dengan rata-rata 16,43% . karena pada kulit tebu
terkandung zat padat terlarut seperti gula (sukrosa,glukosa,fruktosa dll) atau
garam-garam klorida atau sulfat dari kalium,natrium, kalsium dan lain-lain
(Risvan,2009). Semakin tinggi derajat brix nya maka semakin manis larutan
tersebut. Sebagai contoh kasus dalam pengolahan nira bahwa nilai Brix adalah
gambaran seberapa banyak zat padat terlarut dalam nira (Buckle, 1985). . Hal
tersebut dapat disimpulkan dari besar nya nilai brix maka semakin manis larutan
tersebut. Perbedaan brix tersebut dimungkinkan karena pada nira dari tebu yang
tidak dikupas bagian kulitnya ikut terekstrak dan akan menambah padatan terlarut
(sukrosa).

5.2 Defekasi
Pemurnian cara defekasi merupakan cara yang paling sederhana dengan
menggunakan bahan pembantu berupa kapur tohor. Kapur tohor hanya
digunakan untuk menetralkan asam-asam yang terdapat dalam nira. Nira yang
telah diperoleh dari mesin penggiling diberi kapur sampai diperoleh harga pK
sedikit alkalis (pH 7,2). Nira yang telah diberi kapur kemudian dipanaskan sampai
mendidih. Endapan yang terjadi dipisahkan. Sedangkan derajat brix setelah
defekasi, nira tebu bersama kulitnya memiliki rata-rata derajat brix lebih besar
yaitu 20,33 jika dibandingkan dengan derajat brixnira tebu yang telah dikupas
kulitnya yaitu 16,8. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan
nilai brix pada saat nira belum didefekas dan setelah didefekasi. . Data tersebut
menunjukkan bahwa jumlah sukrosa mengalami peningkatan setelah didefekasi
yang dapat disebabkan karena pada saat defekasi, ion Ca pada kapur akan bereaksi
dengan phosphat dalam nira kemudian membentuk garam phospat. Garam ini
akan menyerap dan merangkan bahan non gula lainnya membentuk flokulan
(Yuwanti,
2012).

5.3 Warna (kecerahan) Gula Kristal Puti


Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih
Gula Kristal dapat dibagi menjadi beberapa yang dilihat dari keputihannya
dengan menggunakan standar ICUMSA (Iternational Commision For Uniform
Methods of Sugar Analysis). ICUMSA telah membuat grade kualitas warna
gula,system grade ini dilakukan berdasar warna gula yang menunjukkan
kemurnian dan banyaknya kotoran yang terdapat dalam gula tersebut (Risvan,
2009).Untuk gula Kristal putih, grade ICUMSA yang diberikan sebesar 81-
259, berdasarkan standard SNI gula yang boleh dikonsumsi langsung adalah
gula dengan warna ICUMSA 250 dan warna kristal gula berkisar antara 4,0
7,5 CT. Pada umumnya pabrik gula sulfitasi dapat memproduksi gula dengan
warna <300. Untuk mengukur warna gula, kita dapat menggunakan colour
reader yang memiliki system notasi warna hunter (system warna L, a, b). L
merupakan parameter untuk kecerahan (brighness) dengan nila 0 (hitam)
sampai 100 (putih), a dan b merupakan koordinat-koordinat kromatisitas yang
menyatakan warna kromatik campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0
sampai +60 untuk warna dan a dari 0 sampai -60 untuk warna hijau. Nilai b
menyatakan warna kromatik campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0
sampai +60 untuk warna kuning dan nilai b dari 0 sampai -60 untuk warna,
biru (Sudarmadji 1982).Dapat dilihat dari hasil pengamatan, nilai L dari gula
B sebesar 102,9 lebih besar dibandingkan dengan gula A yang bernilai 97,35
Dapat disimpulkan bahwa gulaku memiliki kristal yang lebih putih jika
dibangdingkan dengan gula curah, hal ini dapat disebabkan oleh proses
pemurnian yang berbeda. Pada proses pembuatan gulaku digunakan proses
pemurnian secara bertingkan sehingga dihasilkan kristal gula yang lebih putih,
pada pembuatan gula curah menggunakan pemurnian biasa sehingga Kristal
gula yang dihasilkan tidak seputih kristal gulaku. Dari hasil pengamatan tidak
dapat dibandingkan dengan standard SNI karena satuan yang digunakan dan
cara pengukurannya berbeda.

