Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun 2012, penemuan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) di dunia pada tahun 2012 mencapai 2,3 juta kasus, dimana sebanyak 1,6 juta penderita meninggal karena AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) sedangkan menurut UNAIDS pada tahun 2010, Asia Tenggara merupakan negara dengan kasus HIV/AIDS terbanyak diikuti oleh Thailand, Myanmar, Indonesia, dan Nepal. Berdasarkan data Ditjen P2PL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan), statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan dari tahun 2011- 2012 mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2011 kasus baru HIV sebesar 21.031 kasus, kemudian meningkat menjadi 21.511 kasus pada tahun 2012. Begitu juga dengan AIDS dari tahun 2011 sebanyak 37.201 kasus, meningkat menjadi 42.887 kasus pada tahun 2012. HIV/AIDS tersebar di 386 (78%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia dan jumlah kumulatif infeksi HIV tertinggi di Indonesia yaitu DKI Jakarta (32.782), diikuti Jawa Timur (19.249), Papua (16.051), Jawa Barat (13.507), dan Bali (9.637) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014) Jawa Barat termasuk pemberi kontribusi yang besar untuk kasus HIV di Indonesia. Menduduki peringkat 4 teratas dengan jumlah kasus mencapai 13.507 kasus. Kota Bandung termasuk yang berkontribusi tinggi dengan jumlah 820 kasus. (Kemenkes RI, 2014). Virus HIV menular melalui enam cara penularan yaitu hubungan seksual dengan pengidap HIV AIDS, ibu pada bayinya, darah dan produk darah yang tercemar HIV AIDS, pemakaian alat kesehatan yang tidak steril, Alat-alat untuk menoreh kulit, dan menggunakan jarum suntik secara bergantian (Dr. Nursalam, dkk. 2013) Persentase HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,1%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (17,2%) dan kelompok umur > 50 tahun (5,5%). Resiko HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Persentase faktor resiko HIV tertinggi adalah hubungan seks beresiko pada heteroseksual (57%). LSL (Lelaki Seks Lelaki 15%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (4%) sedangkan persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (42%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (36,9%) dan kelompok umur 40-49 tahun (13,1%). Resiko AIDS antara laik-laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase faktor resiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks beresiko pada heteroseksual (67%). LSL (6 %), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (6%), dan dari ibu postitf HIV ke anak (4%) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014) HIV/AIDS akan menyebabkan pengidapnya mudah mengalami infeksi oportunis, kanker sekunder, dan kelainan pada sistem saraf pusat (SSP). AIDS terjadi bila infeksi HIV telah menekan fungsi system kekebalan tubuh sedemikian rupa sehingga tubuh menjadi mudah terserang oleh kanker yang tidak biasa dan infeksi- infeksi yang biasanya tidak berbahaya. Penyakit inilah yang disebut opportunitis karena mereka tidak akan menyerang manusia yang fungsi kekebalannya normal, penyakit ini terbagi menjadi 5 kelompok yaitu kanker, infeksi parasitic, infeksi virus, infeksi jamur, dan infeksi bakteri. (Bisma Raga, 1990) Data Kementerian Kesehatan RI (2011) memperlihatkan proporsi IO pada penderita AIDS di Indonesia adalah tuberkulosis (41%), diare kronik (25%), kandidiasis orofaringeal (24,6%), dermatitis generalisata (6,1%), dan limfadenopati (2,75%). Data di klinik Teratai RSHS sampai dengan akhir Desember 2008 tercatat 1.593 kasus infeksi HIV, sebanyak 1.009 kasus di antaranya adalah AIDS, 496 penderita aktif menggunakan ARV (Rachmat Sumantri,dkk) dan penelitian yang dilakukan oleh Lia Faridah dkk Hasil pemeriksaan sementara ditemukan 15 (55,56%) parasit intestinal, yaitu Blastocystis hominis, pada berbagai level jumlah CD4 dan durasi terapi antiretroviral. Dari uraian data diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Gambaran Distribusi Proporsi Penderita AIDS berdasarkan Jenis Infeksi Oportunistik di RSHS Bandung 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana Gambaran Distribusi Proporsi Penderita AIDS berdasarkan Jenis Infeksi Oportunistik di RSHS Bandung 1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah Gambaran Distribusi Proporsi Penderita AIDS berdasarkan Jenis Infeksi Oportunistik di RSHS Bandung? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran Distribusi Proporsi Penderita AIDS berdasarkan Jenis Infeksi Oportunistik di RSHS Bandung 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran Distribusi Proporsi Penderita AIDS berdasarkan Jenis Infeksi Oportunistik di RSHS Bandung 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat bagi masyarakat Manfaat 1.5.2 Manfaat bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Sebagai alternatif masukan dalam membuat perencanaan kebijakan penanggulangan kesehatan serta evaluasi program kesehatan 1.5.3 Manfaat bagi Peneliti Sebagai refrensi untuk melakukan penelitian sejenis yang lebih luas dan upaya pengembangan lebih lanjut dengan menambah atau mengganti variabel terhadap proporsi penderita AIDS berdasarkan jenis infeksi oportunistik 1.5.4 Manfaat bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Institusi Pendidikan dalam mengembangkan kurikulum kesehatan tentang HIV/AIDS