Anda di halaman 1dari 20

BAB.1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kakao merupakan tanaman tahuna yang diambil bijinya untuk


dimanfaatkan menjadi bahan olahan makanan seperti cokelat. Meski bukan
tanaman asli Indonesia, tanaman kakao sudah berkembang di Indonesia.
Perkebunan kakao yang ada di Indonesia sebagian besar di kelola oleh
perkebunan rakyat.

Meskipun sebagian besar perkebunan kakao di kelola oleh rakyat,


produktifitas dan kualitas kakao masih kurang baik. Hal tersbut dapat disebabkan
karena pemeliharaan yang kurang terjadwal, dan pengolahan pasca panen yang
belum baik. Meskipun begitu, tidak semua perkebunan rakyat menghasilkan
kakao yang kurang baik dan tidak berkualitas.

faktor yang menjadi tolak ukur keberhasilan panen kakao adalah benih
atau bibit yang ditanam, proses pemeliharaan yang dilaksanakan. Sedangkan
faktor yang mempengaruhi kualitas kakao olahan adaah pengolahan pasca penen,
misalnya proses fermentasi dan pengeringannya.

Maka dari itu, praktikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui kuliatas
biji kakao yang diproduksi oleh pusat penelitian kopi dan kakao.

1.2 Tujuan Praktikum


tujuan dari praktikum yang akan dilakukan adalah menentukan mutu
biji kakao berdasarkan SNI 2323-2008
BAB.2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao dan Jenisnya

Theobroma cacao ialah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao
oleh Linnaeus pada tahun 1753. Kakao merupakan satu-satunya diantara 22 jenis
Theobroma, suku sterculiaceae yang diusahakan secara komersil. Sedangkan biji
kakao dapat diolah menjadi cokelat. Menurut Tjitrosoepomo (1998) dalam PPKKI
(2010), sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophita

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub Kelas : Dialypetalae

Bangsa : Malvales

Suku : Steruliaceae

Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao L.

Beberapa jenis tanaman kakao yang bijinya paling banyak diolah menjadi coklat
tiga macam yaitu:

1. Jenis Criollo, yang terdiri atas Criollo Amerika Tengan dan Criollo
Amerika Selatan. Jenis ini menghasilkan biji yang mutunya baik dan
dikenal sebagai cokelat mulia, fine flavor cocoa, choied cocoa, edel cocoa.
Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil
kasar dan lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar
dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Keunggulan kakao
jenis ini terletak pada kompleksitas rasa namun lembut, dengan rasa klasik
yang rendah, tetapi sangat kaya pada secondary note dengan jejak yang
bertahan lama di mulut. Negara penghasil kakao Criollo antara lain:
Venezuela, Equador, Trinidad, Grenada, Srilangka, Indonesia, Samoa,
Jamaika, Suriname dan sebagian kecil West
2. Jenis Forastero, dapat dikatakan kakao jenis ini merupaka pohon kakao
industri, karena lebih tahan terhadap lingkungan ekstrim. Jenis ini mudah
ditemui di daerah beriklim tropis. Varietas ini juga cukup produktif.
Buahnya berwarna hijau dengan kulit yang tebal. Buah kakao jenis ini
memiliki karakter rasa khas coklat sangat kuat. Namun ada juga beberapa
varietas dari Forastero yang memiliki karakter rasa yang sangat komplek,
seperti arriba dan national. Biji buahnya tipis atau gepeng dan
kotiledonnya berwarna ungu pada waktu basah. Kakao jenis ini berasal
dari Brazil, Amelonado (Afrika Barat) Equador.
3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hybrid dari jenis Criollo
dengan jenis Forastero secara alami sehingga kakao jenis ini sangat
heterogen. kakao jenis ini menghasilkan biji yang termasuk fine flavor
cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa. buanya berwarna hijau atau
merah dan bentuknya bermacam-macam. Biji buahnya juga bermacam-
macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada
waktu basah (Sunanto, 1992; Kristanto, 2013).

