Anda di halaman 1dari 9

PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

INDUSTRI KERUPUK KULIT DI KELURAHAN SEMBUNG


KABUPATEN TULUNGAGUNG
Desy Nur Cahyani1, Emma Yuliani2, Riyanto Haribowo2
1
Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
2
Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
e-mail: desycahyani07@gmail.com

ABSTRAK
Industri kerupuk kulit di Kelurahan Sembung Kabupaten Tulungagung melakukan
produksi hampir setiap hari dengan menghabiskan bahan baku kulit sebanyak 200 300 kg
dalam satu hari, sehingga menghasilkan limbah cair yang cukup besar yaitu 55.55 m3/hari
dan banyak mengandung bahan kontaminan yang jauh dari baku mutu yang ditentukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan sebuah perencanaan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebagai solusi terhadap permasalahan limbah tersebut.
Tahapan pengolahan yang dibutuhkan untuk industri kerupuk kulit ini adalah bar screen,
bak pemisah minyak dan lemak, bak koagulasi, bak flokulasi, bak pengendapan awal, bak
aerasi, serta bak pengendapan akhir. Dari proses pengolahan tersebut akan didapatkan
effluent yang mampu memenuhi baku mutu sehingga layak dibuang ke badan air. Dengan
perkiraan effluent hasil pengolahan sebesar BOD5 = 2.1 mg/L, COD = 2.89 mg/L, TSS =
26.05 mg/L, pH = 7, minyak dan lemak = 1 mg/L, NH3 = 0 mg/L, sulfida = 0 mg/L, dan
krom = 0.00011 mg/L.
Kata kunci: limbah cair, baku mutu, IPAL, effluent

