Anda di halaman 1dari 41

Case Report Session

PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh :

SITI SARAH S

1310070100061

Preseptor :

dr.Dody Faisal, Sp.OG

SMF / BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

RSUD SOLOK

2017

1
Kata Pengantar

Dengan mengucapakan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah ini setelah dievaluasi oleh pembimbing tepat pada waktunya.
Shalawat beserta salam juga kami tuturkan kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah menuju
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan bagi umat yang bertaqwa kepada-Nya.
Case Report yang berjudul Preeklampsia Berat ini dibuat sebagai wadah
untuk menambah wawasan mengenai Penyakit Pre Eklamsia Berat serta
penatalaksanaan terhadap gejala yang ditimbulkannya.Penulis amat sadar karena
keterbatasan yang kami miliki saat menulis makalah ini.
Penulis berterimakasih sekali kepada pembimbing terbaik kami Bapak dr.
Dody Faisal, Sp.OG yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk simpatik,
telaten, sabar dan penuh bijaksana sehingga case report ini menjadi baik dan terarah
dalam pengerjaannya.
Kami sangat menyadari makalah ini pasti tidak luput dari kesalahan-
kesalahan, baik dalam bahasa maupun tataletak. Pada kesempatan ini kami sebagai
penulis memohon maaf kepada para pembaca. Masukan, kritik dan saran akan kami
jadikan cambuk supaya kami dapat menyusun makalah ilmiah yang lebih baik lagi.
Insya Allah.

Solok, 26 Mei 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN KULIT
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1. Latar belakang ...................................................................................................1
1.2. Tujuan penulisan ...............................................................................................2
1.3. Metode penulisan ..............................................................................................2
BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN .................................................................3
2.1. Defenisi .................................................................................................3
2.2. Epidemiologi ........................................................................................4
2.3. Klasifikasi ............................................................................................5
2.4. Faktor Predisposisi ................................................................................5
2.5. Etiologi ..................................................................................................7
2.6. Patofisiologi .........................................................................................7
2.7. Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia ..............................11
2.8. Kriteria Diagnosis ...............................................................................14
2.9. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 15
2.10. Penatalaksanaan ............................................................................... 16
2.11. Komplikasi ...................................................................................... 22
2.12. Prognosis ......................................................................................... 24

BAB III. LAPORAN KASUS................................................................................25


BAB IV. DISKUSI DAN PEMBAHASAN KASUS ............................................36
BAB V. KESIMPULAN... .................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan
dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi
di Negara berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan
persalinan di Negara maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh
lebih rendah dibandingkan di Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan
meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.1
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi
dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus
preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara
maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di
Negara berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia
sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Kecenderungan yang ada dalam
dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap
insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurun
sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik.
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ,
seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Dampak jangka
panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia,
seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan prematur atau mengalami
pertumbuhan janin terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya angka
morbiditas dan mortalitas perinatal. Penyakit hipertensi dalam kehamilan
merupakan penyebab tersering kedua morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi
dengan berat badan lahir rendah atau mengalami pertumbuhan janin terhambat juga
memiliki risiko penyakit metabolik pada saat dewasa. Penanganan preeklampsia
dan kualitasnya di Indonesia masih beragam di antara praktisi dan rumah sakit. Hal

4
ini disebabkan bukan hanya karena belum ada teori yang mampu menjelaskan
patogenesis penyakit ini secara jelas, namun juga akibat kurangnya kesiapan sarana
dan prasarana di daerah. Selain masalah kedokteran, preeklampsia juga
menimbulkan masalah ekonomi, karena biaya yang dikeluarkan untuk kasus ini
cukup tinggi. Dari analisis yang dilakukan di Amerika memperkirakan biaya yang
dikeluarkan mencapai 3 milyar dollar Amerika pertahun untuk morbiditas maternal,
sedangkan untuk morbiditas neonatal mencapai 4 milyar dollar Amerika per tahun.
Biaya ini akan bertambah apabila turut menghitung beban akibat dampak jangka
panjang preeklampsia.2

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Solok dan diharapkan agar dapat menambah
pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan penulisan dari case report session ini adalah untuk mengetahui
defenisi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan
diskusi mengenai kasus ekstraksi forcep pada pasien preeklampsia berat.

1.3 Metode Penulisan


Case report session ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Di Indonesia preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu


penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena
itu diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia,
serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian
ibu (AKI) dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan
hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan;
pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia
sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di
samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.

2.1 Definisi

Preeklampsia adalah gangguan menyeluruh mengenai malfungsi endotel


vaskular dan vasospasme yang terjadi pada minggu ke 20 kehamilan dan dapat pula
terjadi sampai minggu ke 4-6 postpartum. Secara klinis didefinisikan sebagai
hipertensi dan proteinuria dengan maupun tidak disertai edema patologis.
Preeklampsia merupakan bagian dari hipertensi yang merupakan penyulit dari
kehamilan. Ini meliputi hipertensi kronis, preeklampsia superimposed dengan
hipertensi kronik, hipertensi gestasional, preeklampsia dan eklampsia.

Kriteria diagnosis dari preklampsia terfokus pada pengukuran dari tekanan


darah yang meninggi dan proteinuria yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan.
Hal ini harus dibedakan dengan hipertensi gestasional yang dimana lebih sering dan
selalu muncul dengan gejala yang sama dengan preeklampsia , yang termasuk
didalamnya nyeri epigastrik atau trombositopenia, tapi tidak ditandai dengan
proteinuria. Sebagai tambahan pasien dengan gambaran awal hipertensi kronik
memberi gambaran yang tumpang tindih dengan preeklampsia yang muncul
sebagai proteinuria onset baru setelah minggu ke 20 kehamilan.

