Anda di halaman 1dari 3

Filsafat Hukum

4) Imperatif Kategoris
Imperatif Kategoris Immanuel Kant merupakan bahasan terpenting dalam bangunan
etika Immanuel Kant, bahkan dapat dikatakan sebagai ide dasar bagi bangunan etikanya.
Sebelum membahas lebih jauh menjelaskan tentang Imperatif Kategoris, penulis ingin
memberikan pengandaian terlebih dahulu terkait dengan hal ini. Pernahkah kita berfikir tentang
hubungankausalitas (sebab-akibat) yang terjadi dalam sebuah tindakan? Atau reward and
punishment dalam sebuah tindakan. Atau lebih mudahnya pernahkah kita berfikir tentang
segala tindakan manusia yang dilakukan atas motif-motif atau tujuan-tujuan tertentu itu dapat
dikatakan sebagai sebuah kebaikan? Atau ketika seorang muslim melakukan perbuatan sambil
mengharapkan imbalan berupa surga atau paling tidak balasan berupa kebaikan dari apa yang
ia lakukan sebelumya.
Apakah penagandaian-pengandaian diatas dapat disebut sebagai perbuatan baik? Lalu
bagaimana apabila konsep imbalan atas perbuatan itu tidak pernah ada, masihkah kita mau
berbuat kebaikan. Seperti dalam sebuah lirik lagu yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita;
“jika surga dan neraka tak pernah ada. Masih kah kau bersujud kepada-Nya?”. Seperti itulah
secara sederhana kita memahami imperatif kategoris Kant sebelum masuk jauh lebih dalam.
Secara sederhana , Imperatif Kategoris disimbolkan dengan perkataan “bertindaklah
secara moral”. Perintah ini tidaklah mengandung segala perintah (command), melainkan
sebagai perwujudan adanya suatu “keharusan Objektif” untuk bertindak secara moral yang
datang dari dalam diri sendiri, yang tidak bersyarat bersifat mutlak dan merupakan realisasi
dari rasio (budi) praksis. Maka akal budi atau rasio melahirkan tindakan (praksis) dalam
melihat sebuah peristiwa sebagai landasan aturan mengenai tingkah laku yang baik. Etika
semacam ini melahirkan produk etika universal, yakni etika yang apriori, yaitu murni, terbebas
dari segala yang bersifat empiris, karena etika sendiri berada diluar fenomena (Neumena).
Kehendak baik tidaklah tergantung pada hasil yang akan dicapai, tetapi lebih kepada
bahwa bertindak baik dmi kewajiban sebagai manusia. misalnya perintah “jangan berbohong”.
Perintah ini mengikat setiap orang dan karenanya bersifat unversal. Unsur apriori nya adalah
kehendak baik yang ada dalam perintah tersebut yang pada hakikatnya “jangan berbohong”
memang merupakan sebuah tindakan yang baik, bukan karena hasil tindakan “jangan
berbohong”. Oleh karena itu, melakukan tindakan atau perintah yang demikian merupakan
“keharusan objektif” yang muncul sebagai perintah budi, sedang rumusan dari perintah itu
disebut imperatif.
Imperatif Kategoris merupakan perintah moral yang mutlak sehingga semua
tingkah laku yang diwajibkannya adalah baik dalam arti moral, yang bukan baik dalam
arti hanya sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan. Kant sangat menentang
manusia sebagai alat atau sarana dalam mencapai suatu tujuan (walaupun itu kebaikan),
hubungan antar sesama manusia dapat mengaburkan arti dari kebaikan itu sendiri atas
dasar kepentingan-kepentingan tertentu, disini Kant memposisikan manusia di tempat
tertinggi sebagai subjek kebaikan. Bentuk Imperatif yang hanya sebagai sarana untuk
mencapai tujuan ini disebut sebagai Imperatif Hipotesis. Dengan demikian tindakan
yang dilakukan mengandung muatan egoistis, individual, situasional dan partikular.

