Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN ANASTESIOLOGI DAN REANIMASI REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO PALU
NOVEMBER 2017

MANAJEMEN ANESTESI UMUM DENGAN TEKHNIK LMA PADA


KASUS FRAKTUR OS. CALCANEUS + PEDIATRIC

OLEH :

Nama : Wenny Eka Fildayanti


NIM : N 111 16 027
Pembimbing Klinik : dr. Ajutor Donny Tandiarrang. Sp. An

BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara
menghilangkan nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih
kembali atau reversible. Pada anestesi umum harus memenuhi beberapa hal ini
yaitu hipnotik, analgesi, relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya
tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan, stabilisasi otonom.
Penemuan dan pengembangan “laryngeal mask airway” (LMA) oleh seorang
ahli anastesi berkebangsaan inggris dr. Archie Brain telah memberikan dampak
yang luas dan bermakna dalam praktek anastesi, penanganan airway yang sulit.
LMA telah mengisi kekosongan antara penggunaan “face mask” dengan intubasi
endotracheal. LMA memberikan ahli anastesi alat baru penanganan airway
yaitu jalan nafas supraglotik , sehingga saat ini dapat digolongkan menjadi tiga
golongan yaitu : (1) jalan nafas pharyngeal, (2) jalan nafas supraglotik , dan (3)
jalan nafas intratracheal. Ahli anastesi mempunyai variasi yang lebih besar untuk
penanganan jalan nafas sehingga lebih dapat disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap
pasien, jenis anastesi, dan prosedur pembedahan. 1,2
LMA atau sungkup laring menjadi sangat populer dalam beberapa dekade
terakhir ini. Penggunaan sungkup laring mempunyai beberapa keuntungan
dibandingkan penggunaan intubasi endotrakeal dan sungkup muka. Salah satu yang
menjadi kelemahan penggunaan sungkup muka adalah tidak dapat melindungi jalan
nafas dari kemungkinan regurgitasi isi lambung .Dalam pemasangannya, sungkup
laring tidak memerlukan laringoskop, tidak perlu pemberian pelumpuh otot, tidak
merusak pita suara, respon kardiovaskuler sangat rendah dibanding intubasi
endotrakeal.3
Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang
dewasa, karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Seperti pada
anestesia untuk orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus
diketahui betul sebelum dapat melakukan anestesia karena itu anestesia pediatri
seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah

1
berpengalaman. Pada reflleksi kasus ini, dibahas mengenai tehnik pemberian
anastesi pada anak dengan tindakan debridement pada fraktur calcaneus.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anastesi Umum


Anestesi berasal dari Bahasa Yunani an yang berarti "tidak, tanpa" dan
aesthētos yangberarti "persepsi, kemampuan untuk merasa". Secara umum,
anestesi merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr
pada tahun 1846. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut
sebagai anestetik, dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan
anestetik lokal. Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat
memberikan efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri atau efek anesthesia
yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestetik lokal
hanya menimbulkan efek analgesia. Anestesi umum bekerja di Susunan Saraf
Pusat, sedangkan anestetik lokal bekerja langsung pada Serabut Saraf di
Perifer.1

Dengan anestesi umum akan diperoleh trias anestesia, yaitu: 1


 Hipnotik (tidur)
 Analgesia (bebas dari nyeri)
 Relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot)

A. Macam-macam Teknik Anestesi


 Open drop method: Cara ini dapat digunakan untuk anestesik yang
menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik
diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita
sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui, dan pemakaiannya boros
karena zat anestetik menguap ke udara terbuka.
 Semi open drop method: Hampir sama dengan open drop, hanya
untuk mengurangi terbuangnya zat anestetik digunakan masker.

3
Karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga
dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume fresh
gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara semenit.
 Semi closed method: Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen
murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada
vaporizer sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara napas
yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar. Keuntungannya
dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan kadar tertentu
dari zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan memberikan
volume fresh gas flow kurang dari 100% kebutuhan.
 Closed method: Cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2,
sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani
operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi,
induksi, maintenance, dan lain-lain.

B. Anestesi Inhalasi

Obat anesteai inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum


yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi
yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. 2

Mekanisme kerja obat anestesi inhalasi sangat rumit masih


merupakan misteri dalam farmakologi modern. Pemberian anestetik
inhalasi melalui pernafasan menuju organ sasaran yang jauh merupakan
suatu hal yang unik daklam dunia anestesiologi.

Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditetukan oleh sifat
fisiknya:2

1. Ambilan oleh paru

4
2. Difusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya
Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi
akan menurunkan ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi
dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan
induksi dan pemulihannya. Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada
zat yang tidak larut dan lambat pada yang larut. 2

Kadar alveolus minimal ( KAM ) atau MAC ( minimum alveolar


concentration ) ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada
tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50 %
pasien yang dilakukan insisi standar. Pada umumnya immobilisasi tercapai
pada 95 % pasien, jika kadarnya dinaikkan diatas 30 % nilai KAM. Dalam
keadaan seimbang, tekanan parsial zat anestetik dalam alveoli sama dengan
tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat. 3

Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh: 3

1. Konsentrasi inspirasi.
Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah penuh, maka
ambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inpirasi sama dengan alveoli. Hal
ini dalam praktek tak pernah terjadi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi
makin tinggi, asalkan tak terjadi depresi napas atau kejang laring. Induksi
makin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).

2. Ventilasi alveolar
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi dan
sebaliknya.

3. Koefisien darah/gas
Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin rendah
konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.

4. Curah jantung atau aliran darah paru

5
Makin tinggi curah jantung makin cepat uap diambil

5. Hubungan ventilasi perfusi


Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestetik. Jumlah uap
dalam mesin anestesi bukan merupakan gambaran yang sebenarnya, karena
sebagian uap tersebut hilang dalam tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfir
sekitar sebelum mencapai pernafasan.