6
Hasil konsensus mengenai kesepakatan sangat bervariasi pada setiap negara
dan organisasi internasional mengenai ukuran yang dapat mendeskripsikan
gangguan ini, namun terdapat batas yang masih wajar mengenai normotensi pada
minggu ke 20 adalah tekanan sistolik tidak melebihi 140mmHg dan tekanan
diastolik yang tidak lebih 90 mmHg dalam 2 kali pengukuran selama 4-6 jam.
Preeklampsia pada pasien yang menderita hipertensi esensial terdiagnosis jika
tekanan darah sistolik meningkat 30 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 15
mmHg.

Proteinuria yaitu bila terdapat protein dalam urin dengan kadar 300mg
dalam 24 jam atau 1 gram/liter dalam dua kali pengambilan urine selang 6 jam
secara acak atau dengan pemeriksaan kualitatif 2+ pada pengambilan urine secara
acak.

Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk menegakkan
preeklampsia, oleh karena edema pada wajah dan tangan biasa dijumpai pada
wanita hamil. Edema pada preeklampsia adalah patologis, timbul pada wajah dan
tangan yang sering kali menetap.

2.2. Epidemiologi

Mortalitas dan Morbiditas

Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang menyebabkan


kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli. Preeklampsia
merupakan penyebab pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran hidup.

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak


factor yang mempengaruhinya, jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia
sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa
kejadian preeklamsi sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000
kelahiran. Pada primigravida muda frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Dari kasus ini
terutana dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes

7
mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35
tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia.

Morbiditas dan mortalitas terkait dengan disfungsi dari endothelial sistemik,


vasospasme, dan thrombosis pembuluh darah kecil yang akan mengakibatkan
iskemi jaringan dan organ. Wanita ras Afrika-Amerika memiliki mortalitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita ras kulit putih. Secara umur
mortalitas dan morbiditas semakin meningkat pada wanita hamil dengan umur
muda (<20 tahun) dan wanita hamil dengan umur > 35 tahun.

2.3. Klasifikasi

Klasifikasi Preeklampsia :

a) Preeklampsia Ringan
TD 140/90 mmHg, proteinuria 300 mg/24 jam atau>1+
b) Preeklampsia Berat
HDK yang ditandai dengan hipertensi (TD160/110 mmHg) dan
proteinuria >5g/24jam (uji celup urin +1) atau tanpa proteinuria tetapi
terdapat hipertensi yang baru muncul disertai salah satu tanda berikut :
trombositopenia, insufisiensi renal, gangguan fungsi hati, edema paru,
keluhan serebral atau visual

2.4. Faktor Predisposisi

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila


mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut

1. Primigravida
Primigravida diartikan sebagai wanita yang hamil untuk pertama
kalinya. Preeklampsia tidak jarang dikatakan sebagai penyakit primagravida
karena memang lebih banyak terjadi pada primigravida daripada
multigravida.

8
2. Primipaternitas
Primipaternitas adalah kehamilan anak pertama dengan suami yang
kedua. Berdasarkan teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
dinyatakan bahwa ibu multipara yang menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar untuk terjadinya preeklampsia jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya.
3. Umur yang ekstrim
Kejadian preeklampsia berdasarkan usia banyak ditemukan pada
kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari
35 tahun (Bobak, 2004). Menurut Potter (2005), tekanan darah meningkat
seiring dengan pertambahan usia sehingga pada usia 35 tahun atau lebih
terjadi peningkatkan risiko preeklamsia.
4. Hiperplasentosis
Hiperplasentosis ini misalnya terjadi pada mola hidatidosa,
kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, dan bayi besar.
5. Riwayat pernah mengalami preeklampsia
Wanita dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan pertamanya
memiliki risiko 5 sampai 8 kali untuk mengalami preeklampsia lagi pada
kehamilan keduanya. Sebaliknya, wanita dengan preeklampsia pada
kehamilan keduanya, maka bila ditelusuri ke belakang ia memiliki 7 kali
risiko lebih besar untuk memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan
pertamanya bila dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami
preeklampsia di kehamilannya yang kedua.
6. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia
Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia akan
meningkatkan risiko sebesar 3 kali lipat bagi ibu hamil. Wanita dengan
preeklampsia berat cenderung memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia
pada kehamilannya terdahulu.
7. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
Pada penelitian yang dilakukan oleh Davies dkk dengan
menggunakan desain penelitian case control study dikemukakan bahwa
pada populasi yang diselidikinya wanita dengan hipertensi kronik memiliki

9
jumlah yang lebih banyak untuk mengalami preeklampsia dibandingkan
dengan yang tidak memiliki riwayat penyakit ini.
8. Obesitas
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi
akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan sehingga dapat menganggu
kesehatan. Indikator yang paling sering digunakan untuk menentukan berat
badan lebih dan obesitas pada orang dewasa adalah indeks massa tubuh
(IMT). Seseorang dikatakan obesitas bila memiliki IMT 25 kg/m2.

2.5. Etiologi

Preeklmpsia tidaklah sesederhana satu penyakit, melainkan merupakan


hasil akhir berbagai faktor yang kemungkinan meliputi sejumlah faktor pada ibu,
plasenta, dan janin. Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup:

- Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh


darah uterus.
- Toleransi imunologis yang bersifat maladaptive diantara jaringan maternal,
paternal (plasental), dan fetal.
- Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik
yang terjadi pada kehamilan normal.
- Faktor-faktor genetik termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta
pengaruh epigenetik.

