Anda di halaman 1dari 18

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/273756335

KORELASI PERTAMBANGAN EMAS


TRADISIONAL TERHADAP KEADAAN SOSIAL
EKONOMI MASYARAKAT: Kasus di Kabupaten
Madina (Sumut)

Conference Paper November 2014

READS

1,159

2 authors, including:

Alfonso Harianja
Forestry Research and Development Agency
11 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

Available from: Alfonso Harianja


Retrieved on: 02 May 2016
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014 ISBN 978-602-19559-7-0
Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli
Medan, 6 Nopember 2014

KORELASI PERTAMBANGAN EMAS TRADISIONAL TERHADAP


KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT: Kasus di Kabupaten
Madina (Sumut)

Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana


Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli
Jln. Raya Parapat Km.10,5 Desa Sibaganding Parapat, Sumatera Utara
E-mail:alfonso_hrj@yahoo.com dan asep_sukmana@yahoo.co.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan korelasi antara pertambangan emas
tradisional terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Madina, Sumatera
Utara. Sampel penelitian diambil pada Huta Bargot Dolok, dengan mengambil responden
secara purposive terhadap masyarakat yang terlibat pada pertambangan emas tradisional.
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi Spearman,
yakni dengan menguji kekuatan korelasi variabel bebas (Xi), yakni usia, lama tinggal,
pendidikan dan pendapatan terhadap varibel dependen (Yi) yakni persepsi responden akan
perubahan sosial ekonomi sebagai dampak dari adanya pertambangan emas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat pendapatan merupakan faktor yang berkorelasi positif terhadap
persepsi, yang berarti semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, maka persepsinya akan
semakin positif terhadap dampak pertambangan emas tradisional bagi perubahan sosial
ekonomi masyarakat. Faktor lain seperti umur, lama tinggal dan tingkat pendidikan tidak
signifikan korelasinya terhadap persepsi masyarakat.Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai data dan informasi awal untuk kajian lebih dalam mengenai kelestarian daerah
penyangga taman nasional, dengan memasukkan faktor sumber daya alam dan manusia
sebagai faktor penentunya.
Kata-kata kunci: korelasi Spearman, pertambangan, sosial, ekonomi, Madina.

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) merupakan kawasan hutan
konservasi. Sebagai fungsi konservasi keberadaan dan kondisi hutan mempengaruhi
pengawetan keanekaragaman flora-fauna dan ekosistemnya. Tantangan yang
dihadapi oleh hampir semua fungsi kawasan hutan adalah dalam perlindungan dan
pengelolaannya. Pengelolaan hutan selalu ditujukan untuk meningkatkan
produktivitas dengan prinsip kelestarian ekosistem. Produktivitas diukur tidak hanya
berdasarkan hasil hutan kayu tetapi dari seluruh aspek fungsi hutan dan
kepentingan. Banyak pihak terutama pengelola atau yang diberikan kewenangan
dalam pengelolaan kehutanan tidak menyadari bahwa masyarakat sekitar hutan
merupakan bagian dari ekosistem yang berpengaruh terhadap

1 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana

kelangsungan/kelestarian dari hutan tersebut. Jika terjadi hubungan yang kurang


baik diantara aspek tersebut akan menimbulkan konflik atau dampak.
Demikian halnya yang terjadi di sekitar kawasan TNBG, salah satu faktor
terjadinya degradasi hutan di sekitar kawasan penyangga TN.Batang Gadis adalah
adanya tambang emas tradisional (rakyat). Kegiatan penambangan ini, secara
ekologi dan sosial ekonomi akan memberikan dampak kepada masyarakat setempat
atau lokal. Salah satu dampak sosial ekonomi adalah kesempatan kerja dan
berkembangnya perekonomian masyarakat setempat. Namun demikian besar
kecilnya dampak tersebut sangat bergantung kepada kepedulian dan kesiapan
sumberdaya manusia dari masyarakat sekitar dalam memanfaatkan potensi yang
ada. Pada umumnya dampak terjadinya perubahan sosial ekonomi akibat adanya
suatu pembangunan adalah masyarakat lokal akan tersingkir oleh pendatang dalam
memanfaatkan peluang.
Saat ini, di Desa Huta Bargot telah marak dengan tambang emas rakyat
yang terletak di kawasan hutan masyarakat dan diduga ada penambang ilegal yang
masuk ke dalam kawasan hutan yang merupakan zona penyangga dari TNBG.
Kegiatan penambangan emas ini berpotensi menimbulkan dampak postif dan
negatif terhadap sosial ekonomi masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu dilakukan
suatu kajian untuk mengetahui dampak pertambangan rakyat di kawasan
penyangga TNBG terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat.
1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pertambangan


rakyat di kawasan penyangga TNBG terhadap perubahan sosial ekonomi
masyarakat.

