Ayam Pedaging Jant an yang Dipelihara di Dat aran T inggi Sulawesi Selat an Produkt ivit asnya L…
Rudi Afnan
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PET ERNAKAN BERKELANJUTAN 7 “Pengembangan Sumber Daya Lok…
Muhammad Cahyadi, t at an kost aman, Rist ika Handarini, Muhammad Yusuf Fajar, S.Pt ., Emy Saelan, E…
Seminar Nasional Teknologi dan Agribisnis Pet ernakan (SERI IV) "Opt imalisasi Teknologi dan Agribisnis…
Marina Sulist yat i, bayu A at moko, ari susant i, Muhammad Yusuf Fajar, S.Pt .
Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 622-633
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.4.622
Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet
Kemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016
1
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
2
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Jln. Agathis, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia
Email: anasqurniawan@gmail.com (08111196234)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan berdasarkan ketinggian tempat
pemeliharaan yang berbeda terhadap mikroklimatik dan performans produksiayam pedaging di Kabupaten
Takalar, Sulawesi Selatan. Sampel yang digunakan sebanyak 180 ekor ayam pedaging strain
Lohmannyang terdiri dari 90 ekor jantan dan 90 ekor betina. Penelitian menggunakan rancangan acak
kelompok (RAK) dengan pola faktorial. Faktor pertama adalah ketinggian tempat (rendah <300 m dpl,
sedang 300-600 m dpl, dan tinggi >700 m dpl), faktor kedua berdasarkan jenis kelamin (jantan dan
betina) ayam pedaging. Data yang diperoleh dianalisis dengan dengan sidik ragam dan bila berpengaruh
nyata dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian tempat berpengaruh
nyata terhadap status fisiologi berupa suhu rektal, performans produksi berupa konsumsi pakan, konsumsi
air minum, bobot badan akhir, dan food conversion rate/FCR. Perbedaan jenis kelamin berpengaruh nyata
terhadap konsumsi pakan, konsumsi air minum, bobot badan akhir pemeliharaan, dan bobot karkas.
Terdapat interaksi antara ketinggian tempat dan jenis kelamin pada pertambahan bobot badan.
Ketinggian tempat (altitude) memengaruhi status fisiologis dan performa produksi. Performa produksi
ayam jantan lebih tinggi dibanding betina.
ABSTRACT
The aim of this study was to identify the environmental factors of chickens based on the different altitude
breeding against the microclimatic and performance production in Takalar district, South Sulawesi. A
total of 180 Lohmann strain chickens consisted of 90 male chickens and 90 female chickens. A randomized
block design with two factorial patterns was used in this study. The first factor was based on altitude (low
<300 mabove sea level, medium 300-600 m, and high >700 m ), the second factorwas based on gender
(male and female). Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA) and then the significant effect
was followed with Tukey test. The results showed that the altitudehad a significant effect against the
physiological status (rectal temperature), production performance (feed intake), water intake, final body
weight, and FCR. The male and female chickens had a significant effect against feed intake, water intake,
breeding final body weight, and carcass weight. There was interaction between altitude and sex on weight
gain performances. The altitudes may influence the effects of physiological status and production
performance. The production performance of male seems to behigher than the female.
622
Anas Qurniawan, et al Jurnal Veteriner
623
Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 712-723
Keterangan :
THI = Temperatur humidity index, °C Persentase karkas dihitung menggunakan
db = Dry-bulb temperatur, °C rumus:
wb = Wet-bulb temperatur, °C
berat karkas (g)
Kecepatan Angin Persentase karkas (%) = x 100%
Kecepatan angin diukur menggunakan berat hidup (g)
anemometer pada masing-masing lokasi petak
kandang (depan, tengah, dan belakang). Rancangan Penelitian dan Analisis data
Pengukuran dilakukan pada ketinggian 50 cm Penelitian ini menggunakan rancangan
di atas lantai kandang. Data diambil tiga kali acak kelompok (RAK) dengan dua faktor, faktor
sehari yaitu pukul 07.00, 12.00, dan 17.00 pertama berdasarkan ketinggian tempat
WITA. (rendah <300 m dpl, sedang 300-600 m dpl, dan
tinggi >600 m dpl) dan faktor kedua berdasarkan
Suhu Rektal jenis kelamin (jantan dan betina), dengan
Suhu rektal diukur dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
termometer rektal yang dimasukan kedalam
rektum ayam pedaging sedalam 2 cm selama Yijk = µ + Li + Sj + (LS)ij + ijk
satu menit. Pengukuran dilakukan sebanyak
tiga kali untuk kemudian dicari rataannya. Yijk : Performa poduksi akibat pengaruh
ketinggian tempat ke-i dan jenis
Konsumsi Pakan kelamin ke-j serta interaksi antara
Konsumsi pakan (g ekor-1minggu-1) diukur keduanya.
