Anda di halaman 1dari 26

REFLEKSI KASUS Juni 2017

OBESITAS PADA ANAK

Nama : Wenny Eka Fildayanti


No. Stambuk : N 111 16 027
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda.


Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara
sudah muncul masalah gizi lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas
dapat terjadi baik pada anak-anak hingga usia dewasa. Obesitas disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan
fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan.1
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO
menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga
obesitas merupakan suatu problem kesehatan yang harus diatasi. Di Indonesia,
terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup mengakibatkan
perubahan pada pola makan/konsumsi masyarakat yang menjadi tinggi kalori,
tinggi lemak dan kolesterol, terutama penawaran makanan fast food yang semakin
meningkatkan resiko obesitas.2
Tahapan yang dilakukan dalam mengevaluasi anak dan remaja dengan gizi
lebih atau obesitas adalah sebagai berikut:3
- Anamnesis terkait obesitas untuk mencari tanda atau gejala yang dapat
membantu menentukan apakah seorang anak mengalami atau berisiko
obesitas
- Pemeriksaan fisik dan evaluasi antropometris
- Pemeriksaan penunjang yang meliputi analisis diet, pemeriksaan
laboratorium, pencitraan, ekokardiografi dan respirometri atas indikasi
- Penilaian komorbiditas

1
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. W
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tggl Lahir : 08-06-2007/10 tahun
Nama Orang tua : Tn. S
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Tondo
Tanggal masuk : 4 Mei 2017

Keluhan Utama : Berat Badan Lebih (Kegemukan)


Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk RS dengan keluhan berat badan lebih. Anak mulai
mengalami berat badan lebih sejak umur 4 tahun. Pasien lahir dengan berat badan
lahir 5000 gr dan termasuk dalam kategori bayi besar tapi mengalami penurunan
berat kemudian usia 4 tahun naik kembali dan menjadi berat badan lebih. Saat ini,
pasien mengeluhkan sering mengalami sakit kepala dan pusing, biasanya sakit
kepala dikeluhkan jika terlalu banyak mengonsumsi makanan manis. Pasien
mengatakan dalam sehari dapat makan dan minum dalam porsi banyak dari orang
biasanya serta frekuensi berlebih. Dalam kesehariannya pasien mengatakan sering
tidur jika pulang dari sekolah. Pasien juga mengatakan jika tidur, sering
mengorok, dan terkadang terbangun dari tidur karena saat tidur tiba-tiba sulit
bernapas. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pinggul saat bergerak sehingga
pasien lebih banyak berbaring daripada berkegiatan. Buang air besar seperti biasa
tapi untuk 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan tidak buang air
besar. Buang air kecil normal dan lancar, pasien mengatakan tidak terlalu sering
buang air kecil dan tidak mengeluhkan nyeri saat berkemih.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengalami kegemukan sejak usia 4 tahun

2
Riwayat Penyakit Keluarga :
Kakak pasien juga mengalami kegemukan seperti pasien. Ibu dan ayah
pasien tidak menderita hipertensi, penyakit jantung, dan juga diabetes.
Anamnesis Makanan:
Pasien minum ASI sejak lahir sampai umur 6 bulan. Dari umur 6 bulan
hingga umur 2 tahun diberikan susu formula. Dari umur 2 tahun hingga sekarang
diberikan nasi. Dalam sehari, biasanya pasien makan >5 kali dengan porsi lebih
banyak. Orang tua pasien seorang pemilik warung dan membiarkan anaknya
untuk makan cemilan sehingga pasien juga sering makan cemilan berupa makanan
ringan dan makanan cepat saji, serta jajan es krim. Sering makan mie goreng dan
minum air es, pasien juga suka jajan siomay, es krim dan makan snack.
Riwayat sosial ekonomi:
Keluarga pasien memiliki status sosial ekonomi menengah keatas.
Riwayat kebiasaan dan lingkungan:
Pasien jarang berolahraga. Kesehariannya pasien sering menonton TV
dan bermain games. Pasien juga setiap pulang sekolah selalu tidur dan malas
untuk beraktivitas.
Riwayat kehamilan dan persalinan :
Ibu pasien sering memeriksakan diri ke dokter selama masa kehamilan,
tidak pernah mengalami kelainan selama masa kehamilan, hipertensi (-). Pasien
lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis dengan berat badan lahir 5000
gram, panjang badan 50 cm.
Kemampuan dan Kepandaian anak:
Membalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 1 tahun
Berjalan : 1 tahun 4 bulan
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Alergi :