II. METODE PENELITIAN

2.1. Lokasi, Waktu dan Rancangan Penelitian.


Penelitian dilakukan di Kecamatan Huta Bargot pada tahun 2012, dengan
mengambil sampel di Desa Huta Bargot Dolok yang melakukan pertambangan
emas. Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer
dan sekunder. Pengambilan data primer mencakup perubahan sosial ekonomi
masyarakat pada lokasi/desa terpilih. Responden dipilih secara purposif terhadap
pelaku (penambang) dengan basis kepala keluarga sebanyak 10 % dari seluruh

Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan |2


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014

keluarga yang terdapat di desa tersebut. Setiap responden diwawancara secara


mendalam menggunakan kuisioner.
Untuk melengkapi data primer, dilakukan pengumpulan data sekunder dari
instansi-instansi dan lembaga terkait seperti Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas
Pertambangan, dan Balai Taman Nasional Batang Gadis. Data sekunder berupa data
dan informasi yang telah terdokumentasi oleh pihak-pihak terkait baik berupa
dokumentasi laporan, program, hasil penelitian, kebijakan, peraturan maupun
kesepakatan tertulis.

2.2. Analisis Data.


Dampak pertambangan emas pada ekonomi regional pada lokasi penelitian
dianalisis dengan menggunakan data sumbangan sektoral pertambangan bagi
perekonomian daerah yakni dengan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
Kemudian untuk menganalisis dampak pertambangan emas tradisional di lokasi
penelitian terhadap rumah tangga penduduk di lokasi penelitian dilakukan analisis
deskriptif individu (rumah tangga) pelaku. Parameter yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah parameter-parameter sosial ekonomi seperti usia, lama
bermukim, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan responden serta
hubungannya terhadap persepsi responden dalam merespon perubahan sosial
ekonomi yang terjadi di desanya.
Perubahan sosial ekonomi yang dialami responden diukur dengan
menggunakan skala Likert, di mana responden dinilai persepsinya terhadap
berbagai perubahan yang terjadi baik secara ekonomi maupun sosial pada individu,
keluarga dan lingkungan sosialnya. Hasil analisis disajikan dengan metode tabulasi
dan dianalisis secara deskriptif.
Karakteristik individu diyakini berkorelasi dengan persepsi individu terhadap
perubahan sosial ekonomi yang dialaminya. Korelasi tersebut diukur dengan
menggunakan analisis korelasi Rank Spearman, untuk melanjutkan pengolahan data
hasil wawancara. Perhitungan korelasi Rank Spearman dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut (Prayitno, 2008):
1. Nilai pengamatan dari dua variabel yang akan diukur hubungannya diberi urutan
atau ranking. Jika ada nilai pengamatan yang sama dihitung urutan rata-ratanya.
2. Setiap pasangan urutan dihitung perbedaannya.

3 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana

3. Perbedaan setiap pasangan urutan tersebut dikuadratkan dan dihitung


jumlahnya, kemudian dihitung nilai rs nya. Koefisien korelasi Spearman (rs)
dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan :

di = selisih dari pasangan rank ke i; n = banyaknya pasangan rank.


Interpretasi koefisien korelasi urutan Spearman (rs), diartikan sebagai berikut:
1). Jika rs = 0,50 - 1.00 (ada korelasi yang kuat antar variabel yang diuji)
2). Jika rs = 0.00 - 0.49 (ada korelasi yang rendah antar varibel yang diuji)
3). Jika rs = 0 (tidak ada korelasi)
4). Jika rs = 1 (ada korelasi yang sempurna)
5). Tanda positif atau negatif menunjukkan arah korelasi.
4. Pengujian Hipotesis rs.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan distribusi t .
Prosedur pengujiannya sebagai berikut :
1). Menentukan formulasi hipotesis
Ho : tidak ada hubungan antara urutan variabel yang satu dengan
urutan dari variabel lainnya.
H1 : ada hubungan antara urutan variabel yang satu dengan urutan dari
variabel lainnya.
2). Menentukan taraf nyata dan nilai s tabel. Taraf nyata dan nilai s
tabel ditentukan sesuai dengan besar n 30.
3). Menentukan kriteria pengujian.

- Ho diterima apabila

- Ho ditolak apabila
4). Menentukan nilai uji statistik. Merupakan nilai rS itu sendiri.
5). Membuat kesimpulan, apakah menolak atau menerima Ho. Untuk sampel
besar ( n > 10 ) nilai uji statistikanya dihitung dengan
rumus :

Dalam penelitian ini beberapa faktor yang diduga saling berkorelasi adalah
faktor-faktor karakteristik sosial ekonomi responden (Xi) dengan persepsi mereka

Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan |4


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014

terhadap perubahan sosial ekonomi (Yi). Faktor-faktor berupa karakteristik sosial


ekonomi tersebut berupa umur, lama tinggal, tingkat pendidikan dan tingkat
pendapatan responden, dengan masing-masing hipotesis (Ho) sebagai berikut:
1. Terdapat korelasi antara umur responden dengan persepsinya akan
perubahan sosial ekonomi akibat pertambangan emas.
2. Terdapat korelasi antara lama tinggal responden tinggal di lokasi penelitian
dengan persepsinya akan perubahan sosial ekonomi akibat pertambangan
emas.
3. Terdapat korelasi antara tingkat pendidikan responden dengan persepsinya
akan perubahan sosial ekonomi akibat adanya pertambangan emas.
4. Terdapat korelasi antara tingkat pendapatan responden dengan persepsinya
akan perubahan sosial ekonomi akibat adanya pertambangan emas.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.


