Anda di halaman 1dari 88

IS SN 19 78 30 00

Jurnal Sain Peternakan Indonesia


(Indonesia Animal Science Journal)
VOLUME 6, NO. 2 JULIDESEMBER 2011

Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer (Diding Latipudin dan
Andi Mushawwir) 077 082

Performans Pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai Ayam Potong Belah Empat serta
Nilai Income Over Feed and Chick Cost (Kususiyah) 083 088

Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Katuk Minyak Ikan Lemuru dan Vitamin E
terhadap Performans Dan Kualitas Daging Ayam Broiler (Basyaruddin Zain) 089 096

Keragaan Telur Tetas Itik Pegagan (Meisji L. Sari, Ronny R. Noor, Peni S. Hardjosworo
Chairun Nisa) 097 102

Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium dan Oviduk Serta
Tampilan Produksi Telur Ayam Burgo (Heri D. Putranto) 103 114

Peningkatan Produktivitas Lebah Madu Melalui Penerapan Sistem Integrasi dengan


Kebun Kopi (Rustama Saepudin, Asnath M. Fuah, Luki Abdullah) 115 124

Pengaruh Penambahan Enzim Protease Tanaman Terhadap Sifat Fisik dan


Organoleptik Daging Sapi (Yenni Okfrianti, Kamsiah,Yessy Fitryani) 125 136

Peforma Produksi Ayam Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas sebagai
Pengganti Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum (Eli Sahara, Sofia Sandi, dan
Muhakka) 137 142

Pengaruh Pemberian Air Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) terhadap Kualitas


Karkas Ayam Broiler (Yosi Fenita, Warnoto dan A. Nopis) 143 150

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian


Universitas Bengkulu
ISSN 1978 - 3000

JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA

(Indonesia Animal Science Journal)

Dewan Redaksi
Ketua Suharyanto, S.Pt., M.Si.

Anggota Drh. Tatik Suteky, M.Sc.


Ir. Warnoto, M.P.
Ir. Desia Kaharuddin, M.P.
Ir. Hidayat, M.Sc.
Ir. Kususiyah, M.S.
Nurmeiliasari, S.Pt., M.Agr.Sc.

Penyunting Prof. Ir. Urip Santoso, M.Sc, Ph.D.


Ir. Dwatmadji, M.Sc., Ph.D.
Heri Dwi Putranto, S.Pt., M.Sc., Ph.D.
Ir. Endang Sulistyowati, M.Sc.
Ir. Siwitri Kadarsih, M.S.
Dr. Ir. Yosi Fenita, M.P.

Administrasi dan Distribusi Olfa Mega, S.Pt., M.Si.


Gema Pertiwi, S.E.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia adalah majalah ilmiah resmi yang dikeluarkan
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, sebagai
sumbangannya kepada pengembangan ilmu Peternakan yang diterbitkan dalam
Bahasa Indonesia dan Inggris yang memuat hasil-hasil penelitian, telaah/tinjauan
pustaka, kasus lapang atau gagasan dalam bidang peternakan.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia (ISSN 1978 3000) dalam satu tahun terbit dua
kali (Januari-Juni dan Juli -Desember). Edisi khusus dalam Bahasa Inggris dapat
diterbitkan apabila perlu. Redaksi menerima tulisan di bidang peternakan yang
belum pernah dipublikasikan.

Indonesia Animal Science Journal (ISSN 1978 - 3000) is published 2 x per year
(January-June and July - December). We receive original papers in Animal
Husbandry which are not published in other journals.

Alamat Redaksi : Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian UNIB.


Jalan W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.
Telp (0736) 21170 pst 219.
e-mail : jspi@unib.ac.id dan jspiunib@yahoo.com
Terbit Pertama Kali : Juni 2006
Harga langganan Rp. 200.000,- per tahun belum termasuk ongkos kirim
EDITORIAL
Salam Redaksi

Jurnal Sain Peternakan Indonesia (JSPI) telah berusia 6 tahun dan tercermin dari

volume edisi ini, yaitu volume 6 no 2. Usia 6 tahun adalah relatif untuk dikatakan

sudah mapan atau belum, tetapi JSPI senantiasa berusaha untuk tampil dengan

sebaik-baiknya.

Pada volume ini, kembali JSPI menampilkan berbagai artikel ilmiah bidang

peternakan, mulai dari aspek fisiologis, produksi, nutrisi, pemuliaan, teknologi hasil,

dan aneka hewan potensial, termasuk kajian pada aspek sosial ekonominya.

Artikel yang ada telah melewati proses telaah dan editing, namun demikian masukan

dari pembaca masih sangat diperlukan untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Akhirnya, semoga artikel yang disajikan ini semakin memberikan wahana baru

dalam pengembangan keilmuan bidang peternakan dan bermafaat bagi

pengembangan bidang peternakan itu sendiri.

Selamat membaca

Redaksi
Jurnal Sain Peternakan Indonesia
(Indonesia Animal Science Journal)

Volume 6 No 2. Juli Desember 2011 ISSN 1978 - 3000

DAFTAR ISI

Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer (Diding Latipudin
dan Andi Mushawwir)
77 82

Performans Pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai Ayam Potong Belah Empat serta
Nilai Income Over Feed and Chick Cost (Kususiyah)
83 88

Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Katuk Minyak Ikan Lemuru dan Vitamin E
terhadap Performans Dan Kualitas Daging Ayam Broiler (Basyaruddin Zain)
89 96

Keragaan Telur Tetas Itik Pegagan (Meisji L. Sari, Ronny R. Noor, Peni S.
Hardjosworo Chairun Nisa)
97 102

Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium dan Oviduk Serta
Tampilan Produksi Telur Ayam Burgo (Heri D. Putranto)
103 114

Peningkatan Produktivitas Lebah Madu Melalui Penerapan Sistem Integrasi


dengan Kebun Kopi (Rustama Saepudin, Asnath M. Fuah, Luki Abdullah)
115 124

Pengaruh Penambahan Enzim Protease Tanaman Terhadap Sifat Fisik dan


Organoleptik Daging Sapi (Yenni Okfrianti, Kamsiah,Yessy Fitryani)
125 136

Peforma Produksi Ayam Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas


sebagai Pengganti Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum (Eli Sahara, Sofia
Sandi, dan Muhakka)
137 142

Pengaruh Pemberian Air Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) terhadap Kualitas


Karkas Ayam Broiler (Yosi Fenita, Warnoto dan A. Nopis)
143 150
ISSN 1978 - 3000

Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer

Regulation of Body Heat of Laying and Growing Hen

Diding Latipudin dan Andi Mushawwir

Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia, Fakultas Peternakan,


Universitas Padjadjaran, Bandung 45363, Indonesia.
Email: diding.latifudin@yahoo.co.id

ABSTRACT

Sixty Isa Brown hens (each thirty growing and laying hens) housed indoors in battery individual cage were
used to explore the heat body regulation of laying and growing hens. This study was conducted in Kuningan,
West Java, for 3 months during June-August, 2011. Results of this study indicated that there were comb of
growing and laying hens were the organ that was greater heat evaporated than crest, feathers and shank. But
there was an increase heat evaporated at the shank in the laying hens, significantly. Responses of respiration
(respiration rate and heart rate) were higher in the laying hens, significantly. This study results can be
concluded that an increase in the responses of laying hen in heat evaporated mainly on shank, as well as
changes in respiration responses as an indication of heat stress.

Keywords: Layer, Heat, Regulation

ABSTRAK

Enam puluh ekor ayam ras petelur strain Isa Brown masing-masing 30 ekor fase grower dan fase layer, telah
digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui regulasi panas tubuh terhadap kedua fase tersebut. Ayam
percobaan ditempatkan dalam kandang battery individual cage selama 2 bulan pada musim kemarau (Juni-
Agustus 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jengger ayam fase grower dan layer merupakan organ
yang lebih besar mengevaporasikan panas dibandingkan pial, bulu dan shank. Namun pada fase layer terjadi
peningkatan evaporasi panas pada shank yang signifikant. Respon respirasi (laju respirasi dan denyut
jantung) nyata lebih tinggi pada fase layer. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan respon ayam fase layer dalam mengevaporasikan panas terutama pada shank, serta terjadi
perubahan respon respirasi sebagai indikasi stres panas.

Kata kunci: ayam petelur, panas, regulasi

PENDAHULUAN lingkungan yang berbeda akibat dari


kemampuan mengatur suhu tubuhnya.
Ayam petelur termasuk hewan Ayam petelur mempunyai variasi
homoioterm dengan tingkat metabolisme temperatur normal yang dipengaruhi
yang tinggi, termasuk hewan yang dapat oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor
menjaga dan mengatur suhu tubuhnya lingkungan, faktor panjang waktu siang
agar tetap normal melalui proses yang dan malam dan faktor makanan yang
disebut homeostasis, temperatur tubuh dikonsumsi (Frandson, 1992; Yahav, et al.,
akan konstan meskipun hidup pada 2004).
temperatur lebih rendah atau lebih tinggi Kemampuan mempertahankan
dari pada temperatur tubuhnya, hal ini suhu tubuh dalam kisaran yang normal
dikarenakan adanya reseptor dalam merupakan kegiatan yang sangat
otaknya, yaitu hipotalamus untuk mempengaruhi reaksi biokimiawi dan
mengatur suhu tubuh. Ayam petelur proses fisiologis dalam kaitannya dengan
dapat melakukan aktifitas pada suhu metabolisme tubuh ayam, kegiatan ini

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 77


ISSN 1978 - 3000

akan mempengaruhi perubahan yang kandang dilengkapi dengan tempat


terjadi pada temperatur tubuh ayam pakan dan minum.
petelur. Peubah yang diukur adalah suhu
Pada masing-masing periode permukaan tubuh meliputi suhu jengger,
pertumbuhan, temperatur tubuh ayam pial, bulu dan shank dengan
petelur berbeda-beda, karena temperatur menggunakan thermometer infrared
tubuh tidak mungkin menunjukkan suatu (Codenoll digital infrared laser
derajat panas yang tetap, Tetapi kisaran thermometer) pada pagi, siang, dan sore
di atas batas tertentu, karena proses hari pada setiap hari Senin, Kamis,
metabolisme di dalam tubuh tidak selalu Minggu selama tiga bulan. Infrared
tetap dan faktor di sekitar tubuh (yang ditembakkan pada bagian tubuh yang
diterima tubuh secara radiasi, konveksi, ditetapkan sebagai titik pengukuran dari
dan konduksi). jarak kurang lebih 50 cm. Rekaman
Umumnya unggas, khususnya temperatur selanjutnya dicatat pada saat
ayam petelur tidak memiliki kelenjar nilai penunjukan temperatur pada
keringat, sehingga jalur utama untuk display thermometer tidak lagi berubah.
menjaga keseimbangan suhu adalah Laju respirasi dan denyut jantung
pelepasan panas melalui penguapan air permenit diukur sekali seminggu selama
(evaporasi) pada kulit dan saluran tiga bulan dengan menggunakan
pernafasan dengan cara panting stetoscope.
(Hoffman dan Walsberg 1999; Ophir et Data yang telah dikumpulkan
a.l., 2002). Indikator yang sangat dianalisis dengan menggunakan uji T-
sederhana untuk mengetahui fenomena student dengan populasi tidak
ini adalah dengan mengukur permukaan berpasangan (Steel dan Torrie, 1993),
bagian-bagian tubuh ayam dan beberapa dengan ketentuan dan langkah pengujian
parameter fisiologik. Perbedaan aktivitas berikut:
metabolisme akan menunjukkan respon Populasi 1 = ayam petelur fase
yang berbeda dalam mempertahankan grower.
suhu tubuhnya. Populasi 2 = ayam petelur fase layer.
Penelitian ini bertujuan untuk 1. Rata-rata hitung
mengetahui regulasi panas tubuh ayam
petelur fase grower dan layer dalam =
mempertahankan suhu tubuhnya. 2. Simpangan Baku

MATERI DAN METODE


S
Penelitian selama 3 bulan pada
musim kemarau (Juni-Agustus 2011), 3. Koefisien Variasi (KV)
telah dilakukan dengan menggunakan
ayam ras petelur strain ISA Brown KV = x 100%
sebanyak 30 ekor fase grower umur 14
minggu dan 30 ekor fase layer umur 32 KV = x 100%
minggu. Rataan berat badan masing-
masing fase sekitar 50010 g dan 115025 4. Menghitung varians dari masing-
g. Ayam percobaan ditempatkan dalam masing variabel
kandang battery individual. Tiap petak

78 | Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer
ISSN 1978 - 3000

= Varians sampel ayam


petelur fase layer.
= Rata-rata parameter sampel
ayam petelur fase grower.
= Rata-rata parameter sampel
ayam petelur fase layer.
Keterangan :
Sx = Varians sampel ayam
petelur fase grower HASIL DAN PEMBAHASAN
Sy = Varians sampel ayam
Perbandingan Respon Permukaan
petelur fase layer
Tubuh dalam Evaporasi Panas Metabolit
Rata-rata suhu permukaan tubuh
5. Menguji keseragaman
ayam ras petelur fase grower dan layer,
ditampilkan pada Tabel 1.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa respon permukaan tubuh ayam
petelur dalam mengevaporasikan panas
Jika : F hitung > F table = Varians tubuh berbeda nyata (p<0,05) baik pada
sama fase grower maupun pada fase layer.
F hitung < F table = Varians Jengger merupakan bagian tubuh yang
tidak sama mengevaporasikan panas lebih tinggi
dibanding organ yang lain, baik pada fase
Keterangan : grower maupun fase layer yaitu masing-
F = Keseragaman populasi n1 masing 30,10C dan 30,70C, dan bulu
= Jumlah sampel ayam petelur contour merupakan bagian permukaan
fase grower tubuh yang paling tidak efektif
= Jumlah sampel ayam petelur mengevaporasikan panas yaitu 25,70C
fase layer dan 24,70C masing-masing pada fase
grower dan layer (Tabel 1).
6. Untuk varians yang sama Darah merupakan cairan tubuh
yang berfungsi menjaga temperatur
S
tubuh (Dawson dan Whittow, 2000).
Rahardja (2010) mengemukakan bahwa
Dimana : pada umumnya, pembuluh darah yang
menjadi tempat cadangan sejumlah
darah diinervasi oleh serabut syaraf
symphatetik yang perangsangannya
menyebabkan vasokontriksi, dan
Keterangan :x mengalihkan pengaliran darah ke
S = Varians. bagian lain.
= Varians gabungan ayam Perubahan proporsi darah yang
petelur fase grower dan mengalir menuju pembuluh darah kapiler
ayam petelur fase layer. antara lain dipengaruhi oleh suhu sebagai
= Varians sampel ayam mekanisme ransangan syaraf symphatetik
petelur fase grower. untuk mengeluarkan panas tubuh dalam
rangka mempertahankan suhu tubuh

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 79


ISSN 1978 - 3000

Tabel 1. Rata-rata Temperatur Permukaan Tubuh Ayam Tabel 2. Beberapa Respon Fisiologi Ayam Ras
Ras Petelur Fase Grower dan Layer Petelur Fase Grower dan Layer (rata-
rata temperatur lingkungan = 290C)
Permukaan Tubuh
Fase Jengger Pial Shank Fase
Bulu Countour (B) Respon Fisiologis
(J) (P) (S) Grower Layer
Grower 30.1a 26.0b 25.7c 27.6d Laju Respirasi ( per menit) 35a 41b
Layer 30.7e 25.9b 24.7g 28.7h Denyut Jantung (per menit) 233 a 256b
Keterangan: Angka dengan super skrip berbeda pada kolom Keterangan: Angka dengan super skrip berbeda
yang sama berbeda nyata (P < 0,05) pada baris yang sama berbeda nyata (P
< 0,05)
ternak (Yanagi, et al., 2002, Mutaf, et al.,
2008 dan Yahaf, et al., 2008). Terkait domba. Penelitian yang menggunakan
dengan fungsi organ sebagai alat dalam kaki belakang domba memberikan
petunjuk bahwa pemanasan kulit atau
mangevaporasikan panas maka organ-
organ yang memiliki pembuluh darah hypothalamus atau sumsum tulang
kapiler yang banyak akan efektif sebagai belakang berpengaruh mendilatasikan
AVA, dan meningkatkan pengaliran
organ yang mengevaporasikan panas
darah melalui arteri femoralis. Panas
lebih tinggi, dengan meningkatkan laju
alir dan proporsi darah ke organ-organ juga dapat mendilatasikan AVA pada
kaki unggas, dan tampaknya
tersebut (Havenstein, et al., 2007; Shinder,
peningkatan aliran darah ke lidah unggas
2007).
adalah juga melalui AVA (Yahav, 2000;
Respon Fisiologi Pernafasan Mutah dan Seber, 2005; Cangar, et al.,
Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa 2008; Tan, et al., 2010 dan Rahardja, 2010).
kondisi fisiologi pernafasan tampak Fenomena inilah yang menyebakan
mengalami perubahan dari fase Grower peningkat laju pernfasan dan denyut
ke fase layer. Perubahan ini merupakan jantung sebagai konsekuensi
konsekuensi dari aktivitas themoregulasi mempertahankan suhu tubuhnya.
guna mempertahanan suhu tubuh. Berbagai penelitian pada ternak
Aengwanich (2007) dan Rahardrja unggas khususnya ayam petelur,
(2010) melaporkan bahwa penelitian yang mengalami hipertermia,
pada unggas (ayam petelur), yang memberikan petunjuk bahwa pengaliran
mengalami hipertermia, memberikan darah ke pembuluh kapiler di kulit
petunjuk bahwa pengaliran darah ke (termasuk kaki), jaringan rongga
pembuluh kapiler di kulit (termasuk hidung dan mulut (nasobuccal) serta
kaki), jaringan rongga hidung dan otot-otot pernafasan mengalami
mulut (nasobuccal) serta otot-otot peningkatan yang signifikan.
pernafasan meningkat sampai 4 kali. Sebaliknya pengaliran darah ke tulang,
Perubahan pengaliran darah ke saluran pencernaan dan reproduksi
jaringan perifer tersebut, terutama menurun 4680% dari keadaan normal
berkaitan dengan peranan Arteri-Vena (Rahardja, 2010).
Anastomosa (AVA) yang memiliki Furlan et al. (1999) mengemukakan
volume besar dan resistensi rendah untuk bahwa pada keadaan volume curah
mengalirkan darah yang diperlukan jantung tidak menunjukkan perubahan,
dalam pengeluaran panas. Peran AVA peningkatan pengaliran darah ke kulit
ini telah ditunjukkan pada dan jaringan nasobuccal adalah untuk
penelitian-penelitian yang meningkatkan pengeluaran panas,
menggunakan anjing, kelinci maupun sementara peningkatan aliran darah ke
otot-otot pernafasan adalah untuk

80 | Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer
ISSN 1978 - 3000

memenuhi kebutuhan oksigen energi jengger dan shank, serta terjadi


mendukung terjadinya panting. perubahan respon hematology dan
Pada kondisi cekaman panas, hasil respirasi sebagai indikasi stres panas.
penelitian Chinrasri et al. (2007)
menunjukkan bahwa pengaliran darah DAFTAR PUSTAKA
ke organ-organ vital, seperti otak,
dipertahankan dengan mereduksi Aengwanich, W., U. Chuachan, Y.
pengaliran darah ke organ-jaringan Phasuk, T. Vongpralab, P. Pakdee,
yang kurang vital, seperti organ jeroan S. Katavetin and S. Simaraks, 2003.
dan perototan non-respirasi. Akan Effect of ascorbic acid on
tetapi, pada hewan yang gemuk tidak respiratory rate, body temperature,
selalu terjadi penurunan pengaliran heterophil:lymphocyte ratio and
darah ke perototan non-respirasi. microscopic lesion score in lung,
Depot-depot lemak dapat menjadi liver, kidney, cardiac muscle and
gudang cadangan darah ketika hewan spleen in broilers under chronic
menghadapi cekaman panas. Perubahan heat stress. Thai J. Agri. Sci., 36: 207-
distribusi curah jantung tersebut di atas 218.
terjadi tanpa perubahan volume curah Aengwanich, W. 2007. Effects of High
jantung. Environmental Temperature on
Peningkatan pengaliran darah Blood Indices of Thai Indigenous
tersebut dapat mencapai 5 kali dari Chickens, Thai Indigenous
keadaan normal. Penelitian dengan Chickens Crossbred and Broilers.
teknik microsphere dan electromagnetik International Journal of Poultry
mengungkapkan adanya hubungan Science. 6: 427-430.
positip antara jumlah darah yang Cangar, O., J.M. Aerts, J. Buyse, and D.
mengalir ke lidah dengan frekuensi Berckmans. 2008. Quantification of
pernafasan selama pemanasan the spatial distribution of surface
hypothalamus, sementara total darah temperatures of broilers. Poultry
yang mengalir ke hidung meningkat Science .87:24932499.
terus sekalipun aktivitas p a n t i n g Chinrasri, O. and W. Aengwanich, 2007.
b e l u m d i t u n j u k k a n . Peningkatan Blood cell characteristics,
pengeluaran panas melalui lidah hematological values and average
merupakan mekanisme pengeluaran daily gained weight of Thai
kelebihan panas yang poten pada indigenous, Thai indigenous
unggas. Pada ruminansia, sekalipun crossbred and broiler chickens. Pak.
terdapat peningkatan pengaliran darah J. Biol. Sci., 10: 302-309.
ke lidah, akan tetapi tidak ada Dawson, W. R., and G. C. Whittow.
pengeluaran panas melalui lidah 2000. Regulation of body
(Aengwanich et al., 2003 dan Rahardja, temperature. Pages 343379 in
2010). Sturkies Avian Physiology. G.
C. Whittow, ed. Academic Press,
New York, NY.
SIMPULAN
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan
Berdasarkan hasil penelitian dapat Fisiologi Ternak Edisi 4. Gajah
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan Mada Press. Yogyakarta.
respon ayam fase layer dalam Furlan, R.L., M. Macari, V.M.B. de
mengevaporasikan panas terutama pada Moraes, R.D. Malheiros, E.B.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 81


ISSN 1978 - 3000

Malheiros and E.R. Secato, 1999. Rahardja, D.P. 2010. Fisiologi


Hematological and gasometric Lingkungan. Universitas
response of different broiler Hasanuddin. Makassar.
chickens strains under acute heat Shinder, D., M. Rusal, J. Tanny, S. Druyan,
stress. Revista-Brasileira-de-Ciencia and S. Yahav. 2007.
Avicola, 1: 77-84. Thermoregulatory responses of
Havenstein, G. B., P. R. Ferket, J. L. chicks (gallus domesticus) to low
Grimes, M. A. Qureshi, and K. E. ambient temperatures at an early
Nestor. 2007. Comparison of the age. Poultry Science. 86: 22002209.
performance of 1966-versus 2003- Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1993. Prinsip
type turkeys when fed dan Prosedur Statistika, suatu
representative 1966 and 2003 turkey pendekatan biometric. Gramedia
diet: Growth rate, livability, and Pustakan Utama, Jakarta.
feed conversion. Poult. Sci. 86:232 Tan, G.Y., L. Yang , Y.-Q. Fu , J.H. Feng,
240. and M.H. Zhang. 2010. Effects of
Hoffman TY CM, Walsberg GE. 1999. different acute high ambient
Inhibiting ventilator Frandson, R. D. temperatures on function of hepatic
1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak mitochondrial respiration,
Edisi 4. Gajah Mada Press. antioxidative enzymes, and
Yogyakarta. oxidative injury in broiler chickens.
Mutaf, S., and N. Seber. 2005. The effect of Poultry Science. 89: 115122.
insulation level of the construction Yahav, S. 2000. Domestic fowlStrategies
elements and evaporative cooling to confront environmental
systems in the poultry houses on conditions. Poult. Avian Biol. Rev.
laying hen performance in hot 11:8195.
climate. Pages 347353 in Proc. 31st Yahav, S., A. Straschnow, D. Luger, D.
Commission International de Shinder, J. Tanny, and S. Cohen.
lOrganisation Scientifique du 2004. Ventilation, sensible heat loss,
Travail en Agriculture-International broiler energy, and water balance
Commission of Agricultural under harsh environmental
Engineering (CIOSTA-CIGR) V. F. conditions. Poult. Sci. 83:253258.
und T. Mullerbader GmbH, Yahav, S., M. Rusal, and D. Shinder.
Filderstadt, Germany. 2008. The effect of ventilation on
Mutaf, S., N. eber Kahraman, and M. Z. performance body and surface
Frat. 2008. Surface wetting and its temperature of young turkeys.
effect on body and surface Poultry Science. 87:133137.
temperatures of domestic laying Yanagi, T. Jr., H. Xin, and R. S. Gates.
hens at different thermal conditions. 2002. Optimization of partial
Poultry Science 87:24412450. surface wetting to cool caged laying
Ophir, E, Y Arieli, J Mrder, and M hens. Appl. Eng. Agric. 45:1091
Horowitz. 2002. Coetaneous blood 1100.
flow in pigeon Columba livia: its
possible relevance to coetaneous
water evaporation. J Exp Biol
205:2627-2636.

82 | Regulasi Panas Tubuh Ayam Ras Petelur Fase Grower dan Layer
ISSN 1978 - 3000

Performans Pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai Ayam Potong Belah Empat


serta Nilai Income Over Feed and Chick Cost

Peraskok Chicken Growth Performance as Meat Source and The Value of Income over
Feed and Chick Cost

Kususiyah

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu


Jalan Raya W.R. Supratman, Bengkulu
e-mail: kususiyahkususiyah@yahoo.com

ABSTRACT

Peraskok chicken is a cross between Bangkok native chicken having good meat production and taste and
commercial egg layer having good egg production. An experiment was conducted to evaluate growth
performance of Peraskok chicken as a native chicken to provide four-cut chicken and its income over feed and
chick cost. The experiment used 45 day old chicken (DOC) which were reared in 3 cages, as replications. As a
comparison, 20 DOC of Kampung native chicken were reared in 2 cages, as replications. The rearing was up
to chicken body weight reaching 700 g, eligible for four-cut chick. Variables observed included weight
growth, day number to reach 700 g, feed consumption, feed conversion, and its income over feed and chick
cost. Data were tabulated and discussed descriptively. The results showed that four-cut chick of Peraskok was
reached at 10 weeks with the total consumption of 2,699 g per chick, with feed conversion of 3.95, and income
over feed and chick cost of Rp. 8,320 per chick. Where as for Kampung chicken, four-cut chick was reached at
12 weeks with the total consumption of 3.392 g per chick, with feed conversion of 4.63, and income over feed
and chick cost of Rp. 6,245 per chick. For these results, we conclude that the growth performance of Peraskok
is better than thus Kampung chicken, and hence more profitable to culture.

Key words: Growth performance Peraskok Chicken, income over feed and chick cost

ABSTRAK

Ayam Peraskok adalah ayam hasil persilangan antara ayam ras petelur betina dengan ayam buras jantan jenis
Ayam Bangkok. Produksi telur ayam ras petelur yang tinggi dan performans perdagingan Ayam Bangkok
yang relatif baik disinyalir dapat menyediakan permintaan konsumen akan ayam buras dengan lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performans pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai ayam buras
potong belah empat serta nilai income over feed and chick cost. Sebanyak 45 ekor anak ayam (DOC) Peraskok
dipelihara kedalam 3 petak kandang, masing-masing petak kandang berisi 15 ekor sebagai ulangan. Sebagai
pembanding digunakan 20 ekor DOC ayam buras jenis Ayam Kampung dan dipelihara ke dalam 2 petak
kandang, sehingga masing-masing petak kandang berisi 10 ekor sebagai ulangan. DOC dipelihara sampai
umur potong belah empat yaitu ketika berat badan mencapai 700 g. Peubah yang diukur meliputi:
pertambahan berat badan, umur potong belah empat, konsumsi ransum, konversi ransum, dan income over
feed and chick cost. Data yang diperoleh ditabulasi dan dibahas secara deskriptif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa umur potong belah empat Ayam Peraskok dicapai pada umur 10 minggu dengan total
konsumsi ransum 2.699,20 g per ekor, konversi ransum 3,95, dan income over feed and chick cost sebesar Rp.
8.319,98 per ekor. Umur potong belah empat pada Ayam Kampung dicapai pada umur 12 minggu dengan
konsumsi ransum sebesar 3.392 g per ekor, konversi ransum 4,63, dan income over feed and chick cost Rp.
6.245,08 per ekor. Disimpulkan bahwa performans pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai ayam buras potong
belah empat lebih baik dan lebih menguntungkan dibanding ayam buras jenis Ayam Kampung.