C. Sevofluran

Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih


dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak
menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk
induksi anestesi inhalasi disamping halotan. 2
Sevofluran merupakan halogenasi eter, hasil dari fluorisasi isopropil
metil eter dengan nama kimia 1-1-1-3-3-3-hexa fluoro 2-propil fluoro-
metil-eter atau fluorometil 2-2-2 trifluoro-1-(trifluorometil) eter-eter dan
memilki berat molekul 200,053. 2
Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak
eksplosif, tidak berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelam),
dan tidak terlihat adanya degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas.
Obat ini tidak bersifat iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk
induksi inhalasi. 2
Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan
obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini. Sevofluran dapat dirusak
oleh kapur soda tetapi belum ada laporan yang membahayakan. 2

a. Efek Farmakologi
 Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah
otak sedikit meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan
intrakranial. Laju metabolisme otak menurun cukup bermakna sama

6
dengan isofluran. Tidak pernah dilaporkan kejadian kejang akibat
sevofluran. 2
 Terhadap sistem kardiovaskuler
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Nilai mabang
arimogenik epinefrin terhadap sevofluran terletak antara isofluran dan
enfluran. Tahanan vaskuler dan curah jantung sedikit menurun,
sehingga tekanan darah sedikit menurun. Pada 1,2-2 MAC sevofluran
menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik kira-kira 20% dan
tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%. Curah jantung akan menurun
20% pada pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC. Dibandingkan
dengan isofluran, sevofluran menyebabkan penurunan tekanan darah
lebih sedikit. 2
Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan pada aliran darah
koroner. Dilatasi arresi koroner yang terjadi akibat sevofluran lebih
kecil dibanding isofluran dan tidak menimbulkan efek coronary steal,
sehingga sevofluran aman dipakai untuk penderita penyakit jantung
koroner atau yang mempunyai resiko penyakit jantung iskemik, tetapi
penelitian pada orang tua di atas 60 tahun, disebutkan bahawa
sebaiknya berhati-hati dlaam memberikan sevofluran konsentrasi tinggi
(8%) pada penderita hipertensi dan riwayat penyakit jantung penyakit
jantung koroner dan iskemik). 2
 Terhadap sistem respirasi
Seperti halnya dengan obat anestesi inhalasi yang lain sevofluran juga
menimbulkan depresi pernapasan yang derajatnya sebanding dengan
dosis yang diberikan sehingga volume tidal akan menurun, tapi
frekuensi nafas sedikit meningkat. Pada manusia, 1,1 MAC sevofluran
menyebabkan tingkat depresi pernafasan hampir sama dengan halotan
dan pada 1,4 MAC tingkat depresinya lebih dalam daripada halotan.
Sevofluran menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, tetapi tidak
sebaik halotan. 2

7
 Terhadap otot rangka
Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan
isofluran. Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam
denga sevofluran. Proses induksi, laringoskopi dan intubasi dapat
dikerjakan tanpa bantuan obat pelemas otot. 2
 Terhadap hepar dan ginjal
Tidak ada laporan tentang hepatotoksisitas klinis pada manusia setelah
penggunaan sevofluran oleh lebih dari dua jua orang sejak tahun 1988.
Sevofluran menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil
dibandingkan dengan enfluran dan halotan.
b. Biotransformasi

Hampir seluruhnya dikeluarkan untuk melalui udara ekspirasi,


hanya sebagian kecil 2-3% dimetabolisme dalam tubuh. Konsentrasi
metabolitnya sangat rendah, tidak cukup untuk menimbulkan gangguan
fungsi ginjal. 2

c. Eleminasi

Eleminasi sevofluran oleh paru-paru kurang cepat dibanding


desfluran, tetapi masih lebih cepat dibanding isofluran,enfluran, dan
halotan. Sevofluran mengalami metabolisme di hati (defluoronisasi)
kurang dari 5%, membentuk senyawa fluorine, kemudian oleh enzim
glucuronyl tansferase diubah menjadi fluoride inorganik dan fluoride
organik (hexafluoro isopropanol), dan dapat dideteksi dalamdarah serta
uruin. Hexafluoro isopropanol akan terkonjugasi menjadi produk tidak
aktif, kemudian diekskresikan lewat urin. Tidak ada pengaruh nyata pada
fungsi ginjal dan tidak bersifat nefrotoksik. 2

8
d. Penggunaan Klinik

Sama seperti agen volatil lainnya, sevofluran digunakan terutama


sebagai komponen hipnotik pemeliharaan anestesia umum. Disamping
efek hipnotik, juga mempunyai efek analgetik rignan dan relaksasi otot
ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, sangat baik
digunakan untuk induksi. 2

Untuk mengubah cairan sevofluran menjadi uap, diperlukan alat


penguap (vaporizer) khusus sevofluran.

e. Dosis

 Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah


3,0-5,0% bersama-sama dengan N2O.
 Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya
berkisar antara 2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar
antara 0,5-1%.

f. Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced
hyperthermia”, hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.

g. Keunggulan Dan Kelemahan


 Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap
mukosajalan nafas, pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan
agen volatil lain.
 Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan
dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus
dikombinasikan dengan obat lain.

9
2.2 LMA (Laryngeal Mask Airway)
A. Definisi
Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway,
didesain untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring
untuk ventilasi spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode
level (< 15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini tersedia dalam 7 ukuran untuk
neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan besar ( 1 )

Gambar 1 : Laryngeal Mask Airway

Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan


hilangnya pengendalian jalan nafas dan refleks-refleks proteksi jalan
nafas. Tanggung jawab dokter anestesi adalah untuk menyediakan
respirasi dan managemen jalan nafas yang adekuat untuk pasien. LMA
telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan
pemakaian face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam faring dan
membentuk suatu sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring
(2)

10
Gambar 2 : Pemakaian LMA
B. Tehnik Anestesi LMA
a. Indikasi LMA1,2
 Untuk menghasilkan jalan nafas yang lancar tanpa penggunaan
sungkup muka.
 Untuk menghindari penggunaan ET/melakukan intubasi
endotrakeal selama ventilasi spontan.
 Pada kasus-kasus kesulitan intubasi.
 Untuk memasukkan ET ke dalam trakea melalui alat intubating
LMA.
b. Kontraindikasi Penggunaan LMA 1,2
Kondisi-kondisi berikut ini merupakan kontraindikasi
penggunaan LMA :
 Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak puasa)
 Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi leher
(misalnya artitis rematoid yang berat atau ankilosing
spondilitis), menyebabkan memasukkan LMA lebih jauh ke
hipopharynx sulit.
 Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang
besar
 Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau dibawahnya

11
 Kelainan pada oropharynx (misalnya hematoma, dan kerusakan
jaringan)
 Ventilasi paru tunggal.

c. Efek Samping ( 4 ) :

Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri


tenggorok, dengan insidensi 10 % dan sering berhubungan dengan
over inflasi cuff LMA. Efek samping yang utama adalah aspirasi.

d. Tehnik Induksi dan Insersi

Untuk melakukan insersi LMA membutuhkan kedalaman


anestesi yang lebih besar. Kedalaman anestesi merupakan suatu hal
yang penting untuk keberhasilan selama pergerakan insersi LMA
dimana jika kurang dalam sering membuat posisi masker yang tidak
sempurna ( 5 )

Sebelum insersi, kondisi pasien harus sudah tidak berrespon


dengan mandibula yang relaksasi dan tidak berespon terhadap
tindakan jaw thrust. Tetapi, insersi LMA tidak membutuhkan
pelumpuh otot.