5.4 Besar Jenis Butir Gula


Berat jenis butir gula merupakan ukuran rata-rata butir Kristal gula yang
dinyatakan dalam ukuran mm. kulitas gula akan semakin baik dilihat dari
tingkat keseragaman kristal gula yang tinggi.SNI menetapkan besar jenis gula
adalah 0,8-1,2 (Sumarno, 1994) .Berdasarkan perhitungan besar jenis butir
gula Kristal putih yang menggunakan sampel gula curah dan gula kemasan.
Gula curah menghasilkan besar jenis butir 0,68 pada ulangan 1 dan 0,59 pada
ulangan ke 2 mm, sedangkan gula kemasan menghasilkan besar jenis butir
0,71 mm pada ulangan ke-1 dan 0,65 mm pada ulangan ke-2. Data tersebut
menunjukkan bahwa gula curah memiliki besar jenis butir lebih tinggi
dibandingkan dengan gula kemasan. Hal ini dikarenakan pada proses
pembuatan gula curah hanya dilakuka proses defekasi tanpa sulfitasi,sehingga
flokulan yang seharusnya dibuang terikut masuk pada proses kristalisasi yang
menyebabkan gula mengkristal dengan ukuran yang besar dan tidak rata.
Perbedaan hasil pada ulangan 1 dan 2. Hal ini terjadi karena pada saat
pengayakan melakukan goyangan atau gaya tidak stabil. Mulai dari waktu
dan tekanan atau gesekan.

5.5 Residu Belerang Oksida (SO2)


Residu Belerang Dioksida (SO2) Sulfitasi adalah proses pengolahan gula
yang di dalam prosespemurniannya menggunakan kapur dan SO2
sebagai bahan pemurni. Gula yangdi dapat dari proses ini berwana putih.
Sebelum memulai proses ini di tangki niramentah dilakukan penambahan
asam phospat (H3PO4) sebanyak 210 kg/ 8 jam (250-300 ppm), yang
bertujuan untuk menyerap koloid dan zat warna,menurunkan kadar kapur nira
mentah, melunakkan kerak evaporator,mempermudah proses pengendapan,
sehingga nira yang dihasilkan lebih jernih(Sudarmadji, 2003). Sedangkan
penambahan SO2berfungsi untuk Penambahan gas SO2 suhu 70-80C
bertujuan untuk :
1. Menetralkan kelebihan susu kapur (menetralkan pH nira), dan sebagai
bleaching agent (zat pemutih).
2. Mengikat unsur-unsur lain yang bereaksi pada defekator.
3. Menurunkan pH, dan membentuk CaSO
4. untuk mengikat kotoran dalam nira. Pada suhu tersebut, kelarutan CaSO4
rendah, sehingga prosespengendapan akan optimal. (Marianto,2008)
Pemakaian SO2 yang ditetapkan oleh SNI adalah 30 ppm. Hal ini
menunjukkan bahwa gula curah maupun gulaku tidak memenuhi
standar.Karenaresidu belerang dioksida pada gula curah adalah 1,824 x 10-3
ppm dan kadar SO2 pada gulaku adalah 2,884 x 10-4 ppm. Residu belerang
merupakan endapan yang tersisa saat sulfitasi dilakukan.

Dari data pengamatan tersebut, terlihat bahwa residu gula kemasan lebih
kecil dibandingkan dengan residu gula curah. Hal ini sesuai dengan
pengamatan .warna pada praktikum sebelumnya yang menyatakan bahwa gula
kemasan lebih putih dibandingkan dengan gula curah. Karena semakin sedikit
residu belerang yang tertinggal, maka semakin banyak gas SO2yang
dikeluarkan dan digunakan.Sehingga semakin pucat nira, dan semakin putih
gula yang dihasilkan
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum tebu yaitu :
1. Nira tebu dengan kulit meiliki derajat brix yang lebig besar dari pada nira
tebu dikupas kulit
2. sukrosa mengalami peningkatan setelah didefekasi yang dapat disebabkan
karena pada saat defekasi, ion Ca pada kapur akan bereaksi dengan
phosphat dalam nira kemudian membentuk garam phospat
3. gulaku memiliki kristal yang lebih putih jika dibangdingkan dengan gula
curah, hal ini dapat disebabkan oleh proses pemurnian yang berbeda.
4. bahwa gula curah memiliki besar jenis butir lebih tinggi dibandingkan
dengan gula kemasan. dikarenakan pada proses pembuatan gula curah
hanya dilakuka proses defekasi tanpa sulfitasi,sehingga flokulan yang
seharusnya dibuang terikut masuk pada proses kristalisasi yang
menyebabkan gula mengkristal dengan ukuran yang besar dan tidak rata
6.2 Saran
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Derajat Brix Nira