dari jumlah pakan yang diberikan dikurangi µ : Nilai tengah umum
sisa pakan. Konsumsi pakan dihitung setiap Li : Pengaruh kelompok ketinggian tempat
minggu kemudian dicari rataannya. Pemberian ke-i (i= rendah, sedang, tinggi)
pakan dilakukan secara ad libitum. Sj : Pengaruh kelompok jenis kelamin ke-
j (j= jantan, betina)
Konsumsi Air Minum (LS)ij : Interaksi antara ketinggian ke-i dan
Konsumsi air minum (mL ekor-1minggu-1) jenis kelamin ke-j
diukur dari jumlah air minum yang diberikan ijk : Pengaruh galat
dikurangi sisa air minum. Konsumsi air
minum diukur setiap hari kemudian dicari Data dianalisis dengan uji sidik ragam dan
rataannya. Pemberian air minum dilakukan apabila terdapat perbedaan yang nyata dilan-
secara ad libitum. jutkan dengan uji Tuckey.
624
Anas Qurniawan, et al Jurnal Veteriner
625
Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 712-723
mengikuti suhu lingkungan. Kenaikan suhu 27°C dengan kelembapan 50%, 65%, dan 80%
lingkungan sangat memengaruhi performans mengahsilkan THI sebesar 14,8°C sampai
produksi ayam pedaging. Sulistyoningsih (2004) 26,9°C.
menyatakan kenaikan suhu dalam kandang dari THI terbagi menjadi tiga kategori, yaitu
21,1°C menjadi 32,2°C mengakibatkan THI tinggi pada 29,65-29,90°C berada
konsumsi pakan berkurang hingga 20,2%. pemeliharaan minggu II-III dataran rendah.
Kelembapan. Kelembapan relatif (Tabel Kategori THI moderat pada 28,34-29.11°C di
2) lebih tinggi pada pagi hari di dataran sedang. dataran sedang dan sebagian dataran tinggi
Rataan kelembapan relatif dataran rendah, serta THI rendah pada 27,06 °C ke bawah di
sedang, dan tinggi berturut-turut 81%, 94%, 87% dataran tinggi (Tabel 2). Jika membandingkan
(pagi hari), 65%, 79%, 72% (siang hari), dan hasil performans produksi ayam pedaging di tiga
73%, 88%, 83% (sore hari). Kelembapan lokasi berbeda, lokasi pemeliharaan dataran
berkaitan dengan suhu udara. Semakin tinggi tinggi lebih baik dibandingkan dua lokasi
suhu udara maka kelembapan rendah. lainnya. Lokasi dataran tinggi memiliki kondisi
Sebaliknya semakin rendah suhu udara maka suhu dan kelembapan yang lebih baik sehingga
kelempaban tinggi. Umar (2012) menyatakan ayam pedaging berada pada zona nyaman untuk
bahwa salah satu faktor yang memengaruhi mengkonsumsi pakan sehingga berdampak
kelembapan udara di suatu tempat adalah suhu. pada pertambahan bobot badan mingguan dan
Daerah yang memiliki suhu udara yang tinggi bobot akhir pemeliharaan.
memiliki kelembapan rendah karena suhu udara
yang tinggi dapat mempercepat penguapan air Kecepatan Angin
sehingga uap air yang terkandung di tempat Kecepatan angin diukur untuk mengetahui
tersebut sangat sedikit. Suhu dan kelembapan seberapa besar sirkulasi udara dalam kandang.
