Anda di halaman 1dari 19

TUGAS

MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

MAKALAH
FASILITAS PRODUKSI PETERNAKAN BURUNG PUYUH

OLEH :

NAMA : IBNU MUNDZIR


NIM : I111 16 011
KELOMPOK : II (DUA)

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

Ibnu Mundzir / I111 16 011


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun
tugas Makalah Manajemen Ternak Unggas “Fasilitas Produksi Peternakan
Burung Puyuh”.
Makalah ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
menyelesaikan tugas. Makalah ini telah diupayakan agar dapat sesuai apa yang
diharapkan dan dengan terselesainya Makalah ini sekiranya bermanfaat bagi
setiap pembacanya. Makalah ini penulis sajikan sebagai bagian dari proses
pembelajaran agar kiranya kami sebagai mahasiswa dapat memahami betul
tentang perlunya sebuah tugas agar menjadi bahan pembelajaran.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan rasa syukur yang tulus dan ikhlas
kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta ucapan terima kasih kepada : Dosen yang
telah membimbing dan teman teman semua, berkat kerjasamanya sehingga
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kesempurnaan dan dengan
segala kerendahan hati kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun,
sehingga apa yang kita harapkan dapat tercapai. Dan merupakan bahan
kesempurnaan untuk makalah ini selanjutnya. Besar harapan penulis, semoga
makalah yang penulis buat ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Makassar, 11 Desember 2018

Ibnu Mundzir

Ibnu Mundzir / I111 16 011


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kemampuan sektor peternakan sebagai salah satu andalan perekonomian


Indonesia, dapat dilihat dari besarnya sumbangan pada Produk Domestik Bruto
Indonesia. Sektor ini menempati urutan ketiga di bidang pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan ( Agriculture, Livestock, Forestry, and Fishery) setelah
tanaman bahan pangan dan tanaman perkebunan.
Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang mempunyai
peranan dalam kehidupan masyarakat. Subsektor ini memberikan kontribusi bagi
pemenuhan konsumsi gizi masyarakat dan PDB pertanian. Kontribusinya dalam
PDB pertanian menempati peringkat keempat setelah subsektor tanaman pangan,
perkebunan, dan perikanan dengan persentase masing-masing 6,83; 2,11; dan 2,21
persen pada tahun 2009. Nilai sementara PDB peternakan pada tahun 2009 adalah
36.743,6 miliar rupiah atau 1,69 persen dari PDB keseluruhan.
Di antara ketiga jenis pangan hewani, yang paling dapat dijangkau oleh
masyarakat adalah hasil ternak unggas. Faktor penyebab produk unggas lebih
dipilih masyarakat adalah karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan
dengan komoditas daging penyedia protein hewani lainnya seperti daging sapi.
Selain itu faktor lainnya adalah akses yang mudah diperoleh, ketersediaan produk
unggas semakin beraneka ragam, dan semakin mudah untuk dimasak
(convenience food). Selain itu, usaha peternakan unggas semakin banyak diminati
karena merupakan usaha yang dapat diusahakan mulai dari skala usaha rumah
tangga hingga skala usaha besar.
Seiring dengan semakin berkembangnya pola pikir dan pemahaman
masyarakat mengenai pemenuhan gizi, kebutuhan protein hewani semakin
meningkat. Salah satu pemenuhan kebutuhan protein hewani adalah telur. Burung
puyuh merupakan ternak yang yang menghasilkan telur sebagai produk utamanya
dan telur puyuh memiliki kandungan protein sekitar 13.6 % (Wheindrata 2013).
Keberhasilan beternak puyuh dapat tercapai apabila tiga hal berikut dapat
dilaksanakan dengan baik, yaitu pembibitan, pemberian pakan, dan manajemen.
Pembibitan yang baik akan mempengaruhi sifat-sifat unggul ternak, seperti produksi telur

Ibnu Mundzir / I111 16 011


yang tinggi. Pemberian pakan yang baik dengan kandungan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan akan mempengaruhi performa puyuh yang dipelihara. Manajemen yang baik
akan mempengaruhi kesehatan ternak, sehingga kematian ternak dapat diminimalisir.
I.2 Perumusan Masalah

Berdsarkan latar belakang tersebut, mengenai aspek fasilitas produksi


adalah bagaimana aspek fasilitas dalam peternakan burung puyuh, fasilitas
bagaimana yang diperlukan dalam peternakan burung puyuh, bagaimana kandang
yang baik untuk puyuh, alat dan perlengkapan kandang apa yang digunakan,
bagimana bibit, pakan dan air minum yang diberikan, bentuk sanitasi kandang dan
vaksinasi dan jenis obat-obatan yang diperlukan.
I.3 Tujuan Makalah

