Anda di halaman 1dari 17

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Tempat Pelaksanaan dan Waktu

Praktikum pembuatan serbuk bagi ini dilaksanakan pada tanggal 14


November tahun 2016, pukul 13.00 WITA bertempat di Laboratorium
Farmasetika, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat

No Nama alat Gambar

1. Lumpang dan Alu

2. Pengayak
3. Sendok tanduk

4. Neraca Analitik

III.2.2 Bahan
No Nama bahan Gambar

1. Alkohol

2 Kertas Perkamen
3 Ampicillin

4 Nufamox Forte

5 DMP

6 Heptasan

7 Paracetamol
8. Ranitidin

8 Tissue

III.3 Cara Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70%.
3. Digerus terlebih dahulu tablet salut yaitu Nufamox forte, Heptasan
dan Ranitidin di dalam lumpang, digerus hingga homogen. Kemudian
serbuk di ayak dengan menggunakan pengayak No.60 dan diletakkan
diatas kertas dins.
4. Digerus lagi paracetamol dan dekstrometorfan di dalam lumpang yang
lain, digerus hingga homogen. Kemudian ditambahkan gerusan serbuk
yang sebelumnya kedalam lumpang yang kedua.
5. Diambil serbuk dengan sudip dan diayak dengan pengayak No.60
sampai bebas dari sisa-sisa salut.
6. Dibagi serbuk sama rata di atas kertas perkamen
7. Dibungkus obat dengan rapi.
8. Dimasukkan ke dalam plastik obat.
9. Diberi etiket putih untuk pemakaian oral/dalam dan diberi copy resep.
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan

Gambar IV.1
Sediaan Serbuk Tabur

IV.2 Resep Asli

Dr. baka Karya, Sp.A


SIP : 234/FM/GTO/01
Jl. Langsat No. 1002
Telp 0435-654321
Gorontalo, 21-11-2016

R/ Ampicillin 125 mg
Nufamox forte mg
DMP tab
Heptasan 2 mg
Paracetamol 250 mg
Ranitidine tab
m. f. Pulv d.t.d No.XV
3 d. d 1 p. c

