Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH ILMU TERNAK POTONG

1. Efek Iklim, Perkandangan Dan Manajemen Terhadap Pertumbuhan


Ternak
2. Bangsa Sapi Pedaging Unggul Dan Lokal”

Oleh :

NAMA : LA ODE SARFAN


NIM : L1A121213
KELAS : E

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Keragaman dan perubahan iklim tersebut merupakan proses alami yang terjadi
secara dinamis dan terus-menerus. Hal ini membawa pengaruh negatif terhadap
lingkungan yang mengakibatkan dampak pergeseran pola curah hujan, besaran curah
hujan, dan perubahan temperatur udara. Dampak tersebut ditandai dengan mundurnya
awal musim hujan dan makin panjangnya musim kemarau kemudian menyebabkan
kekeringan (Bahrun, 2011). Kekeringan merupakan salah satu bencana akibat iklim
ekstrim yang paling sering terjadi di Indonesia dengan frekuensi dan tingkat risiko
yang berbeda-beda. Kekeringan dikategorikan sebagai fenomena bencana alam yang
kompleks dan terjadi perlahan-lahan, tidak diketahui pasti awal dan kapan bencana
ini berakhir serta mengakibatkan dampak kerugian yang besar khususnya pada sektor
pertanian pangan dan sektor kehidupan lainnya seperti ekonomi, sosial, dan
lingkungan.
Kandang merupakan salah satu sarana yang penting di dalam usaha
peternakan, dengan tersedianya kandang maka dapat mempermudah peternak di
dalam mengelola usahanya. Bagi ternak kandang merupakan tempat untuk tinggal,
istirahat, ataupun untuk melakukakan aktifitas sehari-hari. 2011).
Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik
tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari
ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki
dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah satu sumber
daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan manusia, terutama bahan
makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit
dan tulang (Wahyono dan Hardianto, 2004).
Jenis sapi keturunan Bos indicus adalah sapi Brahman, Ongole dan Peranakan
Ongole (PO). Sapi keturunan Bos taurus antara lain Aberdeen Angus, Hereford,
Shorthon, Charolais, Simmental dan Limousin. Keturunan Bos sondaicus atau sapi
asli lndonesia yaitu sapi Bali, sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatera dan sapi lokal
lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Iklim

Pengaruh iklim sangat menentukan ketersediaan hijauan dimusim kemarau


sebagai pakan ternak, pada musim kemarau produksi hijauan sebagai sumber pakan
menjadi berkurang. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya petani dan peternak
memberikan sisa-sisa pertanian seperti jerami. Ketersediaan pakan hijauan secara
kuantitas juga dipengaruhi oleh pembatasan lahan tanaman pakan karena penggunaan
lahan tanaman pakan masih bersaing dengan tanaman pangan. Pakan alternatif yang
berasal dari limbah pertanian dapat dipertimbangkan untuk dimanfaatkan dalam
usaha peternakan skala besar maupun kecil. Ini tidak menjadi suatu hal yang
berlebihan asalkan kita tahu secara tepat nilai guna dan daya gunanya. Dalam upaya
penyediaan pakan, selain kebutuhan bahan baku yang harus diperhitungkan, maka
hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya dukungan teknologi
pengolahan pakan agar peternak dapat mengelola pakan dan mendapatkan hasil yang
baik.
Jerami jagung bagian dari tanaman jagung yang tidak dimanfaatkan oleh
manusia tetapi dapat digunakan sebagai pakan ternak. Limbah pada dasarnya adalah
suatu bahan yang tidak dipergunakan kembali dari hasil aktivitas manusia, ataupun
proses-proses alam yang belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan mempunyai nilai
ekonomi yang sangat kecil. Jagung merupakan komoditas pertanian yang mengalami
peningkatan produksi tiap tahunnya. Luas tanaman jagung di Sumatera Barat pada
tahun 2011 mencapai 73.270 ha. Badan Ketahanan Pangan Sumatera Barat (2015)
melaporkan bahwa produksi jagung di Kabupaten 50 Kota pada tahun 2014 adalah
22.804 ton.
Menurut Hanafi (2008) untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan ternak yang
umum dilakukan adalah dengan membuat menjadi silase. Selanjutnya Kartasudjana
dan Suprijatna (2010) menyatakan bahwa silase berasal dari hijauan ataupun limbah
pertanian yang diawetkan dalam keadaan segar (dengan kandungan kadar air 60-
70%) melalui proses fermentasi dalam silo (tempat pembuatan silase), sedangkan
silase adalah proses pembuatan silase. Yuniarsi dan Nafu (2013) menyatakan bahwa
kualitas jerami jagung dapat ditingkatkan dengan teknologi silase yaitu proses
fermentasi yang dibantu jasad renik dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen).
Teknologi silase dapat mengubah jerami jagung dari pakan berkualitas rendah
menjadi kualitas pakan tinggi serta sumber energi bagi ternak. Penerapan teknologi
pakan melalui proses silase memungkinkan perbaikan kualitas nutrisi jerami jagung.
Pakan yang disilase nilai gizi lebih tinggi dibandingkan bahan asalnya.

