Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH MODAL SOSIAL MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN

KEMITRAAN KONSERVASI DI TAMAN NASIONAL LORE LINDU

Amati Eltriman Hulu1)*, Nurul Istiqamah1), Catherine Wulandari1), Renata Ragilia Nurul Adha1), Dimas
Hartanto1), Sudirman Daeng Massiri1)
1
Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah,
Indonesia

*amatieltriman123@gmail.com

ABSTRAK
Modal sosial memiliki peran penting dalam pengelolaan kawasan konservasi berbasis
Masyarakat, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai unsur-unsur modal sosial, tingkat
modal sosial dan pengaruh unsur modal sosial terhadap modal sosial Lembaga Pengelola
Konservasi Desa di kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Penelitian dilaksankan di
Wilayah Kerja Bidang II Makmur, Taman Nasional Lore Lindu. engumpulan data dilakukan
melalui tiga tahapan yaitu studi pustaka, survei lapangan, dan wawancara. Analisis data
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Hasil penelitian menunjukan nilai
unsur-unsur modal sosial setiap LPKD memiliki nilai yang bervariasi, Unsur kepercayaan,
jaringan dan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap
modal sosial di seluruh LPKD di Wilayah Kerja II Makmur. Hasil penelitian ini membawa
dampak positif dalam perumusan strategi pemberdayaan Lembaga Pengelola Konservasi
Desa. Lebih lanjut, penelitian ini memberikan wawasan berharga bagi pembuat kebijakan dan
pemangku kepentingan yang berusaha meningkatkan efektivitas lembaga pengelola
konservasi desa.

Kata-kata Kunci: Kemitraan Konservasi, Modal Sosial, Confirmatory Factor Analysis,


Taman Nasional Lore Lindu.

ABSTRACT

Social capital has a vital role in community-based conservation area management. This
research aims to determine the value of the elements of social capital, the level of social
capital and the influence of elements of social capital on the social capital of Village
Conservation Management Institutions in the Lore Lindu National Park (TNLL) area. The
research was carried out in the Makmur Field II Working Area, Lore Lindu National Park.
Data collection was carried out in three stages, namely, literature study, field survey and
interviews. Data analysis uses Confirmatory Factor Analysis (CFA). The research results
show that the value of the elements of social capital for each LPKD has varying values. The
elements of trust, network and concern for others and the environment greatly influence
social capital in all LPKDs in Working Area II Makmur. The results of this research have a
positive impact on formulating strategies for empowering Village Conservation Management
Institutions. Furthermore, this research provides valuable insights for policymakers and
stakeholders seeking to improve the effectiveness of village conservation management
institutions.

Keywords: Conservation Partnership, Social Capital, Confirmatory Factor Analysis, Lore