yang tinggi dapat menjadi penyebab utama stres Kecepatan angin dapat berubah-ubah setiap
pada ternak. Kenaikan suhu dan kelembapan saat, dan salah satu faktor penyebabnya oleh
kandang disebabkan oleh lingkungan, letak adanya perbedaan tekanan udara pada suatu
kandang atau posisi kandang. wilayah. Kecepatan angin pada dataran rendah
THI. THI telah dikembangkan untuk sangat tinggi karena dekat dengan laut dan
menilai dampak lingkungan termal status hembusan angin tinggi sering berulang.
termoregulasi ternak (Purswell et al., 2012). Rataan kecepatan angin harian (Tabel 3)
Gates et al. (1995) menggunakan THI ayam yang paling tinggi pada dataran rendah yaitu
petelur untuk menilai produksi ayam broiler 27,39 meter detik -1 , sedangkan rata rata
terhadap stres panas karena kurangnya kecepatan angin pada dataran sedang 1,91 meter
informasi tentang THI untuk ayam broiler. detik-1 dan dataran tinggi 1,95 meter detik-1.
Indeks suhu kelembapan atau THI adalah Kecepatan angin untuk semua lokasi kandang
ukuran gabungan dari suhu lingkungan dan berdasarkan waktu (pagi, siang, dan sore) tidak
kelembapan relatif yang merupakan cara yang berbeda. Yahav et al. (2001) melaporkan
berguna dan mudah untuk menilai risiko stres terdapat pengaruh kecepatan angin (0.5 m s-1,
panas. Purswell et al. (2012) melaporkan 1.0 m s-1, 1.5 m s-1, 2.0 m s-1, 2.5 m s-1, 3 m s-1)
lingkungan termal dari perkandangan ayam dan kelembapan kandang 60% terhadap
pedaging dengan bobot lebih besar dari 3,2 kg, performans produksi ayam broiler pada bobot
yaitu suhu kering pada kisaran 15°C, 21°C, dan badan, pemberian pakan, dan efisiensi pakan.
Tabel 3. Kecepatan angin (meter detik-1) dalam kandang ayam pedaging (rata rata ±SD)
626
Anas Qurniawan, et al Jurnal Veteriner
Tabel 4. Suhu rektal (°C) ayam pedaging jantan dan betina berdasarkan ketinggian tempat
pemeliharaan (rata rata ±SD)
Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata (P<0.05)
Tabel 5. Konsumsi pakan (g ekor-1 minggu-1) ayam pedaging jantan dan betina pada pemeliharaan
ketinggian tempat yang berbeda (rata rata ±SD)
Angka pada baris dan kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
(P<0.05)
627
Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 712-723
pemeliharaan mencapai 60-70% dari total biaya suhu lingkungan 32°C lebih rendah yaitu 105 g
produksi (Winendar et al., 2006). Pada Tabel 5 ekor-1 hari-1dibanding suhu lingkungan 22°C,
disajikan jumlah konsumsi pakan pada masing-masing 159 g ekor -1 hari-1.
ketinggian tempat yang berbeda. Jenis kelamin memberikan pengaruh nyata
Ketinggian tempat berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan. Konsumsi pakan
terhadap konsumsi pakan ayam pedaging. ayam pedaging jantan (409,45ekor-1 minggu-1)
Lokasi pemeliharaan dataran tinggi memiliki lebih tinggi dibanding ayam pedaging betina
rataan konsumsi pakan tertinggi (416,17 g ekor- (352,65ekor-1 minggu-1). Perbedaan konsumsi
1
minggu-1) dibanding lokasi kandang dataran pakan antara jantan dan betina disebabkan
sedang (379,40 g ekor-1 minggu-1) dan dataran perbedaan kebutuhan energi metabolisme antara
rendah (347,58g ekor-1 minggu-1). Perbedaan keduanya. Energi metabolisme yang diperlukan
jumlah konsumsi pakan disebabkan perbedaan ayam pedaging berbeda, sesuai dengan umur,
mikroklimatik terhadap ketinggian tempat suhu dan jenis kelamin. Energi yang dikonsumsi
(altitude). Dataran rendah memiliki suhu ayam dipergunakan untuk pertumbuhan
kandang tinggi di atas comfort zone (13-27°C), jaringan tubuh, produksi, aktvitas fisik, dan
sehingga ayam tercekaman panas. Saat suhu mempertahankan suhu tubuh normal. Interaksi
tinggi, ayam pedaging berusaha mendinginkan antara ketinggian tempat dan jenis kelamin
tubuhnya dengan cara bernafas secara cepat tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi
(panting). Panting menyebabkan peredaran pakan.