ABSTRACT
Leather cracker industry in Sembung Subdistrict of Tulungagung Regency produces
cracker almost everyday which spends 200-300 kg of leathers. It causes dangerous waste
water as much as 55.55 m3/day and it contains much contaminant material which not
appropriate with determined standard quality. The aim of this study is to get the design of
a wastewater treatment plant (WWTP) system as a solution for the waste water problem.
The stages of treatment is needed for the leather cracker industry. They are bar screen,
skimmer, equalization basin, coagulation basin, flocculation basin, initial sedimentation
basin, aeration basin and final sedimentation basin. From the process, it will be obtained
the effluent that fill standard quality so that it is proper to discharge into river. With the
result of estimated effluent process of BOD5 = 2.1 mg/L, COD = 2.89 mg/L, TSS = 26.05
mg/L, pH = 7, oils and fats = 1 mg/L, NH3 = 0 mg/L, sulfide = 0 mg/L, and chrome =
0.00011 mg/L.
Keywords: wastewater, standard quality, WWTP, effluent.
PENDAHULUAN untuk terjadinya pencemaran lingkungan
Kabupaten Tulungagung merupakan (Kristanto, 2004).
salah satu kabupaten yang memiliki Air limbah banyak mengandung
industri kerupuk kulit yang terletak di nutrien yang dapat merangsang
Kelurahan Sembung. Industri tersebut pertumbuhan mikroorganisme dengan
melakukan produksi hampir setiap hari komposisi air limbah pada umumnya
dengan menghabiskan bahan baku kulit 99,9% air dan 0,1% padatan. Padatan
sebanyak 200 300 kg dalam satu hari, yang terdapat dalam limbah cair terdiri
sehingga menghasilkan air limbah cukup dari 70% padatan organik dan 30%
besar. Air limbah industri adalah air yang padatan non-organik (Sugiharto, 1987).
berasal dari rangkaian proses produksi Limbah cair kerupuk kulit
suatu industri yang mengandung menghasilkan kontaminan yang
komponen yang berasal dari proses berpotensi mencemari badan air dan
produksi tersebut dan apabila dibuang ke belum memenuhi standar baku mutu air
lingkungan tanpa pengelolaan yang benar karena masih mengandung kadar BOD,
akan dapat mengganggu badan air COD, TSS, pH, minyak dan lemak, NH3,
penerima (Moertinah, 2010). Industri ini Sulfida (S) dan Krom (Cr) yang masih
membuang limbah cairnya yang banyak tinggi. Menurut Moertinah (2010),
mengandung bahan kimia organik ke kandungan BOD yang tinggi dapat
saluran kecil yang berada di samping menyebabkan turunnya oksigen perairan,
rumah industrinya dan langsung menuju keadaan anaerob (tanpa oksigen),
ke sungai Ngrowo yang berada di sehingga dapat mematikan ikan dan
belakang lokasi industri. menimbulkan bau busuk.
Limbah membutuhkan pengolahan Berdasarkan Peraturan Pemerintah
apabila ternyata mengandung senyawa Nomor 18(b) Tahun 1999 tentang
pencemar yang berakibat menciptakan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
kerusakan terhadap lingkungan atau dan Beracun bahwa dengan
berpotensi menciptakan pencemaran. meningkatnya pembangunan di segala
Suatu perkiraan harus dibuat lebih dahulu bidang, khususnya pembangunan di
dengan meng-identifikasikan sumber bidang industri, semakin meningkat pula
pencemaran, sistem pengolahan, jumlah limbah yang di hasilkan termasuk
banyaknya buangan dan jenisnya, serta yang berbahaya dan beracun yang dapat
kegunaan bahan beracun dan berbahaya membahayakan lingkungan hidup dan
yang terdapat dalam pabrik (Ginting, kesehatan manusia. Pembangunan IPAL
2007). Oleh karena itu, dibutuhkan merupakan salah satu upaya terencana
sebuah Instalasi Pengolahan Air Limbah untuk meningkatkan pengolahan dan
(IPAL) yang sesuai dengan kondisi yang pembuangan limbah yang akrab
ada. IPAL adalah sebuah struktur yang lingkungan. Tujuan dari perencanaan
dirancang untuk membuang limbah pembangunan IPAL ini adalah untuk
biologis dan kimiawi dari air sehingga mendapatkan desain IPAL yang efektif
memungkinkan air tersebut untuk dan sesuai dengan limbah cair dari
digunakan pada aktifitas yang lain kerupuk kulit, sehingga dapat menjadikan
(Spellman, 2008:8). masukan kepada pengolahan industri
Kualitas limbah menunjukkan maupun pihak yang terkait untuk
spesifikasi limbah yang diukur dari melakukan pengolahan terhadap air
jumlah kandungan bahan pencemar di limbah yang dihasilkan dari proses
dalam limbah yang terdiri dari berbagai produksi kerupuk kulit. Sehingga air
parameter. Semakin kecil jumlah limbah yang dibuang dapat diterima oleh
parameter dan konsentrasinya, badan air.
menunjukkan semakin kecilnya peluang
METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi Penelitian
Studi ini dilakukan pada sentra Titik 2
(Perebusan jagal)
produksi pengolahan kerupuk kulit yang Titik 1
(Pencucian jagal)

berlokasi di Kelurahan Sembung, Titik 3


(Pencucian pabrik)

Kecamatan Tulungagung, Kabupaten


Tulungagung, Provinsi Jawa Timur.
Gambar 2. Titik pengambilan sampel

2.2.2. Analisa Kualitas Air Limbah


Analisa ini dilakukan untuk
memperoleh kualitas air limbah buangan
industri. Penentuan parameter uji
didasarkan pada Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013.
Tabel 1. Parameter dan metode uji.
Parameter Satuan Metode Uji
Gambar 1. Lokasi penelitian
1 BOD5 (mg/L) Volumetri
2 COD (mg/L) Volumetri
2.2. Pengambilan Sampel dan Analisa 3 TSS (mg/L) TSS Analyzer
Kualitas Air Limbah 4 pH (mg/L) pH meter
2.2.1. Pengambilan Sampel 5
Minyak dan
- Gravimetri
Pengambilan sampel menggunakan Lemak
6 NH3-N (mg/L) Spektrofotometri
metode Grab Sampling dengan satu kali
7 Sulfida (mg/L) Volumetri
pengulangan, yang dilakukan langsung 8 Krom (mg/L) Spektrofotometri
pada 3 titik sumber limbah (Gambar 2) Sumber: Hasil analisa.
yaitu pencucian dan perebusan bahan
jagal, serta pencucian bahan pabrik, 2.3. Penentuan Model IPAL
dengan menggunakan botol sampel BL Perencanaan IPAL pada industri
1000 ml. kerupuk kulit ini mengacu pada desain
IPAL industri penyamakan kulit yaitu
pada penelitian BPPT (2004). Hal
tersebut dikarenakan bahan utama dari
proses pembuatan kerupuk kulit yaitu
kulit yang salah satunya diperoleh dari
industri penyamakan kulit (Gambar 3).