Penelitian dilakukan di Desa Huta Bargot Dolok, Kecamatan Huta Bargot,
Kabupaten Mandailing Natal. Desa Huta Bargot Dolok secara administratif
mempunyai wilayah seluas 1.871, 92 ha (16,11 % dari luas total Kecamatan Huta
Bargot) menurut BPS Kabupaten Madina, 2011. Sebagian besar wilayahnya
merupakan dataran di dekat dengan aliran Sungai Batang Gadis dan Bukit Barisan.
Oleh karena itu dalam klasifikasi kawasan Taman Nasional Batang Gadis, desa ini
merupakan salah satu bagian dari kawasan penyangga Taman Nasional Batang
Gadis (Ikhsan, dkk, 2005). Gambaran umum Desa Huta Bargot Nauli disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi Umum Biofisik dan Sosial Ekonomi Desa Huta Bargot Nauli.
No Parameter Biofisik dan Sosial Ekonomi Nilai
1 Jarak ke ibukota kecamatan 3 km
2 Luas wilayah 1.871,92 ha
3 Jumlah penduduk 435 jiwa (138 KK)
4 Suku mayoritas Mandailing
5 Pendidikan tertinggi mayoritas SLTA
6 Rata-rata jumlah anggota keluarga 3,15 orang
7 Mata pencaharian mayoritas Pertanian
8 Komoditi pertanian mayoritas Karet
Sumber: Kecamatan Huta Bargot Dalam Angka, 2011; Kepala Desa Huta Bargot
Nauli, 2012; diolah.

5 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana

Penduduk Desa Huta Bargot Dolok mayoritas merupakan suku Mandailing


yang juga merupakan suku terbanyak yang mendiami Kabupaten Mandailing Natal.
Jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah sebanyak 435 jiwa atau 138 kepala
keluarga, yang berarti jumlah anggota keluarga rata-rata sebesar 3.15 orang yang
termasuk dalam kategori keluarga kecil. Penduduk mayoritas bermata pencaharian
pertanian, dengan tanaman utama pohon karet. Aksessibilitas termasuk mudah,
bahkan dari ibukota kabupaten, yakni kota Panyabungan, Desa Huta Bargot Dolok
dapat ditempuh dengan kendaraan lebih kurang 30 menit.
Fasilitas pendidikan yang tersedia di desa hanya Sekolah Dasar, sehingga
untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, penduduk desa bersekolah
di kota kecamatan atau ke luar desa. Sarana kesehatan terbatas, yakni hanya
poliklinik desa dan posyandu sebanyak 2 unit, namun demikian akses kesehatan
mudah dijangkau ke kota Panyabungan. Sarana perekonomian adalah pasar yang
berada di kota kecamatan, serta beberapa warung kebutuhan sehari-hari di desa.
Penduduk menjual hasil pertanian di desa tersebut, di mana pembeli langsung
datang ke desa, atau ke pedagang penampung di kota Panyabungan. Fasilitas sosial
masyarakat adalah berupa lembaga-lembaga adat dan lembaga keagamaan.
Masyarakat yang mayoritas beragama Islam banyak melakukan kegiatan sosial
melaui wadah yang difasilitasi lembaga keagamaan baik inisiatif masyarakat sendiri
maupun oleh pemerintah.

3.2. Gambaran Umum Usaha Pertambangan.


Pertambangan emas tradisional dilakukan di lahan milik masyarakat yang
berdekatan dengan lahan tambang milik PT Sorik Mas Mining. Lahan definitif
tambang emas PT Sorik Mas Mining berdasarkan Perpu No 1 tahun 2004 adalah
sebesar 106.626 ha (Susanto, 2006). Dampak keberadaan tambang Sorik Mas
Mining adalah terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat lokal dan peluang
penambangan emas di lahan masing-masing petani (masyarakat) yang berada di
sekitar lokasi pertambangan emas milik PT Sorik Mas Mining karena diduga juga
mempunyai kandungan bijih emas. Kegiatan ini dimulai sekitar sepuluh tahun
terakhir melalui adopsi teknologi dan sistem pertambangan tradisional (atau sering
disebut sebagai pertambangan emas tanpa ijin-PETI) di Jawa. Bahkan beberapa
tenaga penambang juga didatangkan dari Jawa sebagai upaya transfer ilmu
pengetahuan pertambangan kepada masyarakat lokal.

Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan |6


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014

Dari data PDRB Kabupaten Mandailing Natal (BPS Kabupaten Madina, 2011),
sumbangan sektor pertambangan terhadap PDRB pada kurun waktu 2006 sampai
dengan 2010 terus mengalami peningkatan (dari Rp 35,860 milyar tahun 2006
menjadi Rp 48,150 milyar pada tahun 2010) yang berarti terdapat kenaikan
kontribusi pertambangan terhadap perekonomian daerah sebesar 34.27 % dalam
kurun waktu 5 tahun. Padahal hasil pertambangan yang tercatat pada PDRB
Kabupaten tersebut hanya dari sektor pertambangan (emas) resmi saja. Pekerjaan
penambangan emas merupakan pekerjaan sampingan dari masyarakat desa Huta
Bargot Dolok, selain mengandalkan mata pencaharian pada bidang pertanian yakni
perkebunan karet.
Perkebunan karet merupakan mata pencaharian turun temurun (Ikhsan, et
al, 2005) dan merupakan upaya pemanfaatan lahan yang umum dilakukan
masyarakat di sekitar daerah penyangga Taman Nasional Batang Gadis (Siregar,
2011). Kegiatan pertambangan emas melibatkan beberapa tingkatan pekerjaan dan
keahlian, yang jaringannya dapat digambarkan seperti pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Jaringan Kerja Pertambangan Emas Tradisional di Desa Huta Bargot


Dolok.