2.2 Karakteristik Biji Kakao

Biji kakao dibungkus oleh daun buah (pulpa) yang berwarna putih,
rasanya asam manis dan mengandung zat penghambat perkecambahan. Disebelah
dalam daging buah terdapat kulit biji yang membungkus dua kotiledon dan poros
embrio. Biji kakao tidak memiliki masa dorman. Meskipun daging buahnya
mengandung zat penghambat perkecambahan, tetapi kadang-kadang biji
berkecambah di dalam buah yang terlambat dipanen karena daging buahnya telah
kering (Puslitkoka, 2010).

1. Kadar Air Biji


Kadar air merupakan sifat fisik yang sangat penting dan
sangat diperhatikan oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh terhadap
randemen hasil (yield), kadar air berpengaruh pada daya tahan biji kakao
terhadap kerusakan terutama saat penggudangan dan pengangkutan. Biji
kakao, yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan terhadap serangan
jamur dan serangga, keduanya sangat tidak disukai oleh konsumen karena
cenderung menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak
dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu
ekspor adalah 6 - 7 %. Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak
aman disimpan dalam waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji
kakao cenderung menjadi rapuh (Siregar, 2004)
2. Ukuran Biji
Ukuran biji kakao merupakan karakteristik fisik penentuan randemen
hasil lemak, dimana semakin besar ukuran biji kakao, maka semakin tinggi
randemen lemak dari dalam biji. Ukuran biji kakao dinyatakan dalam jumlah
biji (beans account) per 100 gram contoh uji yang diambil secara acak pada kadar
air 6 - 7 %. Ukuran biji rata-rata yang masuk kualitas ekspor adalah antara 1,0 -
1,2 gram atau setara dengan 85 - 100 biji per 100 gram. Ukuran biji kakao kering
sangat dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun (curah hujan) selama
perkembangan buah, perlakuan agronomis dan cara pengolahan (Siregar, 2004).

3. Kadar Kulit Biji


Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit
(shell). Kadar kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat
total biji kakao (kulit + keping) pada kadar air 6 - 7 %. Standar kadar kulit
biji kakao yang umum adalah antara 11 - 13 %. Namun, nilai kadar kulit
umumnya tergantung pada permintaan konsumen. Beberapa konsumen
bersedia membeli biji kakao dengan kadar kulit di atas nilai tersebut. Mereka
akan memperhitungkan koreksi harga jika kadar kulit lebih tinggi dari
ketentuan karena seperti halnya ukuran biji, kadar kulit berpengaruh pada
randemen hasil lemak.

2.3 Komponen pembentuk mutu kakao


Faktor pembentuk mutu suatu komoditas disebut dengan komponen mutu
dan setiap komoditas mempunyai komponen mutu yang tidak sama. Untuk
memperoleh gambaran tentang definisi komponen mutu komoditas kakao menurut
SNI 2323-2008, di Indonesia secara umum dapat di kedepankan sebagai berikut:
a. Serangga hidup :Serangga pada stadia apapun yang ditemukan
hidup pada partai barang.
b. Biji berbau abnormal : Biji yang berbau asap atau bau asing lainnya yang
ditentukan dengan metode uji.
c. Benda asing :Benda lain yang berasal bukan dari tanaman kakao
d. Biji berjamur :Biji kakao yang ditumbuhi jamur dibagian
dalamnya dan apabila dibelah dapat terlihat dengan
mata.
e. Biji Slaty :Pada kakao lindak separuh atau lebih irisan
permukaan keping biji bewarna keabu-abuan atau
biru keabu-abuan bertekstur padat dan pejal. Pada
kakao mulia warnanya putih kotor.
f. Biji berserangga :Biji kakao yang bagian dalamnya terdapat
serangga pada stadia apaun atau terdapat bagian-
bagian tubuh dari tubuh serangga atau yang
memperlihatkan kerusakan karena serangga yang
dapat dilihat oleh mata.
g. Kotoran :Benda- benda berupa plasenta, biji dempet ,
pecahan biji, pecahan kulit , biji pipih, ranting dan
benda lainnya yang berasal dari tanaman kakao.
h. Biji dempet (cluster) : Biji kakao yang melekat tiga atau lebih yang tidak
dapat dipisahkan dengan satu tangan.
i.Pecahan biji :Biji kakao yang berukuran bagian biji kakao
yang utuh.
j. Pecahan kulit : Bagian kulit biji kakao tanpa keping biji
k. Biji pipih :Biji kakao yang tidak mengandung keping biji
atau keping bijinya tidak bisa dibelah.
l. Biji berkecambah :Biji kakao yang kulitnya telah pecah atau
berlubang karena pertumbuhan lembaga.
2.4 Syarat mutu biji kakao
Syarat mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008 sebagai berikut :
Tabel 1. Syarat mutu umum biji kakao
No Jenis uji Satuan persyaratan
1 Serangga hidup - Tidak ada
2 Serangga mati - Tidak ada
3 Kadar air (b/b) % Maks 7,5
4 Biji berbau asap dan atau - Tidak ada
hammy dan atau berbau asing