Kata kunci : Performans Peraskok, Income Over Feed and Chick Cost

PENDAHULUAN nampak dari banyaknya restaurant atau


rumah makan penyedia olahan ayam
Permintaan konsumen terhadap buras potong belah empat ini. Namun
ayam buras (bukan ras) potong belah sangat disayangkan, potensi genetik
empat dirasakan terus meningkat. Hal ini pertumbuhan ayam buras yang rendah

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 83


ISSN 1978 - 3000

(Rasyaf, 1995 dan Kingston, 1979) meningkatkan produktivitas ternak.


membuat pertumbuhan ayam buras Ayam Peraskok adalah ayam hasil
lambat sehingga untuk mencapai umur persilangan antara ayam ras petelur
potong belah empat diperlukan waktu betina dengan ayam buras Bangkok
yang cukup lama. Kenyataan di jantan. Lebih banyaknya jumlah
lapangan menunjukkan bahwa untuk produksi telur dan besarnya ukuran telur
mencapai umur potong belah empat pada ayam ras petelur (Amrullah, 2003,
ayam buras membutuhkan waktu 12 Sudaryani dan Santoso 2000) serta
minggu atau tiga bulan, sedangkan pada besarnya ukuran tubuh ayam buras
ayam ras pedaging (ayam broiler) hanya Bangkok diharapkan dapat mewujudkan
memerlukan waktu empat minggu. perkembangan dan pertumbuhan
Sampai saat ini diketahui keturunannya menjadi lebih baik tanpa
masyarakat Indonesia masih mengurangi ciri-ciri yang menjadi
menempatkan daging ayam buras pada kesukaan konsumen terhadap ayam
posisi lebih tinggi dibanding daging buras itu sendiri. Pengamatan sementara
ayam ras pedaging, terutama disebabkan menunjukkan bahwa postur tubuh ayam
oleh cita rasa ayam buras yang khas dan persilangan antara ayam ras petelur
lebih enak dibandingkan dengan ayam betina dengan ayam buras Bangkok
ras pedaging (Fujimura et al., 1995). jantan mirip postur tubuh ayam buras.
Kondisi ini terlihat dari kerelaan Bagaimana performans pertumbuhan
konsumen untuk menerima harga daging serta nilai keuntungannya perlu
dan telur ayam buras yang lebih tinggi dilakukan penelitian lebih lanjut.
dibandingkan dengan harga daging dan Penelitian ini bertujuan untuk
telur ayam ras. Selain hal tersebut, pada mengevaluasi performans pertumbuhan
kondisi tertentu diantara masyarakat Ayam Peraskok sebagai ayam buras
masih ada yang membatasi konsumsi potong belah empat serta nilai income
daging dan telur ayam ras. Sebagai over feed and chick cost.
contoh, ada keyakinan yang melekat di
kalangan masyarakat tertentu bahwa, bila
MATERI DAN METODE
seseorang menderita suatu penyakit atau
sedang luka sebaiknya daging ayam Sebanyak 45 ekor DOC Peraskok
yang dikonsumsi adalah daging ayam dipelihara kedalam 3 petak kandang,
buras, bukan daging ayam ras seperti masing-masing petak kandang berisi 15
broiler. Selain hal tersebut juga dijumpai ekor sebagai ulangan. Sebagai
orang yang alergi terhadap daging ayam pembanding digunakan 20 ekor DOC
ras pedaging (broiler) atau telur ayam ras ayam buras jenis Ayam Kampung dan
akan tetapi tidak alergi terhadap daging dipelihara kedalam 2 petak kandang,
maupun telur ayam buras. masing-masing petak kandang berisi 10
Melihat penghargaan konsumen ekor sebagai ulangan. DOC dipelihara
terhadap ayam buras di atas, rendahnya sampai berat badannya mencapai berat
potensi genetik ayam buras ini perlu sekitar 700 g. Untuk mencegah terjadinya
usaha perbaikan melalui persilangan. penyakit ND dilakukan vaksinasi ND
Menurut Sheridan (1986) dan Warwick et saat anak ayam berumur 4 hari. Selama 2
al. (1990 ) persilangan adalah salah satu minggu pertama anak ayam diberi
alternatif untuk membentuk keturunan ransum konsentrat BR1, selanjutnya
yang diharapkan akan memunculkan memasuki umur 3 minggu sampai
efek komplementer yang dapat

84 | Performans Pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai Ayam Potong Belah Empat


ISSN 1978 - 3000

Tabel 1. Rataan berat DOC, berat badan Ayam Peraskok dan Ayam Kampung sampai umur potong
belah empat

Ayam Peraskok Ayam Buras Kampung


Berat telur tetas (g) 63,53 38,22
Berat DOC (g) 43,97 25,75
Berat badan umur 1minggu (g) 72,75 49,79
Berat badan umur 2 minggu (g) 108,96 64,47
Berat badan umur 3 minggu (g) 161,10 86,11
Berat badan umur 4 minggu (g) 199,11 125,00
Berat badan umur 5 minggu (g) 285,07 169,17
Berat badan umur 6 minggu (g) 372,30 233,80
Berat badan umur 7 minggu (g) 438,55 287,50
Berat badan umur 8 minggu (g) 528,70 363,00
Berat badan umur 9 minggu (g) 623,30 449,60
Berat badan umur 10 minggu (g) 728,15 547,00
Berat badan umur 11 minggu (g) - 663,00
Berat badan umur 12 minggu (g) - 728,00

mencapai berat potong belah empat, Peraskok (43,97 g) lebih tinggi dibanding
ayam diberi ransum oplosan, yaitu berat DOC Ayam Kampung (25,75 g).
ransum yang terdiri dari konsentrat, Lebih tingginya berat DOC Ayam
jagung giling, dan dedak halus dengan Peraskok ini dapat dimengerti karena
perbandingan 1:2:1 dengan kandungan ukuran telur tetas Ayam Peraskok (63
protein sekitar 17 %. Data yang diperoleh g/butir) lebih tinggi dibanding ukuran
ditabulasi dan dibahas secara deskriptif. telur tetas Ayam Kampung ( 38,22
Peubah yang diukur pada penelitian ini g/butir). Kususiyah (1995) dan
adalah: berat DOC, berat badan Kaharuddin (1989) melaporkan bahwa,
mingguan, pertambahan berat badan, berat telur tetas berpengaruh terhadap
konsumsi ransum, konversi ransum. berat tetas. Selanjutnya pada Tabel 1.
Umur potong belah empat, diketahui juga ditunjukkan bahwa berat badan
dengan mencatat umur dalam satuan yang dicapai Ayam Peraskok setiap
minggu, saat ayam mencapai berat sekitar minggu lebih tinggi dibandingkan Ayam
700 g. Income Over Feed And Chick Cost, Kampung. Kondisi ini menyebabkan
dihitung berdasarkan hasil penjualan capaian umur potong belah empat pada
ayam saat mencapai umur potong belah Ayam Peraskok lebih singkat dibanding
empat dikurangi biaya pakan dan harga Ayam Kampung. Kenyataan di lapangan
DOC. menunjukkan bahwa umur potong ayam
buras belah empat adalah umur pada saat
berat badan mencapai sekitar 700 g.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terlihat dari Tabel 1. bahwa capaian berat
Berat DOC, Berat Badan Ayam Peraskok badan 700 g pada Ayam Peraskok terjadi
dan Ayam Kampung Sampai Umur saat umur 10 minggu, sedangkan pada
Potong Belah Empat Ayam Kampung baru dicapai saat umur
Rataan berat DOC, berat badan 12 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa
Ayam Peraskok, dan Ayam Kampung umur potong Ayam Peraskok lebih
sampai umur potong belah empat singkat 2 minggu dibanding Ayam
disajikan pada Tabel 1. Terlihat pada Kampung.
Tabel 1. bahwa berat DOC Ayam

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 85


ISSN 1978 - 3000

Pertambahan Berat Badan, Konsumsi dibutuhkan untuk mencapai


Ransum, dan Konversi Ransum Ayam pertambahan berat badan pada umur
Peraskok dan Ayam Kampung sejak potong belah empat pada Ayam
DOC sampai Umur Potong Belah Empat Peraskok jauh lebih rendah (2699,20 g)
Rataan pertambahan berat badan, dibanding Ayam Kampung yang
konsumsi ransum, serta konversi ransum mencapai 3392,00 g. Lebih rendahnya
sejak DOC sampai umur potong belah ransum yang diperlukan Ayam Peraskok
empat Ayam Peraskok dan Ayam dibanding Ayam Kampung ini
Kampung disajikan pada Tabel 2. disebabkan karena waktu yang
Berdasarkan Tabel 1. dan Tabel 2. diperlukan Ayam Peraskok untuk
dapat dilihat bahwa untuk mencapai mencapai umur potong belah empat yaitu
berat potong belah empat yaitu selama 10 700 g lebih singkat dua minggu
minggu pemeliharaan, pertambahan dibanding Ayam Kampung. Selanjutnya
berat badan Ayam Peraskok adalah bila dilihat konversi ransumnya,
684,14 g, sedangkan pertambahan berat menunjukkan juga bahwa konversi
badan Ayam Kampung selama 12 ransum Ayam Peraskok lebih rendah
minggu pemeliharaan adalah 702,25 g. dibandingkan Ayam Kampung. Hal ini
Lebih tingginya pertambahan berat badan menunjukkan bahwa, Ayam Peraskok
Ayam Kampung untuk mencapai berat lebih efisien dalam menggunakan ransum
potong belah empat ini disebabkan oleh dibanding Ayam Kampung.
lebih rendahnya berat tetas pada ayam
kampung tersebut, sehingga Income over Feed and Chick Cost
membutuhkan ransum yang lebih banyak Perhitungan nilai Income over Feed
juga dibanding Ayam Peraskok. Terlihat and Chick Cost ditampilkan pada Tabel 3.
pada Tabel 2. konsumsi ransum yang Nilai income over feed and chick cost Ayam

Tabel 2. Rataan pertambahan berat badan, konsumsi ransum, konversi ransum Ayam Peraskok dan
Ayam Kampung sejak DOC sampai umur potong belah empat

Pertambahan Berat Badan Konsumsi Ransum Konversi Ransum


(Umur)
Ayam Peraskok 684,14 g (10 minggu) 2699,20 g 3,95
Ayam Kampung 702,25 g (12 minggu) 3392,00 g 4,63

Tabel 3. Perhitungan nilai Income over Feed and Chick Cost Ayam Peraskok dan Ayam Kampung pada
umur potong belah empat

Konsumsi Konsumsi Biaya Harga DOC Harga jual IOFCC


ransum ransum ransum (Rp/ekor) ayam belah (Rp/ekor)
umur 1-2 setelah (Rp/ekor) empat
minggu umur 2 (Rp/ekor)
(g/ekor) minggu
(g/ekor)
Ayam 115,74 2.583,46 8.680,02 5.000,00 22.000,00 8.319,98
Peraskok
Ayam 88,78 3.303,22 10.754,92 5.000,00 22.000,00 6.245,08
Kampung
Keterangan : IOFCC = Income Over Feed and Chick Cost
IOFCC = harga jual (harga DOC + biaya ransum ) per ekor ayam
Harga ransum BR 1 per kg Rp 5.800,00 (diberikan pada umur 1-2 minggu)
Harga ransum oplosan per kg Rp 3.100,00 (diberikan setelah ayam umur 2 minggu)

86 | Performans Pertumbuhan Ayam Peraskok sebagai Ayam Potong Belah Empat


ISSN 1978 - 3000

Peraskok (Rp 8.319,98 per ekor) lebih Ishibashi. 1995. Animal Science
tinggi dibanding Ayam Kampung (Rp Technology. 66 (43-51).
6.245,08 per ekor). Hal ini menunjukkan Kaharuddin, D. 1989. Pengaruh bobot
bahwa keuntungan memelihara Ayam telur tetas terhadap berat tetas,
Peraskok sebagai ayam buras potong daya tunas, pertambahan bobot
belah empat lebih tinggi dibanding ayam badan dan angka kematian sampai
buras potong jenis Ayam Kampung. umur 4 minggu pada burung
Lebih tingginya nilai keuntungan pada puyuh. Laporan Penelitian
pemeliharaan Ayam Peraskok ini Universitas Bengkulu. Bengkulu.
disebabkan oleh lebih cepatnya umur Kingston, D.J. 1979. Peranan ayam
potong belah empat dengan efisiensi berkeliaran di Indonesia. Laporan
penggunaan ransum yang lebih baik Seminar Industri Perunggasan II.
dibandingkan dengan ayam buras jenis Balai Penelitian Ternak, Ciawi-
Ayam Kampung. Bogor.
Kususiyah. 1995. Hubungan berat telur
dengan berat tetas dan mortalitas
SIMPULAN
puyuh petelur pada minggu
Performans pertumbuhan Ayam pertama. Laporan Penelitian
Peraskok sebagai ayam buras potong Universitas Bengkulu. Bengkulu..
belah empat lebih baik dan lebih Rasyaf, M. 1995. Beternak Ayam
menguntungkan dengan capaian umur Petelur. Penebar Swadaya.
potong belah empat lebih singkat dan Sheridan, A. K. 1986. Selection for
efisiensi penggunaan ransum lebih baik heterosis from reciprocal cross
dibanding ayam buras jenis Ayam population : Estimation of the F1
Kampung. heterosis and its mode of
inheritance. British Poultry Sci. (27)
541-550
DAFTAR PUSTAKA Sudaryani, T. dan H. Santoso. 2000.
Pemeliharaan Ayam Ras Petelur di
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam
Kandang Baterai. Penebar
Petelur. Lembaga Satu
Swadaya. Jakarta.
Gunungbudi. Bogor.
Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W.
Fujimura, S., S. Kawano, H. Koga, H.
Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan
Takeda, M. Kadowiki, and T.
Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 87


ISSN 1978 - 3000

Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Katuk Minyak Ikan Lemuru dan


Vitamin E terhadap Performans Dan Kualitas Daging Ayam Broiler

The Effect of Katuk (Sauropus androgynus) Leaf Extract Lemuru Fish and Vitamin E on
Broiler Performance and Meat Quality

Basyaruddin Zain

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu


Jalan Raya W.R. Supratman, Bengkulu

ABSTRACT

This research was conducted to determine the effect of leaf extract katuk, lemuru oil and vitamin E as a
substitute for a commercial feed supplement on performance and meat quality of broilers. One hundred and
ninety-five broiler chickens distributed into 13 treatment groups as follows: P0: Feed supplement containing a
commercial feed (feed dick). P1: 9 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 1% lemuru oil. P2: 9 g / kg leaf extract
katuk (EDK) + 1% lemuru oil + 60 mg vit E. P3: 9 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 2% lemuru oil . P4: 9 g / kg
leaf extract katuk (EDK) + 2% lemuru oil + 60 mg vit E. P5: 9 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 3% lemuru oil .
P6: 9 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 3% lemuru oil + 60 mg vit E. P7: 18 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 1%
lemuru oil. P8: 18 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 1% lemuru oil + 60 mg vit E. P9: 18 g / kg leaf extract katuk
(EDK) + 2% lemuru oil. P10: 18 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 2% lemuru oil + 60 mg vit E. P11: 18 g / kg
leaf extract katuk (EDK) + 3% lemuru oil. P12: 18 g / kg leaf extract katuk (EDK) + 3% lemuru oil + 60 mg vit E.
Design research used Completely Randomized Design (CRD) with 13 treatments and 3 replications. Each test
consisted of five broiler chickens, the number of chickens in the study as many as 195 birds. The data obtained
were analyzed according to the design used (Completely Randomized Design) and Test DMRT (Duncan
Multiple Range Test) to examine differences in treatment effect. The results showed that the use katuk leaf
extract, lemuru oil and vitamin E not differ significantly (P> 0.05) to ration consumption, weight gain and
conversion ration of broiler chickens are very real and different (P <0.01) on levels of cholesterol, triglycerides,
LDL-cholesterol and HDL-cholesterol in blood serum and different broiler highly significant (P <0.01) on
levels of cholesterol, fat and protein content of broiler meat.

Key words: Extract, Lemuru, meat, performance, Sauropus androgynus, vitamin E

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun katuk, minyak ikan lemuru dan vitamin E
sebagai pengganti feed suplement komersial terhadap performans dan kualitas daging ayam broiler. Seratus
sembilan puluh lima ekor ayam broiler didistribusikan menjadi 13 kelompok perlakuan yaitu: P0: Pakan
mengandung feed suplement komersial (pakan kontol). P1: 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 1% minyak
ikan lemuru. P2: 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 1% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. P3: 9 g/kg ekstrak
daun katuk (EDK) + 2% minyak ikan lemuru. P4: 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 2% minyak ikan lemuru
+ 60 mg vit E. P5: 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 3% minyak ikan lemuru. P6: 9 g/kg ekstrak daun katuk
(EDK) + 3% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. P7: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 1% minyak ikan
lemuru. P8: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 1% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. P9: 18 g/kg ekstrak
daun katuk (EDK) + 2% minyak ikan lemuru. P10: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 2% minyak ikan
lemuru + 60 mg vit E. P11: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 3% minyak ikan lemuru. P12: 18 g/kg ekstrak
daun katuk (EDK) + 3% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. Rancangan penelitian yang digunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 13 perlakuan dan 3 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam broiler,
jumlah ayam dalam penelitian sebanyak 195 ekor. Data yang diperoleh dianalisis sesuai rancangan yang
digunakan (Rancangan Acak Lengkap) dan Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk menguji perbedaan
pengaruh perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak daun katuk, minyak ikan
lemuru dan vitamin E berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat badan
dan konversi ransum ayam broiler serta berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar kolesterol, trigliserida,
LDL-kolesterol dan HDL-kolesterol dalam serum darah broiler dan berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap
kadar kolesterol, lemak dan kadar protein daging broiler.

Kata Kunci: Daging, ekstrak, Katuk, Lemuru, performans, vitamin E

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 89


ISSN 1978 - 3000

PENDAHULUAN 1997). Daun katuk (Sauropus androgynus)


dapat meningkatkan efesiensi
Latar Belakang metabolisme zat-zat gizi karena kaya
Peluang untuk memperbaiki akan mineral dan mengandung 6
performans ayam di daerah tropika basah senyawa sekunder utama yaitu,
seperti Indonesia menurut Abbas (1999), monometyl succinate, cis-2-metyl
yang utama adalah melalui pendekatan cyclopentonal asetat, asam benzoat, asam
manipulasi biolingkungan yakni : 1) fenil malonat, 2-pyrolidion dan metyl
Manipulasi iklim mikro melalui pyroglutamate, -karotin (Agustal et al,
rasionalisasi perkandangan, 2) 1997)
Manipulasi biofisiologi melalui Penggunaan ekstrak daun katuk
pengaturan a) feed water balance, b) dalam ransum dapat meningkatkan
suplementasi vit C, vit E, vitamin K, efisiensi produksi dan kualitas telur
biotin, vitamin B2 (riboflavin), 3) (Santoso et al, 2002) dan (Subekti, 2003).
perbaikan manajemen terutama pada saat Penyusunan ransum pada dasarnya
terjadi lonjakan suhu lingkungan dan 4) hanya ditekankan kepada terpenuhinya
perbaikan sosial ekonomi lingkungan kebutuhan energi, protein, vitamin dan
usaha. Biasanya peternak dalam mineral. Asam lemak tak jenuh ganda :
pemeliharaan ayam broiler memberikan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA)
ransum komersil yang telah memenuhi jarang menjadi perhatian dalam
standar kebutuhan zatzat makanan yang penyusunan ransum. Padahal PUFA
telah ditetapkan dan juga di dalamnya dapat menurunkan kolesterol dan
sudah terkandung bahan pakan merupakan prekursor dari beberapa zat
tambahan (feed supelment). yang mempengaruhi sistem imun. Salah
Pemakaian feed supplement satu bahan pakan yang kaya akan PUFA
bertujuan untuk memperbaiki pakan dan dan tidak bersaing dengan kebutuhan
memacu pertumbuhan ternak untuk manusia adalah minyak ikan lemuru.
meningkatkan produksi. Meskipun feed Fenita (2002) menemukan bahwa
suplement mampu meningkatkan pemberian minyak ikan lemuru mampu
produksi namun kualitas daging yang meningkatkan kadar PUFA dalam daging
dihasilkan belum dapat memenuhi broiler. Minyak ikan lemuru berpotensi
tuntutan konsumen karena daging yang sebagai sumber PUFA seperti asam lemak
dihasilkan masih berkadar lemak tinggi. omega-3 dan mengandung asam lemak
Oleh karena itu penggunaan feed linoleat yang dibutuhkan ayam untuk
suplement alami merupakan alternatif mengoptimalkan daya tahan tubuhnya.
yang dapat dipakai sebagai pengganti Namun kelemahan minyak ikan lemuru
feed suplement komersial dalam ransum. dapat meningkatkan bau amis dan asam
Salah satu feed suplement alami yang lemak di dalamnya mudah teroksidasi
dapat digunakan adalah daun katuk dan juga menurunkan kadar vitamin E
(Sauropus androgynus). yang pada gilirannya akan menyebabkan
Daun katuk (Sauropus androgynus) defisiensi vitamin E yang mempengaruhi
selain sebagai tanaman obat juga fungsi kekebalan tubuh. Untuk mengatasi
memiliki kandungan gizi yang tinggi defisiensi vitamin E perlu suplementasi
karena mengandung protein, vitamin, vitamin E. Menurut Chen et al. (1998)
serta mengandung zat anti bakterial Suplementasi Vitamin E sebanyak 60
sehingga menjadikan katuk sebagai mg/kg ransum sangat efektif mencegah
tanaman yang sangat bermanfaat (Malik, oksidasi PUFA.

90 | Penggunaan Ekstrak Daun Katuk Minyak Ikan Lemuru


ISSN 1978 - 3000

Tujuan penelitian ini adalah untuk P8 : 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
mengetahui pengaruh penggunaan 1% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E.
ekstrak daun katuk minyak ikan lemuru P9 : 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
dan vitamin E sebagai pengganti feed 2% minyak ikan lemuru.
suplement komersial dalam ransum P10: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
terhadap performans dan kualitas daging 2% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E.
ayam broiler P11: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
3% minyak ikan lemuru.
P12: 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
MATERI DAN METODE
3% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E.
Penelitian ini dilakukan bulan Peubah yang diamati yaitu:
Februari sampai akhir Juli 2009 bertempat konsumsi ransum, pertambahan berat
di Kandang dan Laboratorium Jurusan badan, konversi ransum, kadar kolesterol,
Peternakan Fakultas Pertanian trigliserida, LDL-kolesterol dan HDL-
Universitas Bengkulu. Bahan yang kolesterol dalam serum darah broiler
digunakan adalah 195 ekor ayam broiler, serta kadar kolesterol, lemak dan kadar
ekstrak daun katuk, minyak ikan lemuru, protein daging broiler.
vitamin E, dan bahan penyusun ransum
yang terdiri dari jagung kuning, minyak HASIL DAN PEMBAHASAN
sawit, bungkil kedelai, tepung ikan,
kalsium karbonat, mineral mix, garam, Rataan konsumsi, pertambahan
dan top mix (sebagai feed suplement berat badan dan konversi ransum selama
komersial), serta vaksin ND, vitachick penelitian terlihat seperti pada Tabel 1.
dan desinfektan Penggunaan ekstrak daun katuk,
Rancangan penelitian yang minyak ikan lemuru dan vitamin E dalam
digunakan adalah Rancangan Acak ransum ayam broiler dengan berbagai
Lengkap (RAL) dengan 13 perlakuan dan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0.05)
3 ulangan. Ransum penelitian sebanyak terhadap konsumsi, pertambahan berat
13 perlakuan sebagai berikut : badan dan konversi ransum
P0 : Pakan mengandung feed suplement dibandingkan ransum kontrol. Berbeda
komersial. tidak nyatanya konsumsi ransum, hal ini
P1 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + disebabkan karena ransum perlakuann
1% minyak ikan lemuru. yang menggunakan ekstrak daun katuk,
P2 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + minyak ikan lemuru dan vitamin E
1% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. mempunyai palatabilitas yang sama
P3 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + dengan ransum kontrol yang
2% minyak ikan lemuru. menggunakan feed suplement komersial.
P4 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + Palatabilitas ransum mempengaruhi
2% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. konsumsi sehingga antara ransum
P5 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + perlakuan yang menggunakan ekstrak
3% minyak ikan lemuru. daun katuk, minyak ikan lemuru dan
P6 : 9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + vitamin E dengan ransum kontrol yang
3% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E. memakai feed suplement komersial tidak
P7 : 18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + mempengaruhi konsumsi ransum ayam
1% minyak ikan lemuru. broiler. Selain palatabilitas jika kita lihat
faktor lain yang mempengaruhi konsumsi

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 91


ISSN 1978 - 3000

Tabel 1. Rataan konsumsi, pertambahan berat badan dan konversi ransum selama penelitian

Perlakuan Konsumsi Pertambahan Berat Badan Konversi


(gram/ekor) (gram/ekor)
P0 1754,44a 626,67a 2,79a
P1 1716,11a 651,67a 2,63a
P2 1877,78a 706,67a 2,65a
P3 1830,00a 687,78a 2,66a
P4 1760,00a 731,67a 2,41a
P5 1780,00a 668,33a 2,66a
P6 1747,78a 636,11a 2,74a
P7 2023,89a 757,78a 2,67a
P8 1628,89a 593,33a 2,74a
P9 2036,11a 697,78a 2,91a
P10 1760,00a 677,78a 2,60a
P11 1693,89a 630,00a 2,68a
P12 1782,22a 671,11a 2,65a
Keterangan: ns (non signifikan)

ransum seperti kandungan nutrisi Blade (1998) menjelaskan bahwa tingkat


terutama energi dan protein ransum, konsumsi ransum akan mempengaruhi
bentuk ransum, faktor lingkungan, laju pertumbuhan dan bobot akhir karena
genetik, kondisi ternak adalah sama. pembentukan bobot, bentuk dan
Menurut Anggorodi (1995) bahwa komposisi tubuh pada hakekatnya adalah
konsumsi dipengaruhi oleh faktor akumulasi pakan yang dikonsumsi ke
genetik, jenis kelamin, lingkungan, dan dalam tubuh ternak. Berbeda tidak
palatabilitas ransum. Murtidjo (1987) nyatanya konversi ransum ayam broiler
bahwa selera makan ternak dipengaruhi disebabkan karena antara ransum
oleh bentuk, rasa, aroma, serta kondisi perlakuan yang menggunakan ekstrak
ternak tersebut. Berbeda tidak nyatanya daun katuk, minyak ikan lemuru dan
pertambahan berat badan ayam broiler vitamin E dengan ransum kontrol yang
karena ransum yang dikonsumsi juga memakai feed suplement komersial, karena
berbeda tidak nyata sebab pertambahan konsumsi ransum dan pertambahan berat
berat badan dipengaruhi oleh konsumsi badan ayam broiler juga berbeda tidak
ransum yang digunakan untuk nyata. Konversi ransum merupakan
pertumbuhan. Jadi antara ransum perbandingan antara konsumsi ransum
perlakuan yang menggunakan ekstrak dengan pertambahan berat badan.
daun katuk, minyak ikan lemuru dan Kadar Fraksi Lipid Dalam Serum
vitamin E dengan ransum kontrol yang Darah pada Tabel 2. Penggunaan ekstrak
memakai feed suplement komersial, daun katuk, minyak ikan lemuru dan
konsumsi ransumnya juga berbeda tidak vitamin E dalam ransum ayam broiler
nyata. Sebagaimana yang dinyatakan dengan berbagai perlakuan berbeda
Anggorodi (1995), bahwa pertambahan sangat nyata (P < 0,01) terhadap kadar
berat badan dipengaruhi oleh konsumsi kolesterol, trigliserida, LDL-kolesterol
ransum. Rasyaf (2002) menyatakan dan HDL-kolesterol dalam serum darah
bahwa bobot badan unggas dipengaruhi broiler.
antara lain oleh kualitas dan kuantitas Ransum perlakuan dapat
ransum yang diberikan. Blakely dan menurunkan antara 14,08% sampai

92 | Penggunaan Ekstrak Daun Katuk Minyak Ikan Lemuru


ISSN 1978 - 3000

Tabel 2. Kadar Fraksi Lipid Dalam Serum Darah

Perlakuan Kolesterol Trigiliserida LDL-k HDL-k


(mg/100 ml) (mg/100ml) (mg/100 ml) (mg/100 ml)
P0 208,37g 139,47f 137,14e 35,90ab
P1 195,41 fg 137,40 f 131,84 e 36,83abc
P2 179,02f 131,23ef 118,18d 37,44abcd
P3 146,89 e 125,40 de 113,19 cd 34,69a
P4 143,45de 114,05bc 100,00ab 40,16d
P5 131,46 bcde 111,62 abc 102,00 abc 37,18abcd
P6 134,77cde 109,92ab 100,75ab 40,16d
P7 125,10 bcd 106,14 ab 119,40 d 38,45bcd
P8 139,43de 116,67bcd 109,70bcd 38,22bcd
P9 117,47 abc 122,14 cde 104,69 abc 38,48bcd
P10 114,23ab 106,71ab 95,57a 38,95bcd
P11 105,43 a 106,73 ab 95,72 a 40,29d
P12 101,46a 100,92a 95,91a 39,61cd
Keterangan: Angka-angka dengan superskrip yang sama pada kolom yang sama
menunjukan berbeda tidak nyata dan angka-angka dengan superskrip yang berbeda pada
kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P < 0,01)

51,30% kolesterol dalam serum darah ransum kontrol. Penurunan kadar LDL-
broiler jika dibandingkan dengan ransum kolesterol dalam serum darah broiler
kontrol. Penurunan kadar kolesterol yang terendah 13,82% terdapat pada
dalam serum darah broiler yang ransum perlakuan P2 (9 g/kg ekstrak
terendah 14,08% terdapat pada ransum daun katuk (EDK) + 1% minyak ikan
perlakuan P2 (9 g/kg ekstrak daun katuk lemuru + 60 mg vit E) dan yang tertinggi
(EDK) + 1% minyak ikan lemuru + 60 mg 30,31% terdapat pada ransum perlakuan
vit E) dan yang tertinggi 51,30% terdapat P10 (18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
pada ransum perlakuan P12 (18 g/kg 2% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E).
ekstrak daun katuk (EDK) + 3% minyak Ransum perlakuan dapat
ikan lemuru + 60 mg vit E). meningkatkan antara 6,46% sampai
Ransum perlakuan dapat 12,22% HDL-kolesterol dalam serum
menurunkan antara 10,88% sampai darah broiler jika dibandingkan dengan
27,64% trigliserida dalam serum darah ransum kontrol. Peningkatan kadar HDL-
broiler jika dibandingkan dengan ransum kolesterol dalam serum darah broiler
kontrol. Penurunan kadar trigliserida yang terendah 6,46% terdapat pada
dalam serum darah broiler yang terendah ransum perlakuan P8 (18 g/kg ekstrak
10,88% terdapat pada ransum perlakuan daun katuk (EDK) + 1% minyak ikan
P3 (9 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 2% lemuru + 60 mg vit E) dan yang tertinggi
minyak ikan lemuru) dan yang tertinggi 12,22% terdapat pada ransum perlakuan
27,64% terdapat pada ransum perlakuan P11 (18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) +
P12 (18 g/kg ekstrak daun katuk (EDK) + 3% minyak ikan lemuru).
3% minyak ikan lemuru + 60 mg vit E). Penurunan kolesterol, trigliserida
Ransum perlakuan dapat dan LDL-kolesterol dalam serum darah
menurunkan antara 13,82% sampai broiler disebabkan karena zat aktif
30,31% LDL-kolesterol dalam serum flavonoid dalam daun katuk sementara
darah broiler jika dibandingkan dengan senyawa yang berperan dalam minyak

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 93


ISSN 1978 - 3000

lemuru adalah asam lemak tak jenuh kolesterol dalam plasma darah.
rantai panjang omega-3 (PUFA). Sebagaimana hasil penelitian Fenita
Flavonoid berfungsi menghambat (2002) bahwa minyak ikan lemuru
oksidasi kolesterol LDL. Flavonoid mengandung asam lemak omega 3
meningkatkan kadar prostasiklin. berupa EPA dan DHA. Hasil penelitian
Prostasiklin adalah substansi yang ini menunjukkan bahwa EDK, minyak
diproduksi oleh endothelium pembuluh ikan lemuru dan vitamin E berpotensi
darah dan menyebabkan vasodilatasi, untuk menekan resiko terkena penyakit
menghambat pembentukan platelet darah penyempitan pembuluh darah
(kepingan sel-sel darah) dan gumpalan (atherosclerosis). Penggunaan EDK,
darah serta menghambat masuknya minyak lemuru dan vitamin E ternyata
kolesterol LDL (kolesterol jahat) ke cukup efektif untuk menurunkan
dalam dinding pembuluh darah. konsentrasi kolesterol, LDL-kolesterol
Sebagaimana pendapat Santoso et dan trigliserida serta meningkatkan HDL-
al. (2004) bahwa ekstrak daun katuk kolesterol.
dapat menurunkan konsentrasi Kadar kolesterol, protein dan lemak
kolesterol dan LDL-kolesterol pada ayam daging dada broiler pada Tabel 3.
pedaging tapi tidak dapat menaikkan Penggunaan ekstrak daun katuk, minyak
HDL-kolesterol. Pada penelitian ini ikan lemuru dan vitamin E dalam ransum
ternyata pemberian ekstrak daun katuk, ayam broiler dengan berbagai perlakuan
minyak lemuru dan vitamin E mampu berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap
meningkatkan kadar HDL kolesterol. berbeda kadar kolesterol, lemak dan
Peningkatan HDL-kolesterol ini protein daging broiler dibandingkan
disebabkan karena adanya pemberian ransum kontrol.
minyak ikan lemuru dalam ransum. Hasil penelitian menunjukkan
Minyak ikan lemuru mengandung asam bahwa suplementasi EDK dan minyak
lemak omega 3 yang dapat menurunkan lemuru menurunkan kadar kolesterol dan
trigliserida dan meningkatkan HDL- lemak daging broiler (P<0,01) dan

