Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN PAKAN PADA BURUNG UNTA (Struthio camelus)

Di Taman Satwa Cikembulan

FADLIKAL BOGIE ALFIANDI

PROGRAM KEAHLIAN PARAMEDIK VETERINER


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN PRAKTIK KERJA
LAPANGAN 1 DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan praktik kerja lapangan berjudul
manajemen pakan pada burung unta (Struthio camelus) di Taman Satwa Cikembulan
adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir laporan
praktik kerja lapangan ini. Dengan ini saya melimpahkkan hak cipta dari karya tulis
saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Agustus 2017

Fadlikal Bogie Alfiandi


NIM J3P115013
MANAJEMEN PAKAN PADA BURUNG UNTA (Struthio camelus)
DI TAMAN SATWA CIKEMBULAN

FADLIKAL BOGIE ALFIANDI

Laporan Praktik Kerja Lapangan I


Sebagai salah satu syarat mengikuti seminar tugas akhir
Program Keahlian Paramedik Veteriner

PROGRAM KEAHLIAN PARAMEDIK VETERINER


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa taala atas segala
karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan sehingga laporan praktik kerja
lapangan 1 ini berhasil diselesaikan tepat pada waktunya. Praktik kerja lapangan ini
dilakukan dari tanggal 18 juli hingga 18 agustus 2017 di Taman Satwa Cikembulan.
Penulis mengambil judul Manajemen Pakan pada Burung Unta (Struthio camelus) di
Taman Satwa Cikembulan. Penulisan laporan ini bisa di selesaikan tepat pada
waktunya tidak lepas dari bantuan pihak yang terlibat dalam pengambilan data. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Drh Heryudianto Vibowo selaku dosen
pembimbing, Drh Dian Tresno Wikanti selaku pembimbing lapangan, Willy Ariesta
selaku Official Manager, selaku Keeper Kanguru Tanah. Saeful Albar selaku
administrasi,beserta Karyawan, dan Rekan-rekan PKL di Taman Satwa Cikembulan
yang membantu penulis dalam pengerjaan laporan praktik kerja lapangan 1. Penulis
menyadari bahwa laporan praktik kerja lapangan ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga penulis sangat terbuka jika adanya kritik dan saran yang diberikan oleh
pemba. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat bagi pembaca.
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lembaga yang berperan dalam pelestarian satwa adalah lembaga konservasi.


Lembaga konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan
dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga pemerintah
maupun lembaga non-pemerintah (MenHut 2012). Salah satu lembaga konservasi di
Indonesia adalah Taman Satwa Cikembulan. Taman Satwa Cikembulan memiliki
berbagai macam jenis satwa yang dilestarikan mulai dari reptilian, aves hingga primata.
Koleksi satwa aves yang terdapat di Taman Satwa Cikembulan antara lain burung
merak, burung dara mahkota, burung kakatua, burung elang, burung pelikan, dan
burung unta. Dari berbagai jenis aves tersebut burung yang menjadi fokus pengamatan
yakni burung unta (Struthio camelus).
Burung unta merupakan burung terbesar yang masih hidup. Burung unta berasal
dari sabana dan bagian gurun Afrika di utara dan selatan zona hutan khatulistiwa.
Dalam klasifikasi burung unta terdapat empat jenis spesies burung unta berdasarkan
daerah di benua Afrika yakni daerah Afrika Utara (Struthio camelus Linnaeus), Afrika
Timur (Struthio massaicus Neumann), Somalia (Struthio molybdophanes Reichenow),
Afrika Selatan (Struthio australis Gurney).
Burung unta masuk dalam kategori Least concern atau berisiko rendah untuk
terancam punah (IUCN 2016). Dalam alam liar, burung unta mencari pakan pada
lingkungan yang tandus dan jenis makanannya adalah berbagai tanaman, buah, dan
sayuran (Earle 1994). Burung Unta adalah pemakan segala (omnivora), meskipun
sebagian besar pakannya dari bahan nabati. Burung unta menggunakan paruhnya yang
tidak bergigi dan berbentuk lancip dalam proses mengambil makanan. Kondisi ini
harus dipertahankan dengan melakukan perawatan dan proses pemeliharaan yang baik.
Salah satu faktor yang perlu dilakukan dalam perawatan dan pemeliharaan adalah
dengan manajemen pakan yang baik. Manajemen pakan meliputi jenis pakan,
pembuatan menu pakan (komposisi pakan), distribusi pakan (teknik pengolahan),
waktu dan cara pemberian), monitoring serta evaluasi diet. Burung unta pada Taman
Satwa Cikembulan hanya diberikan campuran dari pellet dan tauge. Sebagai variasi
pakan tauge dapat digantikan dengan daun kangkung.
1.2 Tujuan

Tujuan pada pembuatan laporan praktek kerja lapangan (PKL 1) adalah menjelaskan
manajemen pakan dan melakukan perhitungan alometri pakan dengan metode
Allometri Scaling terhadap evaluasi pada pakan burung unta (Struthio camelus) di
Taman Satwa Cikembulan.