3
Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
2. Pengukuran
Tanda vital :
- Denyut jantung :100 kali/menit
- Pernapasan :24 kali/menit
- Suhu :380C

Berat badan : 98 kg
Tinggi badan : 162 cm
Status gizi : Obesitas (IMT 37)
3. Kulit :
Pucat (-), turgor kulit kembali cepat (<2 detik). Tampak jaringan lemak
menebal
4. Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Tidak mudah tercabut, berwarna hitam
Mata : Edema palpebral (-/-), Conjungtiva: anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Telinga : Otorrhea (-/-)
Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
Lidah : Lidah kotor dengan pinggiran eritema (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Tenggorokan : Tonsil T2/T2
Pharynx : Hiperemis (-)
5. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris bilateral

4
Retraksi : tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor kiri : kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonchi (-/-) Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada Spatium Inter Costa (SIC) V linea
midclavicula sinistra
Perkusi: Batas jantung normal
Auskultasi : S1 dan S2 murni, regular, bising : tidak ada
6. Abdomen :
Inspeksi : cembung
Auskultasi : bising usus (-)
Perkusi : Bunyi : timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), organomegali (-)

7. Ekstremitas : akral hangat, edema tidak ada


8. Genitalia : tidak ada kelainan
9. Otot-otot : tonus baik

Pemeriksaan laboratorium
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.1 11,5-16,5 g/dl
Leukosit 4.2 4,8-10,0 /ul
Eritrosit 4.32 4,0-5,50 Juta/ul
Hematokrit 36,6 30-47 %
Trombosit 285 150-450 Ribu/ul

5
Anjuran Pemeriksaan:
- USG abdomen
- Analisis diet
- Profil lipid (LDL/HDL, kolesterol.trigliserida)
- Kadar Gula Darah Puasa

RESUME :
Pasien laki-laki umur 10 tahun masuk RS UNDATA dengan berat badan
lebih. Anak mulai mengalami berat badan lebih sejak umur 4 tahun. Makrosomia
(+). Nyeri kepala (+) jika terlalu banyak mengonsumsi makanan manis. Pasien
mengatakan dalam sehari dapat makan dan minum dalam porsi banyak dari orang
biasanya serta frekuensi berlebih. Dalam kesehariannya pasien mengatakan sering
tidur jika pulang dari sekolah. Pasien juga mengatakan jika tidur, sering
mengorok, dan terkadang terbangun dari tidur karena saat tidur tiba-tiba sulit
bernapas. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pinggul saat bergerak sehingga
pasien lebih banyak berbaring daripada berkegiatan. Buang air besar seperti biasa
tapi untuk 2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan tidak buang air
besar. Buang air kecil normal dan lancar, pasien mengatakan tidak terlalu sering
buang air kecil dan tidak mengeluhkan nyeri saat berkemih.
Anamnesis makanan, pasien minum ASI sejak lahir sampai umur 6 bulan.
Dari umur 6 bulan hingga umur 2 tahun diberikan susu formula. Dari umur 2
tahun hingga sekarang diberikan nasi. Dalam sehari, biasanya pasien makan >5
kali dengan porsi lebih banyak. Orang tua pasien seorang pemilik warung dan
membiarkan anaknya untuk makan cemilan sehingga pasien juga sering makan
cemilan berupa makanan ringan dan makanan cepat saji, serta jajan es krim.
Sering makan mie goreng dan minum air es, pasien juga suka jajan siomay, es
krim dan makan snack.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan wajah membulat dengan pipi tembem,


leher relatif pendek, dada yang membusung dan perut yang membuncit. Status
gizi anak obesitas, menggunakan Body Mass Index dengan Berat Badan
(kg)/Tinggi Badan2 (m) 37.

