FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO PALU
NOVEMBER 2017
OLEH :
1
berpengalaman. Pada reflleksi kasus ini, dibahas mengenai tehnik pemberian
anastesi pada anak dengan tindakan debridement pada fraktur calcaneus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga
dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume fresh
gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara semenit.
Semi closed method: Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen
murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada
vaporizer sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara napas
yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Keuntungannya
dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan kadar tertentu
dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan memberikan
volume fresh gas flow kurang dari 100% kebutuhan.
Closed method: Cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2,
sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani
operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi,
induksi, maintenance, dan lain-lain.
B. Anestesi Inhalasi
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditetukan oleh sifat
fisiknya:2
4
2. Difusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya
Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi
akan menurunkan ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi
dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan
induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada
zat yang tidak larut dan lambat pada yang larut. 2
1. Konsentrasi inspirasi.
Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah penuh, maka
ambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inpirasi sama dengan alveoli. Hal
ini dalam praktek tak pernah terjadi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi
makin tinggi, asalkan tak terjadi depresi napas atau kejang laring. Induksi
makin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).
2. Ventilasi alveolar
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi dan
sebaliknya.
3. Koefisien darah/gas
Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin rendah
konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.
5
Makin tinggi curah jantung makin cepat uap diambil
C. Sevofluran
a. Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah
otak sedikit meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan
intrakranial. Laju metabolisme otak menurun cukup bermakna sama
6
dengan isofluran. Tidak pernah dilaporkan kejadian kejang akibat
sevofluran. 2
Terhadap sistem kardiovaskuler
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Nilai mabang
arimogenik epinefrin terhadap sevofluran terletak antara isofluran dan
enfluran. Tahanan vaskuler dan curah jantung sedikit menurun,
sehingga tekanan darah sedikit menurun. Pada 1,2-2 MAC sevofluran
menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik kira-kira 20% dan
tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%. Curah jantung akan menurun
20% pada pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC. Dibandingkan
dengan isofluran, sevofluran menyebabkan penurunan tekanan darah
lebih sedikit. 2
Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan pada aliran darah
koroner. Dilatasi arresi koroner yang terjadi akibat sevofluran lebih
kecil dibanding isofluran dan tidak menimbulkan efek coronary steal,
sehingga sevofluran aman dipakai untuk penderita penyakit jantung
koroner atau yang mempunyai resiko penyakit jantung iskemik, tetapi
penelitian pada orang tua di atas 60 tahun, disebutkan bahawa
sebaiknya berhati-hati dlaam memberikan sevofluran konsentrasi tinggi
(8%) pada penderita hipertensi dan riwayat penyakit jantung penyakit
jantung koroner dan iskemik). 2
Terhadap sistem respirasi
Seperti halnya dengan obat anestesi inhalasi yang lain sevofluran juga
menimbulkan depresi pernapasan yang derajatnya sebanding dengan
dosis yang diberikan sehingga volume tidal akan menurun, tapi
frekuensi nafas sedikit meningkat. Pada manusia, 1,1 MAC sevofluran
menyebabkan tingkat depresi pernafasan hampir sama dengan halotan
dan pada 1,4 MAC tingkat depresinya lebih dalam daripada halotan.
Sevofluran menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, tetapi tidak
sebaik halotan. 2
7
Terhadap otot rangka
Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan
isofluran. Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam
denga sevofluran. Proses induksi, laringoskopi dan intubasi dapat
dikerjakan tanpa bantuan obat pelemas otot. 2
Terhadap hepar dan ginjal
Tidak ada laporan tentang hepatotoksisitas klinis pada manusia setelah
penggunaan sevofluran oleh lebih dari dua jua orang sejak tahun 1988.
