PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Solok dan diharapkan agar dapat
menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bunuh diri atau suicide merupakan kematian yang diperbuat oleh sang
pelaku sendiri secara sengaja. Edwin Schneidman mendefinisikan bunuh diri
sebagai tindakan pembinasaan yang disadari dan ditimbulkan diri sendiri,
dipandang sebagai malaise multidimensional pada kebutuhan individual yang
menyebabkan suatu masalah dimana tindakan dirasakan sebagai pemecahan yang
terbaik. Bunuh diri bukan tindakan yang acak atau tidak bertujuan. Sebaliknya,
bunuh diri merupakan cara keluar dari masalah atau krisis yang hampir selalu
menyebabkan penderitaan yang kuat. Bunuh diri adalah berhubungan dengan
kebutuhan yang dihalangi atau tidak terpenuhi, perasaan keputusasaan, dan
ketidakberdayaan, konflik ambivalen antara keinginan hidup dan tekanan yang
tidak dapat ditanggung, menyempitnya pilihan yang dirasakan, dan kebutuhan
untuk meloloskan diri. Orang yang bunuh diri menunjukkan tanda tanda
penderitaan.1
2.2 Epidemiologi
Di Amerika terdapat sekitar 30.000 kematian akibat bunuh diri setiap
tahun. Hal ini kontras dengan kematian akibat pembunuhan sekitar 20.000
kematian tiap tahunnya. Walaupun terdapat perpindahan karakteristik populasi
dari kematian yang disebabkan oleh bunuh diri sejak abad lalu (seperti
meningkatnya remaja yang bunuh diri dan menurunnya bunuh diri pada usia
lanjut), angka terjadinya bunuh diri tetap konstan, dengan rata-rata sekitar
12.5/100.000 dari abad 20 dan 21. Secara keseluruhan angka terjadinya bunuh diri
relative stabil, walaupun angka terjadinya bunuh diri pada usia 15 hingga 24 tahun
meningkat dua hingga tiga kali. Bunuh diri menduduki peringkat ke 8 dari seluruh
kematian di Amerika Serikat, setelah penyakit jantung, kanker, penyakit
pembuluh darah otak, Chronic Obstructive Pulmonary Disease, kecelakaan,
pneumonia dan influenza, dan diabetes mellitus. Angka kejadian bunuh diri di
Amerika Serikat berada pada titik tengah angka bunuh diri dari negara industri
3
dan berkembang. Secara internasional, angka terjadinya bunuh diri dalam rentang
tinggi lebih daripada 25/100.000 orang di Scandinavia, Switzerland, Jerman,
Austria, Negara Eropa Timur (disebut lempeng bunuh diri), dan Jepang, rendah
lebih rendah dari 10/100.000 orang di Spanyol, Itali, Irlandia, Mesir, dan
Belanda.173 % dari bunuh diri terjadi di negara berkembang.3Pada Mental Atlas
2011, WHO, angka bunuh diri di Indonesia belum ada.4Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kematian akibat bunuh diri di Jakarta tahun 1997-1998
angka bunuh diri meningkat 34 bunuh diri dan pada tahun 2006, sekitar 100.000
orang bunuh diri. Angka bunuh diri di Gunung Kidul 4.48/100.000 pada tahun
2007, dengan jumlah populasi 720.465 orang dan kasus bunuh diri 32 kasus.
Menurut data dari polisi, divisi Operational Gunung Kidul Departemen RI
dilaporkan 2006-2010 sekitar 157 kasus bunuh diri, sebagian besar adalah wanita,
dan pada tahun 2011 dari Januari hingga Agustus ditemukan 18 kasus bunuh diri.3
2.3.2 Umur
Angka bunuh diri meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada
usia 50-an tahun. Pada pria, bunuh diri berpuncak pada usia 45 tahun dan pada
wanita berpuncak pada 55 tahun. Orang yang lebih tua lebih jarang melakukan
percobaan bunuh diri dibanding dengan orang yang lebih muda, tetapi lebih sering
berhasil untuk bunuh diri. Walaupun orang usia tua hanya 10% dari total populasi,
25% melakukan bunuh diri. Pada usia lebih dari 75 tahun atau lebih memiliki
angka bunuh diri lebih dari tiga kali dibandingkan dengan usia muda. Walaupun
begitu, angka bunuh diri pada usia muda terus meningkat terutama usia antara 15
tahun hingga 24 tahun. Peningkatan bunuh diri pada wanita lebih cenderung lebih
4
rendah dibandingkan pria. Bunuh diri merupakan penyebab kematian ketiga pada
usia antara 15 tahun hingga 24 tahun, setelah kecelakaan dan pembunuhan.