5 Kadar biji pecah dan atau pecah % Maks 2


kulit, (b/b)

6 Kadar benda-benda asing % Tidak ada


BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Neraca Analitik
2. Botol timbang
3. Pisau
4. Talenan
5. Baskom
6. Eksikator
7. Oven
8. Penjepit
3.1.2 Bahan
1. Biji kakao fermentasi

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


3.2.1 Penentuan ada tidaknya serangga hidup atau benda asing

Kakao dalam
kemasan

Pembukaan kemasan

Pengamatan adanya serangga dan


benda asing

Gambar 1. Diagram alir penentuan serangga atau benda asing

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam penentuan adanya serangga


hidup atau benda asing pada biji kakao adalah menyiapkan biji kakao yang
dikemas dalam bungkus plastik. Kemudian kemasan dibuka untuk pengambilan
biji kakao yang akan diamati agar lebih mudah dalam menentukan ada tidaknya
serangga hidup yang terdapat dalam biji kakao. Setelah itu dilakukan pengamatan
pada biji kakao secara visual ada tidaknya serangga hidup atau benda asing pada
saat kemasan dibuka atau di dalamnya.
3.2.2 Penentuan kadar air

5 gram biji kakao

Pengecilan ukuran

Pemasukan pada botol timbang

Pengovenan 103 2oC, 16 jam

Eksikator 15 menit

Penimbangan

Gambar 2. Diagram alir penentuan kadar air

Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk penentuan kadar air yaitu
menimbang biji kakao 5 gram. Setelah itu biji kakao dilakukan pengecilan
ukuran yang bertujuan untuk memperluas permukaan biji kakao sehingga saat
dilakukan pengovenan mudah terjadi penguapan (biji kakao tidak boleh
terlaluhalus karena akan menyebabkan minyak dalam biji kakao keluar).
Kemudian biji kakao yang telah di lakukan pengecilan ukuran dimasukkan dalam
botol timbang yang sebelumnya telah dioven dan dieksikator selama 15 menit
(berat botol timbang diketahui). Kemudian botol timbang + biji kakao dilakukan
pengovenan selama 16 jam yang bertujuan supaya kandungan air yang terdapat
pada biji kakao dapat menguap dan dapat diketahui berat air yang hilang selama
pengovenan. Setelah itu dieksikator selama 15 menit yang bertujuan untuk
menyeimbangkan RH dengan lingkungan. Setelah itu dilakukan penimbangan
untuk mengetahui berat yang hilang selama pengovenan dan berat yang hilang
tersebut dianggap berat air pada biji kakao. Kemudian dilakukan perhitungan
kadar air pada biji kakao tersebut.
3.2.3 Penentuan biji berbau asap abnormal atau berbau asing

150 keping biji kakao

Pembelahan

Pengamatan aroma

Gambar 3. Diagram alir penentuan biji berbau asap abnormal


atau berbau asing

Langkah pertama yaitu siapkan bahan yang akan digunakan yaitu biji
kakao yang akan diamati. Setelah itu biji kakao dilakukan pembelahan dengan
pisau atau secara manual dan dibelah memanjang supaya lebih mudah dalam
menentukan aroma biji kakao. Kemudian dilakukan pengamatan aroma pada biji
kakao untuk menentukan adanya bau asap abnormal atau berbau asing pada biji
kakao tersebut. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari biji
kakao yang ada berdasarkan SNI 2323-2008 yaitu biji kakao tidak boleh berbau
asap abnormal atau berbau asing.
3.2.4 Penentuan kadar kotoran