Hal lain yang dapat mengurangi tahanan yaitu pemakaian


pelumpuh otot. Meskipun pemakaian pelumpuh otot bukan standar
praktek di klinik, dan pemakaian pelumpuh otot akan mengurangi
trauma oleh karena refleks proteksi yang di tumpulkan, atau
mungkin malah akan meningkatkan trauma yang berhubungan
dengan jalan nafas yang relaks/menyempit jika manuver jaw thrust
tidak dilakukan ( 5 )

Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena


propofol dapat menekan refleks jalan nafas dan mampu melakukan
insersi LMA tanpa batuk atau terjadinya gerakan. ( 5 )

Introduksi LMA ke supraglotis dan inflasi the cuff


(pengembangan cuff dapat di tingkatkan sampai 10 ml) akan

12
menstimulasi dinding faring akan menyebabkan peningkatan
tekanan darah dan nadi. Perubahan kardiovaskuler setelah insersi
LMA dapat ditumpulkan dengan menggunakan dosis besar
propofol yang berpengaruh pada tonus simpatis jantung ( 5 )

Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat dilakukan setelah


pemberian induksi thiopental yang ditambahkan agen volatil untuk
mendalamkan anestesi atau dengan penambahan anestesi lokal
bersifat topikal ke orofaring. Untuk memperbaiki insersi mask,
sebelum induksi dapat diberikan opioid beronset cepat ( seperti
fentanyl atau alfentanyl ). Jika diperlukan, LMA dapat di insersi
dibawah anestesi topikal.

Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan


laringoscopi ( Sniffing Position ) dan akan lebih mudah jika
dilakukan jaw thrust oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff
LMA harus secara penuh di deflasi dan permukaan posterior
diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum dilakukan
insersi. ( 5 )

Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring


supine dengan satu tangan menstabilisasi kepala dan leher pasien,
sementara tangan yang lain memegang LMA. Tindakan ini terbaik
dilakukan dengan cara menaruh tangan dibawah occiput pasien dan
dilakukan ekstensi ringan pada tulang belakang leher bagian atas.
LMA dipegang seperti memegang pensil pada perbatasan mask dan
tube. Rute insersi LMA harus menyerupai rute masuknya makanan.
Selama insersi, LMA dimajukan ke arah posterior sepanjang
palatum durum kemudian dilanjutkan mengikuti aspek posterior-
superior dari jalan nafas. Saat LMA ”berhenti” selama insersi,
ujungnya telah mencapai cricofaringeus ( sfingter esofagus bagian
atas ) dan harusnya sudah berada pada posisi yang tepat. Insersi

13
harus dilakukan dengan satu gerakan yang lembut untuk
meyakinkan ”titik akhir” teridentifikasi ( 5 )

Gambar 3. Insersi LMA ( 5 )

Cuff harus diinflasi sebelum dilakukan koneksi dengan sirkuit


pernafasan. Setelah insersi, patensi jalan nafas harus dicoba dengan cara
membagging dengan lembut. Yang perlu diingat, cuff LMA menghasilkan
sekat bertekanan rendah sekitar laring dan tekanan jalan nafas diatas sekat
ini akan menyebabkan kebocoran gas anestesi dari jalan nafas. Dengan
lembut, ventilasi tangan akan menyebabkan naiknya dinding dada tanpa
adanya suara ribut pada jalan nafas atau kebocoran udara yang dapat
terdengar. Saturasi oksigen harus stabil. Jika kantung reservoir tidak terisi
ulang kembali seperti normalnya, ini mengindikasikan adanya kebocoran
yang besar atau obstruksi jalan nafas yang partial, jika kedua hal tadi
terjadi maka LMA harus dipindahkan dan diinsersi ulang. ( 5 )

Sebelum LMA difiksasi dengan plaster, sangat penting mengecek


dengan capnograf, auskultasi, dan melihat gerakan udara bahwa cuf telah

14
pada posisi yang tepat dan tidak menimbulkan obstruksi dari kesalahan
tempat menurun pada epiglotis. Karena keterbatasan kemampuan LMA
untuk menutupi laring dan penggunaan elektif alat ini dikontraindikasikan
dengan beberapa kondisi dengan peningkatan resiko aspirasi. ( 5 )

e. Tekik Ekstubasi

Pada akhir pembedahan, LMA tetap pada posisinya sampai pasien


bangun dan mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana refleks
proteksi jalan nafas telah normal pulih kembali. Melakukan penghisapan
pada faring secara umum tidak diperlukan dan malah dapat menstimuli dan
meningkatkan komplikasi jalan nafas seperti laringospasme. Saat pasien
dapat membuka mulut mereka, LMA dapat ditarik. Kebanyakan sekresi
akan terjadi pada saat-saat ini dan adanya sekresi tambahan atau darah
dapat dihisap saat LMA ditarik jika pasien tidak dapat menelan sekret
tersebut. Beberapa kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih
tinggi jika LMA ditarik saat sadar, dan beberapa saat ditarik ”dalam”. Jika
LMA ditarik dalam kondisi masih ”dalam”, perhatikan mengenai obstruksi
jalan nafas dan hypoksia. Jika ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk
batuk dan terjadinya laringospasme ( 5 )

2.3 Tindakan Anestesi Pada Anak


A. Tujuan Utama Anastesi pada Anak
Tujuan utama anastesi pada anak adalah menghilangkan stress, baik
fisik maupun psikis akibat tindakan – tindakan medik terhadap bayi atau
anak dengan aman. ( 6)
B. Faktor Perbedaan Pada Pediatrik Dibandingkan Dengan Orang Dewasa
a) Sistem Respirasi
Frekuensi pernapasan pada bayi dan anak lebih cepat dibanding
orang dewasa. Pada neonatus dan bayi antara 30-40x per menit. ( 6)
Ada 5 perbedaan anatomi mendasar dari airway pada anak-anak dan
dewasa, yang mengakibatkan jalan napas pada anak lebih mudah tersumbat
yaitu ( 6):