Sebagian besar bunuh diri sekarang ini terjadi pada usia antara 15 tahun hingga 44
tahun. Bunuh diri jarang pada usia pubertas.1
2.3.3 Ras
Dua dari tiga bunuh diri adalah pria berkulit putih. Pria dan wanita berkulit
putih memiliki angka bunuh diri tiga kali lebih tinggi dari pria dan wanita berkulit
putih. 1
2.3.4 Agama
Angka bunuh diri dari populasi Katolik Roman lebih rendah dibandingkan
dengan Protestan dan Yahudi.1
2.3.6 Okupasi
Orang dengan status sosial yang lebih tinggi, lebih tinggi pula risiko untuk
bunuh diri. Penurunan status sosial juga meningkatkan risiko bunuh diri.
Pekerjaan, secara umum, melindungi dari bunuh diri. Bunuh diri lebih tinggi pada
pengangguran dari pada orang yang memiliki pekerjaan. Dari tingkatan okupasi,
professional, terutama dokter memiliki risiko yang paling tinggi. Okupasi risiko
tinggi yang lain termasuk pengacara, dokter gigi, seniman, mekanik, agen
asuransi. Bunuh diri meningkat pada saat krisis ekonomi.1
5
2.3.6.1 Bunuh diri pada Profesi Kedokteran
Angka terjadinya bunuh diri pada dokter pria dan wanita di Amerika
Serikat meningkat, dengan wanita dengan risiko lebih tinggi. Data dari Inggris dan
Scandinavia menunjukan angka bunuh diri pada dokter pria dua atau tiga kali
lebih tinggi dibandingkan dengan pria pada populasi general dengan usia yang
sama. Dokter wanita juga memiliki risiko yang lebih tinggi bunuh diri dibanding
dengan wanita lain. Di Amerika Serikat, angka terjadinya bunuh diri pada dokter
wanita sekitar 41 dari 100.000, dibandingkan dengan wanita berkulit putih yaitu
12 dari 100.000 pada usia 25 tahun keatas. Di Indonesia belum ada data mengenai
angka bunuh diri pada profesi dokter. Pada beberapa studi dokter-dokter yang
bunuh diri memiliki gangguan mental, yang lebih sering gangguan depresi,
ketergantungan obat, atau keduanya. Baik dokter pria maupun wanita yang bunuh
diri secara signifikan lebih sering disebabkan oleh overdosis obat dan jarang
dengan tembak dibandingkan dengan populasi pada umumnya, dikarenakan
pengetahuan akan obat dan dosis toksisitas. Dari dokter-dokter, psikiatri
merupakan risiko terbesar untuk bunuh diri, diikuti dokter mata dan dokter
anestesi. Walau begitu, semua spesialistik memiliki risiko untuk bunuh diri.1
2.3.7 Iklim
Tidak ada korelasi yang signifikan iklim dengan bunuh diri. Bunuh diri
lebih sering pada musim semi dan gugur, tetapi tidak pada bulan Desember dan
periode libur.1
6
masalah hubungan dengan pasangan dan kehilangan pekerjaan merupakan faktor
prognosis. Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan depresi, yang menyebabkan
bunuh diri pada beberapa kasus. Obat-obatan tersebut, yaitu reserpine,
kortikosteroid, anti hipertensi, dan beberapa anti kanker. Penyakit yang
berasosiasi dengan alkohol, seperti sirosis, berasosiasi dengan angka bunuh diri
yang tinggi.1
7
tersebut relaps. Kelompok utama risiko bunuh diri yaitu pasien dengan gangguan
depresi, skizophrenia, dan penyalahgunaan obat, dan pasien yang berulang-ulang
mengunjungi unit gawat darurat. Pasien dengan gangguan panik yang sering ke
UGD, juga meningkatkan risiko bunuh diri.1
8
melakukan bunuh diri. Hal tersebut terjadi karena pengobatan yang tidak
mencapai dosis teraputik.1
2.3.10.2 Skizophrenia
Risiko bunuh diri tinggi pada pasien dengan skizophrenia. Hingga 10%
pasien meninggal akibat bunuh diri. Di Amerika Serikat, diestimasikan 4000
pasien dengan skizophrenia bunuh diri tiap tahunnya. Onset skizophrenia tipikal
terjadi pada remaja atau dewasa muda, dam sebagian besar pasien bunuh diri pada
awal tahun pertama, pasien yang bunuh diri terutama pasien usia muda. Faktor
risiko bunuh diri pada pasien skizophrenia yaitu usia muda, pria, status belum
menikah, tidak punya pekerjaan, antisosial, tinggal sendiri, sebelumnya
melakukan percobaan bunuh diri, terdapat gejala depresif, dan baru keluar dari
rumah sakit. Setelah mereka keluar dari rumah sakit, mereka mungkin mengalami
kesulitan, seperti diasingkan, perasaan pasrah dan tidak ada harapan, yang dapat
mencapai kondisi depresi, hingga menimbulkan ide untuk bunuh diri. Hanya
persentasi kecil bunuh diri dari instruksi halusinasi atau waham presekutor.
