Anda di halaman 1dari 11

1.

Blefaritis 4A

- Blefaritis adalah radang pada tepi kelopak mata (margo palpebra) yang dapat disertai
terbentuknya ulkus dan dapat melibatkan folikel rambut.

- Keluhan

Gatal pada tepi kelopak mata


Rasa panas pada tepi kelopak mata
Merah/hiperemia pada tepi kelopak mata
Terbentuk sisik yang keras dan krusta terutama di sekitar dasar bulu mata
Kadang disertai kerontokan bulu mata (madarosis), putih pada bulu mata (poliosis), dan
trikiasis
Dapat keluar sekret yang mengering selama tidur, sehingga ketika bangun kelopak mata
sukar dibuka

- Faktor Risiko

Kelainan kulit, misalnya dermatitis seboroik


Higiene personal dan lingkungan yang kurang baik

-Pemeriksaan Fisik

Skuama atau krusta pada tepi kelopak.


Bulu mata rontok.
Dapat ditemukan tukak yang dangkal pada tepi kelopak mata.
Dapat terjadi pembengkakan dan merah pada kelopak mata.
Dapat terbentuk krusta yang melekat erat pada tepi kelopak mata. Jika krusta dilepaskan,
bisa terjadi perdarahan.

- Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan

- Diagnosis Klinis Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

- Komplikasi : 1. Blefarokonjungtivitis 2. Madarosis 3. Trikiasis

- Penatalaksanaan
1. Non-medikamentosa

a. Membersihkan kelopak mata dengan lidi kapas yang dibasahi air hangat

b. Membersihkan dengan sampo atau sabun

c. Kompres hangat selama 5-10 menit

2. Medikamentosa Apabila ditemukan ulkus pada kelopak mata, dapat diberikan salep atau tetes
mata antibiotik hingga gejala menghilang.

-Konseling & Edukasi

1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga bahwa kulit kepala, alis mata, dan tepi
palpebra harus selalu dibersihkan terutama pada pasien dengan dermatitis seboroik.

2. Memberitahu pasien dan keluarga untuk menjaga higiene personal dan lingkungan.

- Kriteria Rujukan Pasien dengan blefaritis perlu dirujuk ke layanan sekunder (dokter spesialis
mata) bila terdapat minimal satu dari kelainan di bawah ini:

Tajam penglihatan menurun


Nyeri sedang atau berat
Kemerahan yang berat atau kronis
Terdapat keterlibatan kornea
Episode rekuren
Tidak respon terhadap terapi

2. Perdarahan Subkonjungtiva 4A

-Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat ruptur pembuluh darah dibawah lapisan
konjungtiva yaitu pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Sebagian besar kasus perdarahan
subkonjungtiva merupakan kasus spontan atau idiopatik, dan hanya sebagian kecil kasus yang
terkait dengan trauma atau kelainan sistemik. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua
kelompok umur. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).

- Keluhan
1. Pasien datang dengan keluhan adanya darah pada sklera atau mata berwarna merah
terang (tipis) atau merah tua (tebal).
2. Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan
subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
3. Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan
berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.

- Faktor Risiko

Hipertensi atau arterosklerosis


Trauma tumpul atau tajam
Penggunaan obat, terutama pengencer darah
Manuver valsava, misalnya akibat batuk atau muntah
Anemia
Benda asing
Konjungtivitis

- Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan status generalis


2. Pemeriksaan oftalmologi:

a. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau
merah tua (tebal).

b. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan umumnya 6/6, jika visus <6/6 maka
dicurigai terjadi kerusakan selain di konjungtiva

c. Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan


subkonjungtiva akibat trauma.

- Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan

- Penatalaksanaan

Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.

Pengobatan penyakit yang mendasari bila ada.

- Konseling dan Edukasi Memberitahu keluarga bahwa:

Tidak perlu khawatir karena perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama,
namun setelah itu ukuran akan berkurang perlahan karena diabsorpsi.
Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya
perdarahan subkonjungtiva sehingga diperlukan pengontrolan tekanan darah pada pasien
dengan hipertensi.

- Kriteria rujukan Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika
ditemukan penurunan visus.

3. Mata Kering/Dry Eye 4a

- Mata kering adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan

konjungtiva yang diakibatkan berkurangnya produksi komponen air mata (musin, akueous, dan lipid). Mata keri
pada mata dengan insiden sekitar 10-30% dari populasi dan terutama dialami oleh wanita berusia lebih dari 40 tahu
air mata akibat faktor lingkungan rumah, kantor atau akibat lagoftalmus.

