Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer (Diding Latipudin dan
Andi Mushawwir) 077 082
Performans Pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai Ayam Potong Belah Empat serta
Nilai Income Over Feed and Chick Cost (Kususiyah) 083 088
Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Katuk Minyak Ikan Lemuru dan Vitamin E
terhadap Performans Dan Kualitas Daging Ayam Broiler (Basyaruddin Zain) 089 096
Keragaan Telur Tetas Itik Pegagan (Meisji L. Sari, Ronny R. Noor, Peni S. Hardjosworo
Chairun Nisa) 097 102
Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium dan Oviduk Serta
Tampilan Produksi Telur Ayam Burgo (Heri D. Putranto) 103 114
Peforma Produksi Ayam Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas sebagai
Pengganti Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum (Eli Sahara, Sofia Sandi, dan
Muhakka) 137 142
Dewan Redaksi
Ketua Suharyanto, S.Pt., M.Si.
Jurnal Sain Peternakan Indonesia adalah majalah ilmiah resmi yang dikeluarkan
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, sebagai
sumbangannya kepada pengembangan ilmu Peternakan yang diterbitkan dalam
Bahasa Indonesia dan Inggris yang memuat hasil-hasil penelitian, telaah/tinjauan
pustaka, kasus lapang atau gagasan dalam bidang peternakan.
Jurnal Sain Peternakan Indonesia (ISSN 1978 3000) dalam satu tahun terbit dua
kali (Januari-Juni dan Juli -Desember). Edisi khusus dalam Bahasa Inggris dapat
diterbitkan apabila perlu. Redaksi menerima tulisan di bidang peternakan yang
belum pernah dipublikasikan.
Indonesia Animal Science Journal (ISSN 1978 - 3000) is published 2 x per year
(January-June and July - December). We receive original papers in Animal
Husbandry which are not published in other journals.
Jurnal Sain Peternakan Indonesia (JSPI) telah berusia 6 tahun dan tercermin dari
volume edisi ini, yaitu volume 6 no 2. Usia 6 tahun adalah relatif untuk dikatakan
sudah mapan atau belum, tetapi JSPI senantiasa berusaha untuk tampil dengan
sebaik-baiknya.
Pada volume ini, kembali JSPI menampilkan berbagai artikel ilmiah bidang
peternakan, mulai dari aspek fisiologis, produksi, nutrisi, pemuliaan, teknologi hasil,
dan aneka hewan potensial, termasuk kajian pada aspek sosial ekonominya.
Artikel yang ada telah melewati proses telaah dan editing, namun demikian masukan
dari pembaca masih sangat diperlukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhirnya, semoga artikel yang disajikan ini semakin memberikan wahana baru
Selamat membaca
Redaksi
Jurnal Sain Peternakan Indonesia
(Indonesia Animal Science Journal)
DAFTAR ISI
Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer (Diding Latipudin
dan Andi Mushawwir)
77 82
Performans Pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai Ayam Potong Belah Empat serta
Nilai Income Over Feed and Chick Cost (Kususiyah)
83 88
Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Katuk Minyak Ikan Lemuru dan Vitamin E
terhadap Performans Dan Kualitas Daging Ayam Broiler (Basyaruddin Zain)
89 96
Keragaan Telur Tetas Itik Pegagan (Meisji L. Sari, Ronny R. Noor, Peni S.
Hardjosworo Chairun Nisa)
97 102
Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium dan Oviduk Serta
Tampilan Produksi Telur Ayam Burgo (Heri D. Putranto)
103 114
Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer
ABSTRACT
Sixty Isa Brown hens (each thirty growing and laying hens) housed indoors in battery individual cage were
used to explore the heat body regulation of laying and growing hens. This study was conducted in Kuningan,
West Java, for 3 months during June-August, 2011. Results of this study indicated that there were comb of
growing and laying hens were the organ that was greater heat evaporated than crest, feathers and shank. But
there was an increase heat evaporated at the shank in the laying hens, significantly. Responses of respiration
(respiration rate and heart rate) were higher in the laying hens, significantly. This study results can be
concluded that an increase in the responses of laying hen in heat evaporated mainly on shank, as well as
changes in respiration responses as an indication of heat stress.
ABSTRAK
Enam puluh ekor ayam ras petelur strain Isa Brown masing-masing 30 ekor fase grower dan fase layer, telah
digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui regulasi panas tubuh terhadap kedua fase tersebut. Ayam
percobaan ditempatkan dalam kandang battery individual cage selama 2 bulan pada musim kemarau (Juni-
Agustus 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jengger ayam fase grower dan layer merupakan organ
yang lebih besar mengevaporasikan panas dibandingkan pial, bulu dan shank. Namun pada fase layer terjadi
peningkatan evaporasi panas pada shank yang signifikant. Respon respirasi (laju respirasi dan denyut
jantung) nyata lebih tinggi pada fase layer. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan respon ayam fase layer dalam mengevaporasikan panas terutama pada shank, serta terjadi
perubahan respon respirasi sebagai indikasi stres panas.
78 | Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer
ISSN 1978 - 3000
Tabel 1. Rata-rata Temperatur Permukaan Tubuh Ayam Tabel 2. Beberapa Respon Fisiologi Ayam Ras
Ras Petelur Fase Grower dan Layer Petelur Fase Grower dan Layer (rata-
rata temperatur lingkungan = 290C)
Permukaan Tubuh
Fase Jengger Pial Shank Fase
Bulu Countour (B) Respon Fisiologis
(J) (P) (S) Grower Layer
Grower 30.1a 26.0b 25.7c 27.6d Laju Respirasi ( per menit) 35a 41b
Layer 30.7e 25.9b 24.7g 28.7h Denyut Jantung (per menit) 233 a 256b
Keterangan: Angka dengan super skrip berbeda pada kolom Keterangan: Angka dengan super skrip berbeda
yang sama berbeda nyata (P < 0,05) pada baris yang sama berbeda nyata (P
< 0,05)
ternak (Yanagi, et al., 2002, Mutaf, et al.,
2008 dan Yahaf, et al., 2008). Terkait domba. Penelitian yang menggunakan
dengan fungsi organ sebagai alat dalam kaki belakang domba memberikan
petunjuk bahwa pemanasan kulit atau
mangevaporasikan panas maka organ-
organ yang memiliki pembuluh darah hypothalamus atau sumsum tulang
kapiler yang banyak akan efektif sebagai belakang berpengaruh mendilatasikan
AVA, dan meningkatkan pengaliran
organ yang mengevaporasikan panas
darah melalui arteri femoralis. Panas
lebih tinggi, dengan meningkatkan laju
alir dan proporsi darah ke organ-organ juga dapat mendilatasikan AVA pada
kaki unggas, dan tampaknya
tersebut (Havenstein, et al., 2007; Shinder,
peningkatan aliran darah ke lidah unggas
2007).
adalah juga melalui AVA (Yahav, 2000;
Respon Fisiologi Pernafasan Mutah dan Seber, 2005; Cangar, et al.,
Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa 2008; Tan, et al., 2010 dan Rahardja, 2010).
kondisi fisiologi pernafasan tampak Fenomena inilah yang menyebakan
mengalami perubahan dari fase Grower peningkat laju pernfasan dan denyut
ke fase layer. Perubahan ini merupakan jantung sebagai konsekuensi
konsekuensi dari aktivitas themoregulasi mempertahankan suhu tubuhnya.
guna mempertahanan suhu tubuh. Berbagai penelitian pada ternak
Aengwanich (2007) dan Rahardrja unggas khususnya ayam petelur,
(2010) melaporkan bahwa penelitian yang mengalami hipertermia,
pada unggas (ayam petelur), yang memberikan petunjuk bahwa pengaliran
mengalami hipertermia, memberikan darah ke pembuluh kapiler di kulit
petunjuk bahwa pengaliran darah ke (termasuk kaki), jaringan rongga
pembuluh kapiler di kulit (termasuk hidung dan mulut (nasobuccal) serta
kaki), jaringan rongga hidung dan otot-otot pernafasan mengalami
mulut (nasobuccal) serta otot-otot peningkatan yang signifikan.
pernafasan meningkat sampai 4 kali. Sebaliknya pengaliran darah ke tulang,
Perubahan pengaliran darah ke saluran pencernaan dan reproduksi
jaringan perifer tersebut, terutama menurun 4680% dari keadaan normal
berkaitan dengan peranan Arteri-Vena (Rahardja, 2010).
Anastomosa (AVA) yang memiliki Furlan et al. (1999) mengemukakan
volume besar dan resistensi rendah untuk bahwa pada keadaan volume curah
mengalirkan darah yang diperlukan jantung tidak menunjukkan perubahan,
dalam pengeluaran panas. Peran AVA peningkatan pengaliran darah ke kulit
ini telah ditunjukkan pada dan jaringan nasobuccal adalah untuk
penelitian-penelitian yang meningkatkan pengeluaran panas,
menggunakan anjing, kelinci maupun sementara peningkatan aliran darah ke
otot-otot pernafasan adalah untuk
80 | Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer
ISSN 1978 - 3000
82 | Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer
ISSN 1978 - 3000
Peraskok Chicken Growth Performance as Meat Source and The Value of Income over
Feed and Chick Cost
Kususiyah
ABSTRACT
Peraskok chicken is a cross between Bangkok native chicken having good meat production and taste and
commercial egg layer having good egg production. An experiment was conducted to evaluate growth
performance of Peraskok chicken as a native chicken to provide four-cut chicken and its income over feed and
chick cost. The experiment used 45 day old chicken (DOC) which were reared in 3 cages, as replications. As a
comparison, 20 DOC of Kampung native chicken were reared in 2 cages, as replications. The rearing was up
to chicken body weight reaching 700 g, eligible for four-cut chick. Variables observed included weight
growth, day number to reach 700 g, feed consumption, feed conversion, and its income over feed and chick
cost. Data were tabulated and discussed descriptively. The results showed that four-cut chick of Peraskok was
reached at 10 weeks with the total consumption of 2,699 g per chick, with feed conversion of 3.95, and income
over feed and chick cost of Rp. 8,320 per chick. Where as for Kampung chicken, four-cut chick was reached at
12 weeks with the total consumption of 3.392 g per chick, with feed conversion of 4.63, and income over feed
and chick cost of Rp. 6,245 per chick. For these results, we conclude that the growth performance of Peraskok
is better than thus Kampung chicken, and hence more profitable to culture.