Hingga 50% bunuh diri pada pasien dengan skizophrenia terjadi ketika awal
minggu dan bulan setelah keluar rumah sakit, hanya minoritas yang bunuh diri
saat dirawat.1
9
hingga dua per tiga didiagnosa memiliki gejala gangguan moodketika periode
mereka melakukan bunuh diri. Sebanyak 50% dari semua korban bunuh diri dari
ketergantungan alkohol mengalami putus hubungan dengan pasangan. Kehilangan
interpersonal dan tidak memiliki hasrat untuk hidup kemungkinan yang membawa
seseorang menjadi ketergantungan alkohol dan berkonstribusi untuk
berkembangnya menjadi gangguan mood, yang sering terjadi seminggu hingga
sebulan sebelum bunuh diri.1
10
Gambar 1. Diagram Venn merangkum data bunuh diri dan relasinya dengan
gangguan mood dan percobaan bunuh diri. (Courtesy of Alec Roy, M.D.)
11
Gambar 2. Persentase penyebab bunuh diri akibat gangguan mental.4
2.3.11 Percobaan Bunuh Diri Sebelumnya
Percobaan bunuh diri merupakan indicator terbaik, dimana risiko bunuh
diri pasien meningkat. Studi menunjukan sekitar 40% pasien depresi yang
melakukan bunuh diri telah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya.Risiko
untuk percobaan bunuh diri kedua paling sering terjadi dalam waktu 3 bulan
setelah pecobaan pertama. Depresi berasosiasi dengan bunuh diri komplit dan
percobaan bunuh diri. Gejala klinis paling sering berasosiasi dengan intensi untuk
mati merupakan diagnosis dari gangguan depresif. Pasien yang memiliki intensi
bunuh diri yang besar lebih sering pada pria, lebih tua, tidak memiliki pasangan
atau berpisah, dan tinggal sendiri.1
2.4 Etiologi
2.4.1 Faktor Sosiologik
2.4.1.1 Teori Durkheim
Konstribusi utama pertama yang mempelajari pengaruh sosial dan kultural
pada bunuh diri pada abad 19 oleh ahli sosiologi dari Perancis Emile Durkheim.
Pada percobaan untuk menjelaskan pola sosial, Durkheim membagi bunuh diri
12
menjadi 3 kategori sosial: egoistik, altruistik, dan anomik. Bunuh diri egoistik
pada mereka yang tidak kuat berintegrasi dalam kelompok sosial. Integrasi
keluarga yang kurang menjelaskan mengapa orang yang tidak menikah lebih
memungkinkan untuk melakukan bunuh diri dibandingkan yang sudah menikah
dengan memiliki anak yang merupakan kelompok yang terlindungi dari
kemungkinan bunuh diri. Komunitas desa memiliki sosial integrasi yang lebih
dibandingkan dengan daerah perkotaan. Protestan merupakan agama yang kurang
kohesif dibandingkan dengan Katolik Roman, sehingga lebih banyak yang
melakukan bunuh diri. Bunuh diri altruistik pada mereka yang rentanmelakukan
bunuh diri dari integrasi yang melampaui batas dalam sebuah grup, dengan bunuh
diri menjadi hasul dari integrasi, seperti contohnya pada prajurit Jepang yang
mengorbankan hidupnya pada perang. Bunuh diri anomik pada mereka yang
integrasi pada masyarakat terganggu sehingga mereka tidak dapat mengikuti
kebiasaan adat. Anomik menjelaskan mengapa terjadinya perubahan drastic pada
kondisi ekonomi yang membuat orang lebih rentan dibandingkan bila memiliki
keberuntungan. Anomik juga disebut instabilitas pada sosial dan kehancuran
sosial dari norma-norma.1
13
terhadap orang lain, yang dibalikkan. Dia mendeskripsikan insting kematian
terhadap diri sendiri (konsep kematian Freud) ditambah dengan 3 komponen
permusuhan pada bunuh diri: keinginan untuk membunuh, keinginan untuk
dibunuh, dan keingnan untuk mati. 1
14
terjadinya perubahan presinaptik dan post sinaptik tempat pengikatan serotonin.