- Keluhan Pasien datang dengan keluhan mata terasa gatal dan seperti berpasir. Keluhan dapat
disertai sensasi terbakar, merah, perih dan silau. Pasien seringkali menyadari bahwa gejala terasa
makin berat di akhir hari (sore/malam).

- Faktor Risiko

Usia > 40 tahun


Menopause
Penyakit sistemik, seperti: sindrom Sjogren, sklerosis sistemik progresif,
sarkoidosis, leukemia, limfoma, amiloidosis, dan hemokromatosis
Penggunaan lensa kontak
Penggunaan komputer dalam waktu lama

- Pemeriksaan Fisik

Visus normal
Terdapat foamy tears pada konjungtiva forniks
Penilaian produksi air mata dengan tes Schirmer menunjukkan hasil <10 mm (nilai
normal 20 mm).
- Komplikasi

Keratitis
Penipisan kornea
Infeksi sekunder oleh bakteri
Neovaskularisasi kornea

- Penatalaksanaan Pemberian air mata buatan, yaitu tetes mata karboksimetilselulosa atau
sodium hialuronat.

- Konseling & Edukasi Keluarga dan pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan
menahun dan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat perubahan epitel pada
kornea dan konjungtiva masih reversibel.

- Kriteria Rujukan Dilakukan rujukan ke spesialis mata jika keluhan tidak berkurang setelah
terapi atau timbul komplikasi.

4. Hordeolum 4A

- Hordeolum adalah peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Biasanya merupakan infeksi
Staphylococcus pada kelenjar sebasea kelopak. Dikenal dua bentuk hordeolum internum dan
eksternum. Hordeolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum
internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Hordeolum mudah
timbul pada individu yang menderita blefaritis dan konjungtivitis menahun.

- Keluhan Pasien datang dengan keluhan kelopak yang bengkak disertai rasa sakit. Gejala utama
hordeolum adalah kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila
ditekan, serta perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata

- Pemeriksaan Fisik Oftalmologis Ditemukan kelopak mata bengkak, merah, dan nyeri pada
perabaan. Nanah dapat keluar dari pangkal rambut (hordeolum eksternum). Apabila sudah terjadi
abses dapat timbul undulasi.

- Diagnosis Banding

Selulitis preseptal
Kalazion
Granuloma piogenik

- Komplikasi
Selulitis palpebra
Abses palpebra

- Penatalaksanaan

Mata dikompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit setiap kalinya untuk
membantu drainase. Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.
Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang
tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses
penyembuhan. Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.
Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang
lebih serius.
Hindari pemakaian make-up pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi
penyebab infeksi.
Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
Pemberian terapi topikal dengan Oxytetrasiklin salep mata atau kloramfenikol salep
mata setiap 8 jam. Apabila menggunakan kloramfenikol tetes mata sebanyak 1 tetes
tiap 2 jam.
Pemberian terapi oral sistemik dengan Eritromisin 500 mg pada dewasa dan anak
sesuai dengan berat badan atau Dikloksasilin 4 kali sehari selama 3 hari.

- Konseling & Edukasi Penyakit hordeolum dapat berulang sehingga perlu diberi tahu pasien dan
keluarga untuk menjaga higiene dan kebersihan lingkungan.

- Rencana Tindak Lanjut Bila dengan pengobatan konservatif tidak berespon dengan baik, maka
prosedur pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.

- Kriteria rujukan

Bila tidak memberikan respon dengan pengobatan konservatif


Hordeolum berulang

5. Konjungtivitis 4A

- Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme (virus,
bakteri), iritasi, atau reaksi alergi. Konjungtivitis ditularkan melalui kontak langsung dengan
sumber infeksi. Penyakit ini dapat menyerang semua umur.
- Keluhan Pasien datang dengan keluhan mata merah, rasa mengganjal, gatal dan berair, kadang
disertai sekret. Keluhan tidak disertai penurunan tajam penglihatan.

- Faktor Risiko

Daya tahan tubuh yang menurun


Adanya riwayat atopi
Penggunaan kontak lens dengan perawatan yang tidak baik
Higiene personal yang buruk

- Pemeriksaan Fisik

Visus normal
Injeksi konjungtival
Dapat disertai edema kelopak, kemosis
Eksudasi; eksudat dapat serous, mukopurulen, atau purulen tergantung penyebab
Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan folikel, papil atau papil raksasa, flikten,
membrane, atau pseudomembran.