7 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana

3.3. Dampak Sosial Ekonomi Pertambangan Emas Tradisional.


Dampak sosial ekonomi pertambangan dilakukan dengan wawancara
terstruktur terhadap responden yang dipilih secara purposive. Basis pemilihan
responden adalah kepala keluarga sebanyak lebih dari 10% (20 KK) dari populasi
kepala keluarga (138 KK) dengan kriteria terlibat dalam proses pertambangan emas
tradisional (seperti pada Gambar 1) dan dengan latar belakang pendidikan yang
dapat memahami dan mengisi kuisioner yang diadaptasi dari Sukmara and
Crawford, 2002; Pasaribu, 2010 dan Jagger, et al., 2011. Mayoritas responden
adalah laki-laki (90 %), karena dalam budaya Mandailing laki-laki yang lebih
banyak yang bersosialisasi ke masyarakat luar. Berdasarkan sebaran usia,
responden sebagian besar berada pada kisaran umur 31 - 40 tahun (50 %), yang
diikuti oleh kelompok usia 41 - 50 tahun (30 %) dan lebih besar atau sama dengan
51 tahun (20 %). Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar responden berada pada kelompok usia produktif, yakni 35-50 tahun.
Berdasarkan pendidikan terakhir yang ditempuh, sebaran responden
penelitian di Desa Huta Bargot Dolok mayoritas adalah pada tingkat SD (45 %) yang
diikuti oleh SLTA (30 %) dan SLTP (25%). Keterbatasan fasilitas pendidikan yang
tersedia di desa dan kecamatan mengakibatkan tingkat pendidikan responden juga
terbatas, sehinga peluang mata pencaharian juga terbatas.
Untuk sebaran mata pencaharian responden, semua responden mengaku
berwiraswasta, atau dalam hal ini pertanian. Pertanian karet merupakan warisan
turun temurun dan setelah adanya pertambangan emas tradisional, maka
responden melakukannya sebagai alternatif pekerjaan untuk memperoleh tambahan
penghasilan. Bidang pekerjaan yang dilakoni yang berkaitan dengan pertambangan
pun beraneka ragam, yakni sebagai tenaga pembantu penambang, pengangkut dan
pengolah.
Tingkat pendapatan responden yang diteliti dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yakni sebelum adanya pertambangan emas tradisional dan setelahnya.
Kisaran pendapatan responden per bulan tersebut disajikan pada Tabel 2 berikut.

Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan |8


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan.


Sebelum pertambangan Setelah pertambangan
Tingkat pendapatan per emas emas
No
bulan (Rupiah) Jumlah Jumlah
Persentase Persentase
(orang) (orang)
1 500.001 - 750.000 4 20,00 0 0,00
2 750.001 - 1.000.000 9 45,00 0 0,00
3 1.000.001 - 1.250.000 1 5,00 0 0,00
4 1.250.001 - 1.500.000 3 15,00 1 5,00
5 1.500.001 - 1.750.000 1 5,00 1 5,00
6 1.750.001 - 2.000.000 2 10,00 2 10,00
7 2.000.001 atau lebih 0 0,00 16 80,00
Jumlah 20 100,00 20 100,00
Sumber: Data primer diolah, 2012.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa tingkat pendapatan responden meningkat,


setelah adanya tambahan penghasilan berupa upah dari pekerjaan yang berkaitan
dengan proses pertambangan emas tradisional. Tingkat pendapatan per bulan
responden sebelum adanya pertambangan emas mayoritas (65 %) berada pada
kelas pendapatan Rp. 500.001 sampai dengan Rp. 1.000.000 per bulan. Setelah
adanya pertambangan emas, maka tingkat pendapatan mayoritas responden
bergeser menjadi mayoritas (80%) berada pada tingkatan Rp. 2.000.000 atau lebih.
Hal ini dikarenakan oleh terbukanya kesempatan kerja dan penghasilan dari
pekerjaan pertambangan emas dan sektor terkait. Hal yang sama juga ditemukan
oleh Pasaribu, 2010 yang melakukan penelitian dampak sosial ekonomi
pertambangan emas di Batang Toru, Tapanuli Tengah, di mana kegiatan
pertambangan emas resmi di lokasi tersebut membuka kesempatan kerja dan
meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama karena efek multiplier dari
kegiatan pertambangan emas. Begitu juga dengan hasil penelitian Refles, 2012 di
Sumatera Barat, terbukti bahwa kegiatan pertambangan emas tradisional membuka
kesempatan kerja dan tambahan penghasilan bagi masyarakat.
Perubahan sosial ekonomi masyarakat dapat diukur dari besaran kuantitatif
yang terkait dengan aspek sosial ekonomi tersebut maupun dari persepsi
masyarakat akan keadaan sosial ekonomi hidupnya akibat adanya program,
kegiatan, teknologi maupun aspek-aspek yang baru lainnya dalam masyarakat
(Hastuti, et al., 2004; Pasaribu, 2010dan Refles, 2012). Dampak kegiatan
pertambangan emas di Desa Huta Bargot Dolok diukur dengan menggunakan
penilaian (skoring) atas persepsi masyarakat mengenai keadaan sosial ekonomi di