B. Kandang
Kandang merupakan tempat tinggal ternak dalam melakukan semua
aktifitasnya mulai dengan makan minum dan tentu dan tentu saja tumbuh dan bertelur
perlu sekiranya diperhatikan kenyamanan kandang sehingga mampu mendukung
tercapainya performan ayam. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan saat akan
membangun kandang broiler termasuk perlengkapannya. Perlu kita samakan dulu
persepsi di antara kita, bahwa kandang yang akan kita bicarakan adalah kandang
dalam konsep INDUSTRI PERUNGGASAN bukan sekedar kandang untuk pelihara
ayam dalam satuan yang dapat dihitung dengan jari. Perhitungan ekonomi selalu
lebih dulu menjadi bahan pertimbangan, misalnya bahan-bahan yang tersedia, biaya
perawatan setelah dibangun, dan umur bangunan juga menjadi pertimbangan yang
penting.
Ketika akan merancang dan membangun kandang untuk ayam broiler, hal
yang harus dipertimbangkan pertama adalah ketersediaan air dan ketersediaan udara
segar yang baik di lahan yang akan dibangun. Perlu dipertimbangkan ulang bila lahan
yang Anda miliki ternyata sulit mendapatkan air ataupun ventilasi yang tidak
maksimal karena terhalang oleh tebing atau bangunan fisik lainnya yang lebih tinggi.
Orientasi kandang sedapat mungkin melintang timur-barat untuk mengurangi
jumlah cahaya matahari yang langsung masuk ke dalam kandang ataupun sinar
matahari yang memanasi sisi samping bangunan kandang (tirai) khususnya pada jam-
jam suhu terpanas dalam sehari. Tujuan utama dari konsep ini adalah sedapat
mungkin untuk menurunkan fluktuasi antara suhu panas dan suhu dingin dalam 24
jam. Suhu yang nyaman bagi kebutuhan ayam akan mempertinggi efektifitas konversi
pakan dan pertumbuhan ayam broiler.