6
DIAGNOSIS :
Obesitas pada anak

FOLLOW UP

Tanggal 05-05-2017
Subject - Demam (+)
- Sakit kepala (+)
- Batuk berlendir (+)
- Flu (+)
- Sesak (-)
- Nyeri menelan (+)
- Sakit perut (+)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (-) 3 hari
- BAK (+)
Object - BB : 98 kg
Status gizi: IMT 37 (Obesitas)
- TB : 162 cm
- S : 38,4 C
- N : 108 x/menit
- R : 36 x/menit
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba

7
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:
I: Tampak Cembung
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
Assesment Obesitas pada Anak
Plan - IVFD RL 12 tpm
- Cefadroxil 3x500 mg
- Paracetamol 4x1 tab
- Ambroxol 3x1 tab

Tanggal 18-01-2017
Subject - Demam (-) hari ke 5, Bebas demam hari-1
- Sakit kepala (-)
- Batuk berlendir (+)
- Flu (-)
- Sesak (-)
- Nyeri menelan (+)
- Sakit perut (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (-) 4 hari
- BAK (+)
Object - BB : 98 kg
Status gizi: IMT 37 (Obesitas)
- TB : 162 cm
- S : 36,6 C
- N : 92 x/menit
- R : 26 x/menit
- TD : 110/60

8
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:
I: Tampak Cembung
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
Assesment Obesitas pada Anak
Plan - IVFD RL 12 tpm
- Cefadroxil 3x500 mg
- Paracetamol 4x1 tab
- Ambroxol 3x1 tab

Tanggal 19-01-2017
Subject - Demam (-) hari ke 6, Bebas demam hari-2
- Sakit kepala (-)
- Batuk berlendir (+)
- Flu (+)
- Batuk (+)
- Nyeri menelan (-)
- Sakit perut (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)

9
- BAB (-) 5 hari
- BAK (+)
Object - BB : 97 kg
Status gizi: IMT 37 (Obesitas)
- TB : 162 cm
- S : 36,6 C
- N : 76 x/menit
- R : 28 x/menit
- TD : 110/70
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I/II murni reguler
- Abdomen:
I: Tampak Cembung
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
- Hasil Lab:
WBC : 7,49
RBC : 5,14
HGB : 12,9
HCT : 39,6
PLT: 45
Assesment Obesitas pada Anak

10
Plan - IVFD RL 12 tpm
- Cefadroxil 3x500 mg
- Paracetamol 4x1 tab
- Ambroxol 3x1 tab
Tanggal 20-01-2017
Subject - Demam (-) hari ke 7, Bebas demam hari-3
- Sakit kepala (-)
- Batuk berlendir (+)
- Flu (-)
- Nyeri menelan (-)
- Sakit perut (-)
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAB (-) 6 hari
- BAK (+)
Object - BB : 97 kg
Status gizi: IMT 37 (Obesitas)
- TB : 162 cm
- S : 36,5 C
- N : 94 x/menit
- R : 26 x/menit
- TD : 110/70
- Thorax (Pulmo)
I: Simetris bilateral, Retraksi (-)
P: Vokal fremitus kanan=kiri
P: Sonor (+/+)
A: BV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I/II murni reguler

11
- Abdomen:
I: Tampak Cembung
A: Peristaltik (+), Bising Usus (-)
P: Timpani (+)
P: Nyeri tekan (-)
- Hasil Lab:
WBC : 7,1
RBC : 4,83
HGB : 12,2
HCT : 37,5
PLT: 53
Assesment Obesitas pada Anak
Plan - IVFD RL 12 tpm
- Cefadroxil 3x500 mg
- Paracetamol 4x1 tab
- Ambroxol 3x1 tab

12
DISKUSI

Obesitas di definisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai


dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan, yang terjadi akibat
ketidakseimbangan antara asupan energi (energy intake) dengan pemakaian energi
(energy expenditure), sehingga terjadi penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan.4
Menurut Clement dan Ferre (2003), seorang anak yang mempunyai
kelebihan lemak tubuh atau mempunyai BMI lebih dari 30. Kelebihan ini
disebabkan banyaknya makanan yang masuk dibandingkan energi yang
dikeluarkan. BMI dihitung dengan mengukur berat tubuh dalam kilogram dibagi
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Bila nilai BMI sudah didapat, hasilnya
dibandingkan dengan ketentuan berikut :5
Nilai BMI < 18,5 = Berat badan di bawah normal
Nilai BMI 18,5 - 22,9 = Normal
Nilai BMI 23,0 - 24,9 = Normal Tinggi
Nilai BMI 25,0 - 29,9 = di atas normal
Nilai BMI >= 30,0 = Obesitas.
Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan
pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada umumnya
digunak an:
a. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan
disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.4
b. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan
obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% 6 atau Z-score = + 2
SD.1
c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal
lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps >
persentil ke 85. 1
d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri,
hidrometri dsb, tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis.
DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk
dilapangan.4

