Disusun oleh :
THP-C/Kelompok 8
Ilham setiawan (151710101048)
Asisten :
1. Oriza Krisnata Wiwata
2. M. Dwi Nurcahyo
3. Qoimatul Fitriyah
4. Nurul Ummah Umaeroh
5. Wasilatu Imma
Saat ini gula merupakan bahan pangan yang sering dikonsumsi baik untuk
pelengkap maupun sebagai bahan utama pada pembuatan makanan. Gula
diperoleh dari pengolahan tebu atau bit. Pada kehidupan sehari-hari jarang
orang mengetahui nama sukrosa, biasanya masyarakat lebih menyebutnya
sebagai gula pasir yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan
sehari-hari.
Konsumsi gula pasir oleh masyarakat terus meningkat, peningkatan
konsumsi ini disebabkan oleh peningkatan daya beli masyarakat terhadap gula
pasir serta meningkatnya pembuatan produk-produk yang memanfaatkan gula
pasir sebagai bahan bakunya. Pada umumnya masyarakat lebih menyukai gula
pasir yang berwarna coklat dari pada gula pasir yang berwarna putih.
Masyarakat menganggap bahwa gula pasir yang berwarna coklat lebih manis
dari pada yang berwarna putih. Padahal gula pasir yang berwarna putih
menunjukkan bahwa gula tersebut telah melalui proses pemurnian dengan
sempurna sehingga gula putih tersebut terbebas dari kotoran. Dengan kata lain
gula pasir putih lebih aman dikonsumsi dari pada gula pasir coklat.
Fungsi gula yang baik, tidak akan terlepas dari kualitas gula itu sendiri
Gula kualitas rendah tidak akan mampu memberikan peranannya secara
maksimal. Kualitas gula pasir dapat ditentukan melalui beberapa parameter,
seperti : warna, tingkat kemanisan dan ukuran butir kristal, jumlah residu
belerang oksida (SO2), dan derajat Brix nira.
Mengingat pentingnya peranan proses pengolahan gula maka praktikum
tentang pengolahan gula ini sangat diperlukan, sehingga kita dapat mengetahui
kualitas dari gula pasir yang memiliki mutu baik dan aman untuk dikonsumsi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktikum Tebu adalah :
1. Mengetahui Pengaruh kondisi tebu terhadap derajat brix nira.
2. Mengetahui pengaruh perlakuan defekasi terhadap derajat brix nira.
3. Mengetahui warna (kecerahan) gula Kristal putih.
4. Mengetahui besar jenis butir gula Kristal putih.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tebu
1. A. Tanaman Tebu
Divisio : Spermatophyte
Class : Angiospermae
Sub Class : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Species : Saccharum Offcinarum L.
Sukrosa 11 19
Sabut 11 19
Air 65 75
Bahan lain 12
Menurut Herman (1984), nira adalah suatu jenis cairan atau ekstrak yang
berasal dari tanaman yang mengandung gula relatif tinggi. Kadar sukrosa akan
mengalami penurunan selama penyimpanan disebabkan terjadinya hidrolisa
sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa (Payne, 1953).Kerusakan nira ditandai
dengan rasa nira menjadi asam, berbuih putih dan berlendir (Goutara danWijandi,
1975). Kerusakan ini terjadi karena aktifitas mikroorganisme terhadap kandungan
sukrosa nira (Dachlan, 1984).
Adapun komposisi yang terkandung dalam nira menurut penelitian
(Soejoto1975 ) adalah :
Tabel 2. Komposisi Nira
Komposisi Besarnya
Brix 16,88 17,85 % HK Pol
Sukrosa 12,09 13,24 %
Gula Reduksi 79 1,35 %
Abu Fosfat 0,7 1,25 %
b. Proses Sulfitas
Pada pemurnian cara sulfitasi pemberian kapur berlebihan . Kelebihan
kapur ini dinetralkan kembali dengan gas sulfit. Penambahan gas SO2
menyebabkan SO2 bergabung dengan CaO membentuk CaSO3 yang mengendap.
SO2 memperlambat reaksi antara asam amino dan gula reduksi yang dapat
mengakibatkan terbentuknya zat warna gelap. SO2 dalam larutan asam
dapat mereduksi ion ferrri sehingga menurunkan efek oksidasi. Pelaksanaan
proses sulfitasi adalah sebagai berikut :
Sulfitasi dingin
Nira mentah disulfitasi sampai pH 3,8 kemudian diberi kapur sampai Ph 7.
Setelah itu dipanaskan sampai mendidih dan kotorannya diendapkan
Sulfitasi panas
Pada proses sulfitasi terbentuk garam CaSO3 yang lebih mudah larut dalam
keadaan dingin, sehingga waktu dipanaskan akan terjadi endapan pada pipa
pemanas. Untuk mencegah hal ini pelaksanaan proses sulfitasi dimodifikasi
sebagai berkut :
Dimulai dengan nira mentah yang dipanaskan sampai 70-80 C, disulfitasi,
deberi kapur, dipanaskan sampai mendidih dan akhirnya diendapkan. Pada suhu
kira-kira 75C kelarutan CaSO3 paling kecil.