Studi dari cerebrospinal fluid(CSF), neurokimia, dan reseptor mendukung
hipotesis berkurangnya serotonin pusat yang berasosiasi dengan bunuh diri.1
2.5 Prediksi
Klinisi harus dapat mengassess risiko bunuh diri pasien dengan cara
pemeriksaan klinis. Alat prediksi yang berasosiasi dengan risiko bunuh diri pada
tabel 1. Bunuh diri yang dikelompokan menjadi risiko rendah dan tinggi pada
tabel 2. Risiko tinggi memiliki karakteristik yaitu lebih dari 45 tahun, laki-laki,
ketergantungan alkohol, kebiasaan kasar, percobaan bunuh diri sebelumnya, dan
hospitalisasi psikiatri sebelumnya. Penting untuk menanyakan tentang perasaan
dan tindakan untuk bunuh diri. Menanyakan ide bunuh diri pada pasien dengan
depresi tidak akan menanamkan benih bunuh diri pada mereka. 5 % menyatakan
15
secara terbuka bahwa mereka ingin mati. 1Terdapat tanda-tanda penting yang
perlu diperhatikan yang mungkin dapat memprediksi bunuh diri pada tabel 3.
16
Psikosis Neurosis
Gangguan personalitas yang Personalitas normal
berat
Penyalahgunaan zat Peminum alkohol
Tidak ada harapan hidup Optimis
Aktivitas bunuh diri
Ide bunuh diri Sering, intens, lama Tidak sering, intensitas rendah,
sementara
Percobaan bunuh diri Percobaan berkali-kali Percobaan pertama
Berencana Impulsif
Penyelamatan tidak mungkin Penyelamatan tidak
terhindarkan
Ketidakraguan untuk mati Memiliki keinginan untuk
berubah
Komunikasi diinternalisasikan Komunikasi dieksternalisasikan
(Menyalahkan diri sendiri) (Kemarahan)
Metode mematikan dan Metode dengan letalitas rendah
tersedia dan tidak mudah didapat
Sarana
Pribadi Pencapaian buruk Pencapaian baik
Tilikan buruk Penuh tilikan
Afek tidak ada atau Afek tersedia dan
terkendali buruk terkendali dengan
semestinya
Sosial Rapport buruk Rapport baik
Terisolasi social Terintegrasi secara sosial
Keluarga tidak responsive Keluarga memperhatikan
Tabel 3 Tanda-tanda penting yang perlu diperhatikan pada pasien yang mungkin
dapat memprediksi bunuh diri6,7,8
Tanda-tanda penting yang berisiko tinggi:
Mengancam untuk menyakiti atau membunuh diri sendiri
Berbicara atau menulis tentang kematian atau bunuh diri
Terlihat cara mereka untuk bunuh diri, seperti membeli dan menyimpan tablet obat.
Tanda-tanda yang lain:
17
Terlihat depresi atau sedih setiap waktu
Menarik diri dari keluarga dan teman
Merasa tidak ada harapan hidup
Merasa tidak ada orang mau membantu dia
Merasa marah atau mengamuk
Merasa terjebak pada situasi yang tidak dapat terelakan
Mengalami perubahan mood yang dramatis
Penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol
Perubahan kepribadian
Bertindak impulsif
Kehilangan minat pada hampir semua aktivitas
Mengalami perubahan kebiasaan tidur
Mengalami perubahan kebiasaan makan
Melakukan pekerjaan atau aktivitas sekolah kurang baik
Menulis surat wasiat
Merasa bersalah atau malu yang lebih
Bertindak gegabah
Memberikan barang kepunyaan yang penting
Mendadak menjadi lebih tenang atau lebih senang
2.6 Tatalaksana
Sebagian besar bunuh diri yang dilakukan oleh pasien psikiatri dapat
dihindari, karena bukti mengindikasi assesmen atau pengobatan yang kurang
sering berasosiasi dengan bunuh diri. Beberapa pasien mengalami penderitaan
yang berat dan intens, atau sangat kronis dan tidak berespon terhadap pengobatan,
sehingga bunuh diri tidak dapat dihindarkan. Walau begitu, pasien seperti itu
jarang. Pasien yang memiliki gangguan personalitas yang berat, dapat sangat
impulsive dan bunuh diri secara spontan, sering ketika mengalami disforia atau
intoksikasi atau keduanya. Evaluasi dari potensial bunuh diri memerlukan
pencarian riwayat psikiatri yang lengkap; melalui pemeriksaan status mental
pasien dan menanyakan tentang gejala depresi, ide, keinginan, rencana, dan
percobaan bunuh diri. Tidak adanya harapan, kehilangan keyakinan, dan
pengalaman kehilangan dapat meningkatkan risiko bunuh diri. Keputusan untuk
merawat pasien tergantung dari diagnosis, beratnya depresi dan ide bunuh diri,
18
kemampuan menerima keadaan pada pasien dan keluarga, situasi kehidupan,
adanya support sosial, dan adanya atau tidak faktor risiko bunuh diri.