Lindu National Park

Pendahuluan
Pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia saat ini mengarah pada kebijakan
pengelolaan hutan secara inklusif (Muhsyaf, Cahyaningtyas, Atikah dan Ramadhani,
2022). Masyarakat lokal menjadi subyek dan bukan menjadi ancaman dalam
pengelolaan kawasan konservasi. Interaksi masyarakat dan ketergantungannya yang
sangat tinggi terhadap sumber daya hutan merupakan suatu hal yang perlu
diperhatikan agar fungsi dari kawasan tidak terganggu serta masyarakat memiliki
akses untuk dapat memanfaatkan sumber daya hutan (Sukarna, 2021). Interaksi
masyarakat dengan kawasan konservasi merupakan dua hal yang tidak bisa
dipisahkan yang saling berinteraksi didalam sebuah sistem (Susanto, Faida, Lubis dan
Hanisaputra, 2020).
Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) merupakan salah satu kawasan konservasi
yang terletak di Sulawesi Tengah, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor : SK.869/Menhut-II/ 2014 tanggal 29 September 2014 tentang Kawasan
Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Tengah seluas ± 4.274.687 ha atau
65,23% dari luas wilayah provinsi. Taman Nasional Lore Lindu menetapkan
pengelolaan kolaborasi berbasis masyarakat sebagai role model dalam mengelola
kawasan konservasi yang tertuang dalam keputusan Dirjen KSDAE Nomor:
456/KSDAE/SET.REN.2/8/2017. Melalui program Perhutanan Sosial Balai Besar
TNLL pada tahun 2018 telah mengembangkan program kemitraan konservasi yang
menyediakan akses bagi masyarakat untuk bisa memanfaatkan hasil hutan bukan
kayu dan jasa lingkungan didalam kawasan konservasi (S. Massiri, 2019). Pada tahun
2021 Balai Besar TNLL dengan dukungan Enhanching Protected Area System in
Sulawesi (EPASS) dan Forest Program III Sulawesi sebagai fasilitator melakukan
pendekatan kemitraan konservasi sehingga telah terjalin 56 Perjanjian Kerja Sama
(PKS) Kemitraan Konservasi antara pemerintah desa dengan Balai Besar TNLL
(Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, 2021; S. D. Massiri, 2022). Informasi ini
mengindikasikan bahwa perlunya kapasitas modal sosial masyarakat kemitraan
koservasi yang optimal (Loli, Polii dan Walangitan, 2021).
Pengelolaan kawasan konservasi berbasis kemitraan tidak dapat dilakukan
secara terbatas hanya pada teritori kawasan tanpa mempertimbangkan perubahan dan
aspek sosial penggunaan lahan di sekitarnya, interkoneksi, kecepatan perubahan
tutupan hutan dan perubahan lahan, penurunan dan kerusakan habitat, ekonomi,
budaya, dan pembangunan (Wiratno, 2018). Salah satu data aspek sosial yang penting
yaitu terkait modal sosial. Modal sosial merupakan hubungan timbal balik di dalam
suatu kelompok masyarakat yang didasari oleh kebijakan bersama, keeratan
hubungan antara individu, rasa simpati dan empati, serta kebijkan bersama (Fitriana
dan Marni, 2021). Peran modal sosial yang tumbuh di dalam masyarakat memegang
peran penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Keberadaan modal sosial di
dalam masyarakat sangat penting dalam memengaruhi keberhasilan pembangunan
ekonomi (Fathy, 2019) selain itu, modal sosial juga dapat meningkatkan partisipasi
masyarakat (Puspitaningrum & Lubis, 2018).
Kemitraan konservasi di kawasan TNLL dilaksanakan melalui program
pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pemberian bantuan dana untuk
menyelenggarakan kegiatan pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha
ekonomi, dan kelola kawasan (Ramadhan, 2021), namun demikian masih banyak
ditemukannya kasus dilapangan yakni perambahan dan perkebunan didalam kawasan,
illegal logging, perburuan dan pemasangan jerat satwa serta pertambangan didalam
kawasan TNLL (S. D. Massiri, 2022). Oleh karena itu, untuk mewujudkan kemitraan
konservasi dan pengelolaan kawasan TNLL, secara umum maka identifikasi modal
sosial masyarakat penting dilakukan, yang selama ini kegiatan tersebut belum
pernah dilakukan oleh pihak Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu atau para
peneliti di kawasan TNLL.
Penelitian ini berfokus pada karakteristik modal sosial pada lembaga kemitraan
konservasi berbasis masyarakat dari Lembaga Pengelola Konservasi Desa yang
berbatasan langsung dengan kawasan TNLL hal ini didasarkan karena program
kemitraan di lakukan di tingkat tapak pada satuan desa.

Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lembaga kemitraan konservasi Taman Nasional
Lore Lindu (TNLL) yang meliputi 10 Lembaga Pengelolah Konservasi desa (LPKD)
yaitu LPKD Sigimpu, LPKD Bakubakulu, LPKD Bobo, LPKD Bunga, LPKD
Kapiroe, LPKD Sintuwu, LPKD Karunia, LPKD Bulili, LPKD Kadidia, dan LKPD
Tongoa. Sepuluh Lembaga Pengelola Konservasi Desa tersebut merupakan Lembaga
Kemitraan Konservasi yang memiliki interaksi terhadap kawasan TNLL. Waktu riset
dilaksanakan selama 5 (bulan) yang mulai terhitung sejak tahap pencairan dana awal
program PKM-RSH.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan jenis data primer
dan data sekunder. Sumber data primer didapat dari pengumpulan data melalui
pengamatan di lapangan untuk mengamati kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat
secara langsung dan penerapan unsur modal sosial oleh masyarakat di setiap LPKD
yang menjadi kajian penelitian, sedangkan wawancara diperuntukan untuk
mendapatkan informasi persepsi dan penilaian masyarakat terhadap unsur modal
sosial dengan menggunakan panduan kuesioner. Data sekunder dihasilkan dari studi
literatur yang dilakukan untuk membangun instrumen kuesioner.
Jumlah populasi kemitraan konservasi TNLL di Wilayah II sebanyak 10
Lembaga Pengelola Konservasi Desa (LPKD) dengan anggota 20 orang setiap
LPKD. Sebanyak 10 LPKD akan menjadi kajian penelitian dengan responden adalah
10 orang di setiap LPKD sehingga total responden sebanyak 100 orang. Pengumpulan
data dilakukan dengan studi literatur, pengamatan lapangan, dan wawancara
menggunakan teknik kuesioner. Data yang dikumpulkan berupa unsur-unsur modal
sosial masyarakat yang telah dimodifikasi berdasarkan karakteristik LPKD yang
menjadi kajian penelitian.
Pengukuran tingkatan masing-masing unsur modal sosial di semua pertanyaan
kuesioner akan disusun menggunakan skala likeart, yaitu sangat tidak setuju (1),
tidak setuju (2), normal (3), setuju (4), dan sangat setuju (5). Data setiap jawaban
responden yang telah didapatkan akan ditransformasikan menjadi data kuantitatif
dengan cara pemberian skor. Skor yang diperoleh akan dipertimbangkan sebagai data
interval yang seterusnya dianalisis menggunakan statistik parametrik lainnya
(Maryuliana, Subroto dan Haviana, 2016)