darah banyak menuju ke organ pernafasan,
sedangkan peredaran darah pada organ Konsumsi Air Minum
pencernaan mengalami penurunan sehingga Konsumsi air minum merupakan parameter
bisa mengganggu pencernaan dan metabolisme untuk menduga apakah suhu lingkungannya
dan akhirnya konsumsi terhadap pakan normal. Pada suhu lingkungan normal
berkurang. konsumsi air minum ayam pedaging 1,6-2,0 kali
Rosidi et al. (1999) menyatakan bahwa dari konsumsi pakan. Pada Tabel 6 disajikan
aktivitas metabolisme ayam pedaging konsumsi air minum ayam pedaging yang
terpengaruh karena suhu lingkungan yang dipelahara pada ketinggian tempat yang berbeda.
tinggi, dengan menurunkan aktivitas makan. Ketinggian tempat berpengaruh nyata terhadap
Pendapat berbeda yang dikemukakan oleh Fuller konsumsi air minum ayam pedaging. Rataan
dan Rendon (1977) yaitu pada suhu lingkungan konsumsi air minum tertinggi ditemukan pada
tinggi di atas zona termonetral akan kandang dataran rendah (256,02ml ekor -1
mengakibatkan kebutuhan energi lebih tinggi. minggu-1) dibanding dataran sedang (233,42ml
Hal ini disebabkan meningkatnya laju ekor-1 minggu-1) dan dataran tinggi (231,61ml
metabolisme basal akibat pertambahan ekor-1 minggu-1). Kandang dataran rendah me-
penggunaan energi untuk meningkatkan miliki suhu di atas comfort zone (13-27°C) dan
frekuensi pernapasan, kerja jantung serta ayam pedaging yang terindikasi tercekam panas.
bertambahnya sirkulasi darah periferi. Bonnet Apabila ayam pedaging mendapat cekaman
et al. (1997) berpendapat konsumsi ransum panas maka ayam akan kesulitan membuang
ayam berumur 4-6 minggu yang dipelihara pada panas tubuhnya ke lingkungan. Kondisi ini
Tabel 6. Konsumsi air minum (ml ekor-1 minggu-1) ayam pedaging jantan dan betina pada
pemeliharaan ketinggian tempat yang berbeda (rata rata ± SD)
Angka pada baris dan kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
(P<0.05)
628
Anas Qurniawan, et al Jurnal Veteriner
Tabel 7. Pertambahan bobot badan (g ekor-1minggu-1) ayam pedaging jantan dan betina pada
ketinggian tempat yang berbeda (rata rata ±SD)
Jenis Kelamin
Ketinggian Tempat
Jantan Betina
Angka pada baris dan kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
(P<0.05)
Tabel 8. Bobot badan akhir pemeliharaan (g ekor-1) ayam pedaging jantan dan betina pada ketinggian
tempat yang berbeda (rata rata ±SD)
Angka pada baris dan kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata
(P<0.05)
629
Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 712-723
PBB ayam pedaging dan PBB tertinggi pada Perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh
ayam jantan di lokasi pemeliharaan dataran nyata terhadap FCR. Sementara pada penelitian
tinggi yaitu 811,25g ekor-1minggu-1 dan paling ini perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada
rendah pada ayam betina di lokasi pemeliharaan konsumsi pakan dan PBB. Rasio FCR ayam
dataran rendah 607,50 g ekor-1minggu-1. Bonnet pedaging jantan dan betina pada penelitian ini
et al. (1997) menyatakan pertambahan bobot sama, dengan rataan FCR yaitu 1,43 sampai
badan ayam pedaging umur 4-6 minggu yang 1,46. Interaksi antara ketinggian tempat dan
dipelihara pada suhu lingkungan tinggi 32°C jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap nilai
sebesar 1615 g/ekor, sedangkan pada suhu FCR. Ketinggian tempat dan jenis kelamin pada
rendah 22°C pertambahan bobot badan ayam penelitian ini tidak memiliki keterkaitan dengan
pedaging sebesar 1984 g ekor-1. nilai FCR.