Rawat inap pasien dengan ide bunuh diri merupakan keputusan klinis
paling penting yang perlu dibuat. Tidak semua pasien perlu rawat inap; beberapa
dapat dirawat dengan rawat jalan. Walau begitu dengan tidak adanya sistem
support sosial yang kuat, dengan adanya riwayat perilaku impulsif dan rencana
bunuh diri merupakan indikasi rawat inap. Adapun indikasi dan skor bunuh diri
untuk menentukan apakah pasien akan dirawat inap atau tidak:
Indikasi rawat inap pasien percobaan bunuh diri:
Pasien psikotik
Pasien masih memikirkan untuk bunuh diri
Pasien pernah mencoba tindakan bunuh diri
Keinginan bunuh diri masih berulang
Relasi dengan support system buruk
Tindakan kekerasan
Skor 0: Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang
Skor 1: Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunuh diri.
Skor 2: Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh
diri.
Skor 3: Mengancam bunuh diri, misalnya Tinggalkan saya sendiri atau
saya bunuh diri.
Skor 4: Aktif mencoba bunuh diri.
Untuk menentukan untuk rawat jalan, klinisi harus menanyakan pasien yang
berencana bunuh diri untuk setuju menghubungi klinisi ketika mereka merasa sulit
untuk mengontrol impuls bunuh diri. Pasien yang setuju hal tersebut, perlu
diyakinkan bahwa mereka dapat mengontrol impuls tersebut dan dapat mencari
pertolongan. Sebagai ganti dari komitmen yang telah dibuat pasien, klinisi perlu
menyediakan waktu 24 jam untuk pasien. Pasien yang tidak dapat membuat
komitmen merupakan indikasi untuk dirawat. Jika pasien direncanakan rawat
jalan, klinisi perlu mencatat alamat rumah dan nomor telepon yang dapat
19
dihubungi untuk kebutuhan emergensi. Jika pasien menolak untuk dirawat
keluarga harus bertanggung jawab terhadap pasien selama 24 jam sehari.
Berdasarkan ES Shneidman, klinisi memiliki beberapa pencegahan untuk
berhadapan pada pasien dengan ide bunuh diri: mengurangi sakit psikologis
dengan mengatur lingkungan pasien yang memiliki banyak stress, meminta
bantuan saudara, pembantu, atau teman untuk turut memantau pasien, dan
menawarkan alternatif untuk tidak bunuh diri. Pasien dengan percobaan bunuh
diri perlu dirawat. Di rumah sakit pasien, perlu mendapatkan terapi sesuai kondiri
pasien; depresi dengan antidepresi dan psikosis dengan antipsikosis. Diperlukan
juga psikoterapi individual, grup, dan keluarga jika tersedia dan pasien perlu
mendapatkan support sosial dan rasa dilindungi. Terapi perlu disesuaikan kembali
dengan kondisi yang ada, misal pada ketergantungan alkohol berasosiasi dengan
problem yang dimiliki pasien, terapi perlu disesuaikan untuk meredakan kondisi
tersebut. Walaupun pasien dengan ide bunuh diri yang akut memiliki prognosis
yang baik, tetapi pasien yang kronis sulit untuk diterapi, dan mereka membuat
orang yang merawat lelah. Observasi ketat juga tidak dapat mencegah bunuh diri.
ECT mungkin diperlukan pada pasien dengan depresi yang berat yang
memerlukan beberapa modalitas terapi.
Pada awal, perawatan perlu dicari objek-objek yang dapat digunakan oleh
pasien untuk bunuh diri dan hal ini perlu dilakukan berulang-ulang untuk
memastikan, terutama saat terjadi eksaserbasi ide bunuh diri. Secara ideal, pasien
rawat inap dengan depresi perlu dirawat pada kamar yang terkunci dimana jendela
juga terkunci, dan terletak dekat dengan tempat jaga perawat untuk
memaksimalkan observasi. Suportif psikoterapi oleh psikiatri perlu dilakukan
untuk meredakan penderitaan pasien. Beberapa pasien dapat menerima ide yang
mereka derita untuk mengetahui sakitnya, dan mereka dapat membaik sempurna.
Pasien yang pulih dari depresi bunuh diri memiliki risiko untuk bunuh diri dimana
depresi telah hilang, pasien merasa menjadi lebih energik dan mereka dapat
menjalankan rencara mereka menjadi tindakan.