Influent Bak Pemisah Bak Bak


Bar Screen Equalisasi Bak Flokulasi
Minyak/Lema k Koagulasi

Effluent Bak Bak


Pengendapan Bak Aerasi
Pengendapan
Akhir Awal

Sludge/lumpur kembali
ke bak aerasi

Gambar 3. Desain model IPAL industri kerupuk kulit


HASIL DAN PEMBAHASAN 3.2.2. Bak Pemisahan Minyak dan
3.1. Pengukuran Debit Air Limbah Lemak
Pengukuran debit dilakukan pada Tahapan ini mampu mengurangi
saat proses pembuangan air limbah di bahkan menghilangkan kontaminan
saluran pembuangan sebanyak 5 kali minyak dan lemak dengan perkiraan
pengulangan guna mendapatkan hasil efisiensi yang tinggi yaitu 99,5% dengan
yang lebih akurat. Pengukuran dilakukan asumsi waktu tinggal yang direncanakan
dengan memanfaatkan kecepatan aliran mampu mengendapkan minyak dan
dan dimensi dari saluran. Panjang saluran lemak pada air limbah. Serta diperkirakan
ditentukan sepanjang 1 meter. juga mampu mengurangi kadar TSS
Tabel 2. Hasil pengukuran debit dengan efisiensi yang kecilByaitu 5%.
Psal Asal tkayu v Q Dimensi dan0.8 volume
m 0.8 m
bak 0.8 m 0.15 m

(m) (m2) (dtk) (m/dt) (m3/dt) V = Q x td


I 1 0.0157 4.9 0.20 0.0032
A = 2.31 x 1
Pipa Inlet = 4"
A
II 1 0.0157 5.2 0.19 0.0030 1.0 m

III 1 0.0157 6.4 0.16 0.0025 = 2.31 m3


IV 1 0.0157 4.6 0.22 0.0034 Diambil:
V 1 0.0157 4.7 0.21 0.0033 - Panjang (p) B = 2.4 m Pipa Outlet = 4"
Debit rata-rata 0.0031 - Lebar (l) = 1m
(a)
Sumber: Hasil Perhitungan. - Kedalaman (h) = 1m
- Debit (Q) = 0.0031 m3/dt - Jagaan = 0.5 m Dind
pem

- Waktu produksi (t) = 5 jam/hari 0.15 m 0.8 m 0.8 m 0.8 m

Maka debit harian limbah kerupuk kulit:


Pipa Inlet = 4"
Qharian = 0.0031 x 60 x 60 x 5
= 55.55 m3/hari
1.0 m
3.2. Perencanaan dan Perhitungan
Desain IPAL
3.2.1. Bar Screen
B Beton K275
dengan waterproofing
A Pada tahapan ini tidak ada parameter A
yang dapat tereduksi dikarenakan pada Gambar 5.0.25
Desain
m bak(b)pemisah minyak
hanya mampu menyaring limbah padat dan lemak
B
yang berukuran besar. Sehingga beban air
limbah masih sama dengan kadar influent 3.2.3. Bak Ekualisasi
yang masuk ke IPAL.(a) Pada bak equalisasi mampu
mengurangi kadar TSS dengan efisiensi
Banyaknya celah/bukaan antar batang:
b 0.25 yang kecil yaitu diperkirakan 15%.
nc = = =7.14 8 celah Dimensi dan volume bak
(B+D) (0.0025 + 0.010)
Jumlah batang = nc 1 = 8 1 = 7 batang V = Q0.1x mtd
Lebar bukaan efektif : 7 0.025=0.175 m = 2.31 x 2
Panjang batang bar yang(b) terendam : = 4.63 m3
d 0.1 Diambil:
= 0.866 = 0.115 m
sin 60
- Panjang (p) = 2m
0.25 m
0.01 m - Lebar (l) = 1.5 m
0.0175 m
- Jagaan = 0.5 m
Maka kedalaman
Vol 4.63
0.115 m
h = pl = 2 1.5 = 1.54 m 1.6 m
pipa inlet dan outlet : 4 inci
Pompa outlet : submersible pump
Gambar 4. Desain
(c) bar screen Kemiringan dasar : 0.02
0.5 m
0.35 m B
0.5 m 2.0 m
B (a)
(a)
1.5 m