15
1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah juga lebih besar
2. Laring yang letaknya lebih anterior
3. Epiglottis yang lebih Panjang
4. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa
5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway

Gambar 4. Perbedaan Jalan Napas Anak dan Dewasa.


b) Sistem Kardiovaskuler( 6)
 Nadi bayi : 120-180x/menit
 Nadi anak usia 4 tahun : 100x/menit
 Nadi anak usia 10 tahun : 90x/menit
 Pada anak, bradikardi lebih ditakutkan daripada takikardi
 Pengamatan tensi lebih penting karena Batasan keamanannya
sempit sehingga mudah jatuh ke dalam keadaan shock
c) Cairan tubuh
Pada Tabel 1. Dapat dilihat perbedaan EBV (Estimated Blood
Volume) pada pediatrik berdasarkan umur. ( 7)

16
Tabel 1. Perbedaan EBV (Estimated Blood Volume) pada pediatrik
berdasarkan umur( 7)
Umur EBV
Premature 90-100 cc/kg
Baru lahir 80-90 cc/kg
3 bulan – 1 tahun 70-80 cc/kg
>1 tahun 70 cc/kg
Dewasa 55-60 c/kg

C. Manajemen Anestesi Pada Pasien Anak Secara Umum


 Persiapan Pre Operatif( 7)
- Pemeriksaan riwayat neurologis
- Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
Infeksi sebelum anestesi dapat meningkatkan resiko komplikasi pulmo
(hipersekresi, wheezing, laringospasme, hipoksemia, dan atelektasis)
sehingga harus diobati dulu. Bila terpaksa dilakukan operasi :
Pemberian antikolinergik, ventilasi masker, kelembaban udara
pernapasan, pengawasan yg lebih lama di RR.
- Berat badan yang tepat untuk estimasi cairan pengganti dan dosis obat.
- Puasa pre operasi( 7)
 Bayi < 6 bulan : 4 jam
 Anak < 5 tahun : 6 jam
- Premedikasi( 7)
 Midazolam (0,07-0,2 mg/kgBB)
 Ketamin 2-3 mg/kgBB
 Atropin menurunkan insiden hipotensi pd anak < 3 bln,
mengurangi secret
- Monitoring blok neuromuscular.
- Induksi anestesi( 7):

17
 Inhalasi : agen inhalasi
 Intravena : ketamin, propofol, pentotal
 Intramuskuler : ketamin, midazolam,
 Per rektal : ketamin, pentotal
- Induksi intravena( 7)
 Thiopental (3 mg/kg neonate, 5-6 mg/kg untuk infant dan anak-
anak).
 Ketamin1-2 mg/kgBB
 Propofol 2-3 mg/kg.
 Midazolam 0,3-0,5 mg/kgBB
 Diazepam1-2mg/kgBB
- Induksi inhalasi anestesi( 7) :
a. Alternatif, bila iv line belum terpasang
b. Sevoflurane dan Halothan:
Sevoflurane : induksi baik, iritasi minimal
Halothan : bronkodilatasi, aritmogenik
Desflurane dan isofluran : batuk, iritasi jalan napas,
laringospasme meningkat.
 Induksi( 7)
- Induksi harus berjalan dengan baik.
- Barbirturat merupakan agen yang ideal untuk menurunkan ICP
(intracranial pressure), CBF (cerebral blood flow), dan metabolism
basal.
- Pada pasien dengan anomali craniofascial lebih baik diinduksi inhalasi
atau awake intubasi.
- Halotan meningkatkan CBF tapi dapat diminimalisasi dengan
hiperventilasi.
- Isofluran menurunkan konsumsi O2 cerebral tapi bila dihiperventilasi
bisa terjadi penurunan CBF.
- Atracurium menyebabkan pelepasan histamin.

18
 Intubasi( 8)
- Untuk anak <6 tahun digunakan ETT non cuff untuk mencegah trauma
subglotis.
- Gastric tube digunakan untuk mencegah distensi lambung.
- Lidokain1-1,5 mg/kg digunakan untuk mencegah reflek simpatis dan
mencegah peningkatan ICP.
 Maintanance dan pelayanan post operasi( 8)
- Isofluran dosis rendah berguna jika diperlukan hipotensi terkontrol.
- N2O harus dihindari pada pembedahan intracranial dan apabila
membuka vena besar
 Manajemen Cairan Perioperatif( 8)
- Defisit cairan diganti harus tepat
 Aturan 4 : 2 : 1 (4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama, 2 ml/kg/jam untuk
10 kg kedua dan 1 ml/kg/jam untuk sisanya).
 Larutan D5 ½ NS dengan 20 mEq/L NaCl → dextrose + elektrolit
seimbang.
 Larutan D5 ¼ NS → cocok untuk neonatus, karena kemampuan
mengatasi Na terbatas.
- Blood loss / Kehilangan darah( 8)
 EBV = Neonatus premature (100 mL/kg), neonatus aterm (85-90
mL/kg), infants (80 mL/kg).
 Perdarahan > 10% EBV  berikan darah (Pilihan PRC).
 Maintenance durante operasi. ( 7)
Jaga hemodinamik dan oksigenasi yang baik. Agen inhalasi maintenance
durante op :
a. Sevoflurane : onset cepat, iritasi kurang.
b. Halotan : bronkodilator, tidak iritasi jalan napas.
 Emergency dan pelayanan post operasi( 8)
- Tujuan utama anestesi pada bedah saraf anak adalah pasien bangun
dengan halus untuk mencegah peningkatan ICP.

19
- Anestesi inhalasi dapat dieliminasi dengan cepat tanpa efek sisa
sehingga cocok untuk anestesi anak yang ICP nya tidak naik.
- Post operasi anak sering timbul hipoksemia sehingga perlu suplemen
O2.