Sevofluran menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil
dibandingkan dengan enfluran dan halotan.
b. Biotransformasi
c. Eleminasi
8
d. Penggunaan Klinik
e. Dosis
f. Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced
hyperthermia”, hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
9
2.2 LMA (Laryngeal Mask Airway)
A. Definisi
Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway,
didesain untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring
untuk ventilasi spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode
level (< 15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini tersedia dalam 7 ukuran untuk
neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan besar ( 1 )
10
Gambar 2 : Pemakaian LMA
B. Tehnik Anestesi LMA
a. Indikasi LMA1,2
Untuk menghasilkan jalan nafas yang lancar tanpa penggunaan
sungkup muka.
Untuk menghindari penggunaan ET/melakukan intubasi
endotrakeal selama ventilasi spontan.
Pada kasus-kasus kesulitan intubasi.
Untuk memasukkan ET ke dalam trakea melalui alat intubating
LMA.
b. Kontraindikasi Penggunaan LMA 1,2
Kondisi-kondisi berikut ini merupakan kontraindikasi
penggunaan LMA :
Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak puasa)
Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi leher
(misalnya artitis rematoid yang berat atau ankilosing
spondilitis), menyebabkan memasukkan LMA lebih jauh ke
hipopharynx sulit.
Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang
besar
Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau dibawahnya
11
Kelainan pada oropharynx (misalnya hematoma, dan kerusakan
jaringan)
Ventilasi paru tunggal.
c. Efek Samping ( 4 ) :
12
menstimulasi dinding faring akan menyebabkan peningkatan
tekanan darah dan nadi. Perubahan kardiovaskuler setelah insersi
LMA dapat ditumpulkan dengan menggunakan dosis besar
propofol yang berpengaruh pada tonus simpatis jantung ( 5 )
13
harus dilakukan dengan satu gerakan yang lembut untuk
meyakinkan ”titik akhir” teridentifikasi ( 5 )
14
pada posisi yang tepat dan tidak menimbulkan obstruksi dari kesalahan
tempat menurun pada epiglotis. Karena keterbatasan kemampuan LMA
untuk menutupi laring dan penggunaan elektif alat ini dikontraindikasikan
dengan beberapa kondisi dengan peningkatan resiko aspirasi. ( 5 )
e. Tekik Ekstubasi
15
1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah juga lebih besar
2. Laring yang letaknya lebih anterior
3. Epiglottis yang lebih Panjang
4. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa
5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway
16
Tabel 1. Perbedaan EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatrik
berdasarkan umur( 7)
Umur EBV
Premature 90-100 cc/kg
Baru lahir 80-90 cc/kg
3 bulan – 1 tahun 70-80 cc/kg
>1 tahun 70 cc/kg
Dewasa 55-60 c/kg
17
Inhalasi : agen inhalasi
Intravena : ketamin, propofol, pentotal
Intramuskuler : ketamin, midazolam,
Per rektal : ketamin, pentotal
- Induksi intravena( 7)
Thiopental (3 mg/kg neonate, 5-6 mg/kg untuk infant dan anak-
anak).
Ketamin1-2 mg/kgBB
Propofol 2-3 mg/kg.
Midazolam 0,3-0,5 mg/kgBB
Diazepam1-2mg/kgBB
- Induksi inhalasi anestesi( 7) :
a. Alternatif, bila iv line belum terpasang
b. Sevoflurane dan Halothan:
Sevoflurane : induksi baik, iritasi minimal
Halothan : bronkodilatasi, aritmogenik
Desflurane dan isofluran : batuk, iritasi jalan napas,
laringospasme meningkat.
Induksi( 7)
- Induksi harus berjalan dengan baik.
- Barbirturat merupakan agen yang ideal untuk menurunkan ICP
(intracranial pressure), CBF (cerebral blood flow), dan metabolism
basal.
- Pada pasien dengan anomali craniofascial lebih baik diinduksi inhalasi
atau awake intubasi.
- Halotan meningkatkan CBF tapi dapat diminimalisasi dengan
hiperventilasi.
- Isofluran menurunkan konsumsi O2 cerebral tapi bila dihiperventilasi
bisa terjadi penurunan CBF.
- Atracurium menyebabkan pelepasan histamin.