Komplikasi lebih jauh yaitu efek dari obat serotonergik, seperti fluoxetin,
dimana merupakan anti depresan yang efektif, terutama pada pasien depresi
dengan bunuh diri. Agen tersebut dapat meningkatkan psikomotor withdrawal,
20
yang membuat pasien bertindak sesuai dengan impuls bunuh diri yang
sebelumnya ada karena mereka memilki energi yang lebih dari sebelumnya.
Terkadang pasien dengan depresi dengan atau tanpa terapi tiba-tiba tampak
menjadi damai dengan diri mereka karena mereka memiliki rencana rahasia untuk
bunuh diri. Klinisi harus curiga pada pasien yang memiliki perubahan klinis yang
dramatis yang menandakan akan dilakukannya bunuh diri. Walaupun jarang,
beberapa pasien berbohong kepada psikiatri tentang keinginan untuk bunuh diri,
maka dari itu perlu assessment lebih hati-hati terutama pada pasien depresi.1
Terdapat terapi farmakologi yang dapat diberikan untuk mencegah
terjadinya bunuh diri. Bila pasien datang dengan perilaku agresif dapat diberikan
antipsikosis potensi tinggi dosis rendah seperti haloperidol (5-10 mg), antipsikotik
atipikal, seperti risperidone dan olanzapine (2,5-10 mg), atau injeksi
benzodiazepine, seperti lorazepam (2-4 mg) dan diazepam (5-10 mg). Kombinasi
antipsikosis dan benzodiazepine kadang sangat efektif. Bila dalam waktu 20-30
menit pasien tetap gelisah, ulangi dosis yang sama. Sebaiknya digunakan preparat
yang memiliki efek sedasi agar gejala psikis tidak tersamarkan dan dapat segera
dilakukan evaluasi diagnosis. Hindari pemberian antipsikosis bila pasien memiliki
resiko kejang, seperti pada penderita epilepsi. Sebelum pemberian antipsikosis,
diberikan terlebih dahulu antikonvulsan, seperti karbamazepin.
Untuk pasien yang sedang mengalami krisis karena baru ditinggal mati
atau baru mengalami suatu kejadian dengan jangka waktu tak lama, biasanya akan
berfungsi kembali setelah memberian tranquilizer ringan, seperti benzodiazepine,
seperti lorazepam 3 x 1 mg per hari selama 2 minggu. Pemberian benzodiazepine,
jangan diresepkan dalam jumlah banyak, diberikan sedikit-sedikit dahulu dan
pasien harus kontrol beberapa hari kemudian. Terapi definitif pasien yang
memiliki kecenderungan bunuh diri yaitu dengan antidepresan. Anti depresan
perlu diberikan pada pasien tetapi biasanya tidak di UGD. Bila diberikan
antidepresan di UGD,perlu dipastikan kepada pasien untuk kontrol keesokan
harinya.
21
BAB III
LAPORAN KASUS
22
3.2. Riwayat Psikiatri
1. Status Psikiatri
Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2017
Alloanamnesa dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2017 di bangsal jiwa
RSUD Solok
2. Keluhan Utama:
Pasien melakukan percobaan bunuh diri dengan menyayat leher bagian
tengah dengan pisau kurang lebih 30 menit SMRS.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dari IGD RSUD Solok pada tanggal 14 agustus 2017.
Pasien melakukan percobaan bunuh diri dengan menyayat leher bagian tengah
dengan pisau kurang lebih 30 menit SMRS, tampak luka robek di leher bagian
tengah. Pasien melakukan percobaan bunuh diri tersebut dengan menggunakan
pisau yang ada di lemari, pisau berukuran besar yang biasanya digunakan untuk
memotong sapi. Pasien mengeluhkan rasa ingin mati kurang lebih satu minggu
yang ini, pasien merasa putus asa dengan penyakit pada kaki yang tak kunjung
sembuh sehingga tak mampu untuk berjalan. Kurang lebih selama 6 tahun pasien
tidak bisa berjalan akibat syaraf terjepit. Pasien berobat rutin ke poli neurologi dan
melakukan fisioterapi, namun pasien tetap tidak mampu berjalan.Pasien pernah
meminta suntik mati dengan dokter, karena merasa sudah sangat putus asa.Pasien
dulunya pernah di rawat di RSJ HB Saanin dan pernah putus obat.Pasien
jugaberobat ke dukun, setelah itu keadaannya menjadi sehat bisa jalan pakai
tongkat 4.Namun, tidak lama kemudian pasien kembali tidak bisa berjalan lagi.
Pasien mudah marah, mengatakan mendapat wahyu dari Allah SWT, dan dia di
janjikan akan masuk surga. Pasien mendengar suara bisikan dan melihat kucing,
tikus, kepala orang tapi keluarga tidak ada yang mendengarnya dan tidak
melihatnya.