Pengapuran sebagian dan sulfitasi
Bila dicara sulfitasi panas tidak dapat memberikan hasil yang baik maka dipakai
cara modifikasi berikut : pengapuran pertama sampai pH 8,0 pemanasan sampai
50-70 0C, sulfitasi sampai pH 5,1 5,3 pengapuran kedua sampai pH 7 7,2
dilanjutkan dengan pemanasan dengan pemanasan sampai mendidih dan
pengendapan. ( E.Hugot , 1960 )
Pelaksanaan sulfitasi dipandang dari sudut kimia dibagi menjadi 3
yaitu :
Sulfitasi Asam
Nira mentah disulfitasi dengan SO2 sehingga dicapai pH nira 3,2. Sesudah
sulfitasi nira diberi larutan kapur sehingga pH 7,0 7,3.
Sulfitasi Alkalis
Pemberian larutan kapur sehingga pH nira 10,5 dan sesudah itu diberi SO2
pH nira menjadi 7,0 7,3
Sulfitasi netral
Pemberian larutan kapur sehingga pH nira 8,5 dan ditambah gas
SO2 pH nira menjadi 7,0 7,3. ( Halim K , 1973 )
c. Proses Karbonat
3 Gula
Di Indonesia dikenal 3 macam jenis gula
2.5.1 Gula Kristal Putih
Persyaratan
No Parameter uji Satuan
KGP 1 GKP 2
1 Warna
1.1 Warna Kristal CT 4.0-7,5 7,6-10,0
1.2 Warna larutan IU 80-200 201-300
2 Besar jenis butir Mm 0,8-1,2 0,8-1,2
3 Susut Pengeringan
4 Polarisasi Z min.99,6 min.99,5
5 Abu konduktiviti % maks.0,10 maks.0,15
6
No Bahan Kriteria tambahan
uji Satuan Persyaratan
Warna
panaganlarutan (ICUMSA)
1 IU min. 1200
6.1 Susut
Belerang
Pengeringandioksida
(basis mg/kg maks 30 maks 30
2 % fraksi massa maks. 0,50
(SO2)
basah)
73 Cemaran logam Z mins. 97,50
Polarisasi (Z, 20C)
7.1
4 Timbal (pb) mg/kg % fraksi
maks 2
massa maks0,40
maks. 2
Abu konduktiviti
7.2
5 Tembaga (Cu) mg/kg % fraksi
maks 2
massa maks0.40
Maks. 2
Kandungan gula tereduksi
7.3 Arsen (As) mg/kg maks 1 maks 1
Refraktometer
Pemanasan 750C
Penambahan larutan
kapur (pH netral)
Pemanasan 30 menit
Pengadukan
Pendinginan
Refraktometer (3x)
GKP 1 GKP2
Pengamatan
Untuk mengukur derajat keputihan gula kristal putih menggunakan produk
gulaku sebagai GKP 1 dan gula curah sebagai GKP 2 untuk diukur derajat
keputihannya. Perlakuan tersebut bertujuan agar dapat membandingkan derajat
keputihan dari kedua GKP. Kedua GKP diambil untuk diukur derajat
keputihannya sebanyak 10g pada setiap pengulangan, pada praktikum kali ini
dilkukan 3 kali pengulangan pada masing-masing GKP. Kedua GKP diukur
derajat keputihannya dengan mengunakan color reader sebanyak 3 kali
pengulangan. Selanjutnya diamati perbedaan warna kedua GKP.
Pengayakan 10 menit
150 ml aquadest
Penambahan 10 ml
indikator amilum +
10 ml HCl
b) Contoh
50 gr GKP 1 50 gr GKP 2
Penambahan 10
mlPenambahan
HCl + 10 ml
Titrasi dengan I2 (warna
amilum
150 ml aquadest
ungu muda) (t)
Pengukuran residu belerang oksida (SO2) dengan menggunakan contoh 2
macam GKP yaitu gulaku sebagai GKP 1 dan gula curah sebagai GKP 2.
Sebanyak 50 g pada kedua macam GKP tersebut ditambahkan 150 aquadest.