2.6. Patofisiologi
Sampai saat ini belum ada penyebab pasti dari preeklampsia dan eklampsia.
Ada beberapa teori yang menjelaskan perkiraan dari etiologi dari kelainan tersebut
diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai Disease of Theory. Secara
umum dasar dari patofisiologi preeklampsia adalah vasokonstriksi dari pembuluh
darah arteriole dan peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap vasopressor. Teori-

10
teori yang diajukan untuk mengetahui etiologi dari preeklampsia adalah sebagai
berikut :

Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi
dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah
utero plasenta. Sehingga aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
meningkat, dan dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini disebut
remodeling arteri spiralis.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas


padalapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri
spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta.

11
Teori Iskemia Plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel

a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan


(radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia
adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak,
Peroksida lemak selain akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan
protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi anti oksidan.

b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada
hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan
peroksida lemak yang relatif tinggi.

Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

c. Disfungsi sel endotel

Pada saat terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel,
maka akan terjadi:

- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin yang
merupakan vasodilator kuat.

12
- Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan untuk
menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat.

- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.

- Peningkatan permeabilitas kapilar

- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor

- Peningkatan faktor koagulasi

Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

a) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam


kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.

b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
sebelumnya.

c) Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makinlama
periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan


vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi
hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh
minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi
dalam kehamilan.

Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Disfungsi

13
endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan
tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada sirkulasi ibu.
Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi
intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh.8,9,10

2.7. Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia

a) Volume Plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna
(hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan
tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-
34 minggu. Sebaliknya oleh sebab yang tidak jelas pada preekalmpsia terjadi
penurunan volume plasma antara 30%-40% dibanding hamil normal, disebut
hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi
hipertensi. Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada
organ-organ yang penting.
b) Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis
hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi
perifer, sedangkan tekanan sistolik menggambarkan besaran curah jantung.
Tekanan darah menjadi normal beebrapa hari pasca persalinan, kecuali
pada beberapa kasus preeklampsia berat kembalinya tekanan darah normal
dapat terjasi 2-4 minggu pasca persalinan.

c) Fungsi Ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut :
- Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi
oligouria, bahkan anuria
- Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehongga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria

14
- Terjadi Glomerular Capillary Endotheliosis akibart sel endotel
glomerular membengkak
- Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal
Asam Urat Serum
Umumnya meningkat Umumnya meningkat 5 mg/cc. Hal ini disebabkan
oleh hipovolemia , yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus sehingga menurunnya
sekresi asam urat. Peningakatan asa, urat dapat terjadi juga akibat iskemia
jaringan.
Kreatinin
Kadar kreatinin dalam plasma juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh
hipovolemia , yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus sehingga menurunnya
sekresi kreatinin disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai
kadar kreatinin plasma 1 ,g/cc.
d) Elektrolit
Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan
gangguan keseinbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar
bikarbonat menurun disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat
kompensasi hilangnya karbon dioksida.

e) Tekanan Osmotik Koloid Plasma/Tekanan Onkotik


Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan
8 minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik makin mneurun karena
kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.
f) Koagulasi dan Fibrinalisis

Ganggguan koagulasi pada preeklampsia misalnya trombositopenia,


jarang yang berat tetapi sering dijumpai. Pada preeklmpsia terjadi
peningkatan FDP, penurunan anti-trombin III, dan peningkatan fibronektin.

15
g) Viskositas Darah

Pada preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan resistensi


perifer meningkat dan menurunnya aliran darah ke organ.

h) Hematokrit

Pada preeklampsia hemtokrit meningkat karena hipovolemia.

i) Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel
kapilar. Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka
dan tangan, atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan
berat badan yang cepat.
j) Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat
vasospasme, hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme
arteriole dan hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole.
k) Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan.
Bila terdapat perdarahan pada periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis
sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Peradarahan ini dapat meluas
hingga dibawah kapsula hepar disebut subkapsular hematoma yang
menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menyebabkan
ruptur hepar sehingga butuh pembedahan.
l) Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa :
- Nyeri kepala disebabkan oleh hipoperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema
- Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus
(pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya
kelainan dan ablasio retina (retinal detachment)).
- Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat
- Dapat timbul kejang eklmaptik, faktor-faktor penyababnya ialah edema
serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri

16
- Perdarahan intrakranial (jarang)
m) Kardiovaskuler
Perubahan kardiovaskuler disebabkan oleh peningkatan cardiac
afterload akibat hipertensi dann penurunan cardiac preload akibat
hipovolemi.
n) Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema
paru yang disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh kapiler paru dan menurunnya diuresis.
o) Janin
Preeklampsia memberikan pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
Dampak preeklampsia pada janin:
- Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
- kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat
IUGR, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

2.8. Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis menurut ACOG 2013

17
2.9. Pemeriksaan Penunjang

2.9.1. Pemeriksaan Laboratorium

CBC dan Apusan darah tepi :


- Anemia Hemolitik Mikroangiopatik
- Trombositopenia <100.000
- Hemokonsentrasi sering terdapat pada preeklampsia berat
- Sistiosit pada Apusan darah tepi
Tes Fungsi liver : Kadar enzim Transaminase yang meningkat
Kadar serum kreatinin : kadarnya meningkat yang disebabkan penurunan
volume intravaskuler dan penurunan dari GFR
Faktor Koagulasi yang abnormal : Peningkatan PT dan aPTT
Asam urat :
- Hiperurisemia merupakan gambaran laboratorium awal pada
preeklampsia berat. Tes ini memiliki sensitivitas yang rendah yaitu
sekitar 0-55%, namum mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu sekitar
77-95%.