2.4 Fraktur Calcaneus


Calcaneus merupakan tulang terbesar dari tarsal yang terletak di bagian
belakang kaki atau lebih dikenal dengan istilah tumit. Tulang ini bertugas
menopang kaki dan penting dalam berjalan. Tendon Achilles berinsersi di
daerah superior, bagian anterior berartikulasi dengan tulang kuboid dan di
bagian superior ada tiga permukaan articular yang berhubungan dengan talus. (
9)

Fraktur calcaneus dapat terjadi pada kecelaan jatuh dari ketinggian, luka
terpuntir ,atau kecelakaan kendaraan bermotor. Suatu puntiran pada calcaneus
dapat menyebabkan tulang retak. Benturan keras pada tulang dapat
menyebabkan comminuted fracture. ( 9)
Berbagai macam penyebab dapat menghasilkan pola yang mirip. Sebagai
contoh, ketika jatuh dari ketinggian dengan kaki mendarat lebih dahulu, beban
tubuh akan memberikan gaya ke bawah. Hal ini membuat tulang-tulang talus
menekan calcaneus. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, calcaneus tertarik ke
atas mendorong talus. Semakin besar benturan, kerusakan calcaneus akan
semakin besar. ( 9 )

Gambar 5. Gambaran foto polos fraktur pada calcaneus

20
Gambaran klinis pada fraktur calcaneus, yaitu( 9 ):

 Pembengkakan di bagian tumit


 Ketidakmampuan berjalan
 Memar
 Nyeri yang hebat di tumit

Penegakkan diagnosis pada fraktur calcaneus adalah( 9):

- Anamnesa : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera


dengan keluhan nyeri di bagian tumit.
- Pemeriksaan fisik( 9 ) :

 Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang


abnormal) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah
apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan
dengan fraktur, cedera terbuka
 Feel : Terdapat nyeri tekan setempat. Cedera pembuluh darah adalah
keadaan darurat yang memerlukan pembedahan
 Movement : gerak aktif dan pasif bias menjadi sulit jika fraktur
merusak jaringan sekitarnya.
- Pemeriksaan Penunjang( 9 )

Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu


anterior posterior dan lateral. Kekuatan yang hebat sering menyebabkan
cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus
atau femur perlu juga diambil foto sinar – x pada pelvis dan tulang belakang.

21
Dalam merencanakan penatalaksanaan, perlu dipertimbangkan
beberapa hal berikut, yaitu (1) penyebab fraktur, (2) kesehatan secara
menyeluruh, (3) tingkat keparahan fraktur dan (4) kerusakan jaringan lunak. (
10)

Tujuan utama dari penatalaksanaan adalah memperbaiki fungsi anatomis


dari tumit karena sebagian besar fraktur calcaneus menyebabkan tulang
melebar. Untuk memperbaikinya bagaimanapun juga membutuhkan tindakan
pembedahan dan tindakan pembedahan menaikan resiko komplikasi. ( 10)

Tindakan yang dapat dilakukan yaitu( 10):

1. Non operatif

Jika tidak terjadi dislokasi dari patahan tulang, pembedahan tidak


perlu dilakukan.Imobilisasi seperti pemasangan gips merupakan pilihan.
Hal ini menjaga posisi tulang tetap baik sampai masa penyembuhan. Kaki
yang fraktur tidak diperbolehkan menumpu beban sampai benar-benar
sembuh, sekitar 6 sampai 8 minggu atau lebih.

2. Operatif

Jika terjadi displaced dari tulang, perlu dilakukan pembedahan. Beberapa


tindakan yang dapat dilakukan :

 Open reduction and internal fixation


Dalam operasi ini, fragmen tulang direposisi kemudian difiksasi
dengan metal plates dan screw.

 Percutaneous screw fixation


Jika fragmen tulang besar, dapat direposisi dengan mendorong atau
menarik tanpa membuat irisan besar di kulit. Dengan menggunakan
screw, tulang difiksasi dari luar.

22
3. Rehabilitatif

Rehabilitasi paska tindakan operatif maupun non operatif sama. Untuk


mengembalikan ke fungsi normal akan memakan waktu yang bervariasi tergantung
tipe fraktur dan tingkat keparahan. Beberapa pasien dapat memulai aktivitas
mengangkat beban beberapa minggu setelah tindakan, beberapa lainnya mungkin
harus menunggu 3 bulan atau lebih. ( 10)

Banyak dokter yang memberikan latihan gerakan pada kaki dan ankle pada awal
masa recovery. Sebagai contoh, beberapa pasien diinstruksikan untuk mulai
menggerakan area calcaneus saat nyeri mulai datang. Terapi fisik dapat
mengembangkan range of motion dari kaki dan ankle, serta menguatkan otot-otot
sekitar. Pada proses awal akan terasa sakit. Latihan mengangkat beban dapat
dilakukan dengan menggunakan pemberat dan sepatu khusus saat berjalan. Hal ini
harus dilakukan dengan hati-hati, karena jika terlalu awal dan dengan cara yang
salah maka fragmen tulang akan kembali terdislokasi atau screw yang telah
dipasang akan longgar kembali. ( 10)

23
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.Syahrul
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 10 tahun
Alamat : BTN Puskod
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 6 November 2017
Tanggal Operasi : 10 November 2017
Berat badan : 30 kg
Rumah Sakit : RSU Anutapura Palu

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Kaki berdarah
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk RSU Anutapura dengan keluhan tumit kaki berdarah
akibat kaki pasien masuk ke terali motor, kejadian terjadi tadi siang saat
pasien dibonceng oleh temannya sepulang dari sekolah, pasien juga
mengeluhakan rasa sakit di daerah tersebut, alergi(-), asma(-), riwayat operasi
sebelumnya (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Baik


2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : E4M6V5
4. Tanda vital:
Tekanan darah : 110/ 70 mmHg
Denyut nadi : 76 x/menit reguler