Tujuan dalam penulisan makalah mengenai beternak burung puyuh yaitu


sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui aspek fasilitas produksi pada peternakan burung puyuh.
2. Untuk mengetahui bagaimana aspek perkandang yang baik untuk puyuh.
3. Untuk mengetahui alat dan perlengkapan kandang yang digunakan dalam
pemeliharaan puyuh.
4. Untuk mengetahui bagaimana bibit yang baik, pakan dan minum untuk
burung puyuh.
5. Untuk mengetahui bentuk sanitasi, vaksinasi pada burung puyuh, dan jenis
obat-obatan yang digunakan pada saat terdapat penyakit.

Ibnu Mundzir / I111 16 011


BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Deskripsi Puyuh

Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh
relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Burung puyuh disebut juga Gemak
(Bhs. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa
burung (liar) yang pertama kali diternakan di Amerika Serikat, tahun 1870. Dan
terus dikembangkan ke penjuru dunia. Sedangkan di Indonesia puyuh mulai
dikenal, dan diternak semenjak akhir tahun 1979. Kini mulai bermunculan di
kandangkandang ternak yang ada di Indonesia.
Puyuh termasuk dalam klasifikasi bangsa burung. Ciri-ciri umumnya
adalah tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek, dapat
diadu, dan bersifat kanibal. Coturnix coturnix japonica merupakan salah satu jenis
puyuh yang lazim diternakkan (Listiyowati dan Roospitasari 1995). Jenis ini
termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Bila dibandingkan dengan
jenis yang lain, coturnix dapat menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir per
ekor selama setahun.
Puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari. Puncak produksinya
terjadi pada umur lima bulan dengan persentase bertelur rata-rata 76 kali. Di atas
umur 14 bulan, produktivitasnya akan menurun dengan persentase bertelur kurang
dari 50 kali. Kemudian sama sekali berhenti bertelur saat berumur 2,5 tahun atau
30 bulan. Telurnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam,
cokelat, dan biru. Burung puyuh yang diternakkan di Indonesia termasuk ke
dalam jenis ini Coturnix coturnix japonica.
Beternak puyuh dapat dilakukan sebagai usaha baik kecil – kecilan (skala
rumah tangga), besar – besaran ( komersial), maupun untuk usaha sampingan.
Beternak puyuh mempunyai keunggulan dapat berproduksi dalam usia muda,
siklus reproduksi singkat, tidak memerlukan lahan yang luas, tidak membutuhkan
permodalan yang besar, dan mudah pemeliharaannya (Panekanan et al,2013).

Ibnu Mundzir / I111 16 011


Telur yang dihasilkan burung puyuh cukup banyak. Kemampuan seekor
puyuh dalam menghasilkan telur adalah 250 sampai 300 butir dalam satu tahun
(Listiyowati, 2005). Kelebihan lainnya adalah kemampuan tumbuh dan
berkembangbiaknya sangat cepat. Burung puyuh sudah mampu berproduksi
dalam 41 hari dan menghasilkan tiga sampai empat keturunan dalam satu tahun.
II.2 Produksi Puyuh

Menurut Panekanan et al (2013), hasil produksi dari ternak burung puyuh


meliputi telur dan dagingnya. Hasil produksi telur puyuh bisa mencapai hingga 80
% dari jumlah ternak burung puyuh betina produktif perharinya, namun hal
tersebut dapat terjadi apabila manajemen pemeliharaannya telah dilakukan dengan
baik, mulai dari kebesihan kandangnya, pemberian pakan dan air minum, serta
pencegahan dari penyakit yang dapat menyerang ternak. Untuk hasil dagingnya
diambil dari ternak burung puyuh jantan yang telah digemukkan dan juga diambil
dari puyuh betina yang sudah afkir atau sudah menurun produktifitas telurnya.
Lebih lanjut dikemukakan Poultry Indonesia dan Agromedia (Anugrah et
al, 2009) bahwa kandungan gizi dari daging burung puyuh tidak berbeda dengan
unggas lain. Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia di labolatorium, daging
burung puyuh mengandung air 73,2 persen; protein 22,5 persen; lemak 2,5
persen; dan abu 0,94 persen. Daging puyuh juga mengandung asam lemak omega
yang lengkap, yaitu omega 3,6 dan 9 serta EPA dan DHA. Namun demikian
kandungan gizi daging puyuh akan berubah dengan cara pemasakan. Penelitian
Sutanto dalam Poultry (2004), menunjukkan bahwa persentase kandungan gizi
terutama protein dan lemak daging burung puyuh meningkat setelah digoreng
menjadi 47,7 persen protein dan 10,5 persen lemak, dengan kadar air 31,1 persen.
Secara umum pola usaha peternakan puyuh yang ditujukan untuk
menghasilkan telur sebagai produk utama. Pola usaha untuk menghasilkan puyuh
pedaging secara khusus nampaknya masih menjadi usaha sampingan. Usaha yang
mengarah pada produk puyuh pedaging biasanya hanya merupakan bagian dari
sebuah siklus pemeliharaan dalam 1 flok usaha ternak ataupun dari satu tahun
pemeliharaan. Jumlah populasi puyuh pedaging biasanya berasal dari puyuh
jantan terutama hasil penetasan atau seleksi bibit (DOQ) yang dibesarkan, bisa