1000 gram biji kakao

Pengamatan kotoran

Penimbangan

Penghitungan kadar kotoran


Gambar 4. Diagram alir penentuan kadar kotoran

Langkah pertama yaitu menimbang biji kakao fermentasi sebanyak 1000


gram. Kemudian biji kakao tersebut diamati berdasarkan kotoran (plasenta, biji
dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, dan ranting) yang terdapat pada biji
kakao tersebut. Setelah itu, biji kakao yang tergolong mengandung kotoran
dipisahkan dan dilakukan penimbangan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui berat
biji kakao yang mengandung kotoran dari 1000 gram biji kakao fermentasi.
Setelah itu dilakukan penghitungan kadar kotoran biji kakao yang diperoleh.
3.2.5 Jumlah biji kakao per 100 gram

100 gram biji


kakao

Penghitungan jumlah biji


utuh

Penggolongan (AA, A, B, C, S)

Gambar 5. Diagram Alir Penentuan jumlah biji kakao per 100 gram

Langkah pertama yang dilakukan yaitu menimbang biji kakap fermentasi


sebanyak 100 gram. Setelah itu biji, kakao utuh dalam 100 gram biji kakao
tersebut dipisahkan untuk mengetahui berapa biji kakao utuh yang terdapat pada
100 gram biji kakao tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui mutu atau kelas
biji kakao tersebut berdasarkan ukuran biji kakao pada SNI 2323-2008.
3.2.6 Penentuan kadar biji cacat pada kakao (biji berjamur, biji slaty, biji
berserangga, dan biji berkecambah)

300 keping biji kakao

Pemotongan memanjang

Pengamatan (biji berjamur, biji slaty, biji


berserangga, dan biji berkecambah)

Perhitungan

Penentuan kadar masing-masing biji cacat

Gambar 6. Diagram alit penentuan biji cacat


Langkah pertama yaitu menyiapkan 300 biji kakao fermentasi. Kemudian
biji kakao dibelah memanjang agar lebih mudah mengamati biji kakao yang cacat.
Setelah itu dilakukan penyortiran dengan mengamati biji kakao fermentasi untuk
memisahkan biji kakao yang baik dengan yang cacat. Untuk biji kakao yang di
dalamnya terdapat serangga atau bagian-bagian tubuh serangga dinyatakan biji
serangga. Jika biji kakao berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan atau putih kotor
maka biji dinyatakan slaty (tidak terfermentasi). Biji kakao dinyatakan
berkecambah jika kulitnya terpecah atau berlubang karena pertumbuhan lembaga
dan jika terdapat warna putih (kapang) maka biji dinyatakan berjamur.
Pengamatan ini dilakukan untuk memisahkan biji kakao yang baik dengan biji
kakao cacat.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


Pengamatan Hasil
Serangga hidup Ada
Benda asing Tidakada
Kadar air 1:5,4%, 5,8%,6,0%
2.64%,5,8%,6%
Biji berbau asap abnormal/berbau asing Ada, 6 biji
Plasenta 1: 15,44 g - 0,67 g =14,77 g
2: -
Biji dempet 1: 58,67 g - 0,67 g = 58 g
2: 52,78 g
Pecahan biji 1: 8,59 g - 0,66 g = 7,93 g
2: 26,32 g
Pecahan kulit 1: 32,28 g - 0,68 g = 31,6 g
2: 1,92 g
Biji pipih 1: 38,25 g - 0,68 g = 37,57 g
2: 7,5 g
Ranting 1: 7,27 g - 0,67 g = 6,69 g
2: -
Jumlah biji per seratus gram 82/ 100 g (AA)
Biji berjamur 1: 5 biji
2: 2 biji
Biji slaty 1: 8 biji
2: 7 biji
Biji berserangga 1: 18 biji
2: 1 biji
Biji berkecambah 1: 2 biji
2: 3 biji
4.2 Hasil Pehitungan

4.2.1 Kadar air

Botol + sample Botol + sample


Berat Air yang Kadar
Ulangan sebelum sesudah
sample menguap air
pengovenan pengovenan
1 5 15,10 14,83 0,27 5,4
2 5 17,38 17,09 0,29 5,8
3 5 17,47 17,17 0,3 6,0
4 5,2 15,2 14,88 0,32 6,37
5 5 15,34 15,05 0,29 5,8
6 5 15,19 14,88 0,31 6,2