Key words: Growth performance Peraskok Chicken, income over feed and chick cost
ABSTRAK
Ayam Peraskok adalah ayam hasil persilangan antara ayam ras petelur betina dengan ayam buras jantan jenis
Ayam Bangkok. Produksi telur ayam ras petelur yang tinggi dan performans perdagingan Ayam Bangkok
yang relatif baik disinyalir dapat menyediakan permintaan konsumen akan ayam buras dengan lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performans pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai ayam buras
potong belah empat serta nilai income over feed and chick cost. Sebanyak 45 ekor anak ayam (DOC) Peraskok
dipelihara kedalam 3 petak kandang, masing-masing petak kandang berisi 15 ekor sebagai ulangan. Sebagai
pembanding digunakan 20 ekor DOC ayam buras jenis Ayam Kampung dan dipelihara ke dalam 2 petak
kandang, sehingga masing-masing petak kandang berisi 10 ekor sebagai ulangan. DOC dipelihara sampai
umur potong belah empat yaitu ketika berat badan mencapai 700 g. Peubah yang diukur meliputi:
pertambahan berat badan, umur potong belah empat, konsumsi ransum, konversi ransum, dan income over
feed and chick cost. Data yang diperoleh ditabulasi dan dibahas secara deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa umur potong belah empat Ayam Peraskok dicapai pada umur 10 minggu dengan total
konsumsi ransum 2.699,20 g per ekor, konversi ransum 3,95, dan income over feed and chick cost sebesar Rp.
8.319,98 per ekor. Umur potong belah empat pada Ayam Kampung dicapai pada umur 12 minggu dengan
konsumsi ransum sebesar 3.392 g per ekor, konversi ransum 4,63, dan income over feed and chick cost Rp.
6.245,08 per ekor. Disimpulkan bahwa performans pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai ayam buras potong
belah empat lebih baik dan lebih menguntungkan dibanding ayam buras jenis Ayam Kampung.
Kata kunci : Performans Peraskok, Income Over Feed and Chick Cost
Tabel 1. Rataan berat DOC, berat badan Ayam Peraskok dan Ayam Kampung sampai umur potong
belah empat
mencapai berat potong belah empat, Peraskok (43,97 g) lebih tinggi dibanding
ayam diberi ransum oplosan, yaitu berat DOC Ayam Kampung (25,75 g).
ransum yang terdiri dari konsentrat, Lebih tingginya berat DOC Ayam
jagung giling, dan dedak halus dengan Peraskok ini dapat dimengerti karena
perbandingan 1:2:1 dengan kandungan ukuran telur tetas Ayam Peraskok (63
protein sekitar 17 %. Data yang diperoleh g/butir) lebih tinggi dibanding ukuran
ditabulasi dan dibahas secara deskriptif. telur tetas Ayam Kampung ( 38,22
Peubah yang diukur pada penelitian ini g/butir). Kususiyah (1995) dan
adalah: berat DOC, berat badan Kaharuddin (1989) melaporkan bahwa,
mingguan, pertambahan berat badan, berat telur tetas berpengaruh terhadap
konsumsi ransum, konversi ransum. berat tetas. Selanjutnya pada Tabel 1.
Umur potong belah empat, diketahui juga ditunjukkan bahwa berat badan
dengan mencatat umur dalam satuan yang dicapai Ayam Peraskok setiap
minggu, saat ayam mencapai berat sekitar minggu lebih tinggi dibandingkan Ayam
700 g. Income Over Feed And Chick Cost, Kampung. Kondisi ini menyebabkan
dihitung berdasarkan hasil penjualan capaian umur potong belah empat pada
ayam saat mencapai umur potong belah Ayam Peraskok lebih singkat dibanding
empat dikurangi biaya pakan dan harga Ayam Kampung. Kenyataan di lapangan
DOC. menunjukkan bahwa umur potong ayam
buras belah empat adalah umur pada saat
berat badan mencapai sekitar 700 g.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terlihat dari Tabel 1. bahwa capaian berat
Berat DOC, Berat Badan Ayam Peraskok badan 700 g pada Ayam Peraskok terjadi
dan Ayam Kampung Sampai Umur saat umur 10 minggu, sedangkan pada
Potong Belah Empat Ayam Kampung baru dicapai saat umur
Rataan berat DOC, berat badan 12 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa
Ayam Peraskok, dan Ayam Kampung umur potong Ayam Peraskok lebih
sampai umur potong belah empat singkat 2 minggu dibanding Ayam
disajikan pada Tabel 1. Terlihat pada Kampung.
Tabel 1. bahwa berat DOC Ayam
Tabel 2. Rataan pertambahan berat badan, konsumsi ransum, konversi ransum Ayam Peraskok dan
Ayam Kampung sejak DOC sampai umur potong belah empat
Tabel 3. Perhitungan nilai Income over Feed and Chick Cost Ayam Peraskok dan Ayam Kampung pada
umur potong belah empat
Peraskok (Rp 8.319,98 per ekor) lebih Ishibashi. 1995. Animal Science
tinggi dibanding Ayam Kampung (Rp Technology. 66 (43-51).
6.245,08 per ekor). Hal ini menunjukkan Kaharuddin, D. 1989. Pengaruh bobot
bahwa keuntungan memelihara Ayam telur tetas terhadap berat tetas,
Peraskok sebagai ayam buras potong daya tunas, pertambahan bobot
belah empat lebih tinggi dibanding ayam badan dan angka kematian sampai
buras potong jenis Ayam Kampung. umur 4 minggu pada burung
Lebih tingginya nilai keuntungan pada puyuh. Laporan Penelitian
pemeliharaan Ayam Peraskok ini Universitas Bengkulu. Bengkulu.
disebabkan oleh lebih cepatnya umur Kingston, D.J. 1979. Peranan ayam
potong belah empat dengan efisiensi berkeliaran di Indonesia. Laporan
penggunaan ransum yang lebih baik Seminar Industri Perunggasan II.
dibandingkan dengan ayam buras jenis Balai Penelitian Ternak, Ciawi-
Ayam Kampung. Bogor.
Kususiyah. 1995. Hubungan berat telur
dengan berat tetas dan mortalitas
SIMPULAN
puyuh petelur pada minggu
Performans pertumbuhan Ayam pertama. Laporan Penelitian
Peraskok sebagai ayam buras potong Universitas Bengkulu. Bengkulu..
belah empat lebih baik dan lebih Rasyaf, M. 1995. Beternak Ayam
menguntungkan dengan capaian umur Petelur. Penebar Swadaya.
potong belah empat lebih singkat dan Sheridan, A. K. 1986. Selection for
efisiensi penggunaan ransum lebih baik heterosis from reciprocal cross
dibanding ayam buras jenis Ayam population : Estimation of the F1
Kampung. heterosis and its mode of
inheritance. British Poultry Sci. (27)
541-550
DAFTAR PUSTAKA Sudaryani, T. dan H. Santoso. 2000.
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur di
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam
Kandang Baterai. Penebar
Petelur. Lembaga Satu
Swadaya. Jakarta.
Gunungbudi. Bogor.
Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W.
Fujimura, S., S. Kawano, H. Koga, H.
Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan
Takeda, M. Kadowiki, and T.
Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
The Effect of Katuk (Sauropus androgynus) Leaf Extract Lemuru Fish and Vitamin E on
Broiler Performance and Meat Quality
Basyaruddin Zain
ABSTRACT
This research was conducted to determine the effect of leaf extract katuk, lemuru oil and vitamin E as a
substitute for a commercial feed supplement on performance and meat quality of broilers. One hundred and
ninety-five broiler chickens distributed into 13 treatment groups as follows: P0: Feed supplement containing a
commercial feed (feed dick). P1: 9 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 1% lemuru oil. P2: 9 g / kg leaf extract
katuk (EDK) + 1% lemuru oil + 60 mg vit E. P3: 9 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 2% lemuru oil . P4: 9 g / kg
leaf extract katuk (EDK) + 2% lemuru oil + 60 mg vit E. P5: 9 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 3% lemuru oil .
P6: 9 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 3% lemuru oil + 60 mg vit E. P7: 18 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 1%
lemuru oil. P8: 18 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 1% lemuru oil + 60 mg vit E. P9: 18 g / kg leaf extract katuk
(EDK) + 2% lemuru oil. P10: 18 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 2% lemuru oil + 60 mg vit E. P11: 18 g / kg
leaf extract katuk (EDK) + 3% lemuru oil. P12: 18 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 3% lemuru oil + 60 mg vit E.
Design research used Completely Randomized Design (CRD) with 13 treatments and 3 replications. Each test
consisted of five broiler chickens, the number of chickens in the study as many as 195 birds. The data obtained
were analyzed according to the design used (Completely Randomized Design) and Test DMRT (Duncan
Multiple Range Test) to examine differences in treatment effect. The results showed that the use katuk leaf
extract, lemuru oil and vitamin E not differ significantly (P> 0.05) to ration consumption, weight gain and
conversion ration of broiler chickens are very real and different (P <0.01) on levels of cholesterol, triglycerides,
LDL-cholesterol and HDL-cholesterol in blood serum and different broiler highly significant (P <0.01) on
levels of cholesterol, fat and protein content of broiler meat.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun katuk, minyak ikan lemuru dan vitamin E
sebagai pengganti feed suplement komersial terhadap performans dan kualitas daging ayam broiler. Seratus
sembilan puluh lima ekor ayam broiler didistribusikan menjadi 13 kelompok perlakuan yaitu: P0: Pakan
mengandung feed suplement komersial (pakan kontol). P1: 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 1% minyak
ikan lemuru. P2: 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 1% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. P3: 9 g/kg ekstrak
daun katuk (EDK) + 2% minyak ikan lemuru. P4: 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 2% minyak ikan lemuru
+ 60 mg vit E. P5: 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 3% minyak ikan lemuru. P6: 9 g/kg ekstrak daun katuk
(EDK) + 3% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. P7: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 1% minyak ikan
lemuru. P8: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 1% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. P9: 18 g/kg ekstrak
daun katuk (EDK) + 2% minyak ikan lemuru. P10: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 2% minyak ikan
lemuru + 60 mg vit E. P11: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 3% minyak ikan lemuru. P12: 18 g/kg ekstrak
daun katuk (EDK) + 3% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. Rancangan penelitian yang digunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 13 perlakuan dan 3 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam broiler,
jumlah ayam dalam penelitian sebanyak 195 ekor. Data yang diperoleh dianalisis sesuai rancangan yang
digunakan (Rancangan Acak Lengkap) dan Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk menguji perbedaan
pengaruh perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak daun katuk, minyak ikan
lemuru dan vitamin E berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat badan
dan konversi ransum ayam broiler serta berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar kolesterol, trigliserida,
LDL-kolesterol dan HDL-kolesterol dalam serum darah broiler dan berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap
kadar kolesterol, lemak dan kadar protein daging broiler.