Ibnu Mundzir / I111 16 011


juga dari puyuh afkir atau puyuh-puyuh yang secara berkala mengalami
penyortiran produktivitas maupun tingkat kesehatannya (Anugrah et al, 2009).
II.3 Faktor Produksi

Faktor produksi merupakan barang atau jasa untuk mempermudah suatu


proses produksi dan turut menentukan keberhasilan suatu usaha. Produksi yang
tinggi dapat tercapai bila semua faktor produksi tersedia dalam jumlah yang
cukup dan bermutu baik dengan memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan produksinya (Bruce dan Tailor, 1994). Faktor-faktor
produksi yang digunakan dalam usaha peternakan puyuh adalah bibit puyuh,
pakan, tenaga kerja, kandang, obat-obatan, vaksin, dan bahan penunjang.
II.3.1 Kandang

Faktor produksi kandang terkait dengan lokasi peternakan. Menurut


Rahardi et al. (1995), pemilihan lokasi peternakan sebaiknya didasarkan atas hal
hal berikut:
1). Kondisi sosial dari masyarakat setempat dengan tidak bertentangan dengan
ketertiban dan kepentingan umum.
2). Tidak terletak di pusat kota, berjarak sekurang-kurangnya 250 meter dari
pemukiman penduduk dan berjarak tidak kurang dari 250 meter dengan
lokasi peternakan lain.
3). Lokasi peternakan hendaknya lebih tinggi dari daerah sekitarnya, dekat
dengan sumber air, dan mudah dijangkau.
Adapun fungsi kandang adalah untuk melindungi ternak dari pengaruh
lingkungan yang kurang menguntungkan seperti angin dan sengatan sinar
matahari serta mempermudah penanganan ternak yang dilakukan. Selain itu,
pembuatan kandang perlu memperhatikan jenis ternak, teknik dan konstruksi,
serta bahan yang sederhana dan murah. Kepadatan kandang juga perlu
diperhatikan agar tidak terjadi sifat kanibal (saling patuk), tidak meratanya
konsumsi pakan dan kegerahan pada ternak.
Lokasi kandang sangat mempengaruhi kesehatan dan produktivitas puyuh.
Lokasi kandang sangat menentukan lancar dan tidaknya distribusi dari dan ke
kandang, yaitu distribusi bibit, pakan, sarana dan hasil produksi. Untuk itu dalam
menentukan lokasi kandang perlu diperhatikan beberapa hal antara lain, berada