23
Pasien pernah dirawat sebelumnya sekitar 30 tahun yang lalu di RSJ
HB Saanin, pasien dirawat karena mengalami depresi akibat tidak lulus
SPG ( sekolah pendidikan guru).
Pada tanggal 12 mei 2017 pasien pernah di rawat di RSJ HB Saanin,
saat itu pasien mengatakan dia mendapat wahyu dan di jamin masuk surga.
Pasien juga mendengar suara bisikan dan melihat orang tapi keluarga tidak
mendengar dan melihatnya.
Riwayat Gangguan Medik :
Pada tanggal 16 juli 2017 pasien di rawat sebelumnya di Neurologi
karena keluhan kakinya tersebut, dokter mengataka bahwa ada syaraf yang
terjepit.
Pasien pernah di rawat sebelumnya sekitar tahun 1982 di RS Cirebon,
karena jatuh dari motor, koma selama 8 hari 8 malam.
Penggunakan Zat Psikoaktif dan Alkohol
Pasien tidak ada menggunakan zat psikoaktif dan alkohol.
24
Saat pasien lulus SMA pasien ingin melanjutkan ke SPG tetapi pasien
tidak lulus,pasien sempat depresi atas kejadian tersebut.
Riwayat Pendidikan
S1 : Pasien Tamatan S1
Riwayat Pekerjaan
Ibu rumah tangga
Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah dua kali
Aktivitas Sosial
Aktivitas sosial pasien awalnya berjalan lancar, namun sejak keadaan
kakinya yang tidak mampu untuk berjalan, pasien sering menyendiri dan
tidak banyak bicara.
Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam
masalah hukum
Riwayat Psikoseksual
Tidak ada kelainan, pasien menyukai lawan jenis
Riwayat Keluarga
Dalam keluarga, tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki
gangguan kejiwaan serta memiliki penyakit yang serupa dengan
pasien.Pasien merupakan anak pertama dari empat bersaudara.Pasien
memiliki satu anak laki-laki.Hubungan dengan saudara-saudara pasien
cukup baik.
GENOGRAM
25
Keterangan:
Perempuan
Pasien
Laki-laki
26
Volume : Kecil
Artikulasi : Kurang jelas
4. Gangguan Persepsi
Derealisasi : Tidak dapat dinilai
Depersonalisasi : Tidak dapat dinilai
Ilusi : Tidak dapat dinilai
Halusinasi : visual ( pasien melihat kucing, tikus, kepala orang)
dan auditorik (pasien mendengar orang berbisik-bisik)
5. Pikiran
Proses pikir : Koheren
Isi pikiran : Waham Kebesaran ( pasien mengatakan mendapat
wahyu dan pasien akan masuk surge)
6. Fungsi Intektual
Kesadaran : Composmentis Cooperative
Orientasi :- Waktu : terganggu
- Tempat : Baik
- Orang : Baik
Daya ingat :
- Jangka Panjang : Baik ( pasien mengingat tahun lahirnya)
- Jangka sedang : Baik ( pasien dapat mengingat kejadian yang hari
sebelumnya)
- Jangka pendek : Baik ( pasien bisa mengingat apa sarapan tadi
pagi)
- Segera :Baik (pasien bisa mengingat 3 nama benda yang
disebut pemeriksa)
Konsentrasi dan perhatian : Tidak mudah dialihkan
Kemampuan membaca dan menulis : Tidak terganggu
Pikiran abstrak : Tidak terganggu
Intelegasi dan kemampuan informasi : Tidak terganggu
Kemampuan pengendalian impuls : Tidak terganggu, pasien
tidak mengamuk atau menangis saat wawancara
27
7. Daya Nilai dan Tilikan
Daya nilai sosial : Tidak terganggu
Daya nilai realita : Terganggu
Tilikan : Derajat 4, menyadari dirinya sakit dan
butuh bantuan namun tidak memahami penyebab sakitnya.
8. Taraf dapat di percaya
Kemampuan pasien dapat dipercaya cukup baik dengan jujur
mengenai peristiwa yang terjadi.