- Pemeriksaan Penunjang (bila diperlukan)

Sediaan langsung swab konjungtiva dengan perwarnaan Gram atau Giemsa


Pemeriksaan sekret dengan perwarnaan biru metilen pada kasus konjungtivitis gonore

- Diagnosis Klinis Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

- Klasifikasi Konjungtivitis

Konjungtivitis bakterial: Konjungtiva hiperemis, sekret purulen atau mukopurulen dapat


disertai membran atau pseudomembran di konjungtiva tarsal. Curigai konjungtivitis
gonore, terutama pada bayi baru lahir, jika ditemukan konjungtivitis pada dua mata dengan
sekret purulen yang sangat banyak.
Konjungtivitis viral: Konjungtiva hiperemis, sekret umumnya mukoserosa, dan
pembesaran kelenjar preaurikular Konjungtivitis alergi: Konjungtiva hiperemis, riwayat
atopi atau alergi, dan keluhan gatal.

- Komplikasi Keratokonjuntivitis

- Penatalaksanaan Pemberian obat mata topikal


Pada infeksi bakteri: Kloramfenikol tetes sebanyak 1 tetes 6 kali sehari atau salep mata
3 kali sehari selama 3 hari.
Pada alergi: Flumetolon tetes mata dua kali sehari selama 2 minggu.
Pada konjungtivitis gonore: Kloramfenikol tetes mata 0,5-1% sebanyak 1 tetes tiap jam
dan suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB tiap hari sampai tidak ditemukan kuman
GO pada sediaan apus selama 3 hari berturut-turut.
Pada konjungtivitis viral: Salep Acyclovir 3%, 5 kali sehari selama 10 hari.

- Pemeriksaan Penunjang Lanjutan Umumnya tidak diperlukan, kecuali pada kecurigaan


konjungtivitis gonore, dilakukan pemeriksaan sediaan apus dengan pewarnaan Gram

- Konseling dan Edukasi

Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya.

Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekitar.

- Kriteria rujukan

Jika terjadi komplikasi pada kornea


Bila tidak ada respon perbaikan terhadap pengobatan yang diberikan

6. Benda asing di konjungtiva 4A

- Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di
konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan,
namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat
asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder.

- Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau
matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan
fotofobia.

- Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti:
pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia
(asam-basa).
- Pemeriksaan Fisik

Visus biasanya normal.


Ditemukan injeksi konjungtiva tarsal dan/atau bulbi.
Ditemukan benda asing pada konjungtiva tarsal superior dan/atau inferior dan/atau
konjungtiva bulbi.

- Diagnosis banding Konjungtivitis akut

- Komplikasi 1. Ulkus kornea 2. Keratitis Terjadi bila benda asing pada konjungtiva tarsal
menggesek permukaan kornea dan menimbulkan infeksi sekunder. Reaksi inflamasi berat dapat
terjadi jika benda asing merupakan zat kimia.

- Penatalaksanaan

1. Non-medikamentosa:
Pengangkatan benda asing Berikut adalah cara yang dapat dilakukan:
Berikan tetes mata Tetrakain-HCl 2% sebanyak 1-2 tetes pada mata yang terkena benda
asing.
Gunakan kaca pembesar (lup) dalam pengangkatan benda asing.
Angkat benda asing dengan menggunakan lidi kapas atau jarum suntik ukuran 23G.
Arah pengambilan benda asing dilakukan dari tengah ke tepi.
Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan Povidon Iodin pada tempat bekas
benda asing.
2. Medikamentosa Antibiotik topikal (salep atau tetes mata), misalnya Kloramfenikol tetes
mata, 1 tetes setiap 2 jam selama 2 hari

- Konseling dan Edukasi

Memberitahu pasien agar tidak menggosok matanya agar tidak memperberat lesi.
Menggunakan alat/kacamata pelindung pada saat bekerja atau berkendara.
Menganjurkan pasien untuk kontrol bila keluhan bertambah berat setelah dilakukan
tindakan, seperti mata bertambah merah, bengkak, atau disertai dengan penurunan
visus.