Ibnu Mundzir / I111 16 011


cukup jauh dari pemukiman penduduk, transportasi relatif mudah, tersedia cukup
air dan saluran pembuangan, pencahayaan dan sirkulasi udara lancar, aman dan
mudah pengawasannya (Wuryadi, 2011).
Seperti halnya kandang ayam, kandang puyuh terdiri dari beberapa
macam. Setiap macamnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Sistem kandang
yang biasa diterapkan adalah sistem litter dan sangkar atau baterai. Kandang
sistem baterai mempunyai kelebihan yaitu mudah dibersihkan dan sirkulasi udara
lancar. Kandang puyuh sistem litter mempunyai beberapa keunggulan yaitu
menghemat tenaga kerja dan praktis, karena tidak perlu dibersihkan setiap hari,
dapat memberikan rasa hangat pada puyuh, kesehatan kaki puyuh juga terjaga
karena tidak langsung mengenai lantai yang keras, litter juga memberikan
kesibukan dari puyuh sehingga dapat mengurang sifat kanibal pada puyuh.
Kekurangan dari kandang sistem litter diantaranya adalah telur tertutup oleh litter,
sehingga dapat terinjak oleh puyuh, tempat pakan dan minum akan cepat kotor
karena tecemar litter yang dikais-kais oleh puyuh. Debu yang timbul akibat litter
yang dikais-kais oleh puyuh dapat menyebabkan penyakit pernafasan (Listiyowati
dan Roospitasari, 2009).
Dalam sistem perkandangan yang perlu diperhatikan adalah temperatur
kandang yang ideal atau normal berkisar 20-25 derajat C; kelembaban kandang
berkisar 30-80%; penerangan kandang pada siang hari cukup 2540 watt,
sedangkan malam hari 40-60 watt (hal ini berlaku untuk cuaca mendung/musim
hujan). Tata letak kandang sebaiknya diatur agar sinar matahari pagi dapat masuk
kedalam kandang.
Model kandang puyuh ada 2 (dua) macam yang biasa diterapkan yaitu
sistem litter (lantai sekam) dan sistem sangkar (batere). Ukuran kandang untuk 1
m2 dapat diisi 90-100 ekor anak puyuh, selanjuntnya menjadi 60 ekor untuk umur
10 hari sampai lepas masa anakan. Terakhir menjadi 40 ekor/m2 sampai masa
bertelur.
Adapun kandang yang biasa digunakan dalam budidaya burung puyuh
adalah:
a. Kandang untuk induk pembibitan Kandang ini berpegaruh langsung terhadap
produktifitas dan kemampuan mneghasilkan telur yang berkualitas. Besar atau

Ibnu Mundzir / I111 16 011


ukuran kandang yang akan digunakan harus sesuai dengan jumlah puyuh yang
akan dipelihara. Idealnya satu ekor puyuh dewasamembutuhkan luas kandang 200
m2.
b. Kandang untuk induk petelur Kandang ini berfungsi sebagai kandang untuk
induk pembibit. Kandang ini mempunyai bentuk, ukuran, dan keperluan peralatan
yang sama. Kepadatan kandang lebih besar tetapi bisa juga sama.
c. Kandang untuk anak puyuh/umur stater(kandang indukan) Kandang ini
merupakan kandang bagi anak puyuh pada umur starter, yaitu mulai umur satu
hari sampai dengan dua sampai tiga minggu. Kandang ini berfungsi untuk
menjaga agar anak puyuh yang masih memerlukan pemanasan itu tetap terlindung
dan mendapat panas yang sesuai dengan kebutuhan. Kandang ini perlu dilengkapi
alat pemanas. Biasanya ukuran yang sering digunakan adalah lebar 100 cm,
panjang 100 cm, tinggi 40 cm, dan tinggi kaki 50 cm. (cukup memuat 90-100 ekor
anak puyuh).
d. Kandang untuk puyuh umur grower (3-6 minggu) dan layer (lebih dari 6
minggu) Bentuk, ukuran maupun peralatannya sama dengan kandang untuk induk
petelur. Alas kandang biasanya berupa kawat ram.
II.3.2 Pakan

Pakan adalah faktor yang sangat penting untuk keberhasilan beternak


puyuh. Pakan merupakan faktor produksi yang menuntut biaya paling besar, yaitu
sekitar 60-80% dari biaya produksi (Rahardi et al. 1995). Pakan yang dapat
diberikan pada puyuh dapat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu pellet, remah
remah, dan tepung. Peternak dapat membuat sendiri pakan untuk puyuh.
Komposisi pakan tersebut adalah jagung kuning, tepung ikan teri tawar, bungkil
kelapa, bungkil kedelai, dedak halus, kulit kerang, dan vitamin mix. Pemberian
pakan berdasarkan umur puyuh perlu diperhatikan. Pada umur 0-5 minggu puyuh
perlu diberi pakan yang kaya protein. Selain pakan utama berupa konsentrat
tepung komplit, puyuh perlu diberi pakan tambahan berupa dedaunan segar.
Jenis pakan dibedakan menurut bentuknya dan kegunaannya dalam fase
pemeliharaan puyuh. Menurut bentuknya, pakan dibagi menjadi 3 yaitu, 1) mash
atau pakan yang berbentuk tepung, 2) crumble atau pakan yang berbentuk remah
remah, keuntungan pakan bentuk ini mudah dipatuk sehingga lebih disukai puyuh,

Ibnu Mundzir / I111 16 011


dan 3) pellet, bentuk pelet seperti biji-bijian sehingga dapat mengundang selera
makan ternak. Sedangkan menurut penggunaannya berdasarkan fase
pemeliharaan, pakan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu 1) pakan fase starter,
yaitu pakan yang diberikan pada masapertumbuhan, fase pertumbuhan tersebut
mulai DOQ masuk sampai siap bertelur, 2) pakan fase layer, yaitu pakan yang
diberikan pada puyuh yang mulai bertelur(Rangkuti, 2011).
Kebutuhan Nutrisi Puyuh Starter.