2.9.2. Gambaran Radiologi

CT-Scan Kepala

Studi menggunakan pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya perdarahan


intracranial pada pasien yang memiliki gejala sakit kepala hebat yang tiba-tiba,
defisit neurologis atau kejang dengan status post-ictal yang memanjang.

18
Ultrasonografi

Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa status dari fetus yang sama
baiknya ketika memeriksa restriksi pertumbuhan

Kardiotokografi

Ini merupakan tes standar untuk mengetahui stress fetal dalam rahim dan
dapat memonitor fetus secara menetap. Walapun dapat memberikan informasi yang
berkelanjutan, namun alat ini memiliki kemampuan prediktif yang kurang.

3.0. Penatalaksanaan

Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah :


1. Terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma
pada ibu
maupun janin
2. Kelahiran bayi yang dapat bertahan
3. Pemulihan kesehatan lengkap pada ibu
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau
diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah
mempertahankan sementara janin di dalam uterus selama beberapa minggu untuk
menurunkan risiko kematian neonatus.
Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri
dari penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB
umumnya dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun terakhir,
sebuah pendekatan yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai berubah.
Pendekatan ini mengedepankan penatalaksanaan ekspektatif pada beberapa
kelompok wanita dengan tujuan meningkatkan luaran pada bayi yang dilahirkan
tanpa memperburuk keamanan ibu.
Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB antara
lain adalah:
a. Anti Kejang
- Loading Dose; Initial Dose
4gr MgSO4 40% secara intravena loading dose dalam 15 menit.

19
Maintanance Dose
6 gr MgSO4 40% dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 28
tetes/menit dalam 6 jam.
Awasi : Volume urin, frekwensi nafas, refleks patella setiap jam. Pastikan
tidak ada tanda-tanda intoksikasi magnesium pada setiap pemberian
MgSO4 ulangan
Syarat Syarat Pemberian MgSO4
o Refleks patella normal
o Frekuensi respirasi >16x per menit
o Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5
cc/kgBB/jam
o Tersedia kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum. Bila
nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium
glukonas tersebut diberikan dalam tiga menit.

Magnesium Sulfat Dihentikan Jika


o Ada tanda intoksikasi
o Setelah 24 jam pascapersalinan / 24 jam setelah kejang berakhir

- Diazepam
Suatu antikonvulsan yang efektif dengan jalan menekan reticular
activating system dan basal ganglia tanpa menekan pusat meduler.
Diazepam melewati barier plasenta dan dapat menyebabkan depresi
pernapasan pada neonatus, hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam setelah
pemberiannya. Depresi neonatal ini hanya terjadi bila dosisnya lebih dari 30
mg pada 15 jam sebelum kelahiran. Dosis awal : 10-20 mg bolus intravena
Dosis tambahan : 5-10 mg intravena jika diperlukan atau tetesan 40 mg
diazepam dalarn 500 ml larutan dekstrose 5%.

- Fenitoin
Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat
masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi

20
intravena. Diberikan dalam dosis 15 mg/kg dengan pemberian intravena 50
mg/menit.

b. Antihipertensi
Diberikan jika tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik 110 mmHg. Pilihan antihipertensi yang dapat diberikan adalah :

(1) Nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat
diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval satu jam, dua jam, atau
tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh
terlalu agresif yaitu tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau
maksimal 30%. Penggunaan nifedipin ini sangat dianjurkan karena
harganya murah, mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya dengan
efektifitas yang cukup baik. . Nifedipin tergolong ke dalam antagonis
kalsium (calcium channel blocker). Obat ini bekerja dengan menghambat
influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di
pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relakasasi
arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Nifedipin bersifat
vaskuloselektif sehingga efek langsung pada nodus SA dan AV minimal,
menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti,
dan relatif aman dalam kombinasi bersama -blocker

(2) Metildopa
Metildopa merupakan prodrug yang dalam susunan saraf pusat
menggantikan kedudukan DOPA dalam sintesis katekolamin dengan hasil
akhir -metilnorepinefrin. Efek antihipertensinya disebabkan oleh stimulasi
reseptor -2 di sentral sehingga mengurangi sinyal simpatis ke perifer.
Metildopa menurunkan resistensi vaskular tanpa banyak mempengaruhi
frekuensi dan curah jantung. Efek maksimal tercapai 6-8 jam setelah
pemberian oral atau intravena dan efektivitas berlangsung sampai 24 jam

g. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia
kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien

21
dengan PEB. Preeklampsia sendiri merupakan penyebab 15% dari seluruh
kelahiran prematur.
Penelitian US Collaborative tahun 1981 melaporkan perbedaan
bermakna insiden RDS dengan pemberian steroid antenatal pada kehamilan 30-
34 minggu dengan interval antara 24 jam sampai dengan tujuh hari. Sementara
penelitian Liggins dan Howie mendapati insidens RDS lebih rendah apabila
interval waktu antara saat pemberian steroid sampai kelahiran adalah dua hari
sampai kurang dari tujuh hari dan perbedaan ini bermakna. Mereka
menganjurkan steroid harus diberikan paling tidak 24 jam sebelum terjadi
kelahiran agar terlihat manfaatnya terhadap pematangan paru janin.
Pemberian steroid setelah lahir tidak bermanfaat karena kerusakan telah
terjadi sebelum steroid bekerja. National Institutes of Health (NIH)
merekomendasikan: 25,27
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 2434 minggu yang dalam
persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua
dosis dengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4 dosis
intramuskular dengan interval 12 jam.
3. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung
selama tujuh hari.

h. Diuretika
Diuretika tidak digunakan kecuali jika didapatkan:

- edema paru
- payah jantung kongestif
- edema anasarka

Yang dipakai adalah golongan furosemid. Baik tiazid maupun


furosemid dapat menurunkan fungsi uteroplasenter.