Pro : Bayi Dian


Umur : 1 tahun 5 bulan
IV.2.1 Narasi
a. Latin (Syamsuni, 2006)
Recipe, ampicillin 125 mg, nufamox forte mg,
dextromethorphan tabula, heptasan 2 mg, paracetamol 250 mg,
ranitidine tabula. Misce fac pulvis da tales doses numero quinque
decim, signa tres de die unus post coenam.
b. Indonesia (Syamsuni, 2006)
Ambilah, ampicillin 125 mg, nufamox forte mg,
dextromethorphan tablet, heptasan 2 mg, paracetamol 250 mg,
ranitidine tablet. Campur dan buatlah serbuk sesuai takaran
sebanyak lima belas, tandai tiga kali sehari satu sesudah makan.
IV.2.2 Indikasi Resep
a. Ampicillin (Sukandar, 2008)
Ampicillin digunakan untuk pengobatan infeksi saluran
pernapasan, seperti pneumonia faringitis, bronchitis, laryngitis.
Infeksi saluran pernafasan, seperti shigellosis, salmonelosis. Infeksi
saluran kemih dan kelamin, seperti gonore (tanpa komplikasi),
uretritis, sistitis, pielonefritis. Infeksi kulit dan jaringan kulit.
Septicemia, meningitis.
b. Nufamox forte (Siswandono, 2000)
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram
negative yang peka terhadap amoksisilin seperti Haemophilus
Influenza, Escherichia coli, poteus mirabilis, salmonela. Terutama
yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan, saluran kemih dan
kelamin, saluran empedu, kulit dan jaringan lunak, otitis media
(radangan rongga gendang telinga), osteomielitis (radang sumsum
tulang).
c. DMP/Dextromethorphan (Sukandar, 2008)
Diindikasikan untuk meredakan gejala batuk kering karena
bersifat menekan batuk (antitusif).
d. Heptasan (Sukandar, 2008)
Heptasan digunakan untuk pengobatan terhadap penyakit
alergi seperti rhinitis, vasomotor, proritus, cold urticaria,
dermatografisme
e. Paracetamol (Sukandar, 2008)
Paracetamol atau asetaminofen diindikasikan untuk
mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang, seperti sakit kepala,
sakit gigi, nyeri otot, dan nyeri setelah pencabutan gigi serta
menurunkan demam.
f. Ranitidine (Sukandar, 2008)
Ranitidine diindikasikan untuk sakit maag. Pada penderita
sakit maag, terjadi peningkatan asam lambung dan luka pada
lambung. Hal tersebut yang sering kali menyebabkan rasa nyeri uluh
hati, rasa terbakar di dada, perut terasa penuh, mual, banyak
bersendawa ataupun buang gas.
IV.2.3 Farmakologi
a. Ampicilin
Ampisilin adalah antibiotika golongan penisilin semi
sintetik, dipakai secara per oral dan parenteral, aktif terhadap
bakteri gram positif dan negatif dengan spektrum antibakteri.
Absorpsi ampisislin pada pemberian per oral umumnya
berlangsung selama kira-kira 2 jam, tetapi jumlah ampisilin yang
diabsorpsi bervariasi antara 20 - 70%. Absorpsi ampisilin yang
tidak sempurna ini disebabkan oleh sifat-sifat amfoternya serta
keterbatasan kelarutan dalam air dan kecepatan disolusinya
(Gunawan, 2007).
Absorpsi diperlambat dengan adanya makanan, tetapi
tidak mempengaruhi jumlah tital ampisislin yang diabsorpsi. Oleh
karena absorpsi ampisilin pada pemberian per oral tidak sempurna
dan sangat bervariasi, maka perlu diteliti bioavailabilitasnya.
Absorbsi oral 50%, distribusi empedu, dan plasma
jaringan menembus ke cairan serebrospinal terjadi hanya ketika
terjadi inflamasi meningitis. Eksresi urin (90% bentuk utuh) dalam
24 jam.
b. Nufamox forte
Nufamox forte atau Amoksisilin adalah antibiotik dengan
spektrum luas, digunakan untuk pengobatan seperti yang tertera
diatas, yaitu untuk infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan
saluran seni, gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena
Salmonella sp., seperti demam tipoid. Amoxicillin adalah turunan
penisilin yang tahan asam tetapi tidak tahan terhadap penisilinase
(Siswandono, 2000).
Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak
menghasilkan -laktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif
karena obat tersebut dapat menembus poripori dalam membran
fosfolipid luar. Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan obat
pilihan karena di absorbsi lebih baik daripada ampisilin, yang
seharusnya diberikan secara parenteral (Neal, 2007).
Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik
dan stabil dalam suasana asam lambung. Amoksisilin diabsorpsi
dengan cepat dan baik pada saluran pencernaan, tidak tergantung
adanya makanan. Amoksisilin terutama diekskresikan dalam bentuk
tidak berubah di dalam urin. Ekskresi Amoksisilin dihambat saat
pemberian bersamaan dengan probenesid sehingga memperpanjang
efek terapi. Amoksisilin mempunyai spektrum antibiotik serupa
dengan ampisilin. Beberapa keuntungan amoksisilin dibanding
ampisilin adalah absorbsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna,
sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi.
Efek terhadap Bacillus dysentery amoksisilin lebih rendah dibanding
ampisilin karena lebih banyak obat yang diabsorbsi oleh saluran
cerna (Siswandono, 2000).
Namun, resistensi terhadap amoksisilin dan ampisilin
merupakan suatu masalah, karena adanya inaktifasi oleh plasmid
yang diperantai penisilinase. Pembentukan dengan penghambat
laktamase seperti asam klavunat atau sulbaktam melindungi
amoksisilin atau ampisilin dari hidrolisis enzimatik dan
meningkatkan spektrum antimikrobanya (Mycek, 2001).
c. DMP/Dextromethorphan
Dextromethorphan diabsorpsi dengan baik melalui saluran
cerna. Dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui ginjal
dalam bentuk tidak berubah ataupun bentuk dimetilated morfinon.
Dextromethorphan merupakan antitusif non narkotik yang dapat
meningkatkan ambang rangsang refleks batuk secara sentral
(Gunawan, 2007).
d. Heptasan
Heptasan mempunyai sifat sebagai antihistamin dan
antiserotonin digunkan untuk alergi (Mycek, 2001).
e. Paracetamol
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di
Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia
sebagai obat bebas (Wilmana, 1995).
Efek analgetik Paracetamol dapat menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Paracetamol
menghilangkan nyeri, baik secara sentral maupun secara perifer.
Secara sentral diduga Paracetamol bekerja pada hipotalamus
sedangkan secara perifer, menghambat pembentukan prostaglandin
di tempat inflamasi, mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap
rangsang mekanik atau kimiawi. Efek antipiretik dapat menurunkan
suhu demam. Pada keadaan demam, diduga termostat di hipotalamus
terganggu sehingga suhu badan lebih tinggi. Paracetamol bekerja
dengan mengembalikan fungsi termostat ke keadaan normal.
Pembentukan panas tidak dihambat tetapi hilangnya panas
dipermudah dengan bertambahnya aliran darah ke perifer dan
pengeluaran keringat. Efek penurunan suhu demam diduga terjadi
karena penghambatan terbentuknya prostaglandin (Jusuf Zubaidi,
1980).
Senyawa Paracetamol memiliki waktu paruh 1 3 jam,
dan tidak menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atau
gangguan asam basa seperti asam asetilsalisilat, tetapi mempunyai
bentuk toksisitas hepatik sedang sampai berat. (Andrianto, 1985).
f. Ranitidine
Ranitidine adalah suatu histamine antagonis resptor H2
yang bekerja dengan cara menghambat kerja histamine secara
kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
Ranitidine diabsorbsi 50 % setelah pemberian oral. Konsentrasi
puncak plasma dicapai 2-3 jam setelah pemberian dosis 150 mg.
Absorbsi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh makanan dan
antasida. Waktu ranitidine 2,5-3 jam pemberian oral. Ranitidine
diekskresikan melalui urin (Andrianto, 1985).
IV.3 Perhitugan Bahan dan Dosis
IV.3.1 Perhitungan Bahan
125
a. Ampicillin = x 15 = 3,75
500