II.3.3 Bibit

Data dan informasi tentang ternak secara lengkap sangat diperlukan untuk
dapat memilih bibit ternak dengan baik (Rahardi et al. 1995). Informasi tersebut
dapat dilihat pada catatan pemeliharaan ternak (recording). Bibit puyuh atau bisa
disebut Day Old Quail (DOQ) memegang peranan penting untuk menghasilkan
puyuh dengan produksi telur tinggi. Peternak puyuh skala besar biasanya
mengusahakan bibit sendiri. Ketersediaan bibit harus diperhatikan untuk
menjamin kelangsungan produksi. Pada saat memulai usaha peternakan burung
puyuh, langkah pertama yang harus dilakukan adalah seleksi burung puyuh yang
baik untuk bibit misalnya menyeleksi asal daerah puyuh-puyuh induk. Asal
daerah sebaiknya tidak sama.
Pembudidayaan puyuh untuk memproduksi telur sekaligus daging,
membutuhkan bibit puyuh yang berkualitas. Bibit puyuh yang akan diperoleh
sebaiknya dari ras unggul dan diperoleh dari peternak yang sudah mempunyai
kredibilitas. DOQ yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain :
1. DOQ terlihat lincah, tidak cacat, terutama kaki dan paruh.

Ibnu Mundzir / I111 16 011


2. DOQ mempunyai bobot dan ukuran yang seragam sekitar 6-8 gram/ekor.
3. Bentuk bulu normal, mengkilap dan tidak kusam.
4. DOQ bukan berasal dari perkawinan Inbreeding
Selain dilakukan pemilihan bibit pada fase starter, pemilihan bibit juga
dilakukan pada fase selanjutnya yaitu fase growerdan Layer agar didapat puyuh
yang menghasilkan jumlah telur yang tinggi dan berkualitas, ciri-ciri puyuh fase
starter dan grower yang baik antara lain :
1. Puyuh memiliki badan yang sehat, tidak menunjukkan tanda-tanda sakit dan
terlihat lincah.
2. Seluruh bagian tubuh lengkap dan tidak cacat.
3. Mata bening dan cerah.
4. Bentuk kepala, tubuh dan kaki proporsional.
5. Bobot badan seragam dan ideal sekitar 150 gram/ekor.
6. Asal-usul indukan jelas, dan bukan merupakan hasil perkawinan sedarah atau
inbreeding.
Pemilihan bibit puyuh Grower dan layer final stock yang berasal dari
perkawinan atau persilangan puyuh parent stock, sebab puyuh jenis tersebut
mempunyai produktifitas lebih tinggi dibandingkan dengan jenis puyuh hasil dari
perkawinan sedarah atau inbreeding. Selain itu kondisi kesehatan dan kualitas
bibit juga lebih terjaga, karena telah melewati tahap seleksi yang benar (Wuryadi,
2011).
Seleksi bibit puyuh hendaknya tidak hanya dilakukan pada masa starter,
tetapi juga pada masa grower,dan menginjak dewasa ( siap bertelur ). Seleksi pada
periode Starter meliputi pemilihan DOQ ( Day Old Quail). DOQ yang dipilih
bukan hasil dari perkawinan sedarah, memilih anak puyuh yang besarnya
seragam, gesit serta tidak mempunyai cacat fisik seperti kaki pengkor/bengkok,
paruh melengkung, dan sayap patah. Mata puyuh harus cerah, bersih, tidak terlihat
mengantuk dan penyakitan, serta aktif mencari pakan. Seleksi pada burung puyuh
periode grower dan puyuh menginjak dewasa hampir sama yaitu dilakukan
dengan memilih puyuh yang sehat, tidak berpenyakit, tidak mempunyai cacat
fisik, aktif mencari pakan, selain itu juga dilakukan pemilihan terhadap bibit