0.8 m 0.5 m
Beton K275
1.5 m dengan waterproofing

(c)
0.5 m 0.5 m

1.5 m

Beton K275 1.5 m


2.0 m dengan waterproofing

Gambar 6. Desain(b)bak equalisasi

3.2.4. Bak Koagulasi dan Flokulasi


Bak koagulasi dan flokulasi Beton K275
digunakan sebagai pembentukan flok- 1.0 m
dengan waterproofing

flok untuk mengurangi beban krom Gambar 7. Desain bak koagulasi


dalam air limbah dengan efisiensi 75%. (b)
Pada bak ini juga mampu mengurangi 3.2.4.2. Bak Flokulasi
kandungan BOD, COD, ammonia dan Dimensi dan volume
1.0 m
bak
sulfida dalam jumlah kecil yaitu 5%. Hal B
V = Q x td
tersebut dikarenakan adanya pengadukan = 2.31 x 1
yang menyebabkan terjadi kontak air = 2.31 m3
limbah dengan udara. Pada proses 1.0 m
Diambil:
koagulasi ini terjadi kenaikan pH karena A A
- Panjang (p) = 1m
adanya pembubuhan koagulan yang
- Lebar (l) = 1m
bersifat basa.
- Jagaan B = 0.5 m
3.2.4.1. Bak Koagulasi
Dimensi dan volume bak Maka kedalaman (a)
Vol 2.31
V = Q x td h = = = 2.31 m
pl 11
40
= 2.31 x 60
= 1.54 m3
Diambil:
- Panjang (p) = 1m 0.5 m

- Lebar (l) = 1m
- Jagaan = 0.5 m
Maka kedalaman
Vol 1.54
h = pl = 11 = 1.54 m 1.6 m
2.3 m

Pembubuhan Koagulan
Senyawa = Natrium Hidroksida (NaOH) 1.0 m

dalam bentuk cairan. (c)


Reaksi kimia dalam air limbah yang
mengandung Cr3+ ditambah dengan
Beton K275
hidroksida Na, maka krom tersebut akan 1.0 m dengan waterproofing

terendap sebagai Cr(OH)3. Gambar 8. Desain


(b) bak flokulasi
Reaksi :
Cr3+ + 2NaOH Cr(OH)3 + 2Na
3.2.5. Bak Pengendapan Awal Dimensi dan volume bak
Bak pengendapan awal ini ditujukan V = Q x td
untuk mengandapkan krom dan padatan = 2.31 x 2
tersuspensi yang berasal dari bak = 4.63 m3
koagulasi dan flokulasi dengan efisiensi Diambil:
yang tinggi yaitu 90%, serta mampu Panjang = 2m
mengurangi kadar BOD dan COD dengan Lebar = 2m
efisiensi yang cukup yaitu 40% dan 35%. Kedalaman = 1.2 m
Dimensi dan volume bak Tinggi jagaan = 0.3 m
V = Q x td B Tinggi ruang lumpur = 0.3 m
= 2.31 x 2 Jagaan = 0.5 m
= 4.63 m3 Sehingga volume bak desain:
Diambil: V = pxlxh
Diameter = 1.8 m = 2 x 2 x 1.2 B
A
Tinggi silinder = 1 m A1.8 m = 4.8 m3
Tinggi kerucut = 0.7 m
Tinggi jagaan = 0.3 m Blower udara yang
1.8 m diperlukan

Tebal dinding = 15 cm Blower Tipe = JQT 750C


0.5 m
Jagaan = 0.5 m Diffuser ATipe = D215 Diffuser udara A
2.0 m
Maka : disc (piringan)
B
Vtot = Vsilinder
(a) + Vkerucut 1.0 m
= 2.5 + 2.37 Reaksi penguraian Amonia dan Sulfida
= 4.92 m3 - Reaksi Nitrifikasi:
1.8 m NH4+ + 1.5 O2 NO2- + 2H+ + H2O
NO2- + 0.5 O2 NO
B-
2.0 3
Beton K275
m dengan waterproofing
0.5 m
- Reaksi Oksidasi Sulfur:
(a)
S2- + O2 + 2H+ S + H2O
2S + 3 O2 + 2 H2O 2H2SO4
1.0 m
(c) 2.0 m
0.6 m 0.7 m 0.6 m