Tabel 3. Kadar kolesterol, protein dan lemak daging dada broiler

Perlakuan Kolesterol Protein Lemak


(mg/100ml) (%) (%)
P0 2,21e 18,07a 4,77i
P1 2,10ge 18,70abc 4,55f
P2 2,04ef 18,64abc 4,34g
P3 1,88de 18,922abc 4,23fg
P4 1,79d 18,507ab 4,07ef
P5 1,62c 19,53abc 4,00e
P6 1,51bc 19,66bc 3,86de
P7 1,30a 19,47abc 3,33a
P8 1,37f 19,56abc 3,66cd
P9 1,42ab 19,72bc 3,61bc
P10 1,31a 20,18cd 3,64bcd
P11 1,37ab 21,19d 3,43ab
P12 1,31a 23,22e 3,28a
Keterangan: Angka-angka dengan superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukan berbeda
tidak nyata dan angka-angka dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan
berbeda sangat nyata (P < 0,01)

94 | Penggunaan Ekstrak Daun Katuk Minyak Ikan Lemuru


ISSN 1978 - 3000

meningkatkan kadar protein daging ekstrak daun katuk (Sauropus


broiler. Kecendrungan turunnya kadar androgynus (L) Merr dengan GCMS.
total lipid dan turunnya kadar kolesterol Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3
dalam daging broiler dikarenakan EDK (3) ; 31-33.
mengandung metilpiroglutamat Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka
sementara minyak lemuru kaya akan Ternak Unggas. Universitas
PUFA terutama omega-3. Kedua senyawa Indonesia Press, Jakarta
ini diketahui mempunyai kemampuan Chen, Y. J., K. S. Son, B. J. Min, J. H. Cho,
menurunkan deposisi lemak (Fenita, O. S. Kwon and I. H. Kim. 1998.
2005, Santoso, et. al. 2004.). Selain itu daun Effects of dietary probiotic on
katuk juga mengandung flavonoid, tanin growth performance, nutrients
dan alkaloid lainnya dimana senyawa digestibility, blood characteristics
tersebut bersifat antilipida. Suprayogi and fecal noxious gas content in
(2000) menemukan bahwa ekstrak etanol growing pigs. Asian-Aust. J. Anim.
mengandung senyawa tanin, gula, garam Sci. 18:1464-1468
alkoloid dan antrasenoid, steroid Fenita, Y. 2002. Suplementasi lisin dan
glycoside/triterpenoid, flavonoid, metionin serta minyak lemuru ke
kumarin, isoquinoline alkoloid dan dalam ransum berbasis hidrolisis
anthocyanin. Sementara pada ekstrak air bulu ayam terhadap perlemakan
panas mengandung senyawa tanin, dan pertumbuhan ayam ras
kumarin, garam alkaloid, glukoside dan pedaging. Program Pasca Sarjana-
saponin. IPB, Bogor.
Malik, A. 1997. Tinjauan fitokimia,
indikasi penggunaan dan
SIMPULAN
bioaktivitas daun katuk dan buah
Penggunaan ekstrak daun katuk, trengguli. Warta Tumbuhan Obat
minyak ikan lemuru dan vitamin E dalam Indonesia. 3 (3): 39-40.
ransum tidak berpengaruh terhadap Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Beternak
konsumsi ransum, pertambahan berat Ayam Broiler. Kanisius,
badan dan konversi ransum ayam broiler. Yogyakarta.
Penggunaan ekstrak daun katuk, minyak Santoso, U., J. Setianto dan T. Suteky.
ikan lemuru dan vitamin E dalam ransum 2002. Pengguanaan Ekstrak Daun
dapat menurunkan kadar kolesterol, Katuk untuk Meningkatkan
trigliserida, LDL-kolesterol dan Efisiensi Produksi dan Kualitas
menaikkan HDL-kolesterol dalam serum Telur yang Ramah Lingkungan
darah broiler dan juga dapat menurunkan pada Ayam Petelur. Laporan Hibah
kadar kolesterol, lemak, dan menaikkan Bersaing Tahun 1, Jakarta.
kadar protein daging broiler. Santoso, U., Y. Fenita dan W. Piliang.
2004. Penggunaan ekstrak daun
katuk sebagai feed additive untuk
DAFTAR PUSTAKA memproduksi meat designer.
Laporan Penelitian Hibah Pekerti.
Abbas, M.H. 1999. Pengelolaan Ternak
Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Unggas. Program Pasca Sarjana
Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan karkas
Universitas Andalas Padang.
ayam lokal yang diberi tepung
Agustal, A., M. Haripini dan Chairul.
daun katuk dalam ransum.
1997. Analisis kandungan kimia
Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 95


ISSN 1978 - 3000

Keragaan Telur Tetas Itik Pegagan

Hatching Egg Performance of Pegagan Duck

Meisji L. Sari2), Ronny R. Noor2), Peni S. Hardjosworo2), Chairun Nisa3),

Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Ternak Sekolah Pasca Sarjana IPB


1)

2)Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

3)Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Email: meisji@yahoo.com

ABSTRACT

Pegagan duck as native south sumatera duck were one of specific genetic resource that needs to be preserved
and explored. Scientific information on Pegagan as animal genetic resources is less than other native ducks.
This study was done in order to identified and explored the performance of hatching egg of Pegagan duck.
Five-hundreds hatching eggs were collected from 3 sub district; Tanjung Raja, Inderalaya and Pemulutan of
Ogan Ilir Regency, South Sumatera. They were weighed and measured to generated egg index. The eggs
were hatched using hatching machine that already desinfected using lisol 2.5%. Along the hatching, all eggs
were rotated from day-3 to day-25. Egg candling was done in day-5, day-13 and day-25. The results shows
that average egg weight were 65 g. Bluish-green egg shell and average of egg index were 750,03%. Pegagan
duck egg fertility were low (60%) and its hatchability were 53% with hatching weight 36.37 3,39 g.

Key words: hatching eggs, hatchery, Pegagan Duck, fertility

ABSTRAK

Itik Pegagan sebagai itik lokal Sumatera Selatan merupakan salah satu sumber genetik ternak atau kekayaan
hayati lokal Indonesia, yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Sejauh ini data ilmiah mengenai itik
Pegagan sebagai sumber plasma nutfah relatif masih sedikit dibandingkan ternak itik lokal lainnya. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dan mengidentifikasi keragaan telur tetas itik Pegagan.
Penelitian inidiawali dengan mengumpulkan telur tetas itik Pegagan sebanyak 500 butir yang didapat dari
tiga kecamatan yaitu kecamatan Tanjung Raja, Inderalaya dan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir Sumatera
Selatan. Telur itik yang dikumpulkan kemudian ditimbang dengan timbangan telur untuk mengetahui bobot
telur (g), kemudian diukur panjang (mm) dan lebar telur (mm) untuk mengetahui indeks telur. Selanjutnya
telur ditetaskan dengan mesin tetas yang sebelumnya dibersihkan dengan lisol 2.5%. Selama proses penetasan
dilakukan pemutaran telur mulai hari ketiga sampai hari ke-25. Pemeriksaan telur (candling) dilakukan tiga
kali yaitu pada hari kelima, ke-13 dan ke-25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot telur tetas
yang digunakan 65 g, warna kerabang telur itik Pegagan adalah hijau kebiruan, rataan indeks telur itik
Pegagan 750,03%. Fertilitas telur itik Pegagan yang dikumpulkan dari peternak itik rendah yaitu sebesar
60%, dengan daya tetas 53% dan bobot tetas sebesar 36,37 3,39 g.

Kata Kunci: telur tetas, penetasan, Itik Pegagan, fertilitas

PENDAHULUAN itik. Populasi itik di Indonesia sebagian


besar dijumpai di pulau Jawa dan
Potensi ternak itik di Indonesia kepulauan Indonesia bagian Barat.
sangat besar terutama sebagi penghasil Indonesia memiliki berbagai jenis itik
daging dan telur. Indonesia dikenal lokal seperti itik Cirebon, itik Mojosari,
sebagai salah satu negara yang memiliki itik Alabio, itik Tegal dan itik Magelang
keanekaragaman hayati yang sangat Usaha pemerintah dalam
kaya. Salah satu dari kekayaan itu adalah menunjang program sub sektor
keanekaragaman hewan ternak, termasuk peternakan yaitu peningkatan produksi

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 97


ISSN 1978 - 3000

ternak dapat dicapai dengan dua cara dan meningkatkan manfaat itik Pegagan
yaitu dengan peningkatan populasi serta dapat dijadikan sebagai pedoman
ternak dan peningkatan mutu genetik dalam upaya pembudidayaannya.
ternak. Dalam rangka melestarikan ternak
lokal maka telah banyak dilakukan
MATERI DAN METODE
bermacam-macam usaha antara lain
dengan inseminasi buatan dan Penelitian ini akan diawali dengan
persilangan-persilangan. mengumpulkan telur tetas itik Pegagan
Itik Pegagan sebagai itik lokal sebanyak 500 butir yang didapat dari tiga
Sumatera Selatan merupakan salah satu kecamatan yaitu kecamatan Tanjung Raja,
sumber daya genetik ternak atau Inderalaya dan Pemulutan Kabupaten
kekayaan hayati lokal Indonesia, yang Ogan Ilir Sumatera Selatan. Telur itik
perlu dilestarikan dan dikembangkan. yang dikumpulkan kemudian ditimbang
Sejauh ini data ilmiah mengenai itik dengan timbangan telur untuk
Pegagan sebagai sumber plasma nutfah mengetahui bobot telur (g), kemudian
relatif masih sedikit dibandingkan ternak diukur panjang (mm) dan lebar telur
itik lokal lainnya. Sehingga perlu (mm) untuk mengetahui indeks telur.
diupayakan pelestarian. Telur kemudian difumigasi dengan
Itik Pegagan berasal dari desa larutan kalium permanganat-formalin.
Kotodaro, Kecamatan Tanjung Raja, Larutan terdiri dari 4 g kalium
Kabupaten Ogan Ilir (OI), Propinsi permanganat dan 5 cc formalin untuk
Sumatera Selatan. Populasinya dari luasan satu meter kubik selama 15 menit.
waktu ke waktu relatif semakin menurun, Selanjutnya telur ditetaskan dengan
sehingga sekarang ini populasi itik mesin tetas yang sebelumnya dibersihkan
tersebut hanya sekitar 10% dari populasi dengan lisol 2.5%.
itik di Sumatera Selatan. Padahal itik Selama proses penetasan dilakukan
Pegagan sebagai sumber plasma nutfah pemutaran telur mulai hari ketiga sampai
belum banyak diungkap sebagaimana hari ke-25. Pemeriksaan telur (candling)
ternak itik lokal lain. Potensi itik Pegagan dilakukan tiga kali yaitu pada hari
mempunyai keunggulan dibandingkan kelima, ke-13 dan ke-25. Pemeriksaan
dengan itik lokal lainnya. Keunggulan pertama dilakukan untuk mengetahui
tersebut adalah berat badan rata-rata itik fertilitas telur. Pemeriksaan kedua dan
dewasanya yang dapat mencapai > 2 kg, ketiga dilakukan untuk mengeluarkan
serta berat telur rata-ratanya dapat telur-telur dengan embrio mati. Mulai
mencapai > 70 g. hari ke-25 sampai menetas (umumnya
Pengembangan itik Pegagan hari ke-28) telur-telur tidak diputar lagi,
tersebut perlu dilakukan melalui program sehingga diketahui dari telur yang mana
pemuliaan dengan memperhatikan itik tersebut berasal. Daya tetas telur
karakteristiknya. Program pemuliaan ditentukan berdasarkan perbandingan
secara nyata dapat membantu dalam jumlah telur yang menetas dan tidak.
menghasilkan jenis itik tertentu dengan
sifat-sifat dan tujuan produksi yang
diharapkan. Tujuan dari penelitian ini HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah untuk mempelajari dan
Keragaan Telur Tetas Itik Pegagan
mengidentifikasi keragaan telur tetas dan
Keragaan telur tetas itik Pegagan
hasil penetasan telur itik Pegagan yang
hasil penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
pada akhirnya untuk mempopulerkan

98 | Keragaan Telus Tetas Itik Pegagan


ISSN 1978 - 3000

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan bobot dan Mojosari (Suparyanto, 2005).


telur tetas yang digunakan 65,32 3,81 g. Selanjutnya dijelaskan bahwa sebagian
Rataan bobot telur penelitian ini lebih unggas air termasuk itik memiliki warna
tinggi dibandingkan bobot telur itik kerabang hijau kebiruan. Hal ini
Alabio, seperti yang dilaporkan Prasetyo disebabkan adanya pengaruh gen yaitu
dan Susanti (2000) yakni 60,21 5,64 g, pigmen yang bertanggung jawab
dan hampir sama dengan bobot telur terhadap warna kerabang menjadi hiijau
tetas itik Alabio pada penelitian Suryana kebiruan adalah pigmen biliverdin,
(2011) dimana bobot telur tetas yang sementara zick chelate dan protoporpirin IX
digunakan 67,87 3,15 g. Bobot telur umumnya ditemukan pada telur yang
merupakan sifat yang banyak berkerabang coklat (Wasburn 1993).
dipengaruhi oleh factor genetik, umur Warna kerabang telur hijau kebiruan
induk, posisi telur dalam cluth, musim merupakan warna dominan otosomal
dan pakan (Solihat et al. 2003). Perbedaan yaitu gen G+ dan masih memiliki sifat liar
ini diduga disebabkan oleh asal telur tetas (Lancaster 1993). Pada itik-itik yang
yang digunakan sumbernya tidak sama sudah didomestikasi, warna kerabang
dan dihasilkan oleh induk yang telur dengan itik Bali putih, itik Pekin,
mempunyai bobot badan bervariasi. Hal dan itik putih Ukrania memiliki warna
ini sesuai dengan pernyataan Applegate kerabang telur putih yang sepenuhnya
et al. (1998) bahwa bobot telur yang dikontrol oleh gen g (Romanov et al.
dihasilkan berkorelasi positif dengan 1995).
bobot induk. Bobot telur dipengaruhi Indeks telur merupakan
oleh faktor-faktor dewasa kelamin, umur perbandingan antara panjang telur dibagi
itik, bangsa, tingkat protein dalam pakan, lebar dikali 100%. Rataan indeks telur itik
cara pemeliharaan, dan temperature Pegagan (75%) termasuk normal. Nilai
lingkungan (Solihat et al. 2003). Ditinjau indeks telur yang normal adalah 79%,
dari aspek pakan, Wahyu (1997) sehingga nilai indeks yang lebih kecil dari
mengemukakan bahwa penurunan besar 79% akan memberikan penampilan lebih
telur dapat disebabkan oleh defisiensi panjang dan lebih dari 79%
asam linoleat maupun kandungan zat penampilannnya lebih bulat (Romanoff
anti nutrisi tertentu dalam pakan seperti dan Romanoff 1963). Indeks telur itik
nicarbasin dan gossypol. Defisiensi asam Pegagan tersebut hampir mirip dengan
linoleat dalam pakan dapat indeks telur itik Cihateup asal
mengakibatkan bobot telur yang Tasikmalaya (80,19%) hasil penelitian
dihasilkan rendah sehingga berat embrio Wulandari (2005). Indeks telur yang
juga rendah (Komarudin et al. 2008). mencerminkan bentuk telur sangat
Karakteristik warna kerabang telur dipengaruhi oleh genetik dan bangsa
itik Pegagan adalah hijau kebiruan yang (Romanov et al. 1995), juga proses-proses
merupakan ciri khas warna kerabang yang terjadi selama pembentukan telur
telur itik Pegagan. Hasil penelitian sama (Larbier & Leclercq 1994).
dengan warna kerabang telur itik Alabio

Tabel 1. Keragaan Telur Tetas Itik Pegagan

Peubah yang diamati


Jumlah Telur 500
Bobot Telur (g) 65,32 3,81
Warna telur Hijau kebiruan
Indeks Telur (%) 75 0,03

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 99


ISSN 1978 - 3000

Tabel 2. Fertilitas, Daya Tetas dan Bobot Tetas Itik Pegagan

Peubah yang diamati


Fertilitas (%) 60
Daya Tetas (%) 530,17
Bobot Tetas (g) 36,373,89

masih cukup baik dibandingkan daya


Keragaan Telur Tetas Itik Pegagan tetas itik Alabio (48,98%) dan itik
Hasil penetasan yang meliputi Mojosari (40,87%) hasil penelitian
fertilitas, daya tetas dan bobot tetas itik Brahmantiyo et al. (2001). Tinggi
Pegagan didapat nilai-nilai seperti Tabel rendahnya daya tetas bergantung pada
2. kualitas telur tetas, sarana penetas,
Fertilitas telur adalah perbandingan ketrampilan pelaksana dan kualitas mesin
antara telur yang fertil dengan jumlah tetas (Martojo et al. 1979 dalam Lasmini et
total telur yang ditetaskan. Fertilitas telur al.1992). Daya tetas juga sangat
itik Pegagan yang dikumpulkan dari dipengaruhi oleh status nutrisi induk.
petenak rendah yaitu sebesar 60%. Menurut Wilson (1997) status nutrisi
Rendahnya fertilitas telur karena pada induk sangat penting dalam
saat pemeliharaan rasio jantan dan betina pembentukan telur, ketersediaan gizi
tidak tepat. Berdasarkan informasi dari yang seimbang dibutuhkan bagi
peternak pejantan yang dipelihara terlalu perkembangan embrio yang normal.
sedikit. Fertilitas telur dalam penelitian Embrio dapat mati jika telur kekurangan,
ini lebih rendah dari hasil penelitian yang kelebihan atau ketidakseimbangan nutrisi
dilaporkan Setioko dan Istiana (1999) yang mempengaruhi daya tetas.
yaitu penetasan itik Alabio kontrol dan Bobot tetas yang diperoleh pada
terseleksi di Kabupaten Hulu Sungai penelitian ini adalah 36,373,89 g. Bobot
Tengah Propinsi Kalimantan Selatan tetas yang dihasilkan dalam penelitian ini
masing-masing sebesar 73,33% dan 77,4%, relatif sama dengan hasil yang diperoleh
sementara Suryana (2011) pada itik Suryana dan Tiro (2007) yakni 39,85 0,66
Alabio fertilitas sebesar 97,3%. Purba et g akan tetapi lebih kecil jika
al. (2005) dan Wobowo et al. (2005) dibandingkan dengan hasi penelitian
menyatakan bahwa rataan fertilitas telur Lasmini et al.(1992) sebesar 42,22 g.
itik di daerah sentra produksi dan
penetasan di Kabupaten Blitar, Jawa
Timur berkisar antara 86,46-90,49%, SIMPULAN
sementara Yuwono et al. (2005)
Berdasarkan uraian di atas dapat
melaporkan bahwa fertilitas telur itik
disimpulkan sebagai berikut:
lainnya selama lima periode penetasan
1. Bobot telur itik Pegagan sebesar 65
sebesar 89,31%. Faktor-faktor yang
gram.
mempengaruhi fertilitas telur adalah
2. Karakteristik warna kerabang telur
rasio jantan dan betina, pakan induk,
itik Pegagan adalah hijau kebiruan
umur pejantan yang digunakan dan
3. Indeks telur itik Pegagan 750,03.
umur telur (Srigandono 1997), jumlah
4. Fertilitas telur itik Pegagan 60% .
induk yang dikawini oleh satu pejantan
5. Daya tetas telur itik Pegagan 53 %.
dan umur induk (Solihat et al. 2003).
6. Bobot tetas itik Pegagan 36,373,39.
Daya tetas telur itik Pegagan
sebesar 53%. Daya tetas telur itik Pegagan

100 | Keragaan Telus Tetas Itik Pegagan


ISSN 1978 - 3000

DAFTAR PUSTAKA Lasmini, A., R. Abelsami, N.M. Parwati.


1992. Pengaruh cara penetasan
Applegate, T.J., D. Harper, L. Lilburn. terhadap daya tetas telur itik
1998. Effect of hen age composition Twegal dan Alabio. Prosiding
and embryo development in Seminar Nasional Peternakan dan
commercial Pekin ducks. Poult Sci Veteriner. Bogor, 18-19 September
77:16008-1612. 2000. Pusat Penelitian dan
Brahmantiyo, B., L.H. Prsetyo. 2001. Pengembangan Peternakan. Badan
Pengaruh bangsa itik Alabio dan Penelitian dan Pengembangan
Mojosari terhadap performan Pertanian Bogor. hlm. 31-34.
reproduksi. Prosiding Lokakarya Martojo, H. 1979. Peningkatan Mutu
Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Genetik Ternak. Departemen
Baru; Bogor, 6-7 Agustus 2001. Pendidikan dan Kebudayaan.
Fakultas Peternakan, Institut Direktorat Jenderal Pendidikan
Pertanian Bogor bekerjasama Tinggi. Pusat Antar Universitas dan
dengan Balai Penelitian Ternak. Bioteknologi, Institut Pertanian
Pusat Penelitian dan Bogor.
Pengembangan Peternakan. Badan Prasetyo, L.H., T. Susanti. 2000.
Penelitian dan Pengembangan Persilangan timbal balik antara
Pertanian. Bogor. hlm. 32-34. itik Alabio dan Mojosari: Periode
Komarudin, Rukmiasih, P.S. awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak
Hardjosworo. 2008. Performa dan Veteriner 5(4): 210-214.
produksi itik berdasarkan Purba, M., L.H. Prasetyo, T. Susanti. 2005.
kelompok bobot tetas kecil, besar Produksi dan penetasan telur itik di
dan campuran. Didalam: Inovasi daerah sentra produksi kabupaten
teknologi mendukung Blitar, Jawa Timur. Prosiding
pengembangan agribisnis Seminar nasional Teknologi Peternakan
peternakan ramah lingkungan. dan Veteriner. Buku II. Bogor, 12-13
Prosiding Seminar Nasional Teknologi September 2005. Pusat Penelitian
Peternakan dan Veteriner. Bogor, 11- dan Pengembangan Peternakan.
12 Nopember 2008. Pusat penelitian Badan Penelitian dan
dan Pengembangan Peternakan. Pengembangan Pertanian. Bogor.
Badan Penelitian dan hlm. 823-829.
Pengembangan Pertanian. Bogor. Romanov, M.N., R.P. Veremenyenko, Y.Y.
hlm. 604-610 Bondarenko. 1995. Conservation of
Lancester, F.M. 1993. Mutations and waterfowl germplasm in Ukraine.
major variants in domestic duck. In: In: Worlds Poultry Science
Crawford R.D. 1990. Poultry Association. Proceeding 10th
Breeding and European Symposium on
Genetics;Depaartement of Animal Waterfpowl, March, 26-31 1995.
and Poultry Science University of Halle (Saale) Germany. pp. 401-414.
Saskatchewan, Saskatoon, Srigandono, B. 1997. Ilmu Unggas Air.
Canada.pp 381-388 Jogjakarta; Gadjah Mada University
Larbier, M., B. Leclercq. 1994. Nutrition Press.
and Feeding of Poultry. Notthingham Romanoff, A.L. and A.J. Roamnoff. 1963.
Unniversity Press. INRA. Perancis. The Avian Egg. New York: John
Wiley and Sons.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 101


ISSN 1978 - 3000

Setioko, A.R., Istiana. 1999. Pembibitan Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas.
itik Alabio di Kabupaten Hulu Jogjakarta; Gadjah Mada University
Sungai Tengah. Prosiding Seminar Press.
Nasional Peternakan dan Veteriner. Washburn, K.W. 1993. Genetics variation in
Jilid I; Bogor,1-2 Desember 1999. egg composition In: Poultry breeding
Pusat Penelitian dan and genetics. Crawford RD (eds).
Pengembangan Peternakan. Badan Departement of Animal and Poultry
Penelitian dan Pengembangan Science. University of
Pertanian. Bogor. hlm. 382-387. Saskatchewan, Saskatoon. Canada.
Suparyanto, A. 2005. Peningkatan pp. 781-804.
produktivitas daging itik Wilson, H.R. 1997. Effecs of maternal
mandalung melalui pembentukan nutrient on hatchability. J Poult Sci
galur induk.[disertasi]. Bogor: 76:143-146.
Sekolah Pascasarjana, Institut Wulandari, W.A. 2005. Kajian
Pertanian Bogor karakteristik biologis itik Cihateup
Suryana. 2011. Karakterisasi Fenotipik [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
dan Genetik Itik Alabio (Anas Institut Pertanian Bogor.
platyrhynchos Borneo) di Kalimantan Wibowo, B., E. Juarini, Sunarto. 2005.
Selatan Dalam Rangka Pemanfaatan Analisa ekonomi usaha penetasan
dan Pelestarian Secara telur itik di Sentra produksi.
Berkelanjutan. Disertasi. Sekolah Didalam: Merebut peluang
Pascasarjana, Institut Pertanian agribisnis melalui pengembangan
Bogor. usaha kecil dan menegah unggas
Suryana, B.W. Tiro. 2007. Keragaan air. Prosiding Lokakarya Unggas Air
penetasan telur itik Alabio dengan II. Ciawi 16-17 Nopember 2005.
sistem gabah di Kalimantan Selatan. Kerjasama balai Penelitian Ternak,
Didalam; Percepatan Inovasi Masyarakat Ilmu Perunggasan
Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Indonesia dan Fakultas Peternakan
Mendukung Kemandirian Institut Pertanian Bogor.
Masyarakat Kampung di Papua. Yuwono, D.M., Subiharta, A. Hermawan.
Prosiding Seminar Nasional dan 2006. Kajian inovasi kelembagaan
Ekspose. Balai Pengkajian Teknologi pembibitan itik Tegal Unggul
Pertanian (BPTP) Papua; Jayapura, model inti-plasma. Prosiding
5-6 Juli 2007. Balai Besar Pengkajian Seminar nasional Inovasi Teknologi
dan Pengembangan Teknologi dalam mendukung usaha ternak
Pertanian. Badan Penelitian dan unggas berdaya saing. Semarang, 4
Pengembangan Pertanian. Agustus 2006. Pusat Penelitian dan
Bogor.hlm 269-277. Pengembangan Peternakan
Solihat, S., I. Suswoyo, Ismoyowati. 2003. bekerjasana dengan Jurusan Sosial
Kemampuan performan produksi Ekonomi Fakultas Peternakan
telur dari berbagai itik lokal. J Universitas Diponegoro. Semarang.
Peternakan Tropik 3 (1):27-32. hlm. 176-184.

102 | Keragaan Telus Tetas Itik Pegagan


ISSN 1978 - 3000

Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium dan Oviduk


Serta Tampilan Produksi Telur Ayam Burgo

Effect of Katuk Leaves Supplementation on Burgos Ovarium and Oviduct Size and Egg
Production Performance

Heri D. Putranto1,2)
1)Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
2) Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pertanian Unib
Jalan Raya W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A
Telp. +62 -736 - 21170 ext. 219 Faks. +62 -736 - 21290
e-mail: heri_dp@unib.ac.id

ABSTRACT

Burgo chicken is one of potential natural fauna resources of Bengkulu Province, Indonesia. The reproductive
physiology status of this endemic species is still remain unclear. The cock well knowns for its beautiful color
and classified as a crowler type fowl. The hen has a potency as an egg producer. Female burgos in this study
were supplemented by 4 levels of katuk leaves extract (non-supplemented, 9, 18 and 27g/chick/day) during 8
weeks. The purpose of this study was to explore the effect of katuk leaves extract supplementation diluted
into drinking water on female burgos ovarium and oviduct size, and egg production. The results showed that
the treatment did not significantly affected all parameters (P>0.05). However, the supplemented of katuk
leaves extract hen groups had a higher egg production and ovarium and oviduct size than non-supplemented
group. The reason was katuk leaves contains precursor which has a main role in eicosanoids biosynthesis and
involved in reproduction and physiological process. Katuk leaves also contains estradiol-17 benzoate which
is functioned to improve the reproduction and to stimulate follicle growth and finally caused a higher egg
production.

Key words: Female burgo, egg production, ovarium, oviduct.

ABSTRAK

Ayam Burgo merupakan salah satu plasma nutfah Provinsi Bengkulu dan juga Indonesia yang hingga saat ini
belum banyak diketahui tentang informasi fisiologi reproduksinya. Selain dikenal karena keindahan bulu dan
suara ayam jantannya, ayam Burgo betina juga memiliki potensi sebagai penghasil telur. Pada studi ini, ayam
Burgo betina mendapatkan suplementasi ekstrak daun katuk yang dibagi dalam 4 aras yaitu
nonsuplementasi, 9, 18 dan 27 gr/ekor/hari selama 8 minggu. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suplementasi ekstrak daun katuk yang diberikan melalui air minum terhadap ukuran ovarium, oviduk dan
tampilan produksi telur ayam Burgo betina sebagai salah satu upaya mendapatkan informasi dasar fisiologi
reproduksinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suplementasi ekstrak daun katuk tidak
berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati (P>0,05). Tetapi dengan adanya suplementasi
ekstrak daun katuk, ayam Burgo betina memiliki kecenderungan untuk bisa menghasilkan produksi telur
yang lebih tinggi serta ukuran ovarium dan oviduk yang lebih baik dibanding ayam nonsuplementasi. Hal ini
disebabkan karena daun katuk memiliki kandungan prekursor yang berperan dalam biosintesa eicosanoids
dan terlibat dalam proses reproduksi dan fisiologi serta kandungan senyawa aktif seperti estradiol-17
benzoat yang dapat meningkatkan fungsi reproduksi dan merangsang pertumbuhan folikel sehingga ayam
dapat menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi.