Ibnu Mundzir / I111 16 011


puyuh yang pertumbuhannya tidak normal atau kerdil sehingga diperoleh puyuh
yang mempunyai bobot dan ukuran seragam (Listiyowati dan Roospitasari, 2009).
II.3.4 Obat-obatan, vaksin, dan vitamin
Peternak harus selalu memperhatikan gejala-gejala yang terlihat dari
ternak. Untuk itu peternak harus selalu memiliki bahan dan peralatan yang
digunakan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit pada ternak yaitu vaksin
dan obat-obatan. Puyuh yang divaksinasi sering mengalami stres. Untuk
mencegahnya perlu pemberian vitamin dan antibiotika. Dengan demikian dapat
mendukung pertumbuhan sehingga ternak puyuh dapat tumbuh secara optimal.
II.3.5 Penyakit
Pencegahan penyakit pada pemeliharaan puyuh lebih diutamakan
dibandingkan dengan pengobatan, karena biaya yang dikeluarkan untuk
pencegahan relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya pengobatan. Meskipun
puyuh termasuk jenis unggas yang tahan terhadap penyakit, tidak menutup
kemungkinan puyuh masih tetap terjangkit oleh penyakit, beberapa jenis penyakit
yang menyerang puyuh antara lain adalah :
1. Snot atau Infection Coryza
2. Tetelo atau Newcastle Disease
3. Berak Putih atau Pullorum
4. Flu Burung atau Avian Influensa ( AI )
II.3.6 Pemeliharaan

Pemeliharaan burung puyuh terdiri dari 3 fase yaitu 1) pemeliharaan


puyuh starter yang dilakukan dikandang khusus puyuh starter, pemeliharaan
puyuh starter harus terpisah dari puyuh yang lebih besar agar tidak terjadi
perkelahian. Perkelahian dapat mengakibatkan cacat bahkan kematian. 2)
pemeliharaan puyuh fase grower, pemeliharaan puyuh grower dilakukan dalam
kandang grower. 3) pemeliharaan puyuh fase layer, pada pemeliharaan puyuh
pada fase layer kandang yang digunakan sama seperti kandang grower. Kandang
untuk skala besar sebaiknya tidak dalam ukuran besar sekaligus, tetapi berukuran
sedang yang disatukan dalam kandang besar, dengan demikian pemeliharaan
menjadi lebih mudah dan puyuh tidak saling berkelahi karena populasi terlalu
besar. Luas kandang yang dibuat tergantung kebutuhan dan jumlah puyuh yang

Ibnu Mundzir / I111 16 011


dipelihara. Untuk kandang berukuran 1 m² dapat diisi 90-100 ekor anak puyuh.
Sementara untuk anak puyuh umur berumur 10 hari hingga lepas anakan per
meter persegi dapat diisi 60 ekor puyuh, dan selanjutnya menjadi 40 ekor per
meter persegi sampai dengan puyuh diafkir (Listiyowati dan Roospitasari, 2009).
III.1 Sanitasi dan Tindakan Preventif
Untuk menjaga timbulnya penyakit pada pemeliharaan puyuh kebersihan
lingkungan kandang dan vaksinasi terhadap puyuh perlu dilakukan sedini
mungkin.
III.2 Pengontrolan Penyakit
Pengontrolan penyakit dilakukan setiap saat dan apabila ada tanda-tanda
yang kurang sehat terhadap puyuh harus segera dilakukan pengobatan sesuai
dengan petunjuk dokter hewan atau dinas peternakan setempat atau petunjuk dari
Poultry Shoup.
III.3 Pemberian Pakan
Ransum (pakan) yang dapat diberikan untuk puyuh terdiri dari beberapa
bentuk, yaitu: bentuk pallet, remah-remah dan tepung. Karena puyuh yang suka
usil memtuk temannya akan mempunyai kesibukan dengan mematukmatuk
pakannya. Pemberian ransum puyuh anakan diberikan 2 (dua) kali sehari pagi dan
siang. Sedangkan puyuh remaja/dewasa diberikan ransum hanya satu kali sehari
yaitu di pagi hari. Untuk pemberian minum pada anak puyuh pada bibitan terus-
menerus.
III.4 Pemberian Vaksinasi dan Obat
Pada umur 4-7 hari puyuh di vaksinasi dengan dosis separo dari dosis
untuk ayam. Vaksin dapat diberikan melalui tetes mata (intra okuler) atau air
minum (peroral). Pemberian obat segera dilakukan apabila puyuh terlihat gejala-
gejala sakit dengan meminta bantuan petunjuk dari PPL setempat ataupun dari
toko peternakan (Poultry Shoup), yang ada di dekat Anda beternak puyuh.
II.3.7 Tenaga Kerja

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga


kerja (Soekartawi, 1993). Oleh karena itu, dalam analisa ketenagakerjaan di
bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan
tenaga kerja. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja dan

Ibnu Mundzir / I111 16 011


jenis tenaga kerja yang dibutuhkan. Namun yang paling penting diperhatikan oleh
peternak adalah pengorganisasian tenaga kerja untuk menciptakan efisiensi. Hal
ini berkaitan dengan pembagian tugas kerja.
II.3.8 Modal