13
e. Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas.6

Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan,


sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh,
aktivitas fiis, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi
makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3%)dibandingkan
karbohidrat (6-7%) dan protein (25%). Termogenesis adalah proses dimana tubuh
meningkatkan suhu, atau output energi. Dengan
meningkatkan termogenesis tersebut dalam tubuh, metabolisme meningkat dan
sel-sel lemak ini kemudian digunakan sebagai energi untuk mendukung
peningkatan metabolik.3
Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor
idiopatik (obesitas primer atau nutrisional), sedangkan faktor endogen (obesitas
sekunder atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom,
atau defek genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus.3

Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas


adalah mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi dari kebutuhan), makanan
tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat.
Sedangkan perilaku makan yang salah adalah tindakan memilih makanan berupa
junk food, makanan dalam kemasan dan minuman ringan (soft drink).6
Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukkan prevalensi kegemukan dan
obesitas pada anak sekolah (6-12 tahun) sebesar 9,2%. Sebelas propinsi, seperti

14
D.I. Aceh (11,6%), Sumatera Utara (10,5%), Sumatera Selatan (11,4%), Riau
(10,9%), Lampung (11,6%), Kepulauan Riau (9,7%), DKI Jakarta (12,8%), Jawa
Tengah (10,9%), Jawa Timur (12,4%), Sulawesi Tenggara (14,7%), Papua Barat
(14,4%) berada di atas prevalensi nasional.7
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara
asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas. Terjadinya obesitas
melibatkan beberapa faktor: Faktor genetik. Obesitas cenderung diturunkan,
sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya
berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong
terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan
faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik
memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Faktor
lingkungan. Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas,
tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti.
Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan
dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu
saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola
makan dan aktivitasnya.8
Patogenesis dari obesitas dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama
adanya gangguan pada regulatory obesity yang berkaitan dengan pusat yang
mengatur masukan makanan.Jenis kedua adanya metabolic obesity, terdapat
kelainan pada metabolisme lemak dan karbohidrat. Keseimbangan energi dapat
diatur pada level intake makanan dan energi yang dikeluarkan. Para ahli
menemukan komponen pengatur penyimpanan energi, yaitu leptin. Leptin adalah
cytokine seperti polipeptida yang diproduksi oleh gen yang ada di jaringan
adiposa yang mengontrol intake makanan melalui reseptor hipotalamus. Leptin
diproduksi secara proporsional dengan berat adiposa. Leptin juga menurunkan
ekspresi dari neuropeptida Y, dan hormon-horman yang berkaitan dengan intake
energi yang antara lain ghrelin, insulin dan kolesitokinin. Keberadaan leptin pada
reseptor hipotalamus dapat menghambat intake makanan. Mutagenesis dari gen
ini akan menghilangkan faktor regulator dari intake makanan.3

15
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3
proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju
pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan
penyimpanan energi, melalui sinyal- sinyal efferent yang berpusat di hipotalamus
setelah mendapatkan sinyal afferent dari perifer terutama dari jaringan adipose
tetapi juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik
(meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik
(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.
Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu
makan serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida
gastrointestinal, yaitu kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling
penting dalam menurunkan porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan
somatostatin. Sinyal panjang yang diperankan oleh fat-derived hormon leptin
dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Didalam
system ini leptin memegang peran utama sebagai pengendali berat badan.
Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi langsung masuk ke
peredaran darah dan kemudian menembus sawar darah otak menuju ke
hipotalamus. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan maka massa
jaringan adiposa meningkat, disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam
peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di
hipotalamus agar menurunkan produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu
makan dan asupan makanan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi
lebih besar dari asupan energi, maka massa jaringan adiposa berkurang dan
terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan
peningkatan nafsu makan dan asupan makanan. Pada sebagian besar orang
obesitas, mekanisme ini tidak berjalan walaupun kadar leptin didalam darah
tinggi dan disebut sebagai resistensi leptin.
Selain leptin, jaringan adiposa juga mengeluarkan faktor-faktor lain yang
mengatur keseimbangan energi dan metabolisme karbohidrat, seperti sitokin,
faktor angiogenik, faktor yang berhubungan dengan immun, prostaglandin,