2 METODE KAJIAN

2.1 Waktu dan Lokasi

Praktik Kerja Lapangan (PKL) 1 ini dilaksanakan selama empat minggu mulai dari
tanggal 18 Juli sampai dengan 18 Agustus 2017. Kegiatan Praktik Kerja Lapangan
dilaksanakan setiap hari Senin sampai Minggu dimulai dari pukul 07.00 hingga pukul
17.00. Lokasi PKL 1 yang beralamat di Kampung Jati, Desa Cikembulan, Kabupaten
Garut kode pos 44153

2.2 Metode Pengambilan Data

Data yang didapatkan dalam pengambilan data dengan menggunakan data


primer dan sekunder. Data primer dilakukan dengan melakukan wawancara dan
observasi kepada dokter hewan dan perawat satwa (keeper), data primer yang
didapatkan yakni jenis pakan, komposisi pakan, teknik pengolahan pakan, waktu
pemberian pakan, teknik pemberian pakan. Data sekunder diperoleh dari data-data
yang didapatkan dari jurnal dan artikel ilmiah.

2.3 Tinjauan Pustaka


2.3.1 Taksonomi Burung Unta
Menurut data dari IUCN pada tahun 2016, taksonomi pada burung unta yakni :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Struthioniformes
Famili : Struthionidae
Genus : Sturthio
Species : Struthio camelus

2.3.2 Morfologi Burung Unta


Burung unta termasuk dalam burung yang tidak dapat terbang dan merupakan
burung terbesar di dunia. Berat burung unta dewasa kira kira 105 kg hingga 150 kg
pada burung unta liar dan rata-rata 130 kg pada burung unta yang tealah didomestikasi.
Tinggi burung unta 2,1 meter hingga 2,5 meter. Ukuran tinggi burung unta tersebut 90
cm yang diantaranya disumbangkan oleh leher dan 100cm diantaranya disumbangkan
oleh panjang kaki. Akibat ukuran tubuh yang terlalu besar dan ukuran sayap yang
relatif kecil membuat burung unta tidak mampu untuk terbang.
Burung unta mempunyai pertumbuhan badan yang cepat (dapat mencapai bobot
badan 100 kg sebelum berumur 1 tahun) serta mampu hidup sampai usia 70 tahun
dengan masa produksi hingga 40 tahun (Tuckwell 1997).

2.3.3 Habitat dan Populasi Burung Unta


Burung unta berasal dari benua afrika, tepatnya daerah bagian gurun Afrika di
utara dan selatan zona hutan khatulistiwa. Burung unta juga dapat beradaptasi di
berbagai habitat yaitu daerah padang rumput semi kering, padang rumput kering, dan
di dalam hutan lebat (IUCN 2016). Burung unta memiliki habitat asli di hutan sabana
di afrika,hutan sabana adalah jenis hutan yang ditumbuhi pepohonan dengan jarak
berjauhan dan diselingi dengan rerumputan (Fitriana 2008). Menurut IUCN 2016,
Populasi pada burung unta masih dalam kategori Least concern atau beresiko rendah
untuk punah namun jumlah populasinya terus menurun secara drastis sejak 200 tahun
terakhir. Dalam klasifikasi burung unta terdapat empat jenis spesies burung unta
berdasarkan daerah di benua Afrika yakni daerah Afrika Utara (Struthio camelus
Linnaeus), Afrika Timur (Struthio massaicus Neumann), Somalia (Struthio
molybdophanes Reichenow), Afrika Selatan (Struthio australis Gurney).
Gambar 1. Peta persebaran burung unta pada benua afrika
Sumber: IUCN 2016