Menurut Soekartawi (1993), modal dalam usahatani dapat diklasifikasikan


sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk
menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu
proses produksi. Pembentukan modal mempunyai tujuan untuk menunjang
pembentukan modal lebih lanjut dan meningkatkan produksi dan pendapatan
usahatani.
II.3.9 Bahan Penunjang
Faktor produksi lain yang diperlukan dalam peternakan puyuh adalah
bahan penunjang yang terdiri dari peti, sekam, kardus, dan listrik. Peti, sekam, dan
kardus diperlukan untuk mengemas telur yang akan dijual. Sedangkan listrik
digunakan untuk penerangan kandang puyuh dan mesin tetas.
II.4 Skala Usaha Peternakan Puyuh

Kegiatan yang berlangsung di peternakan puyuh tergantung dari jenis


skala usahanya. Menurut Abidin (2006), skala usaha terkait secara langsung
dengan modal yang dimiliki. Semakin sedikit modal yang diinvestasikan, semakin
kecil skla usahanya. Biasanya skala usaha dikelompokkan berdasarkan jumlah
puyuh yang dipelihara dalam satu siklus produksi. Batasan skala usaha tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Skala rumah tangga yaitu jumlah puyuh yang dipelihara kurang dari 250 ekor.
2. Skala kecil yaitu jumlah puyuh yang dipelihara antara 250-2399 ekor.
3. Skala sedang yaitu jumlah puyuh yang dipelihara 2400-7999 ekor.
4. Skala besar yaitu jumlah puyuh yang dipelihara lebih dari 8000 ekor.
Kegiatan di peternakan puyuh skala kecil biasanya hanya memelihara
puyuh grower, yaitu dari umur 3-6 minggu sampai menjadi apkir. Pada
peternakan puyuh skala menengah biasa melakukan kegiatan dari penetasan
hingga puyuh menjadi usaha dewasa dalam populasi kecil, atau berupa
pemeliharaan dari masa starter sampai dewasa saja. Sedangkan peternakan skala
usaha besar umumnya melakukan penetasan, pemeliharaan puyuh anakan (DOQ),

Ibnu Mundzir / I111 16 011


serta pemeliharaan masa starter, grower, dan layer hingga berproduksi secara
bersamaan.
II.5 Tata Laksana Peternakan Puyuh

Seleksi burung puyuh untuk bibit adalah hal pertama yang harus dilakukan
dalam memulai usaha peternakan burung puyuh. Seleksi dapat dilakukan pada
masa starter, grower, dan layer. Seleksi tersebut bertujuan untuk menentukan
apakah bibit tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembibit, petelur atau pedaging.
Namun, di Indonesia belum ada peternakan yang khusus memelihara puyuh untuk
dimanfaatkan dagingnya. Daging puyuh yang beredar dikonsumsi biasanya
berasal dari puyuh afkiran. Puyuh afkiran yang dimaksud adalah puyuh jantan dan
betina yang tidak terpilih sebagai bibit serta betina yang tidak lagi produktif dalam
bertelur. Pemeliharaan puyuh secara sederhana terdapat pada Gambar 1.

Sumber : Listiyowati (1999)


Gambar 1. Penyederhanaan Pemeliharaan Puyuh

Pada masa starter, seleksi dilakukan pada umur 1-3 minggu, yaitu dengan
pemilihan DOQ. DOQ sebaiknya dipilih yang bukan berasal dari perkawinan
inbreed (perkawinan antar saudara). Kriteria lainnya adalah anak puyuh yang

Ibnu Mundzir / I111 16 011


ukurannya sama, sehat, gesit, tidak ada cacat fisik, matanya cerah, dan aktif
mencari makan.
Seleksi masa grower dimulai pada umur 3-6 minggu. Burung puyuh yang
pertumbuhannya tidak normal atau kerdil disingkirkan sehingga diperoleh puyuh
yang bobotnya sama. Selain itu, pada masa ini dilakukan seksing (pengelompokan
jenis kelamin). Pengelompokan tersebut tergantung pada tujuan pemeliharaan
yaitu sebagai penghasil bibit, petelur, atau pedaging. Masa layer adalah pada saat
puyuh berumur 6 minggu ke atas. Burung puyuh yang dipilih adalah yang
berproduksi telur tinggi (minimal 75 persen), sehat, tidak cacat fisik, dan tidak
berpenyakit. Bila seleksi dilakukan dengan rutin dan ketat dampaknya akan terasa
pada produktivitas yang stabil.