Kata kunci: Ayam Burgo betina, ovarium, oviduk, produksi telur.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 103


ISSN 1978 - 3000

PENDAHULUAN pedaging, tipe ayam petelur, tipe ayam


dwiguna dan diantaranya tipe ayam hias
Satwa unggas dalam hal ini ayam dan aduan. Berdasarkan hasil penelitian
telah menjadi sesuatu kebutuhan sebagai Putranto (2011b) dan Putranto et al. (2009;
salah satu sumber kebutuhan protein 2010a, b), ayam Burgo jantan lebih
hewani masyarakat dan biasa ditemui menjadi preferensi pilihan pemelihara
sebagai satwa peliharaan oleh masyarakat dibanding ayam Burgo betina.
di Indonesia. Ayam tersebut terdiri atas Pengembangan ayam Burgo jantan lebih
jenis ayam kampung atau buras, ayam ras difokuskan sebagai ayam hias karena
broiler (petelur dan pedaging) ataupun keindahan bulu, bentuk dan ukuran
ayam hias yang dapat menjadi salah satu tubuh yang unik. Padahal ayam Burgo
simbol strata sosial pemeliharanya. Salah betina juga memiliki potensi dijadikan
satu ayam hias yang endemik di Provinsi sebagai ayam petelur karena disinyalir
Bengkulu adalah ayam Burgo atau juga memiliki kemampuan yang cukup bagus
dikenal dengan nama ayam Rejang berupa produksi telur yang relatif tinggi.
(Putranto et al., 2009; 2010a, b, Setianto, Dalam upaya domestikasi ayam
2009; Setianto et al., 2009; Warnoto dan Burgo (pemeliharaan intensif ataupun
Setianto, 2009). Ayam Burgo merupakan semi intensif) sangat tergantung pada
ayam lokal yang dapat dijumpai di keputusan petani untuk melakukan
wilayah Provinsi Bengkulu dan hampir domestikasinya. Nataamijaya (2010)
tersebar di seluruh wilayah pedesaan menjelaskan bahwa pengembangan ayam
dengan populasi yang berbeda (Gibson, lokal di Indonesia saat ini diarahkan pada
2011). Unggas endemik Bengkulu ini peningkatan skala kepemilikan dan
dapat ditemui pada hampir setiap perbaikan teknik budidaya dengan
kabupaten di Provinsi Bengkulu, dan mengubah pola pemeliharaan dari pola
hasil penelitian memperlihatkan bahwa ekstensif tradisional (sistem umbaran) ke
Kabupaten Rejang Lebong memiliki usaha intensif komersial. Menurut
populasi ayam Burgo domestikasi National Research Council (1993), ayam
terbanyak (Putranto, 2011b; Putranto et peliharaan dari daerah tropis merupakan
al., 2010b, Nurmeliasari, 2003). Akan sumber pangan paling penting di dunia.
tetapi, pada saat ini eksistensi ayam Namun, usaha peternakan ayam lokal
Burgo tersebut dapat dikatakan belum belum berkembang antara lain belum
begitu dikenal secara luas ditataran tersedianya bibit unggul serta cara
regional ataupun nasional sebagai salah budidaya yang tidak efisien. Di negara
satu plasma nutfah Indonesia dengan berkembang, usaha ternak ayam lokal
karakteristik dan keunikan yang khusus. berperan penting dalam meningkatkan
Hal ini dikarenakan masyarakat baik pendapatan masyarakat karena usaha
masyarakat Bengkulu dan masyarakat di tersebut melibatkan sebagian besar
Indonesia belum banyak mengetahui penduduk miskin (Sonaiya, 2007).
tentang ayam Burgo. Berdasarkan uraian diatas, maka
Secara umum, pemeliharaan ayam upaya pemeliharaan ayam Burgo secara
dilakukan dengan tujuan ekonomi intensif dapat menjadi salah satu solusi
maupun hanya sekedar bagian dari hobi untuk mendukung usaha pemenuhan
atau kesenangan (pleasure). Diketahui kebutuhan protein hewani masyarakat
bahwa atas dasar tujuan pemeliharaan, sekaligus untuk mengambil peran sebagai
maka ayam yang dipelihara dapat dibagi salah satu solusi untuk meningkatkan
atas beberapa tipe yaitu tipe ayam pendapatan masyarakat di pedesaan.

104 | Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium


ISSN 1978 - 3000

Dalam studi ini, ayam Burgo betina (prostaglandin, prostacycline, thromboxane,


dipelihara dalam kandang individu lipoxins dan leukotrienes) dan terlibat
ukuran 1,0 x 0,8 m2 sebagai bentuk uji dalam proses reproduksi dan fisiologi
coba sistem pemeliharaan intensif dan (Ganong, 1993; Suprayogi, 2000), serta
diberikan suplementasi daun katuk kandungan 17-ketosteroid, androstan-17-
melalui air minum sebagai salah satu one, 3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha berperan
bentuk aplikasi teknologi nutrisi pakan. penting pada biosintesa hormon steroid
Daun katuk (Sauropus androgynus) betina (progesteron dan estradiol-17)
terutama bagian yang muda, telah lama (Despopoulos dan Silbernagi, 1991).
dikenal sebagai salah satu jenis sayur Menurut Putranto (2010, 2011a) dan
yang lazim dikonsumsi masyarakat Putranto et al. (2007a, b, c; 2010b, c), fakta
(Gibson, 2011; Zueni, 2011). Tanaman ini fisiologi reproduksi berbagai jenis satwa
juga dikenal sebagai sebagai tanaman di Indonesia masih banyak yang belum
herbal dan antiseptik (anti kuman dan diketahui. Dalam hal ini termasuk fakta
anti protozoa) karena bisa fisiologi reproduksi ayam Burgo
menyembuhkan borok, bisul, koreng, (Putranto et al., 2010a, b). Padahal
demam, darah kotor dan frambusia diketahui bahwa informasi fisiologi
(Irawan, 2003). Selanjutnya daun katuk reproduksi jenis unggas endemik
juga berfungsi untuk melancarkan air Bengkulu ini merupakan data
susu ibu, sehingga daun katuk banyak fundamental yang sangat penting untuk
diberikan pada ternak perah setelah dikuasai sebelum dilanjutkan dengan
melahirkan. Daun katuk juga memiliki teknologi reproduksi lanjut. Studi
fungsi sebagai sebagai anti lemak, anti tampilan organ reproduksi ayam Burgo
oksidan dan mempengaruhi metabolisme betina ini bertujuan untuk mengetahui
lemak (Santoso et al., 1999). pengaruh suplementasi ekstrak daun
Selanjutnya Santoso et al. (2003, katuk yang diberikan melalui air minum
2005) menyebutkan bahwa pada ayam terhadap tampilan organ reproduksi dan
petelur Leghorn, suplementasi ekstrak produksi telur ayam Burgo betina sebagai
daun katuk berpengaruh sangat positif salah satu upaya mendapatkan informasi
terhadap produksi telur baik dalam dasar fisiologi reproduksinya. Sebagai
persen, butir maupun gram dan juga hipotesa, diperkirakan ekstrak daun
bahkan dapat meningkatkan jumlah katuk yang mengandung prekursor yang
produksi telur. Lebih lanjut dijelaskan berperan dalam biosintesa eicosanoids
bahwa asam benzoat yang terkandung (prostaglandin, prostacycline, thromboxane,
dalam daun katuk, akan dikonversikan lipoxins dan leukotrienes) dan terlibat
menjadi estradiol-17 benzoat di dalam dalam proses reproduksi dan fisiologi
tubuh. Estradiol-17 benzoat berperan akan juga mempengaruhi tampilan organ
untuk meningkatkan fungsi reproduksi reproduksi dan produksi telur ayam
dan merangsang pertumbuhan folikel Burgo betina dalam studi ini.
sehingga ayam dapat menghasilkan
produksi telur yang lebih tinggi dan lebih
MATERI DAN METODE
efisien. Beberapa pustaka lainnya
menjelaskan bahwa daun katuk memiliki Ayam Burgo
lima substansi dasar yang berasal dari Sebanyak 16 ekor ayam Burgo
kelompok asam lemak polyunsaturated betina yang berumur 1012 bulan didapat
dan berfungsi sebagai prekursor yang dengan cara membeli dari beberapa
berperan dalam biosintesa eicosanoids

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 105


ISSN 1978 - 3000

petani pemelihara ayam Burgo di endapan padat berbentuk pasta pada


Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten dasar wadah.
Bengkulu Utara dan Kota Bengkulu. Sebelumnya, telah dilakukan masa
Pemilihan ayam sampel telah dipastikan adaptasi ayam Burgo terhadap perlakuan
adalah ayam yang merupakan F1 ayam suplementasi ekstrak daun katuk selama
Burgo dengan cara: (1) konfirmasi dan 10 hari sebelum masa studi dimulai,
wawancara dengan petani pemelihara termasuk adaptasi terhadap pakan,
ayam Burgo tersebut, (2) pengujian dan kandang/sistem pemeliharaan dan
pengamatan tanda-tanda fenotip ayam peralatan kandang. Ekstrak daun katuk
Burgo secara visual. Seluruh ayam Burgo dilarutkan dengan cara diaduk-aduk
dalam keadaan sehat dan tidak cacat perlahan hingga tercampur merata dalam
sewaktu dibeli dan selama masa studi. 100 ml air minum yang diberikan pada
Ayam-ayam tersebut telah dewasa pukul 07.00 pagi setiap hari. Berdasarkan
kelamin ditilik dari status ayam yang hasil pengamatan selama masa adaptasi,
telah memproduksi telur sebelum dibeli. air minum tersebut telah habis
Menurut Warnoto (2001), ayam Burgo dikonsumsi pada pukul 15.00 siang dan
mencapai dewasa kelaminnya pada umur selanjutnya air minum dapat
4,5 bulan dan ditambahkan oleh Setianto ditambahkan hingga menjadi ad libitum.
(2009) bahwa ayam Burgo dapat Selama masa studi, metode suplementasi
mencapai status dewasa kelaminnya lebih tersebut diaplikasikan kepada seluruh
cepat dibanding jenis ayam lokal ayam Burgo betina dan jumlah konsumsi
Indonesia lainnya. air minum dicatat setiap harinya.

Prosedur Ekstraksi dan Suplementasi Rancangan Percobaan


Daun Katuk Studi ini dilakukan dari bulan Mei
Daun katuk segar didapatkan hingga Juli 2010 bertempat di kandang
dengan cara membeli dari beberapa ayam milik Jurusan Peternakan Fakultas
petani sayur di Kabupaten Bengkulu Pertanian Universitas Bengkulu yang
Utara dan Kabupaten Bengkulu Tengah. berlokasi di Commercial Zone and Animal
Dengan menggunakan metode yang Laboratory. Ke-16 ayam Burgo betina
dipergunakan oleh Santoso et al. (2003, ditempatkan dalam kandang individu
2005), sebanyak 1,0 kg daun katuk segar ukuran 1,0 x 0,8 m2 dengan dilengkapi
direndam dalam 6,0 l air menggunakan tempat pakan dan tempat minum.
wadah yang terbuat dari tanah liat dan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
direbus selama 30 menit pada suhu diaplikasikan yang terdiri atas 4 macam
sekitar 60C. Air rebusan disaring dan perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan
sisa daun katuk kemudian dicampur tersebut adalah:
kembali dengan 6,0 l air dan kembali H1: suplementasi ekstrak daun katuk
direbus. Proses perebusan dan dalam air minum aras 0 gr/ekor/hari
penyaringan diulang hingga 3 kali. Air (nonsuplementasi/kontrol).
rebusan kemudian dipanaskan selama 48 H2: suplementasi ekstrak daun katuk
jam pada suhu sekitar 50C dalam air minum aras 9 gr/ekor/hari.
menggunakan wadah yang juga terbuat H3: suplementasi ekstrak daun katuk
dari tanah liat hingga tersisa semacam dalam air minum aras 18 gr/ekor/hari.

106 | Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium


ISSN 1978 - 3000

H4: suplementasi ekstrak daun katuk Tabel 1. Formulasi ransum basal (kg/100 kg)

dalam air minum aras 27 gr/ekor/hari. No Komposisi Bahan Volume (kg/100 kg)
Masa perlakuan suplementasi dilakukan 1 Jagung halus 50.0
selama 8 minggu. Aras suplementasi 2 Konsentrat 24.0
3 Tepung kacang hijau 4.0
ekstrak daun katuk dijustifikasi
4 Tepung kacang kedelai 4.0
berdasarkan hasil penelitian Santoso et al. 5 Tepung kacang 6.0
(2003). Selanjutnya Santoso et al. (2003, 6 Tepung ikan 7.0
7 Minyak kelapa 1.0
2005) melaporkan bahwa suplementasi
8 Tepung tulang 2.2
ekstrak daun katuk sebanyak 27 gr/kg 9 Kalsium karbonat 1.0
ransum telah berhasil meningkatkan 10 Premix 0.5
produksi telur pada ayam broiler. Komposisi
PK (%) 16.5
Ayam diberikan pakan campuran ME (kcal/kg) 2752.0
yang mengandung 16% protein kasar Dimodifikasi dari Santoso et al. (2003).

(PK) dan 2.750 kcal/kg energi metabolis


(ME) tanpa suplementasi antibiotik
HASIL DAN PEMBAHASAN
(Santoso et al., 2003). Pada Tabel 1 dapat
dilihat komposisi formulasi pakan basal Ayam Burgo merupakan salah satu
yang diberikan. Sebagaimana air minum, plasma nutfah Indonesia yang perlu
pakan juga diberikan ad libitum. mendapat perhatian dari banyak pihak
yang berkepentingan. Sebagai ayam
Analisis Statistik
buras lokal, selain karena menyimpan
Parameter yang diukur dalam studi
potensi sebagai ayam hias (fancy fowl)
ini adalah berat ovarium, berat dan
(Putranto et al., 2010a, b), unggas ini juga
panjang oviduk serta tampilan produksi
memiliki potensi untuk dikembangkan
telur ayam Burgo betina. Berat ovarium
sebagai penghasil telur (Putranto, 2011b).
dan oviduk serta panjang oviduk
Tetapi sayang sekali, hingga saat ini
dilakukan dengan menggunakan 2
sistem budidaya dan upaya pembibitan
sampel ayam betina per perlakuan.
belum diketahui secara pasti apalagi
Penimbangan dilakukan dengan cara
ditunjang oleh fakta bahwa pemeliharaan
memotong ovarium dan oviduk dari
ayam Burgo masih menggunakan sistem
jaringan pengikatnya, kemudian segera
backyard farming. Diharapkan dengan
ditimbang menggunakan timbangan
semakin banyaknya publikasi ilmiah dan
analitik pada akhir minggu ke-8 (unit
studi tentang ayam Burgo yang telah
pengukuran gr/ekor). Lalu oviduk diukur
dilakukan oleh berbagai pihak akan dapat
panjangnya mulai dari bagian pangkal
semakin menempatkan eksistensi ayam
hingga ke bagian ujung (unit pengukuran
Burgo sebagai salah satu plasma nutfah
cm/ekor). Produksi telur didapat
penting Indonesia bahkan di dunia.
berdasarkan jumlah telur yang dihasilkan
Ayam Burgo adalah ayam crossbreed
dalam satu periode bertelur yang
antara ayam hutan merah jantan (Gallus
dikoleksi selama 8 minggu (unit
gallus) dan ayam buras betina (Setianto,
pengukuran jumlah butir telur/8
2009; Warnoto ,2001). Memiliki ciri
minggu). Data hasil studi dianalisa
spesifik pada jantan dan betinanya yaitu
dengan menggunakan analisis sidik
pada bagian cuping telinga memiliki
ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata
ukuran yang lebar dan berwarna putih.
diuji lanjut menggunakan Duncan
Ditambahkan oleh Setianto (2009), warna
Multiple Range Test (DMRT).
putih pada cuping telinga biasanya
dijadikan sebagai salah satu kriteria

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 107


ISSN 1978 - 3000

terhadap keaslian genetiknya. Bentuk Secara umum berat ovarium unggas


tubuh ayam Burgo relatif kecil pada saat DOC mencapai 0,3 gr dan pada
dibandingkan ayam buras lain pada ayam betina umur 12 minggu mencapai
umumnya, tetapi relatif lebih besar dari 60 gr (Yuwanta, 2010). Berdasarkan
ayam hutan merah dan mempunyai pendapat tersebut, dapat dikatakan
warna kaki abuabu (Warnoto, 2001). bahwa berat ovarium ayam Burgo betina
Ayam Burgo betina dalam studi ini dalam studi ini tergolong rendah.
mendapatkan perlakuan suplementasi Tercatat berat ovarium ayam Burgo
ekstrak daun katuk dalam 4 aras yaitu betina bervariasi mulai dari 0,0427gr
nonsuplementasi, 9, 18 dan 27 hingga 0,5128 gr yang keduanya
gr/ekor/hari yang diprediksi dapat merupakan ovarium sebelah kiri.
mempengaruhi ukuran organ reproduksi Rendahnya berat ovarium ayam Burgo
betina dan tampilan produksi telurnya. betina dalam studi ini diperkirakan akibat
Organ reproduksi betina berupa ovarium konsumsi pakan yang tidak optimal
dan oviduk memiliki peranan penting selama studi berlangsung (Gibson, 2011).
dalam proses reproduksi dan produksi Selanjutnya ditambahkan oleh Gibson
telur. Ovarium merupakan bagian utama (2011) bahwa perlakuan pemeliharaan
organ reproduksi yang berfungsi sebagai intensif dalam kandang individual
penghasil folikel atau ovum. Telah diperkirakan telah memunculkan gejala
diketahui pula bahwa ovarium cekaman yang mengakibatkan rendahnya
merupakan tempat sintesis hormon konsumsi pakan ayam Burgo tersebut.
steroid seksual, gametosis dan Hal ini sesuai dengan laporan Braw-Tal et
perkembangan serta pemasakan kuning al. (2004) yang menyatakan bahwa pada
telur (folikel) (Yuwanta, 2010). Dijelaskan saat konsumsi pakan berkurang akan
lebih lanjut bahwa ovarium berbentuk mengakibatkan penurunan berat ovarium,
jumlah folikel serta disfungsi dari ovarium.
seperti buah anggur terletak pada rongga
Walaupun berpengaruh tidak
perut berdekatan dengan ginjal sebelah
nyata, ternyata suplementasi ekstrak
kiri dan bergantung pada ligamentum
daun katuk telah mengakibatkan ayam
meso-ovarium. Ovarium terbagi dalam dua
Burgo betina memiliki kecenderungan
bagian, yaitu cortex pada bagian luar dan
berat ovarium yang lebih tinggi
medulla pada bagian dalam. Cortex
dibanding ayam nonsuplementasi
mengandung folikel dan pada folikel
(kontrol). Diduga kandungan senyawa
terdapat selsel telur.
aktif utama dalam daun katuk yaitu
Pada Tabel 2 dapat dilihat hasil
estradiol-17 benzoat mempunyai
studi berupa hasil penimbangan berat
kemampuan untuk meningkatkan fungsi
ovarium sebelah kanan dan kiri dari
reproduksi dan merangsang
ayam Burgo betina. Hasil analisis sidik
pertumbuhan folikel sehingga ayam
ragam menunjukkan bahwa suplementasi
dapat menghasilkan ovum yang lebih
ekstrak daun katuk berpengaruh tidak
banyak (Santoso et al., 2003; 2005).
nyata terhadap rerata berat ovarium
Dengan ovum/folikel yang lebih banyak
ayam Burgo betina baik ovarium sebelah
berarti ovarium menjadi lebih aktif dan
kanan maupun kiri (P> 0,05).
menjadi bertambah ukurannya untuk
mengakomodir aktifitas tersebut.

108 | Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium


ISSN 1978 - 3000

Tabel 2. Berat ovarium ayam Burgo betina selama 8 minggu perlakuan (butir/ekor)

Ovarium Kiri Ovarium Kanan


Rerata Rerata
Perlakuan Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Probabilitas
Kiri Kanan
1 2 1 2
H1 0,5128 0,3003 0,4065 0,0994 0,2326 0,166 ns
H2 0,0454 0,0578 0,0516 0,1891 0,1819 0,185 ns
H3 0,3278 0,0427 0,1852 0,1827 0,2053 0,194 ns
H4 0,0656 0,0559 0,0607 0,2348 0,1051 0,169 ns
Keterangan: H1= suplementasi ekstrak daun katuk dalam air minum aras 0 gr/ekor/hari (nonsuple-
mentasi/kontrol), H2= suplementasi ekstrak daun katuk dalam air minum aras 9 gr/ekor/hari, H3=
suplementasi ekstrak daun katuk dalam air minum aras 18 gr/ekor/hari, H4= suplementasi ekstrak
daun katuk dalam air minum aras 27 gr/ekor/hari, ns= tidak berbeda nyata (P>0,05).

Selanjutnya Tabel 2 memperlihatkan


bahwa secara umum ovarium ayam Burgo
betina sebelah kanan cenderung lebih
berat dibandingkan ovarium sebelah kiri. A
Salisbury (1985) menyatakan bahwa B
ovarium unggas sebelah kanan
cenderung lebih aktif daripada ovarium
sebelah kiri sehingga ovarium unggas
sebelah kanan akan lebih besar Gambar 1. Profil ovarium ayam Burgo betina yang telah dipisahkan dari jaringan ikat.
Keterangan: A= ovarium sebelah kiri, B= ovarium sebelah kanan.
ukurannya dan lebih berat bobotnya
betina. Hasil analisis sidik ragam
dibanding ovarium unggas sebelah kiri.
menunjukkan bahwa suplementasi
Profil dan perbandingan ukuran ovarium
ekstrak daun katuk berpengaruh tidak
kanan dan kiri pada ayam Burgo betina
nyata terhadap rerata berat dan rerata
dalam studi ini B dapat dilihat pada
panjang oviduk ayam Burgo betina (P>
Gambar 1.
0,05). Rerata berat oviduk ayam Burgo
Parameter yang diamati selanjutnya
betina bervariasi antara 0,6423 gr hingga
adalah berat dan panjang oviduk pada
9,8178 gr dan rerata panjang oviduk
ayam Burgo betina. Oviduk merupakan
bervariasi mulai dari 3,6 cm hingga 8,2
alat reproduksi sekunder pada unggas
cm.
betina yang merupakan tempat menerima
Tidak berpengaruhnya ekstrak
kuning telur masak, sekresi putih telur
daun katuk terhadap berat dan panjang
dan pembentukan kerabang telur
oviduk ayam Burgo betina diduga karena
(Yuwanta, 2010). Terdapat sepasang
umur ayam Burgo yang digunakan pada
oviduk dan merupakan saluran
penelitian ini telah melewati batas awal
penghubung antara ovarium dan uterus.
dewasa kelamin. Ayam burgo betina
Bentuknya panjang dan berkelok-kelok
mencapai dewasa kelamin pada umur 4
yang merupakan bagian dari ductus
4,5 bulan (Warnoto, 2001). Yuwanta
muller. Ujungnya melebar membentuk
(2010) menyatakan bahwa ayam yang
corong dengan tepi yang berjumbai
telah mencapai dewasa kelamin, oviduk
(Nalbandov, 1990). Oviduk terdiri dari
telah berkembang sempurna menurut
lima bagian yaitu infundibulum atau
bagianbagiannya dan masingmasing
funnel, magnum, ithmus, uterus atau shell
fungsinya.
gland dan vagina (Nesheim et al., 1979).
Tetapi apabila diamati lebih
Tabel 3 memperlihatkan hasil studi
seksama, rerata berat dan panjang oviduk
berupa hasil penimbangan berat dan
ayam Burgo betina yang mendapat
pengukuran panjang oviduk ayam Burgo

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 109


ISSN 1978 - 3000

Tabel 3. Berat oviduk (gr/ekor) dan panjang oviduk (cm/ekor) ayam Burgo betina selama 8 minggu perlakuan

Berat Oviduk Panjang Oviduk


Rerata Rerata
Perlakuan Replikasi Replikasi Replikasi Replikasi Probabilitas
Berat Panjang
1 2 1 2
H1 4,3432 5,0293 4,6862 6,6 5,2 5,90 ns
H2 0,6423 9,7793 5,2108 4,9 7,7 6,30 ns
H3 9,4680 9,8178 9,6429 7,2 8,2 7,70 ns
H4 6,1856 5,3797 5,7826 3,6 5,7 4,65 ns
Keterangan: H1= suplementasi ekstrak daun katuk dalam air minum aras 0 gr/ekor/hari (nonsuple-
mentasi/kontrol), H2= suplementasi ekstrak daun katuk dalam air minum aras 9 gr/ekor/hari, H3=
suplementasi ekstrak daun katuk dalam air minum aras 18 gr/ekor/hari, H4= suplementasi ekstrak
daun katuk dalam air minum aras 27 gr/ekor/hari, ns= tidak berbeda nyata (P>0,05).

perlakuan suplementasi ekstrak daun Rerata produksi telur ayam Burgo betina
katuk cenderung lebih berat dan lebih dalam studi ini berkisar antara 15 butir
panjang dibanding ayam Burgo betina hingga mencapai 26 butir/ekor/8 minggu.
nonsuplementasi (kontrol). Menurut Hasil ini studi ini masih sejalan dengan
Budiasa (2008), ekstrak daun katuk pendapat Warnoto dan Setianto (2009)
mengandung FSH dan LH yang dapat yang menyatakan bahwa ayam Burgo
meningkatkan steroidogenesis yang betina dapat memproduksi telur
sebagian besar adalah estrogen, sebanyak 1015 butir per periode bertelur
androgen dan progesteron. Hormon- atau total sekitar 60 butir per tahun. Lebih
hormon reproduksi tersebut mempunyai lanjut disebutkan bahwa berat telur ayam
peran penting untuk pertumbuhan dan Burgo relatif lebih ringan daripada ayam
pemeliharaan saluran reproduksi betina. kampung, yaitu 26.50 35.50 gr untuk
Dengan adanya suplementasi ekstrak ayam Burgo (Warnoto, 2001) dan
daun katuk dalam air minum ayam mencapai 41 gr untuk ayam kampung
Burgo betina dalam studi ini, (Diwyanto and Iskandar, 1999). Ukuran
diperkirakan telah menyebabkan telur yang lebih kecil ini disebabkan oleh
bertambah banyaknya produksi hormon karakteristik tubuh ayam Burgo betina
reproduksi sehingga ukuran (berat dan yang lebih ringan daripada ayam
panjang) oviduk pada ayam Burgo betina kampung (Gibson, 2011; Putranto, 2011b).
suplementasi menjadi lebih tinggi Jika diamati lebih lanjut, rerata
dibandingkan ayam Burgo betina produksi telur ayam Burgo yang
nonsuplementasi. mendapat suplementasi ekstrak daun
Hasil analisis sidik ragam pada katuk aras 27 gr/ekor/hari cenderung
Tabel 4 memperlihatkan bahwa menghasilkan rerata produksi telur yang
perlakuan suplementasi ekstrak daun lebih banyak dibandingkan perlakuan
katuk berpengaruh tidak nyata terhadap lainnya. Salah satu senyawa yang diduga
rerata produksi telur ayam Burgo betina dapat berperan dalam peningkatan
selama 8 minggu perlakuan (P> 0,05). produksi telur adalah asam benzoat
Tabel 4. Produksi telur ayam Burgo betina selama 8 minggu perlakuan (butir/ekor)

Perlakuan Replikasi 1 Replikasi 2 Rerata Probabilitas


H1 11,0 19,0 15,0 ns
H2 28,0 21,0 24,5 ns
H3 29,0 19,0 24,0 ns
H4 28,0 24,0 26,0 ns
Keterangan: H1= suplementasi ekstrak daun katuk dalam air minum aras 0 gr/ekor/hari (nonsuple-
mentasi/kontrol), H2= suplementasi ekstrak daun katuk dalam air minum aras 9 gr/ekor/hari, H3=
suplementasi ekstrak daun katuk dalam air minum aras 18 gr/ekor/hari, H4= suplementasi ekstrak
daun katuk dalam air minum aras 27 gr/ekor/hari, ns= tidak berbeda nyata (P>0,05).