Tujuan penelitian ini adalah untuk P8 : 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
mengetahui pengaruh penggunaan 1% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E.
ekstrak daun katuk minyak ikan lemuru P9 : 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
dan vitamin E sebagai pengganti feed 2% minyak ikan lemuru.
suplement komersial dalam ransum P10: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
terhadap performans dan kualitas daging 2% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E.
ayam broiler P11: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
3% minyak ikan lemuru.
P12: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
MATERI DAN METODE
3% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E.
Penelitian ini dilakukan bulan Peubah yang diamati yaitu:
Februari sampai akhir Juli 2009 bertempat konsumsi ransum, pertambahan berat
di Kandang dan Laboratorium Jurusan badan, konversi ransum, kadar kolesterol,
Peternakan Fakultas Pertanian trigliserida, LDL-kolesterol dan HDL-
Universitas Bengkulu. Bahan yang kolesterol dalam serum darah broiler
digunakan adalah 195 ekor ayam broiler, serta kadar kolesterol, lemak dan kadar
ekstrak daun katuk, minyak ikan lemuru, protein daging broiler.
vitamin E, dan bahan penyusun ransum
yang terdiri dari jagung kuning, minyak HASIL DAN PEMBAHASAN
sawit, bungkil kedelai, tepung ikan,
kalsium karbonat, mineral mix, garam, Rataan konsumsi, pertambahan
dan top mix (sebagai feed suplement berat badan dan konversi ransum selama
komersial), serta vaksin ND, vitachick penelitian terlihat seperti pada Tabel 1.
dan desinfektan Penggunaan ekstrak daun katuk,
Rancangan penelitian yang minyak ikan lemuru dan vitamin E dalam
digunakan adalah Rancangan Acak ransum ayam broiler dengan berbagai
Lengkap (RAL) dengan 13 perlakuan dan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0.05)
3 ulangan. Ransum penelitian sebanyak terhadap konsumsi, pertambahan berat
13 perlakuan sebagai berikut : badan dan konversi ransum
P0 : Pakan mengandung feed suplement dibandingkan ransum kontrol. Berbeda
komersial. tidak nyatanya konsumsi ransum, hal ini
P1 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + disebabkan karena ransum perlakuann
1% minyak ikan lemuru. yang menggunakan ekstrak daun katuk,
P2 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + minyak ikan lemuru dan vitamin E
1% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. mempunyai palatabilitas yang sama
P3 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + dengan ransum kontrol yang
2% minyak ikan lemuru. menggunakan feed suplement komersial.
P4 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + Palatabilitas ransum mempengaruhi
2% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. konsumsi sehingga antara ransum
P5 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + perlakuan yang menggunakan ekstrak
3% minyak ikan lemuru. daun katuk, minyak ikan lemuru dan
P6 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + vitamin E dengan ransum kontrol yang
3% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. memakai feed suplement komersial tidak
P7 : 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + mempengaruhi konsumsi ransum ayam
1% minyak ikan lemuru. broiler. Selain palatabilitas jika kita lihat
faktor lain yang mempengaruhi konsumsi
Tabel 1. Rataan konsumsi, pertambahan berat badan dan konversi ransum selama penelitian
51,30% kolesterol dalam serum darah ransum kontrol. Penurunan kadar LDL-
broiler jika dibandingkan dengan ransum kolesterol dalam serum darah broiler
kontrol. Penurunan kadar kolesterol yang terendah 13,82% terdapat pada
dalam serum darah broiler yang ransum perlakuan P2 (9 g/kg ekstrak
terendah 14,08% terdapat pada ransum daun katuk (EDK) + 1% minyak ikan
perlakuan P2 (9 g/kg ekstrak daun katuk lemuru + 60 mg vit E) dan yang tertinggi
(EDK) + 1% minyak ikan lemuru + 60 mg 30,31% terdapat pada ransum perlakuan
vit E) dan yang tertinggi 51,30% terdapat P10 (18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
pada ransum perlakuan P12 (18 g/kg 2% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E).
ekstrak daun katuk (EDK) + 3% minyak Ransum perlakuan dapat
ikan lemuru + 60 mg vit E). meningkatkan antara 6,46% sampai
Ransum perlakuan dapat 12,22% HDL-kolesterol dalam serum
menurunkan antara 10,88% sampai darah broiler jika dibandingkan dengan
27,64% trigliserida dalam serum darah ransum kontrol. Peningkatan kadar HDL-
broiler jika dibandingkan dengan ransum kolesterol dalam serum darah broiler
kontrol. Penurunan kadar trigliserida yang terendah 6,46% terdapat pada
dalam serum darah broiler yang terendah ransum perlakuan P8 (18 g/kg ekstrak
10,88% terdapat pada ransum perlakuan daun katuk (EDK) + 1% minyak ikan
P3 (9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 2% lemuru + 60 mg vit E) dan yang tertinggi
minyak ikan lemuru) dan yang tertinggi 12,22% terdapat pada ransum perlakuan
27,64% terdapat pada ransum perlakuan P11 (18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
P12 (18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 3% minyak ikan lemuru).
3% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E). Penurunan kolesterol, trigliserida
Ransum perlakuan dapat dan LDL-kolesterol dalam serum darah
menurunkan antara 13,82% sampai broiler disebabkan karena zat aktif
30,31% LDL-kolesterol dalam serum flavonoid dalam daun katuk sementara
darah broiler jika dibandingkan dengan senyawa yang berperan dalam minyak
lemuru adalah asam lemak tak jenuh kolesterol dalam plasma darah.
rantai panjang omega-3 (PUFA). Sebagaimana hasil penelitian Fenita
Flavonoid berfungsi menghambat (2002) bahwa minyak ikan lemuru
oksidasi kolesterol LDL. Flavonoid mengandung asam lemak omega 3
meningkatkan kadar prostasiklin. berupa EPA dan DHA. Hasil penelitian
Prostasiklin adalah substansi yang ini menunjukkan bahwa EDK, minyak
diproduksi oleh endothelium pembuluh ikan lemuru dan vitamin E berpotensi
darah dan menyebabkan vasodilatasi, untuk menekan resiko terkena penyakit
menghambat pembentukan platelet darah penyempitan pembuluh darah
(kepingan sel-sel darah) dan gumpalan (atherosclerosis). Penggunaan EDK,
darah serta menghambat masuknya minyak lemuru dan vitamin E ternyata
kolesterol LDL (kolesterol jahat) ke cukup efektif untuk menurunkan
dalam dinding pembuluh darah. konsentrasi kolesterol, LDL-kolesterol
Sebagaimana pendapat Santoso et dan trigliserida serta meningkatkan HDL-
al. (2004) bahwa ekstrak daun katuk kolesterol.
dapat menurunkan konsentrasi Kadar kolesterol, protein dan lemak
kolesterol dan LDL-kolesterol pada ayam daging dada broiler pada Tabel 3.
pedaging tapi tidak dapat menaikkan Penggunaan ekstrak daun katuk, minyak
HDL-kolesterol. Pada penelitian ini ikan lemuru dan vitamin E dalam ransum
ternyata pemberian ekstrak daun katuk, ayam broiler dengan berbagai perlakuan
minyak lemuru dan vitamin E mampu berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap
meningkatkan kadar HDL kolesterol. berbeda kadar kolesterol, lemak dan
Peningkatan HDL-kolesterol ini protein daging broiler dibandingkan
disebabkan karena adanya pemberian ransum kontrol.
minyak ikan lemuru dalam ransum. Hasil penelitian menunjukkan
Minyak ikan lemuru mengandung asam bahwa suplementasi EDK dan minyak
lemak omega 3 yang dapat menurunkan lemuru menurunkan kadar kolesterol dan
trigliserida dan meningkatkan HDL- lemak daging broiler (P<0,01) dan
Email: meisji@yahoo.com
ABSTRACT
Pegagan duck as native south sumatera duck were one of specific genetic resource that needs to be preserved
and explored. Scientific information on Pegagan as animal genetic resources is less than other native ducks.
This study was done in order to identified and explored the performance of hatching egg of Pegagan duck.
Five-hundreds hatching eggs were collected from 3 sub district; Tanjung Raja, Inderalaya and Pemulutan of
Ogan Ilir Regency, South Sumatera. They were weighed and measured to generated egg index. The eggs
were hatched using hatching machine that already desinfected using lisol 2.5%. Along the hatching, all eggs
were rotated from day-3 to day-25. Egg candling was done in day-5, day-13 and day-25. The results shows
that average egg weight were 65 g. Bluish-green egg shell and average of egg index were 750,03%. Pegagan
duck egg fertility were low (60%) and its hatchability were 53% with hatching weight 36.37 3,39 g.
ABSTRAK
Itik Pegagan sebagai itik lokal Sumatera Selatan merupakan salah satu sumber genetik ternak atau kekayaan
hayati lokal Indonesia, yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Sejauh ini data ilmiah mengenai itik
Pegagan sebagai sumber plasma nutfah relatif masih sedikit dibandingkan ternak itik lokal lainnya. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengidentifikasi keragaan telur tetas itik Pegagan.
