Anda di halaman 1dari 19

EYD

A. Penulisan Huruf

1. Huruf kapital atau huruf besar

A. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.

Misalnya:

Kami menggunakan barang produksi dalam negeri.

Siapa yang datang tadi malam?

Ayo, angkat tanganmu tinggi-tinggi!

B. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

Misalnya:

Adik bertanya, Kapan kita ke Taman Safari?

Bapak menasihatkan, Jaga dirimu baik-baik, Nak!

C. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan
nama kitab suci, termasuk ganti untuk Tuhan.

Misalnya:

Allah, Yang Mahakuasa, Islam, Kristen, Alkitab, Quran, Weda, Injil.

Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hambanya.

Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.

D. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.

Misalnya:

Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim,Raden Wijaya.

E. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama
orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.

Misalnya:

Presiden Yudhoyono, Mentri Pertanian,Gubernur Bali.

Profesor Supomo, Sekretaris Jendral Deplu.


Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang,
nama instansi, atau nama tempat.

Misalnya:

Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?

Kapten Amir telah naik pangkat menjadi mayor.

Keponakan saya bercita-cita menjadipresiden.

F. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

Misalnya:

Albar Maulana

Kemal Hayati

Muhammad Rahyan

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau
satuan ukuran.

Misalnya:

mesin diesel

10 watt

2 ampere

5 volt

G. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa-bangsa dan bahasa. Perlu
diingat, posisi tengah kalimat, yang dituliskan dengan huruf kapital hanya huruf pertama nama bangsa,
nama suku, dan nama bahasa; sedangkan huruf pertama kata bangsa, suku, dan bahasaditulis dengan
huruf kecil.

Penulisan yang salah:

Dalam hal ini Bangsa Indonesia yang .

. tempat bermukim Suku Melayu sejak .

. memakai Bahasa Spanyol sebagai .

Penulisan yang benar:


Dalam hal ini bangsa Indonesia yang .

. tempat bermukim suku Melayu sejak .

. memakai bahasa Spanyol sebagai .

Huruf kapital tidak dipakai sebagi huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai
bentuk dasar kata turunan.

Misalnya:

keinggris-inggrisan

menjawakan bahasa Indonesia

H. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.

Misalnya:

tahun Saka

bulan November

hari Jumat

hari Natal

perang Dipenogoro

Huruf kapital tidak dipakai sebagi huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.

Misalnya:

Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hattamemproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Perlombaan persenjataan nuklir membawa risiko pecahnya perang dunia.

I. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.

Misalnya:

Salah Benar

teluk Jakarta Teluk Jakarta

gunung Gunung Semeru


Semeru
danau Toba Danau Toba

selat Sunda Selat Sunda

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.

Misalnya:

Jangan membuang sampah ke sungai.

Mereka mendaki gunung yang tinggi.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.

Misalnya:

garam inggris

gula jawa

soto madura

J. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, nama resmi badan/
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.

Misalnya:

Departemen Pendidikan Nasional RI

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Undang-Undang Dasar 1945

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi lembaga pemerintah,
ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.

Perhatikan penulisan berikut.

Dia menjadi pegawai di salah satudepartemen.

Menurut undang-undang, perbuatan itu melanggar hukum.

K. Huruf kapital dipakai sebagai huruf kapital setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat
pada nama badan/ lembaga.

Misalnya:

Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.

L. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang
sempurna) dalam penulisan nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata
seperti di, ke, dari, dan, dalam, yang, untuK yang tidak terletak pada posisi awal.

Misalnya:

Idrus menulis buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.

Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.

Dia agen surat kabar Suara Pembaharuan.

Ia menulis makalah Fungsi Persuasif dalam Bahasa Iklan Media Elektronik.

M. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti Bapak,
Ibu, Saudara, Kakak, Adik, Paman, yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

Misalnya:

Kapan Bapak berangkat? tanya Nining kepada Ibu.

Para ibu mengunjungi Ibu Febiola.

Surat Saudara sudah saya terima.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang dipakai
dalam penyapaan.

Misalnya:

Kita semua harus menghormati bapak danibu kita.

Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

N. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.

Misalnya:

Dr. : doktor

M.M. : magister manajemen

Jend. : jendral

Sdr. : saudara

O. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.


Misalnya:

Apakah kegemaran Anda?

Usulan Anda telah kami terima.

2. Huruf Miring

A. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang
dikutip dalam karangan.

Misalnya:

majalah Prisma

tabloid Nova

Surat kabar Kompas

B. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata,
atau kelompok kata.