110 | Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium


ISSN 1978 - 3000

(Gibson, 2011). Asam benzoat dalam SIMPULAN


tubuh dapat dikonversikan menjadi
estradiol-17 benzoat. Estradiol-17 Walaupun data menunjukkan
benzoat berperan untuk meningkatkan bahwa suplementasi ekstrak daun katuk
fungsi reproduksi dan merangsang belum mempengaruhi secara optimal
pertumbuhan folikel (Santoso et al., 2003). terhadap seluruh paramater yang diamati
Selanjutnya ditambahkan oleh dalam studi ini tetapi terdapat
Anonimous (2009), vitamin C dan E yang kecenderungan bahwa ekstrak daun
terkandung dalam pakan terbukti dapat katuk dengan kandungan berbagai
meningkatkan produksi telur. Secara prekursor dan senyawa aktif didalamnya
umum diketahui bahwa daun katuk kaya mampu memberikan pengaruh yang
akan zat besi, provitamin A dalam bentuk - positif terhadap ukuran ovarium dan
carotene, vitamin C, minyak sayur, protein oviduk serta tampilan produksi telur
dan mineral lainnya. Dalam 100 gram daun ayam Burgo betina.
katuk mengandung 72 kalori, 70 gram air, 4,8
gram protein, 2 gram lemak, 11 gram
karbohidrat, 2,2 gram mineral, 24 mg kalsium, DAFTAR PUSTAKA
83 mg fosfor, 2,7 mg besi, 31,11 g vitamin
D, 0,10 mg vitamin B6 dan 200 mg vitamin C Agustal, A., M. Harapini, dan Chairul.
(Anonimous, 2009). 1997. Katuk leaves extract
Walaupun analisis secara statistik (Sauropus androgynus (L) Merr)
memperlihatkan pengaruh yang tidak chemical analysis by using GCMS.
nyata, hasil studi berupa perlakuan Warta Tumbuhan Obat 3 (3): 31-33.
ekstraksi daun katuk ini selaras dengan Anonimous. 2009. Manfaat Daun Katuk.
hasil penelitian yang dilaporkan oleh http://www.departemenkesehatanrepubl
Santoso et al. (2003, 2005) yang ik indonesia.go.id. 11 November
menyebutkan bahwa suplementasi 2010.
ekstrak daun katuk pada ayam petelur Budiasa, M.K., W. Bebas. 2008.
berpengaruh sangat positif terhadap Pregnant mares serum
produksi telur baik dalam persen, butir gonadotrophin meningkatkan dan
maupun gram dan juga bahkan dapat mempercepat produksi telur itik Bali
meningkatkan jumlah produksi telur. yang lambat bertelur. Jurnal
Asam benzoat yang terkandung dalam Veteriner 9 (1): 20-24.
Braw-Tal, R., S. Yossefi, S. Pen, D. Schider
daun katuk dikonversikan menjadi
dan A. Bar. 2004. Hormonal changes
estradiol-17 benzoat yang berperan associated with aging and induced
untuk meningkatkan fungsi reproduksi moulting of domestic hens. British
dan merangsang pertumbuhan folikel Poultry Science 45 (6): 204-211.
sehingga ayam dapat menghasilkan Despopoulos, A., L. Silbernagi. 1991.
produksi telur yang lebih tinggi dan lebih Color Atlas of Physiology 4rd Ed.
efisien. Ditambahkan oleh Agustal et al. Stuttgart, New York: Georg Thieme
(1997), daun katuk mengandung Verlag.
beberapa senyawasenyawa aktif seperti Diwyanto, K., S. Iskandar. 1999.
asam benzoat, asam fenil malonat, 2- Kampung Chickens: A Key Part of
pyrolidinon dan methyl pyroglutamate Indonesias Livestock Sector.
yang semuanya dapat berperan dalam Livestock Industries of Indonesia
peningkatan produksi dan reproduksi. Prior to the Asian Financial Crisis,
Regional Office for Asia and the

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 111


ISSN 1978 - 3000

Pacific, FAO Corporate Document reproductive behavior. Jurnal Sain


Repository. Peternakan Indonesia 5 (2): 129-134.
Ganong, W.F. 1993. Review of Medical Putranto, H.D. 2011a. A non-invasive
Physiology 6th Ed. Prentice-Hall identification of hormone
International Inc. San Fransisco. metabolites, gonadal event and
Gibson, B. 2011. Studi Penggunaan reproductive status of captive
Ekstrak Daun KatukTerhadap female tigers. Biodiversitas Journal
Tampilan Organ Reproduksi Ayam of Biological Diversity 12 (3): 131-
Burgo Betina Untuk Perbaikan 135.
Kualitas Populasi. Pascasarjana Putranto, H.D. 2011b. Introduction of
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan indigenous Bengkulu chicken,
Lingkungan, Universitas Bengkulu. population, female production and
Bengkulu. Tesis. reproductive organs description.
Irawan, N. 2003. Pengaruh Pemberian Proc.of the 19th J-AREA Annual
Daun Katuk (Sauropus androginus Meeting, Himeji City, Japan, p: 9.
Merr) dengan Berbagai Metode Putranto, H.D., S. Kusuda, K. Inagaki, G.
Ekstraksi Terhadap Kualitas Telur Kumagai, R. Ishii-Tamura, Y. Uziie,
Ayam Petelur. Jurusan Peternakan, dan O. Doi. 2007a. Ovarian activity
Fakultas Pertanian Universitas and pregnancy in the Siberian tiger,
Bengkulu. Bengkulu. Skripsi. Panthera tigris altaica, assessed by
Nalbandov, A.V. 1990. Reproductive fecal gonadal steroid hormones
Physiology of Mammals and Birds. analyses. Journal of Veterinary
UI Press, Jakarta, Indonesia. Medicine Science 69 (5): 569-571.
Nataamijaya, A.G. 2006. Egg production Putranto, H.D., S. Kusuda, H. Hashikawa,
and quality of kampung chicken fed K. Kimura, H. Naito, dan O. Doi.
rice bran diluted commercial diet 2007b. Fecal progestins and
and forages supplement. Journal of estrogens for endocrine monitoring
Animal Production (8): 206-210. of ovarian cycle and pregnancy in
National Reseach Council. 1993. Sumatran orangutan (Pongo abelii).
Managing Global Livestock Jpn Journal of Zoo and Wildlife
Resources. Committe on Managing Medicine 12 (2): 97-103.
Global Genetic Resources. Putranto, H.D., S. Kusuda, T. Ito, M.
Agricultural Imperatif. National Terada, K. Inagaki, dan O. Doi.
Academic Press. Washington DC, 2007c. Reproductive cyclicity
USA. based on fecal steroid hormones
Nesheim, M.C., R.E. Austic dan L.E. and behaviors in Sumatran tigers,
Card.1979. Poultry Production. 12th Panthera tigris sumatrae. Jpn Journal
ed. Lea and Febiger, Philadelphia, of Zoo and Wildlife Medicine 12 (2):
USA. 111-115.
Nurmeiliasari. 2003. Burgo chicken Putranto, H.D., U. Santoso, Y. Fenita, dan
population, distribution and the Nurmeliasari. 2009. Kajian
interaction with various ecological Konservasi: Populasi, Tampilan
factor. Jurnal Raflesia UMB V (2): Reproduksi dan Potensi
52-55. Domestikasi Ayam Burgo Plasma
Putranto, H.D. 2010. The description of Nutfah Endemik Bengkulu.
intensively captived sambar deers Laporan Hibah Kompetitif
Penelitian Strategis Nasional Batch

112 | Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium


ISSN 1978 - 3000

2. Lembaga Penelitian Universitas Lembaga Penelitian Universitas


Bengkulu, Bengkulu. Bengkulu, Bengkulu.
Putranto, H.D., U. Santoso, Warnoto, dan Santoso, U., J. Setianto, dan T. Suteki.
Nurmeliasari. 2010a. Kajian 2005. Effect of Sauropus androgynus
Konservasi: Populasi, Tampilan extract on egg production and lipid
Reproduksi dan Potensi metabolism in layers. Asian-
Domestikasi Ayam Burgo Plasma Australian Journal of Animal
Nutfah Endemik Bengkulu. Science 18 (3): 364-370.
Laporan Hibah Kompetitif Suprayogi, A. 2000. Studies on the
Penelitian Strategis Nasional Biological Effects of Sauropus
Lanjutan Tahun ke-2. Lembaga androgynus (L) Merr.: Effects on
Penelitian Universitas Bengkulu, Milk Production and the
Bengkulu. Possibilities of Induced Pulmonary
Putranto, H.D., U. Santoso, Warnoto, Y. Disorder in Lactating Sheep.
Fenita, dan Nurmeiliasari. 2010b. A University Gottingen, Germany.
study on population density and Dissertation.
distribution pattern of domesticated Setianto, J. 2009. Ayam Burgo; Ayam
Bengkulu native burgo chicken. Buras Bengkulu. Kampus IPB
Media Kedokteran Hewan 26 (2): Taman Kencana. IPB Press. Bogor.
198-204. Setianto, J., Warnoto, dan Nurmeiliasari.
Putranto, H.D., E. Soetrisno, 2009. The phenotypic
Nurmeliasari, A. Zueni, dan B. characteristic, population and the
Gibson. 2010c. Recognition of ecological factors of Bengkulus
seasonal effect on captive Sumatran burgo chicken. Proc. of
sambar deer reproductive cyclicity International Seminar the Role and
and sexual behavior. Biodiversitas Application on Livestock
Journal of Biological Diversity 11 Reproduction and Products;
(4): 200-203. Bukittinggi, Indonesia, hal: 13-14.
Salisbury, G.M. 1985. Fisiologi Sonaiya, E.B. 2007. Family poultry, food
Reproduksi dan Inseminasi Buatan security and the impact of HPAI.
pada Sapi. Gadjah Mada Journal of World's Poultry Science
University Press. Yogyakarta. 63: 132-138.
Santoso, U., J. Setianto, dan H. Prakoso. Warnoto, 2001. Identifikasi, Fenotif,
1999. Peningkatan Efisiensi Populasi, Habitat Penyebaran dan
Pertumbuhan dan Penurunan Potensi Pengembangan Ayam.
Jumlah Salmonella sp. Daging Serta Laporan Penelitian. Lembaga
Akumulasi Lemak Broiler Oleh Penelitian Universitas Bengkulu,
Ekstrak Daun Katuk. Laporan Bengkulu.
Penelitian. Lembaga Penelitian Warnoto, dan J. Setianto. 2009. The
Universitas Bengkulu, Bengkulu. characteristic of egg production and
Santoso, U., J. Setianto, T. Suteky, dan Y. reproduction of various
Fenita. 2003. The Utilization of crossbreeding offspring between
Katuk Leaves Extract to Improve Burgo chicken with nature chicken.
Environmental Friendly Egg Proc.of International Seminar the
Quality and Production Efficiency. Role and Application on Livestock
Laporan Penelitian Hibah Pekerti. Reproduction and Products;
Bukittinggi, Indonesia, hal: 15-16.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 113


ISSN 1978 - 3000

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Hormone and Follicles.


Telur. Gadjah Mada University Pascasarjana Pengelolaan
Press. Yogyakarta. Sumberdaya Alam dan
Zueni, A. 2011. The Effect of Katuk Lingkungan, Universitas Bengkulu.
Leaves Extract Supplementation on Bengkulu. Tesis.
Bengkulu Burgo Chicken Sexual

114 | Pengaruh Suplementasi Daun Katuk Terhadap Ukuran Ovarium


ISSN 1978 - 3000

Peningkatan Produktivitas Lebah Madu Melalui Penerapan Sistem Integrasi


dengan Kebun Kopi

The Effect of Honeybee-Coffee Plantation Integration on Improving the Honey


Productivity of Apis cerana

Rustama Saepudin1, Asnath M. Fuah2, Luki Abdullah2


1 Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
2 . Dept. Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan FAPET-IPB.
2 Dept. Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan FAPET-IPB.

ABSTRACT

The study of relationship between the honey productivity and honey bee-coffee plantation integration was
conducted in Kepahiang, the Province of Bengkulu. The objective of this study was to evaluate the application
of Apis cerana-coffee plant integration system on honey production and coffee bean as well.. The experiment
was arranged in a completely randomized design with two treatments and ten replications. The result showed
that honey production was higher by 114% than that outside the plantation. Similar to the honey
productionn, coffee been production at honeybee-coffee plantation integration was significantly higher by
10.55 % than that was unpollinated by Apis cerana.

Key words: cerana, coffee, integration, production

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di Kepahiang, Provinsi Bengkulu dengan tujuan untuk mengevaluasi penerapan
sistem integrasi perkebunan kopi dengan lebah madu Apis cerana terhadap produksi madu dan produksi
kopi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua perlakuan dan 10 ulangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa produksi madu lebih tinggi 114% daripada madu yang dihasilkan di luar
perkebunan kopi. Sejalan dengan produksi madu, produksi kopi juga lebih tinggi 10,55% dari pada produksi
kopi pada kebun yang penyerbukannya tidak dengan Apis cerana.

Key words: Apis cerana, kopi, integrasi, produksi.

PENDAHULUAN memadainya ketersediaan pakan dan


rendahnya tingkat pengusaan teknologi
Latar Belakang budidaya lebah.
Peternakan lebah di Indonesia, Berdasarkan hal tersebut di atas,
khususnya di Kabupaten Kepahiang untuk menjaga kesinambungan usaha
Bengkulu, masih dihadapkan pada perlebahan perlu dicari tanaman sumber
kendala utama yaitu rendahnya produksi pakan yang potensial dan memiliki
madu, hanya sekitar 1-3 kg per koloni per hubungan mutualisme dengan lebah
tahun. Kondisi ini jauh lebih rendah dari madu. Tanaman yang punya potensi di
produksi optimal sekitar 5-10 Kepahiang adalah kopi dengan luasan 29
kg/koloni/tahun. Disamping ribu ha dari 35 ribu ha perkebunan (Dinas
produktivitasnya, kualitas madu juga Kehutanan dan Perkebunan Kepahiang,
rendah, ditunjukan dengan banyaknya 2009). Tanaman kopi menyediakan
kotoran dan tingginya kadar air (>24 %). nektar dan polen sebagai pakan lebah
Penyebab utama rendahnya produksi Apis cerana yang dapat menghasilkan
dan kualitas madu adalah kurang madu yang rasanya manis. Department of

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 115


ISSN 1978 - 3000

Agriculture and Food Western Australia Jawa, peran masing-masing produk


(2009) melaporkan bahwa madu yang sangat penting, diantaranya adalah;
dihasilkan dari lebah yang diberi pakan 1. Lebah sebagai penyerbuk pada
nektar kopi memiliki frukrosa tinggi tanaman kopi, sehingga diharapkan
(38%), berwarna amber dan aroma yang produksi kopi semakin tinggi dan
khas. kopi sebagai penghasil pakan yang
Oleh karena itu salah satu upaya diharapkan mampu meningkatkan
yang dapat dilakukan adalah produksi madu yang berkualitas
mengintegrasikan lebah madu dengan sehingga produktivitas dan efisiensi
tanaman kopi yang sudah berkembang lahan meningkat, pada gilirannya
(yang selanjutnya disebut sinkolema) dan kesejahteraan petani juga meningkat.
memiliki hubungan mutualism. Lebah 2. Madu sebagai sumber pendapatan
madu mampu menghasilkan madu pada tambahan petani sehingga pada saat
saat kopi belum dipanen dan membantu usaha pertanian tidak berproduksi,
penyerbukan untuk meningkatkan lebah madu mampu memberikan
produksi kopi penghasilan, sehingga biaya hidup
Disisi lain kopi mampu sehari-hari dan biaya untuk usaha
menyediakan nektar dan pollen sebagai pertanian saat kopi tidak
pakan dari lebah madu. Disampaing berproduksi tetap terjamin.
untuk mengatasi permasalahan
Adanya hubungan saling
produktivitas madu, sinkolema juga
menguntungkan antara lebah madu dan
diharapkan mampu mengatasi
kopi maka diharapkan akan dapat
permasalahan rendahnya produktivitas
dimanfaatkan untuk meningkatkan
kopi yang relatif rendah (0,970 ton/ha)
pendapatan petani dan sekaligus
(Dinas Kehutanan dan Perkebunan
melestarikan lebah madu asli Indonesia.
Kepahiang, 2009) dibandingkan dengan
Untuk keperluan itu diperlukan kajian
produksi ideal sebesar 1,540 ton/ha
budidaya, desain Sinkolema berbasis
Penelitian integrasi lebah dengan
wawasan dengan tidak mengabaikan
tanaman telah dilakukan oleh Kazuhiro
karakteristik morfometri lebah madu itu
(2004) dan Biesmeijer dan Slaa (2004)
sendiri.
yang mengintegrasikan Stingless bee
Kajian karakterisasi morfometri
dengan tanaman kacang-kacangan.
lebah madu Apis cerana yang
Penelitian yang serupa telah
diintegrasikan dengan perkebunan perlu
dilaksanakan oleh Klein et al. (2003) pada
dilakukan untuk melengkapi data ilmiah
kopi, Kremen et al. (2002) pada pada
sinkolema sehinga pengembangan lebah
daerah pertanian hortikultura, Kakutani
madu dapat dilakukan tanpa harus
et al. (1993), Maeta et al. (1992) dan
mengorbankan ciri-ciri genetiknya.
Katayama (1987) pada tanaman
Demikian pula dengan pengukuran
strowberry. Namun demikian penelitian
tingkat keberlanjutan budidaya lebah
masih difokuskan pada jasa stingless bee
madu perlu didasari kajian yang holistik
dan A. millifera sebagai polinator,
melibatkan atribut-atribut keberlanjutan
sedangkan A. cerana dan peranan
masih perlu dilakukan untuk menjaga
tanaman sebagai sumber penghasil pakan
kesenimabungan kekayaan sumberdaya
lebah masih sangat sulit didapatkan.
alam hayati yang dimiliki.
Di Indonesia Sinkolema belum
Langkah-langkah yang harus
banyak diterapkan padahal disamping
dirumuskan dalam pelaksanaan
potensinya sangat tinggi terutama di luar

116 | Peningkatan Produktivitas Lebah Madu


ISSN 1978 - 3000

Sinkolema untuk meningkatkan Prosedur


perekonomian petani dibutuhkan kajian 1. Karakteristik pembungaan (flowering
keberlanjutan sehingga kebijakan dalam characteristic) kopi diperoleh melalui
mengatasi permasalahan yang diambil pengamatan satu tahun penuh yaitu
akan lebih tepat dan efektif. kapan kopi mulai berbunga, kapan
Upaya mengatasi permasalahan puncak produksi, dan kapan mulai
budidaya lebah madu dan perkebunan terjadi penurunan. Dari data yang
kopi tersebut di atas yang belum pernah dikumpulkan diperoleh siklus
dilakukan adalah mengitegrasikan pembungaan kopi di lokasi penelitian.
pembangunan peternakan lebah dengan 2. Produksi nektar kopi dan daya
tanaman kopi dalam suatu konsep dukung kopi diperoleh dengan cara
kawasan. Diharapkan dengan sbb:
memperhatikan hal tersebut a) Memilih secara acak 10 pohon
permasalahan utama yaitu rendahnya kopi sebagai contoh (sampel)
pendapatan peternak/petani dapat b) Dua puluh lima mahkota bunga
teratasi. dari masing-masing pohon
Penelitian ini bertujuan untuk terpilih dikumpulkan dan diukur
menganalisis produktivitas lebah madu nektarnya .Pengamatan dilakukan
melalui penerapan pola integrasi dengan 3 kali, pagi hari (jam 05.00 s/d
kebun kopi (Sinkolema) berbasis potensi 07.00), siang hari. (jam 11.00-
dan sumberdaya lokal untuk peningkatan 13.00) dan sore hari (jam 16.00-
ekonomi peternak lebah. 18.00) satu hari setiap bulan.
Nektar bunga dikumpulkan
dengan cara menarik mahkota
MATERI DAN METODE
bunga secara hati-hati sehingga
Tempat Peneliian nampak cairan bening dan disedot
Penelitian ini dilaksanakan di pakai microspuit atau micropipet.
Kabupaten Kepahiang Propinsi Dari tahapan ini diperoleh rata-
Bengkulu. rata produksi nektar per 25
kuntum bungan digunakan untuk
Identifikasi Daya Dukung, memprediksi produksi nektar per
Produktivitas Madu dan Kopi satu kuntum bunga kopi.
Penelitian daya dukung c) Selanjutnya dihitung jumlah
dilaksanakan untuk menganalisis mahkota bunga per satu tangkai
kemampuan wilayah dalam menyokong dan jumlah tangkai per pohon
pengembangan budidaya lebah. Hasil bunga. Data tersebut digunakan
yang akan diperoleh dari tahapan ini : untuk memprediksi jumlah
1. Karakteristik pembungaan (flowering mahkota bungan per pohon kopi.
characteristic) kopi. d) Produksi nektar per pohon kopi
2. Produktivitas nektar dan daya diperoleh dari jumlah bunga per
dukung kebun kopi pohon dan rata-rata produksi
3. Populasi lebah nektar per bunga.
4. Produksi madu madu (berdasarkan e) Produksi nektar per hektar kopi
sistem pemeliharaan dan berdasarkan diprediksi melalui pengalian
lata letak kotak). produksi nektar per pohon
5. Menghitung produksi kopi per ha per dengan jumlah pohon per hektar
tahun kopi.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 117


ISSN 1978 - 3000

f) Daya dukung kebun kopi akan dipilih secara acak sebanyak


diartikan sebagai seberapa banyak masing-masing 10 stup lebah yang
koloni yang mampu didukung dibudidayakan padan sistem
oleh satu hektar kebun kopi, Oleh integrasi dan 10 stup lainnya dari
karena itu daya dukung kebun lebah yang dibudidayakan di luar
kopi dihitung berdasarkan total sistem integrasi
produksi nektar kopi per hektar b) Produksi madu tiap koloni diukur
per hari dibagi kebutuhan rata- dengan ukuran botol, selanjutnya
rata koloni lebah A. cerana per dikonversi ke ukuran volume dan
koloni per hari. Karena kesulitan ukuran bobot
tehnis pengukuran, kebutuhan c) Menentukan tata letak stup
koloni per hari digunakan hasil didasarkan pada faktor lokasi,
penelitian Husaeni (1986) yaitu pengelolaan, keamanan dan
145 ml/koloni. pemanenan. Penempatan kotak
3. Populasi lebah diduga melalui terpusat di halaman pondok jaga
pendekatan bobot koloni dibagi bobot dengan jarak antar kotak 10 s/d 20
rata-rata lebah pekerja (Bs = Bobot m. Sedangkan yang tersebar,
koloni lebah didapatkan dengan cara kotak ditempatkan di tengan
menimbang seluruh stup berisi lebah kebun kopi dengan jarak antar
dicatat sebagai bobot stup, lalu lebah kotak di atas 200 m.
dipindahkan ke kotak lain dan d) Data yang diperoleh dianalisis
ditimbang sebagai bobot tanpa lebah berdasarkan Rancangan Acak
atau bobot kosong. Kemudian selisih Lengkap dengan dua perlakuan
antara Bs dan Bk adalah bobot total dan tiga ulangan dengan masing-
lebah (Bt). Bobot rata-rata lebah per masing 10 stup. Perlakuan kesatu
ekor didapatkan dari penimbangan adalah produksi madu pada
200 ekor lebah dan hasilnya dibagi sistem integrasi dan perlakuan
200. kedua di luar integrasi. Demikian
4. Data mengenai produksi madu yang pula dengan pengaruh tata letak
dicari adalah produksi total per terhadap produktivitas madu
koloni per tahun. Data produksi dianalisis berdasarkan Rancangan
tersebut dibedakan antara lebah yang Acak Lengkap dengan dua
dibudidayakan dengan dan tanpa perlakuan dan lima ulangan.
Sinkolema. Disamping itu dibedakan 5. Produksi kopi per ha per tahun
pula berdasarkan tata letak kotak dihitung berdasarkan hasil bobot
terpusat dan tersebar. Tahapan untuk kering per tahun per ha dan akan
mendapatkan data produksi adalah dibandingkan produksi kopi madu
sbb: dengan sistem integrasi dan tanpa
a) Produksi madu dihitung integrasi.
berdasarkan kali panen dan
dikonversikan ke produksi per
HASIL DAN PEMBAHASAN
stup per tahun, dan akan
dibandingkan antara produksi Karakteristik pembungaan (flowering
madu pada sistem integrasi dan di characteristic) kopi.
luar integrasi. Sebagai sampel

118 | Peningkatan Produktivitas Lebah Madu


ISSN 1978 - 3000

Selama satu tahun penelitian mendukung teredianya nektar kopi


didapatkan hasil bahwa kopi di Kaupaten dalam waktu yang lebih panjang. Selama
Kepahiang berbunga pada Bulan Januari terjadi pembungaan produksi nektar
sampai Desember kecuali Maret, April, yang paling sedikit adalah pada Bulan
pertengahan September, Oktober dan Januari dan Februari dan puncaknya
pertengahan Nopember (Gambar 1). Jadi terjadi pada Bulan.
kopi selalu berbunga selama 8 bulan.
Karakteristik pembungaan kopi ini Produktivitas Nektar dan Daya Dukung
berbeda dengan kopi-kopi yang di Kebun Kopi
laporan sebelumnya, dimana kopi hanya Data jumlah kuntum bunga per
berbunga pada Bulan Mei sampai dengan tangkai dan jumlah tangkai bunga per
Agustus (Perum Perhutani dalam pohon selama delapan bulan, diolah
Pusbahnas, 2008). Kopi yang untuk mendapatan data produksi
dibudidayakan di lokasi penelitian adalah kuntum bunga per pohon per hari. Hasil
Coffee arabica LINN yang diremajakan pengumpulan dan pengolahan data
dengan jalan menempelkan tunas pada disajikan pada Tabel 1. Selanjutnya data
batang pohon kopi yang sudah lama produksi kuntum bunga tersebut
dipelihara. Ada kemungkinan cara digunakan untuk menprediksi produksi
peremajaan iniah yang meyebabkan nektar per pohon per hari (Gambar 2).
pembungaan kopi menjadi lebih panjang. Produksi nektar diperoleh data 0.64
Dengan demikian kopi di Kepahiang ml per 25 kuntum per hari, berarti

Jan Feb Maret April Mei


Tumbuhan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Kopi

Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Gambar 1. Karakteristik pembungaan kopi(Coffee arabica LINN)

Gambar 2. Grafik rata-rata produksi nektar kopi

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 119


ISSN 1978 - 3000

produksi nektar kebun kopi adalah 18,14 mampu mencukupi maka disarankan
ml/pohon/hari. Selama petani menanam untuk menyebarkan lebah sebanyak
kopi dengan kepadatan 2000 batang/ha sembilah puluh delapan ztzu dibulatkan
maka produksi nektar pada saat kopi keatas menjadi 66 stup/koloni per satu
berbungan adalah 36,27 l/ha/hari. Tabel 1 hektar kebun kopi.
menunjukan perkembangan produksi Produksi nektar kaliandra di lokasi
nektar kopi yang berfluktuasi dan rata- penelitian belum bisa diidentifikasi
rata tertinggi terjadi pada Bulan Juli. Hal berkaitan dengan keadaan kalianra yang
ini sesuai dengan yang dilaporkan belum berbunga sampai akhir penelitian.
Perhutani (1994) bahwa puncak Namun demikian di sekitar lokasi
pembungaan kopi di Indonesia terjadi terdapat beberapa pohon kaliandra yang
pada bulan Juli. sudah berbunga lebat, Jadi pada satu
Produksi nektar kebun kopi rata- tahun ke depan diperkirakan bahwa
rata per hari adalah 18.14 ml/pohon/hari, nektar yang dibutuhkan lebah pada saat
berarti dengan kepadatan pohon kopi kopi tidak berbunga dapat dipenuhi oleh
2000 bohon/ha, rata-rata produksi per nektar kaliandra. Berdasarkan penelitian
hektar kopi adalah 36,286.08 ml/ha/hari. yang dilakukan Husaini (1986) bahwa
Bila kebutuhan nektar lebah madu 145 rata-rata produksi nektar kaliandra
ml/stup/hari (Husaini, 1986) maka daya adalah 119 liter/ha/hari atau 0.042
dukung kebun kopi adalah 250 koloni. Ini liter/pohon/hari atau 42 ml/pohon/hari.
artinya kalau tidak ada predator lainnya Bila koloni yang dibudidayakan 100
(grazers), maka kebun kopi di Kabupaten kotak/ha kopi maka untuk mengatasi
Kepahiang Propinsi Bengkulu mampu kekurangan nektar pada saat kopi sedang
mencukupi peternakan lebah dengan tidak berbunga dapat dilakukan
skala usaha 250 koloni. Untuk penanaman kaliandra minimal sebanyak
mengantisipasi adanya predator lain (100 x 145)/42=346 batang.
pengisap nektar kopi dan cuaca yang
buruk yang menyebabkan bunga kopi Pengaruh Integrasi Terhadap Populasi
menurun, yang dijadikan patokan dalam Lebah
menentukan jumlah koloni adalah Koloni lebah sebelum
produksi nektar terendah yaitu sekitar dibudidayakan baik di areal maupun di
9,49 liter/ha/hari, bila 50% nektar luar Sinkolema dihitung ukuran
diperkirakan dikonsumsi serangga lain, populasinya, sehinga populasi awal
berarti pada saat produksi nektar relatif seragam yaitu rata-rata tiga belas
minimal, kebun kopi diperkirakan ribuan ekor per koloni. Dalam

Tabel 1. Produksi Nektar Kopi di Kabupaten Kepahiang

No Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des
1 17,22 14,31 - - 18,48 26,60 35,89 25,20 - - 16,84 25,38
2 21,80 25,90 - - 23,60 32,40 38,60 35,70 - - 28,50 33,90
3 375,40 370,60 - - 436,10 861,90 1.385,50 899,80 - - 480,00 860,40
4 9,61 9,49 - - 11,16 22,06 35,47 23,03 - - 12,29 22,03
5 Rata-rata Produksi Nektar kopi per pohon per hari 18,14 ml/pohon/hari
Keterangan
1. Rata-rata kuntum buna per tangkai
2. Rata-rata tangkai bunga per pohon
3. Produksi kuntum bunga per pohon
4. Produksi nektar per pohon (ml)

120 | Peningkatan Produktivitas Lebah Madu


ISSN 1978 - 3000

perkembangannya mengalami perbedaan rumputan, bunga hias yang ada di


yang sangat drastis dimana populasi pekarangan, beberapa pohon buah-
lebah di kebun kopi meningkat buahan dan tanaman lainnya yang
sedangkan di luar kebun kopi menurun jumlahnya terbatas dan produksi
(Gambar 3). Kenaikan dan penurunan nektarnya yang sulit diprediksi.
ukuran populasi terus berjalan sehingga
tampak bahwa populasi yang relatif Pengaruh Integrasi Terhadap Produksi
konstan sebesar delapan belas ribuan Madu dan Kopi
ekor untuk lebah di Sinkolema dan Produksi madu selama satu tahun
sembilan ribuan ekor untuk lebah cerana yang dipelihara dengan dan tanpa
di luar Sinkolema. integrasi dengan kebun kopi dapat dilihat
Perkembangan populasi lebah pada Gambar 4. Produksi madu dari
berkaitan erat dengan produksi nektar lebah yang dipelihara dengan system
lebah. Kondisi ini menunjukan bahwa integrasi mencapai 3.335 kg/koloni/tahun.
keberadaan populasi lebah dipengaruhi Produksi ini secara signifikan lebih tinggi
oleh ketersediaan nektar sebagai dari produksi madu dari lebah yang
pakannya. Lebah yang dibudidayakan dipelihara di luar kawasan integrasi yang
di luar Sinkolema hanya berupa rumput- hanya mencapai rata-rata 1.560

Gambar 3. Grafik perkembangan populasi lebah

Gambar 4 : Grafik produksi madu yang di pelihara dengan dan tanpa integrasi

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 121


ISSN 1978 - 3000

kg/koloni/tahun, artinya bahwa Oktober, produksi madu dan populasi


produktivitas lebah madu dapat lebah menunjukan angka yang masih
ditingkatkan sekitar 114% melalui sistem tinggi di daerah Sinkolema, Hal ini
integrasi dengan kebun kopi. kemungkinan besar kebutuhan nektar
Produksi madu dari peternakan dan polen untuk keperluan tersebut
lebah dengan integrasi lebih tinggi sejalan masih mampu disediakan pohon
dengan perkembangan populasi lebah pelindung (lamtoro), pohon lain seperti
dan ketersediaan nektar. Hasil ini kayu masis (pada Bulan Mei didapatkan
menunjukan bahwa produksi madu madu yang beraroma kayu manis),
sangat erat kaitannya dengan semak-semak dan remput-rumputan
ketersediaan nektar. Hasil penelitian ini yang menutupi lahan di luar kebun kopi.
sesuai dengan penemuan Hidayat (1986) Rendahnya produksi madu dari
yang melakukan penelitian tentang lebah di luar kebun kopi sebagai akibat
hubungan kegiatan mencari makan lebah dari hijrahnya koloni lebah sebanyak 4
madu (Apis cerana Fabr.) dengan volume koloni atau 40%, sedangkan lebah di di
nektar dan perkembangan jumlah bunga daerah kopi yang hijrah lebih sedikit
kaliandra (Calliandra callothyrsus Meissn.) yaitu 2 koloni atau 20%. Teidentifikasi
di desa Pager Wangi, Bandung pada ada dua penyebab utama hijrahnya
bulan Januari hingga Maret, 1986 dengan koloni lebah yaitu, 1. Kurang pakan
kesimpulan bahwa terdapat hubungan terlihat tidak ada madu pada sarangnya
antara kegiatan lebah dengan dan 2. Kondisi stup/kotak yang kotor
ketersediaan nektar di sekitar koloni. karena tidak sempat dibersihkan
Gambar 1 s/d 4 menunjukan bahwa peternak.
ada kaitan antara karakteristik Keberhasilan peternakan lebah sangat
pembungaan, jumlah nektar yang ditentukan dengan ketersedian sumber
dihasilkan dan produksi madu. Produksi protein (pollen) dan nektar pada suatu
madu tertinggi terjadi pada panen bulan lokasi yang erat kaitannya dengan tata
Juli ini berkaitan dengan produksi nektar letak koloni. Dalam menentukan tata
yang tertinggi terjadi pada bulan Juli, letak perlu dilakukan pendataan untuk
sedangkan produksi terendah terjadi mengetahui jenis-jenis tanaman penghasil
pada panen bulan Maret dan September nektar dan pollen, umur tanaman
dimana produksi nektar kopi sudah kepadatan tanaman serta kesuburannya.
mulai mau berhenti. Dalam penelitian yang telah
Dilihat dari frekuensi panen, lebah dilakukan tampak bahwa cara
madu di kebun kopi mampu dipanen 5 penempatan koloni lebah (terpusat atau
kali dalam setahun atau dua kali panen tersebar) secara signifikan mepengaruhi
lebih banyak dibandingkan dengan produksi madu. Dari hasil perhitungan,
koloni lebah yang dipelihara di luar produksi madu dari koloni lebah yang
kebun kopi yang hanya mampu panen ditempatkan secara menyebar di dalam
tiga kali setahun. Ini terjadi karena madu kebun kopi (4.08 kg/koloni/tahun) secara
yang diproduksi koloni lebah yang nyata lebih tinggi dari koloni lebah yang
dipelihara di luar kebun kopi dikonsumsi ditempatkan terpusat di tengah-tengah
kembali untuk mempertahankan kebun kopi (2,60 kg/koloni/tahun). Hal
hidupnya. ini terjadi akibat dari kompetisi
Ada kondisi yang sangat menarik (intraspesific competition) berat terutama
adalah pada saat kopi tidak berbunga pakan. Kompetisi yang terjadi
pada bulan Maret, April, September dan menybabkan 2 koloni yang ditempatkan