a. Nira tebu bersama kulitnya

Rata-rata = = 17,97

Rata-rata (setelah defekasi) = = 20,33


b. Nira tebu tanpa kulit

Rata-rata= = 16,37

Rata-rata (setelah defekasi) = = 16,8


2. Warna

L = 94,35 dl

A. Gula Kristal Putih A

Ulangan 1 : Ulangan 2 : Ulangan 3 :

L = 94,35 dl L = 94,35 dl L = 94,35 dl


= 94,35 (-2,5) = 94,35 (-3,5) = 94,35 (-3,0)
= 96,85 = 97,85 = 97,35

Rata- rata = = 97,35

B. Gula Kristal Putih B

Ulangan 1 : Ulangan 2 : Ulangan 3 :

L = 94,35 dl L = 94,35 dl L = 94,35 dl


= 94,35 (-7,9) = 94,35 (-7,7) = 94,35 (-7,8)
= 102,25 = 102,05 = 102,15
- Ulangan 3 :
Rata- rata = = 102,15

3. Berat jenis butir gula kristal putih


a BJB Gula A (ulangan 1)
= F I+F II+F III+F IV+F V+ F IV
= 6,99 + 17,65 +0,67 +10,66+22,55+4,06
= 62,58 g

Fraksi I = = 79,305 g

Fraksi II = 241,143 g

Fraksi III = = 10,7063 g

Fraksi IV= = 205,262 g

Fraksi V = = 614,377 g

Fraksi VI= = 311,409 g

= 1462,2023 g

BJB = = 0,68 mm

b BJB Gula A (ulangan 2)


= F I+F II+F III+F IV+F V+ F IV
= 5,54 + 14,52+0,69 +10,71+24,36+7,29
= 63,11 g

Fraksi I = = 62,326 g

Fraksi II = 196,714g

Fraksi III = = 10,933 g


Fraksi IV= = 204,493g

Fraksi V = = 658,117 g

Fraksi VI= = 554,460 g

= 1687,043 g

BJB = = 0,59 mm

c BJB Gula B (ulangan 1)


= F I+F II+F III+F IV+F V+ F IV
= 11,17 + 15,45+0,02 +8,9+20,66+3,47
= 59,67 g

Fraksi I = = 132,909 g

Fraksi II = 221,380 g

Fraksi III = = 0,3352 g

Fraksi IV= = 179,730 g

Fraksi V = = 590,335 g

Fraksi VI= = 279,1352 g

= 1403,8244 g

BJB = = 0,71 mm

d BJB Gula B (ulangan 2)


= F I+F II+F III+F IV+F V+ F IV
= 10,02 + 15,24+0,16 +8,17+19,97+5,77
= 59,33 g
Fraksi I = = 119,909 g

Fraksi II = 219,622g

Fraksi III = = 2,6968 g

Fraksi IV= = 165,934 g

Fraksi V = = 573,889 g

Fraksi VI= = 466,813 g

= 1548,8638 g

BJB = = 0,65 mm

Derajat Putih

W = 100 (100-L)2+(a2+b2)0,5

A. Gula Curah

Ulangan 1 = 100-(100-85,55)2+((-4,84)2+(10,21)2)0,5 = -97,51

Ulangan 2 = 100-(100-84,55)2+((-5,04)2+(10,21)2)0,5 = -127,32

Ulangan 3 = 100-(100-85,55)2+((-4,84)2+(10,21)2)0,5 = -176

B. Gulaku

Ulangan 1 = 100-(100-89,65)2+((-5,34)2+(7,31)2)0,5 = 1,93

Ulangan 2 = 100-(100-91,25)2+((-5,36)2+(7,31)2)0,5 = 32,5

Ulangan 3 = 100-(100-89,65)2+((-5,41)2+(7,31)2)0,5 = 1,97


4. Residu sulfur dioksida

Kadar SO2 (ppm) =

t = titran (ml) contoh


v = titran (ml) blanko

a. Kadar SO2 (ppm) =

= 5,184 ppm

b. Kadar SO2 (ppm) =

= 31,104 ppm

Anda mungkin juga menyukai