18
Intubasi( 8)
- Untuk anak <6 tahun digunakan ETT non cuff untuk mencegah trauma
subglotis.
- Gastric tube digunakan untuk mencegah distensi lambung.
- Lidokain1-1,5 mg/kg digunakan untuk mencegah reflek simpatis dan
mencegah peningkatan ICP.
Maintanance dan pelayanan post operasi( 8)
- Isofluran dosis rendah berguna jika diperlukan hipotensi terkontrol.
- N2O harus dihindari pada pembedahan intracranial dan apabila
membuka vena besar
Manajemen Cairan Perioperatif( 8)
- Defisit cairan diganti harus tepat
Aturan 4 : 2 : 1 (4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama, 2 ml/kg/jam untuk
10 kg kedua dan 1 ml/kg/jam untuk sisanya).
Larutan D5 ½ NS dengan 20 mEq/L NaCl → dextrose + elektrolit
seimbang.
Larutan D5 ¼ NS → cocok untuk neonatus, karena kemampuan
mengatasi Na terbatas.
- Blood loss / Kehilangan darah( 8)
EBV = Neonatus premature (100 mL/kg), neonatus aterm (85-90
mL/kg), infants (80 mL/kg).
Perdarahan > 10% EBV berikan darah (Pilihan PRC).
Maintenance durante operasi. ( 7)
Jaga hemodinamik dan oksigenasi yang baik. Agen inhalasi maintenance
durante op :
a. Sevoflurane : onset cepat, iritasi kurang.
b. Halotan : bronkodilator, tidak iritasi jalan napas.
Emergency dan pelayanan post operasi( 8)
- Tujuan utama anestesi pada bedah saraf anak adalah pasien bangun
dengan halus untuk mencegah peningkatan ICP.
19
- Anestesi inhalasi dapat dieliminasi dengan cepat tanpa efek sisa
sehingga cocok untuk anestesi anak yang ICP nya tidak naik.
- Post operasi anak sering timbul hipoksemia sehingga perlu suplemen
O2.
Fraktur calcaneus dapat terjadi pada kecelaan jatuh dari ketinggian, luka
terpuntir ,atau kecelakaan kendaraan bermotor. Suatu puntiran pada calcaneus
dapat menyebabkan tulang retak. Benturan keras pada tulang dapat
menyebabkan comminuted fracture. ( 9)
Berbagai macam penyebab dapat menghasilkan pola yang mirip. Sebagai
contoh, ketika jatuh dari ketinggian dengan kaki mendarat lebih dahulu, beban
tubuh akan memberikan gaya ke bawah. Hal ini membuat tulang-tulang talus
menekan calcaneus. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, calcaneus tertarik ke
atas mendorong talus. Semakin besar benturan, kerusakan calcaneus akan
semakin besar. ( 9 )
20
Gambaran klinis pada fraktur calcaneus, yaitu( 9 ):
21
Dalam merencanakan penatalaksanaan, perlu dipertimbangkan
beberapa hal berikut, yaitu (1) penyebab fraktur, (2) kesehatan secara
menyeluruh, (3) tingkat keparahan fraktur dan (4) kerusakan jaringan lunak. (
10)
1. Non operatif
2. Operatif
22
3. Rehabilitatif
Banyak dokter yang memberikan latihan gerakan pada kaki dan ankle pada awal
masa recovery. Sebagai contoh, beberapa pasien diinstruksikan untuk mulai
menggerakan area calcaneus saat nyeri mulai datang. Terapi fisik dapat
mengembangkan range of motion dari kaki dan ankle, serta menguatkan otot-otot
sekitar. Pada proses awal akan terasa sakit. Latihan mengangkat beban dapat
dilakukan dengan menggunakan pemberat dan sepatu khusus saat berjalan. Hal ini
harus dilakukan dengan hati-hati, karena jika terlalu awal dan dengan cara yang
salah maka fragmen tulang akan kembali terdislokasi atau screw yang telah
dipasang akan longgar kembali. ( 10)
23
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.Syahrul
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 10 tahun
Alamat : BTN Puskod
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 6 November 2017
Tanggal Operasi : 10 November 2017
Berat badan : 30 kg
Rumah Sakit : RSU Anutapura Palu
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Kaki berdarah
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk RSU Anutapura dengan keluhan tumit kaki berdarah
akibat kaki pasien masuk ke terali motor, kejadian terjadi tadi siang saat
pasien dibonceng oleh temannya sepulang dari sekolah, pasien juga
mengeluhakan rasa sakit di daerah tersebut, alergi(-), asma(-), riwayat operasi
sebelumnya (-).