24
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 °C
VAS :8
 B1 (Breath) dan Evaluasi Jalan Napas: Airway: clear,
gurgling/snoring/crowing:(-/-/-), potrusi mandibular (-), buka mulut (5 cm),
jarak mentohyoid (4 cm), jarak hyothyoid (3 cm), leher pendek (-), gerak leher
(bebas), tenggorok (T1-1) faring hiperemis tidak ada, malampathy (I), obesitas
(-), massa (-), gigi geligi lengkap (tidak ada gigi palsu), sulit ventilasi (-). Suara
pernapasan: Vesikuler (+/+), suara tambahan (-). Riwayat asma (-), alergi (-),
batuk (-), sesak (-), masalah lain pada sistem pernapasan (-).
 B2 (Blood): Akral dingin, bunyi jantung SI dan SII murni regular. Masalah
pada sistem kardiovaskular (-)
 B3 (Brain): Kesadaran composmentis GCS 15 (E4V5M6), Pupil: isokor Ø 3
mm/3mm, RC +/+, RCL +/+. Defisit neurologis (-). Masalah pada sistem
neuro/muskuloskeletal (-).
 B4 (Bladder): BAK (+), warna: kuning jernih. Masalah pada sistem
renal/endokrin (-).
 B5 (bowel): Abdomen: tampak datar, peristaltik (+) dbn, nyeri tekan regio
epigastrium, mual (-), muntah (-). Masalah pada sistem hepato/gastrointestinal
(-).
 B6 Back & Bone: Oedem pretibial (-). Nyeri area tumit kiri (+).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium : Hb : 11.5 g/dl (L)
HCT : 33.7 % (L)
WBC : 9,1 (N)
RBC : 4,4 (L)
PLT : 430.000 (N)
X-ray
Terdapat fraktur os.calcaneus bagian posterior

25
V. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang maka dapat disimpulkan :
Diagnosis pre operatif : Open fraktur os. Calcaneus sinistra
Status Operatif : ASA 2, Mallampati 1
Jenis Operasi : Debridement
Jenis Anastesi : General Anastesi dengan LMA

VII. PENATALAKSANAAN
1. Pasang iv line RL 20 tpm
2. Informed consent ke keluarga untuk dilakukan tindakan debridement dan
menjelaskan mengenai anastesi.

VIII. LAPORAN ANESTESI


A. Pre Operatif
 Informed Consent (+)
 Menyiapkan STATICS
 Puasa (+) selama 8 jam
 Tidak ada gigi goyang atau pemakaian gigi palsu
 IV line terpasang dengan infus RL 500 cc
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7 0C
VAS :8

26
B. Premedikasi anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi, pasien diberikan Midazolam
(0,3-0,5 mg/kgBB) 10 mg, Fentanil 0,5-2 mcg/kgBB50 mcg secara
bolus IV.
C. Pemantauan Selama Anestesi
Melakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi
pasien terhadap pemberian obat anestesi khususnya terhadap fungsi
pernapasan dan jantung.
Kardiovaskular : Nadi setiap 5 menit, dan tekanan darah setiap 5 menit
Respirasi : Inspeksi pernapasan spontan pada pasien dan saturasi oksigen
Cairan : Monitoring input cairan

D. Monitoring Tindakan Operasi


Jam Tindakan Tekanan Nadi Saturasi
Darah (x/menit) O2 (%)
(mmHg)
13.20  Pasien masuk ke kamar operasi, 110/90 80 100
dan dipindahkan ke meja operasi
 Pemasangan monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi O2
 Infus RL terpasang pada tangan
kanan
 Premedikasi : Midazolam 10 mg
dan Fentanyl 50 mcg
13.30  Obat induksi dimasukkan secara 110/60 88 100
iv:
o Propofol (2,5-3,5mg/kg)
100 mg

27
 Kemudian mengecek apakah
refleks bulu mata masih ada atau
sudah hilang.
 Jika tidak ada, lalu dilakukan
tindakan face mask dengan
sungkup yang sesuai, dan
diberikan:
o O2 : 4 L
o Sevoflurane : 2,5 vol%

 Dilakukan tindakan pemasangan


Laryngeal Mask Airway No. 2
 Pernafasan spontan
13.35  Operasi dimulai 100/60 72 100
 Kondisi terkontrol
13.40  Kondisi terkontrol 110/70 68 100

13,50  Kondisi terkontrol 110/70 65 100


 Diberikan Dexamethasone 5 mg
dan Ondancentrone 4 mg
14.00  Kondisi terkontrol 120/70 63 100

14.05  Operasi selesai 110/70 70 100


 Pelepasan LMA
 Pelepasan alat monitoring
(saturasi dan tensimeter).
 Pasien dipindahkan ke ruang
recovery room. Selanjutnya
dilakukan pemasangan alat
monitoring di recovery room

28
 Pasien dapat dibangunkan dan
memonitoring keadaan pasien.

E. INTRAOPERATIF
Persiapkan STATICS
Tabel 2. Komponen STATICS

S Scope Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung.


Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai
dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T Tubes Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien.
A Airways Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini menahan
lidah saat pasien tidak sadar untuk mengelakkan sumbatan
jalan napas.
T Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut.
I Introducer Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel)
yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa
trakea mudah dimasukkan.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

 Tindakan Operasi : Debridement


 Tindakan Anestesi: General anestesi dengan LMA
 Lama Operasi : 25 menit (13.35 – 14.05)
 Lama Anestesi : 45 menit (13.30 – 14.15)
 Jenis Anestesi : General anestesi dengan teknik Laryngeal Mask Airway No.
2 menggunakan O2 4L
 Posisi : Supine

29
 Pernafasan : Spontan
 Infus : Ringer Laktat pada tangan kanan 500cc
 Premedikasi : Midazolam 10 mg i.v, Fentanyl 50 mcg
 Induksi : Propofol 100 mg i.v
 Rumatan : O2 4 L
 Medikasi : Dexmethasone 5 mg
 Cairan : Cairan Masuk: RL 500 cc, cairan keluar tidak dapat dimonitoring
karena tidak dilakukan pemasangan kateter.

F. POST OPERATIF
- Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke Bangsal
- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 86x/min
Saturasi : 100%
Steward Score (anak-anak)
Pergerakan
• Gerak bertujuan 2
• Gerak tak bertujuan 1
• Tidak bergerak 0
Pernafasan
• Batuk, menangis 2
• Pertahankan jalan nafas 1
• Perlu bantuan 0
Kesadaran
• Menangis 2
• Bereaksi terhadap rangsangan 1
• Tidak bereaksi 0

30
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan. (6 poin)
 Dapat dipindahkan ke ruangan

