Makalah Epidural Hematoma
Makalah Epidural Hematoma
Makalah ini ditulis sebagai salah satu tugas makalah sistem neuro behavior
STIKES Surabaya.
Kritik dan saran terhadap makalah ini diharapkan dapat memberi masukan
untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam
menambah khasanah pengetahuan di bidang keperawatan terutama dalam bidang
neuro behavior bagi para pembacanya.
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul...............................................................................................................
1
Kata pengantar............................................................................................................
2
Daftar Isi......................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
7
II.IV Patofisiologi....................................................................................................
20
II.V Etiologi............................................................................................................
23
3
II.VI Gejala Klinis...................................................................................................
24
II.VIII Diagnosis........................................................................................................
27
II.XII Penatalaksanaan..............................................................................................
30
II.XIII Komplikasi.....................................................................................................
32
II.XIV Prognosis........................................................................................................
33
II.XV WOC..............................................................................................................
34
4
III.II Analisa Data....................................................................................................
35
III.V Evaluasi...........................................................................................................
44
BAB IV PENUTUP....................................................................................................
47
IV.I Kesimpulan.....................................................................................................
47
IV.II Saran................................................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
50
BAB I
5
PENDAHULUAN
Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di
kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura.
kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin
mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka
darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan
dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
saraf dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia
6
Kasus terbanyak cedera kepala adalah kecelakaan mobil dan motor. Di
Amerika Serikat pada tahun 1990 dilaporkan kejadian cedera kepala 200/100.000
penduduk pertahun. Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang
hanya 3% - 5% yang memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya
etiologi, gejala klinis, diagnosis, serta prognosis dari penyakit ini. Dengan itu
7
BAB II
PEMBAHASAN
II.I DEFINISI
tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
duramater dan tabula interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita traumatic
hematoma epidural, 85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan
8
volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9%
9
10
II.II INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI
Amerika Serikat. Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang
jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka
kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari
2. Subacute hematoma ( 31 % )
11
II.III ANATOMI OTAK DAN FISIOLOGI
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat
akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di temukan
trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan
12
kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala.
emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa infeksi dari kulit
pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea
terkoyak. (1)
atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula
eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian
memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang
akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera.
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges
1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua
lapisan:
13
b. Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang
laba
3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak
pembuluh darah.
Persarafan Duramater(10)
servikalis bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan n.vagus. resptor
reseptor nyeri dalam dura mater diatas tentorium mengirimkan impuls melalui
n.trigeminus, dan suatu nyeri kepala dirujuk ke kulit dahi dan muka. Impuls nyeri
yang timbul dari bawah tentorium dalam fossa kranialis posterior berjalan melalui
tiga saraf servikalis bagian atas, dan nyeri kepala dirujuk kebelakang kepala dan
leher.
maxilaris, arteri paringeal asenden, arteri occipitalis, dan arteri vertebralis. Dari
segi klinis, yang paling penting ialah arteri meningeal media, yang umumnya
mengalami kerusakan pada cedera kepala. Arteri meningea media berasal dari
14
foramen spinosum dan kemudian terletak antara lapisan meningeal dan endosteal
duramater. Arteri ini kemudian terletak antara lapisan meningeal dan endosteal
duramater. Arteri ini kemudian berjalan ke depan dank e lateral dalam suatu
(frontal) secara mendalam berada dalam sulkus atau saluran angulus antero
lapisan duramater. Fungsi utamanya adalah menerima darah dari otak melalui
vena vena serebralis dan cairan serebrospinal dari ruang ruang subarachnoidea
melalui villi arachnoidalis. Darah dalam sinus sinus duramatr akhirnya mengalir
sinus venosus duramater dengan vena vena diploika kranium dan vena vena
kulit kepala.
15
Sinus Sagitalis Superior menduduki batas atas falx serebri yang terfiksasi,
Sinus sagitalis inferior menduduki tepi bawah yang bebas dari falx serebri,
berjalan kebelakang dan bersatu dengan vena serebri magna pada tepi bebas
sinus sagitalis inferior dengan vena serebri magna, berakhir membelok kekiri
sagitalis superior, dan bagian kiri berlanjut dengan sinus rektus. Setiap sinus
menempati tepi yang melekat pada tentorium serebelli, membentuk sulkus pada os
superior, vena vena serebralis inferior, vena vena serebellaris dan vena vena
Sinus sigmoideus merupakan lanjutan langsung dari sinus tranversus yang akan
16
melanjutkan diri ke bulbus superior vena jugularis interna. Sinus occipitalis
merupakan suatu sinus kecil yang menempati tepi falx serebelli yang melekat, ia
konfluens. Sinus kavernosus terletak dalam fossa kranialis media pada setiap sisi
corpus os sphenoidalis.
kedepan melalui sinus. Nervus abdusen juga melintasi sinus dan dipisahkan dari
darah oleh suatu pembungkus endothelial. Sinus petrosus superior dan inferior
merupakan sinus sinus kecil pada batas batas superior dan inferior pars
petrosus os temporale pada setiap sisi kranium. Setiap sinus kavernosus kedalam
sinus transverses dan setiap sinus inferior mendrainase sinus cavernosus kedalam
otak dan terletak diantara pia mater di interna dan duramater di eksterna.