Imperatif Kategoris sebagai Formula Perbaikan Moralitas para Penegak Hukum


Mengingat carut marutnya moralitas para penegak hukum di Indonesia baik Hakim,
Pengacara, Kejaksaan dan Kepolisian, pemahaman terhadap etika imperatif kategoris
Immanuel Kant patut dipertimbangkan dengan harapan dapat terciptanya kebaikan tertinggi
yang bersumber dari kehendak yang ditentukan oleh hukum moral. Dimana seperti yang telah
dijelaskan diawal. Berbuat baik karena memang itu merupakan tindakan yang baik sebagai
kewajiban moral, bukan berbuat baik atas dasar imbalan.
Lebih lanjut Kant menjelaskan bahwa hasil dari imperatif kategoris merupakan
imortalitas jiwa, yakni keabadian jiwa yang banyak diartikan sebagai Kebaikan (virtue) dan
Kebahagiaan (happiness). Alangkah baiknya apabila diterapkan dalam setiap diri catur
penegak hukum di Indonesia mengenai Imperatif kategoris ini. Tidak akan lagi kita melihat
pengacara membela koruptor, suap menyuap dalam lingkungan peradilan dan kejaksaan, serta
korupsi dalam tubuh kepolisian. Semuanya melakukan sesuatu yang baik karena memang ia
adalah baik, dan menurut Kant di dalam kehendak yang baik tersebut terdapat eksistensi Tuhan
sebagai kebaikan tertinggi

Kesimpulan
Bila kita mencermati etika Kant, maka disana terdapat dimensi religius, teologis, dan
deontologis. Kant memang menyingkirkan tujuan dalam setiap tindakan yang mana
menjadikan celah-celah kritik dalam bangunan etika ini. Namun perlu di catat bahwa Kant pada
hakikatnya memberikan landasan dan arahan agar manusia berbuat baik serta bermoral baik
atas dasar kreasi dan kesadaran diri sesuai dengan otonomi kehendak yang dimilikinya.
Kesadaran ini merupakan kebaikan tertinggi untuk mencapai moral yang luhur dimana Tuhan
ditempatkan. Dengan berpegangan pada bangunan etika ini bisa kita bayangkan dunia yang
harmoni dan penuh dengan kebaikan-kebaikan yang melahirkan keadilan yang berdasarkan
pada cita sosial Masyarakat.

5) https://anggafadhilah.wordpress.com/2012/12/21/objek-material-dan-objek-formal-
filsafat-ilmu/
Obyek material filsafat ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang
ada (realita) sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat
khusus dan empiris. objek material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan
mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya dengan realisasi
praktis yang sebenarnya. Sedangkan Obyek formal filsafat ilmu menyelidiki segala
sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material itu secara
hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of
everything). Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan watak filsafat
dengan pengetahuan. Karena filsafat berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya
6) Peranan dan Kegunaan Filsafat
1. Peranan Filsafat
a. Sebagai pendobrak , pada masa pra
yunani kuno orang sangat percaya
dengan mitos , kehadiran filsafat
mendobrak semua kebiasaan atau tradisi
yang begitu sakral
b. Sebagai pembebas , kehadiran filsafat
membebaskan manusia dari ketidak tahuan dan
kebodohan serta cara beikir mistis
c. Sebagai pembimbing , filsafat membimbing
manusia untuk berfikir rasion
8) http://download.portalgaruda.org/article.php?article=11849&val=873

13) https://gagasanhukum.wordpress.com/2011/02/28/filsafat-hukum-
dalam-kajian-aspek-ontologi-epistomologi-dan-aksiologi-bagian-i/

11. Pancasila sebagai pandagan hidup bangsa Indonesia memiliki


peranan yang sangat penting. Sebagai pandangan hidup, Pancasila
dipercaya oleh bangsa Indonesia untuk mengantarkan bangsa
Indonesia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dengan menjadikan
Pancasila sebagai pandangan hidupnya, bangsa Indonesia telah
memiliki pedoman hidup dan diharapkan mampu meraih keberhasilan
hidup dan kehidupannya yang diwujudkan dengan keberhasilan dalam
menjawab berbagai tantangan seperti permasalahan-permasalahan
yang muncul di berbagai bidang yang berhubungan dengan
kegiatan politik, ekonomi, sosial dan budaya, pertahanan dan
keamanan, dan hukum. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia terbukti telah mampu membawa bangsa Indonesia yang
terdiri dari beragam suku bangsa, ras, dan agama ke dalam satu kata,
satu tujuan mulia yaitu Persatuan Indonesia

12. Filsafat sebagai ilmu pengetahuan


Berfungsi membantu ilmu pengetahuan untuk menjawab
pertanyaan - pertanyaan yang tidak dapat terjawab dari ilmu
pengetahuan tersebut.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup
Membantu manusia dalam mengarahkan aktifitas - aktivitas
kehidupan manusia, berperan sebagai kompas dalam kehidupan
manusia

Anda mungkin juga menyukai