4.2.2 Kadar kotoran

Ulangan Jenis Berat Berat Kertas + Kadar


ke- Kotoran sampel (g) kertas (g) sampel Kotoran
(g) %
Plasenta 1000 0,67 15,44 1,477
Biji dempet 1000 0,67 58,67 5,8
Pecahan biji 1000 0,66 8,59 0,793
1
Pecahan kulit 1000 0,68 32,28 3,16
Biji pipih 1000 0,68 38,25 3,757
Ranting 1000 0,67 7,27 0,66
Plasenta 1000 - - Tidak ada
Biji dempet 1000 - - 5,278
2 Pecahan biji 1000 - - 2,632
Pecahan kulit 1000 - - 0,192
Biji pipih 1000 - - 0,75
Ranting 1000 - - Tidak ada
4.2.3 Kadar Biji Cacat
Berat Sampel Hasil Kadar Biji Cacat
Ulangan ke- Pengamatan
(g) (g) (%)
Biji berjamur 300 5 1,7
Biji slaty 300 8 0,7
Biji
1 300 18 2,7
berserangga
Biji
300 2 2,3
berkecambah
Biji berjamur 300 2 6
Biji slaty 300 7 0,3
Biji
2 300 1 0,7
berserangga
Biji
300 3 1
berkecambah
BAB.5. PEMBAHASAN

Berdasarkan data pengamatan dan data perhitungan yang diperoleh dari


ulangan 1 dan ulangan 2. dapat diketahui terdapat plasenta sebanyak 1,477 g/1000
g pada data dari shift 1 dan tidak terdapat plasenta pada shift 2, pada biji kakao
shift 1 dan 2 biji kakao yang berdempet yaitu sebanyak 5,8 g/1000 g pada shift 1
dan 5,278/1000 g pada shift 2, biji yang pecah sebanyak 0,793 g/1000 g shift 1
dan 2,632 g/1000, pecahan kulit biji sebanyak 3,16 g/1000 g pada shift 1 dan
0,192 g/1000 pada shift 2 , dan biji yang pipih sebanyak 3,757g/1000 g shift 1 dan
0,75 g/1000 shif 2. Terdapat ranting pada shift 1 0,66 g/1000 dan shift 2 tidak ada.
Syarat umum mutu biji kakao meliputi serangga hidup, kadar air, biji
berbau asap atau biji berbau asing dan kadar benda asing. Pada praktikum ini
bahan yang digun kakao fermentasi jenis lindak. Pada biji kakao fermentasi lindak
diketahui bahwa terdapat serangga hidup di dalam kemasan dan terdapat bau
asing maupun asap sebanyak 6 biji. Berdasarkan SNI 2323-2008 pada persyaratan
mutu biji kakao berbau asap abnormal atau berbau asing tidak ada pada setiap biji
kakao,jadi sampel biji kakao yang digunakan tersebut tidak memenuhi persyaratan
mutu SNI. Bau abnormal atau bau benda asing pada biji kakao dipengaruhi oleh
lemak yang tergantung pada biji kakako. Lemak pada biji kakao dapat menyerap
dan mengikat bau yang ada disekitar biji kakao. Menurut Almatsier (2004) apabila
lemak bersentuhan dengan udara untuk jangka waktu yang lama akan terjadi
perubahan yang dinamakan proses ketengikan (rancidity). Oksigen akan terikat
pada ikatan rangkap dan membentuk peroksida aktif. Senyawa ini sangat reaktif
dan dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah
pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa asam-
asam lemak, aldehida-aldehida dan keton yang bersifat volatil/mudah
menguap,menimbulkan bau tengik pada lemak dan potensial bersifat toksik.
Kandungan kadar air dalam biji kakao menurut SNI 2323-2008 maksimal
adalaah 7,5 %. Rata-rata Kandungan kadar air pada ulangan 1 sampai 6 di atas 5
% dan di bawah 7 % . Berdasarkan data yang dihasilkan tersebut maka kadar air
biji kakao masih memenuhi SNI. Menurut Wahyudi(2008), kadar air berpengaruh
pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penyimpanan dan
pengangkutan. Biji kakao yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan
terhadap serangan jamur dan serangga, sedang jika kadar air terlalu rendah biji
kakao cenderung menjadi rapuh.
Persayaratan kualitas biji kakao kering ditentukan berdasarkan
penggolongan biji kakao menurut ukuran berat bijinya per 100 gram.
Penggolongan ini terbagi menjadi lima yaitu mutu AA, A, B, C dan S.
Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa jumlah biji kakao fermentasi
per 100 gram sebanyak 82 biji sehingga termasuk dalam mutu AA. Dari data
tersebut diketahui bahwakualitas biji kakao puslikoka termasuk yang baik.Tingkat
kematangan buah dapat memberikan pengaruh pada pengukuran jumlah biji per
seratus gramnya, karena saat proses fermentasi biji kakao yang matang optimum
menghasilkan biji kakao yang utuh dan cukup berat.Sehingga saat pengukuran
jumlah biji kakao per seratus gram biji fermentasi jumlahnya lebih sedikit
Pada ulangan 1 biji kakao diperoleh data bahwa terdapat biji berjamur
adalah 5 , biji slatty 8 biji, biji berserangga 18 biji, dan biji berkecambah 2 biji.
Sedangkan pada ulangan 2 diperoleh data bahwa biji berjamur adalah 2 biji, biji
slatty 7 biji ,biji berserangga 1 biji, dan biji berkecambah 3 biji .
BAB.6. KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Biji kakao terdapat serangga hidup dan benda asing, plasenta. sehingga
biji kakao tersebut tidak memenuhi syarat SNI 2323-2008 yang
menyatakan bahwa pada biji kakao kering harus tidak ada serangga dan
benda asing
2. Pada biji kakao yang difermentasi mengandung kadar air yang lebih
rendah sekitar 5-7 %. Dan memenuhi persyaratan SNI 2323-2008
yang menyatakan bahwa kadar air maksimum pada biji kakao adalah 7,5%
3. Jumlah biji per 100 g pada biji kakao terdapat 82. Sehingga termasuk
mutu AA.
4. Terdapat biji cacat (biji berjamur, slaty, berserangga dan
berkecambah).
6.2 Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya. Seharusnya melakuakan
praktikum harus lebih teliti dan lebih berkonsentrasi saat melakukan praktikum,
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Umum.

