Antagonis Obat
Antagonis Obat
ANTAGONIS OBAT
I. PENDAHULUAN
Defenisi obat ialah suatu zat yang digunakan untuk diagnose, pengobatan, melunakkan,
penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau pada hewan.
Meskipun obat dapat menyambuhkan tapi toh banyak kejadian bahwa seseorang telah menderita
akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat
dan juga dapat bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebgai obat apabila tepat digunakan
dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila digunakan salah
dalam pengobatan atau dengan keliwat dosis akan menimbulkan keracunanan. Bila dosisnya
lebih kecil kita tidak memperoleh penyembuhan.
Obat-obat yang tergolong midriatik bekerja melebarkan pupil mata sedangkan obat golongan
miotik mengecilkan pupil mata. Ada obat yang digunakan untuk mencegah perdarahan yaitu
golongan hemostatik atau golongan koagulansia yang menjadikan darah menjendal, tetapi
adapula obat justru mencegah supaya darah jangan jadi menjendal, hal ini diperlukan untuk
transfuse darah atau pada waktu operasi jantung dicegah darah jangan menjendal (trombosis).
Parasimpatomimetik. Obat yang digunakan untuk merangsang organ-organ yang dilayani saraf
parasipatik. Juga disebut Cholinergik. Efek yang penting terhadap kelenjar, otot polos dan
jantung ialah :
1. menaikkan sekresi kelenjar-kelenjar bronchus, keringat, air mata, dan ludah.
2. menimbulkan miosis, daya akomodasi berkurang.
3. kontraksi otot bronchus
4. pelebaran dari kebanyakar pembuluh umum
5. bradycardia
6. kontraksi otot kerangka
7. stimulasi lalu depresi dari susunan saraf sentral
8. menaikkan tonus dan motilitas dari saluran usus lambung
- Pilocarpin Hydrochloridum (miotik)
- Carbacholum (bekerja pada tonus saluran kemih)
- Neostigmini Bromidum (miotik, bekerja pada atonus usus dan myasthenia gravis. (Moh.
Anief,1993)
II. TUJUAN PERCOBAAN
- untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari pilokarpin
- untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari atropin
- untuk mengetahui obat-obat yang tergolong dalam obat kolinergik
5.1.2 Bahan
- Kelinci
- Pilokarpin 1%
- Atropin 1%
5.4. Pembahasan
Dalam percobaan diperoleh hasil bahwa dengan pemberian obat pilokarpin 1% (kolinergik atau
disebut juga parasimpatomimetika) maka pupil mata kelinci mengalami pengecilan (miosis) dan
pada pemberian atropin 1% (antikolinergik atau disebut juga parasimpatikolitik) maka pupil
mata kelinci membesar (midriasis).
Menurut Moh. Anief (1993), obat-obat parasimpatomimetika adalah obat yang digunakan untuk
merangsang organ-organ yang dilayani saraf parasipatik. Juga disebut Cholinergik. Efek yang
penting terhadap kelenjar, otot polos dan jantung ialah : menaikkan sekresi kelenjar-kelenjar
bronchus, keringat, air mata, dan ludah, menimbulkan miosis, daya akomodasi berkurang,
kontraksi otot bronchus, pelebaran dari kebanyakar pembuluh umum, bradycardia, kontraksi otot
kerangka, stimulasi lalu depresi dari susunan saraf sentral, serta menaikkan tonus dan motilitas
dari saluran usus lambung
Obat-obat yang tergolong parasimpatikolitik adalah obat yang digunakan untuk melawan efek
dari perangsangan saraf parasimpatik, dan merupakan antagonis dari obat-obat
parasimpatomimetik. Juga disebut anticholinergik. Efek yang penting ialah : penurunan tonus
dan mobilitas saluran usus lambung, midriasis, ketegangan dari otot bronchus, pengurangan
sekresi dari kelenjar bronchus, air ludah dan kelenjar keringat, merangsang dalam dosis besar
dan diikuti terjadinya depresi dari susunan saraf sentral, dan dilatasi dari rahim.
Pada percobaan antagonis obat ini, obat mata yang diteteskan pertama-tama adalah pilokarpin
selanjutnya atropin. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengamatan efek farmakologi obat.
Efek pilokarpin mengecilkan pupil mata dan ini berlangsung tidak lama, sedangkan efek atropin
dalam membesarkan pupil mata berlangsung lama. Sehingga untuk digunakan pertama
pilokarpin karena nantinya tidak akan menggangu pengamatan terhadap efek atropin. Dan
sebaliknya jika atropin diberikan pertama, maka ikatan atropin yang kuat dengan reseptornya ini
akan susah dilepas pada saat diberikan pilokarpin. Dan ini akan menggangu pengamatan
terhadap efek pilokarpin.
M. J. Mycek dkk (1997) mengatakan bahwa atropin, Atropa belladonna, memiliki aktivitas kuat
terhadap reseptor muskarinik, dimana obat ini terikat secara kompetitif sehingga mencegah
asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik
baik di sentral maupun di saraf tepi. Keja obat ini secara umum berlangsung sekitar 4 jam
kecuali bila diteteskan ke dalam mata maka kerjanya akan berhari-hari. Kerja : Atropin menyekat
semua aktivitas kolinergik pada mata sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata
menjadi bereaksi terhadap cahaya dan sikloplegia (ketidakmapuan memfokus untuk penglihatan
dekat). Pada pasien dengan glaucoma , tekanan intaraokular akan meninggi dan membahayakan.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Pemberian pilokarpin secara tetes mata pada kelinci menghasilkan efek miosis (mengecilnya
diameter pupil mata) yang dapat dilihat secara visual dan diukur dengan alat bantu jangka
sorong.
Pemberian antropin secara tetes mata pada kelinci menghasilkan efek midriasis (membesarnya
diameter pupil mata) yang dapat dilihat secara visual dan diukur dengan alat bantu jangka
sorong.
Obat-obat yang tergolong dalam obat kolinergik dibagi dalam tiga golongan :
a. Asetilkolin ; asetilkolin, metakolin, karbakol, betanekol.
b. Asetilkolinesterase ; fisostigmin, prostigmin, diisopropil-flourofosfat (DFP), insektisida
golongan organofosfat.
c. Alkaloid tumbuhan ; muskarin, pilokarpin, asekolin.
7.2. Saran
Sebaiknya pengamatan dan pengukuran diameter mata kelinci dilakukan oleh praktikan yang
sama (satu praktikan) untuk menghindari perbedaan variasi pengamatan.
Sebaiknya pengukuran dilakukan dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi, dengan
mengusahakan jarak pengukuran yang hampir sama untuk setiap pengukuran sehingga respon
farmakologinya lebih mudah diamati.
DAFTAR PUSTAKA