Ibnu Mundzir / I111 16 011


BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Faktor produksi merupakan barang atau jasa untuk mempermudah


suatu proses produksi dan turut menentukan keberhasilan suatu usaha. Produksi
yang tinggi dapat tercapai bila semua faktor produksi tersedia dalam jumlah yang
cukup dan bermutu baik dengan memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan produksinya. Sistem kandang yang biasa diterapkan
adalah sistem litter dan sangkar atau baterai. Kandang sistem baterai mempunyai
kelebihan yaitu mudah dibersihkan dan sirkulasi udara lancar. Pakan yang dapat
diberikan pada puyuh dapat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu pellet, remah
remah, dan tepung. Peternak dapat membuat sendiri pakan untuk puyuh.
Komposisi pakan tersebut adalah jagung kuning, tepung ikan teri tawar, bungkil
kelapa, bungkil kedelai, dedak halus, kulit kerang, dan vitamin mix. Pemberian
pakan berdasarkan umur puyuh perlu diperhatikan. Bibit puyuh atau bisa disebut
Day Old Quail (DOQ) memegang peranan penting untuk menghasilkan puyuh
dengan produksi telur tinggi. Puyuh yang divaksinasi sering mengalami stres.
Untuk mencegahnya perlu pemberian vitamin dan antibiotika. Dengan demikian
dapat mendukung pertumbuhan sehingga ternak puyuh dapat tumbuh secara
optimal.
III.2 Saran
 Bagi perusahaan sebaiknya melakukan usaha puyuh petelur dengan
melakukan pembibitan sendiri daripada membeli bibit dari peternak lain.
Selain lebih menguntungkan, hal ini juga dapat mengurangi resiko
pasokan bibit yang macet seperti yang pernah dialami perusahaan lain
sebelumnya.
 Bagi masyarakat yang tertarik pada bisnis puyuh, dapat mengusahakan
bisnis ini, walaupun resikonya cukup besar namun terbukti
menguntungkan. Resiko yang besar dari usaha puyuh dapat dikurangi
dengan menerapkan tata cara pemeliharaan puyuh dengan baik dan
memiliki sistem pemasaran yang kuat.

Ibnu Mundzir / I111 16 011


 Pemerintah sebaiknya memberikan sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat mengenai budidaya puyuh agar masyarakat dapat tertarik
terhadap usaha ini. Pemerintah hendaknya juga memberikan perhatian
kepada para peternak puyuh dengan cara pemberian bantuan kredit
maupun penyuluhanpenyuluhan tentang cara pemeliharaan dan perawatan
kesehatan puyuh yang baik agar puyuhnya tidak terserang penyakit seperti
flu burung.

Ibnu Mundzir / I111 16 011


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2002. Meningkatkan Produktivitas Puyuh. Tangerang : Agromedia


Pustaka.

Agromedia. R., 2007.Sukses Beternak Puyuh, Jakarta, Agromedia Pustaka.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Jawa Barat dalam Angka. Jawa Barat : BPS
Provinsi Jawa Barat.

[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Statistik Peternakan 2010.


Jakarta : Direktorat Jenderal Peternakan.

Elly Listyowati, Ir. Kinanti Rospitasari. 1992. Puyuh, Tatalaksana Budidaya


secara komersil Penebar Swadaya, Jakarta.

Listiyowati E, Roospitasari K. 1999. Puyuh Tata Laksana Budidaya Secara


Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya.

Listiyowati E, Roospitasari K. 2005. Puyuh Tata Laksana Budi Daya Secara


Komersial. Depok: Penebar Swadaya.

Listiyowati. E. & Roospitasari. K., 2009. Beternak Puyuh Secara Komersial.


Penebar swadaya. Jakarta.

Muhammad Rasyaf. 1985. Memelihara burung puyuh, Penerbit Kanisius


(Anggota KAPPI), Yogyakarta.

Nugroho, Drh. Mayen. 1981. Beternak burung puyuh. Dosen umum Ternak
Unggas Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas
Udayana.

Rahardi F, Satyawibawa I, Setyowati R. 1995. Agribisnis Peternakan. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Redaksi Agromedia. 2004. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Jakarta: Agromedia


Pustaka.

Wahyuning Dyah Evitadewi dkk. 1985. Beternak burung puyuh dan Pemeliharaan
secara komersil. Penerbit Aneka Ilmu Semarang. Semarang.

Wuryadi S. 2013. Beternak Puyuh. Jakarta (ID): Agromedia.

Ibnu Mundzir / I111 16 011

Anda mungkin juga menyukai