C. Sapi Unggul dan Pedaging


Hardjosubroto ( 1994) menyatakan bahwa ada tanda - tanda khusus yang
harus dipenuhi sebagai sapi bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang paha,
pinggiran bibir atas, dan paha kaki bawah mulai tarsus dan capus sampai batas
pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih,
terdapat garis belut (garis hitam) yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk
tanduk pada jantan yang paling ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu
jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar. Pada yang betina
tanduk yang ideal atau agak melengkung kedalam, ujungnya sedikit mengarah ke
bawah, tanduk ini berwarna hitam.
Sedangkan ciri-ciri sapi bali bentuk tubuh menyerupai banteng, tatapi ukuran
tubuh lebih kecil akibat proses domestikasi. Dada dalam padat, Warna bulu pada
waktu masih pedet sawo matang atau merah bata. Akan tetapi, setelah dewasa, warna
bulu pada betinanya bertahan merah bata, sedangkan pada jantan kehitam-hitaman.
Di tempat-tempat tertentu, baik jantan maupun betina, dibagian keempat kakinya dari
sendi kaki sampai kuku dan dibagian pantatnya berwarna putih, Kepala agak pendek,
dahi datar. Tanduk pada jantan tumbuh agak kebagian luar kepala, sedangkan betina
agak kebagian dalam. Kakinya pendek sehingga menyerupai kaki kerbau. Tinggi sapi
dewasa 130 cm dengan berat rata-rata sapi jantan 450 kg, sedangkan betina 300-400
kg dan hasil karkas sekitar 57% (Sudarmono dan Sugeng, 2009).
Soesanto (1997) menyatakan bahwa sapi bali termasuk sapi unggul dengan
reproduksi tinggi, bobot karkas tinggi, mudah digemukkan dan mudah beradaptasi
dengan lingkungan baru, sehingga dikenal sebagai sapi perintis. Sebagai sapi asli
yang potensi reproduksinya lebih baik dibanding sapi lainya maka upaya 6
pengembangan sapi bali sangatlah memungkinkan oleh karna itu juga didukung oleh
kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang sangat tinggi.
Guntoro (2002) menyatakan bahwa ciri - ciri sapi Bali adalah berwarna coklat
tua atau merah kecoklatan, bagian kaki ke bawah dan ujung ekor berwarna putih,
bagian pantat berwarna putih menbentuk setengah lingkaran, terdapat garis (bulu)
hitam di sepanjang punggungnya, kepala pendek dan lebar, bepunuk, tidak bepunuk
tetapi bergelambir, cepat dewasa kelamin dan fertilisainya tinggi.
Asupan nutrisi ini bisa didapatkan dari apa saja, baik produk makanan hewani
maupun nabati. Setiap produk makanan mempunyai kandungan nutrisi yang
bermacam-macam dan memiliki kebaikan atau keunggulan masing-masing.
Salah satu produk makanan dengan nutrisi tinggi yang baik dikonsumsi tubuh
adalah daging sapi. Daging sapi ini merupakan salah satu produk makanan hewani
yang mempunyai kandungan protein tinggi.
Selain itu, daging sapi juga mengandung berbagai macam nutrisi lainnya yang
baik untuk tubuh. Seperti kandungan vitamin B3, vitamin B6, vitamin B12, zinc,
selenium, hingga fosfor. Tidak heran jika daging sapi merupakan salah satu jenis
makanan yang dapat membantu pemenuhan asupan baik dan seimbang pada tubuh.
Daging sapi yang diolah menjadi makanan biasanya didapatkan dari jenis sapi
potong. Berbeda dengan jenis sapi perah yang khusus menghasilkan susu, sapi potong
umumnya diternakkan untuk diambil dagingnya.
Dapat dikatakan, minat masyarakat akan konsumsi daging sapi ini masih
tergolong tinggi. Apalagi pada perayaan hari-hari besar, pasti permintaan akan
semakin meningkat.
Tidak heran, usaha ternak sapi menjadi ladang bisnis yang sangat
menggiurkan. Di Indonesia sendiri banyak peternak yang mulai menyediakan
berbagai jenis sapi potong dengan kualitas daging yang unggul.
DAFTAR PUSTAKA

Bonsma, J.C.(1949) Breeding cattle for increased adaptability to tropical and


subtropical environments.J.agric. Sci.(Camb), 39, 204-21.
McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W.H.
Freeman and Co., San Frascisco.p.1-128.
Media Peternakan, April 2006, hlm. 35-46 Vol. 29 No. 1 ISSN 0126-0472
Purwanto, B.P. 1993. Heat and Energy Balance in Dairy Cattle Under High
Environmental Temperatute. Doctoral Thesis, Hiroshima University.
Thwaites, C.J. 1985. Physiological Responses and Productivity in Sheep. In : M.K.
Yousef (Ed.).Stress Physiology in Livestock Vol. II:Ungulates. CRC Press
Inc. Boca Raton,Florid.

Anda mungkin juga menyukai