22
2.2 Penanganan Preeklampsia

Penanganan Aktif
Penanganan Aktif. Kehamilan dengan PEB sering dihubungkan dengan
peningkatan mortalitas perinatal dan peningkatan morbiditas serta mortalitas ibu.
Sehingga beberapa ahli berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia
kehamilan mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang
terbaik untuk ibu untuk mencegah progresifitas PEB.
Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi pada
ibu maupun janin:
1. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada ibu:
a. kegagalan terapi medikamentosa:
setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan
darah yang persisten
setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa, terjadi
kenaikan desakan darah yang persisten
b. tanda dan gejala impending eklampsia
c. gangguan fungsi hepar
d. gangguan fungsi ginjal
e. dicurigai terjadi solusio plasenta
f. timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan
g. umur kehamilan 37 minggu

23
h. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) berdasarkan pemeriksaan USG
timbulnya oligohidramnion

2. Indikasi penatalaksanaan PEB aktif pada janin


3. Indikasi lain yaitu trombositopenia progresif yang menjurus ke sindrom HELLP

Penanganan Ekspektatif

Penanganan ekspektatif. Terdapat kontroversi mengenai terminasi


kehamilan pada PEB yang belum cukup bulan. Beberapa ahli berpendapat untuk
memperpanjang usia kehamilan sampai seaterm mungkin sampai tercapainya
pematangan paru atau sampai usia kehamilan di atas 37 minggu. Adapun
penatalaksanaan ekspektatif bertujuan:
1. Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilan yang
memenuhi
syarat janin dapat dilahirkan
2. Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu
Berdasarkan luaran ibu dan anak, berdasarkan usia kehamilan, pada pasien PEB
yang timbul dengan usia kehamilan dibawah 24 minggu, terminasi kehamilan lebih
diutamakan untuk menghindari komplikasi yang dapat mengancam nyawa ibu
(misalnya perdarahan otak). Sedangkan pada pasien PEB dengan usia kehamilan 25
sampai 34 minggu, penanganan ekspektatif lebih disarankan.
Pada pasien dengan PEB, sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
dengan beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Penderita belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop 8
Dalam melakukan induksi persalinan, bila perlu dapat dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan
dianggap gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar.
b. Pembedahan sesar dapat dilakukan jika tidak ada indikasi untuk
persalinan pervaginam atau bila induksi persalinan gagal, terjadi maternal
distress, terjadi fetal distress, atau umur kehamilan <33 minggu.

24
2. Bila penderita sudah inpartu
a. Perjalan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
b. Memperpendek kala II
c. Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal
distress
d. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar
e. Anastesi: regional anastesia, epidural anastesia. Tidak dianjurkan anastesia
umum.

2.11.Komplikasi

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan
eklampsia.Komplikasi yang disebabkan oleh pre eklampsia berat dan eklampsia
yaitu

1.Solutio plasenta

Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hypertensi akut
dan lebihsering terjadi pada pre eklampsia.

2.Hipofibrinogenemia

Pada pre eklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23% hipofibrino


genemia,maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara
berkala.

3.Hemolisis

Penderita dengan pre eklampsia berat kadang-kadang menganjurkan


gejalaklinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan
pastiapakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah
merah.Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita
eklampsiadapat menerangkan ikterus tersebut.

25
4.Pendarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal


penderitaeklampsia.

5.Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai


seminggu,dapat terjadi. Pendarahan kadang-kadang terjadi pada retina hal ini
merupakantanda gawat akan tejadinya apopleksia serebri.

6.Edema paru-paru

Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia,


hal inidisebabkan karena payah jantung.

7.Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia merupakan akibat


vasospasmusarteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi
ternyata jugaditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
denganpemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.

8. Sindroma HELLP (Haemolysis, Elevated Liver Enzymes dan Low Platelet)

Ini adalah varian pre eklampsia yang langkah, meskipun mempunyai


morbiditasyang tinggi, yang berhubungan dengan hemolisis, meningkatnya enzim
hati, danrendahnya hitung trombosit. Berbeda dengan pre eklampsia yang murni,
pasiensindroma HELLP mempunyai keluhan: nyeri epigastrium terutama
sebalahkanan/daerah liver, terdapat mual dan muntah, seperti infeksi virus yang
kurangkhas, cepat lelah, berat badan bertambah dengan cepat, terdapat edema
umum dananasarka, tekanan diastole dapat kurang dari 90 mmHg, sering terjadi
padamultipara, umur lebih dari 25-30 tahun, umur kehamilan kurang dari 36
minggu (Saifuddin, A.B., 2009).

26
10. Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan


sitoplasma selendotelial ginjal tanpa kelainan stuktur lainnya. Kelainan lain yang
dapat timbulialah anuria sampai gagal ginjal.

11. Komplikasi lain

Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang


pneumoniaaspirasi dan DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation).

12. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.

( Wiknjosastro, H., 2006)

2.12. Prognosis

Untuk Ibu

Prognosis pasien preeklampsia baik jika tidak terjadi eklampsia. Kematian


karena preeklampsia kurang dari 0,1%. Jika terjadi kejang eklamptik, 5%-7% akan
meninggal. Penyebab kematian meliputi perdarahan intrakranial, syok, gagal ginjal,
pelepasan premature plasenta dan pneumonia aspirasi.