28
c. Chaddok : (-)
d. Scheffer : (-)
e. Hofman : (-)
- Tanda efek Ekstrapiramidal
a. Tremor :Tidak ada
b. Akatisia :Tidak ada
c. Bradikinesia :Tidak ada
d. Cara berjalan : Tidak bisa dinilai
e. Keseimbangan :Normal
f. Rigiditas :Tidak ada
c. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 11,2 g/dl
Ht : 33,9 %
Leukosit : 8320 mm3
Trombosit : 310.000 mm3
3.6. Prognosis
Quo ad vitam :Bonam
Quo ad fungsionam : Malam
Quo ad sanation :Dubia
29
3.7. Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Risperidon 2x1,5 mg
- Trihexipenidil 2x2mg
- Clozapin 1x100 mg
- Nopress : 1x20 mg (pagi)
- Cefixime 2x100 mg
Psikoterapi :
Support terhadap pasien dan keluarga, meminta pasien berbicara atau
berbagi dengan orang terdekatnya apabila merasa sedih, banyak pikiran, dan
jangan mudah putus asa atas penyakit yang di deritanya.Memberikan nasihat
kepada pasien untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, agar pasien
senantiasa terbuka pikirannya sehingga dapat menghilangkan keinginanya untuk
bunuh diri.Keluarga diminta untuk mendampingi dan menjaga pasien agar tidak
melakukan percoban bunuh diri lagi.
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang dari IGD RSUD Solok pada tanggal 14 agustus 2017. Pasien
melakukan percobaan bunuh diri dengan menyayat leher bagian tengah dengan
pisau kurang lebih 30 menit SMRS, tampak luka robek di leher bagian tengah.
Pasien melakukan percobaan bunuh diri karena merasa putus asa tidak bisa
berjalan kurang lebih selama 6 tahun akibat syaraf terjepit.Pasien sebelumnya
pernah di rawat di RSJ HB Saanin dan juga pernah putus obat.Selain itu, pasien
pernah berobat ke dukun, setelah itu keadaannya menjadi sehat bisa jalan pakai
tongkat 4.Namun, tidak lama kemudian pasien kembali tidak bisa berjalan lagi.
Pasien mudah marah, mengatakan mendapat wahyu dari Allah SWT, dan dia di
janjikan akan masuk surga. Pasien juga mendengar suara bisikan dan melihat
30
kucing, tikus, kepala orang tapi keluarga tidak ada yang mendengarnya dan tidak
melihatnya.
Berdasarkan PPDGJ-III, gejala klinis yang ditemukan pada pasien ini
mengarah kegangguan depresi berat dengan psikotik + tentamen suicide,
dikarenakan terdapat gejala depresi berat yaitu depresi, kehilangan energi,
kehilangan minat, merasa putus asa dan ada ide bunuh diri. Dikatakan dengan ciri
psikotik karena adanya waham kebesaran dan halusinasi auditorik visual serta
auditorik.. Axis II belum ada diagnosa, dan Axis IIIParaplegi inferior LMN type
e.c. susp. HNP lumbal, Axis IVpasien merasa putus asa tidak bisa berjalan
kurang lebih selama 6 tahun, dan Axis V GAF 20-11, bahaya mencederai diri/
orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri
BAB III
KESIMPULAN
Bunuh diri atau suicide adalah tindakan yang bertujuan membunuh diri
sendiri. Hal ini merupakan emergensi pada bidang psikiatri. Setiap tahunnya di
Amerika angka bunuh diri terus meningkat. Indonesia belu memiliki data
epidemiologi bunuh diri. Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya bunuh
diri yaitu laki-laki, usia muda atau tua, berkulit putih, status perkawinan,
pekerjaan, kesehatan fisik, kesehatan psikiatri, dan adanya riwayat percobaan
bunuh diri sebelumnya. Seseorang dapat melakukan bunuh diri dimana terdapat
beberapa faktor yang berperan meliputi faktor sosiologik, psikologikal, biologik,
dan genetik. Bunuh diri dapat diprevensi bila mana klinisi dapat melakukan
pendekatan kepada pasien dengan mengali faktor risiko yang ada. Terapi pada
31
pasien dengan ide, rencana, dan percobaan bunuh diri perlu adanya beberapa
modalitas terapi dan support dari lingkungan pasien. Terapi meliputi farmakologi
yang sesuai dengan penyakit atau gangguan mental yang diderita pasien dan juga
psikoterapi. Selain itu, dukungan dari keluarga, teman, klinisi, dan motivasi dari
pasien sendiri yang dapat menunjang pulihnya pasien.
DAFTAR PUSTAKA
32
Department of Mental Health and Substance Dependence, World Health
Organization, Geneva, Switzerland.
6. C. Kevin. Suicide Warning Signs. Available from: www.suicide.org/suicide-
warning-signs.html
7. SAVE. Sign and Warning Sign of Suicide. Available from:
www.save.org/index.cfm?fuseaction
=home.viewpage&page_id=705f4071-99a7-f3f5-e2a64a5a8beaadd8
8. NHS. Warning signs Suicide. Available from:
www.nhs.uk/Conditions/Suicide/Pages/warning-signs.aspx
33