Arachnoidea mater dipisahkan dari duramater oleh suatu ruang potensial, ruang
subdural, terisi dengan suatu lapisan tipis cairan, dipisahkan dari piamater oleh
dan dalam arachnoidea ditutupi oleh sel sel mesothelial yang gepeng.
17
cairan serebrospinal berdifusi kedalam aliran darah. Arachnoidea dihubungkan ke
lateralis, ketiga dan keempat otak. Cairan ini keluar dari ventrikulus memasuki
Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang ditutupi oleh sel sel
mesothelial gepeng. Secara erat menyokong otak, menutupi gyri dan turun
kedalam sulki yang terdalam. Piamater meluas keluar pada saraf saraf cranial
dan berfusi dengan epineurium. Arteri serebralis yang memasuki substansi otak
membawa sarung pia mater bersamanya. Piamater membentuk tela choroidea dari
atap ventrikulus otak ketiga dan keempat, dan berfusi dengan ependyma untuk
otak.
Otak dan medulla spinalis terbungkus dalam tiga sarung membranosa yang
konsentrik. Membran yang paling luar tebal, kuat dan fibrosa disebut duramater,
membrane tengah tipis dan halus serta diketahui sebagai arachnoidea mater, dan
18
membrane paling dalam halus dan bersifat vaskuler serta berhubungan erat
dengan permukaan otak dan medulla spinalis serta dikenal sebagai piamater.
tulang tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan meningeal yang
berfungsi untuk melindungi jaringan saraf dibawahnya serta saraf saraf cranial
dengan membentuk sarung yang menutupi setiap saraf kranial. Sinus venosus
terletak dalam duramater yang mengalirkan darah venosa dari otak dan meningen
Pemisah duramater berbentuk sabit yang disebut falx serebri, yang terletak
Arachnoidea mater merupakan membrane yang lebih tipis dari duramater dan
sulkus sulkus dan masuk kedalam yang dalam antara hemispherium serebri.
merupakan bahan pengapung otak serta melindungi jaringan saraf dari benturan
dengan erat. Suatu sarung pia mater menyertai cabang cabang arteri arteri
serebralis pada saat mereka memasuki substansia otak. Secara klinis, duramater
19
disebut pachymeninx dan arachnoidea serta pia mater disebut sebagai
leptomeninges.
menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan
kenaikan Tekanan Intra Kranial (TIK; n=10 mmHg), keadaan ini akan
pertama sejak trauma. ADO biasanya akan meningkat dalam 2-3 hari
20
Doktrin Monro-Kellie
Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan karena
rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang rigid. Segera setelah
trauma, massa (gumpalan darah) dapat terus bertambah sementara TIK masih
dalam batas normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuer mencapai titik
II.IV PATOFISIOLOGI
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
21
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
medis.(1)
tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf
ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.(1)
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.
Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural
hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat
22
atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval
karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
(8)
b. Sinus duramatis
saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada
herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala
yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat,
23
Arteri meningea media
II.V ETIOLOGI
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural pada
kranium. Dura melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur
tengkorak bagian temporal parietal yang mana terjadi laserasi pada arteri atau
vena meningea media. Pada kasus yang jarang, pembuluh darah ini dapat robek
dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut
akan memaksa dura untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma
Oleh karena arteri meningea media terlibat, terjadi perdarahan yang tidak
terkontrol, maka akan mengakibatkan terjadinya akumulasi yang cepat dari darah
24
pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat,
Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul gejala apa apa.
Pada kurang lebih 50 persen kasus kesadaran pasien membaik dan adanya lucid
peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak dijumpai, dan
kejang. Epidural hematoma terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada
beberapa kasus dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat
kardiorespiratori pada medulla. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan
mereka yang terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan
Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil
dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif.
Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir kesadaran
akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga akan mengalami
25
pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi,
4. Pupil anisokor
5. Pupil isokor
26
Rontgen kepala
CT scan
modalitas utama yang digunakan untuk mengevaluasi trauma kepala akut setelah
27
penilaian neurologis dilakukan. Diagnosis yang tepat dari hasil CT scan sangat
Sangat jarang melebihi batas dari sutura dikarenakan perlekatan yang kuat dari
dura periosteal dengan batas dari sutura. Karena perlekatan yang kuat ini, sebuah
epidural hematoma memiliki batas yang kasar dan penampakan yang bikonveks
pada CT scan dan MRI. Kasus epidural hematoma yang khas memberikan
tampakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogeny pada CT scan,
tetapi mungkin juga tampak sebagai densitas yang heterogen akibat dari
II.VIIIDIAGNOSIS
penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur
yang menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral
dengan pupil yang melebar garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi
hematoma.(3)
28
II.IX DIAGNOSIS BANDING
1. Subdural Hematoma
Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena
1) sakit kepala
2) kesadaran menurun + / -
diantara duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan
2. Subarakhnoid hematoma
1) kaku kuduk
2) nyeri kepala
subarakhnoid.
29
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,
hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma
atau defisit neurologis).
4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah
baring, imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi
tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran
CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran).
Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status
hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian
tentang hasil/harapan.
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang
pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
Tujuan:
30
1. Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
II.XII PENATALAKSANAAN
Penanganan darurat :
Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal
mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema
cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana
sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic
masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium
bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat
31
dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek
protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan
dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar
serum 3-4mg%.(8)
Terapi Operatif
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.(8)
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
32
1) Penurunan klinis
2) Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
perdarahan.(3)
II.XIIIKOMPLIKASI (11)
3) Kematian
II.XIV PROGNOSIS
33
2) Besarnya
karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar
antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada
epidural hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%. Seperti trauma
hematoma intrakranial yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari
pasien. Resiko terjadinya epilepsi post trauma pada pasien epidural hematoma
BAB III
LAPORAN KASUS
34
III.I PENGKAJIAN
Identitas :
Nama : TN. S.
Umur : 50 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia.
Agama : Islam
Alamat : Blimbing Ngeran Bojonegoro
Pekerjaan : tidak bekerja
Pendidikan : SLTA
Tgl.MRS : 28 April 2002 jam: 02.30
Tgl. Pengkajian : 29 April 2002 jam: 08.00
Diagnosa Medik : Post op Trepanasi Cedera Otak Berat, OF TP (S)
Alasan MRS : Kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor ditabrak truck,
klien tidaksadarkan diri dari kejadian sampai dibawa ke RS, muntah-muntah (-),
kejang (-) dan klien dibawa ke RSUD Cepu dan langsung dirujuk ke RSUD Dr.
Soetomo.
35
Terpasang Dower kateter produksi urine 1000 ml/12 jam warna kuning jernih
5) Pencernaan Eliminasi alvi
infus Dext 1500cc/24 jam, manitol 4 x 100 cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah
abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 200 cc.
6) Tulang otot integumen:
Kemampuan pergerakan pada ektrimitas atas dan bawah tidak dapat dikaji karena
pasien dalam tingkat kesadaran koma. Pada kepala ada luka operasi tertutup
hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, kulit wajah dibagian rahang bawah
tampak lecet-lecet, kedua kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna
kulit pucat.
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium tanggal 30 April 2002:
Hb: 9,3 gr/dl. Leko: 5,6. Trombo: 101.
PCV: 0,28.
Blood Gas:
PH: 7,265 PCO2: 46,0 PO2: 259,4
HCO3: 20,4 BE: -6,6
CT Scan tanggal 29 April 2002:
ICH daerah temporofrontal kiri dengan pnemotocele.
Fr Impresi frontal kanan dan kiri
Fraktur temporal kiri
1.9 Terapi:
Rantin 2x 1 IV Novalgin 3 x 1 amp IV
Afriaxon 1 x 2 gr IV Dilantin 3x 100 IV
Manitol 4 x 100 cc
Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam
36
III.II ANALISA DATA
Data Kemungkinan penyebab Masalah
DS: - Trauma kepala Gangguan perfusi
DO: jaringan cerebral
Kesadaran me , GCS: 1 Hematom Subarachnoid
x 1,
CT Scan : Odema otak
ICH daerah
temporofrontal kiri dengan
pnemotocele. TIK
Fr Impresi frontal kanan dan
kiri
Fraktur temporal Aliran darah ke otak
kiri
O
DS: - TIK Gangguan pola
DO: napas
Menggunakan respirator, rangsangan simpatis
Mode: CR Insp MV:
500 Exp MV: - FIO2: :
50% A:aDO2: tahanan vaskuler sistemik
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
terjadi pe tek. pada sist.
pemb. darah pulmonal.