Misalnya:

Huruf pertama kata Allah ialah a

Dia bukan menipu, melainkan ditipu

Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.

C. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau ungkapan
asing,kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya.

Misalnya:

Nama ilmiah padi ialah Oriza sativa.

Politik devide et impera pernah merajalela di benua hitam itu.

Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut.

Negara itu telah mengalami beberapa kudeta (dari coup detat)

B. Penulisan Kata

1. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.

Misalnya:

Kantor pos sangat ramai.

Buku itu sudah saya baca.

Adik naik sepeda baru

(ketiga kalimat ini dibangun dengan gabungan kata dasar)

1. Kata Turunan

A. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Misalnya:

berbagai ketetapan sentuhan

gemetar mempertanyakan terhapus

B. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang
langsung mengikuti atau mendahuluinya.

Misalnya:

diberi tahu, beri tahukan

bertanda tangan, tanda tangani

berlipat ganda, lipat gandakan

C. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur
gabungan kata itu ditulis serangkai.

Misalnya:

memberitahukan

ditandatangani

melipatgandakan

1. Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.


Misalnya:

anak-anak, buku-buku, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk,

mondar-mandir, porak-poranda, biri-biri, kupu-kupu, laba-laba.

1. Gabungan Kata

A. Gabungan kata yang lazim disebutkan kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya
ditulis terpisah.

Misalnya:

duta besar, kerja sama, kereta api cepat luar biasa, meja tulis, orang tua, rumah sakit, terima kasih, mata
kuliah.

B. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan salah pengertian dapat
ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang berkaitan.

Misalnya:

alat pandang-dengar (audio-visual), anak-istri saya (keluarga), buku sejarah-baru (sejarahnya yang baru),
ibu-bapak (orang tua), orang-tua muda (ayat ibu muda) kaki-tangan penguasa (alat penguasa)

C. Gabungan kata berikut ditulis serangkai karena hubungannya sudah sangat padu sehingga tidak
dirasakan lagi sebagai dua kata.

Misalnya:

acapkali, apabila, bagaimana, barangkali, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada,


darmabakti, halal-bihalal, kacamata, kilometer, manakala, matahari, olahraga, radioaktif, saputangan.

D. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis
serangkai.

Misalnya:

adibusana, antarkota, biokimia, caturtunggal, dasawarsa, inkonvensional, kosponsor,

mahasiswa, mancanegara, multilateral, narapidana, nonkolesterol, neokolonialisme, paripurna,

prasangka, purna-wirawan, swadaya, telepon, transmigrasi.

Jika bentuk terikan diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara kedua unsur kata itu

ditulisakan tanda hubung (-).


Misalnya: non-Asia, neo-Nazi

1. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya

Kata ganti ku dan kau sebagai bentuk singkat kataaku dan engkau, ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya.

aku bawa, aku ambil menjadi kubawa, kuambil

engkau bawa, engkau ambil menjadi kaubawa, kauambil

Misalnya:

Bolehkan aku ambil jeruk ini satu?

Kalau mau, boleh engkau baca buku itu.

Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut ini.

Bolehkah kuambil jeruk ini satu?

Kalau mau, boleh kaubaca buku itu.

1. Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata
yang sudah dianggap kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.

Misalnya:

Tinggalah bersama saya di sini.

Di mana orang tuamu?

Saya sudah makan di rumah teman.

Ibuku sedang ke luar kota.

Ia pantas tampil ke depan.

Duduklah dulu, saya mau ke dalam sebentar.

Bram berasal dari keluarga terpelajar.

Akan tetapi, perhatikan penulisan yang berikut.

Kinerja Lely lebih baik daripada Tuti.


Kami percaya kepada Ada.

Akhir-akhir ini beliau jarang kemari.

1. Kata Sandang si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya:

1. Partikel

A. Partikel lah dan kah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

Bacalah peraturan ini sampai tuntas.

Siapakah tokoh yang menemukan radium?

B. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

Apa pun yang dikatakannya, aku tetap tak percaya.

Satu kali pun Dedy belum pernah datang ke rumahku.

Bukan hanya saya, melainkan dia pun turut serta.

Catatan:

Kelompok berikut ini ditulis serangkaian, misalnyaadapun, andaipun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun,
kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun.

Misalnya:

Adapun sebab-musababnya sampai sekarang belum diketahui.

Bagaimanapun juga akan dicobanya mengajukan permohonan itu.


Baik para dosen maupun mahasiswa ikut menjadi anggota koperasi.

Walaupun hari hujan, ia datang juga.