122 | Peningkatan Produktivitas Lebah Madu


ISSN 1978 - 3000

terpusat hijrah. Hidayat (1986) lebah perlu didisain dalam kawasan yang
menyatakan bahwa lebah memanfaatkan lebih komprehensif.
nektar yang berda paling dekat dengan
koloninya, artinya semakin padat DAFTAR PUSTAKA
pupulasi lebah pada suatu tempat maka
akan terjadi persaingan yang semakin Badan Penelitian dan Pengembangan
berat. Hal ini tentunya akan Kehutanan. 2005. Aspek teknis
menyebabkan turunnya produksi atau dalam strategi pemuliaan bibit
terganggunya keseimbangan populasi lebah lebah madu A. cerana. Dept.
dan akibat yang paling tinggi akan Kehutanan
terjadinya hijrah (absconding). Gambar 5 Biesmeijer J.C., Slaa E.J. (2004)
menunjukan perkembangan produksi Information flow and organization
lebah berdasarkan tata letak. of stingless bee foraging,
Rataan produksi kopi di Apidologie 35, 143157.
perkebunan yang diintegrasikan dengan BPS. 2007. Kepahiang Dalam Angka. Biro
lebah sebesar 1.31 ton/ha, sedangkan Pusat Statistik Kabupaten
rataan produksi kopi di luar wilayah Kepahiang, Bengkulu.
integrasi 1.18 ton/ha. Hal ini menujukan Crane E. 1990. Bees and Beekeping. Science,
bahwa sinkolema mampu meningkatkan Practice and World Resources.
produksi kopi di Kabupaten Kepahiang Comstock Publishing Associates a
setinggi 10.55%. Lebah dalam melakukan division of Cornell University Press.
polinasi lebih efektif karena probostisnya Ithaca, New York. Pp 364
yang panjang lancip dilengkapi dengan Department of Agriculture and Food
rambut tempat menempel tepungsari dan Western Australia. 2009. Bee
pindah ke kepala putik kopi. pollination benefits for other crops.
http://wwwtest.agric.wa.gov.au/PC
_91812. html?s=0
SIMPULAN
Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Perkebunan kopi di Kepahiang Kabupaten Kepahiang. 2009.
mampu mendukung sampai 250 koloni Laporan Hasil Monitoring dan
per hektar dari Apis cerana dengan tata Evaluasi Dinas Kehutanan dan
letak tersebar, tetapi untuk beberapa Perkebunan Kabupaten Kepahiang.
alasan sangat dianjurkan untuk Bengkulu
menempatkan 66 koloni per hektar. Gozmerac, W. L. 1983. Bees, Beekeeping,
Integrasi lebah madu perkebunan kopi Honey and Pollination. AVI
meningkatkan baik produktivitas madu Publishing Company, Inc.
sampai dengan 114% maupun produksi WestPort, Connecticut.
biji kopi hingga 10,55%. Produksi lebah Husaeni, E. A. 1986. Potensi Produksi
madu di perkebunan kopi jauh lebih Nektar dari Tegakan Kaliandra
tinggi karena kelimpahan pakan dan Bunga Merah (Calliandra calothyrsus
jumlah populasi tinggi. Meissn). Prosiding Lokakarya
Produktivitas lebah sangat Pembudidayaan Lebah Madu untuk
tergantung dari perkembangan Peningkatan Kesejahteraan
populasinya dan kondisi populasi sangat Masyarakat. Perum Perhutani,
dipengaruhi oleh ketersedian nektar dan Jakarta
polen secara alami maka pengelolaan Kakutani T., Inoue T., Tezuka T., Maeta Y.
(1993) Pollination of strawberry by

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 123


ISSN 1978 - 3000

the stingless bee, Trigona intensification, Proc. Natl Acad. Sci.


minangkabau, and the honey bee, (USA) 99, 1681216816.
Apis mellifera: an experimental study Maeta Y., Tezuka T., Nadano H., Suzuki
of fertilization efficiency, Res. K.(1992) Utilization of the Brazilian
Popul. Ecol. 35, 95111. stingless bee, Nannotrigona
Katayama E. (1987) Utilization of testaceicornis, as a pollinator of
honeybees as pollinators for strawberries, Honeybee Sci. 13, 71
strawberries in plastic greenhouses, 78
Honeybee Sci. 8, 147150 (in Raffiudin, R., S. Hadisoesilo dan T.
Japanese). Atmowidi. 2004. Studi keragaman
Genetik dan Morfologi Lebah A.
Kazuhiro, A. 2004. Attempts to Introduce
koschevnicovi di Kalimantan Selatan.
Stingless Bees for the Pollination of Laporan Hibah Bersaing XII. Institut
Crops under Greenhouse Pertanian Bogor, Bogor.
Conditions in Japan. Laboratory of Sihombing, D.T.H. 2005. Ilmu Ternak
ApicultureNational Institute of Lebah Madu. Cetakan ke 2. Gajah
Livestock and Grassland Science Maja Univercity Press. Jogjakarta.
Tsukuba, Ibaraki 305-0901 Tilde, A. C., S. Fuchs, N. Koeniger and C.
Klein A.M., Steffan-Dewenter I., R. Cervancia. 2000. Morphometric
Tscharntke T. (2003) Fruit set of diversity of A. carana Fabr. Within
highland coffee increases with the the Philippines. Apidologie 31: 249-
diversity of pollinating bees, Proc. 263.
R. Soc. Lond. B 270, 955961. Winston, M. L. 1991. The Biology of the
Kremen C., Williams N.M., Thorp R.W. Honey Bee. 3rd Ed. Harvard
(2002) Crop pollination from native University Press. Cambridge.
bees at risk from agricultural

124 | Peningkatan Produktivitas Lebah Madu


ISSN 1978 - 3000

Pengaruh Penambahan Enzim Protease Tanaman Terhadap Sifat Fisik dan


Organoleptik Daging Sapi

The Effect of Using Protease Enzyme-Plant on Physics and Organoleptic Properties of


Meat Cattle

Yenni Okfrianti, Kamsiah,Yessy Fitryani

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bengkulu


Jalan Indragiri No 3 Padang Harapan, Bengkulu, Telp (0736) 341212

ABSTRACT

This research aims to determine the effect of addition of the protease enzyme of plant against physical and
organoleptic properties (taste, texture, and color) of beef. This research used randomized block design with
ten treatments. The results showed no effect of addition of plant protease enzyme (enzyme papain from
papaya fruit, bromelain from pineapple fruit, and the thiol protease from ginger rhizome) against shrinkage
and color of cooked beef (p> 0.05). And the effect of adding a protease enzyme plant to taste and texture of
beef (p <0.05).

Kaywords: Protease, physics, organoleptics, meat.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim protease tanaman terhadap sifat
fisik dan organoleptik (rasa, tekstur, dan warna) daging sapi. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok dengan sepuluh perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh penambahan enzim
protease tanaman (enzim papain dari buah pepaya, bromelin dari buah nanas, dan protease thiol dari rimpang
jahe) terhadap susut masak dan warna daging sapi ( p > 0,05). Serta adanya pengaruh penambahan enzim
protease tanaman terhadap rasa dan tekstur daging sapi ( p < 0,05).

Kata kunci: Protease, fisik, organoleptik, daging.

PENDAHULUAN daripada protein yang berasal dari nabati


(Astawan, 2004).
Daging merupakan hasil ternak Di Indonesia, daging yang banyak
yang hampir tidak dapat dipisahkan dari dikonsumsi dan diolah menjadi aneka
kehidupan manusia sebagai salah satu makanan adalah daging kerbau, daging
sumber pangan hewani. Manusia sapi, daging domba, daging babi, dan
mengkonsumsi daging sejak dimulainya daging kambing yang disebut daging
sejarah peradaban manusia itu sendiri. merah (Soeparno, 2005). Namun, daging
Semua tingkat umur dapat yang paling banyak diperjual belikan
mengkonsumsi daging (Soeparno, 2005). adalah daging sapi (Astawan, 2004).
Daging dibutuhkan untuk memenuhi Daging sapi berkualitas terbaik berasal
kebutuhan tubuh akan zat gizi. Daging dari ternak berumur 4-6 tahun sampai 8
mempunyai kandungan mutu protein tahun untuk sapi bukan perah. Sementara
yang tinggi karena terdapat asam amino itu, sapi tua dan penghasil susu yang
yang lengkap dan seimbang. Selain itu, berumur 10-12 tahun akan menghasilkan
protein daging lebih mudah dicerna daging dengan kualitas rendah. Daging

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 125


ISSN 1978 - 3000

sapi yang biasa dikonsumsi masyarakat, bernama proteinase thiol yang dapat
kebanyakan konsistensinya liat karena digunakan untuk mengempukan daging
berasal dari ternak kerja yang sudah tua sebelum dimasak (lee, dkk dalam
(Murtini dan Qomarudin, 2003). Selain Komariah dkk, 2004). Penggunaan buah
itu, daging sapi yang belum dilayukan pepaya muda, buah nanas dan rimpang
sebelum dikonsumsi karena masih jahe sebagai sumber enzim protease
mengalami rigor mortis juga pengempuk daging karena bahan-bahan
menyebabkan konsistensinya liat (Dyah, tersebut mudah diperoleh di wilayah
1986 dalam Istika, 2009). Bengkulu dan aman untuk dikonsumsi.
Kualitas utama daging ditentukan Penambahan jenis enzim protease ini
oleh keempukan, citarasa, dan warna. akan menghasilkan keempukan awal
Diantara ketiga hal tersebut, keempukan pada serabu-serabut jaringan ikat
memegang peranan terpenting (Soeparno, 2005). Menurut Lawrie (2003),
(Sarashwati, 1995). Kesan keempukan enzim protease mula-mula akan merusak
secara keseluruhan meliputi tekstur dan mukopolisakrida dari matriks substansi
melibatkan tiga aspek yaitu kemudahan dasar, kemudian secara cepat menurun
awal penetrasi gigi ke dalam daging, serat-serat tenunan pengikat menjadi
mudahnya daging dikunyah menjadi masa amorf. Selama proses amorf,
potongan-potongan yang lebih kecil dan kolagen dan miofibril terhidrolisis. Hal
jumlah residu yang tertinggal setelah ini menyebabkan hilangnya ikatan atar
pengunyahan (Bartzler,1971 dalam serat daging dan pemecahan serat
Soeparno, 2005). Salah satu cara untuk fragmen yang lebih pendek, sehingga
meningkatkan keempukan daging sapi meningkatkan keempukan daging. Enzim
adalah dengan penambahan suatu enzim proteoase yang telah ditambahkann ke
(Tarwotjo, 1998). dalam daging mentah baru akan aktif
Enzim adalah suatu katalisator pada suhu 800 C, maka dari pada itu
biologis yang dihasilkan oleh sel-sel diperlukan proses pemasakan daging
hidup dan dapat membantu (Winarno, 1993).
mempercepat bermacam-macam reaksi Pemasakan daging yang telah
biokimia. Faktor-faktor yang dapat ditambahkan enzim protease akan
mempengaruhi kerja enzim yaitu suhu, membuat tekstur daging matang menjadi
pH, inhibitor, konsentrasi enzim dan empuk dan mudah cerna. Selain itu
substrat (Indah, 2004). Enzim yang dapat diharapkan dapat memperpendek waktu
digunakan untuk mengempukan daging pemasakan. Pemasakan dengan
adalah jenis enzim protease menggunakan suhu yang tinggi dan
(Tabrany,2001). waktu yang lama dapat menyebabkan
Enzim protease adalah enzim yang reaksi perubahan pada daging. Reaksi-
menghidrolisis ikatan peptida protein reaksi tersebut diantaranya yaitu
menjadi senyawa-senyawa yang lebih denaturasi, kehilangan zat gizi,
sederhana seperti dipeptida dan asam kehilangan aktivitas enzim, desulfurisasi
amino (Deman, 1997). Jenis enzim dan beberapa reaksi yang dapat
protease untuk pengempukan daging menghasilkan senyawa toksik (Sugiran,
yaitu enzim papain dari getah daun dan 2007).
buah pepaya muda, enzim bromelin dari Keempukan dapat ditentukan
buah nanas dan fisin pada getah pohon secara subjektif dan objektif. Penentuan
ficus (Esti, 2002). Selain itu, rimpang jahe keempukan dan kealotan daging dengan
juga mengandung enzim protease yang metode subjektif dapat dilakukan dengan

126 | Pengaruh Penambahan Enzim Protease Tanaman Terhadap Sifat Fisik


ISSN 1978 - 3000

uji panel cita rasa atau uji organoleptik. Tahap 2


Pengujian keempukan secara objektif Penelitian tahap 2 merupakan
dapat dilakukan dengan pengujian pengujian sifat fisik dengan uji susut
kompresi (indikasi kealotan jaringan masak dan uji mutu organoleptik.. Uji
ikat), daya putus Warner-Bratzler (indikasi susut masak dilakukan dengan
kealotan miofibrilar), adhesi (indikasi menimbang berat daging sebelum dan
kekuatan jaringan ikat) dan susut masak sesudah perebusan kemudian dihitung %
(indikasi kehilangan nutrisi selama susut masak dengan menggunakan
pemasakan) (Soeparno, 2005). rumus. Sedangkan uji organoleptik
Tujuan penelitian ini adalah dilakuakan untuk menilai tekstur, warna
pengaruh penambahan enzim protease dan rasa daging sapi matang dengan
terhadap sifat fisik dan organoleptik menggukan panelis. Penilaian dilakukan
daging sapi. oleh panelis agak terlatih, yaitu
mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes
Bengkulu tingkat III yang berjumlah 30
MATERI DAN METODE
orang.
Penelitian dilaksanakan di
Rancangan Percobaan
laboratorium Kimia dan Ilmu Teknologi
Penelitian ini menggunakan
Pangan Poltekkes Kemenkes Bengkulu,
Rancangan Acak Kelompok (RAK).
pada bulan April sampai Juni 2011.
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang
Penelitian ini meliputi dua tahap yaitu
dipilih karena bahan percobaan yang
tahap satu pencampuran daging sapi
akan dipakai sebagai unit percobaan
dengan enzim papain dari buah pepaya,
tidak homogen, maka perlu dilakukan
enzim bromelin dari buah nanas, dan
pengelompokan dengan cara tertentu
enzim proteinase thiol dari rimpang jahe
sehingga satuan percobaan dalam satu
dengan variasi konstrasi (0%, 10%,
kelompok menjadi relatif homogen
15%,20%), tahap kedua dilaksanakan uji
(kristianto, 2005). Layout percobaan
susut masak dan uji sensoris terhadap
yakni :
tekstur daging sapi matang.
P1 : Daging sapi tanpa penambahan
Tahap 1 enzim protease tanaman
Pencampuran enzim protease P2 : Daging sapi dengan penambahan
tanaman dengan daging sapi. Campurkan 10% buah pepaya
pepaya, nanas, dan jahe yang telah P3 : Daging sapi dengan penambahan
dihaluskan ke dalam masing-masing 100 15% buah pepaya
gram daging sapi dengan perbandingan P4 : Daging sapi dengan penambahan
penambahan 0%, 10%, 15%, dan 20% dari 20% buah pepaya
berat bersih daging sapi (0%=0 gram, P5 : Daging sapi dengan penambahan
10%=10 gram, 15%=15 gram, 20%=20 10% buah nanas
gram) lalu masing-masing diaduk hingga P6 : Daging sapi dengan penambahan
tercampur rata dan masukkan ke dalam 15% buah nanas
plastik lalu beri label. Lakukan P7 : Daging sapi dengan penambahan
pemeraman selama 30 menit pada suhu 20% buah nanas
ruang yaitu 280-300C. Setelah itu cuci P8 : Daging sapi dengan penambahan
daging dan lakukan perebusan pada suhu 10% rimpang jahe
800C selama 30 menit. Kemudian P9 : Daging sapi dengan penambahan
timbang berat masaknya. 15% rimpang jahe

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 127


ISSN 1978 - 3000

P10 : Daging sapi dengan penambahan maka jaringan ikat yang terhidrolisis
20% rimpang jahe semakin banyak, persen susut masak
semakin besar dan daging lebih empuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Organoleptik
Susut Masak Rasa
Hasil analisis ragam menunjukkan Berdasarkan Gambar 1 respon
bahwa penambahan enzim protease panelis yang berjumlah 30 orang
tanaman dari buah pepaya, buah nanas, terhadap rasa daging dengan
dan rimpang jahe tidak berpengaruh penambahan enzim protease tanaman
secara signifikan terhadap susut masak yang berasal dari buah pepaya, buah
daging sapi, yang ditunjukkan dengan nanas, dan rimpang jahe (10%, 15%,dan
nilai p=0,13 (p>0,05). Daging sapi dengan 20%), didapatkan bahwa sebagian besar
penambahan buah nanas 20% memiliki panelis memberikan penilaian tidak suka
skor rata-rata susut masak paling tinggi (skor 2) pada rasa daging dengan
yaitu 55,33% (Tabel 1) penambahan pepaya 10% sebanyak 18
Enzim pengempukan daging ini orang (60%). Berdasarkan Gambar 2
aktif pada temperatur antara 50-800C. diketahui sebagian besar panelis
Menurut Lee. Y, dkk., (1994), menyatakan memberikan penilaian tidak suka (skor 2)
enzim protease berfungsi pada rasa daging dengan penambahan
mengempukkan daging, karena protein nanas 20% sebanyak 12 orang (40%).
pada jaringan ikat dan fragmentasi Berdasarkan Gambar 3 diketahui
miofibril dengan degradasi pada filamen- sebagian besar panelis memberikan
filamen akan terhidrolisis. Istika (2009) penilaian tidak suka (skor 2) pada daging
menyatakan protein (kolagen dan sapi dengan penambahan rimpang jahe
miofibril) terhidrolisis menyebabkan 20% sebanyak 16 orang (53,3%).
hilangnya ikatan antar serat dan Berdasarkan Uji Friedman
pemecahan serat menjadi fragmen yang penambahan enzim protease tanaman
lebih pendek, menjadikan serat otot lebih dari buah pepaya, buah nanas, dan
mudah terpisah sehingga daging lebih rimpang jahe (10%, 15%, dan 20%)
empuk. Hal ini juga sejalan dengan berpengaruh signifikan terhadap daya
penelitian Dhiah (2010), menyatakan terima organoleptik (rasa) daging sapi,

Tabel 1. Susut Masak Daging Sapi Dengan Penambahan Enzim Protease Tanaman (%)

Konsentrasi Variasi Tanaman


Penambahan Pepaya Nanas Jahe
0% 41.14 41.14 41.14
10% 41.62 48.75 37.55
15% 42.15 53.14 41.59
20% 45.30 55.33 44.35

bahwa adanya perbedaan tingkat susut yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,000
masak itik afkir dengan penambahan (p<0,05). Data yang signifikan dilanjutkan
ekstra buah nanas 0% dengan 5%, 10% dengan Uji Multiple Comparison (Uji
dan 15 %, semakin besar konsentrasi Wilcoxon). Hasil Uji Wilcoxon
eksktrak buah nanas yang diberikan, menunjukkan bahwa perbandingan

128 | Pengaruh Penambahan Enzim Protease Tanaman Terhadap Sifat Fisik


ISSN 1978 - 3000

Tabel 2. Tingkat Kesukaan Rasa Daging Dengan Penambahan Enzim Protease Tanaman

Konsentrasi Variasi Tanaman


Penambahan Pepaya Nanas Jahe
10% 5.12ac 6.02b 4.45a
15% 5.27ad 5.77bd 4.12a
20% 5.65 bc 5.08 b 3.53a
a,b,c,d
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata ( P<0,05) berdasarkan
uji Wilcoxon.

perbedaan rasa daging sapi yang


dihasilkan, diketahui bahwa panelis
memberikan penilaian berbeda pada rasa
daging dengan penambahan buah nanas
10% karena nilai p <0,05 dengan rata-rata
tingkat kesukaan 6,02. Adapun ranking
kelompok untuk setiap variasi
penambahan enzim protease tanaman
Gambar 1 Hasil Uji Organoleptik Rasa Daging
berdasarkan hasil Uji Wilcoxon dapat
Sapi Dengan Penambahan Buah Pepaya
dilihat pada Tabel 2.
Konsentrasi penambahan nanas
10% telah membuat daging cukup manis
khas nanas, karena nanas mengandung
glukosa yang tinggi yaitu 9,26 gram
dalam 100 gram nanas. Sedangkan
penambahan jahe 20% paling tidak
disukai karena dalam jahe terdapat
kandungan asirinya tinggi, sehingga
rasanya lebih pedas khas jahe. Gambar 2. Hasil Uji Organoleptik Rasa Daging
Sedangkan untuk rasa daging dengan Sapi dengan Penambahan Buah Nanas
penambahan buah pepaya cukup disukai
panelis, karena pepaya yang digunakan
adalah buah pepaya mentah, yaitu buah
pepaya yang sudah tua, dagingnya putih
sehingga kandungan glukosa dalam
pepaya mentah ini lebih sedikit dari pada
pepaya matang yaitu hanya 6,2 gram
dalam 100 gr pepaya. Namun
penggunaan buah pepaya mentah tidak
mengubah rasa daging sapi menjadi pahit
seperti bila menggunakan daun pepaya.
Menurut Wijayandi (2003), rasa adalah Gambar 3. Hasil Uji Organoleptik Rasa Daging
Sapi dengan Penambahan Rimpang Jahe
karakteristik dari suatu zat yang
disebabakan oleh adanya bagian zat
Rasa dipengaruhi olehn beberapa
tersebut yang larut dalam air atau lemak
faktor, yaitu senyawa kimia, suhu,
dan bersentuhan dengan indra
konsentrasi, dan interaksi dengan
pencicipan (lidah dan rongga mulut),
komponen rasa lain. Pengaruh antara
sehingga memberikan kesan tertentu.
satu macam rasa dengan rasa yang lain

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 129


ISSN 1978 - 3000

tergantung pada konsentrasinya. Bila


salah satu komponen mempunyai
konsentrasi yang lebih tinggi pada
komponen yang lain maka komponen
tersebut akan lebih dominan. Bila
perbedaan konsentrasi tidak terlalu besar
maka ada kemungkinan timbul rasa
gabungan atau komponen tersebut dapat
dirasakan kesemuanya secara berurutan Gambar 4. Hasil Uji Organoleptik Warna Daging
(Kartika, 1988). Sapi dengan Penambahan Buah Pepaya

Warna
Berdasarkan Gambar 4 diketahui
bahwa respon panelis yang berjumlah 30
orang terhadap warna daging dengan
penambahan enzim protease tanaman
yang berasal dari buah pepaya, buah
nanas, dan rimpang jahe (10%, 15%,dan
20%), didapatkan bahwa sebagian besar
panelis memberikan penilaian agak suka
Gambar 5. Hasil Uji Organoleptik Warna Daging
(skor 3) pada warna daging dengan
Sapi dengan Penambahan Buah Nanas
penambahan pepaya 20% sebanyak 16
orang (53,3%). Berdasarkan Gambar 5
diketahui sebagian besar panelis
memberikan penilaian tidak suka (skor 2)
pada warna daging dengan penambahan
nanas 20% sebanyak 18 orang (60%), dan
berdasarkan Gambar 6 diketahui
sebagian besar panelis memberikan
penilaian agak suka (skor 3) pada warna
daging sapi dengan penambahan
Gambar 6. Hasil Uji Organoleptik Warna Daging
rimpang jahe 20% sebanyak 14 orang
Sapi dengan Penambahan Rimpang Jahe
(46,7%).
Berdasarkan Uji Friedman penyusunan. Menurut Wijayandi (2003)
penambahan enzim protease tanaman warna adalah kesan yang dihasilkan oleh
dari buah pepaya, buah nanas, dan indera mata terhadap cahaya yang
rimpang jahe (10%, 15%, dan 20%) tidak dipantulkan oleh benda tersebut. Hasil
berpengaruh signifikan terhadap daya penelitian ini sesuai dengan penelitian
terima organoleptik (warna) daging sapi, Grace (1995) penambahan enzim protease
yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,266 yaitu enzim papain pada daging
(p>0,05). Sehingga tidak dilanjutkan kambing tua jantan tidak berpengaruh
dengan Uji Multiple Comparisson (Uji nyata terhadap tingkat kesukaan warna
Wilcoxon). Rata-rata tingkat kesukaan dengan kisaran nilai rata-rata tingkat
panelis dapat dilihat pada Tabel 3. kesukaan yaitu 3,1-3,5.
Menurut Setiawan (1988), nilai Jika dilihat dari uji statistik maka
warna yang objektif dipengaruhi oleh semakin empuk daging yang dihasilkan
komposisi bahan baku yaitu warna awal akibat penambahan enzim protease

130 | Pengaruh Penambahan Enzim Protease Tanaman Terhadap Sifat Fisik


ISSN 1978 - 3000

Tabel 3. Tingkat Kesukaan Warna Daging Dengan Penambahan Enzim Protease Tanaman

Penambahan Variasi Tanaman


Konsentrasi Pepaya Nanas Jahe
10% 4,97a 5,30a 5,47a
15% 4,98a 5,02a 4,53a
20% 5,57a 4,03a 5,13a
Keterangan : a Superskrip yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata ( P>0,05) berdasarkan uji
Wilcoxon.

tanaman, maka warna daging akan


semakin coklat pucat (Fellow, 2000 dalam
Aberle dkk., 2001). Selain itu,buah
pepaya yang banyak mengandung
karotenoid jenis likopen dapat membuat
warna daging lebih menarik (Cahyani,
2010). Pada suhu 800 C telah terjadi
denaturasi protein sehingga terjadi
konversi warna daging dalam bentuk
oxymyoglobin menjadi warna coklat Gambar 7. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Daging
Sapi dengan Penambahan Buah Pepaya
dalam bentuk metmyoglobin.

Tekstur
Berdasarkan Gambar 7 diketahui
bahwa respon panelis yang berjumlah 30
orang terhadap tekstur daging dengan
penambahan enzim protease tanaman
yang berasal dari buah pepaya, buah
nanas, dan rimpang jahe (10%, 15%,dan
20%), didapatkan bahwa sebagian besar
Gambar 8. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Daging
panelis memberikan penilaian tidak suka
Sapi dengan Penambahan Buah Nanas
(skor 2) pada tekstur daging dengan
penambahan pepaya 10% sebanyak 16
orang (53,3%). Berdasarkan Gambar 8
diketahui sebagian besar panelis
memberikan penilaian tidak suka (skor 2)
pada tekstur daging dengan penambahan
nanas 20% sebanyak 14 orang (46,7%).
Dan berdasarkan Gambar 9 diketahui
sebagian besar panelis memberikan
penilaian tidak suka (skor 2) pada daging
Gambar 9 Hasil Uji Organoleptik Tekstur Daging Sapi
sapi dengan penambahan rimpang jahe
Dengan Penambahan Rimpang Jahe
10% sebanyak 17 orang (56,7%).
Berdasarkan Uji Friedman terima organoleptik (tekstur) daging
penambahan enzim protease tanaman sapi, yang ditunjukkan dengan nilai p
dari buah pepaya, buah nanas, dan = 0,009 (p<0,05). Data yang signifikan
rimpang jahe (10%, 15%, dan 20%) dilanjutkan dengan Uji Wilcoxon. Hasil
berpengaruh signifikan terhadap daya Uji Wilcoxon menunjukkan Keterangan :

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 131


ISSN 1978 - 3000

Tabel 4. Tingkat Kesukaan Tekstur Daging Dengan Penambahan Enzim Protease Tanaman

Penambahan Variasi Tanaman


Konsentrasi Pepaya Nanas Jahe
10% 4.28b 5.82b 3.83a
15% 4.32ab 5.42b 4.83a
20% 5.23b 5.58b 5.68a
Keterangan : a,b,c,d Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata ( P<0,05) berdasarkan
uji Wilcoxon.

perbandingan perbedaan tekstur antar empuk (Soeparno, 2005). Tingkat aktivitas


daging sapi yang dihasilkan, diketahui enzim mempengaruhi kerja enzim. Enzim
bahwa panelis memberikan penilaian bromelin memiliki tingkat kereaktifan
berbeda pada tekstur daging sapi dengan lebih tinggi dari pada enzim papain dan
penambahan buah nanas 10%karena nilai enzim proteae thiol yaitu 80 unit/gram
p <0,05 dan tingkat rata-rata kesukaan sedangkan papain 50 unit/gram dan
sebesar 5,82. Adapun ranking kelompok protease thiol 45 unit/gram (Lawrie,
untuk setiap variasi penambahan enzim 2003). Sehingga berdasarkan percobaan
protease tanaman berdasarkan hasil Uji yang telah dilakukan daging dengan
Wilcoxon dapat dilihat pada Tabel 4. penambahan nanas lebih empuk dari
Hasil penelitian ini sesuai dengan pada daging dengan penambahan buah
penelitian Murtini dan Qomarudin (2003) pepaya dan rimpang jahe.
perendaman daging pada larutan enzim
protease tanaman biduri berpengaruh
SIMPULAN
nyata pada tekstur daging sapi. Tekstur
daging berkaitan dengan tingkat 1. Susut masak tertinggi yaitu daging
keempukan. Keempukan adalah salah sapi dengan penambahan buah nanas
satu yang paling penting dari tekstur 20%
daging dan merupakan atribut yang 2. Atribut mutu rasa yang banyak di
mempengaruhi persepsi daging sapi oleh sukai yaitu rasa daging dengan
konsumen (Aurelia dkk, 2006). Kesan penambahan buah nanas 10%.
keempukan secara keseluruhan meliputi 3. Atribut mutu tekstur yang banyak
tekstur dan melibatkan tiga aspek yaitu disukai yaitu tekstur daging dengan
kemudahan awal penetrasi gigi ke dalam penambahan buah nanas 10%.
daging, mudahnya daging dikunyah 4. Atribut mutu warna yang banyak
menjadi potongan-potongan yang lebih disukai yaitu warna daging dengan
kecil dan jumlah residu yang tertinggal penambahan buah pepaya 20%.
setelah pengunyahan (Soeparno, 2005).
Variasi keempukan dipengaruhi oleh
pemasakan yaitu tergantung waktu dan DAFTAR PUSTAKA
temperatur pemasakan. Lama pemasakan
Aberle, E.D., et al.,. 2001. Principle of
akan mempengaruhi kelunakan kolagen,
Meat Science. Jurnal Sain
sedangkan temperatur pemasakan lebih
Peternakan Indonesia. Volume 1. 39
mempengaruhi kealotan miofibril.
- 44.
Dengan adanya penambahan enzim
Astawan Made. 2004. Mengapa Kita Perlu
protease tanaman menghidrolisis kolagen
Makan Daging. Web-site:
daging sehingga bentuknya menjadi
Http://www.gizi.net/cgi-
kendur dan daging akan lebih cepat