Penelitian inidiawali dengan mengumpulkan telur tetas itik Pegagan sebanyak 500 butir yang didapat dari
tiga kecamatan yaitu kecamatan Tanjung Raja, Inderalaya dan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir Sumatera
Selatan. Telur itik yang dikumpulkan kemudian ditimbang dengan timbangan telur untuk mengetahui bobot
telur (g), kemudian diukur panjang (mm) dan lebar telur (mm) untuk mengetahui indeks telur. Selanjutnya
telur ditetaskan dengan mesin tetas yang sebelumnya dibersihkan dengan lisol 2.5%. Selama proses penetasan
dilakukan pemutaran telur mulai hari ketiga sampai hari ke-25. Pemeriksaan telur (candling) dilakukan tiga
kali yaitu pada hari kelima, ke-13 dan ke-25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot telur tetas
yang digunakan 65 g, warna kerabang telur itik Pegagan adalah hijau kebiruan, rataan indeks telur itik
Pegagan 750,03%. Fertilitas telur itik Pegagan yang dikumpulkan dari peternak itik rendah yaitu sebesar
60%, dengan daya tetas 53% dan bobot tetas sebesar 36,37 3,39 g.
ternak dapat dicapai dengan dua cara dan meningkatkan manfaat itik Pegagan
yaitu dengan peningkatan populasi serta dapat dijadikan sebagai pedoman
ternak dan peningkatan mutu genetik dalam upaya pembudidayaannya.
ternak. Dalam rangka melestarikan ternak
lokal maka telah banyak dilakukan
MATERI DAN METODE
bermacam-macam usaha antara lain
dengan inseminasi buatan dan Penelitian ini akan diawali dengan
persilangan-persilangan. mengumpulkan telur tetas itik Pegagan
Itik Pegagan sebagai itik lokal sebanyak 500 butir yang didapat dari tiga
Sumatera Selatan merupakan salah satu kecamatan yaitu kecamatan Tanjung Raja,
sumber daya genetik ternak atau Inderalaya dan Pemulutan Kabupaten
kekayaan hayati lokal Indonesia, yang Ogan Ilir Sumatera Selatan. Telur itik
perlu dilestarikan dan dikembangkan. yang dikumpulkan kemudian ditimbang
Sejauh ini data ilmiah mengenai itik dengan timbangan telur untuk
Pegagan sebagai sumber plasma nutfah mengetahui bobot telur (g), kemudian
relatif masih sedikit dibandingkan ternak diukur panjang (mm) dan lebar telur
itik lokal lainnya. Sehingga perlu (mm) untuk mengetahui indeks telur.
diupayakan pelestarian. Telur kemudian difumigasi dengan
Itik Pegagan berasal dari desa larutan kalium permanganat-formalin.
Kotodaro, Kecamatan Tanjung Raja, Larutan terdiri dari 4 g kalium
Kabupaten Ogan Ilir (OI), Propinsi permanganat dan 5 cc formalin untuk
Sumatera Selatan. Populasinya dari luasan satu meter kubik selama 15 menit.
waktu ke waktu relatif semakin menurun, Selanjutnya telur ditetaskan dengan
sehingga sekarang ini populasi itik mesin tetas yang sebelumnya dibersihkan
tersebut hanya sekitar 10% dari populasi dengan lisol 2.5%.
itik di Sumatera Selatan. Padahal itik Selama proses penetasan dilakukan
Pegagan sebagai sumber plasma nutfah pemutaran telur mulai hari ketiga sampai
belum banyak diungkap sebagaimana hari ke-25. Pemeriksaan telur (candling)
ternak itik lokal lain. Potensi itik Pegagan dilakukan tiga kali yaitu pada hari
mempunyai keunggulan dibandingkan kelima, ke-13 dan ke-25. Pemeriksaan
dengan itik lokal lainnya. Keunggulan pertama dilakukan untuk mengetahui
tersebut adalah berat badan rata-rata itik fertilitas telur. Pemeriksaan kedua dan
dewasanya yang dapat mencapai > 2 kg, ketiga dilakukan untuk mengeluarkan
serta berat telur rata-ratanya dapat telur-telur dengan embrio mati. Mulai
mencapai > 70 g. hari ke-25 sampai menetas (umumnya
Pengembangan itik Pegagan hari ke-28) telur-telur tidak diputar lagi,
tersebut perlu dilakukan melalui program sehingga diketahui dari telur yang mana
pemuliaan dengan memperhatikan itik tersebut berasal. Daya tetas telur
karakteristiknya. Program pemuliaan ditentukan berdasarkan perbandingan
secara nyata dapat membantu dalam jumlah telur yang menetas dan tidak.
menghasilkan jenis itik tertentu dengan
sifat-sifat dan tujuan produksi yang
diharapkan. Tujuan dari penelitian ini HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah untuk mempelajari dan
Keragaan Telur Tetas Itik Pegagan
mengidentifikasi keragaan telur tetas dan
Keragaan telur tetas itik Pegagan
hasil penetasan telur itik Pegagan yang
hasil penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
pada akhirnya untuk mempopulerkan
Setioko, A.R., Istiana. 1999. Pembibitan Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas.
itik Alabio di Kabupaten Hulu Jogjakarta; Gadjah Mada University
Sungai Tengah. Prosiding Seminar Press.
Nasional Peternakan dan Veteriner. Washburn, K.W. 1993. Genetics variation in
Jilid I; Bogor,1-2 Desember 1999. egg composition In: Poultry breeding
Pusat Penelitian dan and genetics. Crawford RD (eds).
Pengembangan Peternakan. Badan Departement of Animal and Poultry
Penelitian dan Pengembangan Science. University of
Pertanian. Bogor. hlm. 382-387. Saskatchewan, Saskatoon. Canada.
Suparyanto, A. 2005. Peningkatan pp. 781-804.
produktivitas daging itik Wilson, H.R. 1997. Effecs of maternal
mandalung melalui pembentukan nutrient on hatchability. J Poult Sci
galur induk.[disertasi]. Bogor: 76:143-146.
Sekolah Pascasarjana, Institut Wulandari, W.A. 2005. Kajian
Pertanian Bogor karakteristik biologis itik Cihateup
Suryana. 2011. Karakterisasi Fenotipik [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
dan Genetik Itik Alabio (Anas Institut Pertanian Bogor.
platyrhynchos Borneo) di Kalimantan Wibowo, B., E. Juarini, Sunarto. 2005.
Selatan Dalam Rangka Pemanfaatan Analisa ekonomi usaha penetasan
dan Pelestarian Secara telur itik di Sentra produksi.
Berkelanjutan. Disertasi. Sekolah Didalam: Merebut peluang
Pascasarjana, Institut Pertanian agribisnis melalui pengembangan
Bogor. usaha kecil dan menegah unggas
Suryana, B.W. Tiro. 2007. Keragaan air. Prosiding Lokakarya Unggas Air
penetasan telur itik Alabio dengan II. Ciawi 16-17 Nopember 2005.
sistem gabah di Kalimantan Selatan. Kerjasama balai Penelitian Ternak,
Didalam; Percepatan Inovasi Masyarakat Ilmu Perunggasan
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Indonesia dan Fakultas Peternakan
Mendukung Kemandirian Institut Pertanian Bogor.
Masyarakat Kampung di Papua. Yuwono, D.M., Subiharta, A. Hermawan.
Prosiding Seminar Nasional dan 2006. Kajian inovasi kelembagaan
Ekspose. Balai Pengkajian Teknologi pembibitan itik Tegal Unggul
Pertanian (BPTP) Papua; Jayapura, model inti-plasma. Prosiding
5-6 Juli 2007. Balai Besar Pengkajian Seminar nasional Inovasi Teknologi
dan Pengembangan Teknologi dalam mendukung usaha ternak
Pertanian. Badan Penelitian dan unggas berdaya saing. Semarang, 4
Pengembangan Pertanian. Agustus 2006. Pusat Penelitian dan
Bogor.hlm 269-277. Pengembangan Peternakan
Solihat, S., I. Suswoyo, Ismoyowati. 2003. bekerjasana dengan Jurusan Sosial
Kemampuan performan produksi Ekonomi Fakultas Peternakan
telur dari berbagai itik lokal. J Universitas Diponegoro. Semarang.
Peternakan Tropik 3 (1):27-32. hlm. 176-184.
Effect of Katuk Leaves Supplementation on Burgos Ovarium and Oviduct Size and Egg
Production Performance
Heri D. Putranto1,2)
1)Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
2) Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pertanian Unib
Jalan Raya W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A
Telp. +62 -736 - 21170 ext. 219 Faks. +62 -736 - 21290
e-mail: heri_dp@unib.ac.id
ABSTRACT
Burgo chicken is one of potential natural fauna resources of Bengkulu Province, Indonesia. The reproductive
physiology status of this endemic species is still remain unclear. The cock well knowns for its beautiful color
and classified as a crowler type fowl. The hen has a potency as an egg producer. Female burgos in this study
were supplemented by 4 levels of katuk leaves extract (non-supplemented, 9, 18 and 27g/chick/day) during 8
weeks. The purpose of this study was to explore the effect of katuk leaves extract supplementation diluted
into drinking water on female burgos ovarium and oviduct size, and egg production. The results showed that
the treatment did not significantly affected all parameters (P>0.05). However, the supplemented of katuk
leaves extract hen groups had a higher egg production and ovarium and oviduct size than non-supplemented
group. The reason was katuk leaves contains precursor which has a main role in eicosanoids biosynthesis and
involved in reproduction and physiological process. Katuk leaves also contains estradiol-17 benzoate which
is functioned to improve the reproduction and to stimulate follicle growth and finally caused a higher egg
production.
ABSTRAK
Ayam Burgo merupakan salah satu plasma nutfah Provinsi Bengkulu dan juga Indonesia yang hingga saat ini
belum banyak diketahui tentang informasi fisiologi reproduksinya. Selain dikenal karena keindahan bulu dan
suara ayam jantannya, ayam Burgo betina juga memiliki potensi sebagai penghasil telur. Pada studi ini, ayam
Burgo betina mendapatkan suplementasi ekstrak daun katuk yang dibagi dalam 4 aras yaitu
nonsuplementasi, 9, 18 dan 27 gr/ekor/hari selama 8 minggu. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suplementasi ekstrak daun katuk yang diberikan melalui air minum terhadap ukuran ovarium, oviduk dan
tampilan produksi telur ayam Burgo betina sebagai salah satu upaya mendapatkan informasi dasar fisiologi
reproduksinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suplementasi ekstrak daun katuk tidak
berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati (P>0,05). Tetapi dengan adanya suplementasi
ekstrak daun katuk, ayam Burgo betina memiliki kecenderungan untuk bisa menghasilkan produksi telur
yang lebih tinggi serta ukuran ovarium dan oviduk yang lebih baik dibanding ayam nonsuplementasi. Hal ini
disebabkan karena daun katuk memiliki kandungan prekursor yang berperan dalam biosintesa eicosanoids
dan terlibat dalam proses reproduksi dan fisiologi serta kandungan senyawa aktif seperti estradiol-17
benzoat yang dapat meningkatkan fungsi reproduksi dan merangsang pertumbuhan folikel sehingga ayam
dapat menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi.
