Anda di halaman 1dari 4

Menjadwal Mapel Paket C

Yogyakarta (09/02) Gampang membuat jadwal pelajaran SMA, tinggal memindah alokasi waktu
yang ada dalam struktur kurikulum SMA (IPS) sebagaimana tercantum dalam Standar Isi
Permendiknas nomoe 22 Tahun 2006. Lihat saja tabel di atas ini, untuk mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan alokasi waktu 2 pada semester 1, artinya diajarkan 2 jam pelajaran
setiap minggu. Begitu pula untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia alokasi waktu 2 artinya
diajarkan 4 jam pelajaran seminggu. Tapi tidak semudah itu untuk membuat jadwal Paket C,
karena dalam struktur kurikulum Paket C tidak dikenal istilah alokasi waktu, tapi satuan kredit
kompetensi (SKK).
Lihat saja tabel struktur kurikulum Paket C (IPS) di atas ini. Bagaimana membaca angka 2 pada
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan? Dan angka 4 pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia? Padahal angka-angka tersebut tidak menunjukkan alokasi waktu pertemuan per
minggu tapi bobot SKK per tingkatan. Artinya pada tingkatan 5 setara kelas X mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki bobot 2 SKK, dan Bahasa Indonesia 4 SKK. Bukan jam
pelajaran per minggu seperti struktur kurikulum SMA.

SKK menunjukkan bobot kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti
program pembelajaran, baik melalui tatap muka, praktek keterampilan, dan atau kegiatan
mandiri. Satu jam tatap muka yang dimaksud adalah satu jam pembelajaran yaitu sama dengan
35 menit untuk Paket A, 40 menit untuk Paket B, dan 45 menit untuk Paket C. Selanjutnya
berdasarkan Standar Isi Program Paket A, Paket B, dan Paket C (Permendiknas nomor 14 Tahun
2007) satu SKK adalah satu satuan kompetensi yang dicapai melalui pembelajaran 1 jam tatap
muka atau 2 jam tutorial atau 3 jam mandiri, atau kombinasi secara proporsional dari ketiganya.

Sementara itu kriteria pelaksanaan pembelajaran adalah minimal 20% pembelajaran tatap muka,
30% pembelajaran tutorial dan maksimal 50% pembelajaran mandiri (Permendiknas 03 Tahun
2008 tentang Standar Isi Program Paket A, Paket B, dan Paket C). Artinya, tidak bisa kegiatan
pembelajaran pendidikan kesetaraan 100% tatap muka seperti sekolah. Pun tidak bisa 100%
pembelajaran mandiri, alias langsung ikut UNPK.

Banyak yang memahami kriteria pelaksanaan pembelajaran di atas dilaksanakan untuk setiap
mata pelajaran. Pemahaman ini berimplikasi bahwa seluruh mata pelajaran pada struktur
kurikulum Paket C harus diajarkan alias dijadwalkan. Karena hakekat tatap muka dan tutorial
adalah pertemuan di kelas atau kelompok. Namun kenyataannya, banyak penyelenggara Paket C
yang mengaku pada beberapa mata pelajaran dilaksanakan dalam kegiatan belajar mandiri.

Karena itulah, pembagian pelaksanaan tiga bentuk pembelajaran (tatap muka, tutorial, dan
mandiri) dilakukan dengan cara blok dan kombinasi blok mata pelajaran. Bukan di dalam setiap
mata pelajaran. Berikut ini dicontohkan pemetaan SKK ke dalam mata pelajaran pada Paket C
IPS tingkatan 5 setara Kelas X. Setiap mata pelajaran dipilih akan dilaksanakan secara tatap
muka, tutorial, mandiri atau kombinasi dengan sistem blok.

Misalnya mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada semester 1 dan 2 yang masing-
masing SKK-nya adalah 1 dipilih tatap muka, maka jumlah jam pelajaran per minggu adalah 1
jam pelajaran (1 X 45 menit). Mengapa? Karena 1 SKK tatap muka setara dengan 1 jam
pelajaran.

Misalnya mata pelajaran Bahasa Indonesia pada semester 1 dan 2 yang masing-masing SKK-nya
adalah 2, dipilih satu SKK untuk tatap muka (1 jam pelajaran) dan satu SKK untuk tutorial (2
jam pelajaran), maka jumlah jam pelajaran per minggu adalah 3 jam pelajaran (1 X 45 menit dan
2 X 45 menit).

Sedangkan untuk mata pelajaran yang dipilih menjadi kegiatan mandiri tidak ada dalam jadwal
pelajaran atau pertemuan mingguan. Karena dalam kegiatan belajar mandiri warga belajar
melakukan kegiatan belajar sendiri. Belajar mandiri harus didahului dengan kontrak belajar dan
tetap dilakukan penilaian. Penilaian pada hasil belajar kegiatan mandiri menjadi penting karena
semua mata pelajaran yang ada dalam struktur kurikulum harus ada nilainya pada laporan hasil
belajar (rapor).

Fleksibilitas pendidikan kesetaraan dapat dilihat dari cara memetakan SKK ke dalam mata
pelajaran. Kita dapat menentukan jumlah jam pelajaran yang akan disajikan dalam setiap
minggu, namun sepanjang masih masuk dalam kriteria standar proses.

Pada contoh pemetaan di atas jumlah SKK tatap muka, tutorial dan mandiri masih masuk dalam
kriteria standar proses, dimana jadwal pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan selama 21 jam
pelajaran seminggu.

Selanjutnya dapat dibuat jadwal pembelajaran berdasarkan pemetaan SKK tersebut seperti
contoh berikut ini. Jadi memang tidak semudah membuat jadwal mata pelajaran pada SMA.

Kita pun masih dibenarkan melakukan pelaksanaan jadwal pembelajaran di kelompok selama 16
jam pelajaran per minggu. Koq bisa? Misalnya kegiatan mandiri diambil maksimal yaitu 50%
pada semester 1 tingkatan 5, sedangkan tatap muka 20% atau 4 SKK (6 X 1 jam pelajaran = 6
JPL), dan tutorial 30% atau 6 SKK (6 X 2 jam pelajaran = 12 JPL). Sehingga total ada 6 JPL +
12 JPL = 16 JPL.

Atau juga dengan variasi tatap muka dimaksimalkan tanpa melakukan kegiatan belajar mandiri
(26 JPL). Atau tutorial dimaksimalkan tanpa melakukan kegiatan belajar mandiri (36 JPL)

Anda mungkin juga menyukai