9 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana

desa mereka sebelum dan sesudah adanya pertambangan emas yang hasilnya
disajikan pada Tabel 3 dan 4.
Indikator pertama dari sepuluh indikator mengenai persepsi masyarakat
Desa Huta Bargot Dolok tentang perubahan sosial yang terjadi di daerah mereka
adalah mengenai sarana pendidikan. Dari seluruh responden, 85 % menyatakan
bahwa sarana pendidikan di desa mereka belum berubah, dan secara fisik
diperlihatkan oleh fasilitas pendidikan yang tersedia hanyalah sekolah dasar.
Demikian juga dengan kualitas tenaga pendidik, 85 % responden menyatakan
bahwa kualitas tenaga pendidik tidak mengalami perubahan.
Tabel 3. Penilaian Responden Atas Dampak Sosial Pertambangan Emas.
Skor (Persentase)
No Pernyataan SS S KS TS STS Total
1 Ketersediaan sarana pendidikan bertambah. 0,00 15,00 60,00 25,00 0 100,00
2 Terjadi kualitas peningkatan tenaga pendidik. 0,00 15,00 60,00 25,00 0,00 100,00
3 Kemampuan untuk memenuhi uang sekolah anak 15,00 85,00 0,00 0,00 0,00 100,00
lebih baik.
4 Kemampuan membeli buku-buku sekolah anak lebih 10,00 90,00 0,00 0,00 0,00 100,00
baik.
5 Kemampuan untuk memenuhi biaya sekolah lain 10,00 90,00 0,00 0,00 0,00 100,00
anak lebih baik.
6 Ketersediaan sarana kesehatan bertambah. 0,00 15,00 65,00 20,00 0,00 100,00
7 Kemampuan memenuhi kebutuhan kesehatan 15,00 80,00 5,00 0,00 0,00 100,00
keluarga lebih baik.
8 Kemampuan mengikuti kegiatan sosial termasuk 5,00 80,00 10,00 0,00 5,00 100,00
adat istiadat menjadi lebih baik.
9 Kemampuan memenuhi biaya sosial 5,00 65,00 20,00 10,00 0,00 100,00
kemasyarakatan (binaan pemerintah) menjadi lebih
baik.
10 Terjadi peningkatan kualitas kehidupan keluarga. 40,00 50,00 10,00 0,00 0,00 100,00

Sumber: Data primer, diolah, 2012.


Keterangan: SS = sangat setuju, S = setuju, KS = kurang setuju, TS = tidak
setuju, STS = sangat tidak setuju.

Perubahan kondisi sosial terjadi pada keluarga masyarakat, yang ditunjukkan


oleh kemampuan mayarakat dalam mengakses pendidikan dan sarana
pendukungnya, yang ditunjukkan oleh butir pertanyaan nomor 3, 4 dan 5 pada
wawancara dengan responden. Secara mayoritas, responden menyatakan
kemampuan mereka untuk membeli buku-buku pelajaran sekolah anak, memenuhi
biaya uang sekolah dan memenuhi biaya sekolah lainnya untuk anak-anak mereka
menjadi lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh jawaban responden atas ketiga
pertanyaan tersebut, 100 % jawaban responden menyatakan setuju atau sangat
setuju untuk adanya perbaikan kondisi sosial rumah tangga mereka, sehingga
mengakibatkan penduduk dapat mengakses pendidikan anak secara lebih baik.

Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan | 10


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014

Di bidang kesehatan, menurut responden tidak terdapat perubahan pada


keberadaan fasilitas dan sarana kesehatan setelah adanya pertambangan. Hal ini
berbeda dengan temuan Pasaribu, 2011 di Kecamatan Batang Toru, fasilitas
kesehatan mengalami peningkatan, karena perusahaan melakukan program CSR
(Corporate Social Responsibility). Berbeda halnya dengan di Desa Huta Bargot
Dolok, belum tersentuh oleh program CSR dari perusahaan tambang emas Sorik
Mas Mining. Namun demikian, menurut responden, masyarakat di Desa Huta Bargot
Dolok menjadi lebih mudah untuk mengakses fasilitas kesehatan setelah adanya
pertambangan tradisional di desa mereka. Peningkatan pendapatan dan interaksi
dengan pendatang mengakibatkan masyarakat lebih mempunyai kemampuan
ekonomi untuk mengakses fasilitas kesehatan, yang ditunjukkan oleh jawaban
mereka atas pertanyaan yang berkaitan.
Demikian juga untuk kemampuan masyarakat untuk mengikuti kegiatan
sosial baik itu kegiatan sosial atas inisiatif masyarakat seperti adat istiadat
(pertanyaan nomor 8) maupun atas binaan pemerintah (pertanyaan nomor 9).
Mayoritas responden memberikan respon positif atas kedua pertanyaan ini, sehinga
dapat dinyatakan bahwa kemampuan masyarakat untuk mengikuti kegiatan sosial
menjadi lebih baik setelah adanya pertambangan emas tradisional. Hasil penelitian
pada seluruh aspek sosial dicerminkan oleh butir pertanyaan nomor 10 pada aspek
sosial ini. Mayoritas responden (90 %) menyatakan bahwa kualitas kehidupan
mereka secara sosial menjadi lebih baik.
Dampak ekonomi pertambangan emas tradsional di Desa Huta Bargot Dolok
dilihat melalui sepuluh kategori pertanyaan terkait bidang ekonomi. Distribusi
jawaban responden atas pertanyaan tersebut disajikan pada Tabel 4. Pertanyaan
nomor 1, 2 dan 3 pada kuisioner penelitian ini berkaitan dengan kesempatan kerja
dan peluang tambahan penghasilan dari pertambangan emas tradisional di Desa
Huta Bargot Dolok. Dari jawaban responden dapat disimpulkan bahwa
pertambangan emas membuka peluang kerja bagi masyarakat desa, terutama bagi
yang berada pada usia produktif, yang meliputi pekerjaan sebagai pemodal usaha
tambang, penambang, pengangkut, pengolah dan pedagang hasil tambang.
Mayoritas responden (90%) menganggap bahwa pekerjaan yang berkaitan dengan
pertambangan emas tradisional ini telah menjadi sumber mata pencaharian utama
untuk saat ini. Masyarakat yang sebelumnya mengandalkan hidup dari pertanian
karet merasa mendapatkan kesempatan ekonomi yang lebih bagus dengan adanya

11 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana

pertambangan emas. Namun demikian, mereka tidak sama sekali meninggalkan


pertanian, peralihan ke pertambangan emas tradisional dilakukan sambil
meremajakan tanaman karet.
Tabel 4. Penilaian Responden Atas Dampak Ekonomi Pertambangan Emas.
Skor (Persentase)
No Pernyataan SS S KS TS STS Total
1 Usaha pertambangan membuka kesempatan 80,00 20,00 0,00 0,00 0 100,00
kerja di daerah ini.
2 Usaha pertambangan menjadi mata pencaharian 20,00 70,00 5,00 5,00 0,00 100,00
utama.
3 Usaha pertambangan menjadi mata pencaharian 0,00 45,00 55,00 0,00 0,00 100,00
tambahan.
4 Usaha pertambangan memberikan penghasilan 45,00 55,00 0,00 0,00 0,00 100,00
yang lebih besar daripada pekerjaan
sebelumnya.
5 Usaha pertambangan menambah pendapatan 25,00 75,00 0,00 0,00 0,00 100,00
6 Pertambangan meningkatkan aktivitas ekonomi 45,00 55,00 0,00 0,00 0,00 100,00
yang sudah ada sebelumnya di daerah ini.
7 Usaha pertambangan menumbuhkan peluang 30,00 70,00 0,00 0,00 0,00 100,00
usaha lain di daerah ini.
8 Usaha sebelum adanya pertambangan dapat 5,00 50,00 45,00 0,00 0,00 100,00
memenuhi semua kebutuhan rumah tangga.
9 Usaha pertambangan mengakibatkan 0,00 95,00 5,00 0,00 0,00 100,00
terpenuhinya semua kebutuhan rumah tangga.
10 Usaha pertambangan mengakibatkan ada atau 5,00 90,00 0,00 0,00 0,00 100,00
meningkatnya tabungan rumah tangga.

Demikian juga dengan keterkaitan usaha pertambangan dengan aktivitas


ekonomi lain di desa (pertanyaan nomor 6 dan 7). Mayoritas responden (100%)
menyatakan setuju atau sangat setuju dengan pernyataan bahwa pertambangan
emas dapat menghidupkan aktivitas ekonomi sebelumnya dan aktivitas ekonomi lain
di Desa Huta Bargot Dolok. Keterkaitan pertambangan ini terkait dengan sektor lain
yakni seperti usaha rumah makan, warung kebutuhan sehari-hari, peralatan
pertambangan, bahan bakar, bahkan penjualan kendaraan terutama roda dua yang
lebih banyak digunakan sebagai alat transportasi hasil tambang.
Terkait dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga (pertanyaan
nomor 8, 9 dan 10), responden juga menganggap pertambangan emas tradisional
memberikan dampak positif bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi. Setelah adanya
pertambangan emas, maka 95% responden menyatakan bahwa kebutuhan mereka
dapat terpenuhi serta memberikan kesempatan menabung bagi masyarakat.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa usaha pertambangan emas
tradisional memberikan kemampuan ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat Desa
Huta Bargot Dolok terutama untuk penyediaan lapangan kerja, peningkatan
pendapatan dan pemenuhan kebutuhan (konsumsi) serta tabungan. Temuan ini

Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan | 12


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014

sama dengan temuan Pasaribu, 2011 dan Refles 2012, yakni secara ekonomis
pertambangan emas dapat memberikan kehidupan yang lebih baik di sekitarnya.
Analisis lebih lanjut adalah analisis mengenai keterkaitan beberapa
perubahan sosial ekonomi yang merupakan hasil persepsi responden dengan faktor-
faktor yang diduga mempengaruhi persepsi masyarakat tersebut. Faktor-faktor
yang diduga mempengaruhi penilaian masyarakat akan perubahan sosial ekonomi
sebagai dampak dari keberadaan pertambangan diidentifikasi sebagai umur, lama
tinggal di lokasi penelitian, tingkat pendidikan dan pendapatan responden.
Ringkasan hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisa Korelasi Rank Spearman Dengan Faktor Sosial Ekonomi Responden.
No Indikator Koefisien t hitung t tabel ( = Kesimpulan
Rank 0.10)
Spearman
1 Umur -0,19 -0,79851 0,377 Korelasi lemah
2 Lama tinggal -0,12 -0,52228 0,377 Korelasi lemah
3 Tingkat pendidikan 0,10 0,40698 0,377 Korelasi lemah
4 Tingkat pendapatan 0,59 179,570 0,377 Korelasi kuat

Dari penelitian yang dilakukan di Desa Huta Bargot Dolok, terlihat pada
Tabel 5 bahwa faktor umur responden mempunyai nilai koefisien korelasi Rank
Spearman sebesar -0,19; t hitung = -0,79851 dan t tabel = 0,377 untuk tingkat
kepercayaan pada level 90 %, yang berarti bahwa faktor umur mempunyai korelasi
yang lemah dengan persepsi terhadap perubahan sosial ekonomi akibat keberadaan
tambang emas. Hal ini berarti perbedaan umur bukan merupakan faktor signifikan
sebagai pembeda persepsi responden terhadap perubahan sosial ekonomi akibat
pertambangan tradisional. Demikian juga dengan faktor lama tinggal dan tingkat
pendidikan. Jadi, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan umur,
lama tinggal dan tingkat pendidikan tidak mempunyai korelasi yang kuat terhadap
perbedaan persepsi mengenai perubahan sosial ekonomi akibat pertambangan
emas di Desa Huta Bargot Dolok.
Faktor terakhir yang diteliti adalah faktor tingkat pendapatan responden.
Nilai koefisien korelasinya adalah 0,59; t hitung = 1,79570 dan t tabel = 0,377
(=0,10). Hal ini berarti faktor tingkat pendapatan responden mempunyai korelasi
yang kuat terhadap persepsi responden akan perubahan sosial ekonomi yang
signifikan pada tingkat kepercayaan 90 %, bahkan signifikan juga pada tingkat

13 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana

kepercayaan 99 % (nilai t tabel pada = 0,01 adalah sebesar 0,591). Dengan


demikian semakin tinggi tingkat pendapatan responden, maka semakin positif
persepsi mereka akan perubahan sosial ekonomi termasuk kualitas kehidupan
mereka yang diyakini sebagai akibat dari adanya pertambangan emas tradisional di
Desa Huta Bargot Dolok. Dari hasil wawancara juga terbukti bahwa pertambangan
emas memberikan peluang kerja yang lebih baik bagi responden, menjadi mata
pencaharian utama serta memberikan peluang untuk pemenuhan seluruh
kebutuhan ekonomi repsonden dan kemungkinan penyediaan tabungan. Sektor
pertambangan tradisional juga membawa dampak positif bagi pemenuhan
kebutuhan sosial, ketika porsi pendapatan dari sektor tersebut dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan akan akses terhadap pendidikan anak, kesehatan dan
kebutuhan sosial lainnya. Oleh karena itu, pengaruh pertambangan emas
tradisional bagi masyarakat Desa Huta Bargot Dolok sampai saat ini masih positif
untuk perbaikan kualitas hidup masyarakat di desa tersebut.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan.
Berdasarkan penelitian mengenai dampak sosial ekonomi pertambangan
emas tradisional di Desa Huta Bargot Dolok yang termasuk dalam wilayah daerah
penyangga Taman Nasional Batang Gadis diperoleh kesimpulan bahwa secara sosial
ekonomi kualitas kehidupan masyarakat semakin baik pada masa sekarang ini.
Secara ekonomi perbaikan kehidupan diperoleh dari terbukanya peluang kerja
sebagai sumber mata pencaharian utama sebagai pengganti pertanian karet yang
sekarang ini sedang dalam tahap peremajaan. Peluang pekerjaan tersebut meliputi
investasi atau pemodal, penambang, transportasi, pengolah dan pedagang hasil
tambang. Perubahan ekonomi masyarakat juga terjadi pada peningkatan
pendapatan rumah tangga, peningkatan aktivitas ekonomi kawasan serta peluang
tabungan rumah tangga.
Perubahan kemampuan ekonomi juga diikuti dengan perubahan sosial di
masyarakat di mana masyarakat semakin dapat mengakses kebutuhan akan
pendidikan anak, kesehatan dan pemenuhan kebutuhan sosial baik atas inisiatif
masyarakat maupun kegiatan sosial binaan pemerintah. Salah satu dampak sosial
negatif keberadaan tambang emas di desa tersebut adalah karena semakin

Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan | 14


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014

sempitnya waktu yang tersedia bagi masyarakat untuk melaksanakan upacara adat
budaya tradisional karena keterlibatan masyarakat di pertambangan membutuhkan
waktu yang lebih banyak.
Dari hasil analisis terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi korelasi
antara faktor sosial ekonomi masyarakat dengan persepsi mereka akan perubahan
sosial ekonomi akibat adanya pertambangan emas tradisional diperoleh kesimpulan
tingkat pendapatan merupakan faktor yang berkorelasi positif terhadap persepsi,
yang berarti semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, maka persepsinya akan
semakin positif terhadap dampak pertambangan emas tradisional bagi perubahan
sosial ekonomi masyarakat. Faktor lain seperti umur, lama tinggal dan tingkat
pendidikan tidak signifikan korelasinya terhadap persepsi mayarakat.

4.2. Saran.

Penelitian ini lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji keterkaitan antara


faktor-faktor biofisik daerah penyangga terhadap perubahan sosial ekonomi
masyarakat akibat pertambangan emas tradisional, mengingat lokasi penelitian
yang merupakan daerah penyangga bagi keberadaan TNBG. Hasil penelitian ini
juga dapat digunakan sebagai data dan informasi awal untuk kajian lebih dalam
mengenai kelestarian daerah penyangga taman nasional, dengan memasukkan
faktor sumber daya alam dan manusia sebagai faktor penentunya.

15 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mandailing Natal. 2011. Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2006 - 2010.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mandaliling Natal. 2012. Kecamatan Huta
Bargot Dalam Angka 2011.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal. 2012. Kabupaten Mandailing
Natal Dalam Angka, 2011.
Hastuti, J. Harjono, S. Sumarto, A. Suharyadi, S.K. Rahayu, B. Soelaksono, D.
Perwira, D. Suryadarma, N. Toyamah, R.P.Artha, R.Filaili, S. Budiyati, W.
Munawar, W. Widyanti, B.C. Hadi, M. Sintia, H. Marsono, Mardianti dan
Supriyadi. 2004. Evaluasi Dampak Sosial-ekonomi Proyek Pengembangan
Wilayah Berbasis Pertanian Sulawesi (SAADP): Pelajaran dari Program Kredit
Mikro di Indonesia. Lembaga Penelitian SMERU. Jakarta. 131 pp. Diakses
dari http://www.smeru.or.id/report/research/saadp/saadp_ind.pdf pada
tanggal 6 Agustus 2012.
Ikhsan, E., Z. Lubis, Arif, M. Ritonga, S. Siregar, Y. Melvani, Yusriwiyati. 2005. Dari
Hutan Rarangan ke Taman Nasional: Potret Komunitas Lokal di Sekitar Taman
Nasional Batang Gadis. USU Press. 2005. pp: 127 - 137.
Jagger P., Sills E.O., Lawlor, K. dan Sunderlin, W.D. 2011 Pedoman untuk
mempelajari berbagai dampak proyek REDD+ bagi mata pencarian.
Occasional Paper 67. CIFOR, Bogor, Indonesia. Diakses dari
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-67.pdf pada tanggal
2 Mei 2012.
Pasaribu, A. 2010. Analisis Dampak Pertambangan Emas Terhadap Sosial Ekonomi
Masyarakat di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Thesis
pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak
Diterbitkan. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/22264/5/Chapter%20I.pdf pada tanggal 5 Agustus 2012.
Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and Service Solution).
Mediakom. Yogyakarta.
Refles. 2012. Kegiatan Pertambangan Emas Rakyat dan Implikasinya Terhadap
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kenagarian Mundam Sakti Kecamatan IV
Nagari, Kabupaten Sijunjung. Arikel ilmiah pada Program Studi Pembangunan
Wilayah dan Pedesaan, Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang.
Tidak diterbitkan. Diakses dari http://pasca.unand.ac.id/id/wp-
content/uploads/2011/09/KEGIATAN-PERTAMBANGAN-EMAS-RAKYAT.pdf
pada tanggal 5 Agustus 2012.
Siregar, H. 2011. Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di
Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Thesis Pada Sekolah
Pasca Sarjan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan. Diakses dari
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/46588 pada tanggal 5 Agustus
2012.

Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan | 16


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014

Sukmara, A. and B. Crawford. 2002. Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku


Sosial Masyarakat Desa Talise Sebagai Desa Proyek Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir Berbasis Masyarakat di Sulawesi Utara. Laporan Proyek Pesisir
Sulawesi Utara pada Konferensi Nasional III Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan Indonesia 2002. Diakses dari
http://www.crc.uri.edu/download/KonasIII.pdf pada tanggal 2 Juni 2012.
Susanto, H. 2006. Paradigma Pembangunan Kehutanan: Suara Grassroot. Jurnal
Ekonomi dan Pembangunan (JEP), XIV (1) 2006: 176 - 210. Diakses dari
http://scholar.google.com/scholar?q=paradigma+
pembangunan+kehutanan%3A+suara+grassroot+oleh+Hari+Susanto%2C+2
006&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2C5 pada tanggal 5 Agustus 2012.

17 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan


Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)

Anda mungkin juga menyukai