H4: suplementasi ekstrak daun katuk Tabel 1. Formulasi ransum basal (kg/100 kg)
dalam air minum aras 27 gr/ekor/hari. No Komposisi Bahan Volume (kg/100 kg)
Masa perlakuan suplementasi dilakukan 1 Jagung halus 50.0
selama 8 minggu. Aras suplementasi 2 Konsentrat 24.0
3 Tepung kacang hijau 4.0
ekstrak daun katuk dijustifikasi
4 Tepung kacang kedelai 4.0
berdasarkan hasil penelitian Santoso et al. 5 Tepung kacang 6.0
(2003). Selanjutnya Santoso et al. (2003, 6 Tepung ikan 7.0
7 Minyak kelapa 1.0
2005) melaporkan bahwa suplementasi
8 Tepung tulang 2.2
ekstrak daun katuk sebanyak 27 gr/kg 9 Kalsium karbonat 1.0
ransum telah berhasil meningkatkan 10 Premix 0.5
produksi telur pada ayam broiler. Komposisi
PK (%) 16.5
Ayam diberikan pakan campuran ME (kcal/kg) 2752.0
yang mengandung 16% protein kasar Dimodifikasi dari Santoso et al. (2003).
Tabel 2. Berat ovarium ayam Burgo betina selama 8 minggu perlakuan (butir/ekor)
Tabel 3. Berat oviduk (gr/ekor) dan panjang oviduk (cm/ekor) ayam Burgo betina selama 8 minggu perlakuan
perlakuan suplementasi ekstrak daun Rerata produksi telur ayam Burgo betina
katuk cenderung lebih berat dan lebih dalam studi ini berkisar antara 15 butir
panjang dibanding ayam Burgo betina hingga mencapai 26 butir/ekor/8 minggu.
nonsuplementasi (kontrol). Menurut Hasil ini studi ini masih sejalan dengan
Budiasa (2008), ekstrak daun katuk pendapat Warnoto dan Setianto (2009)
mengandung FSH dan LH yang dapat yang menyatakan bahwa ayam Burgo
meningkatkan steroidogenesis yang betina dapat memproduksi telur
sebagian besar adalah estrogen, sebanyak 1015 butir per periode bertelur
androgen dan progesteron. Hormon- atau total sekitar 60 butir per tahun. Lebih
hormon reproduksi tersebut mempunyai lanjut disebutkan bahwa berat telur ayam
peran penting untuk pertumbuhan dan Burgo relatif lebih ringan daripada ayam
pemeliharaan saluran reproduksi betina. kampung, yaitu 26.50 35.50 gr untuk
Dengan adanya suplementasi ekstrak ayam Burgo (Warnoto, 2001) dan
daun katuk dalam air minum ayam mencapai 41 gr untuk ayam kampung
Burgo betina dalam studi ini, (Diwyanto and Iskandar, 1999). Ukuran
diperkirakan telah menyebabkan telur yang lebih kecil ini disebabkan oleh
bertambah banyaknya produksi hormon karakteristik tubuh ayam Burgo betina
reproduksi sehingga ukuran (berat dan yang lebih ringan daripada ayam
panjang) oviduk pada ayam Burgo betina kampung (Gibson, 2011; Putranto, 2011b).
suplementasi menjadi lebih tinggi Jika diamati lebih lanjut, rerata
dibandingkan ayam Burgo betina produksi telur ayam Burgo yang
nonsuplementasi. mendapat suplementasi ekstrak daun
Hasil analisis sidik ragam pada katuk aras 27 gr/ekor/hari cenderung
Tabel 4 memperlihatkan bahwa menghasilkan rerata produksi telur yang
perlakuan suplementasi ekstrak daun lebih banyak dibandingkan perlakuan
katuk berpengaruh tidak nyata terhadap lainnya. Salah satu senyawa yang diduga
rerata produksi telur ayam Burgo betina dapat berperan dalam peningkatan
selama 8 minggu perlakuan (P> 0,05). produksi telur adalah asam benzoat
Tabel 4. Produksi telur ayam Burgo betina selama 8 minggu perlakuan (butir/ekor)
ABSTRACT
The study of relationship between the honey productivity and honey bee-coffee plantation integration was
conducted in Kepahiang, the Province of Bengkulu. The objective of this study was to evaluate the application
of Apis cerana-coffee plant integration system on honey production and coffee bean as well.. The experiment
was arranged in a completely randomized design with two treatments and ten replications. The result showed
that honey production was higher by 114% than that outside the plantation. Similar to the honey
productionn, coffee been production at honeybee-coffee plantation integration was significantly higher by
10.55 % than that was unpollinated by Apis cerana.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di Kepahiang, Provinsi Bengkulu dengan tujuan untuk mengevaluasi penerapan
sistem integrasi perkebunan kopi dengan lebah madu Apis cerana terhadap produksi madu dan produksi
kopi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua perlakuan dan 10 ulangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa produksi madu lebih tinggi 114% daripada madu yang dihasilkan di luar
perkebunan kopi. Sejalan dengan produksi madu, produksi kopi juga lebih tinggi 10,55% dari pada produksi
kopi pada kebun yang penyerbukannya tidak dengan Apis cerana.
produksi nektar kebun kopi adalah 18,14 mampu mencukupi maka disarankan
ml/pohon/hari. Selama petani menanam untuk menyebarkan lebah sebanyak
kopi dengan kepadatan 2000 batang/ha sembilah puluh delapan ztzu dibulatkan
maka produksi nektar pada saat kopi keatas menjadi 66 stup/koloni per satu
berbungan adalah 36,27 l/ha/hari. Tabel 1 hektar kebun kopi.
menunjukan perkembangan produksi Produksi nektar kaliandra di lokasi
nektar kopi yang berfluktuasi dan rata- penelitian belum bisa diidentifikasi
rata tertinggi terjadi pada Bulan Juli. Hal berkaitan dengan keadaan kalianra yang
ini sesuai dengan yang dilaporkan belum berbunga sampai akhir penelitian.
Perhutani (1994) bahwa puncak Namun demikian di sekitar lokasi
pembungaan kopi di Indonesia terjadi terdapat beberapa pohon kaliandra yang
pada bulan Juli. sudah berbunga lebat, Jadi pada satu
Produksi nektar kebun kopi rata- tahun ke depan diperkirakan bahwa
rata per hari adalah 18.14 ml/pohon/hari, nektar yang dibutuhkan lebah pada saat
berarti dengan kepadatan pohon kopi kopi tidak berbunga dapat dipenuhi oleh
2000 bohon/ha, rata-rata produksi per nektar kaliandra. Berdasarkan penelitian
hektar kopi adalah 36,286.08 ml/ha/hari. yang dilakukan Husaini (1986) bahwa
Bila kebutuhan nektar lebah madu 145 rata-rata produksi nektar kaliandra
ml/stup/hari (Husaini, 1986) maka daya adalah 119 liter/ha/hari atau 0.042
dukung kebun kopi adalah 250 koloni. Ini liter/pohon/hari atau 42 ml/pohon/hari.
artinya kalau tidak ada predator lainnya Bila koloni yang dibudidayakan 100
(grazers), maka kebun kopi di Kabupaten kotak/ha kopi maka untuk mengatasi
Kepahiang Propinsi Bengkulu mampu kekurangan nektar pada saat kopi sedang
mencukupi peternakan lebah dengan tidak berbunga dapat dilakukan
skala usaha 250 koloni. Untuk penanaman kaliandra minimal sebanyak
mengantisipasi adanya predator lain (100 x 145)/42=346 batang.
pengisap nektar kopi dan cuaca yang
buruk yang menyebabkan bunga kopi Pengaruh Integrasi Terhadap Populasi
menurun, yang dijadikan patokan dalam Lebah
menentukan jumlah koloni adalah Koloni lebah sebelum
produksi nektar terendah yaitu sekitar dibudidayakan baik di areal maupun di
9,49 liter/ha/hari, bila 50% nektar luar Sinkolema dihitung ukuran
diperkirakan dikonsumsi serangga lain, populasinya, sehinga populasi awal
berarti pada saat produksi nektar relatif seragam yaitu rata-rata tiga belas
minimal, kebun kopi diperkirakan ribuan ekor per koloni. Dalam
No Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des
1 17,22 14,31 - - 18,48 26,60 35,89 25,20 - - 16,84 25,38
2 21,80 25,90 - - 23,60 32,40 38,60 35,70 - - 28,50 33,90
3 375,40 370,60 - - 436,10 861,90 1.385,50 899,80 - - 480,00 860,40
4 9,61 9,49 - - 11,16 22,06 35,47 23,03 - - 12,29 22,03
5 Rata-rata Produksi Nektar kopi per pohon per hari 18,14 ml/pohon/hari
Keterangan
1. Rata-rata kuntum buna per tangkai
2. Rata-rata tangkai bunga per pohon
3. Produksi kuntum bunga per pohon
4. Produksi nektar per pohon (ml)
Gambar 4 : Grafik produksi madu yang di pelihara dengan dan tanpa integrasi
terpusat hijrah. Hidayat (1986) lebah perlu didisain dalam kawasan yang
menyatakan bahwa lebah memanfaatkan lebih komprehensif.
nektar yang berda paling dekat dengan
koloninya, artinya semakin padat DAFTAR PUSTAKA
pupulasi lebah pada suatu tempat maka
akan terjadi persaingan yang semakin Badan Penelitian dan Pengembangan
berat. Hal ini tentunya akan Kehutanan. 2005. Aspek teknis
menyebabkan turunnya produksi atau dalam strategi pemuliaan bibit
terganggunya keseimbangan populasi lebah lebah madu A. cerana. Dept.
dan akibat yang paling tinggi akan Kehutanan
terjadinya hijrah (absconding). Gambar 5 Biesmeijer J.C., Slaa E.J. (2004)
menunjukan perkembangan produksi Information flow and organization
lebah berdasarkan tata letak. of stingless bee foraging,
Rataan produksi kopi di Apidologie 35, 143157.
perkebunan yang diintegrasikan dengan BPS. 2007. Kepahiang Dalam Angka. Biro
lebah sebesar 1.31 ton/ha, sedangkan Pusat Statistik Kabupaten
rataan produksi kopi di luar wilayah Kepahiang, Bengkulu.