2.3.4 Tingkah Laku Makan dan Jenis Pakan pada Burung Unta
Pada habitat aslinya burung unta memakan rerumputan, biji-bijian, daun-
daunan, bunga, dan juga buah-buahan yang jatuh. Burung unta juga memakan cukup
banyak kerikil dan pasir untuk membantu burung unta dalam membantu
menghancurkan makanan di dalam alat pencernaan makanannya. Bagian dalam pada
perut burung unta juga biasa ditemukan benda-benda tidak biasa karena mereka biasa
mematuk dan memakan benda-benda keras. Makanan yang burung unta makan terlebih
dahulu ditumpuknya kedalam kerongkongan sebelum ditelan melalui leher, dan
dicerna di dalam organ pencernaan lainnya. Burung unta dapat bertahan hidup dalam
jangka waktu yang relatif lama asalkan makanannya tumbuhan muda dan mengandung
banyak air (Adi 1996).

2.3.5 Sistem Pencernaan pada Burung Unta

Dilihat dari habitat hidupnya di daerah yang tandus atau kering, burung unta
memiliki saluran pencernaan yang relatif besar yang menciptakan lingkungan yang
ideal untuk proses fermentasi pada pakannya (Brand & Gous, 2006). Hal itulah yang
membedakan saluran pencernaan pada burung unta dengan hewan monogastric lainnya
seperti babi dan unggas lainnya. Pada dasarnya saluran pencernaan pada burung unta
masih serupa dengan saluran pencernaan pada unggas lainnya, namun yang
membedakan hanya pada ukuran saluran pencernaannya saja. Ini terdiri dari paruh dan
mulut, kerongkongan, proventriculus (kelenjar perut dimana sekresi enzim
berlangsung), gizzard (perut otot polos), usus halus, usus besar dan kloaka (Gussekloo,
2006).
Gambar 2. Sistem Pencernaan pada Burung Unta
Sumber : http://stephanieb-ansc3180.weebly.com/anatomy-and-physiology.html

3 Keadaan Umum

3.1 Sejarah Tempat Praktik Kerja Lapangan

Taman Satwa Cikembulan berada di Kampung jati, Desa Cikembulan, Kabupaten


Garut, Jawa Barat. Taman Satwa Cikembulan pada tahun 2009 diberikan izin sebagai
lembaga konservasi yang disahkan berdasarkan keputusan Kementerian Kehutanan SK
Menteri No. 609/16 Maret 2009 dan diresmikan oleh Bupati Garut pada saat itu yakni
Bapak Aceng Fikri S.Ag dan Wakil Bupati Garut pada saat itu yakni Bapak Dicky
Chandra pada tanggal 20 November 2009. Pada awal pertama dibuka, Taman Satwa
Cikembulan memiliki 92 spesies dengan persentase 65% satwa dilindungi dan sisanya
satwa tidak dilindungi.
Taman Satwa Cikembulan menjadi tempat rekreasi keluarga yang bernuansa
alam yang sekaligus dapat memberikan pengenalan berbagai jenis satwa yang terbagi
dalam 4 kelas yakni Aves, Mamalia, Reptilia, dan Pisces. Taman Satwa Cikembulan
sendiri sebenarnya telah ada sejak tahun 1998 dengan luas kurang dari 1 ha namun
belum memiliki izin sebagai sebuah lembaga konservasi sehingga pada saat itu Taman
Satwa Cikembulan hanya tempat milik keluarga dan tidak dibuka untuk umum.
Taman Satwa Cikembulan sudah mengembangbiakkan beberapa satwa
diantaranya orang utan, kanguru tanah, dan rusa timor. Pada bulan Agustus 2016 rusa
totol, kijang, dan kanguru tanah di Taman Satwa Cikembulan. Taman Satwa
Cikembulan ini belum lama berdiri sejak diresmikan tahun 2009. Tidak aneh bila di
tempat ini masih banyak yang harus dibenahi. Meskipun begitu, pihak pengelola
memperlihatkan kesungguh-sungguhan mengelola tempat ini. Rencana ke depan,
Taman Satwa Cikembulan akan memperluas area dan membuat senyaman mungkin
untuk keberlangsungan kehidupan satwa.