132 | Pengaruh Penambahan Enzim Protease Tanaman Terhadap Sifat Fisik


ISSN 1978 - 3000

bin/berita/fullnews.com. Diakses Hasanah, E. 2005. Pengaruh Penambahan


Tanggal 2 Oktober 2010. Antioksidan Terhadap Aktivitas
Aurelia, I., I. Aprodu, G. Pascaru. 2008. Proteolitik Enzim Papain. Intitut
Effect Of Papain And Bromelin On Pertanian Bogor. Bogor.
Muscle And Collagen Protein In Indah, M. 2004. Enzim. Universitas
Beef Meat. 6 : 9-16. Sumatra Utara. Medan.
Anonim. 2005. Penggunaan Enzim Untuk Istika D.. 2009. Pemanfaatan Enzim Brolin
Pengempukan Daging. Web-site : Pada Limbah Kulit Nanas Dalam
http://www.poultryindonesia.com. Pengempukan Daging. Jurusan
Diakses Tanggal 2 Oktober 2010 Biologi. Fakultas Matematika dan
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Ilmu Lingkungan Pengetahuan
Standar Nasinal Indonesia Mutu Alam. Universitas Sebelas Maret.
Karkas dan Daging Sapi. 3932. Surakarta.
Jakarta Kartika, 1988. Penambahan Ekstrak
Budiman, A dan S. Styawan. 2009. Ampas Nanas Sebagai Medium
Pengaruh Konsentrasi Substrat, Campuran Pada Pembuatan Nata
Lama Inkubasi dan pH dalam De Cashew. Balai Penelitian
Proses Isolasi Enzim Xylanase Tanaman Obat Dan Aromatik. NTT
dengan Menggunakan Media Komariah, I. Arief, Y. Wiguna. 2004.
Jerami Padi. Laporan Penelitian. Kualitas Fisik dan Mikroba Daging
Universitas Diponegoro. Semarang. Sapi yang Ditambah Jahe Pada
Cahyani. 2010. Manfaat Pepaya. Web-site Konsetrasi dan Lama Penyimpanan
http://www.medicalera.com. yang Berbeda. Media Perternakan
Diakses tanggal 5 Agustus 2011. Agustus 2004. Vol.27 (2) :46-54.
Daftar Komposisi Bahan Makanan Komariah dan Sirajudin. 2006. Aneka
Widiya Pangan dan Gizi. 2004 olahan Daging Sapi. Agromedia
deMan, J. 1997. Kimia Makanan Pustaka. Jakarta.
Penerjemah: Kosasih P. Intitut Koswara dan Sutrisno. 2003. Tepung
Teknologi Bandung. Terjemahan Getah Pepaya Pengempuk Daging,
dai Princiles of Food Chemistry. diakses dari Ebokkpangan.com,
Dhiah, P. 2010. Pengaruh Penambahan Oktober 2010.
Buah Nanas dan Lama Pemasakan Kristianto, Y. 2005. Panduan Penelitian
yang Berbeda Terhadap Kualitas Pangan dan Gizi. Politeknik
Daging Itik Afkir. Fakultas Kesehatan Malang. Malang.
Pertanian. Uversitas Sebelas Maret. Kusmiadi. 2007. Petunjuk Pengujian
Surakarta Oraganoleptik. Web-site :
Esti. 2002. Pengawetan dan Bahan Kimia. http://smsrtsains.blogspot.com.
Web-site: http://www.warintek. Diakses Tanggal 20 Oktober 2010.
ristek.go.id. Diakses tanggal 1 Lawrie, R.A. 2003. Meat Science. Edisi Ke-
November 2010. 5. Penerjemah : A. Perakasi. UI
Grace. 1995. Mempelajari Pengaruh press. Jakarta.
Penambahan Enzim Papain secara Lee, Y. B., D.J. Sehnert and C. R.
Ante-Mortem Terhadap Sifat Fisik Ashmore. 1994. Tenderization of
Kimia Daging Kambing Tua Jantan. Meat With Ginger Rhizome. J. Food
Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Sci. 51 (16): 1558-1559.
Hanum, Y. S. 1998. Penilaian Indrawi.
Universitas Sriwijaya Indralaya.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 133


ISSN 1978 - 3000

Mgmc. 2009. Nanas. Web-site: Rukmana. 1995. Budidaya Nanas.


http://miskal-mgmc.blogspot.com/. Dinamika Media. Jakarta.
Diakses: Tanggal 07 April 2011. Sabariyyah, P.N. 2005. Pengaruh Teknik
Moehd. 2008. Pengolahan Pepaya. Penambahan Enzim Papain
Agromedia Pustaka. Jakarta. Terhadap Kecemaran Protein.
Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 1992. Ilmu Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Pengetahuan Bahan Pangan. Sarashwati, G T. 1995. Mempelajari
Departemen Pendidikan dan Pengaruh Enzim Papain Secara
Kebudayaan. Pusat Antar Ante-Mortem Terhadap Sifat Fisiko
Universitas, Institut Pertanian Kimia Daging Kambing Tua Jantan.
Bogor. Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi
Murhamanto. 2008. Budi Daya, Pertanian Bogor. Bogor.
Pengolahan, Perdagangan Jahe. Sembiring dan Sudino. 2006. Biologi
Swadaya. Jakarta. Untuk Kelas XII. Sunda Kelapa
Murniarti, E. 2006. Sang Nanas Bersisik Pustaka. Jakarta.
Manis di Lidah. Surabaya Shiddieqy, M. I. 2005. Daun Pepaya
Intellectual Club. Surabaya. Pelarut Protein Pengempuk Daging.
Murtini dan Qomarudin. 2003. Web-site: http
Pengempukan Daging Dengan ://www.pikiranrakyat.com/cakrawa
Enzim Protease Tanaman Biduri. la.htm. Tanggal akses 5 Oktober
Jurnal Teknol dan Industri Pangan. 2010.
XIV (3) : 226-268 Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi
Pudjirahaju, dkk. 2004. Paket Modul Dan Daging. Cetakan Ke-4. Gajah Mada
Penuntun Praktek ITP. Poltekkes University press. Yogyakarta.
Malang. Malang Soewarno dan Soekanto. 1981. Penilaian
Pudjirahaju, A. 2001. Diklat ITP, Penilaian Organoleptik, untuk Industri
Kualitas Makanan Secara Pangan dan Hasil Pertanian.
Organoleptik. Malang. PUSBANGTEPA / Food Technology
Purwantoro. 2007. Pepaya.Web-site: http: Development Center, Institut
www//ristek.go.id. Diakses tanggal Pertanian Bogor. Bogor.
10 November 2010. Sugiran, G. 2007. Efek Pengolahan
Puspa, C. 2007. Pemanfaatan Enzim Terhadap Zat Gizi Pangan. Web-
Papain Dalam Proses Pengempukan site: http://www.blogger.com/feeds.
Daging. Fakultas Kedokteran Diakses Tanggal 6 Oktober 2010.
Hewan Institut Pertanian Bogor. Sugiyono. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan
Bogor Pangan. Alfabeta . Bandung.
Rahayu, S. 2004. Karakteristik Biokimiawi Sullivan, C. 2007. Adding Enzymes to
Enzim Termostabil Penghidrolisis Improve Beef Tenderness. Web-site:
Kitin. Makalah. Pengantar Falsafah http://www.beefresearch.org.
Sains (PPS 702). Sekolah Pasca Diakses Tanggal 1 November 2010.
Sarjana Program Doktor. Institut Suwarno. 2006. Panduan Pembelajaran
Pertanian Bogor. Bogor. Biologi Untuk SMA Dan MA. Web-
Renald. 2010. Kecepatan Reaksi Hidrolisis site:
Amilum oleh Enzim Amilase. Web- http://www.kiva.orgwww.kiva.org.
site: http://www.scribd.com. Diakses Tanggal 1 November 2010.
Diakses: Tanggal 28 Juli 2011. Tabrany, H. 2006. Getah Pepaya Dalam
Bentuk Crude Papain. Web-site :

134 | Pengaruh Penambahan Enzim Protease Tanaman Terhadap Sifat Fisik


ISSN 1978 - 3000

http://tumoutou.net/3_se Wales. 2010. Daging Sapi. Web-site:


1/herman_t.htm. Tanggal Akses 10 http://id.wikipedia.org/wiki/enzim.
November 2010. Diakses Tanggal 5 November 2010.
Tarwatjo, S. 1998. Dasar-Dasar Gizi Wijayandi. 2003. Penguji Kesukaan Secara
Kuliner. PT Gasindo. Jakarta. Organoleptik. Diakses dari
Velonso, S.A. 2010. Pengaruh Enzim http//125.17.21/speedyarari/view.ph
Papain Pada Level dan Lama p.februari 2010
Pemeraman yang Berbeda Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. PT
Terhadap pH dan Cooking Loss Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Daging Bicep Femoris Sapi Bali Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi,
Jantan. Skripsi.Universitas Teknologi, dan Konsumen. PT
Indinesia. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wales. 2010. Enzim. Web-site: Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan
http://id.wikipedia.org/wiki/enzim. Gizi. M-Brio Press. Bogor.
Diakses Tanggal 5 November 2010. Yudistra. 2005. Mengenali Daging Sehat.
Wales. 2010. Bromelin. Web-site: Web-site: http://www.balispot.co.id.
http://id.wikipedia.org/wiki/enzim. Diakses Tanggal 20 Oktober 2010.
Diakses Tanggal 5 November 2010. Yunaida.1998. Uji Organoleptik. Web-site
Wales. 2010. Nanas. Web-site: http://www.scribd.com/doc/5826456
http://id.wikipedia.org/wiki/enzim. 2/Jenis-Uji-Organoleptik. Diakses
Diakses Tanggal 5 November 2010. Tanggal 15 Oktober 2010.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 135


ISSN 1978 - 3000

Peforman Produksi Ayam Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas


sebagai Pengganti Sebagian Bungkil Kedelai dalam Ransum

Meat Chicken Production Performance by Using Cotton Seed Cake as Substitution of Part
of Soybean Cake in Ration

Eli Sahara, Sofia Sandi, dan Muhakka

Staf Pengajar Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Jl. Raya Palembang-Prabumulih
Km. 32 Indralaya, Ogan Ilir Kode Pos 30662. Email Era_saharamada@yahoo.co.id

ABSTRACT

The aim of this research was to know the effect of using cottonseed cake as a substitution part of soybean cake
on boriler growth performance. The study used 2 week-old broiler. The treatments of the research were
using cottonseed cake 0% (R0), 6% (R1), 12% (R2), and 18%(R3) with Completely Randomized Design (CRD)
and each treatment was replicated 4 times. Each treatment contained 6 broilers. The result of the research
showed that cottonseed cake was significantly different effect on ration consumption, body weight gain, and
rantion convertion. The best result was indicated by R2. It could be concluded that using cottonseed cake as
substitution of soybean cake was 12%.

Kata Kunci: Cotton seed cake, soybean cake, ration, broiler

ABSTRAK

Meningkatnya harga ransum, mengharuskan kita mencari bahan alternatif lain yang harganya lebih murah,
salah satunya adalah penggunaan bungkil biji kapas (BBK). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan BBK sebagai pengganti sebagian bungkil kedelai terhadap pertumbuhan ayam
broiler. Penelitian ini menggunakan ayam broiler umur dua minggu. Ransum perlakuan yang digunakan
terdiri dari 4 tingkat penggunaan BBK sebagai pengganti bungkil kedelai yakni R0 (0%), R1(6%), R2 (12%)
dan R3 (18%). Rancangan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Kelompok) yang terdiri dari 4
perlakuan dan 4 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 6 ekor ayam dengan menggunakan kandang koloni.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada berbagai perlakuan penggunaan BBK berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan (PBB) dan konvesi ransum terbaik diperoleh
pada perlakuan R2. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan BBK sebagai pengganti
bungkil kedelai terbaik diperoleh pada tingkat 12%.

Kata Kunci: bungkil biji kapas, bungkil kedelai , ransum, ayam broiler

merupakan pilihan yang tepat mengingat


PENDAHULUAN sifat-sifat keunggulannya, yaitu tidak
memerlukan tempat yang luas dalam
Perkembangan penduduk di
pemeliharaannya, bergizi tinggi,
Indonesia saat ini tidak dapat diimbangi
pertumbuhan yang cepat dan cepat
oleh kenaikan produksi ternak,
mencapai berat jual dengan bobot badan
khususnya ternak besar. Perkembangan
yang tinggi, yaitu bobot hidup rata-rata
ternak sapid an kerbau sangat kecil.
antara 1,5 - 2,0 kg pada umur 6-7 minggu
Dengan alas an tersebut sector
(Murtidjo, 1994)
perunggasan terutama ayam broiler
Peningkatan produksi ternak
mendapat prioritas utama untuk
ditentukan pada sistim pemeliharaan
memenuhi kebutuhan protein hewani.
terutama dalam mutu pakan. Biaya
Dalam hubungan ini ayam broiler
pakan menyerap hamper 60-70% dari

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 137


ISSN 1978 - 3000

seluruh biaya produksi. Belum lagi Protein 19,4%, lemak 19,5%, asam lemak
ditambahn dengan adanya lonjakan linoleat47,8%, asam lemak palmitat 23,4%
harga pakan yang sering meningkat. dan asam lemak oleat 22,9%. (warrintek-
Lonjakan harga pakan tentunya mentri Negara Riset dan Teknologi, 2012).
disebabkan oleh semakin tingginya harga Sehingga memungkinkan digunakan
bahan baku pakan ayam yangh sering sebagai pengganti tepung kedelai dan
digunakan selama ini banyak bersaing kacang tanah dalam pakan ternak. Faktor
dengan kebutuhan pangan manusia. yang menjadi kendala dalam
Oleh karena itu banyak para ahli nutrisi penggunaan bungkil biji kappa sebagai
yang berusaha mencari alternative bahan campuran pakan adalah serat kasarnya
baku pakan yang mempunyai nilai gizi tinggi, palatabilitas rendah dan adanya
yang relative sama tetapi harganya zat anti nutrisi (gossypol). Gosipol
murah dan yang tidak bersaing dengan adalah senyawa pigmen poliphenolat
kebutuhan pangan manusia. Salah kuning yang ditemukan dalam bagian
satunya adalah bungkil biji kapas (BBK). berminyak biji kapas (Fapet IPB, 2012).
Bungkil biji kapas adalah bahan Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan
ikutan penggilingan minyak kapas yang beberapa cara antara lain dengan
mempunyai kandungan nutrisi yang penambahan FeSO4 dalam ransum atau
cukup tinggi, tidak bersaing dengan diberikan perlakuan pemanasan.
kebutuhan pangan manusia dan Penambahan besi dengan perbandingan
harganya relative murah sebagai bahan 1:1 dengan gosipol bebas, dapat
campuran pakan. Tanaman kapas di meningkatkan taraf penggunaan bungkil
Indonesia banyak ditanam terutama di biji kapas dalam ransum broiler atau
daerah Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara layer (Amrullah, 2004)
Barat dan Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian memperlihatkan
Sedangkan prospek tanaman kapas di bahwa bungkil biji kapas dapat
Indonesia masih cerah karena permintaan dimanfaatkan dalam ransum ayam
akan sandang terus meningkat seiring broiler periode finisher sampai 15%.
dengan laju pertumbuhan dan Akan tetapi sampai saat ini belum ada
peningkatan pendapatan rakyat. laporan tentang kemampuan dari bungkil
Tanaman kapas ditanam terutama untuk biji kapas untuk dapat menggantikan
mendapatkan kapas yang akan diolah bungkil kedelai dalam ransum ayam
menjadi tekstil, haasil ikutannya berupa broiler.
biji kapas. Sebagai hasil sampingan biji Tanaman kapas merupakan
kapas setelah diambil minyaknya untuk tanaman yang akan dimanfaatkan
keperluan industry makanan dan kapasnya yang akan diolah menjadi
komestika adalah berupa bungkil biji tekstil, sehingga tanaman ini setiap
kapas. Sangat disayangkan selama ini tahunnya akan meningkat. Sejalan
bungkil biji kapas belum banyak dengan peningkatan produksi tanaman
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, hal kapas, produksi bungkil biji kapas turut
ini disebabkan kurangnya pengetahuan meningkat pula, hal ini dapat dilihat dari
tentang bungkil biji kapas sebagai pakan produksi kapas menghasilkan biji kapas
Mternak. 2/3 dari beratnya, sedang serabut hanya
Sebagai pakan ternak bungkil biji 1/3 nya. Bungkil ini merupakan bahan
kapas mempunyai nutrisi yang cukup pakan ternak yang dapat
tinggi, terutama kandungan proteinnya. menyumbangkan protein dan energy
Kandungj gizi darai biji kapas adalah yang dibutuhkan oleh ternak.

138 | Peforman Produksi Ayam Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas
ISSN 1978 - 3000

Berdasarkan bahan keringnya, bungkil pada Tabel 1.


biji kapas mempunyai kandungan protein Rancangan yang digunakan adalah
kasar 40-41% dan energy metabolis 1820- rancangan acak lengkap (RAL)
2100 kkal/kg. menggunakan 4 tingkat penggunaan
Berdasarkan hal dikemukakan bungkil biji kapas dalam ransum sebagai
diatas maka dilakukan suatu penelitian perlakuan yakni R-0(0%R-1(6%), R-2
untuk mengetahui seberapa jauh (12%) dan R-3(18%), 4 ulangan dan setiap
pengaruh penggunaan bungkil biji kapas ulangan terdiri dari 6 ekor ayam broiler.
sebagai pengganti sebagian bungkil Awal penelitian dimulai dengan
kedelai dalam ransum terhadap penimbangan 96 ekor ayam broiler umur
pertumbuhan ayam broiler. 2 minggu untuk mengetahui bobot badan
awal, kemudian diletakkan ke dalam
kandang secara acak.
METODE PENELITIAN
Konsumsi ransum dihitung sekali
Sebanyak 96 ekor ayam broiler seminggu, demikian juga penimbangan
galur hubbard yang berumur 2 minggu bobot badan dan jumlah konsumsi bahan
ditempatkan secara acak dalam kandang kering Peubah yang diamati adalah
koloni. Tiao unit kandang ditempati 6 konsumsi ransum, pertambahan bobot
ekor ayam. Ransum perlakuan yang badan mutlak, pertambahan bobot badan
diberikan selama penelitian terdiri dari 4 relative dan konversi ran sum.
tingkat penggunaan bungkil biji kapas Pertambahan bobot badan mutlak
sebagai pengganti kedelai dalam ransum diperoleh dengan cara mencari selisih
yakni R-0(0%R-1(6%), R-2 (12%) dan R- bobot badan akhir dengan bobot badan
3(18%). Bahan makanan penyusun awal pada periode yang sama dan
ransum terdiri dari jagung, bungkil biji pertambahan bobot badan relative
kapas (BBK), dedak halus, bungkil diperoleh perbandingan antara
kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, pertambahan bobot badan mutlak dengan
minyak kelapa dan premix A. Susunan bobot badan awal pa da periode waktu
bahan penyusun ransum dan kandungan yang sama. Sedangkan konversi ransum
nutrisi setiap perlakuan dapat dilihat adalah perbandingan banyaknya
Tabel 1. Susunan ransum dan kandungan zat nutrisi masing-masaing perlakuan

Bahan Ransum Perlakuan


R-0 R-1 R-2 R-3
Jagung giling 40,00 40,00 40,00 40,00
Dedak halus 6,00 6,00 6,00 6,00
Bungkil kelapa 7,00 7,00 7,00 7,00
Bungkil kedelai 25,00 19,00 13,00 7,00
Bungkil biji kapas 0 6,00 12,00 18,00
Tepung ikan 20,00 20,00 20,00 20,00
Minyak kelapa 1,50 1,50 1,50 1,50
Premix A 0,50 0,50 0,50 0,50
Total 100 100 100 100
Kandungan Nutrisi ransum
Protein kasar (%) 23,77 23,98 24,19 24,40
Serat kasar (%) 6,11 6,48 6,85 7,22
Lemak (%) 5,78 5,65 5,25 5,39
Kalsium (Ca) 1,20 1,18 1,16 1,14
Phospor (P) 0,80 0,79 0,78 0,77
ME kkal/kg 2874,28 2849,08 2823,88 2798,68

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 139


ISSN 1978 - 3000

makanan yang dikonsumsi dengan lebih rendah dibandingkan dengan


kenaikan bobot badan ternak. konsumsi ransum pada tigkat
Data penelitian dianalisis ragam penggantian 0% (R-0), 6% (R-1) dan 12%
dan diuji lebih lanjut dengan uji jarak (R-2), sedangkan tingkat pemberian 0%
berganda Duncan (Steel and Torrie, 1991) (R-0), 6% (R-1) dan 12% (R-2) tidak
berbeda nyata (P>0,05) terhadap
konsumsi ransum. Dari hasil tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN
berarti bahwa penggunaan bungkil biji
Rata-rata konsumsi ransum, kapas nyata menurunkan konsumsi
pertambahan bobot badan mutlak, ransum, semakin tinggi penggunaan
pertambahan bobot badan relative dan bungkil biji kapas, menunjukkan
konversi ransum dapat dilihat pada tabel konsumsi ransum nyata semakin
2. menurun. Hal ini menunjukkan bahwa
Hasil analisis ragam menunjukkan penggunaan BBK dapat menurunkan
bahwa level pemberian bungkil biji selera makan pada ayam, sehingga
kapas dalam ransum sebagai pengganti konsumsi ransum juga akan menurun.
sebagian bungkil kedelai memberikan Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) penggunaan BBK di dalam ransum, maka
terhadap konsumsi ransum, bobot badan serat kasarnya semakin tinggi sehingga
mutlak, bobot badan relative dan akan mempengaruhi konsumsi ransum.
konversi ransum. Hal ini sesuai pendapat Anggorodi (1985)
bahwa serat kasar untuk ayam broiler
Rataan konsumsi ransum per ekor masa pertumbuhan sebesar 4-6%. Antara
per hari pada tingkat penggantian perlakuan R-0, R-1 dan R-2 tidakj berbeda
bungkil kedelai dengan tepung bungkil nyata (P>0,05), hal ini berarti bahwa
biji kapas 0% (R-0), 6% (R-1), 12% (R-2) penggunaan BBK pada tingkat 6-12%
dan 18% (R-3) masing-masing sebesar jumlah ransum yang dikonsumsi relative
85,06 g, 85,39, 84,45 dan 81,65 g. Hasil sama. Hal ini disebabkan kandungan
analisis statistic menunjukkan bahwa protein dan energy tidak jauh berbeda
konsumsi ransum pada tingkat sehingga keadaan seperti ini tidak
pemberian 18% (R3) sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi konsumsi ransum.

Tabel 2. Rata-rata konsumsi ransum, pertambahan bobot badan mutlak, pertambahan bobot badan
relative dan konversi ransum

Perlakuan Konsumsi Ransum PBB Mutlak PBB Relatif Konversi

(gram/ekor/hari) (gram/ekor/hari)) (%/ekor/hari) Ransum


R0 85,06A 51,23A 21,08A
1,66aA
R1 85,39A 52,10 21,44A
1,63a
R2 84,45A 53,45B 21,98A
1,57bB
R3 81,65B 41,19C 16,96B
1,97C
Keterangan: * nilai yang diikuti dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda
sangat nyata (P<0,01)
*nilai yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata (0,05)

140 | Peforman Produksi Ayam Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas
ISSN 1978 - 3000

Jumlah ransum yang dikonsumsi serta pertumbuhan unggas ditentukan oleh


nilai gizi ransum akan mempengaruhi kandungan protein, energy dan
pertambahan bobot badan . imbangan zat-zat makanan lainnya dari
Hasil analiis ragam menunjukkan ransum yang dikonsumsi. Menurut
bahwa pada berbagai perlakuan Leeson and Summer (2001) pertumbuhan
penggunaan BBK memberikan pengaruh berat badan broiler mencapai 397
sangat nyata (P<0,01) terhadap PBB gram/ekor/mg dengan kebutuhan
mutlak dan relative. Hasil uji jarak konsumsi 728 gram/ekor/mg selama
berganda Duncan diketahui bahwa umur 1-7 minggu. Kecuali itu hal yang
pertambahan bobot badan mutlak tidak mempengaruhi pertumbuhan broiler
berbeda nyata (P>0,05) antara perlakuan menurut Amrullah (2004) adalah
R1 dan R2, berbeda nyata (P<0,01) R0 kepadatan ransum broiler dimana ayam
lebih kecil dari R2 dan berbeda sangat yang diberi ransum dengan pakan yang
nyata (P<0,01) lebih kecil R3 dari R0, R1 berkepadatan lebih rendah akan tumbuh
dan R2. Sedangkan pertambahan bobot lebih lambat dibandingkan dengan
badan relative tidak berbeda nyata ransum dengan kepadatan yang lebih
(P>0,05) antara perlakuan R0, R1 dan R2 tinggi.
dan berbeda sangat nyata (P<0,05) lebih Hasil analisis ragam konversi
kecil R3 dari R0, R1 dan R2. Hal ini ransum menunjukkan bahwa pada
berarti penggunaan BBK sampai dengan berbagai perlakuan penggunaan BBK
tingkat 12% tidak menurunkan berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Hasil
pertambahan bobot badan, pertambahan uji jarak berganda Duncan menunjukkan
bobot badan yang terbaik diperoleh pada bahwa konversi ransum pada perlakuan
penggunaan BBK pada tingkat 12%. R2 nyata (P<0,05) lebih kecil
Pertambahan bobot badan nyata (P<0,05) dibandingkan dengan konversi ransum
menurun bila poenggantian bungkil pada perlakuan R1; konversi ransum
kedelai dengan BBK sampai 18%. Hal ini pada perlakuan R0, R1 dan R2 sangat
disebabkan karena perlakuan R3 nyata (P<0,01) lebih rendah
konsumsi ransum yang paling rendah dibandingkan perlakuan R3, sedangkan
sehingga zat-zat makanan yang masuk antara perlakuan R0 dan R1 konversi
kedalam tubuh juga akan menurun dan ransum tidak berbeda nyata (P>0,05).
selanjutnya akan berpengaruh terhadap Dari hasil tersebut berarti bahwa
pertambahan bobot badan. Kecuali itu penggunaan BBK yang terbaik adalah
imbangan protein dan energy pada perlakuan R2 yaitu sebesar 12%. Hal ini
perlakuan R3 menurun mencapai 1 : berarti tingkat penggunaan BBK di dalam
114,7. Menurut Murtidjo (1994), bahwa ransum senmakin efisisien, sehingga
imbangan protein dan energy untuk konversi ransum semakin kecil. Hal ini
ayam broiler fase awal sebesar 1 : 132 dan disebabkan kualitas ransum pada
fase akhir sebesar 1: 160. Kecilnya perlakuan R2 semakin baik. Kanisius
imbangan ini diesebabkan oleh (2000) menyatakan bahwa konversi
kandungan protein pada perlakuan R3 ransum dipengaruhi oleh kualitas
adalah yang paling tinggi, sementara ransum, semakin baik kualitas ransum
kandungan energy paling rendah dan maka konversi eansum yang diperoleh
serat kasarnya paling tinggi, sehingga semakin kecil atau efisien. Semakin kecil
pemanfaatan zat-zat makanan lebih angka konversi ransum semakin efisien
sedikit. Hal ini sesuai pendapat ternak tersebut menggunakan ransum
Ensminger at al (1990) bahwa yang diberikan

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 141


ISSN 1978 - 3000

SIMPULAN http://WWW:Fapet IPB. (20


Pebruari 2012)
Dari hasil penelitian dpt Kanisius.A.A (2000).Bertanam Kapas.
disimpulkan bahwa penggunaan Bungkil Kanisius. Yogyakarta
Biji Kapas (BBK) sebagai pengganti Lesson S dan JD Summer. 2001. Nutrition
bungkil kedelai akan menghasilkan of the chicken Fourth Ed. University
Pertambahan Bobot Badan (PBB), Book. Gaelph. Ontario. Canada
konversi ransum yang paling baik dicapai Murtidjo,BA. 1994. Pedoman Beternak
pada tingkat penggantian sebesar 12% Ayam Broiler. Kanisius,
Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA Steel RGD dan Torrie JH. 1991. Prinsip
dan Prosedur Statistika.NSuatu
Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa
Lembaga Satu Gunung Budi KPP Bambang Sumantri. Jakarta: PT
IPB Baranangsiang Bogor Gramedia
Anggorodi,R.1985. Kemajuan Mutakhir Wahju,J. 1988. Ilmu Nutrisi Unggas.
dalam Ilmu Makanan Ternak Gadjah mada University Press.
Unggas. University Indonesia Yogyakarta
Press, Jakarta Warintek-Mentri Negara Riset dan
apet IPB. 2012. Mengenal Beberapa Teknologi. 2012. Teknologi Tepat
Antinutrisi Pada Bahan Pakan. Guna. Http://WWW:
IPTEKNET.id (12 Pebruari 2012)

142 | Peforman Produksi Ayam Pedaging dengan Pemanfaatan Bungkil Biji Kapas
ISSN 1978 - 3000

Pengaruh Pemberian Air Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) terhadap


Kualitas Karkas Ayam Broiler

The Effect of Mengkudu Juice (Morinda citrifolia, L) on The Quality of Broiler Carcass

Yosi Fenita, Warnoto dan A. Nopis

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu


Jalan WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu email: yosifenita@yahoo.co.id

ABSTRACT

The objective of this research was to evaluate the broiler carcass quality given different level of mengkudu
juice. The research was conducted in The Farm Laboratory of Animal Science Department Agriculture
Faculty, University Bengkulu. The treatments were P0 (as control without mengkudu juice mixed into 1 liter
water), PI (25 ml mengkudu juice mixed into 1 liter water), P2 (50 ml mengkudu juice mixed into 1 liter
water), P3 (75 ml mengkudu juice mixed into l liter water). The research design used was Completely
Randomized Design. DMRT will be conducted in case of any significant differences among treatments. There
was no significant effect of mengkudu juice diluted in water on broiler carcasss percentage and carcass
portion, abdominal fat percentage, cooking loss and meat juice percentage. However the significant effect
(P<0.05) appeared on meat fat and meat protein. The results showed that the effect of mengkudu juice up to 75
ml in water wasn't positive influentially yet on carcass weight percentage and carcass portion, abdominal
fat percentage, cooking loss, and meat juice percentage. The positive effect wa s that meat fat decrease up
to 66.52% and meat protein could decrease up to 14,86%.