Pe tek.hidrostatik
kebocoran cairan kapiler
Pe hambatan difusi O2 -
CO2
Hipoksemia
DS: - Trauma kepala Resiko nutrisi
DO: kurang dari
GCS: 1-x-1, terpasang Stress kebutuhan tubuh
sonde, infus Dex 1500
37
cc/24 jam. Pe katekolamin
NGT dibuka, cairan maag
slang warna coklat 200 cc. Pe sekresi asam lambung
Mual, muntah
Asupan nutrisi tidak adekuat
DS: -
DO: Trauma jaringan, kulit rusak, Resiko tinggi
Luka post op trepanasi prosedur invasif. terhadap infeksi
pada farietal tertutup
pembalut, tidak tampak
adanya perdarahan, luka
laserasi pada rahang
bawah dan tertutp kasa
serta luka jejas pada
phalank distal sinistra dan
mengeluarkan bau dan
secret berwarna kuning,
Turgor baik, warna kulit
pucat. Klien terpasang
respirator, dower katheter,
NGT.
Hasil lab: Hb: 9,3 gr/dl.
Leko: 5,6.
DS: - Trauma kepala Sindroma defisit
DO: perawatan diri
Kesadaran me , GCS: 1-
Hematom Subarachnoid
x-14
Klieb tidak sadar
TIK
Aliran darah ke otak
O
Penurunan kesadaran
38
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan
otak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
Kriteria hasil:
1. Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
2. Tingkat kesadaran membaik
Intervensi Rasional
Pantau /catat status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
neurologis secara teratur TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
kiri dan kanan, reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
terhadap cahaya. antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
39
okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
TD, nadi, frekuensi nafas, TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
suhu. terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat
mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Pantau intake dan out put, Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang
turgor kulit dan membran terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma
mukosa. serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus.
Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah
hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang
akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan
serebral.
Turunkan stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi
eksternal dan berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
kenyamanan, seperti mempertahankan atau menurunkan TIK.
lingkungan yang tenang.
Bantu pasien untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan
menghindari /membatasi intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 5- Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
15 derajad. akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
terjadinya peningkatan TIK.
Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema
sesuai indikasi. serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD
dan TIK.
Berikan oksigen tambahan Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
sesuai indikasi. meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.
Berikan obat: Manitol digunakan untuk menurunkan air dari sel otak,
1. Manitol 4 x 100 cc menurunkan edema otak dan TIK. Sedatif digunakan 40
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, irama, Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
kedalaman pernapasan pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
setiap 1 jam. Catat otak.
ketidakteraturan
pernapasan.
Pantau / cek pemasangan Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya
tube, selang ventilator pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara
sesering mungkin. yang tidak adekuat.
Siapkan ambu bag tetap Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada
berada didekat pasien gangguan pada ventilator.
Lakukan penghisapan Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau
dengan ekstra hati-hati, meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
jangan lebih dari 10-15 vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
detik. Catat karakter, cukup besar pada perfusi jaringan.
warna dan kekeruhan dari
sekret.
Lakukan fisioterapi Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien
Napas . dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
Auskultasi suara napas, atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
perhatikan daerah membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau
hipoventilasi dan adanya menandakan terjadinya infeksi paru.
suara tambahan yang tidak
normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel. Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
Pantau analisa gas darah, asam basa dan kebutuhan akan terapi.
tekanan oksimetri Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
Lakukan ronsen thoraks tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
ulang. bronkopneumoni.
41
Intervensi Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan antiseptik, nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
yang mengalami
untuk melakukan tindakan dengan segera dan
kerusakan, daerah yang
pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
teratur, catat adanya
selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
demam, menggigil,
segera.
diaforesis.
Berikan antibiotik sesuai
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
program dokter.
mengalami trauma, atau setelah dilakukan pembedahan
untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.
42
29/4/02 1 Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-
tanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x - 1, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 130/90, nadi 76 , RR: 17x/menit, suhu:
37C.
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
Memberian cairan infus Dext 21 tetes/menit.
Memberikan obat:
1. Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 24.00)
2. Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 20.00 04.00)
43
30/4/02 1 Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-
tanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x-1, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu:
37C.
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 15
Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit,
cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
Memberikan obat:
1. Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 24.00)
2. Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 20.00 04.00)
2
Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan
melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00
11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00) ,
mencatat karakter warna lendir putih kental. Mendengarkan
suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
3
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering
tidak tampak tanda inflamasi.
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
Melakukan pemeriksaan lab:
44
III.VI EVALUASI
PENUTUP
IV.I Kesimpulan
tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
4. Pupil anisokor
penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Prognosis epidural
hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural hematoma yang telah
2. Bila dijumpai gejala seperti yang disebutkan di atas, maka sebaiknya dilakukan
terhadap penyakit ini dapat disembuhkan. Sehingga angka kematian dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
%20japardi61.pdf
3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC,
2003. p. 818-9
2000. p. 183-5
http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.h
tml
359-65, 382-87
10. Snell R.S. Neurologi Klinik. Editor, Sjamsir, edisi ke dua, cetakan
http://emedicine.medscape.com/article/824029-followup#a2649. Accessed
on 26 Agustus 2013.