24
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 °C
VAS :8
B1 (Breath) dan Evaluasi Jalan Napas: Airway: clear,
gurgling/snoring/crowing:(-/-/-), potrusi mandibular (-), buka mulut (5 cm),
jarak mentohyoid (4 cm), jarak hyothyoid (3 cm), leher pendek (-), gerak leher
(bebas), tenggorok (T1-1) faring hiperemis tidak ada, malampathy (I), obesitas
(-), massa (-), gigi geligi lengkap (tidak ada gigi palsu), sulit ventilasi (-). Suara
pernapasan: Vesikuler (+/+), suara tambahan (-). Riwayat asma (-), alergi (-),
batuk (-), sesak (-), masalah lain pada sistem pernapasan (-).
B2 (Blood): Akral dingin, bunyi jantung SI dan SII murni regular. Masalah
pada sistem kardiovaskular (-)
B3 (Brain): Kesadaran composmentis GCS 15 (E4V5M6), Pupil: isokor Ø 3
mm/3mm, RC +/+, RCL +/+. Defisit neurologis (-). Masalah pada sistem
neuro/muskuloskeletal (-).
B4 (Bladder): BAK (+), warna: kuning jernih. Masalah pada sistem
renal/endokrin (-).
B5 (bowel): Abdomen: tampak datar, peristaltik (+) dbn, nyeri tekan regio
epigastrium, mual (-), muntah (-). Masalah pada sistem hepato/gastrointestinal
(-).
B6 Back & Bone: Oedem pretibial (-). Nyeri area tumit kiri (+).
25
V. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang maka dapat disimpulkan :
Diagnosis pre operatif : Open fraktur os. Calcaneus sinistra
Status Operatif : ASA 2, Mallampati 1
Jenis Operasi : Debridement
Jenis Anastesi : General Anastesi dengan LMA
VII. PENATALAKSANAAN
1. Pasang iv line RL 20 tpm
2. Informed consent ke keluarga untuk dilakukan tindakan debridement dan
menjelaskan mengenai anastesi.
26
B. Premedikasi anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi, pasien diberikan Midazolam
(0,3-0,5 mg/kgBB) 10 mg, Fentanil 0,5-2 mcg/kgBB50 mcg secara
bolus IV.
C. Pemantauan Selama Anestesi
Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi
pasien terhadap pemberian obat anestesi khususnya terhadap fungsi
pernapasan dan jantung.
Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit, dan tekanan darah setiap 5 menit
Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan pada pasien dan saturasi oksigen
Cairan : Monitoring input cairan
27
Kemudian mengecek apakah
refleks bulu mata masih ada atau
sudah hilang.
Jika tidak ada, lalu dilakukan
tindakan face mask dengan
sungkup yang sesuai, dan
diberikan:
o O2 : 4 L
o Sevoflurane : 2,5 vol%
28
Pasien dapat dibangunkan dan
memonitoring keadaan pasien.
E. INTRAOPERATIF
Persiapkan STATICS
Tabel 2. Komponen STATICS
29
Pernafasan : Spontan
Infus : Ringer Laktat pada tangan kanan 500cc
Premedikasi : Midazolam 10 mg i.v, Fentanyl 50 mcg
Induksi : Propofol 100 mg i.v
Rumatan : O2 4 L
Medikasi : Dexmethasone 5 mg
Cairan : Cairan Masuk: RL 500 cc, cairan keluar tidak dapat dimonitoring
karena tidak dilakukan pemasangan kateter.