integrasi 1.18 ton/ha. Hal ini menujukan Crane E. 1990. Bees and Beekeping. Science,
bahwa sinkolema mampu meningkatkan Practice and World Resources.
produksi kopi di Kabupaten Kepahiang Comstock Publishing Associates a
setinggi 10.55%. Lebah dalam melakukan division of Cornell University Press.
polinasi lebih efektif karena probostisnya Ithaca, New York. Pp 364
yang panjang lancip dilengkapi dengan Department of Agriculture and Food
rambut tempat menempel tepungsari dan Western Australia. 2009. Bee
pindah ke kepala putik kopi. pollination benefits for other crops.
http://wwwtest.agric.wa.gov.au/PC
_91812. html?s=0
SIMPULAN
Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Perkebunan kopi di Kepahiang Kabupaten Kepahiang. 2009.
mampu mendukung sampai 250 koloni Laporan Hasil Monitoring dan
per hektar dari Apis cerana dengan tata Evaluasi Dinas Kehutanan dan
letak tersebar, tetapi untuk beberapa Perkebunan Kabupaten Kepahiang.
alasan sangat dianjurkan untuk Bengkulu
menempatkan 66 koloni per hektar. Gozmerac, W. L. 1983. Bees, Beekeeping,
Integrasi lebah madu perkebunan kopi Honey and Pollination. AVI
meningkatkan baik produktivitas madu Publishing Company, Inc.
sampai dengan 114% maupun produksi WestPort, Connecticut.
biji kopi hingga 10,55%. Produksi lebah Husaeni, E. A. 1986. Potensi Produksi
madu di perkebunan kopi jauh lebih Nektar dari Tegakan Kaliandra
tinggi karena kelimpahan pakan dan Bunga Merah (Calliandra calothyrsus
jumlah populasi tinggi. Meissn). Prosiding Lokakarya
Produktivitas lebah sangat Pembudidayaan Lebah Madu untuk
tergantung dari perkembangan Peningkatan Kesejahteraan
populasinya dan kondisi populasi sangat Masyarakat. Perum Perhutani,
dipengaruhi oleh ketersedian nektar dan Jakarta
polen secara alami maka pengelolaan Kakutani T., Inoue T., Tezuka T., Maeta Y.
(1993) Pollination of strawberry by
ABSTRACT
This research aims to determine the effect of addition of the protease enzyme of plant against physical and
organoleptic properties (taste, texture, and color) of beef. This research used randomized block design with
ten treatments. The results showed no effect of addition of plant protease enzyme (enzyme papain from
papaya fruit, bromelain from pineapple fruit, and the thiol protease from ginger rhizome) against shrinkage
and color of cooked beef (p> 0.05). And the effect of adding a protease enzyme plant to taste and texture of
beef (p <0.05).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim protease tanaman terhadap sifat
fisik dan organoleptik (rasa, tekstur, dan warna) daging sapi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok dengan sepuluh perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh penambahan enzim
protease tanaman (enzim papain dari buah pepaya, bromelin dari buah nanas, dan protease thiol dari rimpang
jahe) terhadap susut masak dan warna daging sapi ( p > 0,05). Serta adanya pengaruh penambahan enzim
protease tanaman terhadap rasa dan tekstur daging sapi ( p < 0,05).
sapi yang biasa dikonsumsi masyarakat, bernama proteinase thiol yang dapat
kebanyakan konsistensinya liat karena digunakan untuk mengempukan daging
berasal dari ternak kerja yang sudah tua sebelum dimasak (lee, dkk dalam
(Murtini dan Qomarudin, 2003). Selain Komariah dkk, 2004). Penggunaan buah
itu, daging sapi yang belum dilayukan pepaya muda, buah nanas dan rimpang
sebelum dikonsumsi karena masih jahe sebagai sumber enzim protease
mengalami rigor mortis juga pengempuk daging karena bahan-bahan
menyebabkan konsistensinya liat (Dyah, tersebut mudah diperoleh di wilayah
1986 dalam Istika, 2009). Bengkulu dan aman untuk dikonsumsi.
Kualitas utama daging ditentukan Penambahan jenis enzim protease ini
oleh keempukan, citarasa, dan warna. akan menghasilkan keempukan awal
Diantara ketiga hal tersebut, keempukan pada serabu-serabut jaringan ikat
memegang peranan terpenting (Soeparno, 2005). Menurut Lawrie (2003),
(Sarashwati, 1995). Kesan keempukan enzim protease mula-mula akan merusak
secara keseluruhan meliputi tekstur dan mukopolisakrida dari matriks substansi
melibatkan tiga aspek yaitu kemudahan dasar, kemudian secara cepat menurun
awal penetrasi gigi ke dalam daging, serat-serat tenunan pengikat menjadi
mudahnya daging dikunyah menjadi masa amorf. Selama proses amorf,
potongan-potongan yang lebih kecil dan kolagen dan miofibril terhidrolisis. Hal
jumlah residu yang tertinggal setelah ini menyebabkan hilangnya ikatan atar
pengunyahan (Bartzler,1971 dalam serat daging dan pemecahan serat
Soeparno, 2005). Salah satu cara untuk fragmen yang lebih pendek, sehingga
meningkatkan keempukan daging sapi meningkatkan keempukan daging. Enzim
adalah dengan penambahan suatu enzim proteoase yang telah ditambahkann ke
(Tarwotjo, 1998). dalam daging mentah baru akan aktif
Enzim adalah suatu katalisator pada suhu 800 C, maka dari pada itu
biologis yang dihasilkan oleh sel-sel diperlukan proses pemasakan daging
hidup dan dapat membantu (Winarno, 1993).
mempercepat bermacam-macam reaksi Pemasakan daging yang telah
biokimia. Faktor-faktor yang dapat ditambahkan enzim protease akan
mempengaruhi kerja enzim yaitu suhu, membuat tekstur daging matang menjadi
pH, inhibitor, konsentrasi enzim dan empuk dan mudah cerna. Selain itu
substrat (Indah, 2004). Enzim yang dapat diharapkan dapat memperpendek waktu
digunakan untuk mengempukan daging pemasakan. Pemasakan dengan
adalah jenis enzim protease menggunakan suhu yang tinggi dan
(Tabrany,2001). waktu yang lama dapat menyebabkan
Enzim protease adalah enzim yang reaksi perubahan pada daging. Reaksi-
menghidrolisis ikatan peptida protein reaksi tersebut diantaranya yaitu
menjadi senyawa-senyawa yang lebih denaturasi, kehilangan zat gizi,
sederhana seperti dipeptida dan asam kehilangan aktivitas enzim, desulfurisasi
amino (Deman, 1997). Jenis enzim dan beberapa reaksi yang dapat
protease untuk pengempukan daging menghasilkan senyawa toksik (Sugiran,
yaitu enzim papain dari getah daun dan 2007).
buah pepaya muda, enzim bromelin dari Keempukan dapat ditentukan
buah nanas dan fisin pada getah pohon secara subjektif dan objektif. Penentuan
ficus (Esti, 2002). Selain itu, rimpang jahe keempukan dan kealotan daging dengan
juga mengandung enzim protease yang metode subjektif dapat dilakukan dengan
P10 : Daging sapi dengan penambahan maka jaringan ikat yang terhidrolisis
20% rimpang jahe semakin banyak, persen susut masak
semakin besar dan daging lebih empuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Organoleptik
Susut Masak Rasa
Hasil analisis ragam menunjukkan Berdasarkan Gambar 1 respon
bahwa penambahan enzim protease panelis yang berjumlah 30 orang
tanaman dari buah pepaya, buah nanas, terhadap rasa daging dengan
dan rimpang jahe tidak berpengaruh penambahan enzim protease tanaman
secara signifikan terhadap susut masak yang berasal dari buah pepaya, buah
daging sapi, yang ditunjukkan dengan nanas, dan rimpang jahe (10%, 15%,dan
nilai p=0,13 (p>0,05). Daging sapi dengan 20%), didapatkan bahwa sebagian besar
penambahan buah nanas 20% memiliki panelis memberikan penilaian tidak suka
skor rata-rata susut masak paling tinggi (skor 2) pada rasa daging dengan
yaitu 55,33% (Tabel 1) penambahan pepaya 10% sebanyak 18
Enzim pengempukan daging ini orang (60%). Berdasarkan Gambar 2
aktif pada temperatur antara 50-800C. diketahui sebagian besar panelis
Menurut Lee. Y, dkk., (1994), menyatakan memberikan penilaian tidak suka (skor 2)
enzim protease berfungsi pada rasa daging dengan penambahan
mengempukkan daging, karena protein nanas 20% sebanyak 12 orang (40%).
pada jaringan ikat dan fragmentasi Berdasarkan Gambar 3 diketahui
miofibril dengan degradasi pada filamen- sebagian besar panelis memberikan
filamen akan terhidrolisis. Istika (2009) penilaian tidak suka (skor 2) pada daging
menyatakan protein (kolagen dan sapi dengan penambahan rimpang jahe
miofibril) terhidrolisis menyebabkan 20% sebanyak 16 orang (53,3%).
hilangnya ikatan antar serat dan Berdasarkan Uji Friedman
pemecahan serat menjadi fragmen yang penambahan enzim protease tanaman
lebih pendek, menjadikan serat otot lebih dari buah pepaya, buah nanas, dan
mudah terpisah sehingga daging lebih rimpang jahe (10%, 15%, dan 20%)
empuk. Hal ini juga sejalan dengan berpengaruh signifikan terhadap daya
penelitian Dhiah (2010), menyatakan terima organoleptik (rasa) daging sapi,
Tabel 1. Susut Masak Daging Sapi Dengan Penambahan Enzim Protease Tanaman (%)
bahwa adanya perbedaan tingkat susut yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,000
masak itik afkir dengan penambahan (p<0,05). Data yang signifikan dilanjutkan
ekstra buah nanas 0% dengan 5%, 10% dengan Uji Multiple Comparison (Uji
dan 15 %, semakin besar konsentrasi Wilcoxon). Hasil Uji Wilcoxon
eksktrak buah nanas yang diberikan, menunjukkan bahwa perbandingan
Tabel 2. Tingkat Kesukaan Rasa Daging Dengan Penambahan Enzim Protease Tanaman
Warna
Berdasarkan Gambar 4 diketahui
bahwa respon panelis yang berjumlah 30
orang terhadap warna daging dengan
penambahan enzim protease tanaman
yang berasal dari buah pepaya, buah
nanas, dan rimpang jahe (10%, 15%,dan
20%), didapatkan bahwa sebagian besar
panelis memberikan penilaian agak suka
Gambar 5. Hasil Uji Organoleptik Warna Daging
(skor 3) pada warna daging dengan
Sapi dengan Penambahan Buah Nanas
penambahan pepaya 20% sebanyak 16
orang (53,3%). Berdasarkan Gambar 5
diketahui sebagian besar panelis
memberikan penilaian tidak suka (skor 2)
pada warna daging dengan penambahan
nanas 20% sebanyak 18 orang (60%), dan
berdasarkan Gambar 6 diketahui
sebagian besar panelis memberikan
penilaian agak suka (skor 3) pada warna
daging sapi dengan penambahan
Gambar 6. Hasil Uji Organoleptik Warna Daging
rimpang jahe 20% sebanyak 14 orang
Sapi dengan Penambahan Rimpang Jahe
(46,7%).