C. Partikel per yang berarti (demi), dan (tiap) ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului
atau mengikutinya.

Misalnya:

Mereka masuk ruang satu per satu (satu demi satu).

Harga kain itu Rp 2.000,00 per meter (tiap meter).

C. Pemakaian Tanda baca

1. Tanda titik (.)

A. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

Misalnya:

Ayahku tinggal di Aceh.

Anak kecil itu menangis.

Mereka sedang minum kopi.

Adik bungsunya bekerja di Samarinda.

B. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf pengkodean suatu judul bab dan subbab.

Misalnya:

III. Departemen Dalam Negeri

A. Direktorat Jendral PMD

B. Direktorat Jendral Agraria

1. Subdit .

2. Subdit .

I. Isi Karangan 1. Isi Karangan

A. Uraian Umum 1.1 Uraian Umum


B. Ilustrasi 1.2 Ilustrasi

1. Gambar 1.2.1 Gambar

2. Tabel 1.2.2 Tabel

3. Grafik 1.2.3 Grafik

Catatan:

Tanda titik tidak dipakai di belakang angka pada pengkodean sistem digit jika angka itu merupakan yang
terakhir dalam deret angka sebelum judul bab atau subbab.

C. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka, jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu dan
jangka waktu.

Misalnya:

pukul 12.10.20 (pukul 12 lewat 10 menit 20 detik)

12.10.20 (12 jam, 10 menit, dan 20 detik)

D. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.

Misalnya:

Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.

Lihat halaman 2345 dan seterusnya.

Nomor gironya 5645678.

E. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.

Misalnya:

Lawrence, Marry S, Writting as a Thingking Process. Ann Arbor: University of Michigan Press, 1974.

F. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.

Misalnya:

Calon mahasiswa yang mendaftar mencapai 20.590 orang.

Koleksi buku di perpustakaanku sebanyak 2.799.


G. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul, misalnya judul buku, karangan lain, kepala ilustrasi, atau
tabel.

Misalnya:

Catur Untuk Semua Umur (tanpa titk)

Gambar 1: Bentuk Surat Resmi Indonesia Baru (tanpa titik)

H. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim atau tanggal surat atau (2) nama dan
alamat penerima surat.

Misalnya:

Jakarta, 11 Januari 2005 (tanpa titik)

Yth. Bapak. Tarmizi Hakim (tanpa titik)

Jalan Arif Rahman Hakim No. 26 (tanpa titik)

Palembang 12241 (tanpa titik)

Sumatera Selatan (tanpa titik)

Kantor Pengadilan Negeri (tanpa titik)

Jalan Teratai II/ 61 (tanpa titik)

Semarang 17350 (tanpa titik)

1. Tanda koma (,)

A. Tanda koma dipaki di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.

Misalnya:

Reny membeli permen, roti, dan air mineral.

Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus, memerlukan prangko.

Menteri, pengusaha, serta tukang becak, perlu makan.

B. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya
yang didahului oleh kata seperti tetapi ataumelainkan.

Misalnya:

Saya ingin datang, tetapi hari hujan.

Didik bukan anak saya, melainkan anak Pak Daud.


C. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.

Misalnya:

Anak Kalimat Induk Kalimat

Kalau hujan tidak reda saya tidak akan pergi

Karena sakit, kakek tidak bisa hadir

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak itu mengiringi
induk kalimatnya.

Misalnya:

Induk Kalimat Anak Kalimat

Saya tidak akan pergi kalau hujan tidak


reda.

Kakek tidak bisa hadir karena sakit.

D. Tanda koma harus dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.

Misalnya:

Meskipun begitu, kita harus tetap jaga-jaga.

Jadi, masalahnya tidak semudah itu.

E. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain
yang terdapat di dalam kalimat.

Misalnya:

O, begitu?

Wah, bagus, ya?

Aduh, sakitnya bukan main.


F. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.

Misalnya:

Kata ibu, Saya berbahagia sekali.

Saya berbahagia sekali, kata ibu.

Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal,
dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.

Misalnya:

Surat ini agar dikirim kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya
Salemba 6, Jakarta Pusat. Sdr. Zulkifli Amsyah, Jalan Cempaka Wangi VII/11, Jakarta Utara 10640

Jakarta, 11 November 2004

Bangkok, Thailand

G. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.

Misalnya:

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diskusi Insan Mulia, 2001), hlm. 27.

H. Tanda koma dipakai di antara orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.

Misalnya:

A. Yasser Samad, S.S.

Zukri Karyadi, M.A.

I. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.