Variabel Penelitian
Dalam pelaksanaan riset ini modal sosial merupakan variabel terikat sedangkan
unsur-unsur modal sosial adalah variabel teramati yang terdiri dari norma sosial,
jaringan, kepercayaan, tindakan proaktif, dan kepedulian terhadap sesama dan
lingkungan yang disajikan dalam gambar 1.

Gambar 2. Bagan Variabel Riset

Analisis Data
Penilaian tingkatan unsur-unsur modal sosial di masing-masing LPKD
dilakukan dengan analisis deskriptif menggunkan persamaan selang nilai.
Berdasarkan jumlah indikator yang telah dijadikan penilaian dari masing-masing
unsur sosial. Penjumlahan nilai dari masing-masing unsur pembentuk modal sosial
merupakan tingkatan modal sosial di masing-masing LPKD kajian. Setelah
didapatkan persamaan selang maka dihasilkan tingkatan modal sosial dengan 5
kategori yakni sangat lemah, lemah, sedang, kuat, dan sangat kuat.
Tingkatan Modal Selang
No Makna Tingkatan Modal Sosial
Sosial Nilai
Sangat sulit untuk melakukan program
1 Sangat Lemah ≤ 52,2
konservasi
Sulit untuk melakukan program
2 Lemah 52,3-75,5
konservasi
Mudah untuk melakukan program
3 Sedang 75,6-98,7 konservasi tetapi diperlukan
peningkatan kapasitas kelembagaan
Mudah untuk melakukan program
4 Kuat 98,8-121,9
konservasi
Sanagt Mudah untuk melakukan
5 Sangat Kuat > 121,9
program konservasi

Hubungan pengaruh masing-masing unsur modal sosial terhadap modal sosial


di 10 Lembaga Pengelola Konservasi Desa dilakukan dengan Confirmatory Factor
Analysis menggunakan software SPSS 22 dan LISREL 7.8. Variabel terikat yang
digunakan adalah modal sosial (Y), sedangkan variabel teramati adalah norma (X1),
jaringan sosial (X2), kepercayaan (X3), tindakan proaktif (X4), dan kepedulian
terhadap sesama dan lingkungan (X5).
Variabel unsur modal sosial berpengaruh nyata apabila t-value ≥ t tabel. Nilai
esimasi koefisien pengaruh atau loading factor menggambarkan konstribusi
pengaruh, yaitu semakin besar nilainya maka konstribusi pengaruhnya semakin kuat
(Wijayanto, 2008).