Untuk Bayi

Kematian perinatal sebesar 20%. Sebagian besar bayi-bayi ini kurang bulan.
Namun dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, kematian ini mungkin
dapat dikurangi hingga < 10%.

27
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS

Nama : Ny. JEP Nama suami : Tn. Y


Umur : 23 tahun Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Petani
No MR : 147667
Alamat : Aie Angek Sandiang Baka
Tgl. Masuk : 29 April 2017

3.2 ANAMNESA

Keluhan Utama

Seorang pasien wanita umur 23 tahun datang ke IGD RSUD Solok kiriman dari
bidan pada tanggal 29 april 2017 jam 21.20 WIB dengan diagnosis G1P0A0H0
parturien aterm 37-38 minggu kala I fase laten + PEB + JHTIU + Preskep

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sakit kepala hebat (-),pandangan kabur(-),nyeri ulu hati (-)

Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+) sejak 6 jam yang lalu

Keluar lendir campur darah dari kemaluan (+) sejak 6 jam yang lalu

Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+) sejak 3 jam yang lalu

Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu

HPHT : 8 Agustus 2016 TP : 15 Mei 2017

28
Gerak anak dirasakan sejak 5 bulan yang lalu

RHM : Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

ANC : kontrol ke bidan 4 kali pada usia kehamilan 2, 4, 6, 8 bulan

RHT : Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:


Tidak ada riwayat alergi, asma dan penyakit paru lainnya, penyakit darah
tinggi, penyakit kencing manis, penyakit jantung, paru, hati, dan ginjal lainnya

Riwayat Menstruasi

Menarche umur 13 th, siklus haid teratur 1 x 28 hari, lamanya 5-7 hari, banyaknya
2-3x ganti duk/hr, nyeri(-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada riwayat keluarga mempunyai penyakit keturunan, menular dan kejiwaan.

Riwayat Perkawinan : Satu kali di tahun 2015


Riwayat Kehamilan / Abortus / Persalinan :1 / 0 / 1
Hamil saat ini
Riwayat Kontrasepsi : (-)
Riwayat Imunisasi :(-)

Riwayat pendidikan : SMP

Riwayat pekerjaan : Ibu rumah tangga

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tinggi Badan : 145 cm
Berat Badan sebelum hamil : 57 Kg
Berat Badan sesudah hamil : 70 Kg

29
BMI : 27,11 (overweight)
Status gizi : Baik
Vital sign :
Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Nadi : 83x/menit
Nafas : 20x/menit
Temperatur : 36,50C
Kepala : Normochepali
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thorak :
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di LMCS ICS V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
o Kanan : ICS IV parasternal dekstra
o Kiri : ICS II midclavikula sinistra
o Atas : ICS II parasternal sinistra
Auskultasi : bunyi jantung murni reguler, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris, kiri=kanan
Palpasi : vokal fremitus, kiri=kanan
Perkusi : sonor, kiri=kanan
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : lihat status obstetrikus
Genitalia : lihat status obstetrikus
Ekstremitas : edema -/-, Refleks Fisiologis +/+, Refleks Patologis -/-

Status Obstetrikus
Muka : Chloasma gravidarum (+)
Mammae : membesar, tegang, areolla & papilla hiperpigmentasi, colostrum(+)

30
Abdomen :

Inspeksi : Tampak membuncit sesuai dengan usia kehamilan aterm, Linea


mediana hiperpigmentasi, striae gravidarum(+), sikatrik (-)

Palpasi : L1 :Teraba massa lunak, noduler.

L2 : Teraba tahanan terbesar janin di sebelah kanan ibu

Teraba bagian-bagian kecil janin di sebelah kiri ibu.

L3 : Teraba massa bulat, keras, terfixir

L4 : konvergen

TFU = 31cm TBA : 2790gr His : 2-3x/30/ Ringan

DJJ : 139-145

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : BU (+) N

Genitalia :
Inspeksi : Vulva & uretra tenang, tumor (-), varikoses (-), lividae
(+), sikatriks (-)
Vaginal Toucher : 3-4
Ketuban (-) sisa jernih
Teraba kepala Sutura Sagitalis Melintang
HI-HII
UPD : Promontorium Sulit dinilai
Linea inominata teraba 1/3-1/3
Dinding samping panggul lurus
Os sakrum cekung
Spina ischiadika tidak menonjol
Os coccygeus mudah digerakkan
Arcus Pubis > 90

31
UPL : DIT dapat dilalui oleh satu tinju orang dewasa >10,5 cm
UPD dan UPL : kesan panggul luas

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium :
Hemoglobin: 9,1 gr% SGOT : 29,6 U/L
Leukosit : 11.230 mm3 SGPT : 19,8 U/L
Hematokrit : 29,4 % LDH : 498 U/L
Trombosit : 279.000 mm3 Ureum : 23,6 mg/dl
HBsAg : (-) Creatinin : 0,85 mg/dl
PT : 10,4 detik Uric acid : 5,4 mg/dl
APTT : 28,3 detik
Urinalisa :
Protein : +2

3.5 DIAGNOSIS KERJA

G1P0A0H0 Parturien aterm 37 38 minggu + kala I fase laten + PEB dalam


regimen MGSO4
Janin hidup tunggal intrauterine presentasi kepala Sutura Sagitalis Melintang
HI-HII