Tabel 9. FCR ayam pedaging jantan dan betina pada ketinggian tempat yang berbeda (rata rata
±SD)
Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata (P<0.05)
630
Anas Qurniawan, et al Jurnal Veteriner
Perbedaan jenis kelamin menunjukkan ini disajikan masing masing pada Tabel 10 dan
pengaruh yang nyata terhadap bobot badan akhir 11.
ayam pedaging. Bobot badan ayam jantan Ketinggian tempat tidak berpengaruh nyata
(3132,33 g ekor-1) lebih berat dibandingkan ayam terhadap bobot karkas. Bobot karkas ayam dari
pedaging betina (2598,67 g ekor-1). Perbedaan semua ketinggian tempat pemeliharaan ayam
ini disebabkan karena konsumsi pakan ayam hampir sama. Sementara, pada bobot akhir
pedaging jantan lebih banyak dibanding ayam pemeliharaan berbeda nyata terhadap keting-
pedaging betina (Tabel 5). Interaksi antara ke- gian tempat pemeliharaan ayam pedaging.
tinggian tempat dan jenis kelamin tidak Umumnya bobot akhir berkorelasi dengan bobot
berpengaruh nyata terhadap bobot badan akhir karkas juga. Tidak adanya pengaruh ini dise-
pemeliharaan. Ketinggian tempat dan jenis babkan karena peralatan saat pengkarkasan
kela-min tidak memiliki keterkaitan dengan dilakukan di rumah potong ayam tradisional,
bobot badan akhir. sehingga pemotongan tidak simetris dan tidak
konsisten. Faktor genetik, lingkungan, nutrisi,
Karkas umur dan laju pertumbuhan dapat meme-
Karkas merupakan parameter penilaian ngaruhi bobot karkas (Soeparno, 2005).
produksi daging pada ternak. Karkas adalah Perbedaan jenis kelamin berpengaruh nyata
potongan ayam bersih tanpa bulu, darah, kepala, terhadap bobot karkas. Karkas ayam pedaging
leher, kaki, cakar dan organ dalam. Persentase jantan 2259,27 g ekor-1 lebih berat dibanding
bobot karkas digunakan untuk menilai produksi betina 1926,53 g ekor -1 . Perbedaan ini
daging ternak. Salah satu faktor yang disebabkan karena PBB dan bobot akhir ayam
memengaruhi persentase bobot karkas ayam pedaging jantan lebih berat dibanding dengan
pedaging adalah persentase bobot hidup, karena ayam pedaging betina. Interaksi antara
bobot karkas meliputi perbandingan bobot ketinggian tempat dan jenis kelamin pada
karkas dengan bobot hidup ayam, sehingga bobot penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap
hidup yang besar akan diikuti pula oleh bobot bobot karkas. Ketinggian tempat dan jenis
karkas yang besar pula, begitu juga sebaliknya. kelamin tidak memiliki keterkaitan dengan
Bobot karkas dan persentase karkas penelian bobot karkas.
Tabel 10. Bobot karkas (g ekor-1) ayampedaging jantan dan betina pada ketinggian tempat yang
berbeda (rata rata ±SD)
Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata (P<0.05)
Tabel 11. Persentase karkas (%) ayam pedaging jantan dan betina pada ketinggian tempat yang
berbeda (rata rata ±SD)
631
Jurnal Veteriner Desember 2016 Vol. 17 No. 4 : 712-723
632
Anas Qurniawan, et al Jurnal Veteriner
Ingram DR, Hatten LF. 2000. Effect of light Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging.
restriction on broiler performance and Yogyakarta. Gadja Mada University Pr.