Hasil dan Pembahasan


Penilaian Unsur-Unsur Modal Sosial Masing-Masing Desa Penyangga
Norma
Tingkatan unsur modal sosial norma di seluruh LPKD berada pada tingkatan
kuat dan sangat kuat, 5 LPKD dengan tingkatan kuat yaitu LPKD Tiro Lemba, LPKD
Hilonga Hijau, LPKD Saluntolondo, LPKD Bunga, LPKD Kapiroe, LPKD Bersatu,
LPKD Mosipatupu, LPKD Lestari, LPKD Watu Bose, dan LPKD Maleo Lestari
sedangankan LPKD yang memiliki tingkatan sangat kuat yaitu LPKD Hilonga Hijau,
LPKD Saluntolondo, LPKD Bunga, LPKD Kapiroe, LPKD Bersatu, LPKD
Mosipatupu, LPKD Lestari, dan LPKD Watu Bose. Kuatnya unsur modal sosial
norma tidak terlepas dari pemahaman LPKD terkait aturan yang mengatur tentang
lingkup kegiatan, zona yang dapat dimafaatkan, sumber daya yang dapat
dimanfaatkan, serta hak dan kewajiban para pihak.
Ketaatan LPKD terhadap aturan yang telah disepakati merupakan kesadaran
setiap anggota yang tinggi, masyarakat sadar terhadap dampak yang ditimbulkan
apabila terjadi pelanggaran di kawasan konservasi. Berdasarakan pengamatan
lapangan dan wawancara, anggota LPKD masih saling mengingatkan dan melaporkan
kepada petugas apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat di dalam
kawasan konservasi. Hal ini mengungkapkan bahwa tingginya pemahaman individu
terhadap kesepakatan atau aturan yang telah dibuat akan secara tidak langsung
mensosialisasikanya kepada individu yang berada di lingkungannya.
Penelitian ini menunjukan bahwa penerapan norma tidak terlepas dari tingkat
pemahaman LPKD terhadap nilai-nilai yang ada di dalam norma itu sendiri,
kepercayaan, serta kepedulian terhadap sesama dan lingkungan. Hal ini sejalan
dengan penelitian (Hidayat dkk., 2020) menyatakan bahwa terbentuknya hubungan
interaksi sosial dan pola hubungan dalam masyarakat dan lingkungannya dibentuk
oleh norma.

Jaringan
(Masil dalam tahap penyusunan)
Kepercayaan
(Masil dalam tahap penyusunan)
Tindakan Proaktif
(Masil dalam tahap penyusunan)

Kepedulian Terhadap Sesama dan Lingkungan

Unsur Modal Sosial


Kepedulian
No Nama LPKD Tindakan Terhadap
Norma Jaringan Kepercayaan
Proaktif Sesama dan
Lingkungan
10,8 21,4 34,3 18,2 18,8
1 Tiro Lemba
Kuat Sedang Kuat Kuat Kuat
Hilonga 8,4 23,3 29,8 16,6 17,5
2
Hijau Sedang Sedang Sedang Sedang Kuat
12,1 19,1 29,1 19,4 19,7
3 Saluntolondo
Kuat Sedang Sedang Kuat Kuat
9,6 18,5 28,8 20,9 20,3
4 Bunga
Sedang Sedang Sedang Kuat Kuat
11,3 27,4 34,5 19,2 21
5 Kapiroe
Kuat Kuat Kuat Kuat Sangat Kuat
7,5 17,8 24,5 15,9 18,2
6 Bersatu
Lemah Lemah Sedang Sedang Kuat
8,2 18,1 29,3 16,9 20,4
7 Mosipatupu
Sedang Lemah Sedang Sedang Kuat
7,4 17,5 28,5 17,9 20,7
8 Lestari
Lemah Lemah Sedang Kuat Kuat
8,1 14,7 23,3 19,2 15,8
9 Watu Bose
Sedang Lemah Lemah Kuat Sedang
Maleo 11,5 17 26,1 15,7 19,7
10
Lestari Kuat Lemah Sedang Sedang Kuat
Sumber : Diolah dari data primer, 2023

Tingkatan Modal Sosial Masyarakat Desa Penyangga TNLL


Gambar 3. Tingkatan Modal Sosial Masing-Masing LPKD

(Masih dalam tahap penyusunan)


Hubungan Pengaruh Unsur-Unsur Modal Sosial Terhadap Modal Sosial
Masyarakat TNLL
Berdasarkan hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA), dihasilkan nilai t-value
unsur-unsur modal sosial ≥ 1,96, hal ini menunjukan bahwa semua unsur modal
sosial berpengaruh nyata terhadap pembentuk modal sosial di seluruh LPKD. Untuk
mengetahui unsur modal sosial yang paling berpengaruh di seluruh LPKD diketahui
dari nilai loading factor, unsur kepercayaan merupakan unsur yang paling
berpengaruh di seluruh LPKD, berikut hasil Confirmatory Factor Analysis (CFA).
Unsur Modal Sosial Loading Factor t-value
Norma 0.37 3.55
Jaringan 0.72 7.41
Kepercayaan 0.90 9.53
Tindakan Proaktif 0.39 3.75
Kepedulian terhadap
sesama dan 0.59 5.93
lingkungan
Sumber : Diolah dari data primer, 2023
(Masih dalam tahap penyusunan)