16
angiotensinogen dan protein. Faktor-faktor tersebut diproduksi secara
proporsional sesuai dengan massa jaringan adipose.8
Faktor kesehatan. Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas,
diantaranya: hipotiroidisme, sindroma Cushing, sindroma Prader-Willi, dan
beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan. Obat-
obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan
penambahan berat badan. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau
keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam
tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak,
bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang
yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena
itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah
lemak di dalam setiap sel.9
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang
makmur. Anak-anak yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori (energi yang
dikeluarkan rendah). Seorang anak yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya
lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami
obesitas.8
Lemak tubuh yang berlebihan pada obesitas berhubungan dengan
peningkatan risiko kesehatan, khususnya faktor risiko kardiovaskular. Indeks
massa tubuh (IMT) dan pengukuran berat badan terhadap tinggi badan merupakan
metode yang berguna untuk menilai lemak tubuh dan diukur dengan cara berat
badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter).
Konsensus internasional untuk penentuan gizi lebih adalah berdasarkan grafi
indeks massa tubuh (grafi IMT) berdasarkan usia dan jenis kelamin. Saat ini ada
tiga klasifiasi yang digunakan untuk anak dan remaja yaitu CDC 2000 (Center for
Disease Control and Prevention 2000), IOTF (International Obesity Task Force),
dan WHO 2006 (World Health Organization 2006). Berdasarkan hal tersebut dan
untuk kepentingan klinis praktis dalam menentukan klasifiasi mana yang dapat
digunakan sebagai uji tapis obesitas, maka data Riskesdas 2010 tersebut dianalisis

17
kembali dan selanjutnya diklasifiasi menggunakan grafik IMT berdasarkan CDC
2000, IOTF, dan WHO 2006.3

Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka


penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan
mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana
obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi,
dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah /

18
5,6
modifikasi pola hidup.

1. Menetapkan target penurunan berat badan


Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu
usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit
penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah
7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada
obesitas dengan komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada
usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan
5
berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.
2. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai
dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan
5
perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat
obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa
penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan
asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile)
dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah
6
(very low calorie diet ).
5
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang . Menurunkan berat
badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal. Diet seimbang
dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh <
10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari. Diet
tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis
menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari.

3. Pengaturan aktifitas fisik


Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju
metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk
anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan ketrampilan otot,
seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk

19
5
melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.

Jenis kegiatan Kalori yang digunakan/jam


Jalan kaki 3 km/jam 15
0
Jalan kaki 6 km/jam
30
Joging 8 0
km/jam Lari 48
12 km/jam 0
Tenis tunggal 60
0
Tenis ganda
36
Golf 0
Berenang Tabel 2. Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan
24
Berseped 0
4. Mengubah pola hidup/perilaku
18
a Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta 0orang tua sebagai
komponen intervensi, dengan cara: Pengawasan sendiri terhadap:
35 berat badan,
0
asupan makanan dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya. Mengontrol
66
rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan
0
rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan. Mengubah
perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang
dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan. Memberikan penghargaan dan
hukuman. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori
5
tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.
5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru
Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai
petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi
dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung
6
program diet.
5,6
6. Terapi Intensif
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang
disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional,
terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan
terapi bedah. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan >

20
140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori hanya 600-800
kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal, dengan
suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya
diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter.
Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan
energi dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi
penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat,
leptin, octreotide dan metformin; meningkatkan penggunaan energi.
Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak,
karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.
Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip
terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat
pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi
makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir
usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya
terapi ini pada anak.
Tujuan tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak harus disesuaikan
dengan usia dan perkembangan anak, penurunan berat badan mencapai 20% di
atas berat badan ideal, serta pola makan dan aktivitas fisis yang sehat dapat
diterapkan jangka panjang untuk mempertahankan berat badan tetapi tidak
menghambat pertumbuhan dan perkembangan.