0.5 m

Beton K275
dengan waterproofing

1.2 m

Gambar 9. Desain
(b)bak pengendapan awal

Beton K275
3.2.6. Bak Aerasi Blower udara
dengan waterproofing

Bak aerasi diperkirakan mampu (b) bak aerasi


Gambar 9. Desain
mereduksi beban pencemar dengan
efisiensi yang tinggi yaitu 95% untuk
3.2.7. Bak Pengendapan Akhir
parameter BOD, COD, NH3, dan S, dan Bak pengendapan akhir ini ditujukan
10% untuk TSS. Hal tersebut untuk mengandapkan padatan tersuspensi
dikarenakan pada bak aerasi diberikan yang berasal dari bak aerasi dengan
pasokan oksigen berlebih untuk efisiensi yang tinggi yaitu 90%, serta
menguraikan zat pencemar. Pada bak ini mampu mengurangi kadar BOD dan
pH kembali netral. Hal tersebut COD dengan efisiensi yang cukup yaitu
disebabkan munculnya senyawa asam 40% dan 35%.
yang berasal dari reaksi oksidasi sulfida.
Dimensi dan volume bak diperkirakan masih belum memenuhi
V = Q x td baku mutu air limbah, antara lain BOD,
= 2.31 xB 2 NH3, dan S (Tabel 3). Maka diperlukan
= 4.63 m3 pengolahan tambahan untuk menurunkan
Diambil: lagi kadar zat pencemar tersebut dalam
Diameter = 1.8 m air limbah.
A
Tinggi silinder = 1m A
Tinggi kerucut = 0.7 m 1.8 m 3.4. Upaya Pemenuhan Standar Baku
Tinggi jagaan = 0.3 m Mutu 1.8 m

Tebal dinding = 15 cm 3.4.1. Pengolahan Tambahan


Jagaan = 0.5 m Pengolahan tambahan digunakan
0.5 m

Maka : agar semua parameter yang terolah


Vtot B + V
= Vsilinder kerucut
diperkirakan mampu mengeluarkan
= 2.5 + 2.37(a) effluent yang memenuhi baku mutu1.0 m yang

= 4.92 m3 telah ditentukan. Berdasarkan analisis


didapatkan pengolahan tambahan yang
1.8 m
sesuai yaitu penambahan blower pada
Beton K275

0.5 m bak aerasi dengan cara menaikkan faktor dengan waterproofing

aman pada kebutuhan udara.


Faktor aman awal = 1,2 (1 blower)
1.0 m Faktor aman baru = 2 (2 blower )
(c)

3.4.2. Hasil Pengolahan Tambahan


Beton K275
(Effluent)
dengan waterproofing
Kualitas effluent dengan pengolahan
tambahan ini diperkirakan semua
parameter telah memenuhi baku mutu air
Gambar 10. Desain
(b) bak pengendapan limbah berdasarkan Peraturan Gubernur
akhir Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
3.3. Hasil Pengolahan (Effluent) 2001 (Tabel 3). Dan didapatkan skema
Kualitas effluent dari proses dari perencanaan IPAL pada Gambar 11.
pengolahan air limbah industri kerupuk
kulit yaitu beberapa parameter effluent

Ruang produksi
industri kerupuk kulit

2.7 m 2.0 m 1.0 m 1.0 m 1.8 m

0.25 m Bar Screen + 86.75


Bak Pemisah Bak Bak
1.0 m Minyak/Lemak 1.0 m Koagulasi Flokulasi
Bak
Bak
+ 85.50 1.5 m Equalisasi + 87.00 + 86.20
Pengendapan Awal
+ 85.00
+ 86.30
+ 86.20
0.35 m Rumah Pompa
0.5 m dan Blower
+ 87.00