= 4 tab
1
b. Nufamox forte = x 15 = 7,5
2

= 8 tab
1
c. DMP = x 15 = 7,5
2

= 8 tab
2
d. Heptasan = x 15 = 7,5
4

= 8 tab
250
e. Paracetamol = x 15 = 7,5
500

= 8 tab
1
f. Ranitidine = x 15 = 3,75
4

= 4 tab
IV.3.2 Perhitungan Dosis
a. Ampicillin = 125 mg
1xp = 250 mg
5
= x 250 mg
5+12

= 73,5 mg < 250 mg OD


Sehari = 1000 mg
5
= x 1000 mg
5+12

= 294,12 mg < 1000 mg OD


% OD 1xp
125
= x 100 %
73,5

= 170 % > 100 % = OD


Sehari
125
= x 3 x 100 %
294,12

= 127 % > 100 % = OD


b. Nufamox forte = 250 mg
1xp = 500 mg
5
= x 500 mg
5+12

= 147 mg < 500 mg OD


Sehari = 1500 mg
5
= x 1500 mg
5+12

= 441 < 1500 OD


% OD 1xp
250
= x 100 %
447

= 170 % > 100 % = OD


Sehari
250
= x 3 x 100 %
441

= 170 % > 100 % = OD


c. DMP = 15 mg
1xp = 30 mg
5
= x 30 mg
5+12

= 8,9 mg < 15 mg OD
Sehari = 120 mg
5
= x 120 mg
5+12

= 34,8 < 120 mg OD


% OD 1xp
15
= x 100 %
8,9

= 170 % > 100 % = OD


Sehari
15
= x 3 x 100 %
34,8

= 129 % > 100 % = OD


d. Heptasan = 2 mg
1xp = 4 mg
5
= x 4 mg
5+12

= 1,17 mg < 4 mg OD
Sehari = 32 mg
5
= x 32 mg
5+12

= 9,41 < 32 mg OD
% OD 1xp
2
= x 100 %
1,17

= 170 % > 100 % = OD


Sehari
2
= x 3 x 100 %
9,41

= 64 % < 100 % OD
e. Paracetamol = 250 mg
1xp = 250 mg
5
= x 250 mg
5+12

= 73,5 mg < 250 mg OD


Sehari = 1000 mg
5
= x 1000 mg
5+12

= 294 < 1000 mg OD


% OD 1xp
250
= x 100 %
73,5

= 340 % > 100 % = OD


Sehari
250
= x 3 x 100 %
294

= 255 % < 100 % = OD


f. Ranitidine = 25 mg
1xp = 100 mg
5
= x 100 mg
5+12

= 29,41 mg < 100 mg OD


Sehari = 300 mg
5
= x 300 mg
5+12

= 88,23 < 300 mg OD


% OD 1xp
25
= x 100 %
29,41
= 85 % < 100 % OD
Sehari
25
= x 3 x 100 %
88,23

= 85 % < 100 % OD
IV.4 Pembahasan
Pada resep pertama dalam praktikum ini,praktikan membuat

sediaan serbuk bagi, adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain

Ampicilin, Nufamox forte, DMP, Heptasan, Paracetamol, dan Ranitidin.

Langkah pertama yaitu menggerus Obat yang bersalut yaitu

Dekstrometorfan, Heptasan dan Ranitidin. Tujuan digerus terlebih dahulu

obat yang bersalut agar salut yang terdapat pada obat-obat tersebut tidak

akan tercampur dengan obat-obat yang lain, dan tidak terayak dengan

campuran serbuk lainnya.

Setelah ketiga obat tersebut digerus dimasukkan dalam lumpang

dan digerus hingga homogen. Kemudian serbuk tersebut diayak dan

diletakkan diatas kertas perkamen. Kemudian,dilakukan lagi penggerusan

untuk obat yang lain yaitu Nufamox Forte di dalam lumpang yang

berbeda, digerus hingga homogen dan ditambahkan serbuk yang pertama

kedalam lumpang yang kedua, digerus hingga homogen. Kemudian

campuran serbuk diambil dengan menggunakan sudip dan diayak dengan

menggunakan pengayak No.60 kemudian diletakkan diatas kertas

perkamen. Alasan penggunaan ayakan agar serbuk benar-benar halus dan

ayakan yang sering digunakan untuk serbuk bagi adalah ayakan yang

bernomor 40 (Syamsuni, 2007).


Langkah selanjutnya yaitu membungkus serbuk dengan

menggunakan kertas perkamen. Karena serbuk tidak mengandung

komponen-komponen mudah menguap dan higroskopis atau mudah

mencair, maka kertas yang digunakan yaitu kertas perkamen (Ansel,

2008).

Dalam pembungkusan serbuk ini biasanya metode yang sering

digunakan yaitu metode blok. Metode ini hanya digunakan untuk obat

yang tidak paten, para ahli farmasi menempatkan seluruh serbuk yang

telah dioleh diatas kertas untuk menyelesaikan resep dengan bantuan

spatula untuk meratakan tumpukan serbuk. (Ansel, 2008).

Karena dalam resep obat yang diminta hanya setengah dari resep

yaitu 15, maka serbuk yang akan dibungkus hanya sebanyak 8 bungkus.

Setelah semuanya selesai, obat dikemas dalam kertas perkamen dan

diberi etiket putih untuk pemakaian oral/dalam dan copy resep.

Anda mungkin juga menyukai