F. POST OPERATIF
- Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke Bangsal
- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 86x/min
Saturasi : 100%
Steward Score (anak-anak)
Pergerakan
• Gerak bertujuan 2
• Gerak tak bertujuan 1
• Tidak bergerak 0
Pernafasan
• Batuk, menangis 2
• Pertahankan jalan nafas 1
• Perlu bantuan 0
Kesadaran
• Menangis 2
• Bereaksi terhadap rangsangan 1
• Tidak bereaksi 0
30
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan. (6 poin)
Dapat dipindahkan ke ruangan
31
BAB IV
PEMBAHASAN
32
dibuang melalui empedu dan urin. Efek depresi napasnya lebih lama dibanding
dengan efek analgesiknya. Efek analgesik kira-kira hanya berlangsung 30 menit,
karena itu hanya digunakan untuk anestesi pembedahan tidak untuk pasca bedah.
Pada pasien ini, tipe anastesi yang digunakan adalah general anastesi, hal
ini disebabkan karena pasien ini termasuk pasien pediatric, yang sulit untuk
diberikan pemahaman, hal yang ditakutkan ketika melakukan tindakan operatif
pada pasien pediatrik adalah pasien yang tidak kooperatif. Pada pasien ini pula
menggunakan prinsip close method, yaitu udara ekspirasi dialirkan melalui soda
lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat
digunakan lagi.
33
Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy (
Sniffing Position ) dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh asisten
selama dilakukan insersi. Cuff LMA harus secara penuh di deflasi dan permukaan
posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum dilakukan
insersi.
34
dihubungkan dengan supresi dari adrenokortikotropin yang telah diteliti responnya
terhadap stimuli pergerakan sehingga deksametason sangat efektif dalam
penanganan motion sickness. Deksametason memiliki waktu kerja yang lama
sekitar dua jam dan sangat baik diberikan sebagai profilaksis saat sesudah induksi
dibandingkan saat selesai anestesi untuk mencegah PONV(post-operative nausea
and vomiting). Deksametasone mempunyai waktu paruh 36-72 jam. Deksametason
mempunyai efek yang sama pada anak-anak dan dewasa. Dosis Deksametason 4
sampai 10mg untuk dewasa, dan 150цg/ KgBB untuk anak- anak. Deksametason di
35notropic35 di hepar dan dieksresikan melalui ginjal.
di usus.
35
1ml/kgBB/jam tambahkan untuk sisa berat badan
Pada pasien ini diperoleh kebutuhan cairan basalnya adalah sebagai
berikut :
(4x 10 kg) + (2x10 kg) + (1x 10 kg) = 70 cc
36
• Tidak bergerak 0
Pernafasan
• Batuk, menangis 2
• Pertahankan jalan nafas 1
• Perlu bantuan 0
Kesadaran
• Menangis 2
• Bereaksi terhadap rangsangan 1
• Tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan. (6 poin)
Dapat dipindahkan ke ruangan
37
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan
Anestesi umum (General anesthesia) disebut juga Narkose Umum (NU) adalah
tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan
bersifatreversible berdasarkan trias anesthesia yang ingin diperoleh yaitu
hipnotik,analgesia, dan relaksasi otot.
Prosedur anastesi umum dan monitoring pasien tidak hanya dilakukan pada
saat operasi tetapi juga mencakap persiapan pra anastesia (kunjungan dan
premedikasi) dan pasca anastesia.
Pemilihan teknik anastesi pada anastesi umum didarkan pada jenis operasi
yang akan dilakukan, usia, jenis kelamin, status fisik pasien, keterampilan
pelaksanaan anastesi, ketersediaan alat, serta permintaan pasien.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi
EdisiKedua. Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI: Jakarta.
2. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, Bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif,FKUI. CV Infomedia: Jakarta.
3. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab.20 lensa
39