Misalnya:

Guru saya, Pak Malik, Pandai sekali.

Di daerah Aceh, misalnya, masih banyak orang laki-laki makan sirih.

Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti praktik komputer.

Bandingkan dengan keterangan pembatas yang tidak diapit oleh tanda koma.

Semua siswa yang berminat mengikuti lomba penulisan resensi segera mendaftarkan
namanya kepada panitia.
J. Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada
awal kalimat.

Misalnya:

Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersunguh-sungguh.

Atas pertolongan Dewi, Kartika mengucapkan terima kasih.

K. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya
dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.

Misalnya:

Di mana pameran itu diadakan? tanya Sinta.

Baca dengan teliti! ujar Bu Guru.

1. Tanda Titik Koma (;)

A. Tanda titik koma untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.

Misalnya:

Hari makin siang; dagangannya belum juga terjual.

B. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang
setara di dalam kalimat majemuk.

Misalnya:

Ayah mencuci mobil; ibu sibuk mengetik makalah; adik menghapal nama-nama menteri; saya sendiri
asyik menonton siaran langsung pertandingan sepak bola.

C. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan unsur-unsur dalam kalimat kompleks yang tidak cukup
dipisahkan dengan tanda koma demi memperjelas arti kalimat secara keseluruhan.

Misalnya:

Masalah kenakalan remaja bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab para orang tua, guru, polisi,
atau pamong praja; sebab sebagian besar penduduk negeri ini terdiri atas anak-anak, remaja, dan
pemuda di bawah umur 21 tahun.
Artikel

SEHUBUNGAN dengan pelaksanaan Kurikulum 2013, satu masalah yang sangat serius dihadapi di
sekolah adalah mewujudkan pola belajar-mengajar yang membuat siswa aktif bertanya dan guru
dilarang berceramah terlebih dahulu. Ini terutama pada awal tatap muka di kelas: siswa harus bertanya
dulu, lalu ditanggapi siswa lain atau guru. Keluhan paling umum, termasuk dalam beberapa kali
pendidikan dan pelatihan berhubungan dengan implementasi Kurikulum 2013 yang saya ikuti, adalah
ruang kelas jadi sunyi. Bermenit-menit waktu berlalu dan terbuang sia-sia, tak ada siswa bertanya. Meski
berkali-kali guru minta siswa mengajukan masalah apa pun yang berhubungan dengan pelajaran atau
materi tertentu, tetap saja mereka diam. Sunyi!

Kadang-kadang satu-dua siswa terpaksa bertanya, tetapi tetap tidak berlanjut pada semua siswa aktif
bertanya jawab. Guru tak mungkin membiarkan kelas sunyi dalam sehari itu. Akhirnya ada guru yang
memilih kembali ke model konvensional: banyak ceramah, menyebarkan lembar kerja
siswa, ataukegiatan lain. Yang penting di kelas tetap ada aktivitas.

Kita tentu berharap agar kegiatan belajar-mengajar aktif dan eksploratif tetap diwujudkan. Namun,
harus diakui, di sinilah tantangan mewujudkan belajar siswa aktif, termasuk aktif bertanya dan mencari
sendiri. Langkah apa untuk mewujudkan itu? Kita perlu paham sumber masalah yang membuat kelas
sunyi.

Lima hal

Paling sedikit lima hal membuat siswa tidak aktif bertanya: malu atau minder, takut, tidak mengerti,
patuh, dan mental

meremehkan.

Pertama, malu atau minder cukup banyak diidap anak-anak kita. Bagi mereka, menampilkan diri di
depan umum sama dengan mempermalukan diri sendiri. Supaya tidak dipermalukan (diri sendiri),
sebaiknya tidak usah menonjol. Siswa pemalu umumnya berlatar sosial lemah: miskin, bodoh,
jelek, ndeso. Kemiskinan, kebodohan, kejelekan, dan ke-ndeso-an adalah realitas sehari-hari di negeri
kita. Kita cenderung memandang remeh bahkan menjauhi mereka. Jika sudah demikian, siswa pemalu
akan memilih sunyi di kelas: datang, duduk, diam, lalu pulang.

Biasanya siswa penakut tidak mau bertanya dan menanggapi meski sudah punya bahan bertanya atau
menjawab. Mereka baru berbicara setelah bahan yang sama sudah ditanyakan atau sudah dijawab
orang lain.