Sikap :
Kontrol keadaan umum, tanda vital, urine, RR, refleks patella, his, dan
DJJ
Observasi tanda-tanda impending eklampsia
Informed consent
IVFD 2 line :a. IVFD RL + Indoxin 1 amp
b. IVFD MgSO4 40% dosis inisial maintanance
Inj. Ceftriakson 1 gr
Amati pembukaan 2 jam lagi
Regimen MgSO4 dosis inisial dilanjutkan dosis maintenance

32
Rencana :
Ikuti persalinan-partus pervaginam dengan forcep ekstraksi

Tanggal 29 April 2017 Pukul 23.30

S : Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+) gerakan janin (+)

O : KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 170/90 83x/m 20x/m 36,5 0

Abdomen :

His : 2-x3/30/sedang

DJJ : 139-145x/menit

Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

VT : 7-8

Ketuban (-) sisa jernih

Teraba kepala uuk kanan depan HI-II

A : G1P0A0H0 Parturien aterm 37 38 minggu + kala I fase laten + PEB


dalam regimen MGSO4 + JHTIU Preskep UUK kanan depan HII-HIII

Sikap : Kontrol KU, VS, DJJ, His

Rencana : Partus Pervaginam secara forcep ekstraksi

Tanggal 30 April 2017, Jam 01.45 WIB


S : Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari makin kuat dan sering, gerakan janin
(+), rasa ingin mengedan
O : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 160/90 83x/m 20x/m 36,7 0
Abdomen :
His : 3-4x/45/Kuat
DJJ : 135-147x/menit

33
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
VT : lengkap
Ketuban (-) sisa jernih
Teraba kepala uuk depan HIII-HIV
A : G1P0A0H0 Parturien aterm 37 38 minggu + kala II + Riwayat PRM +
PEB dalam regimen MgSO4 JHTIU Preskep UUK Depan HIII-HIV
Sikap : Kontrol KU, VS, DJJ, His
Rencana: Partus Pervaginam secara forcep ekstraksi

Tanggal 29 April 2017 jam 02.00


Lahir bayi secara spontan pervaginam dengan forcep ekstraksi
JK :Perempuan BB : 2700 gram PB : 46 cm A/S : 7/8
Jam 02.15
Plasenta lahir lengkap 1 buah, spontan, berat 500 gram, ukuran 17x16x2,5 cm
dengan panjang tali pusat 50 cm,
Perdarahan selama tindakan 80 cc
Diagnosis
P1A0H1 post forcep ekstraksi a.i. peb
Anak dan Ibu baik
Terapi :

IVFD 2 line

i). RL + regimen MgSO4 dosis maintanance

ii). RL + oxytocin 10 IU

Cefadroxil 500 mg tab 3x1

Asam mefenamat 500mg tab3x1 tab

Sulfas Ferrosus 300mg tab 1x1 tab

Vitamin C 50 mg 2x1 tab

Sikap
Awasi kala IV

34
Pasca Tindakan
Jam Waktu TD Nadi Napas Suhu TFU Kontraksi Kandung PPV
Uterus Kemih
0
I 02.45 160/90 85x 25x 37,0 2 jari bpst Baik
0
03.00 160/90 85x 24x 37,0 2 jari bpst Baik
0
03.15 160/80 85x 25x 37,1 2 jari bpst Baik

0
03.30 150/80 90x 20x 37,6 2 jari bpst Baik
0
II 04.00 150/80 90x 20x 37,6 2 jari bpst Baik

0
04.30 140/80 100x 20x 37,6 2 jari bpst Baik 100cc 30cc

Jam 21.00 WIB


A : Demam (-), ASI (-/-), BAK (+), BAB (-), PPV (-), sakit kepala (-),
nyeri ulu hati (-), gangguan pengelihatan (-)

PF : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 150/90 82x/i 20x/i 36,8 0

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit
Palpasi : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik NT(-), NL (-), DM (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal

Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)

35
Diagnosis :

P2A0H2 post partus maturus spontan + PEB dalam regimen MgSO4 dosis
maintanance
Ibu dan bayi dalam rawatan
Sikap :
Kontrol KU, VS, PPV, kontraksi, urin output
Observasi tanda-tanda impending eklampsia
Diet TKTP
Mobilisasi dini
Breast care
Vulva hygiene

Terapi :
IVFD 2 jalur :
1) RL + 2 ampul oxytocin 20 tts/mnt selama 1x24 jam
2) RL + Regimen MgSO4 dosis maintenance selama 1x24 jam
Pasang cateter voley menetap 1x24 jam
Metildopa tab 3 x 500 mg
Amoxicillin 3 x 500 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Vitamin C 1x1 tablet
SF 1x1 tablet

Rencana : Pindah ruangan

Follow up :
Tanggal 29 April 2017 Jam 06.00 WIB
A : Demam (+), ASI (+/+), BAK (+), BAB (-), PPV (-)
PF : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 130/80 80x/m 20x/m 36,5 0
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

36
Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit
Palpasi : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik NT (-), NL (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia : Inspeksi : V/U tenang, PPV (-) Lokia (+) rubra
Diagnosis :
P1A0H1 post Forcep Ekstraksi ai PEB dalam regimen MgSO4 dosis
maintenance
Nifas Hari I
Ibu dan bayi baik

Sikap :
Kontrol KU, VS, PPV, kontraksi, urin output, refleks patella, RR
Observasi tanda-tanda impending eklampsia
Mobilisasi dini
Breast care
Vulva hygiene

Terapi :
IVFD 2 jalur :
1) RL + 2 Ampul oxytocin 20 tts/mnt aff 1x24 jam post partum
2) RL + Regimen MgSO4 dosis maintenance aff regimen 1x24 jam
post partum
Kateter voley aff 1x24 jam post partum
Metildopa tab 3 x 250 mg
Amoxicillin 3 x 500 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Vitamin C 1x1 tablet
SF 1x1 tablet