Bak Aerasi 2.0 m


+ 86.30
+ 87.00
Bak
Pengendapan Akhir
+ 86.30

2.0 m

1.8 m

Gambar 11. Skema perencanaan IPAL


Tabel 3. Perbandingan effluent dengan baku mutu air limbah.
Effluent Limbah Cair
Beban Awal Dengan
Parameter Satuan Baku Mutu
Limbah Pengolahan
Tambahan
1 BOD5 (mg/L) 6 * 583 10 2.1
2 COD (mg/L) 50 * 720 14.45 2.89
3 TSS (mg/L) 60 ** 3585 26.05 26.05
4 pH (mg/L) 69 * 7.602 7 7
5 Minyak dan Lemak - 1 * 200 1 1
6 NH3-N (mg/L) 0.5 ** 27.89 1.33 0
7 Sulfida (mg/L) 0.002 * 16.65 0.79 0
8 Krom (mg/L) 0.0 * 0.065 0.00011 0.00011
Sumber: Hasil Rekapitulasi.
*) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
**) Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013

3.5. Perencanaan Biaya Pembangunan melalui beberapa tahapan pengolahan,


IPAL antara lain bar screen, bak pemisah
Tabel 4. Perhitungan RAB pembangunan minyak dan lemak, bak koagulasi, bak
IPAL flokulasi, bak pengendapan awal, bak
No Jenis Pekerjaan
Harga aerasi, serta bak pengendapan akhir.
(Rp) Dengan desain IPAL tersebut
I Pekerjaan Persiapan 1.600.000,00 diperkirakan mampu menurunkan
II Pekerjaan Tanah 1.129.716,92
III Pekerjaan Struktur 18.056.884,56
kontaminan lebih dari 90%, sehingga
IV Pekerjaan Dinding 9.547.427,66 effluent dari pengolahan layak untuk
V Pekerjaan Perpipaan 2.060.338,50 dibuang ke badan air.
VI Pekerjaan Elektrikal 18.750.000,00
VII Pekerjaan Lain-lain 2.450.000,00 DAFTAR PUSTAKA
Jumlah Rp 53.594.367,64 BPPT. 2004. Petunjuk Teknis
PPN 10% Rp 5359436,764
Pengolahan Limbah Industri Kulit.
Jumlah Total Rp 58.953.804,40
Jumlah Total Dibulatkan Rp 58.953.000,00 Jurnal dipublikasikan. Jakarta :
Terbilang Kelair BPPT.
Lima Puluh Delapan Juta Sembilan Ratus Lima Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan
Puluh Tiga Ribu Rupiah Lingkungan dan Limbah Industri.
Bandung: Yrama Widya.
Pada pemilihan desain IPAL maka
Gubernur Jawa Timur. 2013. Peraturan
dipilih desain dengan perencanaan
Gubernur Jawa Timur Nomor 72
pengolahan tambahan menggunakan 2
Tahun 2013 Tentang Baku Mutu Air
blower pada bak aerasi, dikarenakan
Limbah Bagi Industri dan Kegiatan
selisih harga yang tidak terlalu signifikan
Industri Lainnya. Surabaya :
dengan desain awal, namun semua
Gubernur Jawa Timur.
parameter effluent diperkirakan sudah
mampu memenuhi baku mutu air limbah Kristianto. (2004). Ekologi Industri.
dan layak dibuang ke badan air. Yogyakarta: Andi.
Moertinah, Sri. 2010. Kajian Proses
KESIMPULAN Anaerobik Sebagai Alternatif
Berdasarkan perencanaan dan Teknologi Pengolahan Air Limbah
perhitungan desain IPAL industri Industri Organik Tinggi. Dalam
kerupuk kulit di Kelurahan Sembung, Jurnal Riset Teknologi Pencegahan
maka didapatkan IPAL yang efektif dan Pencemaran Industri Vol.1 No.
dalam mengolah limbah cair dengan 2. Semarang: Balai Besar Teknologi
Pencegahan Pencemaran Industri
Semarang.
Republik Indonesia. 1999. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun. Lembaga
Negara RI Tahun 1999. Jakarta :
Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2001. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2001 Tentang
Pengolahan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Lembaga Negara RI Tahun 2001
Nomor 153. Jakarta : Sekretariat
Negara.
Spellman, Frank R. 2008. Water and
Wastewater Treatment Plant
Operations (Second Edition). Florida
: CRC Press LLC.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar
Pengelolaan Air Limbah. Jakarta :
UI-Press.

Anda mungkin juga menyukai