Implikasi terhadap Implementasi Pengelolaan Kemitraan Konservasi


Hasil penelitian mengindikasikan bahwa dalam penyusunan skema kemitraan
konservasi TNLL perlu mempertimbangkan unsur modal sosial yang berada pada
kategori kuat dan sangat kuat serta unsur modal sosial yang paling berpengaruh
dalam membentuk modal sosial setiap LPKD. Perlunya peningkatan modal sosial
bagi LPKD yang memiliki unsur modal sosial lemah dan sedang.
LPKD yang memilki tingkatan modal sosial kuat yakni LPKD Tiro Lemba,
LPKD Saluntolondo dan LPKD Kapiroe sebaiknya diberikan dukungan dan
penguatan oleh pihak Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL) sebagai
pihak yang bermitra dengan LPKD. Pendampingan dan dukungan pendanaan dalam
meningkatkan ekonomi melalui usaha produktif LPKD perlu ditingkatkan agar
program-program LPKD dapat berkelanjutan.
LPKD dengan tingkat modal sosial sedang yaitu LPKD Tiro Lemba, LPKD
Hilonga Hijau, LPKD Saluntolondo, LPKD Bunga, LPKD Kapiroe, LPKD Bersatu,
LPKD Mosipatupu, LPKD Lestari, LPKD Watu Bose dan LPKD Maleo Lestari perlu
dilakukan kegiatan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan, sehingga Kinerja
LPKD dapat ditingkatkan baik dalam kinerja kelembagaan, peningkatan ekonomi dan
peningkatan peran dalam menjaga dan melestarikan Kawasan konservasi.
Kesimpulan
(Masih dalam tahap penyusunan)

Ucapan Terima Kasih


Terimakasih kepada Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa),
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek),
Universitas Tadulako dan Lembaga Riset Mahasiswa Kehutanan (SETMA) yang
telah mendukung kegiatan PKM-RSH.

Daftar Pustaka
Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu. (2021). BIOSFER.
Fathy, R. (2019). Modal Sosial : Konsep, Inklusifitas Dan Pemberdayaan Masyarakat.
Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi, 3(3), 36–53.
Fitriana, E., & Marni. (2021). SOSIOHUMANIORA: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan
Humaniora Transmigran sebagai Modal Sosial dalam Pengembangan Food
Estate di Kabupaten Pulang Pisau. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Humaniora,
7(1), 1–14.
Hidayat, R., Marsono, D., Susanto, S., & Sadono, R. (2020). Modal Sosial
Masyarakat di Kawasan Penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai untuk
Mendukung Skema Pengelolaan Berbasis Kemitraan. Jurnal Wilayah dan
Lingkungan, 8(2), 130–146.
Loli, N., Polii, B. J. V., & Walangitan, H. D. (2021). Evaluasi dan Analisis Program
Kemitraan Konservasi di Taman Nasional Bunaken dalam Pengelolaan
Ekosistem Terumbu Karang di Desa Poopoh Kabupaten Minahasa. J.
Transdisiplin Pertan., 17(3), 949–960.
Massiri, S. (2019). Membangun Kesepakatan Konservasi Masyarakat; Sebuah Proses
Pembelajaran Kolaborasi Pengelolaan di Taman Nasional Lore Lindu. Dalam
Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Massiri, S. D. (2022). Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pada Kawasan
Konservasi.
Muhsyaf, S. A., Cahyaningtyas, S. R., Atikah, S., & Ramadhani, R. S. (2022). Kajian
Strategi Bisnis pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rinjani Barat.
Empiricism Journal, 3(2), 227–237.
Puspitaningrum, E., & Lubis, D. P. (2018). Modal Sosial dan Partisipasi Masyarakat
dalam Pembangunan Desa Wisata Tamansari di Kabupaten Banyuwangi. Jurnal
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM], 2(4), 465–484.
Ramadhan, B. (2021). TN Lore Lindu Berdayakan Masyakat Sekitar Kawasan
Konservasi. REPUBLIKA. https://news.republika.co.id/berita//qoo9vt330/tn-
lore-lindu-berdayakan-masyakat-sekitar-kawasan-konservasi
Sukarna, R. M. (2021). Interaksi Manusia Dan Lingkungan Dalam Perspektif
Antroposentrisme, Antropogeografi Dan Ekosentrisme. Hutan Tropika, 16(1),
84–100.
Susanto, D., Faida, L. R. W., Lubis, F. R. H., & Hanisaputra, R. (2020). Interaksi
Masyarakat Sekitar Dengan Kawasan Cagar Alam Dan Cagar Alam Laut
Pangandaran. Jurnal Belantara, 3(2), 97–104.
Wiratno. (2018). Sepuluh Cara baru Kelola Kawasan Konservasi di Indonesia:
Membangun “Organisasi Pembelajar.” Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 18–38.

Anda mungkin juga menyukai