Kedua, siswa menjadi penakut karena tidak mau mengambil risiko jika pertanyaannya atau jawabannya
salah. Siswa seperti ini sudah punya pengalaman buruk (baik dialaminya sendiri maupun dialami orang
lain) bahwa kalau pertanyaan dan jawabannya salah atau jelek, ia harus terima risiko diolok-olok,
dimarahi, dikata-katakan jelek, bahkan mendapat hukuman dari guru atau orang lebih tua dalam
keluarga.
Realitas di sekolah dan dalam masyarakat: orang sering menghukum anak yang salah dalam berbicara,
bertanya, atau menjawab. Bentuknya bisa berupa olokan, kemarahan, bahkan pemukulan. Anak-anak
memilih diam. Lagi pula, masyarakat kita yang paternalistik tidak membiasakan anak-anak
mengeluarkan pendapat, mengkritik orangtua, bahkan tidak memiliki hak mengambil keputusan
penting. Yang dijunjung: diam dan patuh.

Ketiga, siswa tidak mengerti. Sampai saat ini kita bukan tipe pembaca buku atau media; juga bukan tipe
pencipta dan pembaru. Inilah yang membuat siswa tak mau bergerak mencari sendiri (termasuk
uji coba) di luar kegiatan belajar-mengajar untuk memperkaya wawasan dan pengalaman mereka.
Maka, ketika masuk kelas, mereka dalam keadaan tidak tahu. Bahkan, siswa tidak tahu apakah dia
belum atau sudah tahu suatu hal. Ini bisa dibuktikan dengan mengajukan pertanyaan apakah sudah
mengerti yang direspons dengan diam belaka. Ditanya mana yang belum mengerti, ya, diam juga.
Jadi, siswa bingung sendiri mana yang sudah ia ketahui dan mana yang belum ia ketahui. Mereka
memilih sunyi di kelas.

Keengganan siswa memburu wawasan dipengaruhi oleh nilai yang akan diberikan guru. Siswa tahu
bahwa tinggi-rendah nilai yang ia peroleh bergantung pada bisa-tidak dia menjawab soal yang diberikan.
Karena itu, betapa pun luas wawasannya, kalau tak ada dalam soal ujian, tetaplah ia sulit dapat nilai
tinggi.

Keempat, siswa patuh. Sudah lama pelaksana pendidikan kita mengajarkan kepatuhan dan
penghormatan antarindividu kepada anak-anak: harus patuh dan hormat kepada yang lebih tua, lebih
tinggi sekolahnya, lebih kaya, dan lebih berkuasa. Karena di kelas masih ada guru yang dipandang lebih
tua usianya dan lebih tinggi tingkat pendidikannya, siswa akan kesulitan mengajukan pendapat yang
sekiranya berbeda dari gurunya.

Jika Kurikulum 2013 menghendaki siswa bertanya dan menjawab, siswa khawatir kalau-kalau pendapat
mereka tidak sesuai dengan pendapat gurunya. Mereka risi sendiri dan memilih patuh saja pada
pendapat guru.

Kelima, mentalitas meremehkan. Ada siswa yang meremehkan materi pelajaran di kelas lantaran
mereka tahu bahwa di luar sana banyak orang bisa hidup tanpa harus menguasai materi pelajaran itu.

Sejumlah tindakan diperlukan untuk mendukung penerapan Kurikulum 2013.

Perubahan tatanan sosial

Untuk menciptakan siswa aktif bertanya, kita perlu mempersempit kesenjangan sosial. Jika masih gagal
merapatkan kesenjangan sosial, kita perlu membangun mentalitas positif kaum bawah untuk tetap
harus optimistis dan percaya diri. Hukuman bagi siswa di sekolah ataupun dalam masyarakat harus
dihentikan guna menumbuhkan percaya diri dan keberanian anak. Anak-anak harus diikutkan bahkan
bisa jadi penentu dalam pengambilan keputusan atau kebijakan di rumah, masyarakat, dan sekolah.
Iklim ini membuat anak-anak kita pemberani dan terampil berpendapat.
Kesempitan wawasan bisa diatasi dengan sistem penilaian yang bukan lagi pada kemampuan siswa
menjawab soal, melainkan pada keluasan wawasan siswa menyampaikan pendapat dan analisisnya. Juga
harus dihentikan ajaran patuhi guru dan orangtua, diganti dengan patuhi kebenaran. Berani karena
benar harus benar-benar diwujudkan meski akhirnya membongkar kesalahan atau kelemahan
guru/orangtua sendiri. Selama beberapa hal ini belum bisa kita singkirkan pada masyarakat dan di
sekolah, Kurikulum 2013 tak pernah bisa sukses.

Anda mungkin juga menyukai