- Kriteria Rujukan
Bila terjadi penurunan visus
Bila benda asing tidak dapat dikeluarkan, misal: karena keterbatasan fasilitas

7. Pterygium

PTERYGIUM
Adalah pertumbuhan jaringan fibrovascular berbentuk segi tiga yang tumbuh dari arah konjungtiva
menuju kornea pada daerah inter palpebra. Asal kata pterygium adalah dari bahasa yunani, yaitu
pteron yang artinya wing atau sayap. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak
didaerah equator, yaitu 13,1%. Diduga bahwa paparan ultra violet merupakan salah satu faktor
esiko terjadinya pterygium.
Pterygium umumnya tumbuh pada daerah inter palpebra, lebih sering terdapat pada bagian nasal
konjungtiva. Puncak segitiga disebut apeks, yaitu bagian pterygium yang tumbuh masuk ke
jaringan kornea. Usia penderita biasanya pada usia dewasa muda (diatas 40 tahun).

Derajat pertumbuhan pterygium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh
pertumbuhan pterygium, dan dapat dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Derajat 1: jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
2. Derajat 2: jika pterygium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea
3. Derajat 3: jika pterygium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal
sekitar 3-4 mm)
4. Derajat 4: jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.

Prinsip penanganan pterygium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika pterygium
masih derajat 1 atau 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium yang melebihi derajat
2. tindakan bedah juga dapat dipertimbangkan pada pterygium derajat 1 atau 2 jika penderita sudah
mengeluh maupun karena alas an kosmetik.

Gejala dan Tanda


Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tidak ada keluhan sama
sekali (asimtomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:
1. Mata sering berair dan tampak merah.
2. Merasa seprti ada benda asing.
3. Timbul astigmatisma akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium tersebut, biasanya
astigmatisme with the ruleataupun astigmatisme irregular sehingga mengganggu pengihatan.

Pada pterygium lanjut (derajat 3 dan 4), dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam
penglihatan juga menurun.

Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pemeriksaan cukup dengan lup dan lampu senter, diperiksa segmen anterior serta ditentukan
derajat pertumbuhan pterygium.
2. Tajam penglihatan penderita diperiksa dengan snellen.
3. TIO diukur dengan tonometer Schiotz untk memastikan tidak adanya penyakit penyerta
lainnya. Pada pterygium derajat 4 yang tidak dapat diukur dengan tonometer Schiotz, perkiraan
TIO diperiksa dengan cara palpasi digital (dengan jari tangan).

Pelayanan kesehatan mata sekunder (SEC)


1. Pemeriksaan dengan slit lamp, diperiksa segmen anterior serta ditentukan derajat pertumbuhan
pterygium.
2. Tajam penglihatan penderita diukur dengan kartu snellen, lalu dikoreksi dengan trial frame.
3. TIO diukur dengan tonometer Schiotz untk memastikan tidak adanya penyakit penyerta
lainnya. Pada pterygium derajat 4 yang tidak dapat diukur dengan tonometer Schiotz, perkiraan
TIO diperiksa dengan cara palpasi digital (dengan jari tangan).

Pelayanan kesehatan mata tersier (TEC)


1. Pemeriksaan dengan slit lamp, diperiksa segmen anterior serta ditentukan derajat pertumbuhan
pterygium.
2. Tajam penglihatan penderita diukur dengan kartu snellen, lalu dikoreksi dengan trial frame.
3. Astigmatisme kornea diperiksa dengan keratometer baik secara manual maupun menggunakan
alat auto-refrakto-keratometer.
4. TIO diukur dengan cara aplanasi ataupun menggunakan tonometer non kontak.

Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer(PEC)
1. Penatalaksanaan bersifat non bedah, penderita diberi penyuluhan untuk menguragi iritasi
ataupun paparan terhadap ultra violet.
2. Pada pterygium derajat 1-2 yang mengalami anflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid seperti C-Xitrol 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan
juga bahwa penggunaan korikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan TIO yang tinggi
ataupun mengalami kelainan kornea.

Pelayanan kesehatan mata sekunder (SEC)


1. Penatalaksanaan bersifat non bedah pada pterygium derajat 1 dan 2, yaitu edukasi terhadap
pasien untuk mengurangi iritasi dan paparan ultra violet. Jika pterygium engalami inflamasi,
dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid seperti C-Xitrol 3 kali sehari
selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan korikosteroid tidak dibenarkan pada
penderita dengan TIO yang tinggi ataupun mengalami kelainan kornea.
2. Pada pterygium derajat 3 dan 4, dilakukan tindakan bedah berupa avulsi (pengangkatan)
pterygium. Sedapat mungkin setelah avulse pterygium maka bagian konjungtiva bekas
pterygium tersebut diutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari bagian konjungtiva
superior untuk menurunkan angka kekambuhan.

Anda mungkin juga menyukai