Kristanto, Aji. 2013. Panduan Budidaya Kako: Raih Sukses Dengan Bertanam
Kakao. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Buku Pintar Budi Daya Kakao.
Jakarta:AgroMedia Pustaka.

Siregar, T., S. Riyadi, dan L. Nuraeni. 2004. Budidaya, Pengolahan dan


Pemasaran Coklat. Jakarta: Penebar Swadaya.
SNI 2323:2008. Biji Kakao. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Sunanto, Hatta. 1992. Cokelat: Budidaya, Pengo;ahan Hasil dan Aspek


Ekonominya.Yogyakarta:Kanisius

Wahyudi T, T.R. Panggabean, dan Pujiyanto, 2008. Panduan Lengkap Kakao.


Jakarta:Penebar Swadaya.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Kadar air
12
a. Kadar air (%) = 100 %
1
15,1014,83
= 15,1010,10 100 %

= 5,4 %
12
b. Kadar air (%) = 100 %
1
17,3817,09
= 17,3812,38 100 %

= 5,8 %
12
c. Kadar air (%) = 100 %
1
17,4717,17
= 17,4712,47 100 %

= 6,0 %

Kadar Kotoran
21
a. Plasenta = 100 %

15,440,67
= 100 % = 1,477 %
1000

21
b. Biji dempet = 100 %

58,670,67
= 100 % = 5,8 %
1000

21
c. Pecahan biji = 100 %

8,590,66
= 100 % = 0,793 %
1000

21
d. Pecahan kulit = 100 %

32,280,68
= 100 % = 3,16 %
1000
21
e. Biji pipih = 100 %

38,250,68
= 100 % = 3,757 %
1000
21
f. Ranting = 100 %

7,270,67
= 100 % = 0,66 %
1000

Penentuan Kadar Biji Cacat pada Kakao

5
a. Biji berjamur = 100 %
300

= 1,67 %

8
b. Biji slaty = 100 %
300

= 2,67 %

18
c. Biji berserangga = 100 %
300

= 6,0 %

2
d. Biji berkecambah = 100 %
300

= 0,67 %

Anda mungkin juga menyukai