MAKALAH
FASILITAS PRODUKSI PETERNAKAN BURUNG PUYUH
OLEH :
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun
tugas Makalah Manajemen Ternak Unggas “Fasilitas Produksi Peternakan
Burung Puyuh”.
Makalah ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
menyelesaikan tugas. Makalah ini telah diupayakan agar dapat sesuai apa yang
diharapkan dan dengan terselesainya Makalah ini sekiranya bermanfaat bagi
setiap pembacanya. Makalah ini penulis sajikan sebagai bagian dari proses
pembelajaran agar kiranya kami sebagai mahasiswa dapat memahami betul
tentang perlunya sebuah tugas agar menjadi bahan pembelajaran.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan rasa syukur yang tulus dan ikhlas
kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta ucapan terima kasih kepada : Dosen yang
telah membimbing dan teman teman semua, berkat kerjasamanya sehingga
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kesempurnaan dan dengan
segala kerendahan hati kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun,
sehingga apa yang kita harapkan dapat tercapai. Dan merupakan bahan
kesempurnaan untuk makalah ini selanjutnya. Besar harapan penulis, semoga
makalah yang penulis buat ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.
Ibnu Mundzir
Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh
relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut juga Gemak
(Bhs. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa
burung (liar) yang pertama kali diternakan di Amerika Serikat, tahun 1870. Dan
terus dikembangkan ke penjuru dunia. Sedangkan di Indonesia puyuh mulai
dikenal, dan diternak semenjak akhir tahun 1979. Kini mulai bermunculan di
kandangkandang ternak yang ada di Indonesia.
Puyuh termasuk dalam klasifikasi bangsa burung. Ciri-ciri umumnya
adalah tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek, dapat
diadu, dan bersifat kanibal. Coturnix coturnix japonica merupakan salah satu jenis
puyuh yang lazim diternakkan (Listiyowati dan Roospitasari 1995). Jenis ini
termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Bila dibandingkan dengan
jenis yang lain, coturnix dapat menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir per
ekor selama setahun.
Puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari. Puncak produksinya
terjadi pada umur lima bulan dengan persentase bertelur rata-rata 76 kali. Di atas
umur 14 bulan, produktivitasnya akan menurun dengan persentase bertelur kurang
dari 50 kali. Kemudian sama sekali berhenti bertelur saat berumur 2,5 tahun atau
30 bulan. Telurnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam,
cokelat, dan biru. Burung puyuh yang diternakkan di Indonesia termasuk ke
dalam jenis ini Coturnix coturnix japonica.
Beternak puyuh dapat dilakukan sebagai usaha baik kecil – kecilan (skala
rumah tangga), besar – besaran ( komersial), maupun untuk usaha sampingan.
Beternak puyuh mempunyai keunggulan dapat berproduksi dalam usia muda,
siklus reproduksi singkat, tidak memerlukan lahan yang luas, tidak membutuhkan
permodalan yang besar, dan mudah pemeliharaannya (Panekanan et al,2013).
II.3.3 Bibit
Data dan informasi tentang ternak secara lengkap sangat diperlukan untuk
dapat memilih bibit ternak dengan baik (Rahardi et al. 1995). Informasi tersebut
dapat dilihat pada catatan pemeliharaan ternak (recording). Bibit puyuh atau bisa
disebut Day Old Quail (DOQ) memegang peranan penting untuk menghasilkan
puyuh dengan produksi telur tinggi. Peternak puyuh skala besar biasanya
mengusahakan bibit sendiri. Ketersediaan bibit harus diperhatikan untuk
menjamin kelangsungan produksi. Pada saat memulai usaha peternakan burung
puyuh, langkah pertama yang harus dilakukan adalah seleksi burung puyuh yang
baik untuk bibit misalnya menyeleksi asal daerah puyuh-puyuh induk. Asal
daerah sebaiknya tidak sama.
Pembudidayaan puyuh untuk memproduksi telur sekaligus daging,
membutuhkan bibit puyuh yang berkualitas. Bibit puyuh yang akan diperoleh
sebaiknya dari ras unggul dan diperoleh dari peternak yang sudah mempunyai
kredibilitas. DOQ yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain :
1. DOQ terlihat lincah, tidak cacat, terutama kaki dan paruh.
Seleksi burung puyuh untuk bibit adalah hal pertama yang harus dilakukan
dalam memulai usaha peternakan burung puyuh. Seleksi dapat dilakukan pada
masa starter, grower, dan layer. Seleksi tersebut bertujuan untuk menentukan
apakah bibit tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembibit, petelur atau pedaging.
Namun, di Indonesia belum ada peternakan yang khusus memelihara puyuh untuk
dimanfaatkan dagingnya. Daging puyuh yang beredar dikonsumsi biasanya
berasal dari puyuh afkiran. Puyuh afkiran yang dimaksud adalah puyuh jantan dan
betina yang tidak terpilih sebagai bibit serta betina yang tidak lagi produktif dalam
bertelur. Pemeliharaan puyuh secara sederhana terdapat pada Gambar 1.
Pada masa starter, seleksi dilakukan pada umur 1-3 minggu, yaitu dengan
pemilihan DOQ. DOQ sebaiknya dipilih yang bukan berasal dari perkawinan
inbreed (perkawinan antar saudara). Kriteria lainnya adalah anak puyuh yang
III.1 Kesimpulan
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Jawa Barat dalam Angka. Jawa Barat : BPS
Provinsi Jawa Barat.
Nugroho, Drh. Mayen. 1981. Beternak burung puyuh. Dosen umum Ternak
Unggas Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas
Udayana.
Wahyuning Dyah Evitadewi dkk. 1985. Beternak burung puyuh dan Pemeliharaan
secara komersil. Penerbit Aneka Ilmu Semarang. Semarang.