31
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang pasien didiagnosis fraktur os. Calcaneus sinistra dengan ASA 2, yakni
terdapat peningkatan jumlah sel darah merah (leukositosis). Pasien dianjurkan
untuk melakukan operasi debridement. Menjelang operasi pasien tampak sakit
ringan, tenang, kesadaran kompos mentis. Pasien sudah dipuasakan selama kurang
lebih dari 8 jam. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu anestesi general dengan teknik
Laryngeal Mask Airway no.2.
Pada pasien diberikan premedikasi yaitu Midazolam 10 mg. Midazolam
merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin imidazole yang
stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini memiliki potensi
2-3 kali lebih kuat terhadap reseptor GABA dibandingkan diazepam. Efek
amnesia pada obat ini lebih kuat dibanding efek sedasi. Midazolam merupakan
short-acting benzodiazepine yang bersifat depresan sistem saraf pusat (SSP). Efek
midazolam pada SSP tergantung pada dosis yang diberikan, rute pemberian,dan ada
atau tidak adanya obat lain.
Selain itu, pada pasien juga diberikan fentanyl 50 mcg (dosis 0,5-2μg/kgbb).
Fentanyl merupakan zat narkotik sintetik dan memiliki potensi 1000x lebih kuat
dibandingkan petidin dan 50-100x lebih kuat dari morfin. Mulai kerjanya cepat dan
masa kerjanya pendek. Obat ini dimetabolisme dalam hati menjadi norfentanil dan
hidroksipropionil fentanyl dan hidroksipropionil norfentanil, yang selanjutnya
dibuang melalui empedu dan urin. Efek depresi napasnya lebih lama dibanding
dengan efek analgesiknya. Efek analgesik kira-kira hanya berlangsung 30 menit,
karena itu hanya digunakan untuk anestesi pembedahan tidak untuk pasca bedah.
Selain itu, pada pasien juga diberikan fentanyl 50 mcg (dosis 0,5-2μg/kgbb).
Fentanyl merupakan zat narkotik sintetik dan memiliki potensi 1000x lebih kuat
dibandingkan petidin dan 50-100x lebih kuat dari morfin. Mulai kerjanya cepat dan
masa kerjanya pendek. Obat ini dimetabolisme dalam hati menjadi norfentanil dan
hidroksipropionil fentanyl dan hidroksipropionil norfentanil, yang selanjutnya

32
dibuang melalui empedu dan urin. Efek depresi napasnya lebih lama dibanding
dengan efek analgesiknya. Efek analgesik kira-kira hanya berlangsung 30 menit,
karena itu hanya digunakan untuk anestesi pembedahan tidak untuk pasca bedah.
Pada pasien ini, tipe anastesi yang digunakan adalah general anastesi, hal
ini disebabkan karena pasien ini termasuk pasien pediatric, yang sulit untuk
diberikan pemahaman, hal yang ditakutkan ketika melakukan tindakan operatif
pada pasien pediatrik adalah pasien yang tidak kooperatif. Pada pasien ini pula
menggunakan prinsip close method, yaitu udara ekspirasi dialirkan melalui soda
lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat
digunakan lagi.

Pada pasien ini, dilakukan induksi dengan menggunakan propofol 100 mg


(dosis induksi 2,5-3,5 mg/kgBB). Propofol merupakan derivat fenol dengan nama
kimia di-iso profilfenol yang bersifat hipnotik murni dan tidak memiliki efek
analgetik. Obat ini digunakan sebagai induksi anestesi. Propofol merupakan agen
induksi yang paling tepat karena propofol dapat menekan refleks jalan nafas dan
mampu melakukan insersi LMA tanpa batuk atau terjadinya gerakan. Obat ini
mempunyai onset 40 – 60 detik dan mempunyai efek menurunkan tekanan darah
kira-kira 30% yang disebabkan oleh vasodilatasi perifer pembuluh darah. Efek
propofol pada sistem pernapasan yakni mengakibatkan depresi pernapasan sampai
apneu selama 30 detik.

Setelah diberikan Propofol, maka kinerja obat dipertahankan dengan


pemberian obat anastesi via inhalasi dengan menggunakan Teknik LMA, adapun
gas yang digunakan adalah sevoflurane. Sevofluran (ultane) merupakan
halogenisasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan
33notropic33. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas, sehingga
digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Efek terhadap
kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Gas ini memiliki onset
cepat dan iritasi minimal. Pada kasus ini diberikan sevoflurane 3,5% sebagai gas
induksi, lalu dipertahankan dengan konsentrasi 2,5%. Hal ini telah sesuai dengan
teori.

33
Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy (
Sniffing Position ) dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh asisten
selama dilakukan insersi. Cuff LMA harus secara penuh di deflasi dan permukaan
posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum dilakukan
insersi.

Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tanda vital berupa


tekanan darah, nadi , dan saturasi oksigen setiap 5 menit secara efisien dan terus
menerus, dan pemberian cairan intravena berupa RL. Cairan yang diberikan adalah
RL (Ringer Laktat) karena merupakan kristaloid dengan komposisinya yang
lengkap (Na+, K+, Cl-, Ca++, dan laktat) yang mengandung elektrolit untuk
menggantikan kehilangan cairan selama operasi, juga untuk mencegah efek
hipotensi akibat pemberian obat-obatan intravena dan gas inhalasi yang mempunyai
efek vasodilatasi.

Selama intra-operatif juga diberikan dexamethasone 5 mg. Deksametason


adalah obat golongan steroid yang mekanisme kerjanya berhubungan dengan
mencegah pembentukan prostaglandin dan merangsang pelepasan endorphin, yang
mempengaruhi mood dan tingkat ketenangan. Mekanisme kerja deksametason
dengan inhibisi pelepasan asam arachidonat, modulasi substansi yang berasal dari
34notropic34 asam arachidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT3. Deksametason
mempunyai efek 34notropic34, diduga melalui mekanisme menghambat pelepasan
prostaglandin secara sentral sehingga terjadi penurunan kadar 5-HT3 di 34notro
saraf pusat, menghambat pelepasan serotonin di saluran cerna sehingga tidak terjadi
ikatan antara serotonin dengan reseptor 5-HT3, pelepasan endorphin, dan anti
inflamasi yang kuat di daerah pembedahan dan diduga glukokortikoid mempunyai
efek yang bervariasi pada susunan saraf pusat dan akan mempengaruhi regulasi dari
neurotransmitter, densitas reseptor, transduksi sinyal dan konfigurasi neuron.