Larutan tersebut ditambahkan 10 ml indikator amilum (kanji) dan dan 10 ml HCl,
kemuduan dilakukan titrasi dengan larutan iodium, hingga mencapai titik akhir,
yaitu pada saat timbul warna ungu muda misal memerlukan t ml.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
2. -3,5
3. -3,0
B 1. -7,9
2. -7,7
3. -7,8
4.1.3 Besar Jenis Butir Gula Kristal Putih
B (Gula Curah) Fraksi I (16 mesh ): 11,17 Fraksi I (16 mesh ): 10,02
Fraksi III (20 mesh ): 0,02 Fraksi III (20 mesh ): 0,16
3. 18,2 3. 20,4
Nira tebu yang 1. 16,1 16,37 1. 16,8 16,8
dikupas kulitnya
2. 16,2 2. 16,8
3. 16,8 3. 16,8
4.2.2 Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih
a Gula Kristal Putih A
Gula kristal Ulangan dl L Rata-rata
putih
A 1 -2,5 96,85 97,35
2 -3,5 97,85
3 -3,0 97,35
B 1 -7,9 102,25 102,15
2 -7,7 102,05
3 -7,8 102,15
Putih
A Fraksi I (16 mesh ): 6,99 Fraksi I (16 mesh ): 5,54 0,68 0,59
Fraksi II (18 mesh ): 17,65 Fraksi II (18mesh ): 14,52
Fraksi III (20 mesh ): 0,67 Fraksi III (20mesh ): 0,69
Fraksi IV (25 mesh ): 10,66 Fraksi IV (25mesh ): 10,71
Fraksi V (40 mesh ): 22,55 Fraksi V (40 mesh ): 24,36
Fraksi VI (baki ): 4,06 Fraksi VI (baki ): 7,29
B Fraksi I (16 mesh ): 11,17 Fraksi I (16 mesh ): 10,02 0,71 0,65
Fraksi II (18mesh ):15,45 Fraksi II (18 mesh ): 15,24
Fraksi III (20 mesh ): 0,02 Fraksi III (20 mesh ): 0,16
Fraksi IV (25mesh ): 8,9 Fraksi IV(25 mesh ) : 8,17
Fraksi V (40 mesh ): 20,66 Fraksi V (40 mesh ): 19,97
Fraksi VI (baki ): 3,47 Fraksi VI (baki ): 5,77
5.2 Defekasi
Pemurnian cara defekasi merupakan cara yang paling sederhana dengan
menggunakan bahan pembantu berupa kapur tohor. Kapur tohor hanya
digunakan untuk menetralkan asam-asam yang terdapat dalam nira. Nira yang
telah diperoleh dari mesin penggiling diberi kapur sampai diperoleh harga pK
sedikit alkalis (pH 7,2). Nira yang telah diberi kapur kemudian dipanaskan sampai
mendidih. Endapan yang terjadi dipisahkan. Sedangkan derajat brix setelah
defekasi, nira tebu bersama kulitnya memiliki rata-rata derajat brix lebih besar
yaitu 20,33 jika dibandingkan dengan derajat brixnira tebu yang telah dikupas
kulitnya yaitu 16,8. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan
nilai brix pada saat nira belum didefekas dan setelah didefekasi. . Data tersebut
menunjukkan bahwa jumlah sukrosa mengalami peningkatan setelah didefekasi
yang dapat disebabkan karena pada saat defekasi, ion Ca pada kapur akan bereaksi
dengan phosphat dalam nira kemudian membentuk garam phospat. Garam ini
akan menyerap dan merangkan bahan non gula lainnya membentuk flokulan
(Yuwanti,
2012).
Dari data pengamatan tersebut, terlihat bahwa residu gula kemasan lebih
kecil dibandingkan dengan residu gula curah. Hal ini sesuai dengan
pengamatan .warna pada praktikum sebelumnya yang menyatakan bahwa gula
kemasan lebih putih dibandingkan dengan gula curah. Karena semakin sedikit
residu belerang yang tertinggal, maka semakin banyak gas SO2yang
dikeluarkan dan digunakan.Sehingga semakin pucat nira, dan semakin putih
gula yang dihasilkan
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum tebu yaitu :
1. Nira tebu dengan kulit meiliki derajat brix yang lebig besar dari pada nira
tebu dikupas kulit
2. sukrosa mengalami peningkatan setelah didefekasi yang dapat disebabkan
karena pada saat defekasi, ion Ca pada kapur akan bereaksi dengan
phosphat dalam nira kemudian membentuk garam phospat
3. gulaku memiliki kristal yang lebih putih jika dibangdingkan dengan gula
curah, hal ini dapat disebabkan oleh proses pemurnian yang berbeda.
4. bahwa gula curah memiliki besar jenis butir lebih tinggi dibandingkan
dengan gula kemasan. dikarenakan pada proses pembuatan gula curah
hanya dilakuka proses defekasi tanpa sulfitasi,sehingga flokulan yang
seharusnya dibuang terikut masuk pada proses kristalisasi yang
menyebabkan gula mengkristal dengan ukuran yang besar dan tidak rata
6.2 Saran
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Rata-rata = = 17,97
Rata-rata= = 16,37
L = 94,35 dl
Fraksi I = = 79,305 g
Fraksi II = 241,143 g
Fraksi V = = 614,377 g
= 1462,2023 g
BJB = = 0,68 mm
Fraksi I = = 62,326 g
Fraksi II = 196,714g
Fraksi V = = 658,117 g
= 1687,043 g
BJB = = 0,59 mm
Fraksi I = = 132,909 g
Fraksi II = 221,380 g
Fraksi V = = 590,335 g
= 1403,8244 g
BJB = = 0,71 mm
Fraksi II = 219,622g
Fraksi V = = 573,889 g
= 1548,8638 g
BJB = = 0,65 mm
Derajat Putih
W = 100 (100-L)2+(a2+b2)0,5
A. Gula Curah
B. Gulaku
= 5,184 ppm
= 31,104 ppm