spesific body structure measurements. J
Sugito, Delima M. 2009. Dampak cekaman
Appl Poultry Res 9: 501-504.
panas terhadap pertambahan bobot badan,
Kusnadi E, Widjajakusuma R, Sutardi T, rasio heterofil-limfosit dan suhu tubuh ayam
Hardjosworo PS, Habibie A. 2006. broiler. Jurnal Kedokteran Hewan 3(1): 218-
Pemberian antanan (Centella asiatica) dan 226.
vitamin-C sebagai upaya mengatasi efek
Sulistyoningsih M. 2004. Respon fisiologi dan
cekaman panas pada broiler. Media
tingkah laku ayam broiler periode starter
Peternakan 29(3): 133-140.
akibat cekaman temperatur dan awal
Lin H, Jiao HC, Buyse J, Decuypere E. 2006. pemberian pakan yang berbeda [Tesis].
Strategies for preventing heat stress in Semarang. Universitas Diponegoro.
poultry. Poult Sci 62(1): 71-85. doi:10.1079/
Swennen Q, Delezie E, Collin A, Decuypere E,
wps200585
Buyse J. 2007. Further investigations on
Meyliyana, Mugiyono S, Roesdiyanto. 2013. the role of diet-induced thermogenesis in the
Bobot Badan Berbagai Jenis Ayam Sentul regulation of feed intake in chickens:
Di Gabungan Kelompok Tani Ternak Ciung comparison of age-matched broiler versus
Wanara Kecamatan Ciamis Kabupaten layer cockerels. Poultry Sci 86(5): 895-903.
Ciamis. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 985-
Tao X, Xin H. 2003. Acute synergistic effects of
992.
air temperature, humidity, and velocity on
Ozkan S, Takma C, Yahav S, Sogut B, Turkmut homeostasis of market-size broilers.
L, Erturun H, Cahaner A. 2010. The effects Agricultural and Biosystem Engineering
of feed restriction and ambient temperature 46(2): 491.
on growth and ascites mortality of broilers
Umar MR. 2012. Penuntun Praktikum Ekologi.
reared at high altitude. Poult Sci 89(5): 974-
Makassar. Universitas Hasanuddin.
985. doi:10.3382/ps.2009-00293
Winendar H, Listyawati S, Sutarno. 2006. Daya
[Pemkab]. 2015. Wilayah Administratif
cerna protein pakan, kandungan protein
Kabupaten Takalar. Takalar: http://www.
daging, dan pertambahan berat badan ayam
takalarkab. go.id
broiler setelah pemberian pakan yang
Purswell J, Dozier III WA, Olanrewaju HA, difermentasi dengan effective microorga-
Davis JD, Xin H, Gates RS. 2012. Effect of nisms-4 (em-4). Bioteknologi 3(1): 14-19.
temperature-humidity index on live
Yahav S, Straschnow A, Vax E, Razpakovski V,
performance in broiler chickens grown from
Shinder D. 2001. Air velocity alters broiler
49 to 63 days of age. American Society of
performance under harsh environmental
Agricultural and Biological Engineers 1: 1-
conditions. Poultry Sci 80(6): 724-726.
9.
Yuni E. 2007. Penampilan dan Status Faali
Quinteiro-Filho WM, Ribeiro A, Ferraz-de-Paula
Broiler Jantan - Betina yang Dipelihara pada
V, Pinheiro ML, Sakai M, Sa LRM, Ferreira
Dua Tipe Kandang Berbeda [Tesis].
AJP, Palermo-Neto J. 2010. Heat stress
Yogyakarta. Universitas Gajahmada.
impairs performance parameters, induces
intestinal injury, and decreases macrophage Zurriyati Y, Dahono. 2013. Respon Fisiologis dan
activity in broiler chickens. Poult Sci 89(9): Evaluasi Karkas Ayam Broiler Terhadap
1905-1914. doi:10.3382/ps.2010-00812 Suhu Pemeliharaan Dingin. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan
Rosidi, Suswoyo I, Tugiyanti E, Ismoyowati.
Veteriner. Hlm 586-591.
1999. Pengaruh galur dan dataran terhadap
performan ayam broiler. J Anim Prod 1(2):
82-89.
633