Reseptor glukokortikoid juga ditemukan pada 34notrop traktus solitaries,


nucleus raphe, dan area postrema, dimana inti-inti tersebut berpengaruh secara
signifikan terhadap aktivitas mual muntah. Efek 34notropic34 Deksametason juga

34
dihubungkan dengan supresi dari adrenokortikotropin yang telah diteliti responnya
terhadap stimuli pergerakan sehingga deksametason sangat efektif dalam
penanganan motion sickness. Deksametason memiliki waktu kerja yang lama
sekitar dua jam dan sangat baik diberikan sebagai profilaksis saat sesudah induksi
dibandingkan saat selesai anestesi untuk mencegah PONV(post-operative nausea
and vomiting). Deksametasone mempunyai waktu paruh 36-72 jam. Deksametason
mempunyai efek yang sama pada anak-anak dan dewasa. Dosis Deksametason 4
sampai 10mg untuk dewasa, dan 150цg/ KgBB untuk anak- anak. Deksametason di
35notropic35 di hepar dan dieksresikan melalui ginjal.

Deksametason mempunyai efek samping seperti intoleransi glukosa,


supressi adrenal, dan peningkatan infeksi. Dilaporkan juga belum pernah terjadi
efek samping pada pemberian Deksametason dengan dosis tunggal sebagai
profilaksis PONV. Kombinasi Ondansetron dengan deksametason, kombinasi obat
ini telah banyak dilaporkan sangat baik sebagai profilaksis PONV khususnya pada
pasien-pasien resiko tinggi untuk terjadinya PONV.

Cara kerjanya ada 3 yakni :

1.Deksametason menurunkan level 5-hidroksitriptophan di jaringan saraf

dengan menurunkan precursor dari 35notropic35 


2.Efek anti inflamasi dari deksametason dapat mencegah pelepasan serotonin

di usus. 


3.Deksametason dapat meningkatkan efek umum dari anti emetic dengan


meningkatkan sensibilitas dari reseptor.

Terapi cairan intra-operatif dijabarkan sebagai berikut :


 Kebutuhan Cairan Basal (M) :
 Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) ialah :
 4ml/kgBB/jam tambahkan untuk berat badan 10 kg pertama
 2ml/kgBB/jam untuk berat badan 10 kg kedua

35
 1ml/kgBB/jam tambahkan untuk sisa berat badan
 Pada pasien ini diperoleh kebutuhan cairan basalnya adalah sebagai
berikut :
 (4x 10 kg) + (2x10 kg) + (1x 10 kg) = 70 cc

 Kebutuhan cairan operasi (O) :


 Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang peritoneum,
ruang ketiga, atau ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung pada
besar kecilnya pembedahan, 6-8 ml/kg untuk operasi besar, 4-6 ml/kg
untuk operasi sedang, dan 2-4 ml/kg untuk operasi kecil.
 Pada pasien ini diperoleh kebutuhan cairan operasinya adalah sebagai
berikut : Operasi sedang x Berat badan : 4 x 30 kg = 120 cc
 Kebutuhan cairan puasa (P) ;
Lama jam puasa x kebutuhan cairan basal
8 x 70 = 560 cc
 Pemberian cairan jam pertama :
Kebutuhan cairan basal + kebutuhan cairan operasi + 50% kebutuhan cairan
puasa = 70 cc + 120 cc + 280 cc = 470 cc
Setelah operasis selesai, observasi dilanjutkan pada pasien di recovery
room, dimana dilakukan pemantauan tanda vital meliputi tekanan darah, nadi,
respirasi dan saturasi oksigen dan menghitung aldrete score. Pasien 36 not
dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang pemulihan jika nilai pengkajian post
anestesi adalah >7-8. Lama tinggal di ruang pulih tergantung dari 36notro anestesi
yang digunakan. Pasien dikirim ke ICU (Intensive Care Unit) apabila hemodinaik
tak stabil perlu support 36 notropic dan membutuhkan ventilator (mechanical
respiratory support).
Steward Score (anak-anak)
Pergerakan
• Gerak bertujuan 2
• Gerak tak bertujuan 1

36
• Tidak bergerak 0
Pernafasan
• Batuk, menangis 2
• Pertahankan jalan nafas 1
• Perlu bantuan 0
Kesadaran
• Menangis 2
• Bereaksi terhadap rangsangan 1
• Tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan. (6 poin)
 Dapat dipindahkan ke ruangan

37
BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan
 Anestesi umum (General anesthesia) disebut juga Narkose Umum (NU) adalah
tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan
bersifatreversible berdasarkan trias anesthesia yang ingin diperoleh yaitu
hipnotik,analgesia, dan relaksasi otot.
 Prosedur anastesi umum dan monitoring pasien tidak hanya dilakukan pada
saat operasi tetapi juga mencakap persiapan pra anastesia (kunjungan dan
premedikasi) dan pasca anastesia.
 Pemilihan teknik anastesi pada anastesi umum didarkan pada jenis operasi
yang akan dilakukan, usia, jenis kelamin, status fisik pasien, keterampilan
pelaksanaan anastesi, ketersediaan alat, serta permintaan pasien.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi
EdisiKedua. Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI: Jakarta.
2. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, Bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif,FKUI. CV Infomedia: Jakarta.
3. Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. (2000). Oftalmologi umum. Bab.20 lensa

hal 401- 406. Edisi 14. Widya medika : Jakarta. 


4. Peter F Dunn. Clinical Anesthesia Procedures of the Massachusetts General


Hospital. Lippincot Williams & Wilkins. 2007 : 213 -217
5. Tim Cook, Ben Walton. The Laryngeal Mask Airway. In : Update in
Anaesthesia : 32 - 42
6. Anonimus,PediatricAnesthesiolgy:TheBasics.http://www.anesthesia.wisc.edu
/med3/Peds/pedshandout.html. Diakses pada tanggal 15 November 2017.
7. Bissonette, B., Dalens, B.J., Pediatric Anesthesia : Principles And Practice.
McGraw-Hill. Medical Publishing Division. NewYork.2002:405-413,483-
503.
8. Rath, Dash, 2012. Anaesthesia for Neurosurgical Procedures in Pediatric
Patients. Indian Journal Of Anesthesia, Vol.56, Issue 5.
9. Calcanel Frakture. Available from :http://beling.net/articles/about/Calcaneal_
fracture. Diunduh pada tanggal 20 Januari 2012
10. Fraktur Calcaneus. Available from http://www.scribd.com/adrian_erindra/d/
51039256- fraktur-calcaneus. Diunduh pada tanggal 3 Februari 2012

39

Anda mungkin juga menyukai