37
Tanggal 30 April 2017 jam 09.00 WIB
A : Demam (-), ASI (+/+), BAK (+), BAB (-), PPV (-)
PF : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 130/80 86x/i 20x/i 36,5 0
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit
Palpasi : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik NT (-), NL(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia : Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
Diagnosis :
P1A0H1 post Forcep Ekstraksi a.i PEB selesai regimen MgSO4
Ibu dan anak baik
Nifas hari 2

Terapi :
Metronidazol 500 mg tab 3x1
Asam mefenamat 500 mg tab 3x1
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr
Gentamisin 80mg tab 2x1
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Vitamin C 1x1 tab
SF 1x1 tab

Rencana : Pasien boleh pulang

38
BAB IV

DISKUSI DAN PEMBAHASAN KASUS

Telah dipresentasikan suatu kasus, pasien usia 23 tahundatang ke IGD


RSUD Solok jam 11.00 WIB kiriman dari bidan dengan diagnosis G1P0A0H0
gravid aterm 37-18 minggu inpartu + PEB. Selanjutnya dilakukan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium ditegakkan diagnose awal G1P0A0H0 parturien aterm 37-38 minggu
kala 1 fase laten + PEB + JHTIU + Preskep uuk kanan melintang HI-HII.

Pasien datang dengan keluhan utama keluar lendir campur darah sejak 6
jam SMRS dan disertai nyeri pinggang menjalar ke ari-ari makin lama makin sering
dan kuat. Keluar darah dan air-air yang banyak dari kemaluan disangkal oleh
pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien, dan
didapatkan tekanan darah tinggi yaitu 170/100 mmHg.

Untuk pemeriksaan penunjang pada kasus ini sudah tepat. Dimana


dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik, urinalisa dan juga serologi.
Dari pemeriksaan darah lengkap salah satunya adalah untuk melihat apakah pasien
mengalami trombositopenia. Pada pemeriksaan urinalisa ditemukan proteinuria +2,
sehingga tegaklah diagnosa PEB, karena telah terpenuhi kriteria hipertensi dan
proteinuria nya. Selain itu, pemeriksaan kimia klinik juga penting untuk melihat
apakah sudah terjadi gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peningkatan
creatinin dan untuk melihat gangguan pada liver yang ditandai dengan peningkatan
ALT atau AST. Pada pasien ini, tidak terdapat gangguan pada ginjal ataupun liver.
Sehingga, ditegakkan diagnose G1P0A0H0 parturien aterm 37-38 minggu kala 1
fase laten + PEB dalam regimen MgSO4 dosis maintenance.

Tindakan selanjutnya yang diambil untuk pasien ini adalah partus


pervaginam dengan ekstraksi forseps. Tindakan tersebut sudah tepat, merujuk pada
literature bahwasanya pada pasien PEB harus segera diambil tindakan aktif/agresif
yaitu melakukan terminasi kehamilan.

39
BAB V

KESIMPULAN

Preeklampsia tidaklah sesederhana satu penyakit tapi merupakan hasil


akhir dari gabungan beberapa faktor seperti ibu, plasenta dan janin yang akan
berakhir pada kerusakan organ apabila tidak ditangani secara efektif.

Preeklampsia berat merupakan hipertensi dalam kehamilan yang ditandai


dengan TD160/110 mmHg dan proteinuria >5g/24jam (uji celup urin +1) atau
tanpa proteinuria tetapi terdapat hipertensi yang baru muncul disertai salah satu
tanda berikut : trombositopenia, insufisiensi renal, gangguan fungsi hati, edema
paru, keluhan serebral atau visual (ACOG,2013)

Etiologi pasti dari preeklampsia sampai saat ini belum diketahui ,


namun beberapa teori mampu menjelaskannya antara lain teori kelainan
vascularisasi plasenta, teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel,
teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adapatasi vaskular, dan teori
stimulasi inflamasi
Prinsip penatalaksanaan pada preeklamsi berat meliputi penatalaksanaan
aktif dan ekspektatif. Dimana penatalaksanaan aktif berarti dilakukan terminasi
kehamilan bersamaan dengan pemberian medikamentosa. Sementara ekspektatif
berarti kehamilan dipertahankan bersamaan dengan pemberian medikamentosa
juga. Penatalaksanaan yang benar dan tepat dapat menurunkan tingkat kerusakan
organ, angka kematian ibu dan morbiditas serta mortalitas perinatal.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba IBG. Konsept Obstetri & Ginekologi Sosial Indonesia.Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002 : 60-3
2. Sarwono P. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwon Prawirohardjo, 2011 : 531-54
3. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF . Pengantar Kuliah
Obstetri.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 6-7
4. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetri Patologi Ilmu
Kesehatan Reproduksi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005
: 64-82
5. Norwitz N, Schorge J. At a Glance Obstetri & Ginekologi, edisi kedua. Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2008 : 88-9
6. Rozikhan. Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit
Dr.H. Soewondo Kendal. Semarang: Program Megister Epidemiologi
Universitas Diponegoro, 2007: 22-8 (Tesis)
7. Gant NF, Cunningham FG. Dasar-Dasar Ginekologi & Obstetri. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2011 : 504-9
8. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Obsteri Williams. Edisi 21.
Terjemahan oleh Andi hartono, dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2006 : 624-58
9. Benson RC, Pernoll ML. Buku Saku Obstetri & Ginekolog.Edisi 9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. 371-81

41

Anda mungkin juga menyukai