Berdasarkan Uji Friedman penyusunan. Menurut Wijayandi (2003)
penambahan enzim protease tanaman warna adalah kesan yang dihasilkan oleh
dari buah pepaya, buah nanas, dan indera mata terhadap cahaya yang
rimpang jahe (10%, 15%, dan 20%) tidak dipantulkan oleh benda tersebut. Hasil
berpengaruh signifikan terhadap daya penelitian ini sesuai dengan penelitian
terima organoleptik (warna) daging sapi, Grace (1995) penambahan enzim protease
yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,266 yaitu enzim papain pada daging
(p>0,05). Sehingga tidak dilanjutkan kambing tua jantan tidak berpengaruh
dengan Uji Multiple Comparisson (Uji nyata terhadap tingkat kesukaan warna
Wilcoxon). Rata-rata tingkat kesukaan dengan kisaran nilai rata-rata tingkat
panelis dapat dilihat pada Tabel 3. kesukaan yaitu 3,1-3,5.
Menurut Setiawan (1988), nilai Jika dilihat dari uji statistik maka
warna yang objektif dipengaruhi oleh semakin empuk daging yang dihasilkan
komposisi bahan baku yaitu warna awal akibat penambahan enzim protease
Tabel 3. Tingkat Kesukaan Warna Daging Dengan Penambahan Enzim Protease Tanaman
Tekstur
Berdasarkan Gambar 7 diketahui
bahwa respon panelis yang berjumlah 30
orang terhadap tekstur daging dengan
penambahan enzim protease tanaman
yang berasal dari buah pepaya, buah
nanas, dan rimpang jahe (10%, 15%,dan
20%), didapatkan bahwa sebagian besar
Gambar 8. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Daging
panelis memberikan penilaian tidak suka
Sapi dengan Penambahan Buah Nanas
(skor 2) pada tekstur daging dengan
penambahan pepaya 10% sebanyak 16
orang (53,3%). Berdasarkan Gambar 8
diketahui sebagian besar panelis
memberikan penilaian tidak suka (skor 2)
pada tekstur daging dengan penambahan
nanas 20% sebanyak 14 orang (46,7%).
Dan berdasarkan Gambar 9 diketahui
sebagian besar panelis memberikan
penilaian tidak suka (skor 2) pada daging
Gambar 9 Hasil Uji Organoleptik Tekstur Daging Sapi
sapi dengan penambahan rimpang jahe
Dengan Penambahan Rimpang Jahe
10% sebanyak 17 orang (56,7%).
Berdasarkan Uji Friedman terima organoleptik (tekstur) daging
penambahan enzim protease tanaman sapi, yang ditunjukkan dengan nilai p
dari buah pepaya, buah nanas, dan = 0,009 (p<0,05). Data yang signifikan
rimpang jahe (10%, 15%, dan 20%) dilanjutkan dengan Uji Wilcoxon. Hasil
berpengaruh signifikan terhadap daya Uji Wilcoxon menunjukkan Keterangan :
Tabel 4. Tingkat Kesukaan Tekstur Daging Dengan Penambahan Enzim Protease Tanaman
Meat Chicken Production Performance by Using Cotton Seed Cake as Substitution of Part
of Soybean Cake in Ration
Staf Pengajar Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Jl. Raya Palembang-Prabumulih
Km. 32 Indralaya, Ogan Ilir Kode Pos 30662. Email Era_saharamada@yahoo.co.id
ABSTRACT
The aim of this research was to know the effect of using cottonseed cake as a substitution part of soybean cake
on boriler growth performance. The study used 2 week-old broiler. The treatments of the research were
using cottonseed cake 0% (R0), 6% (R1), 12% (R2), and 18%(R3) with Completely Randomized Design (CRD)
and each treatment was replicated 4 times. Each treatment contained 6 broilers. The result of the research
showed that cottonseed cake was significantly different effect on ration consumption, body weight gain, and
rantion convertion. The best result was indicated by R2. It could be concluded that using cottonseed cake as
substitution of soybean cake was 12%.
ABSTRAK
Meningkatnya harga ransum, mengharuskan kita mencari bahan alternatif lain yang harganya lebih murah,
salah satunya adalah penggunaan bungkil biji kapas (BBK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan BBK sebagai pengganti sebagian bungkil kedelai terhadap pertumbuhan ayam
broiler. Penelitian ini menggunakan ayam broiler umur dua minggu. Ransum perlakuan yang digunakan
terdiri dari 4 tingkat penggunaan BBK sebagai pengganti bungkil kedelai yakni R0 (0%), R1(6%), R2 (12%)
dan R3 (18%). Rancangan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Kelompok) yang terdiri dari 4
perlakuan dan 4 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 6 ekor ayam dengan menggunakan kandang koloni.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada berbagai perlakuan penggunaan BBK berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan (PBB) dan konvesi ransum terbaik diperoleh
pada perlakuan R2. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan BBK sebagai pengganti
bungkil kedelai terbaik diperoleh pada tingkat 12%.
Kata Kunci: bungkil biji kapas, bungkil kedelai , ransum, ayam broiler
seluruh biaya produksi. Belum lagi Protein 19,4%, lemak 19,5%, asam lemak
ditambahn dengan adanya lonjakan linoleat47,8%, asam lemak palmitat 23,4%
harga pakan yang sering meningkat. dan asam lemak oleat 22,9%. (warrintek-
Lonjakan harga pakan tentunya mentri Negara Riset dan Teknologi, 2012).
disebabkan oleh semakin tingginya harga Sehingga memungkinkan digunakan
bahan baku pakan ayam yangh sering sebagai pengganti tepung kedelai dan
digunakan selama ini banyak bersaing kacang tanah dalam pakan ternak. Faktor
dengan kebutuhan pangan manusia. yang menjadi kendala dalam
Oleh karena itu banyak para ahli nutrisi penggunaan bungkil biji kappa sebagai
yang berusaha mencari alternative bahan campuran pakan adalah serat kasarnya
baku pakan yang mempunyai nilai gizi tinggi, palatabilitas rendah dan adanya
yang relative sama tetapi harganya zat anti nutrisi (gossypol). Gosipol
murah dan yang tidak bersaing dengan adalah senyawa pigmen poliphenolat
kebutuhan pangan manusia. Salah kuning yang ditemukan dalam bagian
satunya adalah bungkil biji kapas (BBK). berminyak biji kapas (Fapet IPB, 2012).
Bungkil biji kapas adalah bahan Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan
ikutan penggilingan minyak kapas yang beberapa cara antara lain dengan
mempunyai kandungan nutrisi yang penambahan FeSO4 dalam ransum atau
cukup tinggi, tidak bersaing dengan diberikan perlakuan pemanasan.
kebutuhan pangan manusia dan Penambahan besi dengan perbandingan
harganya relative murah sebagai bahan 1:1 dengan gosipol bebas, dapat
campuran pakan. Tanaman kapas di meningkatkan taraf penggunaan bungkil
Indonesia banyak ditanam terutama di biji kapas dalam ransum broiler atau
daerah Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara layer (Amrullah, 2004)
Barat dan Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian memperlihatkan
Sedangkan prospek tanaman kapas di bahwa bungkil biji kapas dapat
Indonesia masih cerah karena permintaan dimanfaatkan dalam ransum ayam
akan sandang terus meningkat seiring broiler periode finisher sampai 15%.
dengan laju pertumbuhan dan Akan tetapi sampai saat ini belum ada
peningkatan pendapatan rakyat. laporan tentang kemampuan dari bungkil
Tanaman kapas ditanam terutama untuk biji kapas untuk dapat menggantikan
mendapatkan kapas yang akan diolah bungkil kedelai dalam ransum ayam
menjadi tekstil, haasil ikutannya berupa broiler.
biji kapas. Sebagai hasil sampingan biji Tanaman kapas merupakan
kapas setelah diambil minyaknya untuk tanaman yang akan dimanfaatkan
keperluan industry makanan dan kapasnya yang akan diolah menjadi
komestika adalah berupa bungkil biji tekstil, sehingga tanaman ini setiap
kapas. Sangat disayangkan selama ini tahunnya akan meningkat. Sejalan
bungkil biji kapas belum banyak dengan peningkatan produksi tanaman
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, hal kapas, produksi bungkil biji kapas turut
ini disebabkan kurangnya pengetahuan meningkat pula, hal ini dapat dilihat dari
tentang bungkil biji kapas sebagai pakan produksi kapas menghasilkan biji kapas
Mternak. 2/3 dari beratnya, sedang serabut hanya
Sebagai pakan ternak bungkil biji 1/3 nya. Bungkil ini merupakan bahan
kapas mempunyai nutrisi yang cukup pakan ternak yang dapat
tinggi, terutama kandungan proteinnya. menyumbangkan protein dan energy
Kandungj gizi darai biji kapas adalah yang dibutuhkan oleh ternak.