21
A. Pola makan yang benar
Pemberian diet seimbang sesuai requirement daily allowances (RDA)
merupakan prinsip pengaturan diet pada anak gemuk karena anak masih
bertumbuh dan berkembang dengan metode food rules, yaitu:
1. Terjadwal dengan pola makan besar 3x/hari dan camilan 2x/hari yang
terjadwal (camilan diutamakan dalam bentuk buah segar), diberikan air
putih di antara jadwal makan utama dan camilan, serta lama makan 30
menit/kali
2. Lingkungan netral dengan cara tidak memaksa anak untuk mengonsumsi
makanan tertentu dan jumlah makanan ditentukan oleh anak
3. Prosedur dilakukan dengan pemberian makan sesuai dengan kebutuhan
kalori yang diperoleh dari hasil perkalian antara kebutuhan kalori
berdasarkan RDA menurut height age dengan berat badan ideal menurut
tinggi badan Langkah awal yang dilakukan adalah menumbuhkan motivasi
anak untuk ingin menurunkan berat badan setelah anak mengetahui berat
badan ideal yang disesuaikan dengan tinggi badannya, diikuti dengan
membuat kesepakatan bersama berapa target penurunan berat badan yang
dikehendaki.3

B. Pola aktivitas fisis yang benar

22
Pola aktivitas yang benar pada anak dan remaja obes dilakukan
dengan melakukan latihan dan meningkatkan aktivitas harian karena
aktivitas fisis berpengaruh terhadap penggunaan energi. Peningkatan
aktivitas pada anak gemuk dapat menurunkan napsu makan dan
meningkatkan laju metabolisme. Latihan aerobik teratur yang
dikombinasikan dengan pengurangan energy akan menghasilkan penurunan
berat badan yang lebih besar dibandingkan hanya dengan diet saja. Latihan
fisis yang diberikan pada anak disesuaikan dengan tingkat perkembangan
motorik, kemampuan fisis, dan umurnya. Pada anak berusia 6-12 tahun atau
usia sekolah lebih tepat untuk memulai latihan fiis dengan keterampilan otot
seperti bersepeda, berenang, menari, karate, senam, sepak bola, dan basket,
sedangkan anak di atas usia 10 tahun lebih menyukai olahraga dalam bentuk
kelompok. Aktivitas sehari-hari dioptimalkan seperti berjalan kaki atau
bersepeda ke sekolah, menempati kamar tingkat agar naik dan turun tangga,
mengurangi lama menonton televisi atau bermain games komputer, dan
menganjurkan bermain di luar rumah.3

C. Modifiasi perilaku
Tata laksana diet dan latihan fisis merupakan komponen yang efektif
untuk pengobatan, serta menjadi perhatian paling besar bagi ahli fiiologi
untuk memperoleh perubahan makan dan aktivitas perilakunya. Oleh karena
prioritas utama adalah perubahan perilaku, maka perlu menghadirkan peran
orangtua sebagai komponen intervensi.3
Jika ditangani dengan baik dan tepat dalam menurunkan berat badan maka
prognosis baik. Namun jika dibiarkan maka obesitas akan berlanjut dan bisa
sampai terjadi komplikasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Skelton, Joseph A., Colin D. Rudolph. 2007. Nelson Textbook of Pediatric


18th Edition. Elsevier: Philadelphia.
2. WHO. 2009. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic,
WHO Technical Report Series, Geneva.
3. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, 2014, Diagnosis, Tatalaksana dan
Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja, Jakarta: IDAI.
4. Surasmo, R., Taufan H. 2008. Penanganan Obesitas Dahulu, Sekarang
dan Masa Depan. National Obesity Symposium I: Surabaya.
5. Standar Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.

24
6. KEMENKES RI, 2012, Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan
Kegemukan dan Obesitas Pada Anak Sekolah. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
7. Soebagijo A, Askandar T, and Sri M, et al. Naskah Lengkap ; National
Obesity Symposium II; 2003.PERKENI.
8. Sjarif dkk. 2004. Penelitian Multisenter 10 PPDSA di Indonesia mengenai
prevalensi obesitas. Dipresentasikan pada KONIKA XIII, Bandung 4-7
Juli 2005.
9. Malonda AA, Tangklilisan HA. 2010. Comparison of metabolic syndrome
criteria in obese and overweight children. Paediatr Indones.

25

Anda mungkin juga menyukai