3.2 Sarana dan prasarana

Taman Satwa Cikembulan memiliki sarana dan prasarana untuk satwa dan pengunjung.
Taman satwa memiliki sekitar 85 kandang koleksi yang ditempatkan untuk hampir
semua jenis burung, sekitar 70 kandang peraga yang ditempatkan untuk satwa seperti
harimau, macan tutul, macan kumbang, siamang, beruang, dsb. Taman Satwa
Cikembulan juga memiliki dapur pakan, klinik, tempat penjualan karcis, dan kantor.
Area parkir untuk pengunjung dibuat jauh dari taman satwa untuk meminimalisir satwa
mengalami stres.
Sarana untuk pengunjung dapat berupa area bermain anak-anak seperti taman bermain
sebanyak tujuh area, ATV, naik kuda, tempat pemancingan, rakit, kereta mobil dan lain
sebagainya.
Selain untuk tujuan edukasi ketika liburan, tujuan pengunjung yang datang juga untuk
piknik di tempat ini. Tidak heran ketika pengunjung memasuki kawasan bagian timur
banyak ditemukan penginapan, saung dan jenis tempat istirahat lainnya dengan
perincian sepuluh saung penginapan, 44 saung&gazebo dan tempat istirahat lainnya
yang biasa digunakan untuk makan dan berkumpul oleh pengunjung setelah berjalan
mengitari taman satwa untuk melihat keberagaman satwa. Taman satwa juga memiliki
mushola diberbagai sudut tempat sebanyak empat mushola untuk memudahkan
pengunjung yang beragama Islam dalam menjalankan kewajibannya.

3.3 Kegiatan Lembaga

Kegiatan taman satwa cikembulan secara harian yakni dengan dimulai dari
sanitasi kandang satwa yang dilanjutkan kepada pembuatan pakan dan pemberian
pakan pada satwa yang dimulai dari jam 7 pagi hingga jam 10 pagi. Sebagian satwa
diberikan pakan sebanyak satu kali dalam sehari namun ada juga yang diberikan pakan
sebanyak 2 kali sehari. Untuk jenis satwa kucing besar seperti macan tutul, macan
kumbang, harimau sumatera, dan singa afrika diberikan pakan sebanyak satu kali
dalam dua hari.
Kegiatan kesehatan pada Taman Satwa Cikembulan yakni dengan inspeksi
kesehatan yang dilakukan oleh dokter hewan instansi dengan minimal seminggu sekali.
Dokter hewan juga melakukan pemberian obat kepada hewan yang diduga sakit apabila
ada laporan dari keeper dan mengonfirmasi dengan terjun langsung ke tempat untuk
menangani satwa yang diduga sakit.
Kegiatan pengunjung pada Taman Satwa Cikembulan yakni dengan adanya
permainan seperti Permainan seperti ATV, naik kuda, rakit-rakitan dan motor elektrik
biasanya dioperasikan pada hari minggu dan hari libur karena pada hari tersebut
pengunjung datang dengan kuantitas yang tidak seperti hari-hari biasa.
Taman Satwa Cikembulan juga memberikan tiket gratis kepada warga setempat
dengan catatan warga setempat yang masuk memperlihatkan KTP warga setempat. Hal
ini sebagai bentuk penghargaan kepada warga karena warga ikut berkontribusi dalam
menjaga dan membangun taman satwa Cikembulan. Tempat ini juga lebih memilih
karyawan warga setempat agar memberikan lapangan pekerjaan untuk warga setempat.
Kegiatan tahunan di Taman Satwa Cikembulan berupa rehabilitasi pada bulan
ramadhan sehingga pada bulan tersebut Taman Satwa Cikembulan tidak menerima
pengunjung. Rehabilitasi di Taman Satwa Cikembulan berupa renovasi kandang satwa,
perbaikan sarana pengunjung dan sebagainya yang bersifat jangka panjang.

3.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah tatanan pembagian kerja di dalam suatu organisasi.


Struktur organisasi yang baik akan menentukan pembagian tugas, tanggung jawab dan
wewenang secara lebih jelas dan terinci. Dengan adanya struktur organisasi, maka
penjelasan mengenai pekerjaan setiap sumber daya manusia akan lebih jelas terlihat.
Manager : Mengkoordinasikan secara langsung semua kegiatan baik
intern maupun ekstern serta bertanggung jawab atas kegiatan
Taman Satwa.
Tenaga Administrasi : Melakukan tugas koordinasi dan penanggung jawab internal
terutama yang menyangkut administrasi instansi.
Dokter hewan : Melakukan pengawasan terhadap kesehatan hewan, obat,
sanitasi lingkungan taman satwa.
Keeper/perawat satwa : Melaksanakan tugas dan tanggung jawab langsung terhadap
penyediaan dan pemberian pakan.
Tenaga pengaman : Melaksanakan tugas pengamanan terhadap seluruh areal
taman satwa serta aset-aset yang terdapat di dalamnya.

Manager

Tenaga
Administrasi

Tenaga Ahli/Dokter Tenaga Keeper/Perawat


Hewan Pengamanan Satwa

3.5 Tujuan Lembaga

3.5.1 Visi
Menjadikan cikembulan sebagai salah satu wahana konservasi satwa liar exsitu di
daerah /kabupaten, yang dapat mendukung program pemerintahan dalam bidang
konservasi.

3.5.2 Misi
Dengan adanya kehadiran satwa liar di tengah kehidupan masyarakat, para pelajar dan
pengunjung yang hadir dapat mempelajari dan mengamati prilaku dan fungsi dari satwa
liar tersebut bagi kehidupan kita di alam ini. Sehingga muncul regenerasi dari kalangan
pelajar yang cinta dan peduli terhadap satwa.

4 MANAJEMEN PAKAN PADA BURUNG UNTA

4.1 Jenis Pakan Burung Unta


4.1.1 Tauge
Kacang hijau tergolong sumber bahan pangan nabati yang mempunyai
beberapa kelebihan yaitu mudah didapat dan harganya murah (Astawan, 2005),
Kecambah dari kacang hijau dikenal dengan istilah Tauge. Tauge digunakan sebagai
salah satu bahan sayuran yang memiliki nilai gizi tinggi (Wijayanti dkk., 2013).
Vitamin yang dapat ditemukan dalam tauge adalah vitamin A, C, E, K dan B6, thiamin,
riboflavin, niasin, asam pantothen, folat, kolin dan -karoten. Mineral yang ditemukan
pada tauge adalah kalsium (Ca), besi (Fe), magnesium (Mg), fosfor (P), potasium (K),
natrium (Na), seng (Zn), tembaga (Cu), mangan (Mn) dan selenium (Se). Asam amino
esensial yang terdapat di dalam tauge meliputi triptofan, treonin, fenilalanin, metionin,
lisin, leusin, isoleusin serta valin (Amilah dan Astuti, 2006). Di dalam tauge
terkandung beberapa antioksidan dan zat yang berhubungan dengan antioksidan yaitu
fitosterol, vitamin E (-tokoferol), fenol dan beberapa mineral (selenium,mangan,
tembaga,seng dan besi) (Astawan, 2005). Vitamin E berperan sebagai antioksidan yang
dapat melindungi asam lemak tak jenuh agar tidak teroksidasi dan juga sebagai
pemelihara keseimbangan intraseluler (Yulfiperius et al., 2003).

4.1.2 Kangkung
Kangkung merupakan salah satu anggota famili Convolvulaceae. Tanaman
kangkung dapat digolongkan sebagai tanaman sayur. Kangkung terdiri dari beberapa
jenis, diantaranya kangkung air (Ipomoea aquatic Forsk), kangkung darat (Ipomoea
reptans Poir), dan kangkung hutan (Ipomoea crassiculatus Rob.) (Suratman et al.,
2000). Kangkung darat (Ipomoea reptans Poir) merupakan sayuran yang bernilai
ekonomi dan persebarannya meluas cukup pesat di daerah Asia Tenggara. Kangkung
darat merupakan tanaman yang relatif tahan kekeringan dan memiliki daya adaptasi
luas terhadap berbagai keadaan lingkungan tumbuhan, mudah pemeliharaannya, dan
memiliki masa panen yang pendek (Suratman et al., 2000). Umumnya tanaman
kangkung darat hanya ditanam dilahan pekarangan dan sebagian kecil yang ditanam
secara intensif dilahan kering, sehingga optimalisasi produksi kangkung masih kurang.
Kangkung memiliki kandungan gizi yang lengkap, diantaranya protein, lemak,
karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, zat besi, natrium, kalium, vitamin A, B, C, dan
karoten (Polii, 2009). Selain itu, tanaman kangkung berfungsi sebagai tanaman obat
untuk menyembuhkan sembelit, menenangkan syaraf, dan obat penyakit wasir
(Sawasemariai, 2012).

4.1.3 Pellet unggas


Pellet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan
konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan.
keambaan pakan yang diolah menjadi pellet berkurang karena densitasnya meningkat.
Pellet yang memiliki densitas tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan
mengurangi pakan yang tercecer, serta mencegah demixing yaitu peruraian kembali
komponen penyusun pellet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar
(Fani 2012).
Sumber : Dokumen Pribadi
4.2 Pembuatan dan Pemberian Pakan Harian Burung Unta

Proses pembuatan pakan pada burung unta dimulai dengan persiapan bahan
pakan yakni campuran dari tauge dan pellet unggas. Pellet unggas yang digunakan
untuk campuran pakan burung unta diberi air agar bentuk dan teksturnya menjadi
lembut yang berfungsi untuk mempermudah burung unta dalam proses mencerna
pakan. Selain tauge dan pellet unggas sebagai ransum pada pakan burung unta,
kangkung juga dapat dijadikan pengganti tauge untuk variasi pakan yang dicampur
dengan pellet unggas. Kangkung yang digunakan untuk campuran pakan burung unta
dicuci dan dipotong kecil yang berfungsi untuk mempermudah burung unta dalam
proses mencerna pakan.
Sumber : Dokumen Pribadi
Pemberian pakan burung unta dilakukan sebanyak dua kali sehari pada pagi
hari pukul 9.00 dan sore hari pada pukul 16.00 WIB. Pemberian pakan dilakukan
dengan cara memberikan pakan yang telah disediakan pada tempat pakan dan
diletakkan di bagian sisi dalam kandang.

4.3 Monitoring dan Evaluasi Pakan Burung Unta

Burung unta berasal dari benua afrika, tepatnya daerah bagian gurun Afrika di
utara dan selatan zona hutan khatulistiwa. Burung unta juga dapat beradaptasi di
berbagai habitat yaitu daerah padang rumput semi kering, padang rumput kering, dan
di dalam hutan lebat (IUCN 2016). Burung unta memiliki habitat asli di hutan savanna
di afrika,hutan sabana adalah jenis hutan yang ditumbuhi pepohonan dengan jarak
berjauhan dan diselingi dengan rerumputan (Fitriana 2008). Menurut IUCN 2016,
Populasi pada burung unta masih dalam kategori Least concern atau beresiko rendah
untuk punah namun jumlah populasinya terus menurun secara drastis sejak 200 tahun
terakhir. Dalam alam liar, burung unta mencari pakan pada lingkungan yang tandus dan
jenis makanannya adalah berbagai tanaman, buah, dan sayuran (Earle 1994). Burung
Unta adalah pemakan segala (omnivora), meskipun sebagian besar pakannya dari
bahan nabati. Burung unta menggunakan paruhnya yang tidak bergigi dan berbentuk
lancip dalam proses mengambil makanan. Saluran pencernaan pada burung unta masih
serupa dengan saluran pencernaan pada unggas lainnya, namun yang membedakan
hanya pada ukuran saluran pencernaannya saja. Ini terdiri dari paruh dan mulut,
kerongkongan, proventriculus (kelenjar perut dimana sekresi enzim berlangsung),
gizzard (perut otot polos), usus halus, usus besar dan kloaka (Gussekloo 2006).
Monitoring atau pengamatan aktifitas makan berfungsi untuk mengetahui banyaknya
jumlah pakan yang dikonsumsi oleh burung unta. Pada Taman Satwa Cikembulan
monitoring pakan burung unta dilakukan dua kali dalam satu hari yaitu pada pukul
09.00 dan 16.00. Berdasarkan pengamatan selama tiga hari diperoleh hasil seperti yang
ditunjukan pada Tabel 1.
Tabel 1. Monitoring pakan burung unta
Jenis Pakan Jumlah yang Sisa Jumlah yang
diberikan % gram dikonsumsi
(gram) (gram)
Tauge 7500 0,2 150 7350
Pellet Unggas 3000 0,5 150 2850
Kangkung 7000 0,3 210 6790
Sumber: Dokumen Pribadi

Burung unta menghabiskan 70 sampai 80% dari jam makan siangnya


mengkonsumsi pakan secara terus menerus dan selalu bergerak karena penting dalam
fisiologi pencernaan burung unta. Di alam liar, burung unta memakan sebanyak 60%
tumbuhan, 15% buah-buahan, 4 atau 5% serangga, sisanya memakan biji-bijian,
mineral, dan bebatuan kecil (Aganga et, al. 2003). Pada Taman Satwa Cikembulan
burung unta tidak diberikan pakan serangga dan biji-bijian, tetapi hanya diberikan
campuran pellet unggas dan tauge, lalu sebagai variasi pakan kangkung dapat
dicampurkan dengan pellet unggas. Berdasarkan komposisi pakan tersebut untuk
mengetahui kecukupan nutrisi burung unta di Taman Satwa Cikembulan, perlu
dilakukan perhitungan allometric (Allometric scaling). Allometric Scaling merupakan
metode untuk menghitung kecukupan pakan berdasarkan minimal energy consumption
(MEC) yaitu energi minimal yang diperlukan satwa saat tidak melakukan aktifitas
(tidur) (Fowler 2001). Kebutuhan MEC total pada kedua burung unta yang diamati
yakni 5201,5 Kkal. Burung unta saat beraktifitas memerlukan MEC sebanyak 1,5 dan
Konstanta Value (kV) sebanyak 78. Evaluasi pakan pada burung unta yakni
perhitungan jumlah energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, dan rasio kalsium-fosfor.
Perhitungan allometric pakan burung unta dapat ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2. Evaluasi Pakan Burung Unta di Taman Satwa Cikembulan (Metode Allometric
Scaling)
Jenis Pakan Kandungan Total Total Satuan
Gizi Konsumsi Konsumsi
(%)
Tauge Energy 369,53 0,02 Kkal/gram
Protein 432,6 2,472 gram
Pellet Lemak 49,32 0,28 gram
Kalsium 9,9382 0,056 gram
Kangkung Fosfor 9,3206 0,053 gram

Total konsumsi pada burung unta sebanyak 17500 g.


Total konsumsi energy dalam persen dapat diketahui dengan rumus total konsumsi
(gram) dibagi dengan total konsumsi bahan pakan (Kkal) sedangkan Total konsumsi
protein, lemak, kalsium, dan fosfor dengan rumus total konsumsi (gram) dibagi dengan
total konsumsi bahan pakan (gram) dikali seratus persen. Hasil total konsumsi dari
evaluasi pakan ditabel atas dibandingkan dengan total konsumsi standar yang
dijelaskan oleh Aganga (2003) pada tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan dengan (Aganga 2003)

Kandungan Total Total Satuan


Gizi Konsumsi Konsumsi
standart
Energy 0,02 9 Kkal/gram
Protein 2,472 12 %
Lemak 0,28 2,5 %
Kalsium 0,056 1,2 %
phospor 0,053 0,7 %
Rasio Ca:P 1,06 : 1 1,71 : 1

Pellet merupakan pakan yang selalu ada sebagai bahan campuran pakan baik
untuk campuran pada kangkung maupun tauge. Pada kandungan pellet sendiri energi
yang terdapat hanya 0,03 Kkal/gram dan hal itu pemicu sangat rendahnya total energy
burung unta di taman satwa cikembulan dibanding dengan konsumsi standar energi
menurut Aganga (2003) yang sebesar 9 Kkal/gram. Pada kandungan protein pada
burung di taman satwa cikembulan pun rendah hanya sebanyak 2,472% dibandingkan
dengan standar proteinnya yang seharusnya sebanyak 12%. Asupan energy dan protein
yang rendah dapat memicu lemah dan mudahnya burung unta untuk terkena penyakit.
Sebaiknya burung unta diberikan pakan tambahan seperti pakan buah-buahan dan
serangga kecil guna memperbesar asupan energy dan jumlah protein pada burung unta.
Lemak berfungsi sebagai sumber energy dan juga alat pengangkut vitamin yang larut
dalam lemak. Kandungan lemak pada burung unta di taman satwa cikembulan
sebanyak 0,28% dan kandungan lemak terbanyak hanya terdapat pada pakan kangkung
dengan jumlah 20,37 gram, menurut Aganga (2003) kandungan lemak yang seharusnya
terdapat pada burung unta sebanyak 2,5%. Sebaiknya, diberikan penambahan jenis
pakan dengan memberikan pakan yang memiliki kandungan lemak yang sesuai dengan
kebutuhan burung unta. Kalsium dan fosfor merupakan mineral penting bagi tubuh
yang mengatur pembekuan darah, kontraksi otot dan aktifitas metabolisme lainnya.
Menurut Aganga (2003) yaitu kalsium memiliki total standart sebanyak 1,2% dan
fosfor sebanyak 0,7%. Sedangkan kandungan kalsium dan fosfor pada burung unta di
taman satwa cikembulan dalam keadaan yang rendah yakni kalsium sebanyak 0,056%
dan fosfor sebanyak 0,053%. Hal ini diakibatkan jenis pakan seperti tauge dan
kangkung yang diberikan mengandung jumlah kalsium dan fosfor yang terlalu rendah,
pada tauge kandungan kalsium sebanyak 0,029% dan fosfor sebanyak 0,073%, lalu
pada kangkung kandungan kalsium sebanyak 0,073% dan fosfor sebanyak 0,05%.
Sebaiknya agar memperbanyak kandungan jumlah kalsium dan fosfor diberikan
supplement pakan seperti pemberian monocalcium phosphate.
DAFTAR PUSTAKA

[IUCN] BirdLife International.2016. The IUCN Red List of Threatened Species


[Internet]. [diunduh 2017 july 22]. Tersedia pada https//:www.iucnredlist.org.
Earle, R. 1994. Successful Ostrich Farming in Southern Africa and Australia.
Canberra, Australian Ostrich Association.
[MenHut] Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.31/Menhut-Ii/2012 Tentang
Lembaga Konservasi. Jakarta (ID). Menteri Kehutanan Republik Indonesia.
Tuckwell, C.D. 1997. The Ostrich Book. Rural Industry Developments Pty Ltd. In
Cooperation with Primary Industries, South Australia.
Adi, L. 1996. Tarian ritual burung unta di gurun dan sabana. Kumpulan makalah
seminar Prospek Pengembangan Burung Unta di Indonesia. PT Ostricharta
Lestari. Jakarta.
Fitriana, R. 2008. Mengenal Hutan. Bandung (ID). CV. Putra Setia.
Kusuwati D, I Komang WS. 2011. Bahan Ajar Satwa Liar. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Press.
Sunarso dan Christiyanto, M. 2008. Manajemen Pakan. Bogor : Departemen Ilmu
Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor
Brand, T.S. & Gous, R.M. (2006) Feeding Ostriches. In: Bels, V (Ed). Feeding in
domestic vertebrates: From structure to behaviour. pp 136 155. (CAB
International, Wallingford, England).
Gussekloo, S.W.S. (2006) Feeding structures in birds. In: Bels, V. (Ed). Feeding in
Domestic Vertebrates: From Structure to Behaviour. pp 14 32. (CAB
International, Oxfordshire, U.K.).
Amilah dan Astuti. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Tauge dan Kacang Hijau
Pada Media Vacin and Went (VW) terhadap Pertumbuhan Kecambah Anggrek
Bulan Phalaenopsis amabilis L. Bulletin Penelitian. 9 : 7896.
Astawan, M. 2005. Kacang Hijau, Antioksidan yang Membantu Kesuburan Pria.
http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_ ntrtnhlth_kacanghijau.php. (19 Januari
2010).
Wijayanti, P. M., Kirana, A. D. dan Indriaswati, T. 2013. Biskuit Tauge sebagai
Healthy Super Food Berbasis Sumber Daya Lokal. Prosiding Seminar
Nasional. Fakultas Kedokteran. Universitas Islam Indonesia. Jakarta.
Yulfiperius, I., Mokoginta dan Dedi, J. 2003. Pengaruh Kadar Vitamin E Dalam
Pakan Terhadap Kualitas Telur Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Jurnal
lktiologi Indonesia. 3 (1): 11-18.
Persagi. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta. PT Elex Media
Komputindo.
Suratman, Priyanto D, Setyawan AD. 2000. Analisis keragaman genus Ipomoea
berdasarkan karakter morfologi. Biodiversitas1(2):72-79.
Sawasemariai, A.M.. 2012. Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kangkung
Darat (Ipomoea Reptans Poir) terhadap Pemberiaan Pupuk Indovit, Sentra
Foliar dan Indomess. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian
Dan Teknologi Pertanian. Universitas Negeri Papua. Manokwari. pp. 1-3.
Suhardi. 1990.
Polii, M.G.M. 2009. Respon produksi tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans
Poir) terhadap variasi waktu pemberian pupuk kotoran ayam. Soil
Environment 1: 18-22.
Fani, Fanya. 2012. Kriteria Pakan Berkualitas. Jakarta. Universitas Indonesia Press.
Aganga A. A., Aganga O. A., Omphile U. J. 2003. Department of Animal Science
and Production, Botswana College of Agriculture, Private Bag 0027, Gaborone.
Ostrich Feeding and Nutrition. Pakistan Journal of Nutrition 2 (2): 60-67.
Fowler ME. 2001. Biology,medicine, and surgery of South American Wild Animals.
Zalmie S.C.editor. Iowa (US): Iowa State University Press

Anda mungkin juga menyukai