138 | Peforman Produksi Ayam Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas
ISSN 1978 - 3000
Tabel 2. Rata-rata konsumsi ransum, pertambahan bobot badan mutlak, pertambahan bobot badan
relative dan konversi ransum
140 | Peforman Produksi Ayam Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas
ISSN 1978 - 3000
142 | Peforman Produksi Ayam Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas
ISSN 1978 - 3000
The Effect of Mengkudu Juice (Morinda citrifolia, L) on The Quality of Broiler Carcass
ABSTRACT
The objective of this research was to evaluate the broiler carcass quality given different level of mengkudu
juice. The research was conducted in The Farm Laboratory of Animal Science Department Agriculture
Faculty, University Bengkulu. The treatments were P0 (as control without mengkudu juice mixed into 1 liter
water), PI (25 ml mengkudu juice mixed into 1 liter water), P2 (50 ml mengkudu juice mixed into 1 liter
water), P3 (75 ml mengkudu juice mixed into l liter water). The research design used was Completely
Randomized Design. DMRT will be conducted in case of any significant differences among treatments. There
was no significant effect of mengkudu juice diluted in water on broiler carcasss percentage and carcass
portion, abdominal fat percentage, cooking loss and meat juice percentage. However the significant effect
(P<0.05) appeared on meat fat and meat protein. The results showed that the effect of mengkudu juice up to 75
ml in water wasn't positive influentially yet on carcass weight percentage and carcass portion, abdominal
fat percentage, cooking loss, and meat juice percentage. The positive effect wa s that meat fat decrease up
to 66.52% and meat protein could decrease up to 14,86%.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kualitas karkas ayam broiler yang diberi air buah mengkudu
dengan berbagai level pemberian di dalam air minum. Penelitian dilaksanakan di kandang unggas Jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Perlakuan air mengkudu adalah P0 (kontrol tanpa
pemberian air buah mengkudu), PI (25 ml air buah mengkudu di dalam 1 liter air minum), P2 (50 ml
air buah mengkudu di dalam 1liter air minum), dan P3 (75 ml air buah mengkudu di dalam1 liter air
minum).cPenelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) kalau berbeda diuji lanjut Duncan's
Multiple Range Test (DMRT). Perlakuan pemberian air buah mengkudu berpengaruh tidak nyata (P > 0,05)
terhadap terhadap persentase berat karkas dan bagian karkas, persentase lemak abdomen, susut masak,
dan kadar air daging, namun berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak daging dan kadar
protein daging. Penelitian ini menunjukkan pemberian air buah mengkudu sampai level 75 ml di dalam air
minum belum memberikan pengaruh positif terhadap persentase berat karkas dan bagian karkas,
persentase lemak abdomen, susut masak, dan kadar air daging, namun berpengaruh positif terhadap
variabel kadar lemak daging yang mampu menurunkan kadar lemak daging sampai 66,52% terhadap
kontrol, demikian juga terhadap kadar protein daging yang mampu meningkatkan kadar protein daging
sampai 14,86% terhadap kontrol.
terlalu rendah yaitu tidak mencapai sampai taraf 75 ml liter air buah
tingkat 10% bahan pakan, yang mengkudu di dalam 1 liter air minum
dibandingkan dengan penggunaan pada belum memberikan pengaruh yang
penelitian sebelumnya Fenita et al (2008) positif terhadap persentase berat karkas.
mencapai tingkat 13% dari campuran Hal ini menunjukkan dosis yang
bahan pakan. Tepung ikan merupakan diberikan belum dapat memperbaiki
sumber asam amino esensial bagi ayam persentase berat karkas ayam broiler.
broiler. Hasil penelitian ini juga rendah Persentase berat dada, paha, dan
jika dibandingkan dengan penelitian sayap antar perlakuan dan kontrol
penggunaan tepung buah mengkudu di menunjukkan perbedaan yang tidak
dalam ransum ayam broiler. Namun nyata (P>0,05). Menurut Soeparno (1998)
demikian rendahnya persentase berat genetic dan lingkungan mempengaruhi
karkas hasil penilitian ini tidak kecepatan pertumbuhan komponen-
menunjukkan perbedaan antara komponen karkas tubuh.
perlakuan pemberian air buah mengkudu
dengan kontrol perlakuan yaitu tanpa 2. Persentase Lemak Abdomen,
pemberian air buah mengkudu. Jika Persentase Susut Masak (Cooking Loss),
dibandingkan penggunaan tepung buah Kadar Air Daging, Kadar Lemak Daging
mengkudu di dalam pakan juga belum dan Kadar Protein Daging
memberikan pengaruh yang nyata Perhitungkan sidik ragam
terhadap persentase berat karkas (Fenita, memperlihatkan perbedaan yang tidak
2010). Air buah mengkudu mengandung nyata antar perlakuan terhadap
zat-zat aktif yang bermanfaat bagi tubuh persentase lemak abdomen (P>0,05),
dan bekerja seperti halnya suplemen bagi namun demikian pada perlakuan P3
ternak. Air buah mengkudu mengadung menunjukkan penurunan lemak
proxeronine proxexoniase yang bekerja abdomen dibandingkan dengan
menyediakan xeronine (Sjahbana dan perlakukan P0, P1, dan P2. kenyataan ini
Bahalwan, 2002). Xeronine berfungsi menunjukkan perlakuan pemberian air
memperbaiki sel yang rusak dan bekerja buah mengkudu menunjukkan mulai
pada tingkat molekuler yang diharapkan terlihat berpengaruh terhadap pesentase
dapat memperbaiki persentase berat lemak abdomen ayam broiler pada
karkas. Namun dari percobaan yang perlakuan P3 ( 75% ml air buah
dilakukan pemberian air buah mengkudu mengkudu dalam 1 liter air minum).
Perlakuan Persentase Persentase Lemak Kadar Air (%) Kadar Lemak Kadar Protein
Susut Masak Adbomen (%) Daging (%)
(%)
P0 15,45 1,26 72,39 2,42a 20,27a
P1 17,09 1,51 70,52 1,63b 23,49b
P2 15,78 1,26 70,41 0,87c 23,16b
P3 15,78 1,03 69,44 0,81c 23,81b
SD 1,61 0,16 1,93 0,74 1,49
P 0,52ns 0,23ns 0,17ns 0,0001** 0,01*
Keterangan ns = tidek berbeda nyata (P>0,05); SD = Standar Deviasi; P = Probabilitas
Nama : .....
Lembaga/Perguruan Tinggi : .....
Alamat :......
: .....
Kabupaten/Kodia : .....
Propinsi : .....
Kode Pos : .....
e- mail : .....
Telepon/HP : .
Fax : .
Volume :
Nomor :
Sebanyak :
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kirimkan formulir ini ke Redaksi Jurnal Sain Peternakan Indonesia, Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Jl. Raya Kandang Limun Bengkulu 38371 A
Telp. (0736) 21170 psw. 219.
1. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, memuat tulisan/karya ilmiah dalam bidang Ilmu Peternakan.
Manuskrip dapat berupa hasil penelitian, telaah/tinjauan pustaka, kasus lapang dan gagasan. Naskah
harus asli (belum pernah diterbitkan) menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Jurnal ini
terbit 2 kali dalam setahun yaitu Januari Juni dan Juli Desember.
2. Naskah atau artikel dikirim bersama soft copy dan cetakan lengkap sebanyak 3 (tiga) eksemplar atau
melalui E-mail dengan menggunakan pengolah kata Microsoft Word, ataupun Open Office diketik
menggunakan kertas A4, fonta Times New Roman berukuran 11 kecuali abstrak dan tabel dengan
ukuran fonta 9, margin kiri dan kanan 2,5 cm, margin atas dan bawah 2,5 cm. Ditulis dalam spasi 2
dan jumlah halaman seluruhnya tidak lebih dari 15 halaman.
3. Naskah Asli/Artikel asli harus diselaraskan dalam judul (dalam bahasa Indonesia dan Inggris,
pendahuluan, materi dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar
pustaka)
4. JUDUL ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (jika artikel berbahasa Indonesia, jika
naskah dalam bahasa Inggris maka tidak perlu judul bahasa Indonesia), jumlah kata tidak melebihi
dari 15 (lima belas) kata. Nama penulis dan alamat, termasuk email penulis ditulis dibawah judul.
5. ABSTRACT, ditulis dalam bahasa Inggris, singkat dan padat serta dibawahnya dituliskan Key words
atau Kata kunci tidak lebih dari 5 9lima0 kata. Jumlah kata dalam Abstract tidak lebih dari 200 kata.
6. ABSTRAK, ditulis dalam bahasa Indonesia, singkat dan padat serta di bawahnya ditulis kata kunci.
Jumlah kata dalam Abstract tidak lebih dari 200 kata.
7. PENDAHULUAN, memuat latar belakang penelitian berdasarkan bahan pustaka yang relevan, tujuan
dan hipotesis penelitian (hipotesis tidak diperlukan dalam telaah/ tinjauan pustaka).
8. MATERI DAN METODE, memuat materi dan metode yang digunakan dalam kajian secara rinci dan
singkat serta analisis statistik yang digunakan.
9. HASIL DAN PEMBAHASAN, memuat hasil penelitian yang berupa ulasan, tabel atau grafik.
Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian yang dirujuk dengan bahan pustaka yang relevan dan
telah termuat dalam pendahuluan.
10. SIMPULAN, memuat kesimpulan atas hasil dan pembahasan secara singkat dan padat dan tidak
boleh lebih dari satu alenia.
11. SARAN, memuat saran - saran atau masukan yang perlu disampaikan berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan.
12. DAFTAR PUSTAKA, disusun dengan memuat nama berdasarkan abjad, tahun, judul, Penerbit, Kota,
halaman tanpa nomor urut. Memuat minimal 7 (tujuh) buah jurnal ilmiah.
Contoh penulisaan daftar pustaka:
Antalikova, J., M. Baranovska, I. Mravcova, V. Sabo dan P. Skrobanek. 2001. Different Influence of
Hypodynamy on Calcium and Phosphorus Levels in Bones of Male and Female Japanese Quails.
http://www.biomed.cas.cz/physiolres. 20 April 2001.
Fenita, Y., I. Badarina, dan E. Tamsar. 2005. Uji kerusakan lemak ransum ayam petelur yang
menggunakan minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) dengan penambahan bawang putih
sebagai antioksidan alami selama penyimpanan. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, 8 (4) :45-48.
CATATAN: Tabel, Gambar, Grafik dan sejenisnya diletakkan di lembar terpisah (tidak masuk di
dalam teks), yaitu setelah Daftar Pustaka.
INFORMASI TAMBAHAN:
Jurnal ini terbit dua kali dalam setahun (periode januari-Juni dan Juli Desember). Naskah dapat dikirim
melalui email: jspiunib@yahoo.com dan jspi@unib.ac.id.