Key words, morinda citrifolia, quality carcass, broiler

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kualitas karkas ayam broiler yang diberi air buah mengkudu
dengan berbagai level pemberian di dalam air minum. Penelitian dilaksanakan di kandang unggas Jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Perlakuan air mengkudu adalah P0 (kontrol tanpa
pemberian air buah mengkudu), PI (25 ml air buah mengkudu di dalam 1 liter air minum), P2 (50 ml
air buah mengkudu di dalam 1liter air minum), dan P3 (75 ml air buah mengkudu di dalam1 liter air
minum).cPenelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) kalau berbeda diuji lanjut Duncan's
Multiple Range Test (DMRT). Perlakuan pemberian air buah mengkudu berpengaruh tidak nyata (P > 0,05)
terhadap terhadap persentase berat karkas dan bagian karkas, persentase lemak abdomen, susut masak,
dan kadar air daging, namun berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak daging dan kadar
protein daging. Penelitian ini menunjukkan pemberian air buah mengkudu sampai level 75 ml di dalam air
minum belum memberikan pengaruh positif terhadap persentase berat karkas dan bagian karkas,
persentase lemak abdomen, susut masak, dan kadar air daging, namun berpengaruh positif terhadap
variabel kadar lemak daging yang mampu menurunkan kadar lemak daging sampai 66,52% terhadap
kontrol, demikian juga terhadap kadar protein daging yang mampu meningkatkan kadar protein daging
sampai 14,86% terhadap kontrol.

Kata kunci : morinda citrifolia, kualitas karkas, broiler

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 143


ISSN 1978 - 3000

PENDAHULUAN Berdasarkan pengalaman pada manusia


tersebut diharapkan uji coba pada ayam
Produsen ayam broiler dewasa ini broiler nantinya akan berpengaruh positif
dituntut untuk menghasilkan ayam pada ayam broiler dengan kandungan
broiler dengan kualitas karkas yang baik. lemak yang lebih rendah. Penelitian ini
Hal ini berhubungan dengan selera dilakukan untuk mengevaluasi
konsumen yang cenderung pengaruh pemberian air buah
mengkonsumsi daging dengan kadar mengkudu terhadap persentase berat
lemak rendah, untuk menghindari karkas, lemak abdomen, susut masak,
pengaruh negatif lemak seperti timbulnya kadar air daging, kadar lemak daging,
bermacam penyakit diantaranya dan kadar protein daging ayam broiler.
kegemukan, diabetes, hiperlipida, jantung
koroner dan lain-lain (Wijayakusuma et
MATERI DAN METODE
al., 1996). Hal senada diungkapkan Fenita
(2011) bahwa kandungan lemak yang Kandang yang digunakan dalam
tinggi dapat mendorong timbulnya penelitian ini adalah kandang sistem
kegemukan (obesitas) dan gangguan postal yang diberi sekat, dengan setiap
penyakit jantung (arthery schlerosis). petak disediakan tempat pakan dan
Laporan lain menyatakan kandungan tempat minum. Petak-petak kandang
lemak yang tinggi pada daging bila tersebut berukuran 50 x 80 x 60 cm
dikonsumsi dapat berdampak negatif sebanyak 16 petak kandang. Untuk air
terhadap kesehatan, terutama penyakit mengkudu didapatkan dari buah
jantung koroner dan penyempitan mengkudu yang telah matang dicuci
pembuluh darah (Santoso, 1998). Buah lalu dihancurkan dengan blender,
mengkudu (Morinda citrifolia L) kemudian diperas untuk diambil airnya
merupakan salah satu tanaman obat yang atau sarinya dengan cara disaring
berkhasiat dapat mengobati berbagai menggunakan kain kasa.
penyakit seperti darah tinggi, jantung, Anak ayam yang digunakan adalah
obesitas, dan lain-lain. Penggunaan ayam broiler strain platinum. Ayam
mengkudu pada manusia sudah sangat dipisahkan secara acak ke dalam petak
populer untuk mengobati berbagai kandang litter dan setiap petak diisi 4
penyakit dalam bentuk jus mengkudu. ekor ayam. Ayam umur 3 hari dan 21 hari
Buah mengkudu mengandung alkaloid divaksin ND (Newcastle Disease). Pada
triterpenoid yang berfungsi mengatasi umur 4 hari sampai 42 hari ayam
darah tinggi dan kegemukan (Fenita et al dipelihara dengan ransum yang
2008). Berdasarkan hal tersebut, disusun sendiri berdasarkan imbangan
maka kemungkinan buah mengkudu energi dan protein NRC (1994) yaitu
dapat menurunkan kadar lemak pada pada masa starter (1 sampai 3 minggu)
ternak. Khasiat jus akan tampak bila terlihat pada tabel 2 dengan protein 23%
diminum rutin dengan dosis 100 ml satu dan energi 3200 kkal dan pada masa
jam sebelum makan, supaya dapat secara grower (4 sampai 6 minggu) seperti
cepat melewati lambung dan masuk ke yang terlihat pada tabel 3, dengan
usus halus untuk menghasilkan protein 20% dan energi 3200 kkal.
xeronine yang berguna memperbaiki Ransum dan air minum diberikan ad
sel yang rusak (Posman, 2001). Dengan libitum Bahan pakan penyusun ransum
demikian buah mengkudu dapat yang digunakan sebagai berikut (Tabel 1).
meningkatkan efisiensi metabolisme.

144 | Pengaruh Pemberian Air Buah Mengkudu


ISSN 1978 - 3000

Tabel 1. Komposisi zat-zat makanan bahan penyusun ransum (%).

Bahan Makanan Protein Lemak Serat Kasar Kalsium Phospor ME


(kkal/kg)
Jagung Kuning 9,27a 3,77a 3,77a 0,06a 0,29a 3.370b
Dedak Halus 13,81a 9,85a 9,85a 0,1a 1,94a 1.630b
Bungkil Kedelai 45,28a 1,33a 1,33a 0,9a 0,89a 2.240b
Tepung Ikan 58,75a 4,81a 4,81a 5,55a 3,38a 2.830b
Tepung Tulang - - - 24b 6b
Mineral Suplemen - - - 32,5 10c
Minyak Bimoli - 99d 99d 9000d
Keterangan: (a) Fenita (2008) (b) Anggorodi (1985). (c) Medion, (2002) Jakarta. (d) Intiboga sejahtera, (2002)
Jakarta.

Tabel 2. Formulasi ransum penelitian fase starter yaitu : 0 - 3 minggu (%).

Bahan Makanan Jumlah Protein Lemak SK Ca P ME (kkal/kg)


Jagung kuning 55.5 5,14 2,09 1,57 0,03 0,16 1.870,35
Dedak Halus 5.0 0,69 0,49 0,27 0,01 0,10 81,50
Bungkil Kedelai 20,0 9,06 0,27 0,62 0,08 0,18 448,00
Tepung Ikan 14,0 8,23 0,67 0,15 0,78 0,47 396,20
Tepung Tulang 0,5 - - - 0,12 0,03 -
Mineral Suplemen 0,5 - - - 0,16 0,05 -
Minyak Bimoli 4,5 - 4,46 - - - 405,00
Total 100 23,12 7,98 2,61 1,18 0,99 3.000,05

Tabel 3. Formulasi ransum penelitian fase grower yaitu : 3 - 6 minggu (%).

Bahan Makanan Jumlah Protein Lemak SK Ca P ME (kkal/kg)


Jagung kuning 60.0 5,56 2,26 1,69 0,04 0,17 2.022,00
Dedak Halus 7.0 0,97 0,69 0,38 0,01 0,14 114,10
Bungkil Kedelai 19,5 8,83 0,26 0,61 0,08 0,17 436,80
Tepung Ikan 8.0 4,70 0,38 0,09 0,44 0,27 226,40
Tepung Tulang 0,5 0,12 0,03
Mineral Suplemen 0,5 0,16 0,05
Minyak Bimoli 4,5 4.46 405.00
Total 100 20,06 8,05 2,77 0,85 0,83 3,204,30

Penelitian ini bersifat eksploratif P0 : 0 ml air buah mengkudu dalam 1


dari penelitian yang dilakukan pada liter air.
manusia dengan dosis 300 ml/hari, P 1: 25 ml air buah mengkudu dalam 1
dengan asumsi berat badan manusia 50 liter air.
kg dikonversikan dengan asumsi berat P2: 50 ml air buah menkudu dalam 1
broiler 1,5 kg diperoleh dosis 9 ml/ hari liter air.
untuk ayam broiler atau 6% dan P3: 75 ml air buah mengkudu dalam 1
konsumsi air minum ayam broiler pada liter air.
umur 6 minggu yaitu 160 ml/ hari . Data yang diperoleh, dianalisis
Berdasarkan perhitungan diatas maka dengan menggunakan sidik ragam.
perlakuan yang diberikan sebagai Apabila terdapat perbedaan yang nyata
berikut: antara perlakuan dilakukan uji lanjut

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 145


ISSN 1978 - 3000

dengan DMRT (Duncan's Multiple Range 6. Kadar Protein Daging. Analisis


Test) (Yitnosumarto, 1991). proksimat untuk memperoleh kadar
protein dengan cara menganalisis
Variabel Yang Diamati sampel bebas lemak dengan alat Kjeldahl.
1. Persentase Berat Karkas. Berat karkas Analisis ini menggunakan asam sulfat
adalah berat broiler setelah dipotong, dengan suatu katalisator dan
dibului, dikurangi dengan kepala, leher, pemanasan. Zat organik dari sampel
kaki dan seluruh bagian organ dalam. lalu dioksidasi oleh asam sulfat tadi dan
Persentase berat karkas merupakan nitrogen dirubah ke dalam amonium
perbandingan berat karkas dengan berat sulfat. Sedangkan kelebihan asam sulfat
hidup dikali seratus persen. akan dinetralisir oleh NaOH dan
2. Persentase Lemak Abdominal. sampai larutan menjadi basa. Dari
Pengukuran lemak abdomen diperoleh amonium sulfat tadi lalu didestilasi
dengan menimbang lemak di rongga dalam medium asam untuk mendapatkan
perut dari dasar kloaka hingga bagian nitrogen secara kuantitatip. Karena
yang melekat pada gizzard, kemudian protein rata-rata mengandung 16%
lemak ditimbang dan dipersentase Nitrogen, maka faktor 100%/16% = 6,25
dengan berat hidup. harus dipakai untuk mendapatkan nilai
3. Susut Masak (CookingLoss). Cooking protein kasar (protein kasar = N% x 6,25).
loss diperoleh dari daging bagian dada
yang dipanaskan selama 20 menit pada
suhu 800C, kemudian dihitung dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
mengurangkan berat sebelum dikukus
1. Persentase Berat karkas dan Bagian
dengan berat setelah dikukus dibagi
Karkas
berat sebelum dikukus dikalikan seratus
Pengaruh pemberian air buah
persen.
mengkudu terhadap persentase berat
4 Kadar Air Daging. Kadar air diperoleh
karkas dan bagian karkas dapat dilihat
dari sampel dengan cara menimbang
pada Tabel 4.
sampel lalu dipanaskan dalam oven pada
Hasil sidik ragam menunjukkan
temperatur 105C. Pemanasan berjalan
bahwa pemberian air buah mengkudu
hingga sampel tidak lagi turun beratnya.
berpengaruh tidak nyata terhadap
Setelah pemanasan sampel daging
persentase berat karkas (P>0,05). Hal ini
disebut sampel bahan kering dan
menunjukkan pemberian air buah
pengurangannya dengan sampel daging
mengkudu sampai taraf 75 ml di dalam 1
disebut persen air atau kadar airnya.
liter air minum belum memperbaiki
5. Kadar Lemak Daging. Kadar lemak
persentase berat karkas ayam broiler.
daging diperoleh dari analisis
Persentase karkas pada penilitian ini
Proksimat di laboratorium dengan
berkisar 58,04% 60,08%, kisaran ini jauh
mengambil bagian dada sebagai sampel
dari pendapat yang dikemukakan oleh
untuk memperoleh kadar lemak daging
Winarno (1993), bahwa persentase berat
dari karkas ayam broiler hasil penelitian.
karkas berkisar antara 65% - 75% dari
Kadar lemak daging diperoleh dari
berat hidup. Hal ini diduga karena
sampel daging bebas air diekstrasi
pengaruh pakan yang belum dapat
dengan dietil eter selama beberapa jam,
memenuhi kebutuhan nutrisi ayam
maka bahan yang didapat adalah lemak,
broiler secara lengkap, dugaan ini
dan eter akan menguap.
dikarena penggunaan tepung ikan yang

146 | Pengaruh Pemberian Air Buah Mengkudu


ISSN 1978 - 3000

Tabel 4. Rataan persentase berat karkas dan bagian karkas

Perlakuan Persentase Karkas (%) Persentase Bagian Karkas (%)


Dada Paha Sayap Punggung
P0 60,08 29,65 31,31 13,87 25,33
P1 58,32 27,10 32,80 13,06 25,94
P2 58,04 28,24 33,84 13,48 24,42
P3 60,36 28,42 31,58 13,39 26,29
SD 1,99 2,06 2,46 0,71 3,54
P 0,28ns 0,41ns 0,47ns 0,50ns 0,90ns
Keterangan ns : tidak berbeda nyata (P>0,05); SD = Sandar Dviasi ; P = Probabilitas
P0 : Kontrol perlakuan
P1 : 25 ml air buah mengkudu di dalam 1 liter air minum
P2 : 50 ml air buah mengkudu di dalam 1 liter air minum
P3 : 75 ml air buah mengkudu di dalam 1 liter air minum

terlalu rendah yaitu tidak mencapai sampai taraf 75 ml liter air buah
tingkat 10% bahan pakan, yang mengkudu di dalam 1 liter air minum
dibandingkan dengan penggunaan pada belum memberikan pengaruh yang
penelitian sebelumnya Fenita et al (2008) positif terhadap persentase berat karkas.
mencapai tingkat 13% dari campuran Hal ini menunjukkan dosis yang
bahan pakan. Tepung ikan merupakan diberikan belum dapat memperbaiki
sumber asam amino esensial bagi ayam persentase berat karkas ayam broiler.
broiler. Hasil penelitian ini juga rendah Persentase berat dada, paha, dan
jika dibandingkan dengan penelitian sayap antar perlakuan dan kontrol
penggunaan tepung buah mengkudu di menunjukkan perbedaan yang tidak
dalam ransum ayam broiler. Namun nyata (P>0,05). Menurut Soeparno (1998)
demikian rendahnya persentase berat genetic dan lingkungan mempengaruhi
karkas hasil penilitian ini tidak kecepatan pertumbuhan komponen-
menunjukkan perbedaan antara komponen karkas tubuh.
perlakuan pemberian air buah mengkudu
dengan kontrol perlakuan yaitu tanpa 2. Persentase Lemak Abdomen,
pemberian air buah mengkudu. Jika Persentase Susut Masak (Cooking Loss),
dibandingkan penggunaan tepung buah Kadar Air Daging, Kadar Lemak Daging
mengkudu di dalam pakan juga belum dan Kadar Protein Daging
memberikan pengaruh yang nyata Perhitungkan sidik ragam
terhadap persentase berat karkas (Fenita, memperlihatkan perbedaan yang tidak
2010). Air buah mengkudu mengandung nyata antar perlakuan terhadap
zat-zat aktif yang bermanfaat bagi tubuh persentase lemak abdomen (P>0,05),
dan bekerja seperti halnya suplemen bagi namun demikian pada perlakuan P3
ternak. Air buah mengkudu mengadung menunjukkan penurunan lemak
proxeronine proxexoniase yang bekerja abdomen dibandingkan dengan
menyediakan xeronine (Sjahbana dan perlakukan P0, P1, dan P2. kenyataan ini
Bahalwan, 2002). Xeronine berfungsi menunjukkan perlakuan pemberian air
memperbaiki sel yang rusak dan bekerja buah mengkudu menunjukkan mulai
pada tingkat molekuler yang diharapkan terlihat berpengaruh terhadap pesentase
dapat memperbaiki persentase berat lemak abdomen ayam broiler pada
karkas. Namun dari percobaan yang perlakuan P3 ( 75% ml air buah
dilakukan pemberian air buah mengkudu mengkudu dalam 1 liter air minum).

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 147


ISSN 1978 - 3000

Penelitian sebelumnya yang pendapat Soeparno (1998) persentase


menggunakan tepung buah mengkudu susut masak bervariasi antara 1,5%
menunjukkan hasil yang berbeda sangat sampai dengan 54% dengan kisaran 15% -
nyata dari kontrol dengan perlakuan 40 %. Hal ini menujukkan kehilangan zat
terhadap penurunan lemak abdomen nutrisi akibat pemasakan relatif kecil.
ayam broiler (Fenita, 2010). Penurunan Hasil sidik ragam menunjukkan
persentase lemak abdomen tersebut perlakuan pemberian air buah mengkudu
sesuai dengan pendapat Solomon (2004) pada ayam broiler tidak berpengaruh
bahwa jus mengkudu sangat efektif nyata (P>0,005) terhadap kadar air
untuk menyembuhkan kegemukan daging. Namun demikian hasil penilitian
(obesitas). Di dalam air buah mengkudu menunjukkan penurunan dari P0
mengandung zat aktif yang berperan dibandingkan perlakuan P1, P2, dan P3
menurunkan kadar lemak, yang bekerja masing-masing 2,5%, 2,7%, dan 4%.
memblok penyerapan kolesterol sehingga Semakin rendahnya kadar air daging
dapat menurunkan kadar kolesterol semakin rendah pula kehilangan berat
dalam darah. Zat tersebut adalah daging akibat penguapan. Penurunan
senyawa steroid yang di sebut kadar air daging berkorelasi positif
sitosterol. Steroid ini dalam kerjanya akan dengan penurunan kadar lemak daging,
menurunkan kadar lemak abdomen. dimana lemak tidak dapat mengikat air,
Penurunan kadar lemak abdomen ayam maka semakin tinggi kadar lemak maka
broiler pada peniltian ini juga kadar air semakin rendah. Demikian juga
dipengaruhi oleh alkaloidtriterpenoid terhadap kadar protein berkorelasi positif
yang terkandung di dalam air buah dengan kadar air, karena kemapuan
mengkudu. Wijayakusuma et al. (1996) protein mengikat air, tetapi kenyataan
menyatakan bahwa buah mengkudu pada penelitian ini peningkatan kadar
mengandung alkaloidtriterpenoid yang protein tidak diikuti dengan peningkaan
berperan mengatasai kegemukan kadar air, hal ini diduga yang terdapat di
(obesitas). Dalam hal ini kegemukan dalam daging adalah air bebas yang tidak
dapat diartikan juga salah satu bentuk terikat oleh protein.
penumpukan lemak pada ayam broiler. Hasil sidik ragam menunjukkan
Pengaruh pemberian air buah perlakuan pemberian air buah mengkudu
mengkudu terhadap rataan persentase berpengaruh nyata terhadap kadar lemak
susut masak terlihat pada Tabel 5. daging ( P<0,01). Perbedaan ini jelas
Hasil sidik ragam menunjukkan sekali ditunjukkan pada setiap perlakuan,
perbedaan yang tidak nyata antara dimana dari setiap perlakuan mengalami
perlakuan terhadap susut masak (P>0,05), kadar lemak daging dimulai dari P0
hail ini terlihat dari selisih yang sangat dengan P1 mengalami penurunan kadar
kecil dari setiap perlakuan mulai dari P0, lemak sebesar 32,64%, P0 dengan P2
P1, P2, dan P3. Secara umum pemberian sebesar 64,04%, dn P0 dengan P3 sebesar
air buah mengkudu belum 66,52%. Hasil ini membuktikan
memperlihatkan pengaruh yang baik pemberian air buah mengkudu mulai dari
terhadap persentase susut masak, hal ini P1 sampai P3 efektif menurunkan kadar
dapat dilihat dari persentase susut masak lemak daging ayam broiler. Kenyataan ini
yang belum menunjukkan penurunan sesuai dengan pendapat Wijayakusuma et
dari perlakuan terhadap kontrol, namun al. (1996) bahwa air buah mengkudu
masih dalam kisaran normal. Hasil mengandung alkaloidtriterpenoid yang
penelitian ini masih relevan dengan berfungsi mengatasi darah tinggi dan

148 | Pengaruh Pemberian Air Buah Mengkudu


ISSN 1978 - 3000

Tabel 5. Rataan persentase susut masak

Perlakuan Persentase Persentase Lemak Kadar Air (%) Kadar Lemak Kadar Protein
Susut Masak Adbomen (%) Daging (%)
(%)
P0 15,45 1,26 72,39 2,42a 20,27a
P1 17,09 1,51 70,52 1,63b 23,49b
P2 15,78 1,26 70,41 0,87c 23,16b
P3 15,78 1,03 69,44 0,81c 23,81b
SD 1,61 0,16 1,93 0,74 1,49
P 0,52ns 0,23ns 0,17ns 0,0001** 0,01*
Keterangan ns = tidek berbeda nyata (P>0,05); SD = Standar Deviasi; P = Probabilitas

kegemukan. Hal ini juga telah diteliti oleh


Solomon (2004), dari peniltian yang SIMPULAN
dilakukan air buah mengkudu mampu
Pemberian air buah mengkudu
mengobati kegemukan pada manusia
terhadap kualitas karkas ayam broiler
dengan tingkat keberhasilan 71%. Dalam
sampai taraf pemberian 75 ml dalam
hal ini zat aktif yang berperan dalam
satu liter air minum belum memperbaiki
menurunkan kadar lemak daging adalah
persentase berat karkas, dan susut
senyawa steroid yang disebut sitosterol.
masak, namun berpengaruh positif
Senyawa ini bekerja memblok
menurunkan persentase lemak abdomen
penyerapan kolesterol sehingga dapat
maupun kadar lemak daging. Demikian
menurunkan kadar kolesterol dalam
juga terhadap kadar protein daging
darah dan akhirnya menurunkan kadar
menunjukkan peningkatan yang
lemak dalam daging.
signifikan.
Hasil sidik ragam menunjukkan
perlakuan pemberian air buah mengkudu
pada ayam broiler berpengaruh sangat DAFTAR PUSTAKA
nyata terhadap kadar protein daging
(P<0,01). Hal ini terlihat dari peningkatan Anggorodi. 1985. Kemajuan Mutakhir
kadar protein dan asam amino yang dalam Ilmu Makanan Ternak
terkandung di dalam air buah mengkudu. Unggas. Universitas Indonesia,
Buah mengkudu mengandung asam Jakarta.
amino seperti L-arginine, alanine, dan Fenita, Y., Hidayat dan M. Sukma. 2008.
mengandung 19,24% protein (Sjabana dan Pengaruh pemberian air buah
Bahalwan, 2002). mengkudu (Morinda citrifilia)
Ayam broiler membutuhkan terhadap performans dan berat
protein untuk hidup pokok, organ dalam ayam broiler. Jurnal
pertumbuhan jaringan, dan pertumbuhan Sain Peternakan Indonesia. Vol 3
bulu (Wahyu, 1992). Protein diperoleh no 2 Juli-Desember 2008. Jurusan
dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak Peternakan Fakultas Pertanian
dan kelebihan protein akan disimpan di Universitas Bengkulu.
dalam otot sebagai cadangan energi Fenita Y. 2010. Pengaruh pemberian
(Wahyu, 1992). tepung buah mengkudu (Morinda
citrifolia) dalam ransum terhadap
bobot karkas, bobot organ dalam,
dan kadar kolesterol dalam darah

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No 2. Juli Desember 2011 | 149


ISSN 1978 - 3000

ayam broiler. Seminar Nasional Sjabana,D, dan Bahalwan, R.R. 2002.


Rapat Dekan BKS Barat. Fakultas Pesona Tradisional dan Ilmiah
pertanian Universitas Bengkulu, Mengkudu. Seri Referensi Herbal.
Bengkulu Salemba Medika. Edisi I, Jakarta.
NRC. 1994. Nutrient Requirements of Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Ternak
Poultry. National Academy of Unggas. Gajah Mada University
Sciences. Washington, D. C. Press, Yokyakarta.
Posman, S. 2000 Sari buah mengkudu Wijayakusuma, H.S. Darlimata dan A.S
mampu redam berbagai penyakit. Wirian, 1996. Tanaman Berkhasiat
Majalah Nova. No 705/XIV: 28-29. di Indonesia. Pustaka Kartini,
Santoso, U. 1998. Pengaruh pemberian Jakarta.
ekstrak daun keji beling Winarno, F. G., 1993. Kimia Pangan dan
(Strohilanthes crispus BL) terhadap Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
performans dan akumulasi lemak Jakarta.
pada broiler. Jurnal Peternakan dan Yitnosumarto, S., 1991. Percobaan,
Lingkungan. V (6): 10-14. Analisis dan Interprestasinya.
Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Daging. Gadjah Mada University Utama, Jakarta
Press,. Yogyakarta. .

150 | Pengaruh Pemberian Air Buah Mengkudu


INDEKS PENULIS
VOLUME 6 NO 2, JULI DESEMBER 2011

Asnath M. Fuah, 115


A. Nopis, 143
Andi Mushawwir, 77
Basyaruddin Zain, 89
Chairun Nisa, 97
Diding Latipudin, 77
Eli Sahara, 137
Heri D. Putranto, 103
Kamsiah, 125
Kususiyah, 83
Luki Abdullah, 115
Meisji L. Sari, 97
Muhakka, 137
Peni S. Hardjosworo, 97
Rustama Saepudin, 115
Ronny R. Noor, 97
Sofia Sandi, 137
Warnoto, 143
Yenni Okfrianti, 125
Yessy Fitryani, 125
Yosi Fenita, 143
INDEKS SUBJEK
VOLUME 6 NO 2, JULI DESEMBER 2011

Apis cerana, 115


Ayam Burgo betina, 103
ayam petelur, 77
broiler, 143
bungkil biji kapas, 137
bungkil kedelai, 137
daging, 125
Daging, 89
ekstrak, 89
fertilitas, 97
Income Over Feed and Chick Cost, 83
integrasi, 115
Itik Pegagan, 97
Katuk, 89
kopi, 115
kualitas karkas, 143
Lemuru, 89
morinda citrifolia, 143
organoleptik, 125
ovarium, 103
oviduk, 103
panas, 77
penetasan, 97
performans, 89
Performans Peraskok, 83
produksi, 115
produksi telur, 103
Protease, fisik, 125
ransum, ayam broiler, 137
regulasi, 77
telur tetas, 97
vitamin E, 89
JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA
(Indonesia Animal Science Journal)
ISSN 1978 3000

Yang Bertanda Tangan dibawah ini:

Nama : .....
Lembaga/Perguruan Tinggi : .....
Alamat :......
: .....
Kabupaten/Kodia : .....

Propinsi : .....
Kode Pos : .....
e- mail : .....
Telepon/HP : .
Fax : .

Menyatakan untuk membeli/memesan/ berlangganan Jurnal Sain Peternakan Indonesia:

Volume :

Nomor :

Sebanyak :

Biaya Pembelian/pemesanan (ditambah ongkos kirim) sebesar


Dibayar secara
(a) Langsung
(b) Transfer ke BNI 46 Cabang Bengkulu No Rek. 0121959902 a.n. Gema Pertiwi, S.E.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kirimkan formulir ini ke Redaksi Jurnal Sain Peternakan Indonesia, Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Jl. Raya Kandang Limun Bengkulu 38371 A
Telp. (0736) 21170 psw. 219.

Atau melalui Email: jspi@unib.ac.id atau jspiunib@yahoo.com.


PETUNJUK PENULISAN NASKAH/ARTIKEL

JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA (Indonesia Animal Science Journal)

1. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, memuat tulisan/karya ilmiah dalam bidang Ilmu Peternakan.
Manuskrip dapat berupa hasil penelitian, telaah/tinjauan pustaka, kasus lapang dan gagasan. Naskah
harus asli (belum pernah diterbitkan) menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Jurnal ini
terbit 2 kali dalam setahun yaitu Januari Juni dan Juli Desember.
2. Naskah atau artikel dikirim bersama soft copy dan cetakan lengkap sebanyak 3 (tiga) eksemplar atau
melalui E-mail dengan menggunakan pengolah kata Microsoft Word, ataupun Open Office diketik
menggunakan kertas A4, fonta Times New Roman berukuran 11 kecuali abstrak dan tabel dengan
ukuran fonta 9, margin kiri dan kanan 2,5 cm, margin atas dan bawah 2,5 cm. Ditulis dalam spasi 2
dan jumlah halaman seluruhnya tidak lebih dari 15 halaman.
3. Naskah Asli/Artikel asli harus diselaraskan dalam judul (dalam bahasa Indonesia dan Inggris,
pendahuluan, materi dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar
pustaka)
4. JUDUL ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (jika artikel berbahasa Indonesia, jika
naskah dalam bahasa Inggris maka tidak perlu judul bahasa Indonesia), jumlah kata tidak melebihi
dari 15 (lima belas) kata. Nama penulis dan alamat, termasuk email penulis ditulis dibawah judul.
5. ABSTRACT, ditulis dalam bahasa Inggris, singkat dan padat serta dibawahnya dituliskan Key words
atau Kata kunci tidak lebih dari 5 9lima0 kata. Jumlah kata dalam Abstract tidak lebih dari 200 kata.
6. ABSTRAK, ditulis dalam bahasa Indonesia, singkat dan padat serta di bawahnya ditulis kata kunci.
Jumlah kata dalam Abstract tidak lebih dari 200 kata.
7. PENDAHULUAN, memuat latar belakang penelitian berdasarkan bahan pustaka yang relevan, tujuan
dan hipotesis penelitian (hipotesis tidak diperlukan dalam telaah/ tinjauan pustaka).
8. MATERI DAN METODE, memuat materi dan metode yang digunakan dalam kajian secara rinci dan
singkat serta analisis statistik yang digunakan.
9. HASIL DAN PEMBAHASAN, memuat hasil penelitian yang berupa ulasan, tabel atau grafik.
Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian yang dirujuk dengan bahan pustaka yang relevan dan
telah termuat dalam pendahuluan.
10. SIMPULAN, memuat kesimpulan atas hasil dan pembahasan secara singkat dan padat dan tidak
boleh lebih dari satu alenia.
11. SARAN, memuat saran - saran atau masukan yang perlu disampaikan berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan.
12. DAFTAR PUSTAKA, disusun dengan memuat nama berdasarkan abjad, tahun, judul, Penerbit, Kota,
halaman tanpa nomor urut. Memuat minimal 7 (tujuh) buah jurnal ilmiah.
Contoh penulisaan daftar pustaka:

Antalikova, J., M. Baranovska, I. Mravcova, V. Sabo dan P. Skrobanek. 2001. Different Influence of
Hypodynamy on Calcium and Phosphorus Levels in Bones of Male and Female Japanese Quails.
http://www.biomed.cas.cz/physiolres. 20 April 2001.
Fenita, Y., I. Badarina, dan E. Tamsar. 2005. Uji kerusakan lemak ransum ayam petelur yang
menggunakan minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) dengan penambahan bawang putih
sebagai antioksidan alami selama penyimpanan. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, 8 (4) :45-48.

CATATAN: Tabel, Gambar, Grafik dan sejenisnya diletakkan di lembar terpisah (tidak masuk di
dalam teks), yaitu setelah Daftar Pustaka.

INFORMASI TAMBAHAN:
Jurnal ini terbit dua kali dalam setahun (periode januari-Juni dan Juli Desember). Naskah dapat dikirim
melalui email: jspiunib@yahoo.com dan jspi@unib.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai