Oleh :
ADINDA MARGANINGRUM
NIM. 135130101111017
1.3 Tujuan
1. Mengetahui manajemen kesehatan Burung Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) di Kebun Binatang Surabaya.
2. Mengetahui manajemen pemeliharaan Burung Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi) di Kebun Binatang Surabaya.
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mendapatkan wawasan lebih tentang manajemen kesehatan
dan pemeliharaan Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Kebun
Binatang Surabaya.
2. Sebagai bahan informasi bagi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Brawijaya tentang manajemen kesehatan dan pemeliharaan Burung
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Kebun Binatang Surabaya.
3. Dapat membantu pihak KBS di lapangan tentang manajemen kesehatan
dan pemeliharaan Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Kebun
Binatang Surabaya.
4. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang cara
manajemen kesehatan dan pemeliharaan Burung Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Morfologi
1. Bulu
Sebagian besar bulu Jalak Bali berwarna putih bersih, kecuali bulu
ekordan ujung sayapnya berwarna hitam.
2. Mata
Mata berwarna coklat tua, daerah ekitar kelopak mata tidak berbulu
dengan warna biru tua.
3. Jambul
Burung Jalak Bali mempunyai jambul yang indah, baik pada jantan
maupun betina
4. Kaki
Jalak Bali mempunyai kaki berwarna abu-abu bir dengan 4 jari
jemari (1 ke belakang dan 3 ke depan).
5. Paruh
Paruh runcing dengan panjang 2-5 cm, dengan bentuk yang khas
dimana pada bagian atasnya terdapat peninggian yang berbentuk
pipih tegak. Paruh berwarna abu-abu kehitaman dengan ujung
berwarna kuning kecoklatan.
6. Ukuran
Sulit membedakan ukuran Burung Jalak Bali Jantan dan Betina,
namun secara umum yang Jantan agak lebih besar dibanding yang
Betina.
7. Telur
Jalak Bali memiliki telur berbentuk oval berwarna hijau kebiruan
dengan rata-rata diameter 2-3cm.
8. Musim Berkembangbiak
Di habitat (alam) Jalak Bali menunjukkan proses berkembangbiak
pada periode musim penghujan, berkisar pada bulan November
sampai bulan Mei.
9. Habitat
Jalak Bali menyukai habitat hutan mangrove, hutan rawa, hutan
musim dataran rendah dan daerah savana (Balen et al, 2000).
10. Populasi
Populasi Jalak Bali di habitat alaminya yaitu di Taman Nasional
Bali Barat mengalami penurunan. Menurut (Thompson dan Brown,
2001) diketahui pada tahun 1984 jumlah Jalak Bali diperkirakan
125-180 ekor. Pada tahun 1988 jumlah Jalak Bali sekitar 37 ekor
dan 12-18 ekor pada tahun 1990. Pada tahun 1998 didapatkan 10-14
ekor serta diperkirakan semuanya adalah jantan. Data terakhir yang
dikumpulkan oleh PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) Bali pada
tahun 2006 hanya ditemukan 6 ekor (Taman Nasional Bali Barat,
2009).
2.2 Kandang
2.2.1 Kandang Pembiakkan
Sarana ini secara khusus diperuntukkan untuk kepentingan
pembiakkan. Sangkar ini merupakan sarang yang digunakan untuk burung
yang telah mempunyai pasangan dan siap melakukan perkawinan, siap
menghasilkan telur dan memelihara anak yang dihasilkan hingga umur
tertentu. Sangkar pembiakkan ini berukuran 4 m x 2,25 m. Dilengkapi
tempat makan dan minum. Dengan lantai sengaja tidak dilapisi dengan
semen.
2.2.2 Kandang Biak
Sarang biak disesuaikan dengan kebiasaan Jalak Bali
menggunakan sarang biak di alam. Pada kehidupan liar Jalak Bali
menggunakan media biaknya pada batang pohon berlubang, jenis pohon
yang umum digunakan antara lain pohon Talok (Grewia koordersiana),
Walikulun (Shoutenia ovata), dan Pilang (Acacia leucoplopea).
Dipenangkaran media tersebut terbuat dari bahan kayu yang
berbentuk silindris, dengan ukuran diameter 15 cm, panjang/tinggi 50 cm,
dibuat sedemikian rupa dengan bagian dalam gerowongan. Untuk keluar
masuk burung, di salah satu bagian depan dibuat lubang berbentuk
lingkaran dengan diameter 7 cm-8 cm.
2.2.3 Kandang Sapihan
Sarana ini diperuntukan guna menampung anakan usia sapihan,
yaitu individu anakan mulai usia mandiri (35 hari). Sangkar ini berukuran
lebih lebar dari sangkar pembiakan setidaknya dapat menampung 10 ekor.
2.2.4 Kandang Calon Induk
Sangkar yang digunakan untuk menjodohkan Burung Jalak Bali
yang telah dewasa untuk jantan dan betina.
2.4 Reproduksi
Jalak Bali memiliki sifat-sifat dasar yang sangat peka terhadap adanya
suatu gangguan, dengan kata lain Jalak Bali mudah terkena stress bila merasa
keadaan lingkungannya tidak baik. Hal ini dapat mengganggu sistem
reproduksinya.
Masa reproduksi burung Jalak Bali biasanya bersamaan dengan datangnya
musim hujan dimana pada musim hujan pakan alam untuk burung ini akan
tersedia dalam jumlah yang banyak. Selain itu kelembaban dan suhu pada
musim hujan lebih ideal dalam kemungkinan keberhasilan menetasnya telur.
Teknik reproduksi merupakan kunci keberhasilan dalam penangkaran
untuk meningkatkan populasi dan produktivitas. Pengetahuan tentang biologi
dan perilaku reproduksi jenis satwa sangat penting karena dapat memberikan
arah pada tindakan manajemen yang diperlukan guna menghasilkan produksi
satwa yang ditangkarkan sesuai harapan. Beberapa aspek reproduksi yang
penting untuk diperhatikan dalam penangkaran antara lain adalah penentuan
jenis kelamin, pemilihan induk, penjodohan, pengeraman dan penetasan, serta
pembesaran piyik jalak bali(Setio & Takandjanji 2009).
2.5 Enrichment
Shepherdson et al., (1998) menjelaskan enrichment pada lingkungan
adalah sebagai suatu prinsip animal behaviour dalam meningkatkan kualitas
hidup hewan yang dipelihara disuatu tempat dengan cara mengidentifikasi
dan menyediakan stimulus lingkungan yang berguna untuk menjaga kondisi
psikologis dan fisiologis. Program enrichment sebagian besar dilakukan
dengan cara memberikan pendekatan dan pengalaman baru pada hewan yang
dirancang untuk menstimulasi perilaku khas dari hewan tersebut. Contoh
pemberian enrichment antara lain pemberian kolam dan lubang lumpur untuk
mandi dan berkubang, pemberian tumpukan dedaunan untuk tidur,
mengispeksi lingkungan, pemberian ranting untuk bermain, pemberian
berbagai jenis pakan juga digunakan untuk menstimulus perilaku pemenuhan
kebutuhan makanan.
Pelatihan terhadap burung merupakan salah satu bentuk enrichment.
Reinforcement yang positif dapat membentuk stimulasi lingkungan yang
memberi kontrol pada hewan. Kemudian kesempatan hewan untuk merasakan
konsekuensi dari keputusannya. Melatih burung dapat memberikan
kemampuan untuk mendapatkan hidupnya. Laule and Desmond (1998)
mengatakan bahwa melatih burung artinya mengajari, dilatih adalah proses
belajar, dimana terjadi adanya proses problem solving.
a. Wawancara
Kegiatan ini dilakukan dengan cara diskusi dan mengajukan
beberapa pertanyaan dengan pihak-pihak terkait yang bekerja
sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing seperti dokter
hewan, keeper (petugas yang menangani satwa) dan semua pihak
yang terkait dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS).
b. Observasi Lapang
Kegiatan observasi dilakukan secara langsung di lapangan. Dengan
cara mengamati dan mencatat langsung kondisi yang terjadi di
lapang.
c. Literatur
Untuk semua data sekunder diambil dari buku, buku ilmiah,
laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah,serta penulusuran
dengan memanfaatkan teknologi internet.
3.3 Rencana Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan PKL Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya yang
dilaksanakan seperti yang tertera pada Tabel 3.3.1 dibawah ini :
DAFTAR PUSTAKA
Balen et al. 2000. Status and distribution of the endemic Bali Starling (Leucopsar
rothschildi). Oryx 34(3): 188-197.
Farm Animal Welfare Council (FAWC). 1992. FAWC Updates the Five
Freedoms. The Veterinary Record 131 : 357
Gilmore, O. C. 2010. “The successful conservation efforts of Friends of the
National Parks Foundation’s Bali Bird Sanctuary: A Field study
assessment. FNPF”. Bali. Tidak dipublikasikan
Ginantra, I. K., A.A.G.R. Dalem, S.K. Sudirga, dan I.G.N.B. Wirayudha.“Jenis
Tumbuhan Sebagai Sumber Pakan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di
Desa Ped, Nusa Penida, Klungkung, Bali”. Jurnal Bumi Lestari. Vol. 9.
(2009) 97-102.
Hansell, M. 2000. Bird Nest and Construction Behaviour. Cambridge: Cambridge
University Press.
Kurniasih 1997. “Sejarah dan Manajemen Penangkaran Burung Jalak Bali
(Leucopsar rothschildi) di Pulau Nusa Penida” Pengelolaan Satwa Liar.
Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Bali
Laule, G and T. Desmond. 1998. “Positif reinforcement training as an
enrichment strategy”. In: D.J
Mas’yud. 2010. Teknik Menangkarkan Burung Jalak di Rumah. Bogor: IPB
Press.
Moller, A.P. 1990. Nest Predation Selects for Small Nest Size in the Blackbird.
Oikos 57: 237-240
Adapted from Essentials of Avian Medicine: A Guide for Practitioners, Second
Edition by Peter S. Sakas, DVM, MS. Published by the American
Animal Hospital Association Press. (2002)
Sherpherdson et al. 1998. Second Nature : Environmental Enrichment For
Captive Animals. Smithsonian Institution Press, Washington, DC.
Stark, B
Sudarsana, I.W. 2008. “Interaksi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi, Stresemann
1912) di Hutan Tembeling, Kabupaten Klungkung, Nusa Penida, Bali”.
Skripsi Jurusan Biologi. Universitas Udayana. Bali
Sudaryanto, L.P.E.K, dkk. 2003. “Konservasi Jalak Bali (Leucopsar rothschildi,
Stressman 1912) di Taman Nasional Bali Barat” Dinas Kehutanan Bali